Klasifikasi Karet RSS (Ribbed Smoked Sheet) Menggunakan Metode LVQ (Learning Vector Quantization)

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Karet Ribbed Smoked Sheet (RSS)

Karet Lembaran Asap atau biasa disebut dengan Ribbed Smoke Sheet (RSS) merupakan salah satu jenis produk karet olahan dari getah tanaman karet Hevea brasiliensis yang di peroleh secara perkebunan maupun perorangan (Khomah et all, 2013). Produk olahan tanaman karet ini memiliki banyak kegunaan dalam pasar industri sebagai bahan baku pembuatan industri otomotif dan ban. Di tingkat dunia, Thailand, Indonesia dan Malaysia merupakan pengekspor karet terbesar di dunia. Indonesia memiliki kecenderungan pengeksporan karet ke negara Amerika Serikat (Sinaga, 2011).

Karet Ribbed Smoked Sheet (RSS) diolah secara mekanis dan kimiawi melalui beberapa proses pengolahan yaitu penerimaan lateks kebun, pengenceran, pembekuan, penggilingan, pengasapan dan sortasi. Karet Ribbed Smoked Sheet ini banyak digunakan dalam pembuatan ban kendaraan bermotor. Karet Ribbed Smoked Sheet dapat dilihat pada Gambar 2.1

(a) (b)


(2)

Proses pengolahan karet Ribbed Smoked Sheet (RSS) antara lain :

 Penerimaan Lateks dari pohon karet yang disadap dan dikumpulkan dalam wadah untuk selanjutnya disaring guna memisahkan kotoran dan bagian lateks yang mengalami prakoagulasi

 Lateks dialirkan ke bak koagulasi untuk diencerkan guna memudahkan penyaringan kotoran dan menyeragamkan kadar karet kering agar mutu tetap dapat dijaga

 Dilakukan pembekuan lateks di dalam bak koagulasi dengan menambah zat koagulan yang bersifat asam berupa asam semut atau asam asetat dengan konsentrasi 1-2% dengan dosis 4 ml/kg karet kering. Tujuan penambahan zat koagulan adalah untuk menurunkan pH lateks sehingga lateks akan beku. Penambahan koagulan harus disertai pengadukan yang dilakukan sebanyak 6-10 kali maju dan mundur guna mencegah terbentuknya gelembung udara yang akan mempengaruhi lembaran yang dihasilkan.

 Setelah proses pembekuan, maka akan dilakukan poses penggilingan untuk mengeluarkan air, mengeluarkan serum, dan membentuk garis pada lembaran dan menipiskan lembaran.

 Dilakukan pengasapan di dalam kamar asap untuk mengeringkan lembaran, memberi warna coklat dan menghambat pertumbuhan jamur pada permukaan.  Lembaran yang telah matang dari kamar asap akan ditimbang dan dicatat

dalam arsip produksi dan dilakukan proses sortasi. Proses sortasi dilakukan secara manual untuk melihat warna, kotoran, gelembung udara, jamur dan kehalusan gilingan yang telah disesuaikan pada standar SNI 06-0001-1987

Tabel 2.1. Syarat Kelas Mutu Visual RSS

Kelas Mutu Penampakan Visual Cacat yang Diperkenankan RSS-1 -Kering, bersih, kekar,

liat

-Warna cerah dan seragam

-Bebas dari gelembung udara, bintik putih,

Sedikit gelembung udara sebesar kepala jaru dengan letak tersebar


(3)

jamur, bercak, karat dan bahan lainnya

RSS-2 -Kering, bersih, kekar, liat

-Warna cukup cerah dan cukup seragam

-Masih diperkenankan adanya bintik atau bercak

- Bercak karat atau jamur kurang dari 5 %

- Sediki gelembung udara sebesar kepala jarum dengan letak tersebar

RSS-3 - Tebal, gelap, warna tidak merata

- Terdapat gelembung udara dan titik mentah serta lengket

-Gelembung udara sebesar tiga kali ukuran jarum

-Bercak, karat dan cendawan lebih dari 10%

Sumber : Badan Penelitian Teknologi Karet Bogor (2000)

Namun pada proses sortasi yang dilakukan oleh PT Perkebunan hanya dilandasi pada jumlah gelembung yang terdapat pada permukaan lembaran karet RSS. Setiap proses pengolahan harus selalu diperhatikan dan diawasi dengan benar. Pengolahan yang dilakukan secara salah pada salah satu tahap akan menghasilkan produksi karet RSS yang tidak bagus dan akan menyebabkan kerugian yang besar. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengolahan karet RSS antara lain :

 Getah berasal dari karet yang muda yang menghasilkan karet yang lekat, lembek dan mudah diulur saat digantung di dalam ruang asap.

 Kebersihan getah dari mulai masuk ke kebun sampe akan diolah di pabrik harus dijaga sehingga hasil produksi yang dihasilkan sesuai dengan standard mutu

 Perlunya penambahan antikoagulan untuk tangki penerima karet yang jauh dari pabrik. Penambahan antikoagulan sebaiknya tidak melebihi batas yang ditetapkan sehingga dapat mncegah pemakaian asam semut yang berlebihan saat proses pembekuan


(4)

 Pemberian koagulan yang berlebihan akan menyebabkan koagulum menjadi keras dan sulit digiling.

 Penggilingan RSS dilakukan untuk memisahkan air dari gumpalan. Kecepatan penggilingan berbeda antara rol yang satu dengan yang berikutnya.

2.2 Pengolahan Citra

Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra tentang persepsi pada suatu citra. Pengolahan citra digital adalah disiplin ilmu yang mempelajari hal yang berhubungan dengan perbaikan citra, kualitas citra (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra), transformasi citra (rotasi, translasi, skala, transformasi geometrik), melakukan pemilihan ciri citra (feature image) yang optimal untuk dianalisis, penarikan informasi pada objek atau pengenalan objek yang terkandung pada citra, melakukan kompresi untuk memperkecil penyimpanan data, transmisi data dan waktu proses data. Input dari pengolahan citra adalah citra dan output-nya berupa citra hasil pengolahan (Sutoyo et al, 2009)

Terminologi yang berkaitan dengan pengolahan citra adalah Computer vision. Computer vision ini mencoba meniru cara kerja sistem visual manusia. Dalam berbagai aplikasi Computer vision yang banyak dikembangkan adalah proses mengambil informasi dari gambar berupa fitur yang telah diekstraksi secara otomatis dari gambar itu sendiri. Proses ini sering disebut sebagai CBIR (Content-Based Image Retrieval) Proses yang menjadi populer selama beberapa tahun dalam bidang pengolahan citra (Choras, 2007).

CBIR menggabungkan beberapa teknologi seperti multimedia, pengolahan citra dan sinyal, pengenalan pola, interaksi manusia dan komputer serta ilmu informasi persepsi manusia. Proses CBIR dapat dibagi dalam beberapa tahapan yaitu :

1. Preprocessing

Proses ini digunakan untuk memproses citra sebelum dilakukan ekstraksi fitur dalam mendeskripsikan konten citra. Proses ini terdiri atas penyaringan, normalisasi, segmentasi, dan identifikasi objek. Hasil akhir dari proses preprocessing ini adalah sebuah area atau pun objek yang akan diekstraksi.


(5)

2. Ekstraksi Fitur

Proses mengambil nilai inti (fitur) dari citra yang menggambarkan bentuk, tekstur, warna dan lain-lain.

Beberapa algoritma yang digunakan dalam pengembangan CBIR terdiri atas tiga tugas yaitu :

 Ekstraksi Fitur  Seleksi

 Klasifikasi

Dari ketiga tugas ini, ekstraksi fitur memiliki fungsi paling penting karena fitur tertentu didapatkan untuk mendiskriminasikan suatu fitur yang dapat mempengaruhi proses klasifikasi. Pada proses klasifikasi pada CBIR , pengolahan citra dan pengenalan pola merupakan bagian CBIR. Pada CBIR, pengolahan citra merupakan proses awal dan pengenalan pola merupakan proses intepretasi citra.

Pada penelitian ini akan dilakukan beberapa proses pada prapengolahan yang akan digunakan untuk mendapatkan nilai fitur pada proses ekstraksi fitur antara lain :

 Resizing

Pada proses ini, citra akan diperkecil ukuran pikselnya guna menambah fokus pada objek yang akan diidentifikasi, membuang citra yang tidak memiliki informasi penting, memperbesar area tertentu pada suatu citra serta mengubah orientasi citra (Fajri, 2014).

 Grayscale

Proses Grayscale adalah proses merubah nilai - nilai piksel dari warna RGB menjadi graylevel. Proses ini dapat digunakan untuk memisahkan bayangan dengan warna asli pada citra. Pada citra terdiri dari 24 bit yang setiap pikselnya mengandung warna dasar (Red, Green, Blue). Setiap warna dasar ini memiliki 8-bit warna yang berada pada rentang warna 0 (00000000) sampai 255 (11111111). Proses perhitungan nilai grayscale dapat dilakukan dengan persamaan (2.1)


(6)

 Thresholding

Proses thresholding digunakan untuk mengatur derajat keabuan pada citra. Pada proses thresholding, citra memiliki dua tingkat keabuan yaitu hitam dan putih. Proses penentuan tingkat warna citra pada proses thresholding dilakukan dengan mendapatkan nilai ambang.

Pada proses ini, perhitungan nilai ambang dilakukan pada setiap piksel pada citra. Jika nilai yang dihasilkan kurang dari nilai ambang maka nilai piksel tersebut akan diubah menjadi warna hitam dan jika nilai yang dihasilkan lebih dari nilai rata-rata maka nilai piksel akan diubah menjadi warna putih. Proses perhitungan nilai ambang dapat dilakukan dengan persamaan :

Keterangan :

T = Nilai threshold

fmaks = Nilai piksel maksimum fmin = Nilai piksel minimum

2.3 Ekstraksi Fitur

Ekstraksi fitur merupakan proses pengambilan ciri dari satu pola/bentuk sehingga di dapatkan suatu nilai pada pola citra untuk dilakukan analisis pada proses selanjutnya. Tugas ekstraksi fitur yaitu mengubah konten gambar menjadi berbagai konten fitur. Fitur-fitur yang memungkinkan membantu dalam proses pendiskriminasian citra akan digunakan pada proses selanjutnya. Sedangkan fitur yang tidak terpilih tidak akan digunakan.

Dalam beberapa tahun ini, ekstraksi fitur menjadi trend dalam bidang pengolahan citra. Proses ekstraksi fitur pada konten citra terbukti cukup handal digunakan pada aplikasi professional dalam bidang industri, biomedis, otentifikasi dan pencegahan kejahatan.

Ekstraksi fitur memiliki langkah paling penting karena fitur yang dihasilkan dapat membantu mendiskriminasikan secara langsung dalam proses klasifikasi (Choras, 2007). Hasil akhir dari proses ekstraksi fitur adalah kumpulan fitur dan


(7)

sering disebut sebagai vektor fitur. Fitur yang dihasilkan merupakan hasil dari representasi gambar.

Fitur didefinisikan sebagai fungsi dari beberapa pengukuran dimana setiap pengukuran menentukan nilai dari sebuah objek dan dihitung sedemikian rupa sehingga pengukururan karakteristik objek lebih signifikan. Fitur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Fitur umum

Fitur umum merupakan nilai fitur yang bersifat independen seperti warna, tekstur, dan bentuk. Menurut level ekstraksi, fitur umum dibagi menjadi :

 Fitur pixel-level yaitu fitur dihitung pada setiap piksel.

 Fitur local yaitu fitur dihitung berdasarkan hasil subdivisi dari pola citra pada citra segmentasi ataupun deteksi tepi.

 Fitur global yaitu fitur dihitung pada seluruh konten pada citra.

2. Fitur spesifik merupakan nilai fitur yang bersifat dependen seperti wajah manusia, sidik jari, dan lain-lain.

Fitur dapat diklasifikasikan kedalam low-level features dan high-level features. Proses ekstraksi pada low-level features dilakukan pada citra asli, dan proses ekstraksi pada high-level features bergantung pada fitur low-level features. Proses Ekstraksi fitur terbagi menjadi tiga macam yaitu :

a. Ekstraksi fitur bentuk

Ekstraksi fitur bentuk adalah perhitungan kesamaan / kedekatan antara representasi bentuk dengan fiturnya. Bentuk merupakan fitur visual yang penting dan merupakan salah satu fitur sederhana dalam mendeskripsikan konten citra. Fitur bentuk dikategorikan pada teknik yang digunakan. Kategori tersebut terdiri atas :

 Berdasarkan batas (boundary-based)

Teknik ini merepresentasikan bentuk daerah dengan menggunakan karakteristik eksternal.


(8)

 Berdasarkan daerah (region-based)

Teknik ini merepresentasikan bentuk wilayah dengan karakteristik internal.

b. Ekstraksi fitur tekstur

Tekstur adalah salah satu bagian penting dari citra. Tekstur adalah descriptor wilayah yang dapat membantu dalam proses pengambilan informasi. Tekstur tidak memiliki kemampuan untuk menemukan kesamaan citra namun dapat digunakan untuk mengklasifikasikan citra bertekstur dari non-tekstur dan kemudian dapat dikombinasikan dengan fitur lainnya seperti warna untuk mendapatkan pengambilan informasi yang lebih efektif.

Tekstur menjadi karakteristik penting yang dapat digunakan dalam pengklasifikasikan dan mengenal objek dan memiliki kemampuan menemukan persamaan antara citra-citra pada database multimedia. Pada dasarnya, metode representasi tekstur dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu struktural dan statistik. Beberapa metode statistik antara lain Fourier power spectra, co-occurrence matrices, shift-invariant principal component analysis (SPCA), Tamura features, Gabor and wavelet transform.

c. Ekstraksi fitur warna

Pada ciri pembeda pada ekstraksi fitur adalah warna. Ekstraksi fitur warna merupakan fitur visual yang sering digunakan pada proses pengambilan informasi citra. Fitur warna dalam mengklasifikasikan citra memiliki keuntungan yaitu : ketahanan, efektif, implementasi yang sederhana, komputasi yang sederhana dan kemampuan penyimpanan yang kecil. Beberapa model warna yang sering digunakan antara lain : RGB (Red, Green, Blue), HSV (Hue, Saturation, Value) dan Y, Cb, Cr (Luminance and Chrominance).

2.4 Metode Zoning

Metode Zoning merupakan salah satu metode dalam ekstraksi fitur. Metode Zoning dalam proses ekstraksi fitur menghasilkan hasil yang baik dan efisien dalam proses klasifikasi dan pengenalan (Rajashekararadhya & Ranjan, 2009). Setiap citra dibagi


(9)

menjadi M x N zona dan dari setiap zona dilakukan perhitungan nilai fitur sehingga didapatkan nilai fitur dan zona M x N. Adapun proses pada metode Zoning antara lain:

 Hitung jumlah piksel hitam dari setiap zona dari Z1 sampai Zn.

 Tentukan nilai zona yang memiliki nilai piksel hitam paling tinggi.  Hitung nilai fitur pada setiap zona dari Z1 sampai Zn dengan

persamaan (2.3).

2.5 Learning Vektor Quantization

Learning Vektor Quantization (LVQ) pertama kali diperkenalkan oleh Tuevo Kohonen yang memperkenalkan Self-Organizing Feature Map juga. LVQ merupakan jaringan hybrid yang menggunakan supervised dan unsupervised learning. Metode LVQ telah digunakan oleh banyak peneliti dalam memecahkan masalah klasifikasi.

LVQ merupakan sebuah metode klasifikasi berdasarkan model kohonen yang dikenal sebagai Self-Organizing Map Network (SOM). Namun LVQ merupakan berbeda dengan SOM yang bersifat pembelajaran tidak terawasi, LVQ merupakan algoritma pembelajaran terawasi versi model Kohonen dengan arsitektur algoritma yang sederhana sehingga hanya terdiri dari satu lapisan input dan lapisan output (Azara et al, 2012).

Learning Vektor Quantization (LVQ) merupakan metode pola klasifikasi pada setiap unit output mewakili sebuah kelas/kategori tertentu. Vektor bobot dari sebuah unit output digunakan sebagai vektor referensi untuk sebuah unit yang diwakili oleh sebuah kelas (Wahyono & Ernastuti, 2009).

Arsitektur LVQ terdiri dari lapisan input (input layer), lapisan kompetitif dan lapisan output (output layer). Sebuah bobot akan menghubungkan lapisan input dengan lapisan kompetitif. Pada lapisan kompetitif, proses pembelajaran dilakukan secara terawasi. Hasil lapisan kompetitif berupa kelas yang dihubungkan dengan lapisan output oleh fungsi aktivasi. Arsitektur Jaringan LVQ dapat dilihat pada Gambar 2.2


(10)

Keterangan :

X1, X2, ..., Xn : Nilai input ||X-W1||, ||X-Wn||: Jarak bobot H1, H2 : Lapisan output D1, D2 : Nilai output

N : Jumlah data

W1,Wn : Nilai Data Inisialisasi

Pada Gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa nilai X1 sampai nilai Xn merupakan nilai yang akan digunakan sebagai nilai input. Dengan nilai W1 sampai Wn sebagai nilai bobot. Nilai input akan dilakukan perhitungan dengan nilai bobot untuk mendapatkan jarak bobot terkecil. H1 dan H2 akan bertindak sebagai lapisan output dimana Lapisan ini akan mewakili satu kelas. Maka pada Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa arsitektur memiliki 2 kelas. D1 dan D2 akan bertindak sebagai nilai output pada lapisan output yang akan digunakan sebagai bobot pada proses pengujian.

Adapun kelebihan dari LVQ adalah :

1) Nilai error yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan jaringan syaraf tiruan Backpropagation

2) Data set yang besar dapat diringkas menjadi vektor kecil pada tahap klasifikasi 3) Tidak ada pembatasan pada dimensi codebook

4) Model yang dihasilkan dapat dilakukan perbaharuan secara bertahap X1

X2

X3

Xn

||X-W1||

||X-W2||

H1

H2

D1

D2

Gambar 2. Arsitektur jaringan LVQ

Gambar 2.2 Arsitektur Jaringan LVQ

W1


(11)

Sedangkan Kekurangan dari LVQ antara lain :

1) Diperlukan perhitungan yang akurat terhadap jarak untuk seluruh atribut 2) Akurasi model LVQ bergantung kepada inisialisasi dan parameter yang

digunakan dalam perhitungan

3) Distribusi kelas pada data training mempengaruhi nilai akurasi 4) Sulitnya jumlah vektor yang ditentukan pada masalah yang diberikan.

Parameter-parameter yang diperlukan dalam algoritma LVQ antara lain :

1. Learning rate (α) merupakan nilai tingkat pelatihan. Jika α terlalu besar maka algoritma menjadi tidak stabil dan terlalu kecil maka waktu proses yang diperlukan semakin lama. Nilai α berada pada rentang 0 < α < 1.

2. Penurunan Learning rate (Dec α) yaitu penurunan tingkat pelatihan. Penurunan Learning rate dilakukan setelah selesai dilakukan iterasi pada setiap data dan akan dilakukan pada iterasi yang selanjutnya.

3. Minimimum Learning rate (Min α) yaitu tingkat pelatihan yang masih diperbolehkan

4. Maksimum Epoch (MaxEpoch) yaitu jumlah iterasi maksimum yang boleh dilakukan selama proses pelatihan. Selama iterasi yang telah dilakukan telah mencapai iterasi maksimum, maka iterasi akan dihentikan.

Metode LVQ dilakukan dengan proses pengenalan terlebih dahulu terhadap pola input kedalam bentuk vektor untuk memudahkan proses pencarian kelas. Setiap output menyatakan kelas tertentu maka pola input dapat dikenali kelasnya berdasarkan output yang diperoleh. LVQ mengenali pola input dengan kedekatan jarak antara vektor input dan vektor bobot. Pada LVQ terdapat dua proses yaitu :

a. Proses Training

Adapun algoritma metode LVQ (Hermanto et al, 2009) adalah sebagai berikut : 1) Tetapkan nilai bobot (w), maksimum epoch (MaxEpoch), error minimum

(Eps) dan Learning rate (α). 2) Masukkan :


(12)

 Target : T(1,n) 3) Tetapkan kondisi awal :

 Epoch : 0;  Err : 1

4) Kerjakan jika (epoch < MaxEpoch) atau (α > Eps) a. Epoch = Epoch + 1

b. Kerjakan untuk i=1 sampai n

i. Tentukan J hingga ||x-wj|| minimum

ii. Perbaiki wj dengan ketentuan :

 Jika T = Cj maka :

wj (baru) = wj (lama) + α [x- wj (lama)]

 Jika T ≠ Cj maka :

wj (baru) = wj (lama) - α [x- wj (lama)]

c. Kurangi nilai α Keterangan notasi :

X vektor latih (x1, x2, ..., xn) T kategori benar untuk vektor latih

Wj vektor bobot unit output j (w1j, w2j, wnj )

Cj Kategori yang mewakili output j

||x- wj|| Jarak bobot antara vektor input dan vektor bobot untuk output

Pada tahap Training, Algoritma LVQ akan memproses input dengan menerima vektor input dengan keterangan kelas vektor. Kemudian vektor akan menghitung jarak semua vektor pewakil untuk kelas yang ada dengan menghitung jarak terdekat dengan Euclidean distance. Vektor yang memiliki jarak terdekat akan dianggap sebagai kelas pemenang yang dinamakan sebagai best matching unit (BMU).

Jika nilai BMU yang didapatkan sesuai dengan keterangan kelas vektor maka vektor pewakil pada kelas tersebut akan disesuaikan agar lebih dekat dengan vektor input dan jika nilai BMU yang didapat tidak sesuai dengan keterangan kelas vektor maka vektor pewakil pada kelas tersebut akan disesuaikan agar lebih jauh dari vektor input.


(13)

Proses pada tahap ini dilakukan secara iterasi dengan learning rate yang mengecil. Satu iterasi dapat disebut sebagai satu epoch. Pada satu epoch, semua data akan dihitung jarak terdekatnya dan akan dilakukan perbaharuan pada vektor pewakil. Untuk melanjutkan ke epoch berikutnya maka learning rate akan dikalikan dengan Dec α. Setelah α telah mencapai minimal α, maka proses training akan dihentikan.

b. Proses Testing

Pada tahap testing, data diklasifikasikan dengan cara yang sama sesuai dengan tahap training. Dimana proses perhitungan dilakukan dengan mencari jarak terdekat dari setiap kelas. Setelah didapatkan jarak pada setiap bobot maka tentukan nilai bobot dengan jarak terdekat. Selanjutya nilai bobot tersebut akan ditetapkan sebagai kelas.

2.6 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan pada karet RSS. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Ahmad et al, 2006) pada pemeriksaan mutu karet RSS menggunakan pengolahan citra dengan menganalisi karakteristik warna permukaan karet baik menggunakan model warna RGB maupun HSI dan karakteristik tekstur menggunakan analisis tekstur untuk tiap tiap kelas mutu RSS menghasilkan parameter warna dapat digunakan sebagai parameter mutu karet dan fitur tekstur tidak dapat dijadikan parameter mutu karet khususnya dalam menentukan batas RSS-2.

Pada Model RGB, Indeks warna biru dapat digunakan untuk mengklasifikasikan mutu RSS dengan kesesuaian yang cukup tinggi namun hasil yang lebih baik dan konsistern diperoleh dengan menggunakan warna HIS dengan kriteria H ≤ 28 dan I ≥ 220 pada RSS1, H ≥ 68 dan S ≤ 73 untuk RSS3 dan RSS 2 berada pada llingkup selain kriteria RSS1 dan RSS3 dengan tingkat kesesuaian 86% untuk RSS1, 77,5% untuk RSS2, dan 95% untuk RSS3.

Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh (Kurniawan, 2003) pada kajian karakteristik mutu karet olahan jenis RSS (Ribbed Smoke Sheet) dengan teknik pengolahan citra melakukan empat perlakuan yang berbeda pada proses pengambilan citra yaitu perlakuan I, pengambilan citra RSS dengan cahaya lampu dari atas dengan


(14)

tingkat resolusi 192 x 144. Perlakuan II, dengan cahaya lampu dari bawah dengan tingkat resolusi 192 x 144. Perlakuan III, dilakukan pencahayaan dari atas dengan resolusi 341 x 256 dan perlakuan IV, dilakukan pencahayaan dari bawah dengan resolusi 341 x 256.

Dan parameter yang diukur dari citra RSS meliputi indeks warna RGB, komponen warna HIS dan komponen tekstur citra. Hasil pengolahan citra perlakuan I menunjukkan bahwa hanya parameter indeks warna biru saja yang dapat digunakan sebagai parameter sortasi dengan nilai batas atas sebesar 0.2921 dan batas bawah sebesar 0.2843. Hasil pengolahan citra perlakuan II menunjukkan parameter indeks warna merah, hijau, biru dan saturasi dapat digunakan sebagai parameter sortasi dengan batas atas dan batas bawah masing-masing Merah (0.4143 , 0.3914), Hijau (0.3321 , 0.3258), Biru (0.2743, 0.2574) dan Saturasi (95,76).

Hasil perlakukan III ditemukan bahwa hanya parameter indeks warna biru yang dapat digunakan sebagai parameter sortasi dengan nilai batas atas sebesar 0.2929 dan batas bawah sebesar 0.2852. Hasil pengolahan citra perlakuan IV menunjukkan parameter indeks warna merah, hijau, biru dan saturasi dapat digunakan sebagai parameter sortasi dengan batas atas dan batas bawah masing-masing Merah (0.4168, 0.3927), Hijau (0.3305, 0.3241), Biru (0.2740, 0.2570) dan Saturasi (96.77). Dari hasil perbandingan antar setiap perlakukan menghasilkan presentase keberhasilan pemutuan resolusi 341 x 256 lebih tinggi dibandingkan resolusi 192 x 144.

Pada penelitin yang dilakukan oleh (Umyai et al, 2011) dalam mendeteksi gelembung udara pada Ribbed Smoked Sheet berdasarkan dimensi fractal pada 500 citra RSS menghasilkan 98% tingkat keberhasilan klasifikasi ada atau tidaknya gelembung pada RSS.

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Pornpanomchai & Chantharangsikul, 2010) pada Sistem pengklasifikasian RSS menggunakan metode k-Mean Clustering dan the Euclidean Distance untuk mengklasifikasikan RSS ke dalam lima kualitas yaitu RSS1, RSS2, RSS3, RSS4, dan RSS5 menghasilkan 80.90 % tingkat keberhasilan dengan rata rata waktu klasifikasi 10.88 detik per citra RSS


(15)

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Prabpal et al, 2014) pada klasifikasi kualitas karet RSS menggunakan pengolahan citra dengan metode ANN menghasilkan tingkat akurasi 90 % pada 100 sampel karet RSS yang dibagi kedalam 4 level yaitu A (Sangat Bagus), B (Bagus), C (Cukup), dan D (Jelek)

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Keterangan

Ahmad et al, 2006

Pemeriksaan Mutu Karet RSS Menggunakan Pengolahan Citra

Menggunakan model warna RGB dan HSI

Kurniawan, 2003

Kajian Karakteristik Mutu Karet Olahan Jenis RSS (Ribbed Smoke Sheet)

Mengunakan 4 perlakuan pada pencahayaan dan menggunakan model warna RGB dan HSI

Umyai et al, 2011

Air bubbles Detecting on Ribbed Smoked Sheet Based on Fractal Dimension

Menggunakan metode 2D-box counting untuk menghitung dimensi fractal

Pornpanomchai & Chantharangsikul,

2010

Ribbed Smoked Sheet Grading Sistem (RSSGS)

Menggunakan metode k-Mean Clustering dan The Euclidean Distance

Prabpal et al 2014

The classify of rubber sheet quality by image processing with artificial neural network


(1)

Keterangan :

X1, X2, ..., Xn : Nilai input ||X-W1||, ||X-Wn||: Jarak bobot H1, H2 : Lapisan output D1, D2 : Nilai output

N : Jumlah data

W1,Wn : Nilai Data Inisialisasi

Pada Gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa nilai X1 sampai nilai Xn merupakan nilai yang akan digunakan sebagai nilai input. Dengan nilai W1 sampai Wn sebagai nilai bobot. Nilai input akan dilakukan perhitungan dengan nilai bobot untuk mendapatkan jarak bobot terkecil. H1 dan H2 akan bertindak sebagai lapisan output dimana Lapisan ini akan mewakili satu kelas. Maka pada Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa arsitektur memiliki 2 kelas. D1 dan D2 akan bertindak sebagai nilai output pada lapisan output yang akan digunakan sebagai bobot pada proses pengujian.

Adapun kelebihan dari LVQ adalah :

1) Nilai error yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan jaringan syaraf tiruan Backpropagation

2) Data set yang besar dapat diringkas menjadi vektor kecil pada tahap klasifikasi 3) Tidak ada pembatasan pada dimensi codebook

4) Model yang dihasilkan dapat dilakukan perbaharuan secara bertahap X1

X2

X3

Xn

||X-W1||

||X-W2||

H1

H2

D1

D2

Gambar 2. Arsitektur jaringan LVQ Gambar 2.2 Arsitektur Jaringan LVQ

W1


(2)

Sedangkan Kekurangan dari LVQ antara lain :

1) Diperlukan perhitungan yang akurat terhadap jarak untuk seluruh atribut 2) Akurasi model LVQ bergantung kepada inisialisasi dan parameter yang

digunakan dalam perhitungan

3) Distribusi kelas pada data training mempengaruhi nilai akurasi 4) Sulitnya jumlah vektor yang ditentukan pada masalah yang diberikan.

Parameter-parameter yang diperlukan dalam algoritma LVQ antara lain :

1. Learning rate (α) merupakan nilai tingkat pelatihan. Jika α terlalu besar maka algoritma menjadi tidak stabil dan terlalu kecil maka waktu proses yang diperlukan semakin lama. Nilai α berada pada rentang 0 < α < 1.

2. Penurunan Learning rate (Dec α) yaitu penurunan tingkat pelatihan. Penurunan Learning rate dilakukan setelah selesai dilakukan iterasi pada setiap data dan akan dilakukan pada iterasi yang selanjutnya.

3. Minimimum Learning rate (Min α) yaitu tingkat pelatihan yang masih diperbolehkan

4. Maksimum Epoch (MaxEpoch) yaitu jumlah iterasi maksimum yang boleh dilakukan selama proses pelatihan. Selama iterasi yang telah dilakukan telah mencapai iterasi maksimum, maka iterasi akan dihentikan.

Metode LVQ dilakukan dengan proses pengenalan terlebih dahulu terhadap pola input kedalam bentuk vektor untuk memudahkan proses pencarian kelas. Setiap output menyatakan kelas tertentu maka pola input dapat dikenali kelasnya berdasarkan output yang diperoleh. LVQ mengenali pola input dengan kedekatan jarak antara vektor input dan vektor bobot. Pada LVQ terdapat dua proses yaitu :

a. Proses Training

Adapun algoritma metode LVQ (Hermanto et al, 2009) adalah sebagai berikut : 1) Tetapkan nilai bobot (w), maksimum epoch (MaxEpoch), error minimum

(Eps) dan Learning rate (α). 2) Masukkan :


(3)

 Target : T(1,n) 3) Tetapkan kondisi awal :

 Epoch : 0;  Err : 1

4) Kerjakan jika (epoch < MaxEpoch) atau (α > Eps) a. Epoch = Epoch + 1

b. Kerjakan untuk i=1 sampai n

i. Tentukan J hingga ||x-wj|| minimum

ii. Perbaiki wj dengan ketentuan :

 Jika T = Cj maka :

wj (baru) = wj (lama) + α [x- wj (lama)]

 Jika T ≠ Cj maka :

wj (baru) = wj (lama) - α [x- wj (lama)]

c. Kurangi nilai α

Keterangan notasi :

X vektor latih (x1, x2, ..., xn) T kategori benar untuk vektor latih

Wj vektor bobot unit output j (w1j, w2j, wnj )

Cj Kategori yang mewakili output j

||x- wj|| Jarak bobot antara vektor input dan vektor bobot untuk output

Pada tahap Training, Algoritma LVQ akan memproses input dengan menerima vektor input dengan keterangan kelas vektor. Kemudian vektor akan menghitung jarak semua vektor pewakil untuk kelas yang ada dengan menghitung jarak terdekat dengan Euclidean distance. Vektor yang memiliki jarak terdekat akan dianggap sebagai kelas pemenang yang dinamakan sebagai best matching unit (BMU).

Jika nilai BMU yang didapatkan sesuai dengan keterangan kelas vektor maka vektor pewakil pada kelas tersebut akan disesuaikan agar lebih dekat dengan vektor input dan jika nilai BMU yang didapat tidak sesuai dengan keterangan kelas vektor maka vektor pewakil pada kelas tersebut akan disesuaikan agar lebih jauh dari vektor input.


(4)

Proses pada tahap ini dilakukan secara iterasi dengan learning rate yang mengecil. Satu iterasi dapat disebut sebagai satu epoch. Pada satu epoch, semua data akan dihitung jarak terdekatnya dan akan dilakukan perbaharuan pada vektor pewakil. Untuk melanjutkan ke epoch berikutnya maka learning rate akan dikalikan dengan Dec α. Setelah α telah mencapai minimal α, maka proses training akan dihentikan.

b. Proses Testing

Pada tahap testing, data diklasifikasikan dengan cara yang sama sesuai dengan tahap training. Dimana proses perhitungan dilakukan dengan mencari jarak terdekat dari setiap kelas. Setelah didapatkan jarak pada setiap bobot maka tentukan nilai bobot dengan jarak terdekat. Selanjutya nilai bobot tersebut akan ditetapkan sebagai kelas.

2.6 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan pada karet RSS. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Ahmad et al, 2006) pada pemeriksaan mutu karet RSS menggunakan pengolahan citra dengan menganalisi karakteristik warna permukaan karet baik menggunakan model warna RGB maupun HSI dan karakteristik tekstur menggunakan analisis tekstur untuk tiap tiap kelas mutu RSS menghasilkan parameter warna dapat digunakan sebagai parameter mutu karet dan fitur tekstur tidak dapat dijadikan parameter mutu karet khususnya dalam menentukan batas RSS-2.

Pada Model RGB, Indeks warna biru dapat digunakan untuk mengklasifikasikan mutu RSS dengan kesesuaian yang cukup tinggi namun hasil yang lebih baik dan konsistern diperoleh dengan menggunakan warna HIS dengan kriteria H ≤ 28 dan I ≥ 220 pada RSS1, H ≥ 68 dan S ≤ 73 untuk RSS3 dan RSS 2 berada pada llingkup selain kriteria RSS1 dan RSS3 dengan tingkat kesesuaian 86% untuk RSS1, 77,5% untuk RSS2, dan 95% untuk RSS3.

Selain itu pada penelitian yang dilakukan oleh (Kurniawan, 2003) pada kajian karakteristik mutu karet olahan jenis RSS (Ribbed Smoke Sheet) dengan teknik pengolahan citra melakukan empat perlakuan yang berbeda pada proses pengambilan citra yaitu perlakuan I, pengambilan citra RSS dengan cahaya lampu dari atas dengan


(5)

tingkat resolusi 192 x 144. Perlakuan II, dengan cahaya lampu dari bawah dengan tingkat resolusi 192 x 144. Perlakuan III, dilakukan pencahayaan dari atas dengan resolusi 341 x 256 dan perlakuan IV, dilakukan pencahayaan dari bawah dengan resolusi 341 x 256.

Dan parameter yang diukur dari citra RSS meliputi indeks warna RGB, komponen warna HIS dan komponen tekstur citra. Hasil pengolahan citra perlakuan I menunjukkan bahwa hanya parameter indeks warna biru saja yang dapat digunakan sebagai parameter sortasi dengan nilai batas atas sebesar 0.2921 dan batas bawah sebesar 0.2843. Hasil pengolahan citra perlakuan II menunjukkan parameter indeks warna merah, hijau, biru dan saturasi dapat digunakan sebagai parameter sortasi dengan batas atas dan batas bawah masing-masing Merah (0.4143 , 0.3914), Hijau (0.3321 , 0.3258), Biru (0.2743, 0.2574) dan Saturasi (95,76).

Hasil perlakukan III ditemukan bahwa hanya parameter indeks warna biru yang dapat digunakan sebagai parameter sortasi dengan nilai batas atas sebesar 0.2929 dan batas bawah sebesar 0.2852. Hasil pengolahan citra perlakuan IV menunjukkan parameter indeks warna merah, hijau, biru dan saturasi dapat digunakan sebagai parameter sortasi dengan batas atas dan batas bawah masing-masing Merah (0.4168, 0.3927), Hijau (0.3305, 0.3241), Biru (0.2740, 0.2570) dan Saturasi (96.77). Dari hasil perbandingan antar setiap perlakukan menghasilkan presentase keberhasilan pemutuan resolusi 341 x 256 lebih tinggi dibandingkan resolusi 192 x 144.

Pada penelitin yang dilakukan oleh (Umyai et al, 2011) dalam mendeteksi gelembung udara pada Ribbed Smoked Sheet berdasarkan dimensi fractal pada 500 citra RSS menghasilkan 98% tingkat keberhasilan klasifikasi ada atau tidaknya gelembung pada RSS.

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Pornpanomchai & Chantharangsikul, 2010) pada Sistem pengklasifikasian RSS menggunakan metode k-Mean Clustering dan the Euclidean Distance untuk mengklasifikasikan RSS ke dalam lima kualitas yaitu RSS1, RSS2, RSS3, RSS4, dan RSS5 menghasilkan 80.90 % tingkat keberhasilan dengan rata rata waktu klasifikasi 10.88 detik per citra RSS


(6)

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Prabpal et al, 2014) pada klasifikasi kualitas karet RSS menggunakan pengolahan citra dengan metode ANN menghasilkan tingkat akurasi 90 % pada 100 sampel karet RSS yang dibagi kedalam 4 level yaitu A (Sangat Bagus), B (Bagus), C (Cukup), dan D (Jelek)

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Keterangan

Ahmad et al, 2006

Pemeriksaan Mutu Karet RSS Menggunakan Pengolahan Citra

Menggunakan model warna RGB dan HSI

Kurniawan, 2003

Kajian Karakteristik Mutu Karet Olahan Jenis RSS (Ribbed Smoke Sheet)

Mengunakan 4 perlakuan pada pencahayaan dan menggunakan model warna RGB dan HSI

Umyai et al, 2011

Air bubbles Detecting on Ribbed Smoked Sheet Based on Fractal Dimension

Menggunakan metode 2D-box counting untuk menghitung dimensi fractal

Pornpanomchai & Chantharangsikul,

2010

Ribbed Smoked Sheet Grading Sistem (RSSGS)

Menggunakan metode k-Mean Clustering dan The Euclidean Distance

Prabpal et al 2014

The classify of rubber sheet quality by image processing with artificial neural network