BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

2.1 Definisi Rumah Sakit

  Rumah Sakit menurut UU Nomor 44 tahun 2009, pasal 1 yaitu institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat jalan, rawat inap, dan gawat darurat.

  2. 2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

  Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan (Depkes RI, 2004).

  Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 4 dan 5, Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Dan untuk menjalankan tugas tersebut, maka rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

  b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

  d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.3 Klasifikasi Rumah Sakit

  2.3.1 Klasifikasi rumah sakit secara umum

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.

  Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit terbagi menjadi:

  1. Rumah Sakit Umum: memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

  2. Rumah Sakit Khusus: memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

  Berdasarkan pengelolaannya, rumah sakit terbagi menjadi:

  1. Rumah Sakit Publik: dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah dan badan hukum yang bersifat nirlaba.

  2. Rumah Sakit Privat: dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero.

  2.3.2 Klasifikasi rumah sakit umum pemerintah

  Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang klasifikasi rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan pusat rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit.

  Klasifikasi Rumah Sakit umum terdiri atas:

a. Rumah Sakit umum kelas A

  Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) pelayanan medik spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) pelayanan medik spesialis lain dan 13 (tiga belas) pelayanan medik sub spesialis.

  b. Rumah Sakit umum kelas B Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) pelayanan medik spesialis penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik spesialis lain dan 2 (dua) pelayanan medik sub spesialis.

  c. Rumah Sakit umum kelas C

  

Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat)

pelayanan medik spesialis penunjang medik.

  d. Rumah Sakit umum kelas D Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.

  Menurut Siregar dan Amalia (2004), klasifikasi rumah sakit berdasarkan afiliasi pendidikan terdiri atas:

  1. Rumah sakit pendidikan Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan program pelatihan dalam bidang medik, bedah, pediatrik dan bidang spesialis lain.

  2. Rumah sakit non pendidikan Rumah sakit non pendidikan adalah rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas.

2.4 Komite Farmasi dan Terapi (KFT)

  Menurut KepMenKes RI No.1197/MenKes/SK/X/2004, Komite Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker sebagai sekretaris dari KFT, serta tenaga kesehatan lainnya (Depkes, 2004).

  Tujuan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) adalah (Depkes, 2004):

  a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat serta evaluasinya.

  b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan.

  Fungsi dan ruang lingkup komite farmasi dan terapi yaitu (Depkes, 2004):

  a. Mengembangkan formularium rumah sakit dan merevisi. Pemilihan obat untuk dimasukkan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat.

  b. KFT harus mengevaluasi untuk menetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis. c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit.

  d. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.

  e. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat.

  2.5 Formularium Rumah Sakit

  Formularium rumah sakit adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh komite farmasi dan terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan (Depkes RI, 2004).

  Sistem Formularium rumah sakit adalah suatu metode yang digunakan staf medik di suatu rumah sakit yang disusun oleh komite farmasi dan terapi yang bertujuan untuk mengevaluasi, menilai dan memilih produk obat yang dianggap paling berguna dalam perawatan penderita. Obat yang ditetapkan dalam formularium rumah sakit harus tersedia di instalasi farmasi rumah sakit (Siregar dan Amalia, 2004).

  Menurut Siregar dan Amalia (2004), kegunaan formularium rumah sakit adalah sebagai pedoman dalam penulisan resep di rumah sakit untuk:

  1. Membantu meyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit, sebagai bahan edukasi bagi staf medik tetang terapi obat yang benar.

  2. Memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal.

  2.6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

  Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah instalasi di rumah sakit yang dikepalai oleh seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian (Siregar dan Amalia, 2004).

  Tugas pokok farmasi rumah sakit adalah sebagai berikut: a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.

  b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan kode etik profesi.

  c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE).

  d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi.

  e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.

  f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.

  g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.

  h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium rumah sakit.

2.6.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi

  Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan (Depkes RI, 2004).

  Tujuan pengelolaan perbekalan farmasi adalah (Depkes, 2004): 1. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.

  2. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan.

  3. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi.

  4. Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna.

  5. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.

  2.6.1.1 Pemilihan

  Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam komite farmasi dan terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas (Depkes RI, 2004).

  2.6.1.2 Perencanaan

  Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi yang disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Depkes, 2004).

  Pedoman dalam perencanaan adalah (Depkes, 2004):

  1. Formularium Rumah Sakit dan Formularium Nasional, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku.

  2. Data catatan medik

  3. Anggaran yang tersedia

  4. Penetapan prioritas

  5. Siklus penyakit

  6. Sisa persediaan

  7. Data pemakaian periode yang lalu

  8. Rencana pengembangan

2.6.1.3 Pengadaan

  Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang disetujui melalui (Depkes, 2004):

  1. Pembelian Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan berdasarkan kebutuhan obat yang diperlukan.

  2. Produksi/pembuatan sediaan farmasi:

  a. Produksi steril

  b. Produksi non steril

3. Sumbangan/droping/hibah

2.6.1.4 Penerimaan

  Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan (Depkes, 2004).

  Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi, yaitu:

  1. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS)

  2. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin

  3. Pabrik harus mempunyai sertifikat analisa produk

2.6.1.5 Penyimpanan

  Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan, yaitu (Depkes, 2004):

  1. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya.

  2. Dibedakan menurut suhu dan kestabilannya.

  3. Mudah tidaknya meledak/terbakar.

  4. Tahan/tidaknya terhadap cahaya disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.

2.6.1.6 Pendistribusian

  Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan (Dekes RI, 2004): - Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada.

  • Metode sentralisasi atau desentralisasi.
  • Sistem floor stock, resep individu, one day dose dispensing (ODDD) dan sistem kombinasi.

  1. Sistem Floor Stock Pada sistem ini, perbekalan farmasi didistribusikan langsung kepada setiap unit perawatan. Dengan adanya sistem ini, perbekalan farmasi yang dibutuhkan dalam keadaan darurat di ruangan (seperti obat-obat emergency) dapat dengan mudah diperoleh pasien, karena telah tersedia melalui sistem floor stock. Namun, sistem ini hanya bisa diterapkan untuk pelayanan pada pasien rawat inap (Depkes, 2010).

  Keuntungan sistem floor stock adalah (Depkes RI, 2010):

a. Obat yang dibutuhkan cepat tersedia

  b. Meniadakan obat yang return

  c. Pasien tidak harus membayar obat yang lebih

  d. Tidak perlu tenaga banyak Kelemahan sistem floor stock adalah (Depkes RI, 2010):

  a. Sering terjadi kesalahan, seperti kesalahan peracikan oleh perawat atau adanya kesalahan penulisan etiket.

  b. Persediaan obat di ruangan harus banyak c. Kemungkinan kehilangan dan kerusakan obat lebih besar.

  2. Resep Perorangan (individual prescription) Resep perorangan adalah order/resep yang ditulis dokter untuk tiap pasien.

  Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan oleh IFRS sesuai yang tertulis pada resep (Depkes RI, 2010).

  Keuntungan resep perorangan yaitu (Depkes RI, 2010):

  a. Semua resep/order dikaji langsung oleh apoteker, yang kemudian memberikan keterangan atau informasi kepada pasien secara langsung.

  b. Memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker, dokter, perawat dan pasien.

  c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat.

  d. Mempermudah penagihan biaya perbekalan farmasi bagi pasien.

  Kelemahan/kerugian sistem resep perorangan, yaitu (Depkes RI, 2010): a. Memerlukan waktu yang lebih lama.

b. Pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan.

  3. Sistem One Day Dose Dispensing (ODDD) Distribusi perbekalan farmasi dengan menggunakan sistem ODDD berarti pendistribusian obat sesuai dengan dosis per hari yang dibutuhkan oleh pasien.

  Pembayaran perbekalan yang digunakan oleh pasien juga sesuai dengan kebutuhannya untuk satu hari. Sistem ini melibatkan kerjasama apoteker dengan dokter dan juga perawat dalam memonitor pendistribusian seluruh perbekalan farmasi kepada pasien sehingga penggunaan obat yang rasional dan efektif dapat tercapai (Depkes RI, 2010).

  Keuntungan sistem ODDD adalah (Depkes RI, 2010): a. Pasien hanya membayar obat sesuai yang telah digunakannya.

  b. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawatan telah disiapkan oleh IFRS.

  c. Mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi.

  d. Menghindari duplikasi order perbekalan faarmasi yang berlebihan.

  e. Meningkatkan pemberdayaan petugas.

  f. Mengurangi resiko kehilangan dan pemborosan perbekalan farmasi.

  Kelemahan sistem distribusi dosis unit (Depkes RI, 2010): a. Meningkatnya kebutuhan tenaga farmasi.

  b. Meningkatnya biaya operasional.

  4. Sistem Kombinasi Rumah sakit besar pada umumnya tidak terpaku pada satu sistem distribusi obat saja tetap lebih fleksibel, yaitu dengan mengkombinasikan beberapa sistem diatas, bahkan mungkin menggunakan semua sistem di atas, namun sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. Penerapan sistem distribusi pada setiap rumah sakit tidak harus sama satu dengan lainnya, tergantung pada kebijakan rumah sakit itu tersendiri (Depkes RI, 2010).

2.6.1.7 Pengendalian

  Pengendalian merupakan suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit-unit pelayanan. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan perbekalan farmasi di unit pelayanan (Depkes RI, 2010).

  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian adalah (Depkes RI, 2010): 1. Melihat catatan pemberian obat sebelum obat diberikan kepada pasien.

  2. Pengembalian obat yang tidak digunakan harus dalam keadaan utuh bersegel.

  3. Pengendalian obat dalam ruang bedah dan ruang pemulihan.

  4. Penandaan pada wadah perbekalan farmasi yang didistribusikan.

  5. Penggunaan kartu kendali obat 6. Menghitung dosis obat.

  7. Menghitung biaya perbekalan farmasi yang dikeluarkan dan membandingkan dengan unit cost yang diterima.

2.6.1.8 Penghapusan

  Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku. Tujuannya adalah menjamin perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku (Depkes RI, 2010).

2.6.1.9 Pencatatan dan Pelaporan

  Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang tidak memenuhi standar dan ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk komputerisasi maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk melakukan pencatatan adalah kartu stok (Depkes RI, 2010).

  Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan (Depkes RI, 2010).

  Tujuan dari pelaporan adalah (Depkes RI, 2010): 1. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi.

  2. Tersedianya informasi yang akurat.

  3. Tersedianya data yang lengkap untuk membuat perencanaan.

  4. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan.

2.6.1.10 Monitoring dan Evaluasi

  Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi. Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai masukan guna penyusunan perencanaan dan pengambilan keputusan. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan secara periodik dan berjenjang. Tujuan monitoring dan evaluasi adalah meningkatkan produktivitas pada pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit agar dapat ditingkatkan secara optimum (Depkes RI, 2010).

2.6.2 Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan

   Sesuai dengan Keputusan Menkes RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004

  tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit bahwa pelayanan kefarmasian adalah pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya.

  Tujuan kegiatan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah (Depkes RI, 2004): a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah sakit.

  b. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan dan efisiensi penggunaan obat.

  c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang terkait dalam pelayanan farmasi.

  d. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat secara rasional.

2.6.3 Pelayanan Farmasi Klinis

2.6.3.1 Pengkajian dan pelayanan resep

  Kegiatan dalam pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error) (Depkes RI, 2004).

  Persyaratan administrasi meliputi:

  a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien

  b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter

  c. Tanggal resep

  d. Ruangan/unit asal resep Persyaratan farmasi meliputi:

  a. Bentuk dan kekuatan sediaan

  b. Dosis dan Jumlah obat

  c. Stabilitas dan ketersediaan

  d. Aturan, cara dan teknik penggunaan Persyaratan klinis meliputi:

  a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat

  b. Alergi, interaksi, efek samping obat dan kontra indikasi

2.6.3.2 Penelusuran riwayat penggunaan obat

  Penelusuran riwayat penggunaan obat adalah proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien (Depkes RI, 2004).

  Tujuan penelusuran riwayat penggunaan obat adalah (Depkes RI, 2004):

  • Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan obat.
  • Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan.
  • Mendokumentasikan adanya alergi dan reaksi obat merugikan.
  • Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat.
  • Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan obat.
  • Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan.
  • Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang digunakan.
  • Mengidentifikasi terapi lain misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien.

2.6.3.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

  Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien (Depkes RI, 2004).

  Tujuan pelayanan informasi obat adalah (Depkes RI, 2004):

  a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit.

  b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi.

  c. Meningkatkan profesionalisme apoteker.

  d. Menunjang terapi obat yang rasional.

  2.6.3.4 Konseling

  Merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap (Depkes RI, 2004).

  Tujuan dari kegiatan konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain (Depkes RI, 2004).

  2.6.3.5 Visite

  Visite merupakan kunjungan rutin yang dilakukan oleh apoteker kepada pasien diruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang lebih baik.

  Aktivitas visite dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi secara aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses penetapan keputusan terkait terapi obat pasien (Depkes RI, 2011).

  Tujuan dari visite yaitu (Depkes RI, 2011):

  a. Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien, perkembangan kondisi klinik, dan rencana terapi secara komprehensif.

  b. Memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat kepada pasien.

  c. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi.

d. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya.

  2.6.3.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO)

  PTO adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko obat yang tidak dikehendaki (ROTD). Kegiatan yang dilakukan meliputi pengkajian pemilihan obat (dosis, cara pemberian obat, respon terapi dan ROTD), pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat dan pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat. Tahapan pemantauan terapi obat adalah pengumpulan data pasien, identifikasi masalah terkait obat, rekomendasi penyelesaian masaah terkait obat, pemantauan dan tindak lanjut (Depkes RI, 2004).

  2.6.3.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

  Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi (Depkes RI, 2004).

  Tujuan dilakukan MESO adalah (Depkes RI, 2004):

  a. Menemukan ESO (Efek Samping Obat) sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal, frekuensinya jarang.

  b. Menentukan frekuensi dan insiden Efek Samping Obat yang sudah dikenal sekali, yang baru saja ditemukan. c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau mempengaruhi timbulnya Efek Samping Obat serta mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya Efek Samping Obat. Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah: a. Menganalisa laporan Efek Samping Obat.

  b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami Efek Samping Obat.

  c. Mengisi formulir Efek Samping Obat.

  d. Melaporkan ke Panitia Efek Samping Obat Nasional.

  Faktor yang perlu diperhatikan: a. Kerjasama dengan Komite Farmasi dan Terapi dan ruang rawat.

  b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

2.6.3.8 Pengkajian Penggunaan Obat

  Menurut Kepmenkes RI No.1197 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.

  Tujuan pengkajian penggunaan obat (Depkes RI, 2004):

  a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu.

  b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain.

  c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik.

2.7 Central Sterile Supply Department (CSSD)

  Central Sterile Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Pelayanan

  Sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat

  b atau bahan yang dibutuhkan dalam kondisi steril (Depkes RI , 2009). b

  Latar belakang berdirinya CSSD di rumah sakit adalah (Depkes RI , 2009): a. Besarnya angka kematian akibat infeksi nosokomial.

  b. Kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi manusia di lingkungan rumah sakit.

  c. Merupakan salah satu pendukung jaminan mutu pelayanan rumah sakit akan peran dan fungsi CSSD sangat penting.

  Central Sterile Supply Department (CSSD) di rumah sakit bertujuan b

  (Depkes RI , 2009):

  a. Mengurangi infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang telah mengalami pensortiran, pencucian dan sterilisasi dengan sempurna.

  b. Memutuskan mata rantai penyebaran kuman di lingkungan rumah sakit.

  c. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan.

  Fungsi utama CSSD adalah menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsinya adalah menerima, memproses, mensterilkan, menyimpan serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan

  b pasien (Depkes RI , 2009). b

  Ruangan-ruangan yang ada di CSSD yaitu (Depkes RI , 2009):

  1. Daerah Unclean yaitu daerah untuk menerima barang kotor dan mencuci alat- alat yang akan disterilisasikan.

  2. Daerah Clean yaitu daerah untuk menerima barang yang sudah bersih serta melakukan pengemasan, labelling dan sterilisasi.

  3. Daerah Steril yaitu daerah untuk menyimpan barang-barang yang sudah disterilisasikan.

  Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari proses pembilasan, pembersihan atau dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan pengemasan, memberi label, sterilisasi, sampai proses distribusi. Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan pemakai alat steril terbesar untuk meningkatkan pengendalian infeksi dengan meminimalkan risiko kontaminasi silang, serta

  b meminimalkan lalu lintas transportasi alat steril (Depkes RI , 2009).

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan

0 1 25

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan

0 1 30

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 24

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI 2.1 Definisi Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan

0 1 25

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 26

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 28

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 23

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit - Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 25

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit - Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 27

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT - Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Kota Medan

0 0 32