Integrasi UN & SNMPTN.

Pikiran. Rakyat
~.

~L

o Selasa -o Rabu

0 Senin
123

17

4

@

o Jan

19

() Peb


6

5
20

21

o Mar

eApr

i
22

8
23

OMei


.

(J Kamis-- - ~) Ju,nat
.9

10
74

25

C

OJun

11

12

26


0

Jut

.---.-

SalJru
--

Ags

()

13

27
--.--.Sep

C


MinC)C)lJ
15

14
28

:)

29
\T
O~I

(~j Nov

Integrasi UN & SNMPTN'
~

-

--


""'"--'---

---

.

-~-

Oleh YUDHANATA
IREKTUR Jenderal
Pendidikan
Tinggi
Depdiknas Fasli Jalal
di Jakarta, Senin (13/4), mengemukakan, pemerintah mereneanakan hasil UN 2009 ini,
selain tetap digunakan sebagai
alat penentu kelulusan siswa,
juga akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk masuk ke perguruan tinggi negeri
(P'IN). Bahkan, ke depan pemerintah akan memberlakukan
UN bukan sebagai alat seleksi

masuk PTN saja tetapijuga diberlakukan juga untuk perguruan tinggi swasta (PTS). Wacana
ini memang sebelumnya juga
pernah dibiearakan beberapa
waktu lalu oleh Forum Rektor,
narnun ada sedikit keragu-raguan dari pihak perguruan tinggi
terhadap kualitas UN.
Oleh karena itu,untuk
mengantisipasi hal itu, pemerintah lebih banyak melibatkan
PTN untuk bekerja sarna dengan BSNP (Badan Standar
Nasional Pendidikan) dalam
pelaksanaan UN ini, termasuk
dalam hal kualitas soal, pengawasan sampai pelaksanaannya. Diharapkan, dengan semakin besarnya keterlibatan PT
dalarn penyelenggaraan UN setidaknya bisa mengurangi keraguan itu. Narnun, bukan berarti tidak ada lagi tes yang harus
dijalani setiap calon mahasiswa
yang akan masuk ke PTN. Tetap ada tes tetapi bentuk tesnya
bukan lagi materi pelajaran
UN, lebih kepada semaeam tes
potensi akademis (TPA) untuk
melihat sampai sejauh mana
calon mahasiswa marnpu belajar dengan optimal di jenjang

PT.
Pertanyaannya adalab sejauh
mana pemerintah berkepentingan dengan hal ini? Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan, rencana menjadikan hasil UN sebagai alat seleksi di PT
merupakan
sesuatu
yang
menguntungkan karena akan
lebih mudah dan murah untuk
dilaksanakan. Tentu ada benarnya jika dibandingkan dengan
PTN harns melakukan tes ma-

~,.~~

. ,--

..

-, ,-~

SAPUTRA


D

teri .£.elajar~yang

----

sarna de-

ngan UN seperti yang sudahsudah dilakukan lewat jalur
SNMPTN (Seleksi Nasional
Masuk PTN).
Tampaknya alas an yang lebih masuk akal sepertinya bukan itu. Tetapi, lebih kepada
upaya pemerintah untuk semakin menguatkan legitimasi untuk tetap dipertahankannya
UN. Hal ini cukup beralasan
mengingat hingga saat ini masih ada sebagian kalangan pendidik yang tetap tidak setuju diadakannya UN. Mereka berpendapat, tidak adil proses kelulusan siswa hanya ditentukan
dalam beberapa hari lewat tes
beberapa mata pelajaran. Kelihatannya dengan dilakukannya
integrasi antara UN dan SNMPTN ini, pemerintah mengharapkan tidak akan ada lagi
masyarakat yang minta supaya

UN dihapuskan. Malab, sebaliknya masyarakat akan mendukung agar UN terus dipertahankan. Tentunya dengan adanya
dukungan masyarakat terhadap
pelaksanaan UN diharapkan,
akan membuat siswa menjadi
semakin termotivasi untuk belajar lebih giat lagi sehingga
standar kelulusan UN ke depan
tidak akan terlalu banyak dipermasalahkan lagi oleh sekolah
dan kalangan masyarakat penggunajasa pendidikan ini.
Lantas, bagaimana dampak
kebijakan ini terhadap PTN itu
sendiri? Secara umum, hal ini
tentunya akan berdampak salah satunya kepada keberadaan

K'ipin~

Humos

Unpod

--


~

..

SNMPTN itu sendiri. Tentu kita ingat beberapa waktu lalu
ada beberapa PTN yang justru
ingin keluar dari SNMPTN, karena mereka lebih suka melaksanakan USM (Ujian Saringan
Masuk) secara mandiri. Dengan kebijakan pemerintah
yang seperti ini, yaitu menjadikan UN sebagai alat seleksi masuk PTN, sangat mungkin ke
depan SNMPTN akan ditiadakan saja karena materi yang diteskan di SNMPTN relatif sarna
dengan UN hanya dengan tingkat kesukaran yang lebih tinggi
karena fungsi SNMPTN sebagai alat saringan masuk, berbeda dengan UN yang berfungsi
sebagai alat diagnosis kemajuan belajar siswa.
Bisa saja SNMPTN ini tetap
dipertahankan. Tetapi, materi
tes SNMPTN perlu diubah dari
yang isinya materi pelajaran
yang umumnya sudah berl~gsung selarna ini menjadi semaearn tes potensi akademis saja.
Hal ini bukanlah persoalan

yang mudah, karena sudah sejak dulu materi ujian saringan
masuk bersarna PTN ini menggunakan materi pelajaran layaknya UN. Jadi, mengubah
bentuk tes SNMPTN juga bukan persoalan yang mudah juga. Itulah salah satu kendala
yang munculjika memang hasil
UN akan dijadikan juga sebagai
alat seleksi masuk PTN.
Kendala lainnya, walaupun
materi UN dan SNMPTN sarna, karena ada perbedaan kepentingan, yakni tes UN lebih
berfungsi sebagai alat diagnosis
kemajuan belajar siswa sedangkan tes SNMPTN berfungsi sebagai alat saringan masuk, hal
ini juga yang akan menghambat dalam mengintegrasikan
UN dan SNMPTN. Kesulitan
akan ditemukan pada saat penyusunan soal-soal yang akan
diujikan. Aspek mana yang perlu ditonjolkan fungsi tes sebagai alat diagnosis atau fungsi
tes sebagai alat saringan masuk. Kondisi ini sangat perlu
untuk dipertimbangkan mengingat hal itu akan berpengaruh
terhadap tingkat kesukaran soal. Jika yang ditonjolkan dalarn
UN nanti adalah fungsi tes sebagai alat saringan seperti layaknya SNMPTN, tingkat ~esl1-

2009

----

- -.-: --.

karan soal yang bersangkutan
akan menjadi lebih tinggi tingkat kesukarannya.
mlmnpili~pemerinWhb~
rencana akan terus menIDkkan
nilm standar kelulusan. Akibatnya, justru sekolah dan masyarakat penggunajasa pendidikan malah akan menanggung
beban yang semakin berat. Dalam kondisi seperti ini pihak
yang diuntungkan justru adalah lembaga bimbingan belajar.
Semakin sulit suatu tes, animo
masyarakat untuk mengikutsertakan anaknya ke lembaga
bimbingan belajar akan menjadi semakin besar.
Selain itu, jika UN dijadikan
juga sebagm alat seleksi masuk
PTN, hal ini sebenarnya akan
memperkecil kesempatan masyarakat untuk masuk PTN. Jika yang bersangkutan tidak 10los persyaratan nilai UN yang
nantinya ditetapkan
setiap
PTN, secara otomatis tidak
akan bisa masuk ke PTN yang
bersangkutan. Kecuali, setiap
PTN nanti hanya mensyaratkan
calon mahasiswanya untuk luIus UN, tidak mematok dengan
. rata-rata nilm berapa calon mahasiswa baru bisa masuk.
Di sisi lain, hal ini akan
mengalami kendala juga bagi
siswa yang tidak lulus UN tetapi lulus di ujian persarnaan paket C. Karena, ke depan pemerintah sepertinya merencanakan tidak akan mengadakan
UN untuk siswa para peserta
paket C ini. Jika demikian, ini
berarti siswa yang lulus dalam
program paket C tidak akan bisa diterima di PTN karena tidak
memiliki nilm UN. Padahal, pemerintah' sebelumnya pernah
mengatakan, pemegang ijazah
paket C (ujian kesetaraan) ijazabnya sarna dengan yang lulus
UN, sehingga setiap perguruan
tinggi sebenarnya tidak boleh
menolak calon mahasiswanya
yang memegang ijazah ujian k~
setaraan paket C tadi.
Kendala lain yang perlu kita
pertimbangkan adalah bagaimana menggarap keIja sarna
yang harmonis antara sekolah
menengah
(SMAjSMKjMA)
dan perguruan tinggi, supaya
tidak teIjadi saling menyalahkan, karena mau tidak mau
akan ada intervensi dari salah

satu pihak kepada pihak lain.
Hal ini juga sepertinya agak
bertentangan dengan semangat
kemandirian dalarn pendidikan
yang coba diusung lewat kon'sep MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah) maupun otonomi PT.
Mau tidak mau, jika UN dijadikan alat seleksi masuk PTN
berpotensi terhadap soal yang
semakin sukar, apakah sekolah
menengah bersedia menerima
dampak yang seperti ini atau
PT yang justru harus berkorban
dengan tidak berusaha membuat soal UN menjadi semakin
sulit seperti hanya yang dilakukan dalam tes SNMPTN. Walaupun Mendiknas Bambang
Sudibyo kelihatannya begitu
mendukung rencana mengintegrasikan UN dan SNMPTN
ini karena katanya akan memberikan manfaat yang besar,jika kita cermati tampaknya tidak semudah membalikkan t~
lapak tangan. Banyak persoalan
yang perlu dipikirkan secara
matang karena ada banyak pihak yang berkepentingan di dalamnya.***

Penulis, pemerhati pendidikan, dosen SIT Kharisma
Bandung dan alumnus Universitas PendidikanIndonesia.