BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelasan - Pengaruh Variasi Diameter Elektroda Pada Pengelasan Baja Karbon Rendah Jenis St37 Terhadap Kekuatan Impak, Kekerasan, Dan Struktur Mikro

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelasan

  Pada saat ini teknik las telah banyak digunakan dalam proses penyambungan batang-batang pada konstruksi bangunan baja dan konstruksi mesin. Banyaknya penggunaan teknologi teknologi las pada proses penyambungan logam dikarenakan bangunan dan mesin yang dibuat dengan menggunakan teknik ini menjadi lebih murah. Penggunaan proses las dalam konstruksi sangat banyak, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja bejana tekan, perpipaan dan lain sebagainya. Disamping itu proses las dapat digunakan untuk memperbaiki, misalnya untuk menambal lapisan yang sudah aus.

  Alat-alat las busur dipakai secara luas. Dalam penggunaannya ini dengan memakai elektroda yang dibuat dari batang atau grafik. Karena panas yang timbul, maka logam pengisi yang terbuat dari logam yang sama dengan logam induk mencair dan mengisi tempat sambungan. pengembangkan cara pengelasan busur yang baru dengan menggunakan busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon.

  2.1.1 Definisi Pengelasan Berdasarkan definisi dari American Welding Society (AWS), las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Pada waktu ini telah digunakan lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk pengelasan yang dilaksanakan dengan hanya menekan dua logam yang disambung sehingga terjadi ikatan antara atom-atom atau molekul- molekul dari logam yang disambungkan.Pengelasan mempunyai banyak keuntungan antara lain : praktis, hasilnya dapat diandalkan, effisien, dan ekonomis. Shielded Metal Arc Welding (SMAW) atau Las elektroda terbungkus merupakan proses pengelasan yang paling banyak digunakan.

  Dalam proses pengelasan, bagian yang dilas menerima panas pengelasan setempat. Hal yang perlu diperhatikan pada hasil pengelasan adalah tegangan sisa, karena pada pengelasan terjadi tegangan termal akibat perbedaan suhu antara logam induk dan daerah las. Tegangan sisa pada hasil pengelasan terjadi karena selama siklus termal las berlangsung di sekitar sambungan las dengan logam induk yang suhunya relatif berubah sehingga distribusi suhu tidak merata . Proses perlakuan panas dalam dunia industri merupakan proses yang cukup berpengaruh dalam menentukan sifat fisis dan mekanis suatu bahan logam. Melalui perlakuan panas sifat-sifat yang kurang menguntungkan pada logam dapat diperbaiki. Tujuan pengerjaan panas (Heat Treatment) adalah untuk memberi sifat yang diinginkan.

  2.1.2 Klasifikasi Pengelasan Ditinjau dari sumber panasnya, pengelasan dapat dibedakan menjadi :

  a. Mekanik

  b. Listrik

  c. Kimia Sedangkan menurut cara pengelasan dapat dibedakan menjadi dua bagian besar yaitu a. Pengelasan tekan (pressure welding)

  b. Pengelasan cair (Fusion welding) Pada saat ini belum ada kesempatan mengenai cara-cara pengklasifikasian dalam bidang las. Hal ini disebabkan belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Secara konvensional pengklasifikasian tersebut dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu klasifikasi berdasar cara kerja dan klasifikasi berdasar energi yang digunakan. Diantara kedua klasifikasi tersebut, klasifikasi berdasarkan cara kerja yang paling banyak digunakan.

  Berdasarkan pengklasifikasian cara kerja, proses pengelasan dibagi menjadi tiga kelas utama yaitu:

  1. Pengelasan Cair Cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar.

  2. Pengelasan Tekan Cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadai satu.

  3. Pematrian Cara pengelasan dimana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam lain yang memiliki titik cair yang rendah. Dalam proses ini logam induk tidak ikut mencair.

  Perincian lebih lanjut dari klasifikasi ini dapat dilihat dalam gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Klasifikasi cara pengelasan

  (Sumber : http://klasifikasi_las_teknikmesin.blogspot.com)

2.2 Las busur listrik

  Las busur listrik atau yag sering disebut dengan las listrik adalah suatu proses penyambungan logam dengan menggunakan tenaga listrik sebagai sumber panas. Jenis sambungan dengan las listrik ini adalah merupakan sambungan tetap dengan menggunakan busur listrik untuk pemanasan. Panas oleh busur listrik terjadi karena adanya loncatan electron dari elektroda melalui udara ke benda kerja. Elektron tersebut bertumbukan dengan udara /gas serta memisahkannya menjadi electron dan ion positif . Daerah dimana terjadi loncatan elektron disebut busur (Arc). Busur yang terjadi diantara katoda karbon dan anoda logam dapat meleburkan logam sehingga bisa dipakai untuk penyambungan dua buah logam. Las busur listrik dapat dibagi menjadi :

  1. Las Elektroda Karbon

  2. Las Elektroda Terbungkus

  3. Las busur rendam

  4. Las busur CO2

  5. Las TIG

  6. Las MIG 7. Las busur dengan elektroda berisi Fluks.

  2.2.1 Prinsip kerja las listrik Pada dasarnya las listrik yang menggunakan elektroda karbon maupun logam, menggunakan tenaga lisrtik sebagai sumber panas. Busur listrik yang terjadi antara ujung elektroda dan benda kerja dapat mencapai temperature tinggi yang dapat melelehkan sebagian bahan merupakan perkalian antara tegangan listrik (E) dengan kuat arus (I) dan waktu (t) yang dinyatakan dalam satuan panas joule, atau kalori seperti rumus di bawah ini:

  H=E x I x t Dimana : H = Panas Dalam Satuan joule.

  E= Tegangan Listrik Dalam Volt. I = Kuat Arus Dalam Amper. t = Waktu Dalam Detik.

2.3 Cacat Pada las

  Jenis Cacat Permukaan Las:

  1. Lubang Jarum (Pin Hole) Sebab: Terbentuk gas di dalam bahan las sewaktu pengelasan akibat kandungan belerang dalam bahan.

  Akibat: Kemungkinan bocor di lokasi cacat. Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan perbaiki sesuai pembuatan prosedur pengelasan (WPS) asli.

Gambar 2.2 Cacat las Lubang jarum.

  (Sumber: Sri Widharto, 2007)

  2. Percikan Las (Spatter) Sebab: Elektrode lembab, kampuh kotor, angin kencang, lapisan galvanisir, ampere capping terlalu tinggi.

  Akibat: Tampak jelek, mengalami karat permukaan. Penanggulangan: Cukup dibersihkan dengan pahat. Pembersih dengan gerinda tidak boleh mengingat akan memakan bahan induk.

Gambar 2.3 Cacat las Percikan las.

  (Sumber: Sri Widharto, 2007)

3. Retak (Crack)

  Sebab: Tegangan di dalam material, penggetasan pada bahan dan daerah terimbas panas, karat tegangan, bahan tidak cocok dengan kawat las, pengelasan tanpa perlakuan panas yang benar. Akibat: Fatal. Penanggulangan:Diselidiki dulu sebabnya, setelah diketahui baru ujung-ujung retak dibor dan bagian retak digouging (dikikis) 100% kemudian diisi dengan bahan yang cocok sesuai dengan pembuatan prosedur pengelasan(WPS). Jika sebabnya adalah ketidak cocokan materil atau retak berada di luar kampuh, maka seluruh sambungan las berikut bahannya diganti.

Gambar 2.4 Cacat las keadaan Retak.

  (Sumber: Sri Widharto, 2007)

  4. Keropos (Porosity) Sebab: Lingkungan las lembab atau basah, kampuh kotor, angin berhembus dipermukaan las, lapisan galvanis, salah jenis arus, salah jenis polaritas, ampere capping terlalu besar. Akibat: Melemahkan sambungan, tampak buruk, mengawali karat permukaan. Penanggulangan: Cacat digerinda hingga hilang kemudian dilas isi sesuai dengan pembuatan prosedur pengelasan (WPS).

Gambar 2.5 Cacat Las keadaan Keropos.

  (Sumber: Sri Widharto, 2007)

  5. Muka Cekung (Concavity) Sebab: Tukang las terlalu cepat selesai, amper capping terlalu tinggi, kecepatan las capping terlalu tinggi, elektroda terlalu kecil, bukaan sudut kampuh terlalu besar. Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan, dapat terjadi keretakan akibat tegangan geser.

  Penanggulangan: Cukup di sempurnakan bentuk capping dan sedikit penguat (reinforcement).

Gambar 2.6 Cacat Las Keadaan Muka cekung.

  (Sumber: Sri Widharto, 2007)

  6. Longsor Pinggir (Undercut) Sebab: Suhu metal terlalu tinggi, ampere capping terlalu tinggi.

  Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan. Penanggulangan: Cukup diisi dengan stringer saja.Undercut yang tajam seperti takik, dilarang (harus segera diperbaiki) karena dapat menyebabkan keretakan notch.

Gambar 2.7 Cacat Las keadaan Longsor Pinggir.

  (Sumber: Sri Widharto, 2007)

  7. Penguat berlebihan (Excessive Reinforcement)

  Sebab: Elektrode terlalu rapat, kecepatan capping terlalu rendah, ampere capping terlalu rendah, suhu metal terlalu dingin.

  Akibat: Diragukan fusi dan kekuatannya, perlu diuji ultrasonik proba sudut (angle probe), jika ternyata fusi tidak ada, seluruh sambungan diapkir.

  Penanggulangan: Gounging 100% dan dilas ulang sesuaidengan pembuatan prosedur pengelasan (WPS).

Gambar 2.8 Cacat Las keadaan Penguat berlebihan.

  (Sumber: Sri Widharto, 2007)

  8. Penetrasi Tidak Sempurna (Incomplete Penetration) Sebab: Celah terlalu sempit, elektrode terlalu tinggi, ampere mesin las tidak tetap, celah tidak seragam (sempit dan lebar tidak beraturan), ampere akar las rendah, kampuh kotor, elektrode terlalu besar. Akibat: Di bagian cacat berpotensi retak. Penanggulangan: Gouging 100% pada bagian cacat dan dilas ulang sesuai WPS.

Gambar 2.9 Cacat Las Karena Penetrasi tidak sempurna.

  (Sumber: Sri Widharto, 2007)

  9. Penetrasi Berlebihan (Excessive Penetration) Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam.

  Akibat: Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam, menghancurkan piq (bola pembersih dalam pipa). Penanggulangan: Bongkar total, setel kembali dan dilas ulang sesuai WPS.

Gambar 2.10 Cacat Las karena Penetrasi berlebihan.

  (Sumber: Sri Widharto, 2007)

10. Retak Akar (Root Crack)

  Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam.

  Akibat: Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam, menghancurkan piq (bola pembersih dalam pipa).

  Penanggulangan: Bongkar total, setel kembali dan dilas ulang sesuai WPS. Jika retak keluar dari jalur las maka seluruh material diganti.

Gambar 2.11 Cacat Las keadaan Retak akar.

  (Sumber: Sri Widharto, 2007)

  11. Terbakar Tembus (Blow Hole) Sebab: Celah tidak seragam, ampere mesin las tiba-tiba naik, posisi elektrode naik turun.

  Akibat: Pada lokasi cacat sambungan lemahdan terdapat kemungkinan bocor, mengawali erosi dan karat tegangan pada lokasi cacat.

  Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan diisi ulang sesuai WPS.

Gambar 2.12 Cacat Las keadaan Terbakar tembus.

  (Sumber: Sri Widharto, 2007)

  12. Longsor Pinggir Akar (Root Undercut) Sebab: Suhu metal terlalu tinggi pada saat pengelasan akar, ampere akan terlalu besar.

  Akibat: Mengawali erosi dan karat sebelah dalam, memungkinkan terjadinya retak takik (notch). Penanggulangan: Lokasi cacat di gouging 100% dan dilas ulang sesuai WPS.

Gambar 2.13 Cacat Las Keadaan Longsor pinggir akar.

  (Sumber: Sri Widharto, 2007)

2.4 Baja

  2.4.1 Klasifikasi Baja

  1. Menurut kekuatannya, St37. St42. St50, dst. Standar DIN (jerman) St X X kekuatan tarik dalam kg/mm2 steel (baja). Contoh : St37 : baja dengan kekuatan tarik sebesar 37 kg/mm2.

  2. Menurut komposisinya,

  a. baja karbon rendah (low carbon steel) : C~0,25 %

  b. baja karbon menengah (medium carbon steel) :C=0,25%-0,55%

  c. baja carbon tinggi (high carbon steel):C>0,55%

  d. baja paduan rendah (low alloysteell):unsur paduan < 10 %

  e. baja paduan tinggi (high alloy steel): unsure paduan >10%

  3. Menurut mikrostrukturnya:

  a. baja hipoeutektoik :ferit dan ferlit

  b. baja eutektoit : perlit

  c. baja hipereutektoit : sementit dan perlit

  d. baja bainit

  e. baja martensit

  4. Menurut cara pembuatannya

  a. baja Bessemer

  b. baja siemen- martin

  c. baja listrik

  d. dan lain-lain

  5. Menurut penggunaannya :

  a. baja konstruksi

  b. baja mesin

  c. baja pegas

  d. baja ketel

  e. baja perkakas

  6. Menurut bentuknya

  a. baja pelat

  b. baja strip

  c. baja sheet

  d. baja pipa

  e. baja batang fropil

  2.4.2 Struktur Baja Baja adalah seluruh macam besi yang dengan tidak di kerjakan terlebih dahulu lagi, sudah dapat di tempa. Baja adalah bahan yang serba kesamaannya

  (homogenitasnya) tinggi, terdiri terutama dari Fe dalam bentuk kristal dan C. Pembuatannya di lakukan sebagai pembersihan dalam temperature yang tinggi dari besi mentah yang di dapat dari proses dapur tinggi. Baja adalah besi mentah tidak dapat ditempa.

1. Terdapat 3 macam besi mentah:

  a. Besi mentah putih

  b. Besi mentah kelabu

  c. Besi mentah bentuk antar

2. Proses pembuatan baja:

  a. Proses Bessemer

  b. Proses Thomas

  c. Proses martin

  d. Proses dengan dapur elektro

  e. Proses dengan mempergunakan kui

  f. Proses aduk (proses puddle)

  3. Sifat-sifat umum dari baja : sifat-sifat dari baja yaitu teristimewa kelakuannya dalam berbagai macam keadaan pembebanan atau muatan terutama tergantung:

  a. Cara meleburnya

  b. Macam dan banyakknya logam campuran

c. Cara (proses) yang di gunakan waktu pembuatannya

  d. Dalam proses pembuatan baja maka logam campuran baja sebagian sudah ada dalam bahan mentah itu namun masih perlu di tambahkan pada waktu pembuatan baja seperti :C, Mn, Si termasuk bahan utama S dan P.

4. Sifat-sifat utama baja untuk dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan :

  a. Keteguhan ( solidity) artinya m empunyai ketahanan terhadap tarikan, tekanan atau lentur b. Elastisitas ( elasticity) artinya kemampuan atau kesanggupan untuk dalam batas- batas pembebanan tertentu, sesudahnya pembebanan ditiadakan kembali kepeda bentuk semula.

  c. Kekenyalan /keliatan ( tenacity) artinya kemampuan atau kesanggupan untuk dapat menerima perubahan bentuk yang besar tanpa menderita kerugian- kerugian berupa cacat atau kerusakan yang terlihat dari luar dan dalam untuk jangka waktu pendek.

  d. Kemungkinan di tempa ( malleability) sifat dalam keadaan merah pijar menjadi lembek dan plastis sehingga dapat di rubah bentuknya.

  e. Kemunggkinan di las ( weklability) artinya sifat dalam keadaan panas dapat digabungkan satu sama lain dengan memakai atau tidak memakai bahan tambahan, tanpa merugikan sifat-sifat keteguhannya.

  f. Kekerasan ( hardness) kekuatan melawan terhadap masuknya benda lain.

  2.4.3 Baja St37 Baja St 37 banyak digunakan untuk kontruksi umum karena mempunyai sifat mampu las dan kepekan terhadap retak las. Kepekaan retak yang rendah cocok terhadap proses las, dan dapat digunakan untuk pengelasan plat tipis maupun plat tebal. Kualitas daerah las hasil pengelasan lebih baik dari logam induk. Baja St 37 dijelaskan secara umum merupakan baja karbon rendah, disebut juga baja lunak, banyak sekali digunakan untuk pembuatan baja batangan, tangki, perkapalan, jembatan, menara, pesawat angkat dan dalam permesinan. Pada pengelasan akan terjadi pembekuan laju las yang tidak serentak, akibatnya timbul tegangan sisa terutama pada daerah HAZ (Heat Affected Zone) dan las. Tegangan sisa dapat diturunkan dengan cara pemanasan pasca las pada daerah tersebut, yang sering disebut post heat.

2.5 Parameter pengelasan

  Kesetabilan dari busur api yang terjadi pada saat pengelasan merupakan masalah yang paling banyak terjadi dalam proses pengelasan dengan SAW, oleh karena itu kombinasi dari arus listrik (I) yang dipergunakan dan tegangan (V) harus benar-benar sesuai dengan spesifikasi kawat elektroda dan fluksi yang dipakai.

1. Pengaruh dari arus listrik (I)

  Setiap kenaikan arus listrik yang dipergunakan pada saat pengelasan akan meningkatkan penetrasi serta memperbesar kuantiti lasnya. Penetrasi akan meningkat 2mm/100ampere dan kuantiti las meningkat juga 1.5Kg/jam per 100A. Sedangkan pengaruhnya terhadap kawat elektroda dengan diameter yang dipergunakan pada saat proses pengelasan adalah diameter (mm) x (100-200) A.

  2. Pengaruh dari tegangan listrik (V) Setiap peningkatan tegangan listrik (v) yang dipergunakan pada proses pengelasan akan semakin memperbesar jarak antara tiap elektroda dengan maternal yang akan dilas, sehingga busur api yang terbentuk akan menyebar dan mengurangi dan penetrasi pada material las. Konsumsi fluksi yang yang dipergunakan akan meningkat sekitar 10% pada setiap kenaikan 1volt tegangan.

  3. Pengaruh kecepatan pegelasan.

  Jika kecepatan awal pengelasan dimulai pada kecepatan 40cm/menit, setiap pertambahan kecepatan akan membuat bentuk jalur las yang kecil (welding beat), penetrasi lebar serta kedalaman las pada benda kerja akan berkurang. Tetapi jika kecepatan pengelasannya berkurang di bawah 40cm/menit cairan las yang terjadi di bawah busur api las akan menyebar serta penetrasi yang dangkal, hal ini dikarenakan overheat.

  4. Pengaruh polaritas arus listrik (AC/DC) Pengelasan dengan kawat elektroda tunggal pada umumnya menggunakan arus direct current (DC), elektroda positif (ep), jika menggunakan elektroda negative (en) penetrasi yang terbentuk akan rendah dan kuantiti las yang tingggi. Pengaruh dari arus alternative current (AC) pada bentuk butiran las dan kuantiti pengelasan antara elektroda positif adalah sama yaitu cenderung porosity, oleh karena itu dalam proses pengelasan yang menggunakan arus AC harus memakai fluks yang khusus.

2.6 Klasifikasi Kawat Elektroda dan Fluksi 2.6.1. Fluksi.

  Fluksi merupakan pembungkus elektroda yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan mutu sambungan karena fluksi bersifat melindungi metal cair dari udara bebas serta menstabilkan busur. Terdapat dua fluksi sesuai dengan pembuatannya.

  a. Fused Fluksi Fused Fluksi terbuat dari campuran butir-butir material seperti mangan, kapur, boxid, kwarsa dan fluorfar di dalam suatu tungku pemanas.

  b. Bonded Fluksi Bonded Fluksi dibuat di pabrik dengan jalan mencampur butiran-butiran material yang ukurannya jauh lebih halus seperti material, ferroalloy, water glass, sebagai pengikat dalam suatu pengaduk (mixer) yang khusus. Campuran tersebut kemudian akan dikeringkan dalam suatu pengering yang berputar pada temperature 600-800 ºC.

  2.6.2. Kawat Elektroda

  1. Elektroda Baja Lunak Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik menurut klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E XXXX yang artinya sebagai berikut :

   E menyatakan elektroda busur listrik

   XX (dua angka) sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam ribuan Ib/in² lihat table.

   X (angka ketiga) menyatakan posisi pengelasan angka 1 untuk pengelasan segala posisi. Angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah tangan.

   X (angka keempat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok dipakai untuk pengelasan.

  Contoh.

  E 6013 Artinya,

   Kekuatan tarik minimum dan deposit las adalah 60.000 Ib/in² atau 42 kg/mm².

   Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi  Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan dengan arus AC atau DC+ atau DC-.

  2. Elektroda Berselaput.

  Dalam penelitian ini, variasi diameter elektroda yang dipakai, yaitu 2,6mm ; 3,2mm; dan 4,0mm. Elektroda berselaput yang dipakai pada las busur listrik mempunyai perbedaan komposisi selaput maupun inti. Ukuran standar diameter kawat inti adalah dari 1,5 mm sampai 7 mm dengan panjang antara 350 mm sampai 450 mm.

  Tebal selaput elektroda berkisar 50% sampai 70% dari diameter elektroda tergantung dari jenis selaput. Pada saat pengelasan selaput elektroda ini akan mencair dan akan menghasilkan gas CO2 yang melindungi cairan las, busur listrik, dan sebagian benda terhadap udara luar. Karena udara luar yang disebut dapat mempengaruhi sifat mekanik dari logam las, seperti gas O2 dan gas N.

2.7 Teknik mengelas, dan Sambungan Las

  1. Pengelasan di bawah tangan Pengelasan di bawah tangan adalah proses pengelasan yang dilakukan di bawah tangan dan benda kerja terletak di atas bidang datar. Sudut ujung pembakar (brander) terletak diantara 60° dan kawat pengisi (filler rod) dimiringkan dengan sudut antara 30°-40° dengan benda kerja. Kedudukan ujung pembakar ke sudut sambungan dengan jarak 2

  2.7.1 Macam macam cara teknik mengelas Dalam teknik pengelasan dikenal beberapa cara yaitu:

  • –3 mm agar terjadi panas maksimal pada sambungan. Pada sambungan sudut luar, nyala diarahkan ke tengah sambungan dan gerakannya adalah lurus.

  2. Pengelasan mendatar (horizontal) Pada posisi ini benda kerja berdiri tegak sedangkan pengelasan dilakukan dengan arah mendatar sehingga cairan las cenderung mengalir ke bawah, untuk itu ayunan brander sebaiknya sekecil mungkin. Kedudukan brander terhadap benda kerja menyudut 70° dan miring kira-kira 10° di bawah garis mendatar, sedangkan kawat pengisi dimiringkan pada sudut 10° di atas garis mendatar.

  3. Pengelasan tegak (vertikal) Pada pengelasan dengan posisi tegak, arah pengelasan berlangsung ke atas atau ke bawah. Kawat pengisi ditempatkan antara nyala api dan tempat sambungan yang bersudut 45°-60° dan sudut brander sebesar 80°.

  4. Pengelasan di atas kepala (over head) Pengelasan dengan posisi ini adalah yang paling sulit dibandingkan dengan posisi lainnya dimana benda kerja berada di atas kepala dan pengelasan dilakukan dari bawahnya. Pada pengelasan posisi ini sudut

  

brander dimiringkan 10° dari garis vertikal sedangkan kawat pengisi berada di

belakangnya bersudut 45°-60°.

  5. Pengelasan dengan arah ke kiri (maju) Cara pengelasan ini paling banyak digunakan dimana nyala api diarahkan ke kiri dengan membentuk sudut 60° dan kawat las 30° terhadap benda kerja sedangkan sudut melintangnya tegak lurus terhadap arah pengelasan. Cara ini banyak digunakan karena cara pengelasannya mudah dan tidak membutuhkan posisi yang sulit saat mengelas.

  6. Pengelasan dengan arah ke kanan (mundur) Cara pengelasan ini adalah arahnya kebalikan daripada arah pengelasan ke kiri. Pengelasan dengan cara ini diperlukan untuk pengelasan baja yang tebalnya 4,5 mm ke atas.

  2.7.2 Sambungan Las Untuk menghasilkan kualitas sambungan las yang baik, salah satu faktor yang harus diperhatikan yaitu kampuh las. Kampuh las ini berguna untuk menampung bahan pengisi agar lebih banyak yang merekat pada benda kerja, dengan demikian kekuatan las akan terjamin.

  Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis kampuh adalah: a. Ketebalan benda kerja.

  b. Jenis benda kerja.

  c. Kekuatan yang diinginkan.

  d. Posisi pengelasan.

  Sebelum memulai proses pengelasan terlebih dahulu ditentukan jenis sambungan las yang akan dipilih. Hal-hal yang harus diperhatikan bahwa sambungan yang dibuat akan mampu menerima beban (beban statis, beban dinamis, atau keduanya).

  Dengan adanya beberapa kemungkinan pemberian beban sambungan las, maka terdapat beberapa jenis sambungan las, yaitu sebagai berikut:

1. Kampuh V Tunggal

  Sambungan V tunggal juga dapat dibuat tertutup dan terbuka. Sambungan ini juga lebih kuat dari pada sambungan persegi, dan dapat dipakai untuk menerima gaya tekan yang besar, serta lebih tahan terhadap kondisi beban statis dan dinamis. Pada pelat dengan tebal 5 mm

  • –20 mm penetrasi dapat dicapai 100%.

  2. Kampuh Persegi Sambungan ini dapat dibuat menjadi 2 kemungkinan, yaitu sambungan tertutup dan sambungan terbuka. Sambungan ini kuat untuk beban statis tapi tidak kuat untuk beban tekuk.

  3. Kampuh V Ganda Sambungan ini lebih kuat dari pada V tunggal, sangat baik untuk kondisi beban statis dan dinamis serta dapat menjaga perubahan bentuk kelengkungan sekecil mungkin. dipakai pada ketebalan 18 mm-30 mm.

  4. Kampuh Tirus Tunggal Sambungan ini digunakan untuk beban tekan yang besar. Sambungan ini lebih baik dari sambungan persegi, tetapi tidak lebih baik dari pada sambungan V.

  Letaknya disarankan terbuka dan dipakai pada ketebalan pelat 6 mm-20 mm.

  5. Kampuh U Tunggal Kampuh U tunggal dapat dibuat tertutup dan terbuka. Sambungan ini lebih kuat menerima beban statis dan diperlukan untuk sambungan berkualitas tinggi.

  Dipakai pada ketebalan 12 mm-25 mm.

Gambar 2.14 Alur sambungan las Tumpul

  (Sumber :Harsono Wiryosumarto,2004)

2.8 Jenis Patahan

  Pada spesimen yang telah dilakukan pengujian impak, akan dapat diketahui jenis patahan yang dihasilkan. Adapun jenis-jenis patahan tersebut antaralain:

  1. Patahan Getas Ciri-ciri patahan getas adalah memiliki permukaan rata dan mengkilap, apabila potongan ini disambung kembali maka kedua potongan ini akan menyambung dengan baik dan rapat. Hal ini disebabkan pada saat proses patahnya,spesimen tidak mengalami deformasi. Bahan yang memiliki jenis patahan ini mempunyai kekuatan impak yang rendah.

  2. Patahan Liat Ciri-ciri permukaan patahan jenis ini tidak rata dan tampak seperti beludru, buram dan berserat. Jika potongan disambungkan kembali maka sambungan tidak akan rapat. Bahan yang memiliki jenis patahan ini mempunyai kekuatan impak yang tinggi, karena sebelum patah bahan mengalami deformasi terlebih dahulu.

  3. Patahan Campuran Ciri-cirinya patahan jenis ini adalah permukaan patahan sebagian terdiri dari patahan getas dan sebagian yang lain adalah patahan liat.

  (a) (b) (c)

Gambar 2.15 Sifat-sifat Patahan (a) Patahan getas, (b) Patahan liat, dan

  (c) Patahan campuran

2.9 Pengujian Hasil Pengelasan

2.9.1 Uji Impak

  Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat (rapit loading). Pada uji inpak terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban menumbuk spesimen.

  Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Tapi jika di mesin ujinya sudah menunjukkan energi yang dapat diserap material, tidak perlu menghitung manual. Proses penyerapan energi ini akan di ubah menjadi berbagai respon material, yaitu:

  1. Depormasi plastis

  2. Efek hysteresis

  3. Efek inersia Standar ASTM uji impak

Gambar 2.16 Standar ASTM Uji Impak

  (Sumber : ASTM E-8M, ASTM Handbook) Ada dua macam pengujian impak, yaitu:

  1. Charpy

  2. Izod

  Perbedaan charpy dengan izod adalah peletakan spesimen. Pengujian dengan menggunakan charpy lebih akurat karena pada izod, pemegang spesimen juga turut menyerap energi, sehingga energi yang terukur bukanlah energi yang mampu diserap material seutuhnya.

  Faktor yang mempengaruhi kegagalan material pada pengujian impak adalah:

  1. Notch Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan

  pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu

  notch juga akan menimbulkan triaxial stress. Triaxial stress ini sangat

  berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dan menyebabkan material menjadi getas. Sehingga tidak ada tanda-tanda bahwa material akan mengalami kegagalan.

  2. Temperatur Pada temperature tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.

  3. Strainrate

  Jika pembebanan di berikan pada strain rate yang biasa-biasa saja, maka material akan sempat mengalami depormasi palstis, karena pergerakan atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu kemudian patah. Namun pada uji impak, strain rate yang di berikan sangat tingi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak, apalagi terjadi deformasi plastis, sehingga material akan mengalami patah transgranular, patahnya di tngah-tengah atom, bulan di batas butir. Karena dislokasi gak sempat gerak ke batas butir. Kemudian, dari hasil percobaan akan di dapatkan energi dan temperatur. Dari data tersebut, kita akan buat diagram harga impak terhadap temperature. Energi akan berbanding lurus dengan harga impak. Kemudian kita akan mendapatkan temperature transisi.

  Temperature transisi adalah range temperature di mana sifat material dapat berubah dari getas keulet jika material dipanaskan.

  2.9.1.1 Mesin uji impak Mesin uji bentur (impact) yang digunakan untuk mengetahui harga impak suatu bahan yang di akibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tersebut. Tipe dan bentuk kontruksi mesin uji bentur beraneka ragam mulai dari jenis konvensional sampai dengan system digital yang lebih maju. Dalam pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi yang tinggi kalau bahan di beri takikan, maka tajam kakikan makin besar deformasi yang terkonsentrasikan pada takikan, yang memunggkinkan meningkatkan laju regangan beberapa kali lipat, patah getas menjadi permasalahan penting pada baja dan besi.

  Pengujian impact charpy banyak di pergunakan untuk menentukan kualitas bahan. Benda uji takikan berbentuk V yang mempunyai keadaan takikan 2 mm banyak dipakai. Permukaan benda uji pada inpact charpy dikerjakan halus pada semua permukaan. Mesin uji inpact charpy ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

  Takikan dibuat dengan mesin freis atau alat nocth khusus takik. Semua dikerjakan menurut standar yang ditetapkan. Pada pengujian adalah suatu bahan uji yang ditakikan, dipukul oleh pendulum (bandul) yang mengayun. Dengan pengujian ini dapat diketahui sifat kegetasan suatu bahan . berikut ini merupakan salah satu mesin uji impak.

Gambar 2.17 Mesin uji impak charpy

  (Sumber: Laboratorium Ilmu Logam Fisik, Teknik Mesin USU) Cara ini dapat dilakukan dengan cara charpy, pendulum diarahkan pada bagian belakang takik dari batang uji. Sedangkan pada pengujian impact cara izod adalah pukulan pendulum diarahkan pada jarak 22 mm dari penjepit dan takikannya menghadap pendulum.

  Ada juga jenis Standar ASTM untuk pengujian impak. Pada baja dan aluminium terdapat perbedaan harga impak. Harga impak lebih tinggi dari pada aluminium menunjukkan bahwa ketangguhan baja lebih tinggi jika di bandingkan dengan aluminium. Ketangguhan adalah kemampuan material untuk menyerap energi dan berdeformasi plastis hingga patah.

  Selain suhu, hal lain yang mempengaruhi harga impak suatu material adalah kadar karbonnya. Material yang memiliki kadar karbon yang tinggi akan lebih getas. Hal ini akan mempengaruhi harga impaknya dan temperature transisinya.material yang memiliki kadar karbon tinggi akan memiliki temperature transisi yang lebih panjang jika di bandingkan dengan material yang memikiki kadar karbon rendah. Temperature transisi yang berbeda beda ini akan mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan suhu. Material yang memiliki temperature transisi rendah maka material tersebut tidak akan tahan terhadap perubahn suhu.

  Untuk mencari nilai impak terlebih dahulu mencari ketinggian bandul sebelum dan setelah terjadi pemukulan. Dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut : h

  1 = (Sin (

  α-90).s) + s dimana : h = ketinggian bandul sebelum terjadi pemukulan.

1 Sin )

  α = sudut awal bandul (147 s = jarak lengan pengayun (0.75 m) Setelah didapat nilai ketinggian bandul maka dicari nilai kecepatan akhir setelah terjadi pemukulan dengan menggunakan rumus sebagia berikut :

  Ep = Ek

  1

  2

  m.g.h = / m.v

  2

  

2

  2

  dimana : Ep = Energi potensial Ek = Energi Kinetik Pada pembebanan impak ini terjadi proses penyerapan energi yang besar.

  Usaha yang dilakukan pendulum waktu memukul benda uji atau energi yang diserap benda uji patah didapat rumus yaitu E = Ep

  1

  2

  • – Ep = m.g.h

  1

  2

  • – m.g.h = m.g(h

  1 -h 2 )

  = m.g(λ(1- cos α) – λ (cos β – cos α)) = m.g λ (cos β – cos α)

  Keterangan: Ep = energi potensial, Em = energi mekanik m = berat pendulum (Kg) g = Gravitasi 9,81 m/s² h

  1 = jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)

  h

  2 = jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)

  = jarak lengan pengayun (m) λ cos α = sudut posisi awal pendulum cos β = sudut posisi akhir pendulum Dari persamaan di atas dapat diketahui harga impak yaitu :

  I = E / A

  Dimana : I = Nilai ketangguhan impak (J/mm²) E = Energi yang diserap (J) A = Luas penampang di bawah takikan (mm²)

  Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi segangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain berbentuk V dengan sudut 45º, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key hole)

2.9.2 Uji Kekerasan (Hardness) Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanis dari suatu material.

  Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaannya akan mengalami pergesekan (frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis adalah suatu keadaan dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal. Lebih ringkasnya kekerasan itu dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan/material untuk menahan beban induksi atau penetrasi (penekanan).

  Di dunia teknik umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam metode pengujian :

  1. Brinnel (HB/BHN) Jenis pengujian ini bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu bahan/material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan (penetrasi) pada permukaan bahan/material tersebut. Uji kekerasan Brinnel dapat dirumuskan sebagai berikut :

  HB =

  2F /2.D(D− D

  2

  −d

  2 Dimana : D = diameter bola (mm)

  d = impression diameter (mm) F = Load (beban) (Kgf) HB = Brinnel Result (HB)

Gambar 2.18 Brinnell Test

  (Sumber: Laboratorium Ilmu Logam Fisik, Teknik Mesin USU)

  2. Rockwell (HR/RHN) Pengujian kekerasan dengan metode ini bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu bahan/material dalam bentuk daya tahan material terhadap indentor berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.

  Rumus yang digunakaan yaitu, HR = E

  • – e Dimana :

  HR = besarnya nilai kekerasan dengan metode hardness E = jarak antara indentor saat diberi minor load dan zero reference line. e = jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002 mm

3. Vikers (HV/VHN)

  Metode ini bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu bahan/material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometric berbentuk pyramid. Beban yang digukan juga jauh lebih kecil dibangding yang digunakan pada pengujian Rockwell dan brinnel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.

  Rumus yang digunakan adalah . sin 136°/2

  HV = d²/2 HV = 1,854 F/d²

  Dimana: HV = angka kekerasan Vickers F = beban d = diagonal (mm)

4. Micro Hardness (knoop hardness)

  Metode ini bertujuan untuk pengujian material yang tingkat nilai kekerasannya rendah.

  Knoop biasanya digunakan untuk mengukur material yang getas seperti keramik.

  Rumus perhitungannya yaitu HK = 14,2 F / I²

  Dimana: HK = angka kekerasan knoop F = Beban (kgf) I = panjang dari indentor (mm)

  Setelah kita mengetahui macam-macam pengujian untuk uji kekerasan maka segera ditentukan metode apa yang akan dipakai dalam penelitian ini yaitu dengan cara memperhatikan permukaan material, jenis dan dimensi material, jenis data yang diinginkan, dan ketersediaan alat uji.

2.9.3 Uji Struktur Mikro

  Suatu logam mempunyai sifat mekanik yang tidak hanya tergantung pada komposisi kimia suatu paduan, tetapi juga tergantung pada struktur mikronya.

  Suatu paduan dengan komposisi kimia yang sama dapat memiliki struktur mikro yang berbeda, dan sifat mekaniknyapun akan berbeda. Ini tergantung pada proses pengerjaan dan proses laku-panas yang diterima selama proses pengerjaan. Pengamatan struktur mikro dapat menggunakan mikroskop.

Gambar 2.19 Mikroskop Optik

  (Sumber: Laboratorium Ilmu Logam Fisik, Teknik Mesin USU) Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut struktur mikro. Struktur ini dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat pengamat struktur mikro. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya. Persiapan yang dilakukan sebelum mengamati struktur mikro adalah pemotongan specimen, pengampelasan, pemolesan, dan pengetsaan. Setelah dipilih, bahan uji diratakan permukaannya dengan menggunakan kikir. Setelah rata digosok dengan menggunakan ampelas mulai dari yang kasar sampai yang halus.

  Arah pengampelasan tiap tahap harus diubah, pengampelasan yang lama dan penuh kecermatan akan menghasilkan permukaan yang halus dan rata. Bahan yang halus dan rata diberi autosol untuk membersihkan noda yang menempel pada bahan. Langkah terakhir sebelum dilihat struktur mikro adalah dengan mencelupkan specimen kedalam larutan etsa dengan penjepit tahan karat dan permukaan menghadap keatas. Kemudian specimen dicuci, dikeringkan dan dilihat struktur mikronya.

  Untuk mendapatkan kemampuan resolusi dari lensa objektif yang digunakan, kontras bayangan haruslah mencukupi. Kontras bayangan bergantung pada persiapan spesimen dan optika. Perbedaan pada pemantulan sinar dari permukaan spesimen mengakibatkan adanya amplitudo bentuk yang dapat dilihat oleh mata setelah adanya perbesaran. Perbedaan fase yang ditimbulkan oleh pemantulan sinar pasti dapat dilihat dengan penggunaan fase kontras atau dengan menambahkan alat interferensi kontras pada mikroskop.

  1. Penyinaran Daerah Terang Penyinaran daerah terang , merupakan cara pengujian yang paling banyak digunakan. Dalam operasinya, sinar dilewatkan melalui lensa objektif dan menumbuk permukaan spesimen secara tegak lurus. Bentuk permukaan yang normal terhadap sinar datang akan memantulkan sinar itu kembali melalui lensa objektif menuju mata. Permukaan yang miring akan memantulkan sinar lebih sedikit ke lensa objektif dan kelihatan lebih gelap, tergantung pada sudutnya.

  2. Penyinaran Miring Pada beberapa mikroskop, dapat dipasangi dngan kondensator atau cermin sehingga sinar yang lewat melalui lensa objektif menumbuk permukaan spesimen pada sudut yang tidak tegak lurus. Kekasaran permukaan spesimen akan membentuk bayangan

  • –bayangan, menghasilkan tampilan tiga dimensi. Hal ini memungkinkan kita untuk menentukan bentuk relif atau lekukan. Namun hanya sedikit tingkat kemiringan yang dapat digunakan, karena cara ini menyebabkan penyinaran menjadi tidak seragam dan mengurangi resolusi.

3. Penyinaran Daerah Gelap

  Sinar yang dipantulkan oleh bentuk yang miring, dikumpulkan, dan sinar yang dipantulkan dari bentuk yang normal terhadap pancaran sinar datang diblok.

  Oleh karena itu kontras merupakan kebalikan dari penyinaran daerah terang; dimana bentuk yang terang pada penyinaran daerah terang kelihatan gelap. Ini akan menghasilkan kontras bayangan yang sangat kuat, dengan adanya kemiringan benda akan kelihatan berkilauan. Pada beberapa kondisi, mungkin tidak bisa melihat bentuk dengan menggunakan penyinaran daerah terang. Cara penyinaran daerah gelap sangatlah praktis untuk digunakan dalam mempelajari struktur-struktur butir, namun intensitas cahaya yang rendah akan membuat fotomikroskop menjadi lebih rumit, namun masalah ini dapat diatasi dengan menggunakan alat pengatur cahaya otomatis. Prinsip Kerja Mikroskop Optik

  Secara umum prinsip kerja mikroskop optik adalah sinar datang yang berasal dari sumber cahaya melewati lensa kondenser, lalu sinar datangitu menuju

  

glass plane yang akan memantulkan sinar datang itu menuju spesimen. Sebelum

  mencapai spesimen sinar datang itu melewati beberapa lensa pembesar. Kemudian sinar datng tersebut sebagian akan dipantulkan kembali, sedangkan sebagian lagi akan menyimpang akibat mengenai permukaan yang telah terkorosi pada saat pengetsaan. Sinar datang yang dipantulkan kembali ke mikroskop optik akan diteruskan ke lensa okuler sehingga dapat diamati.