Bulletin Warta NTT 21

21

TRIWULAN III/TAHUN 2014

Untuk NTT, diinformasikan jika
jumlah pemilih yang terdaftar
dalam Daftar Pemilih Tetap
(DPT) sebanyak 3.185.121
orang dan Daftar Pemilih Khusus
(DPK) sebanyak 6.348 orang.
Sedangkan untuk Daftar Pemilih
Sementara Hasil Perbaikan
(DPShp) sebanyak 3.027.233
orang. Sementara itu untuk total 21
Kabupaten/Kota se-NTT, dengan
306 Kecamatan, 3.251 Desa/
Kelurahan, telah dibentuk 9.605
Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Menyoal masifnya kecurangan
dalam penyelenggaraan pemilu
kali ini, Yosafat menyampaikan

jika pihak KPU akan mengambil
tindakan tegas. Untuk wilayah
kita, kesalahan yang masih
terjadi adalah pencoblosan lebih
dari satu orang, misalnya yang
terjadi di Solor, TTS dan TTU.
Hal ini telah diingatkan, karena
persoalan sejenis pernah terjadi
saat pemilihan legislatif lalu. Jika
menemui kecurangan, masyarakat
dapat melaporkannya kepada
pihak KPU, Banwaslu maupun
Panwaslu hingga Mahkamah
Konstitusi.
Perlunya diperluas Kegiatan
Sosialisasi PP 46/2011.
Dalam sesi dikusi, peserta
menyarankan agar pihak BKD
Provinsi NTT selaku unit Pembina
kepegawaian, perlu kembali

melakukan kegiatan sosialisasi
sejenis hingga bimbingan teknis
(bimtek). Hal ini dianggap krusial,
mengingat belum semua aparatur
memahami teknis penyusunan
Sasaran Kerja Pegawai (SKP).
Terkait topik ini, Drs.Benyamin Lola
kembali mengusulkan agar BKD
juga berkoordinasi dengan Biro
Organisasi Setda Provinsi NTT.
“SKP bisa dijadikan rujukan untuk
menyusun format Tunjangan Kinerja
Daerah” Demikian lanjut
Benyamin. Peserta lain juga
menyampaikan gambaran kesulitan
menyusun SKP, terutama karena
belum semua SKPD menyusun
dokumen Standar Operasional
Prosedur (SOP).


Terhadap usulan peserta
Rakor Bakohumas, BKD berjanji
untuk menyelenggarakan Bimtek
pada Bulan Agustus nanti,
dengan menghadirkan pemateri
dari pusat. “Pihak Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Badan Kepegawaan Nasioal
akan kami upayakan untuk hadir
langsung menyampaikannya,”
demikian penjelasan Isyak.
Pemerintah terus berupaya
melakukan penyempurnaan
manajemen kepegawaian seturut
tarikan nafas reformasi birokrasi.
Pembinaan PNS diamanatkan untuk
dilakukan berdasarkan sistem
prestasi kerja dan sistem karir,
sebagaimana diatur dalam Pasal
12 dan Pasal 20 Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian. Fakta
menunjukan jika instrument DP-3
yang telah digunakan selama
ini sering mengalami bias dalam
pengukurannya. Hal ini antar lain
disebabkan oleh Hallo effect
yaitu pendapat pribadi penilai
tentang karyawannya yang akan
berpengaruh dalam pengukuran
prestasi kerja.
Penyebab lain yang juga
ditemui adalah Central tendency
yaitu penilaian prestasi kerja
cenderung dibuat rata-rata dan
penilai menghindari penilaian yang
bersifat ekstrim; Leniency bias,
yaitu kecenderungan penilaian
untuk meberikan nilai yang murah
dalam evaluasi pelaksanaan kerja


para karyawannya; Strickness bias,
yaitu kecenderungan penilai terlalu
ketat dan keras serta mahal dalam
evaluasi pelaksanaan kerja para
karyawannya; dan Recency effect
(kesan terakhir) yaitu kegiatan
terakhir dari karyawan yang
terkesan baik atau buruk, cenderung
dijadikan dasar penilaian prestasi
kerja oleh atasannya.
Lebih lanjut, Isyak Nuka
menjelaskan secara teknis tentang
Tata Cara Penyusunan Sasaran
Kinerja Pegawai (SKP) sebagai
bentuk kontrak kerja. SKP
merupakan rancangan pelaksanaan
kegiatan sesuai rincian tugas,
tanggung jawab dan wewenang
yang dimiliki setiap aparatur. Sesuai

ketentuan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2011 tentang SKP,
setiap pemerintah daerah diminta
untuk mulai memberlakukan penilain
kinerja aparaturnya dengan
menggunakan instrument SKP sejak
Januari 2014.
Pemerintah melalui Badan
Kepagawaian Nasional (BKN)
memberikan toleransi bagi setiap
pemerintah daerah hingga Oktober
2014. Terhitung sejak April 2015,
setiap PNS diwajibkan untuk
menggunakan SKP sebagai salahsatu syarat untuk mendapatkan
layanan admnistasi kepegawaian.
Bahkan Pemerintah Pusat
mengancam untuk tidak memberikan
formasi CPNS bagi daerah yang
mengabaikan ketentuan ini.