T1 802010093 Full text

PENDAHULUAN
Pekerjaan merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan
manusia dewasa, dimanapun dan kapanpun mereka berada. Seseorang akan
susah dan gelisah jika tidak memiliki pekerjaan yang jelas, apalagi jika
sampai menganggur atau tidak bekerja. Demikian pula banyak orang yang
mengalami stress dan frustasi dalam hidup ini dikarenakan masalah dalam
pekerjaan. Menurut Herr dan Cramer (dalam Isaacson, 1985) pekerjaan
memiliki peranan yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan hidup
manusia, terutama kebutuhan ekonomis, sosial dan psikologis. Secara
ekonomi orang yang bekerja akan memperoleh penghasilan atau uang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara sosial orang yang bekerja akan lebih
dihargai

dibandingkan

dengan

orang

yang


menganggur.

Hal

ini

menyebabkan mereka yang bekerja akan memiliki status sosial yang lebih
tinggi di masyarakat dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja.
Sedangkan secara psikologis orang yang bekerja memiliki harga diri dan
kompetensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak
bekerja, Herr dan Cramer (dalam Isaacson, 1985). Bekerja akan
meningkatkan harga diri seseorang karena ia merasakan bahwa kegiatan
yang dilakukannya akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang
lain sedangkan orang yang tidak bekerja merasa tidak dapat menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain dan berdampak pada harga diri
orang itu yang menjadi rendah (Myers, Little & Robinson,1953).
Menurut Seligman (1994) pekerjaan yang dilakukan seseorang
merupakan bagian dari perkembangan karir. Perluasan konsep karir dalam
beberapa hal direfleksikan dalam teori perkembangan karir sejak awal tahun
1980-an.


Sebagai

contoh,

Super

(1980)

mengembangkan

konsep

perkembangan karir yang mencakup dasar kehidupan sosial melalui
1

2

tingkatan kehidupan dan kematangan karir yang meliputi pemahaman peran
kehidupan sehari-hari dan peran pekerjaan (Punch, 2008). Super (1980)

dalam teorinya yaitu life span, life space theory of career development, yang
telah ada lebih dari 60 tahun menjelaskan bahwa tahap perkembangan karir
berjalan seiring dengan tahap perkembangan manusia (Punch,2008).
Tahapan dimulai sejak lahir hingga memasuki usia lanjut, yaitu mulai dari
tahap

pertumbuhan

(growth),

eksplorasi

(exploration ),

penetapan

(establishment), pemeliharaan (maintenance) dan terakhir tahap pelepasan
(disengagement) (Punch, 2008).
Tahapan hidup eksplorasi, secara umum didefinisikan sebagai
kejadian antara usia 14 dan 24, di mana anak muda akan menghadapi tugas

pengembangan untuk menterjemahkan konsep kejuruan pribadi mereka ke
dalam suatu identitas kejuruan (Punch, 2008). Super menyampaikan bahwa
tingkat eksplorasi dapat dipisahkan menjadi tiga tugas: kristalisasi,
spesifikasi, dan implementasi. Kristalisasi mencakup suatu eksplorasi yang
luas dari pengerahan pribadi terhadap unifikasi persepsi pribadi ke dalam
konsep kejuruan pribadi, dan suatu eksplorasi yang luas terhadap masyarakat
dan dunia kerja. Eksplorasi ini, dikombinasikan dengan pengembangan
perilaku, kepercayaan dan kompetensi, mengarahkan pada pembentukan
pilihan tentatif dan kesiapan yang lebih baik dalam pengambilan keputusan.
Tugas berikutnya adalah menspesifikasi suatu pilihan pekerjaan. Spesifikasi
melibatkan eksplorasi yang mendalam dan pengujian realita dengan tujuan
mempersempit tujuan karir umum menuju satu tujuan khusus. Tugas akhir
dari tahapan eksplorasi adalah implementasi atau aktualisasi, di mana
individu merencanakan dan melakukan aksi untuk mengimplementasikan
pilihan mereka (Punch, 2008).

3

Menurut Super ( dalam Brown & Associates, 2002), pada setiap
tahap perkembangan karir, seseorang dituntut untuk menyelesaikan berbagai

tugas perkembangannya. Seseorang yang mampu menyelesaikan tugas pada
setiap tahap perkembangan karirnya akan membawanya pada kesuksesan
dalam perjalanan karirnya. Salah satu tugas perkembangan karir yang cukup
menentukan keberhasilan seseorang dalam

kehidupan karir

adalah

kematangan karir dan kemampuannya dalam membuat keputusan mengenai
pilihan karir yang diinginkannya, ini semua terjadi pada tahap eksplorasi.
Super (dalam Punch, 2008) menjelaskan bahwa kematangan karir
menjadi sangat penting ketika seseorang memasuki tahapan eksplorasi, yaitu
pada rentang usia antara 14 hingga 24 tahun. Inti dari tahapan eksplorasi
yaitu kristalisasi, spesifikasi dan implementasi pilihan pekerjaan yang umum
terjadi dalam usia pra-dewasa dan usia muda yaitu kesiapan dan kemampuan
individu untuk menyelesaikan tugas pengembangan yang dibutuhkan. Dari
ketiga subtahap tersebut, subtahap yang cukup penting dalam pengambilan
keputusan dalam pendidikan maupun pekerjaan berada pada tahap
kristalisasi, yaitu pada jenjang sekolah menengah, SMA atau SMK. Hurlock

(1993) menambahkan bahwa remaja yang berada pada jenjang sekolah
menengah memiliki tugas perkembangan yang sangat penting karena mereka
harus bisa mencapai kemandirian secara ekonomi. Kemandirian secara
ekonomi menurut Hurlock (1993) hanya bisa dicapai dengan kesiapan dalam
memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri memasuki dunia kerja.
Pendapat dari Super (1996) maupun Hurlock (1993) menunjukkan
bahwa siswa sekolah menengah baik siswa SMA maupun SMK berada pada
tahapan yang paling penting untuk memiliki kematangan karir. Namun fakta
yang terjadi penulis melihat bahwa masih banyak anak-anak yang berusia 14
hingga 18 tahun khususnya siswa SMK belum memiliki kematangan karir

4

yang baik dalam merencanakan bahkan memilih karirnya di masa yang akan
datang. Menurut berita resmi statistik dari Badan Pusat Statistik, 5 Mei 2011
disebutkan bahwa pada Februari 2011, tingkat pengangguran terbuka
menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan mencapai 8,1 juta orang dan
pengangguran terbuka untuk tingkat pendidikan Sekolah Menengah
Kejuruan sebesar 10 %. Sedangkan, menurut berita resmi statistik dari Badan
Pusat Statistik, 7 November 2011 diterangkan bahwa pada bulan Agustus

2011 tingkat pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang
ditamatkan mencapai 7,7 juta orang dan pengangguran terbuka untuk tingkat
pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 10, 43 %. Tingginya angka
pengangguran dan tidak terisinya lowongan kerja dikarenakan tidak
terpenuhinya tuntutan kualifikasi yang dipersyaratkan oleh dunia kerja
(http:/www.bps.go.id, 5 Mei 2011) . Rendahnya kualitas tenaga kerja yang
tersedia hal tersebut terjadi dimungkinkan karena siswa belum memiliki
kematangan karir untuk memasuki dunia kerja. Penulis mengamati bahwa
keberadaan SMK dalam menyiapkan tenaga kerja masih disangsikan oleh
masyarakat karena lulusan SMK belum dapat sepenuhnya memenuhi
tuntutan lapangan kerja sesuai dengan spesialisasinya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yosafat (2009) terhadap 230
siswa kelas XII yang berada di Malang menunjukkan 62,2 % siswa tidak
yakin dengan pilihan karirnya dan 71,11 % siswa memiliki kematangan karir
yang rendah. Penulis juga melakukan wawancara kepada beberapa siswa
SMK tentang rencana setelah mereka lulus, dan sebagian siswa menjawab
dengan “tidak tahu, bingung harus melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi
dulu, itupun masih belum tentu bisa langsung bekerja, susah ya cari kerja
sekarang”. Bahkan berdasarkan hasil wawancara dengan guru SMK Sahid
Surakarta diperoleh hasil bahwa sekitar 60% siswa SMK tingkat akhir masih


5

bingung untuk memutuskan akan bekerja dan menggeluti pekerjaan seperti
apa setelah lulus nanti. Berdasarkan hasil yang disebutkan di atas,
menunjukkan bahwa ketidaksiapan siswa mengambil keputusan dalam
bidang karir dan rendahnya kematangan karir siswa, sehingga ini menjadi
suatu hal yang sangat penting untuk dapat diteliti.
Super (1995) memperkenalkan konsep kematangan kejuruan, yang
saat ini dikenal sebagai kematangan karir, 50 tahun yang lalu (Punch, 2008).
Gagasan kematangan karir melibatkan kesiapan dari seorang individu untuk
membuat keputusan karir yang terinformasi dan tepat dengan usia. Super dan
koleganya mendeskripsikan sisi alamiah psikososial dari gagasan tersebut:
Dari suatu pandangan sosial atau bermasyarakat, kematangan karir secara
operasional

dapat

didefinisikan


dengan

membandingkan

tugas

perkembangan yang akan dilakukan sesuai yang diharapkan berdasarkan usia
kronologis individu. Dari sudut pandang psikologis, kematangan karir secara
operasional dapat didefinisikan dengan membandingkan sumber daya
individu, baik kognitif maupun afektif, untuk menangani tugas yang ada saat
ini dengan sumber daya yang dibutuhkan untuk menguasai tugas tersebut
(Super et al., 1996 hal. 124-125). Super dan Crites (1957) mengatakan
bahwa kematangan karir meliputi pengetahuan akan diri, pengetahuan
tentang pekerjaan, kemampuan memilih suatu pekerjaan, dan kemampuan
untuk merencanakan langkah-langkah menuju karir yang diharapkan (Creed
& Patton, 2004).
Lokan, (1984); Paton dan Creed (2001) menjelaskan faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi kematangan karir siswa, yaitu a) work salience, b)
work experience, c) career indecision, d) ras atau budaya, e) self-esteem, f)


usia, g) jenis kelamin, h) status sosial ekonomi, i) bahan pengajaran, j) selfefficacy pengambilan keputusan karir. Taylor dan Popma (1990) melakukan

6

penelitian mengenai Self-efficacy pengambilan keputusan karir dan
mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara selfefficacy pengambilan keputusan dengan kematangan karir karena hasil

penelitian yang dilakukan ternyata perbedaan gender subjek sangat
mempengaruhi kedua variable tersebut, namun Luzzo (1993) memberikan
hipotesis bahwa semakin tinggi self-efficacy pengambilan keputusan karir
siswa maka semakin tinggi juga kematangan karirnya dan kemudian di
lakukan penelitian yang menghasilkan konsistensi reliabilitas sebesar .93
alpha cronbach.
Konsep self-efficacy pengambilan keputusan karir berasal dari teori
sosial kognitif Bandura. Bandura (1995) mendefinisikan self-efficacy sebagai
persepsi seseorang mengenai kemampuannya untuk sukses dalam memenuhi
tugas atau perilaku tertentu (Luzzo, 1996). Self-efficacy tidak dapat berdiri
sendiri melainkan harus dikaitkan dengan keyakinan terhadap suatu domain
perilaku tertentu, sehingga pada hal ini dikaitkan dengan pengambilan
keputusan (Hacket, 1995). Taylor dan Betz (1983) mendefinisikan selfefficacy pengambilan keputusan karir sebagai keyakinan seseorang akan


kemampuannya dalam membuat keputusan dalam bidang karir.
Berikut

ini

penulis

mengemukakan

hasil

penelitian

yang

menunjukkan bahwa self-efficacy pengambilan keputusan karir merupakan
variabel yang memiliki peran yang cukup besar bagi siswa dalam
menentukan karir yang sedang dijalaninya. Menurut Lent dan Hackett
(dalam Watson, Brand, Stead & Ellis, 2001), siswa yang memiliki selfefficacy pengambilan keputusan karir akan menunjukkan kesiapannya dalam

memasuki tugas dan perilaku karir. Peterson (2005) menemukan bahwa selfefficacy pengambilan keputusan karir akan berhubungan dengan keteguhan

dalam dunia akademis dan menghindarkannya dari tindakan drop out.

7

Berdasarkan penjelasan diatas penulis melihat bahwa pentingnya menguji
variabel self-efficacy pengambilan keputusan karir dengan kematangan karir
siswa SMK, karena self-efficacy pengambilan keputusan karir mempunyai
peranan yang cukup besar bagi perkembangan pendidikan dan karir
khususnya bagi siswa SMK.
Dewasa ini pembangunan khususnya di bidang industri akan berjalan
lancar apabila tersedia sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu manusia
yang terdidik, terampil, memiliki keahlian dan berdisiplin di segala bidang
kejuruan. Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu
penekanan dari tujuan pendidikan, seperti yang tertuang dalam Undang
Undang No. 20 Tahun 2003 tentang tujuan Pendidikan Nasional Bab II Pasal
3 tujuan utama sekolah, yaitu membantu peserta didik untuk menemukan,
mengembangkan, dan membangun kemampuan yang akan membuat siswa
memiliki kemampuan untuk menjalankan tugas-tugas individu dan sosialnya
pada saat ini dan pada masa yang akan datang (Utami & Hudania, 2013).
Kesimpulan yang dapat diambil bahwa jalur pendidikan merupakan tulang
punggung pengembangan SDM yang dimulai dari tingkat dasar sampai
perguruan tinggi.
Sekolah Menengah Kejuruan atau yang lebih dikenal dengan
singkatan SMK merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah
sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau
lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
Dalam peraturan pemerintah no. 29 tahun 1990 tentang Pendidikan
Menengah Kejuruan pasal 3 ayat 2 “sekolah menengah kejuruan
mengutamakan persiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta
mengembangkan sikap professional”. Dalam Utami dan Hudaniah (2013)

8

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan yang
bertujuan memberikan bekal dan kecakapan khusus dan mempersiapkan
siswa memasuki dunia kerja. Menurut Utami dan Hudaniah (2013) SMK
memiliki tujuan untuk 1) mempersiapkan siswa untuk memasuki lapangan
kerja serta mengembangkan sikap profesional, 2) menyiapkan siswa agar
mampu memilih karir, dan 3) menyiapkan tenaga kerja tingkat menengah
dan mengisi dunia usaha. Siswa yang belajar di sekolah menengah kejuruan
mempunyai penekanan ilmu tertentu seperti contoh ada sekolah menengah
kejuruan yang khusus mempelajari ilmu teknik (STM), ada yang
mengkhususkan pada ilmu pertanian (Sekolah Menengah Farming) dan lain
sebagainya. Melihat pemahaman tentang sekolah menengah kejuruan diatas,
ini menunjukkan bahwa hasil akhir dari Sekolah Menengah Kejuruan selalu
berorientasi pada pekerjaan, lulusan yang siap untuk bekerja dengan sikap
profesional sebagai bekal dalam mengaplikasikan keahliannya pada lapangan
pekerjaan tertentu. Akan tetapi, persaingan untuk memasuki dunia kerja
tidaklah mudah. Banyak sekali persaingan yang harus dihadapi oleh lulusan
SMK, sehingga ketika siswa SMK memiliki self-efficacy pengambilan
keputusan karir yang baik maka siswa dapat memiliki kematangan karir yang
baik juga untuk meningkatkan kualitas dirinya sebagai tenaga kerja nantinya.
Hal ini sejalan dengan hipotesis yang diberikan oleh Luzzo (1993)
bahwa semakin tinggi self-efficacy pengambilan keputusan karir siswa maka
semakin tinggi juga kematangan karirnya, namun penelitian yang dilakukan
oleh Zulkaida (2007) menjelaskan bahwa self-efficacy pengambilan
keputusan karir memiliki hubungan yang negatif dengan kematangan karir,
terkecuali variabel self-efficacy pengambilan keputusan karir dianalisis
bersama-sama dengan locus of control. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
penulis akan menguji hubungan antara self-efficacy pengambilan keputusan

9

karir dengan kematangan karir siswa SMK, karena penulis melihat bahwa di
Indonesia belum banyak yang melakukan penelitian ini, dan jika sudah ada
pun penulis menguji kembali dengan tempat dan subjek penelitian yang
berbeda terhadap kedua variabel ini sehingga diharapkan penulis
mendapatkan hasil dari hubungan antara self-efficacy pengambilan keputusan
karir dengan kematangan karir yang akan membuktikan hasil baik negatif
maupun positif terhadap penelitian terdahulu.

TINJAUAN PUSTAKA
Kematangan Karir
Konsep kematangan karir (career maturity) dipergunakan untuk
menggambarkan proses di mana individu membuat keputusan karir
yang sesuai dengan usia dan tahapan perkembangan dan kemampuan
untuk berubah dan melakukan transisi secara berhasil melalui tugastugas setiap tahap perkembangan. Sementara Savickas (1999) lebih
jelas lagi menjelaskan bahwa kematangan karir merupakan konsep
yang mengacu pada kesiapan individu untuk mendapatkan informasi,
membuat keputusan karir yang sesuai dengan usia perkembangannya,
dan kemampuan mengatasi tugas-tugas perkembangan karir (Punch,
2008). penulis mengambil pengertian tentang kematangan karir yaitu
konsep yang mengacu pada kesiapan individu untuk mendapatkan
informasi, membuat keputusan karir yang sesuai dengan usia
perkembangannya yang dalam penelitian ini berfokus kepada
pendidikan

siswa,

dan

kemampuan

mengatasi

tugas-tugas

perkembangan karir baik kognitif maupun afektif. Sumber daya
afektif dan kognitif diperlukan untuk menguasai tugas yang
berhubungan dengan karir pada usia kronologisnya. Kognitif

10

mengacu kompetensi dalam memilih karir sedangkan afektif
mengacu pada sikap yang menuju pada proses seseorang menentukan
karirnya yang sesuai dengan usia kronologisnya.
Super (dalam Creed & Patton, 2004) mengukur kematangan karir
dalam Career Development Inventory (CDI) yang mencakup empat
dimensi yaitu dua dimensi kognitif dan dua dimensi afektif, antara lain:
a.

Perencanaan karir
Bertanya tentang sejauh mana siswa berpikir dan merencanakan
tentang kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan karier

b.

Eksplorasi karir
Mengukur kemauan dan kemampuan untuk menemukan dan
menggunakan sumber daya yang baik untuk perencanaan karir.
Di dalam skala ini mencakup keinginan untuk menggunakan
sumber daya seperti orang tua, keluarga lainnya, teman-teman,
para guru, para konselor, buku-buku dan film-film.

c.

Pengambilan keputusan
Mengukur

kemampuan dalam

menerapkan prinsip-prinsip

pengambilan keputusan dan metode proses pemilihan karir
d.

Informasi dunia kerja
Mengukur pengetahuan terhadap tugas-tugas perkembangan yang
penting, seperti menyelidiki minat-minat dan kemampuankemampuan mereka dalam pendidikan yang sesuai dengan
rencana karir pekerjaan di masa depan.

11

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kematangan Karir Paton dan
Creed (2001) melakukan penelitian terhadap kematangan karir yang telah
memasuki dekade kelima sejak diperkenalkannya konstruk ini. Mereka
menjelaskan 10 faktor yang mempengaruhi kematangan karir. Penjelasan
mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kematangan karir
adalah sebagai berikut:
a.

Usia
Kematangan karir seseorang akan meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Pengaruh kelas dan tingkat pendidikan
terhadap kematangan karir juga menunjukkan hal yang sama
yaitu semakin tinggi kelas dan tingkat pendidikan maka semakin
tinggi kematangan karirnya.

b.

Jenis kelamin
Pengaruh jenis kelamin terhadap kematangan karir masih
sering terjadi perbedaan, belum didapatkan gambaran hasil
penelitian yang seragam.

c.

Status ekonomi sosial.
Walaupun status sosial ekonomi secara teori mempunyai
pengaruh yang cukup penting terhadap perilaku karir, namun
banyak

penelitian

menemukan

bahwa

hubungan

antara

kematangan karir dan status sosial ekonomi tidak terlalu besar
atau bahkan tidak signifikan.
d.

Bahan pengajaran.
Dari

beberapa

penelitian

menunjukkan

bahwa

bahan

pengajaran yang diberikan siswa akan sangat berpengaruh pada
kematangan karir. Terutama bahan pengajaran yang berkaitan
dengan dunia karir atau dunia kerja. Siswa yang mendapat bahan

12

pengajaran tentang karir secara spesifik akan memiliki skor
kematangan karir lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang
mendapat bahan pengajaran tentang karir yang terlalu umum.
e.

Perbedaan ras dan budaya
Penelitian menunjukkan bahwa perbedaan budaya turut
berpengaruh pada kematangan karirnya. Faktor status sosial
ekonomi berinteraksi dengan faktor perbedaan budaya dalam
memprediksi kematangan karir seseorang.

f.

Work salience

Peran

penting

pekerjaan

dalam

kehidupan

seseorang

berpengaruh secara signifikan terhadap kematangan karir
seseorang. Ketika seseorang menilai bahwa pekerjaannya
memiliki peran penting yang cukup tinggi maka akan
meningkatkan kematangan karirnya.
g.

Career indecision

Kebimbangan karir menjadi faktor yang cukup berpengaruh
bagi kematangan karir seseorang. Kebimbangan karir yang tinggi
akan menyebabkan kematangan karir seseorang menjadi
menurun.
h.

Work experience

Pengalaman bekerja seseorang turut berpengaruh terhadap
kematangan karirnya. Semakin banyak pengalaman bekerja
seseorang maka kematangan karirnya semakin meningkat.
i.

Self-efficacy pengambilan keputusan karir

semakin tinggi self-efficacy pengambilan keputusan karir
siswa maka semakin tinggi juga kematangan karirnya.

13

j.

Self-esteem

Seseorang yang memiliki self-esteem yang tinggi akan
memiliki kematangan karir yang tinggi juga.

Self-Efficacy Pengambilan Keputusan Karir

Bandura (1995) mendefinisikan Self-efficacy sebagai persepsi
seseorang mengenai kemampuannya untuk sukses dalam memenuhi
tugas atau perilaku tertentu (Luzzo, 1996). Self-efficacy tidak dapat
berdiri sendiri melainkan harus dikaitkan dengan keyakinan terhadap
suatu domain perilaku tertentu. Konsep self-efficacy pengambilan
keputusan karir berasal dari teori self-efficacy Bandura. Self-efficacy
pengambilan keputusan karir merujuk pada tingkat keyakinan
individu bahwa dirinya akan sukses dalam menyelesaikan tugas yang
diperlukan saat pengambilan keputusan mengenai karir pekerjaannya
(Taylor & Betz, 1983). Penulis mendefinisikan self-efficacy
pengambilan

keputusan

karir

sebagai

kepercayaan

terhadap

kemampuan bahwa dirinya akan sukses dalam menyelesaikan tugas
yang diperlukan saat pengambilan keputusan mengenai karir
pekerjaannya.
Teori mengenai self-efficacy pengambilan keputusan karir
dilandasi dari teori yang dibuat oleh Crites dan kemudian disempurnakan
oleh Taylor dan Betz (dalam Betz & Hackett, 2006). Lima domain dalam
pengukuran self-efficacy pengambilan keputusan karir tersebut adalah:
a.

Self-appraisal (penilaian diri)

Kemampuan seseorang tersebut dalam menilai kekuatan dan
kelemahan yang ada dalam dirinya untuk mencapai kepuasan
dalam karir

14

b.

Occupational information (mengumpulkan informasi tentang

pekerjaan)
Sejauh mana pengetahuan seseorang tentang dunia kerja dan
berbagai tugas yang ada dalam suatu pekerjaan. Pengetahuan
dalam dunia kerja meliputi juga pengetahuan mengenai tren
dunia kerja, sikap maupun kesempatan kerja
c.

Goal selection (penentuan tujuan)

Kemampuan seseorang dalam membuat pilihan pekerjaan
yang paling sesuai dan terbaik bagi dirinya.
d.

Planning (perencanaan)

Dalam membuat perencanaan seseorang memahami benar dan
bisa membuat serangkaian tahapan perencanaan dalam memasuki
suatu pekerjaan tertentu.
e.

Problem solving (penyelesaian masalah)

Seseorang harus memiliki kemampuan dan keterampilan
dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan proses
pengambilan keputusan karir yang dalam hal ini adalah
pekerjaan.
Menurut Lent dan Hackett (dalam Watson, Brand, Stead &
Ellis, 2001) siswa yang memiliki self-efficacy pengambilan keputusan
karir akan menunjukkan kesiapannya dalam memasuki tugas dan
perilaku karir. Peterson (2005) menemukan bahwa self-efficacy
pengambilan keputusan karir akan berhubungan dengan keteguhan
dalam dunia akademis dan menghindarkannya dari tindakan drop out.

15

METODE
Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa SMK Sahid
Surakarta yang berjumlah 475 siswa. Dimana jumlah siswa yang sesuai
dengan kompetensi keahlian dari kelas X sampai kelas XII yaitu kelas X
berjumlah 125 siswa, kelas XI berjumlah 167 siswa dan kelas XII
berjumlah 183 siswa.
Teknik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
insidental

sampling

yang

merupakan

teknik

penentuan

sampel

berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan atau
insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila
dipandang orang yang kebetulan ditemuin itu cocok sebagai sumber data
(Sugiyono, 2012). Dari 4 bidang kompetensi keahlian yang ada di SMK
Sahid Surakarta, penulis mengambil sampel sebanyak 100 siswa dari ke-4
bidang kompetensi keahlian.
Alat Ukur Penelitian
Skala pengukuran self-efficacy pengambilan keputusan karir dalam
penelitian ini mengacu pada alat ukur yang dikembangkan oleh Taylor
dan Betz (dalam Betz & Hackett, 2006) yang kemudian dimodifikasi oleh
peneliti dan memiliki lima dimensi self-efficacy pengambilan keputusan
karir

yaitu Self-appraisal (penilaian diri), Occupational information

(mengumpulkan informasi tentang pekerjaan), Goal selection (penentuan
tujuan),

Planning

(perencanaan),

Problem

solving

(penyelesaian

masalah). Skala tersebut bernama Career Decision-Making Self-Efficacy
(CDMSE) yang tersusun dari 31 aitem pertanyaan dalam bentuk skala
Likert.

16

Skala kematangan karir yang diacu dalam penelitian ini adalah skala
yang disusun oleh Creed dan Patton (2004) dan kemudian dimodifikasi
oleh peneliti. Skala tersebut dikenal dengan nama Career Development
Inventory (CDI) yang tersusun sebanyak 27

item pertanyaan dalam

bentuk skala Likert. Skala psikologi Career Development Inventory (CDI)
memiliki 4 aspek didalamnya, yakni Perencanaan karir, Eksplorasi karir,
Pengambilan keputusan, Informasi dunia kerja.
Reliabilitas Dan Validitas Skala Self-Efficacy pegambilan
Keputusan Karir
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha

N of Items
.917

30

Descriptive Statistics
N

Minimum

Maximum

Mean

Std. Deviation

CDMSE

86

43

115

90.70

11.946

Valid N (listwise)

86

Reliabilitas dan Validitas Skala Kematangan Karir
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha

N of Items
.875

22

17

Descriptive Statistics
N

Minimum

CDI

86

Valid N (listwise)

86

Maximum

38

88

Mean
67.06

Std. Deviation
8.606

Metode Pengumpulan Data
Pada tanggal 12 Maret 2014, pukul 09.00 WIB dilaksanakan
penelitian. Peneliti telah menyiapkan 110 skala psikologi yang akan
digunakan dengan rincian 100 untuk digunakan dalam penelitian, dan 10
sebagai cadangan apabila ada kesalahan dalam prosedur pengisian, namun
skala psikologi yang terpakai hanya 86 saja dikarenakan banyak siswa
dari masing-masing bidang keahlian banyak yang tidak masuk pada hari
itu. Sesuai dengan rancangan penelitian, dalam pemilihan subjek peneliti
menggunakan teknik insidental sampling yang merupakan teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan atau insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan
sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemuin itu cocok
sebagai sumber data (Sugiyono, 2012).
Pengisian skala psikologi dilakukan pada pukul 09.30 WIB dengan
terlebih dahulu peneliti memperkenalkan diri dan memberikan penjelasan
mengenai maksud dan tujuan peneliti melakukan penelitian kepada para
siswa dan meminta partisipasi siswa untuk berperan serta dalam penelitian
ini dengan mengisi skala yang disebarkan kepada mereka. Selama
pengisian skala, siswa diperkenankan bertanya jika ada materi yang
terdapat di dalam skala dianggap sulit dipahami atau tidak jelas. Selama
pengisian skala, peneliti berada di dalam kelas untuk memberikan
penjelasan jika terdapat persoalan yang tidak dimengerti siswa. Setelah

18

pengisian skala selesai, skala langsung diberikan kepada peneliti dan
peneliti langsung mengecek skala yang telah diisi oleh siswa. Selama
pelaksanaan penelitian, responden dapat bekerjasama dengan baik dan
cenderung menjawab setiap pernyataan dengan baik. Kemudian dari skala
psikologi yang disebar, semuanya kembali dan semuanya itu bisa dipakai
dalam penelitian ini. Kemudian peneliti memberikan ucapan terima kasih
kepada pihak sekolah. Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian
akan diolah menggunakan bantuan program komputer SPSS 17.0 for
windows.

Teknik Analisis Data
Penelitian ini merupakan bentuk studi korelasional dengan metode
analisis korelasi bivariat untuk melihat hubungan antara self-efficacy
pengambilan keputusan karir dan kematangan karir . Analisis data
dilakukan dengan menggunakan program bantu SPSS 17.0 dengan teknik
korelasi Pearson’s Product moment.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan uji normalitas dengan bantuan program SPSS, maka
didapatkan nilai signifikasi kematangan karir sebesar p = 0,227 (p>0,05).
Hal tersebut menunjukan bahwa sebaran data untuk kematangan karir
memiliki sebaran data yang berdistribusi normal. Sedangkan untuk nilai
signifikasi kematangan karir, setelah dilakukan uji normalitas dengan
bantuan SPSS, maka didapatkan hasil sebesar p = 0,150 (p>0,05). Karena
nilai signifikasi yang didapat baik kematangan karir dan self-efficacy
pengambilan keputusan karir lebih besar dari 0,05 (p>0,05), maka dapat
disimpulkan data yang ada baik kematangan karir dan self-efficacy

19

pengambilan keputusan karir memiliki sebaran data yang berdistribusi
normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat dalam tabel berikut:
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
CDMSE
N
Normal Parametersa

86

86

90.70

67.06

11.946

8.606

Absolute

.123

.112

Positive

.054

.068

Negative

-.123

-.112

1.137

1.043

.150

.227

Mean
Std. Deviation

Most Extreme Differences

CDI

Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukan
bahwa hubungan self-efficacy pengambilan keputusan karir dan
kematangan karir adalah linear, karena memiliki nilai signifikasi
untuk linearitas sebesar 0,000 (p < 0,05). Dari hasil uji linearitas
diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,2333 dengan sig.= 0,003 (p