Makalah Daya Tarik Personal doc

DAYA TARIK INDIVIDU
Makalah Psikologi Sosial
Diajukan untuk Melengkapi Tugas Kelompok 3
Semester Genap T.A. 2017/2018

DISUSUN OLEH :
1. AMMARSAN F. MS (1611320015)
2. DIAN AGUSTINI
(1611320020)
3. YOSI DAVISTA
(1611320012)
PEMBIMBING :
SUGENG SEJATI, S.Psi., M.M

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BENGKULU
2017/2018


KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’amin puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, serta taufik
dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Daya Tarik Individu ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di
dalamnya. Kami juga berterima kasih kepada dosen mata kuliah Psikologi Sosial
Bapak Sugeng Sejatai, S.Psi., M.M yang telah memberikan tugas ini kepada kami
yang pada akhirnya memberikan pengetahuan baru kepada kami yang sebelumnya
belum kami dapatkan.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Daya Tarik Individu dan dapat
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan datang. Mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Bengkulu, April 2018
Penyusun

i

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...........................................................................................

i

Daftar Isi ......................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................

1

B. Rumusan Masalah .............................................................................


1

C. Tujuan Penulisan ...............................................................................

2

D. Manfaat .............................................................................................

2

BAB II PEMBAHASAN
A. Asal Mula Daya Tarik .......................................................................

3

B. Karakteristik Pribadi .........................................................................

5


C. Kesamaan (Similarity) ......................................................................

6

D. Keakraban (Familiarity) ...................................................................

9

E. Proximity ...........................................................................................

10

F. Hubungan timbal balik ......................................................................

12

G. Prinsip-Prinsip daya tarik individu ...................................................

14


BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................

16

B. Saran .................................................................................................

16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

17

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di kehidupan sehari – hari kita tidak dapat lepas dari dunia atau
lingkungan sosial yang sangat berperan bagi kehidupan kita yang akan

datang. Untuk itu, kita perlu memahami dan memiliki kemampuan tentang
interaksi antar individu (personal) serta memahami kejadian atau peristiwa di
sekeliling kita agar kita terbantu dalam hal beradaptasi di lingkungan sosial.
Mahluk sosial yang mempunyai kebutuhan untuk berhubungan dengan
orang lain di sebut manusia. Dan menjadi salah satu anggota suatu kelompok
akan membantu orang untuk bertahan hidup secara fisik maupun psikologis.
Adanya hubungan dengan orang lain, itu karena adanya kesukaan pada orang
lain (daya tarik interpersonal). Daya tarik interpersonal adalah sikap atau sifat
yang membentuk seseorang menimbulkan rasa suka. Dengan adanya daya
tarik interpersonal itu individu akan lebih bersemangat hidup, dan dapat
mmenyalurkan atau berbagi cerita dengan relasinya, sehingga dapat
mengurangi beban individunya.
Dalam kesempatan ini, pemakalah tertarik membahas Daya Tarik
Individu.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas permasalahan yang perlu dibahas adalah:
A.

Bagaimana asal mula daya tarik interpersonal?


B.

Bagaimana karakteristik pribadi?

C.

Apa yang dimaksut kesamaan?

D.

Apa yang dimaksut keakraban?

E.

Apa yang dimaksut Proximity?

F.

Bagaimana terjadinya proses timbal balik?


G.

Apa saja prinsip-prinsip daya tarik individu?

1

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini, adalah :
A.

Mengetahui asal mula daya tarik interpersonal.

B.

Mengetahui karakteristik pribadi.

C.

Mengetahui apa yang dimaksut kesamaan.


D.

Mengetahui apa yang dimaksut keakraban.

E.

Mengetahui apa yang dimaksut proximity

F.

Mengetahui proses timbal balik?

G.

Mengetahui prinsip-prinsip daya tarik individu?

D. Manfaat
Dari pembahasan yang telah dilakukan manfaat yang diharapkan yaitu
agar dapat menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang daya

tarik individu.

2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal Mula Daya Tarik Interpersonal
Menurut Sears, Freedman dan Peplau (1988:2004) asal mula daya tarik
interpersonal ada dua yaitu, dari masa kanak-kanak dan dari kenyataan bahwa
hubungan sosial itu merupakan kebutuhan dasar dari setiap orang. Masa
kanak-kanak itu merupakan cikal bakal bagi tumbuhnya daya tarik
interpersonal ini karena sejak usia dini anak-anak sudah belajar untuk
berintteraksi dengan orang lain. Indikatornya adalah bahwa selalu ingin dekat
dengan orang tertentu (ibu, pengasuh dan sebagainya). Hal ini Nampak ketika
anak-anak menangis karena dipangku oleh orang yang belum dikenalnya.
Ketiga peneliti itu selanjutnya menjelaskan bahwa terjadinya hal-hal
tersebut dapat diterangkan dari dua hal. Pertama melalui alasan biologis,
artinya perilaku dan tanggapan tertentu dari bayi dan orang tua telah tertanam
secara genetik, dan ini menyebabkan terbentuknya rasa kasih sayang. Faktor
kedua yang menyebabkan masa kanak-kanak merupakan cikal bakal bagi

adanya daya tarik interpersonal yaitu proses belajar (learning process) dan
proses penguatan (reinforcement) berdasarkan hal ini orang tua dan anakanak sama-sama saling tertarik karena adanya pertukaran reward (ganjaran).
Contohnya yaitu bila anak menagis maka orangtua dating dengan memberi
keamanan. Artinya anak belajar bahwa orang tua itu sama maknanya dengan
rasa nyaman.
Sebaliknya bentuk reward bagi orang tua yaitu berupa tangisan anak
(suara bising) menjadi berhenti, dan itu diganti dengan senyuman anak. Jadi
anak telah belajar untuk mencintai orang tuanya bila orang tua mau member
perhatian dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Sebaliknya orang tua juga
belajar mencintai anaknya bila anak mau menanggapi (member respon),
dengan senyuman, pelukan, tidak rewel, dan sebagainya. Ini disebut dengan
pertukaran positif.
Hubungan sosial sebagai kebutuhan dasar manusia ternyata merupakan
asal mula bagi tumbuhnya daya tarik interpersonal. Karena hakekatnya setiap
3

orang membutuhkan NAFF (need for affiliation). Itu adalah kebutuhan untuk
berafiliasi atau berhubungan dengan orang lain. Menurut Weiss, ada enam
dasar ketentuan dalam hubugan sosial yaitu :
Pertama, tumbuhnya rasa kasih saying merupakan bukti adanya rasa
aman dan ketenagan dalam suatu hubungan sosial. Hal itu merupakan hasil
dari hubungan yang sangat erat sifatnya. Contohnya yaitu hubungan timbal
balik antara orangtua-anak, antara suami-istri, dan sebagainya.
Kedua, adanya integrasi sosial dalam suatu hubungan sosial pada
sekelompok orang-orang tentu timbul berbagai perassan tentang minat dan
sikap terhadap orang lain. Hal ini menumbuhkan rasa persahabatan dan rasa
memiliki (sense of belongingness) inilah dasar dari integrasi sosial.
Ketiga, adanya perasaan harga diri. Dalam suatu hubungan sosial,bila
seseorang mendukung pendapat dan sikap kita, maka hal itu akan
menumbuhkan adanya perasaan harga diri pada kita. Akan tumbuh perasaan
bahwa sebenrnya kita itu mampu dan cukup berharga.
Keempat, adanya rasa persatuan yang dapat diandalkan. Dalam suatu
hubungan sosial sering timbul perasaan bahwa orang lain akan membantu
pada saat kita membutuhkannya (saling tolong menolong). Inilah yang dapat
memperkuat, hubungan sosial antar individu.
Kelima, adanya pembimbingan. Dalam relasi sosial sering ada orangorang tertentu yang berperan sebagai pembimbing kita. Mereka melakukan
hal ini karena memang nasehat dan informasi-informasi yang dimilikinya itu
sangat kita butuhkan. Mereka itu antara lain guru, teman, konselor, pendeta,
dan sebagainya.
Keenam, adanya kesempatan untuk mengasuh. Dalam relasi sosial
sering timbul pperasaan bahwa kita dibutuhkan dan bahwa kehadiran kita itu
penting. Agar hal itu terlaksana maka kita harus mempunyai rasa tanggung
jawab yang besar terhadap kesehjahteraan orang lain. Adanya rasa tanggung
jawab (care) terhadap orang. Disinilah yang ddapat membuat hubungan sosial
menjadi semakin bermakna.1

1

Sugeng, Sejati. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. (Yogyakarta: Teras, 2012),
Hlm.147.

4

B. Karakteristik Pribadi
Hal-hal yang termasuk dalam karakteristik pribadi ini ialah kepribadian,
kompetensi, dan penampilan fisik.2 Ketiga unsur tersebut sebagai berikut :
1. Kepribadian
Hasil penelitian dari Norman Anderson pada tshun 1968 ternyata dari
555 kata sifat yang menggambarkan hubungan antar individu ada enam
kata sifat yang dianggap paling menyenangkan yaitu tutur, jujur,
pengertian, setia, terus terang, dan terbuka. Sedangkan dua kata yang
paling tidak disukai yaitu dusta dan bohong.
Menurut hasil penelitian Folkes dan Sear pada tahun 1977 kata sifat
hangat ternyata penting dalam hubungan interpersonal. Kehangatan
muncul pada saat kesan pertama terutama pada lima menit pertama
pertemuan. Orang yang dianggap hangat apabila orang tersebut menyukai
hal-hal yang sedang dibicarakan, memujinya, dan menyetujuinya.
Sebaliknya, orang dikatakan dingin apabila tidak menyukai hal-hal yang
dibicarakan, meremehkan, mencela, dan bahkan mengatakan hal-hal yang
buruk.
2.

Kompetensi
Kompetensi adalah keahlian atau keterampilan tertentu yang dimiliki
seseorang. Kompetensi penting dalam melaksanakan proses interaksi
sosial. Lalu, bagaimana kalau seseorang tidak memiliki kompetensi
terntentu? Apakah dia akan diasingkan?
Seseorang yang memiliki kompetensi dalam bidang tertentu akan
lebih mudah dalam berinteraksi dan biasanya lebih dihargai dalah suatu
hubungan interpersonal. Sebaliknya, seseorang yang tidak memiliki
kompetensi dalam bidang tertentu, maka akan sulit dihargai dan menjalin
relasi sosial.
Orang yang pandai memang lebih disukai daripada orang yang biasabiasa saja kemmpuannya. Orang yang sangat pandai dan diiringi dengan
2

Sugeng, Sejati. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. (Yogyakarta: Teras, 2012),
Hlm.153.

5

blunder

lebih disukai orang lain karena kesalahan-kesalahan yang ia

perbuat justru membuat dia seperti orang kebanyakan. Ia justru tampak
sangat manusiawi. Sedangkan orang yang pandai tanpa diiringi dengan
blunder (cacat) justru dinilai dingin dan terlalu pandai, sehingga kurang
menggambarkan kehidupan orang awam pada umumnya. Bahkan,
mungkin ia dianggap tidak wajar.3
3.

Penampilan Fisik
Penampilan fisik (physical appearence) mudah dipahami bahwa
penampilan fisik seseorang yang menarik lebih disukai dan disanjung
daripada orang yang beruk fisiknya.
Mengapa penampilan fisik ini bisa menarik perhatian orang-orang?
Untuk menjawab pertanyaan itu mungkin pendapat dari Sear, Freedman &
Peplau (1985) ada manfaatnya. Menurut ketiga peneliti itu penampilan
fisik mempunyai pengaruh kuat karena dua hal. Pertama yaitu fenomena
Hallo Effect. Kedua, efek pancaran kecantikan.4

C. Kesamaan (Similarity)
Seseorang tertarik pada orang lain karena pengaruh faktor kesamaan.
Jadi sebagian besar teman teman paling baik di sekeliling anda pada
umumnya mempunyai persamaan karakteristik dalam hal jenis kelamin, status
sosial di dalam masyarakat, usia, suku, bangsa dan sikap. 5 Jadi daya tarik
interpersonal adalah kesamaan, yang mana kita cenderung menyukai orang
yang sama dengan kita.6
Sears, freedman dan paplau (1988) kembali menyebutkan tentang
penelitian-penelitian pada pasangan kencana. Ternyata pasanngan-pasangan
itu cenderung mirip satu sama lain dalam hal usia, intelegensi, rencana
3

Sugeng, Sejati. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. (Yogyakarta: Teras, 2012), Hlm.

4

Sugeng, Sejati. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. (Yogyakarta: Teras, 2012), Hlm.

5

Sugeng, Sejati. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. (Yogyakarta: Teras, 2012), Hlm.

6

David O Sears, dkk. Psikologi Sosial. (Jakarta: Erlangga, 1985), Hlm. 222.

156.
159.
168.

6

pendidikan, agama dan daya tarik fisik, latar belakang sosial, sikap, dan
bahakan termasuk tinggi badannya. Penelitian-penelitian, yang melibatkann
ratusan pasangan suami istri tersebutt mengatakan bahwa persamaan
merupakan unsure pokok bagi seseoang untuk memutuskan apakah ia akan
menyukai temannya atau tidak. Persamaani, agama, pendidikan, itu meliputi
karakteristik sosiologi (kepercayaan, sikap, nilai-nilai, status sosial ekonomi);
karakteristik fisik (tinggi bdan, warna mata dan umur); karakteristik fsikhis
(tingkat IQ). Meskipun demikian Sears, freedman dan paplau (1988) perlu
menambahkan dengan pendapat bahwa pemilihan pandangan berdasarkan
faktor kesamaan ini ada batasnya. Artinya seseorang akan senang dengan
teman kencannya (yang segala sesuatunya sudah lulus daam seleksi
similarity), namun dengan syarat orang ini tidak mengalami sakit jantung dan
sebagainya.


Compatibility, complementary
Setelah panjang lebar membahas tentang kesamaan sebagai faktor yang

meneybabkan dua individu slaing tertarik, maka kemudian timbul pertanyaan
bagaiman dengan faktor yang berlawanan ( opposite ) ? apakah hal itu tidak
cukup kuat untuk membuat dua individu saling tertarik ? ini misalnyya
seseorang ynag bertemperamen dominan saling tertarik dengan orang yang
submissive ( serba patu, pasif dan agak dependen ).
Hilgard Atkinson ( 1975 ) menjawab bahwa faktor yang berlawanan itu
tidak selalu mampu membuat dua oarng saling tertarik. Hal itu tergantung
pada sistem kebutuhan. Artinya bila psangan itu merasa bisa saling
melengkapi dengan adanya temperamen yang saling bertolak belakang itu,
maka kedua orang tersebut akan tertarik satu sma lain. Faktor yang
berlawanan itu juga di sebut sebagai faktor complement ( saling melengkapi )
atau compatibility ( saling mengisi ). Agar faktor complement itu bisa sukses
memnuhi sitem kebutuhan, makan faktor similarity pada dua individu
tersebut tetap merupakan pertimbangan utama. Misalnya pihak laki-lakinya
bertemperamen dominan dan pihak perempuan bertemperamen submissive.
Itu adalah faktro oppositenya. Namun mereka setuju menjadi paangan suami
7

istri Karen pesta perkawinannya bersifat tradisional. Itu adalah faktor
similarity nya.
Menurut fisher ( 1982) suatu kelanggengan ikatan perkawinan tidak
hanya karena faktor compability nya saja tetapi lebih didasarkan pada adanya
faktor kesamaan( similarity ) pada pasangan tersebut. Menurut Kerckhoff dan
Davis (1962) Hubungan lain antara faktor similarity dan complamentary
menerangkan bahwa pada pasangan yang membina hubungan kurang dari 18
bulan dan ketika mereka menemukan banyak persamaan, makan mereka
berniat untuk membuat hubungan menjadi permanen ( sah ). Dalam situasi
ini, penemuan karakter pada pasangannya yang ternyata bersifat saling
melengkapi, maka justru hal itu membuat pasangan tersebut ingin membuat
hubungan yang lebih permanen.
Sebaliknya para pasangan yang membina hubungan lebih dari 18 bulan,
faktor kesmaan justru membuat pasangan itu menunda pernikahan. Kemudian
justru faktor saling melengkapai yang membuat pasangan itu ingin menikah
dengan resmi.
Bagaimana hal itu bisa di terangkan dengan mudah ? menurut kerckhoff
dan davis pada stiap hubungan sosial ternyata ada serangkaian filter
(penyarigan). Pada filter pertama masing-masing pihak dalam pasangan itu
melakukan seleksi pemilihan berdasrakan persamaan pada basis sosiologi.
Hal itu antara lain meliputi persamaan dalam bidang agama dan status sosial
ekonomi.
Bila dalam tahap ini faktor complement muncul, mungkin hubungan
menjadi bubar. Misalnya serli miskin dan angga itu kaya. Dalam relasi sosial
pada tahap ini, mungkin timbul perasaan bahwa dirinya di maafkan secara
tidak adil dmi keunyungan pihak lain. Istilahnya ekspoitasi ini menyebabkan
hubungan menjadi pecah.
Filter kedua terjadi ketika pasangan itu sudah berkencan beberpa lama
dna pasangan itu mensyaratkan kesepakatan dalam soal nilai-nilai yang di
percayai. Adanya kesepakatan itu berarti faktor similarity berperan besar.

8

Kemudian filter ketiga terbentuk ketika pasangan itu berkencan lebih
lama lagi, dan pasangan itu mensyaratkan adanya faktor complementary .
Artinya dua orang itu sudah saling melihat kekurangan dan kelebihan
pasangannya. Mereka berusaha untuk memaafkan kekurangan dan kelebihan
pasangannya agar kerja sama antar keduanya dapat berjalan dengan harmonis
serta dapat bertahan lama.
D. Keakraban (Familiarity)
Faktor selanjutnya yang sangat berpengaruh terhadap daya tarik
individu adalah kemapuan seseorang untuk membuat hubungan sosil menjadi
akrab. Hal ini memang mudah dipahami bahwa seseorang menyukai orang
lain karena ia pun merasa akrab dengannya. Ini mungkin terjadi karena kedua
orang tersebut sering berjumpa. Istilah yang populer yaitu tresno margokulino
atau cinta karena sudah terbiasa bertemu.
Meskipun demikian Sers, Freedmen dan Peplau (1988), menyatakan
banwa paktor keakraban atau seringnya bertemu ini mempunyai keterbatasanketerbatasan. Hal ini terbukti dari beberapa penelitian yang di kutip oleh Sers,
Pridmen dan Peplau (1988) dan kawan-kawannya itu. Pada suatu penelitian
ketika gambar-gambar yang sifatnya fositif dan netral sering diperhatikan
pada subyek, maka hal itu akan memperbesar rasa sukanya terhadap gambargambar tersebut. Sebaliknya ketika gambar-gambar yang sifatnya negatif
sering diperlihatkan maka hal itu ternyata tidak mempebgaruhi subyek.
Selanjutnay Sers, Pridmen dan Peplau (1988), itu juga dapat
menjelaskan tentang phenomena seseorang yang sangat membenci orang lain
sampai ke akar-akarnya. Artinya hanya dengan melihatnya saja sudah timbul
rasa bencinya. Bila orang yang menjadi sasaran kebencian (mempunyai
banyak pertentangan) itu tinggi prekuensi bertemunya dengan individu, maka
rasa bencinya semakin menjadi-jadi. Bila individu jarang bertemu dengan
orang yang dibencinya itu maka pertentangan keduanya ada pada tingkat
minimum. Ini adalah keterbatasan dari paktor keakraban, yang masih
dipengaruhi oleh prekuensi pertemuan.

9

Keterbatasan ketiga dari faktor keakraban yaitu pengulangan akan
membuat jenuh. Artinya seseorang yang bertemu dengan orang lain mungkin
pada mulanya hubungannya akrab. Tetapi karena terlalu sering bertemu maka
masing-masing pihak menjadi jenuh atau bosan. 7
E. Proximity
Faktor proximity atau kedektan ternyata juga berpengaruh terhadap daya
tarik interpersonal. Artinya dua orang yang tinggalnya berdekatan tentu akan
sering bertemu. Hal ini akan memacu vtimbulnya rasa ketertarikan antara
keduanya. Mereka berdua tinggal berdekatan menunjukkan bahwa jarak fisik
atau jarak fungsionalnya berdekatan. Jarak fisik mencerminkan jarak
sebenarnya (dalam ukuran meter) yaitu individu tinggal secara bertetangga.
Jarak pungsional yaitu kemungkinan orang berjumpa di tentukan oleh desain
bangunan apartemen ditambah dengan jarak sebenarnya (jarak fisik).
Mengapa faktor proximity ini memacu timbulnya rasa suka antara dua
individu? Sers, Pridmen dan Peplau (1988), mengajukan tiga alasan. Pertama
tinggal berdekatan berarti kesempatan untuk saling bertemu tinggi dan
frekuensi pertemuan menjadi sering terjadi. Hal ini member peluang bagi
keduanya untuk membina hubungan yang akrab, sehingga timbul perasaan
saling menyukai.
Alasan kedua yaitu tinggal berdekatan sering dihubungkan dengan
prinsip kesamaan. Misalnya kompleks perumahan yang penghuninya samasama bekerja di suatu perusahaan atau penghuni yang mempunyai tingkat
status sosial ekonomi yang sama. Alasan ketiga yaitu tinggal berdekatan akan
memudahkan seseorang member rewards atau punishment dalam interaksi
sosial dengan orang lain.
Untuk menjelaskan faktor proximity ini Fisher (1982) telah mengutup
suatu percobaan yang dilakukan oleh Thodore Newcomb Pacia (1956 dan
1961). Percobaan itu melibatkan sejumlah mahasiswa tingkat pertama dari
universitas berbeda dan tempat tinggal yang saling berjauhan. Mereka
7

Sugeng, Sejati. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. (Yogyakarta: Teras, 2012), Hlm.

172.

10

kemudian diminta untuk tinggal dalam satu rumah sewaan selama 4 bulan.
Apa yang terjadi dengan mereka?
Hasil percobaan menunjukkan bahwa seseorang akan merasa lebih dekat
dengan teman sekamarnya dari pada teman lain yang berbeda kamar. Ini
membuktiakn berlakunya prinsip kedekatan (proximity). Dua individu yang
merasa saling dekat itu kemudian membuat interaksi yang lebih mendalam,
sehingga terjadi persamaan sikap. Ini telah mendukung prinsip kesamaaan
(similarity).
Jadi secara ringkas percobaan inni telah menjelaskan bahwa prinsip
proximity telah membuat prekuensi interaksi sosial menjadi meningkat. Hal
ini telah menyebabkan terjadinya hubungan timbale balik yang pada tahap
berikutnya terjadi pengungkapan ekspresi yang nyaman karena prinsip
similarity telah terpenuhi. Jadi pesan dari percobaan ini adalah janganlah
bergaul hanya dengan kawan yang dekat saja, karena hal itu akan
menghilangkan potensi-potensi hubungan yang lain yang mungkin ada.
Selanjutnya Fisher juga member komentar bahwa faktor proximity ini
bisa untuk menerangkan suatu hubbugan atara dua orang yang bersifat
pertemanan biasa sampai hubungan perkawinan. Sebaliknya faktor inipun
juga berperan sebagai pemicu dalam hubungan yang sifatnya bermusuhan
(hostile). Misalnya peristiwa pembunuhan perkosaan dan pencurian biasanya
di rencanakan oleh orang yang dekat dengan korban.8

F.

Hubungan Timbal Balik
Faktor terakhir dari daya tarik individu adalah reciprocity. Artinya
individu menyukai orang lain, karena orang ian itu juga menyukai individu
tersebut Sebaliknya individu menolak orang lain, karena orang lain itu juga
menolak berhubungan dengan individu tersebut. Hal ini Nampak terutama
pada saat seseorang sedang mempunyai kebutuhan untuk di senangi dan di
hormati oleh orang lain.
8

Sugeng, Sejati. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. (Yogyakarta: Teras, 2012), Hlm.

174.

11

Prinsip proximity ini nampaknya sesuai dengan petuah-petuah orang
tua bahwa bila seseorang ingin di senangi dan di hormati oleh temannya maka
ia harus menyenangi dan menghormatinya terlebih dahulu. Sebaliknya bila
kita tidak ingin di benci oleh orang lain, maka janganlah kita membenci orang
lain tersebut.
Fisher (1982) menyatakan bahwa faktor reciprocity dapat di terima
dengan positif ( di sukai) oleh orang lain itu merupakan suatu hal yang
menyenangkan (reward). Segala prilaku individu selalu tertuju untuk
mendapatkan reward tersebut. Karena itu ia selalu memancarkan daya
tariknya agar orang lain mendekat padanya. Caranya yaitu dengan berusaha
mendekati orang ian itu terlebih dahulu. Keterbatasan faktor reciprocity ini
yaitu hanya dapat berlaku dalam kondisi individu bebas mennetukan
pilihannya, termasuk meninggalkan kelomponya. Artinya bila individu
merasa terpaksa untuk tetap berada dengan orang lain dengan tujuan agar di
sukai, makn perilaku yang muncul bersifat artificial (tidak murni, dibuatbuat). Akibatnya orang lain pun juga akan menampilkan priaku serupa,
sehingga reward penerimaan positif tidak akan di peroleh dalam relasi sosial
ini.
Keterbatasan kedua dari faktor ini yaitu sangat erat dengan
hubungannya dengan tingkta kita menyenangi diri sendiri (bila seseorang
merasa rendah diri, tentu ia sulit untuk menyukai dirinya sendiri). Sesuai
dengan teori kosistensi kognitif, bila orang lain menyukai diri kita padahal
kita adalah oarng yang rendah diri maka orang lain itu selanjutnya juga tidak
akan menyukai diri kita. Hal ini mendapatkan keseimbangan kognitif.
Hal ini telah di buktikan dengan percobaan yang di lakukan oleh
Deutch dan Solomun (1956), di kutip oleh Fisher (1982) dan Hilgard,
Atkinson dan Atkinson (1975). Percobaan itu melibatkan beberapa
mahasiswi. Para mahasiswi tersebut satu-persatu di dekati oleh lelaki yang
tampan (laki-laki tersebut asisten peneliti), ketika mereka sedang menunggu
dalam suatu ruangan. Setelah beberapa lama ngobrol maka laki-laki itu
kemudian mengajak kencan wanita tadi pada besok malamnya. Selanjutnya
setiap wanita itu kemudian di beri informasi tentang diri mereka sendiri,
12

yang menyebabkan wanita-wanita itu merasa positif atau negative terhadap
diri sendiri. Dengan kata lain mereka mendapat pujian atau kritikan. Sesudah
eksperimen, setiap wanita itu di beri angket sejumlah orang, termasuk lakilaki yang tampan tadi.
Hasil dari angket itu ialah wanita yang memperoleh informasi negative
tentang dirinya (di kritik oleh laki-laki tampan tadi), menyatakan bahwa ia
sangat menyukai laki-laki tampan tadi. Sebaliknya wanita yang mendapat
informasi positif tentang dirnya (di puji oleh laki-laki tampan tadi),
menyatakan bahwa ia mempunyai perasan yang biasa-biasa saja terhadap
laki-laki tampan tadi. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun orang itu senang
degan penerimaan sosial yang positif, namun ternyata mereka juga menyukai
orang-orang yang dapat memberikan kritik yang akurat daripada pujian yang
palsu. Hal ini menunjukkan bahwa teori konsistensi kognitif dan teori
reinforcement (memperkuat) berguna untuk menerangkan pristiwa reciprocity
ini.
Dengan perkataan lain, adanya informasi yang negatif tentang diri kita
sendiri tentunya akan membuat kita tidak nyaman. Namun ternyata informasi
itu ada benarnya juga bahkan lebih berharga daripada pujian yang sifatnya
palsu. Bila kita kemudian tidak menyukai si pemberi informasi negatif tadi,
maka kita menjadi tidak nyaman. Agar keadaan kognisi menjadi nyaman
makan kita akan mneyatakan bahwa si pemberi informasi itu menyenangkan.9
G. Prinsip-Prinsip Daya Tarik Individu
Menurut Fisher (1982) serta Sears, Fredman dan Puplau (1988),
prinsip-ptinsip dasar daya tarik individu ada dua yaitu :
1.
Prinsip berdasarkan teori Reinforcement (penguatan)
Prinsip ini juga di sebut sebagai teori belajar. Berdasarkan prinsip
ini, individu akan menyukai orang yang member reward dan individu akan
menghindari orang yang memberikan punishment. Reward ini merupakan
penguatan terhadap segala tindakan yang di lakukan individu. Bentuk

9

Sugeng, Sejati. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. (Yogyakarta: Teras, 2012), Hlm.

177.

13

ganjaran yaitu persetujuan sosial, artinya individu cenderung menyukai
2.

orang yang menilainya dengan positif.
Penilaian
Prinsip kedua yaitu bahwa dalam semua interaksi sosial, individu
cenderung melakukan penilaian, tentang sikap orang lain cara positif atau
negatif. Bila penilaiannya positif berarti ia menyukai sikap orang tersebut.

Begitu juga sebaliknya.
3.
Sesuai dengan teori Adjustive function.
Artinya individu cenderung memaksimalkan reward yang akan di
perolehnya dan meminimalkan punishment. Contohnya yaitu guru yang
selalu mengkritik murid cenderung untuk di hindari oleh murid-murid
4.

lainnya.
Sesuai dengan teori pertukaran, sosial dan Thibaut dan Kelley (1956)
Prinsip ini merupakan kelajutan dari prinsip ketiga yaitu Adjustive
puncition. Berdasarkan dari pendapat kedua peneliti tersebut, individu
selalu menimbang-menimbang hubungan sosialnya dengan orang lain. Bila
hasil yang diperoleh dari situ hubungan sosial ternyata lebih buruk dari
pada alternatif-alternatif di luar, maka individu cenderung mengakhiri

hubungan sosialnya, begitu juga sebaliknya.
5.
Asosiasi
Hal ini sesuai dengan situasi Classical conditioning. Artinya
individu akana menyukai orang lain yang di asosiasikan (di hubungkan)
dengan pengalaman-pengalaman yang menyengkan. Ini terjadi karena rasa
suka terhadap seseorang dapat di pengaruhi oleh reaksi emosional yang di
kondisikan pada kejadian-kejadian yang di hubugkan dengan orang
tersebut. Misalnya sekelopok mahasiswa di minta melihat poto-poto
sambil di iringi dengan alunan musik tertentu bila musik tersebut di sukai
oleh mahasiwa, maka ia pun menyukai poto itu.
Prinsip asosiasi ini tidak dapat di terapkan secara membuta, misalnya
anda berteman dengan seseorang pada masa-masa sedih dan sengsara. Jadi
asosiasi dengan orang itu selalu mengingatkan anda pad hal-hal yang
menyedihkan. Meskipun demikian ketika masa-masa sengsara itu sudah

14

berlalu, anda tetap berteman baik dnegan orang tersebut. Dalam hal ini
keadaa yang sengsara telah membentuk rasa solidaritas yang tinggi.10

10

Sugeng, Sejati. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. (Yogyakarta: Teras, 2012), Hlm.

179.

15

BAB III
PENUTUP
A.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa daya tarik
individu terhadap individu lain asal mulanya ada dua hal yaitu pertama dari
masa kanak-kanak yang didalamnya terdapat proses belajar dan proses
penguatan terhadap apa yang diyakininya. Kedua, dari kenyataan bahwa
hubungan sosial itu merupakan kebutuhan yang mendasar dari setiap
individu.
Selain itu, terdapat lima penentu dari daya tarik interpersonal yaitu
karakteristik

pribadi,

similarity

(kesamaan),

familiarity

(keakraban),

proximity (kedekatan), dan reciprocity (timbal balik).
B. Saran
Sehubungan dengan selesainya tugas makalah ini, penulis banyak
mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini. Tentulah dengan kritik
dan saran yang mendidik dapat membuat karya-karya penulis kedepannya
menjadi lebih baik. Penulis juga berharap agar makalah ini dapat bermanfaat
dan menambah wawasan bagi penulis sendiri khususnya dan pembaca
umumnya.

16

DAFTAR PUSTAKA

Sears, David O, dkk. 1985. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga

Sejati, Sugeng. 2012. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Teras

17