Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik, Motivasi, dan jenis kelamin terhadap Hasil Belajar Matematika materi Trigonometri siswa kelas X MAN Rejotangan tahun ajaran 2012 2013 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

BAB II
LANDASAN TEORI

A. HAKIKAT MATEMATIKA
1. Definisi Matematika
Definisi matematika sangatlah banyak, tetapi belum ada kesepakatan
pasti yang mendefinisikan matematika. Matematika mempunyai definisi yang
berbeda ketika diterapkan pada bidang yang lain.
Istilah mathematics (inggris), mathematik (Jerman), mathematique
(Perancis),

matematico

(itali),

matematiceski

(Rusia),

atau


mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica,
yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti
“relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar kata mathema yang
berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science), perkataan mathematike
berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu
mathanein yang mengandung arti belajar(berfikir).13
James dan James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan
konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yana lainnya dengan jumlah
yang banyak yang terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan
geometri.

13

Erman Suherman. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Universitas
Pendidikan indonesia.

17

18


Menurut seorang matematikawan bernama W.W. Sawyer mengatakan
bahwa matematika adalah klasifikasi studi dari semua kemungkinan pola. Pola
disini adalah dalam arti luas, mencakup hamper semua jenis keteraturan yang
dapat dimengerti pikiran kita.14
Di bawah ini disebutkan beberapa definisi atau pengertian dari
matematika:15
a) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi
b) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logic dan berhubungan
dengan bilangan.
c) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa matematika
adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika
itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat,
jelas dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa
simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
Matematika tumbuh dan berkembang karena proses berfikir, oleh karena
itu, logika adalah dasar terbetuknya matematika. Logika adalah masa bayi dari
matematika, sebaliknya matematika adalah masa dewasa dari logika.
Matematika sebagai ilmu mengenai struktur dan hubungan-hubungannya,

simbul-simbul diperlukan. Simbul-simbul itu penting untuk membantu
memanipulasi aturan-aturan dengan operasiyang ditetapkan. Simbolisasi
menjamin adanya komunikasi danmampu memberikan keterangan untuk
14

Hudoyo, Herman.1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang:IKIP Malang
R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional 1999/2000, hal 11
15

19

membentuk suatu konsep baru terbentuk karena adanya pemahaman terhadap
konsep sebelumnya sehingga matematika itu konsep-konsepny tersusun secara
hierarkis. Simbolisasi itu akan berarti jika symbol itu dilandasi suatu ide. Jadi,
kita harus memahami ide yang terkandung dalam symbol tersebut. Dengan kata
lain, ide harus difahami terlebih dahulu sebelum ide tersebut disimpulkan.
Secara singkat, dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ideide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalaran
deduktif.16
2. Karakteristik Matematika

Meskipun belum ada definisi tunggal tentang matematika yang disepakati,
akan tetapi dapar terihat adanya ciri-ciri khusus atau karakteristik matematika.
Beberapa karakteristik itu adalah:17
a. Memiliki obyek abstrak
Matematika mempunyai objek kajian yang abstrak, walaupun tidak
setiap yang abstrak adalah matematika.18 Dalam matematika objek dasar
yang dipelajari adalah abstrak, sering juga disebut objek mental. Objekobjek itu merupakan objek pikiran. Objek dasar meliputi: 1) fakta;
2)konsep ; 3) operasi ataupun relasi; 4) prinsip. Dari objek dasar itulah
dapat disusun suatu pola dan struktur matematika.
b. Bertumpu pada kesepakatan

16

Hudoyo, herman. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang:IKIP Malang
Moch. Masykur, Abdul Halim Fathoni. 2008. Matematika intellegence. Yogyakarta: Ar
Ruz Media. Hal.42
18
Abdul halim fathani.2009. MATEMATIKA hakikat & logika.yogyakarta:AR-RUZZ
MEDIA. HAL. 59
17


20

Simbol-simbol dan istilah-istilah dalam matematika merupakan
kesepakatan atau konvensi yang penting. Dengan simbol dan istilah yang
disepakati, maka pembahasan selanjutnya akan menjadi mudah dilakukan
dan dikomunikasikan.19 Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma
(postulat, pernyataan pangkal yang tidak perlu pembuktian) dan konsep
primitif (pengertian pangkal yang tidak perlu didefinisikan, undefined term).
Aksioma

diperlukan

umtuk

menghindarkan

berputar-putar

dalam


pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan
berputar-putar dalam pendefinisian.
c. Berpola pikir deduktif
Berpola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran
yang berpangkal dari hal yang bersifat umum, diterapkan atau diarahkan
kepada hal yang bersifat khusus.
d. Memiliki simbol yang kosong dari arti
Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat membentuk suatu
model

matematika.

Model

matematika

dapat

berupa


persamaan,

pertidaksamaan, bangun geometrik tertentu, dsb. Makna huruf dan tanda itu
tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya model
tersebut. Kosongnya arti simbol maupun tanda dalam model-model
matematika itu justru memungkinkan “intervensi” matematika kedalam
berbagai bidang.
e. Memperhatikan semesta pembicaraan

19

Ibid, hal. 66

21

Menggunakan matematika memerlukan kejelasan dalam lingkup apa
model itu dipakai. Bila lingkup pembicaraannya bilangan, maka simbolsimbol diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraanya transformasi, maka
simbol-simbol itu diartikan transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang
disebut semesta pembicaraan. Benar atau salah ataupun ada tidaknya

penyelesaian suatu model matematika sangat ditentukan oleh semesta
pembicaraannya.
f. Konsisten dalam sistemnya.
Dalam masing-masing sistem dan strukturnya berlaku ketaat azasan
atau konsistensi. Hal ini juga dikatakan bahwa setiap sistem dan strukturnya
tersebut tidak boleh kontradiksi. Suatu teorema ataupun definisi harus
menggunakan istilah atau konsep yang telah ditetapkan terbih dahulu.

3. Karakteristik Pembelajaran Matematika di Sekolah
Seperti diketahui bahwa objek pembelajaran matematika adalah abstrak.
Menurut teori Piaget, siswa SLTP dan SLTA sudah berada dalam tahap
operasi formal, namun tidak ada salahnya kalau masih diperlukan, untuk
memperjelas konsep yang diajarkan, guru menggunakan alat peraga,
ataupun hal-hal yang dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari, karena sebaran
umur untuk setiap tahap perkembangan mental dari Piaget itu hanyalah
perkiraan saja. Oleh karena itu, pembelajaran matematika di sekolah tidak
bisa lepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan
intelektual siswa yang kita ajar. Sehingga kita perlu memperhatikan

22


beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di sekolah.
Yaitu:20
a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap)
Bahan kajian matematika dimulai dari hal-hal yang konkrit
dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal sederhana ke hal yang kompleks.
Atau bisa dikatakan dari konsep yang mudah menuju konsep yang sukar.
b. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral
Dalam

setiap

memperkenalkan

konsep

yang

baru,


perlu

memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa
sebelumnya. Konsep yang baru selalu dikaitkan dengan konsep yang
telah dipelajari, sekaligus untuk mengingatkan kembali. Pengulangan
konsep dalam bahan ajar dengan cara memperluas dan memperdalam
adalah perlu dalam pembelajaran matematika. Metode spiral bukanlah
hanya mengajarkan konsep hanya dengan pengulangan atau perluasan
saja, tetapi harus ada peningkatan. Spiralnya harus spiral naik bukan
spiral turun.
c. Pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif
Matematika adalah ilmu deduktif

yang tersusun secara deduktif

aksiomatik. Namun demikian kita harus dapat memilih pendekatan
yang cocok dengan kondisi anak didik yang kita ajar. Misalnya sesuai
dengan perkembangan siswa di SLTA, maka dalam pembelajaran
matematika
20


hampir

seluruhnya

menggunakan

pendekatan

H. Erman Suherman, dkk. Common teks book Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer.

23

deduktif.pemahaman konsep-konsep matematika melalui contoh-contoh
tentang sifat-sifat yang sama yang dimiliki dan yang tidak dimiliki oleh
konsep-konsep tersebut merupakan tuntutan pembelajaran matematika.
Hal ini sejalan dengan teori belajar yang disampaikan oleh Jerome S.
Bruner dengan dalil pengkontrasan dan keanekaragamannya.
d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan
kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara kebenaran suatu
konsep

dengan yang lainnya.suatu pernyataan dianggap benar bila

didasarkan atas pernyataaan-pernyataan tedahulu yang telah diterima
kebenarannya. Dalam pembelajaran di sekolah, meskipun ditempuh
dengan pola indiktif, tetapi tetap bahwa generalisasi suatu konsep
haruslah bersifat deduktif. Kebenaran konsistensi tersebut mempunyai
nilai didik yang sangat tinggi dan amat penting untuk pembinaan
sumber daya manusia dalam kehidupan sehari-hari.
B. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai daya penggerak
dalam diri seseorang untuk melakukan aktifitas-aktifitas demi tercapainya
suatu tujuan. Menurut Mc. Donald, Motivasi adalah perubahan energi dalam

24

diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “felling” dan didahului
dengan adanya tanggapan terhadap suatu tujuan.21
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian motif. Sherif & Sherif
(1956) misalnya, menyebut motif sebagai suatu istilah generic yang meliputi
semua faktor internal yang mengarah pada berbagai jenis perilaku yang
bertujuan, semua pengaruh internal, seperti kenutuhan (needs), yang berasal
dari fungsi-fungsi organisme, dorongan, keinginan, aspirasi dan selera
sosial, yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut(dalam gerungan).22
Secara singkat, Nasution menjelaskan bahwa motif adalah segala daya yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Adapun Woodwort
mengartikan motif sebagai suatu set yang dapat atau mudah menyebabkan
individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu (berbuat sesuatu) dan
untuk mencapai tujuan tertentu.23
Meskipun para ahli memberikan pengertian tentang motivasi dengan
“bahasa” dan titik tekan yang berbeda, sesuai bidang ilmu yang mereka
pelajari, pada dasarnya ada suatu kesamaan pendapat yang dapat ditarik
mengenai pengertian motif ini, yakni motif adalah kondisi seseorang yang
mendorong

untuk

mencari

suatu

kepuasan

atau

mencapai

suatu

tujuan.24pendapat-pendapat lain dari beberapa ahli mengenai pengertian
motivasi adalah sebagai berikut:

21

http://www.slideshare.net/guest06a4b9d/skripsi-zainul-hamid-motivasi-belajar. diakses
tanggal 23 september 2012
22
Uswah wardiana. Psikologi Umum. Jakarta: PT. bina Ilmu. Hal.139
23
Ibid.., hal.140
24
Ibid…,hal.140

25

1. Menurut Ngalim Purwanto, motivasi adalah pendorong suatu usaha
yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia
menjadi tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga
mencapai hasil atau tujuan tertentu.25
2. Menurut WS.Winkel, motivasi adlah daya penggerak yang telah
menjadi aktif, motif menjadi aktif pada saat tertentu, bahkan kebutuhan
untuk mencapai tujuan sanagt dirasakan dan dihayati.26
3. Menurut seorang ahli administrasi bernama Duncan, dalam bukunya
Organizational Behavior, mengemukakan bahwa di dalam konsep
manajemen, motivasi berarti setiap usaha yang disadari untuk
mempengaruhi perilaku seseorang agar meningkatkan kemampuannya
secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi.27
Tujuan yang dicapai dalam motivasi itu bukan hanya tujuan suatu
organisasi saja, tetapi bisa diartikan sebagai tujuan dalam diri seseorang
yang ingin dicapai. Selain tujuan, motivasi mengandung tiga komponen
pokok, yaitu menggerakkan, mengarahkan, dan menopang tingkah laku
manusia.
-

Menggerakkan

berarti

menimbulkan

kekuatan

pada

individu,

memimpin untuk bertindak dengan cara tertentu.

25

WS. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. (Jakarta: PT.Gramedia, 1986),
Cetakan ke-3, hal.71
26
Sardiman, Interaksi dan Motivasi…, hal.87
27
Drs. Ngalim Purwanto, MP. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. remaja Rosdakarya.
Hal.72

26

-

Motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku. Dengan
demikian ia menyadiakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu
diarahkan terhadap sesuatu.

-

Untuk menjaga dan menopang tingkah laku , lingkungan sekitar harus
menguatkan (reinforce) intensitas dan arah dorongan-dorongan dan
kekuatan-kekuatan individu.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

pengertian

motivasi

adalah

suatu

usaha

yang

disadari

untuk

menggerakkan, mengarahkan, dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia
terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil
atau tujuan tertentu.28
Secara umum, dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk
menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan
kemauan untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau
mencapai tujuan tertentu. Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk
menggerakkan atau memacu siswanya agar timbul keinginan dan
kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai
tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di dalam
kurikulum sekolah.
Dalam hal pembelajaran, motivasi dapat diartikan sebagai keseluruhan
daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan, dan memberikan

28

Ibid. hal.73

27

arah terhadap kegiatan mengajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
Menurut Woodwort dan Marquis, motivasi digolongkan menjadi tiga,
yaitu:
a) Kebutuhan-kebutuhan organis, yakni motif-motif yang berhubungan
dengan kebutuhan-kebutuhan bagian dalam tubuh, misalnya: lapar,
haus, beristirahat, dan sebagainya.
b) Motif-motif yang timbul sekonyong-konyong (emergency motives)
inilah motif yang timbul bukan karena kemauan individu tetapi karena
adanya rangsangan dari luar, contoh: motif mengatasi suatu rintangan,
motif melarikan diri dari bahaya yang mengancam.
c) Motif Obyektif yaitu motif yang diarahkan atau ditujukan ke suatu
obyek atau tujuan tertentu di sekiar kita, motif ini timbul karena adanya
dorongan dari dalam diri kita.29
Menurut Arden N Frandsen, jenis motivasi dilihat dari dasar
pembentukannya, dibedakan menjadi dua, yaitu: motif bawaan, (motive
Psychological drivers) dan motif yang dipelajari (affiliative needs),
misalnya, dorongan untuk memilih salah satu bidang ilmu yang ditekuni.30
2. Motivasi Belajar
Menurut Afiffudin, motivasi belajar adalah keseluruan daya
penggerak didalam diri anak yang mampu menimbulkan kesemangatan atau

29
30

Ngalim purwanto, Psikologi Pendidikan…, hal.64
Sardiman A.M, interaksi dan Motivasi…, hal. 87

28

kegairahan dalam belajar.31 Motivasi belajar dapat dibedakan dalam dua
jenis, yaitu :
a. Motivasi belajar dalam diri siswa (motivasi belajar intrinsik)
Motivasi intrinsik ini timbul dari dalam diri siswa itu sendiri tanpa
dipengaruhi oleh orang lain. Siswa yang seperti ini cenderung lebih
memperatikan pelajaran dengan baik, rasa ingin tahunya sangat tinggi, dan
gangguan-gangguan disekitarnya tidak terlalu berpengaruh terhadap
perhatiannya. Motivasi intrinsik ini juga timbul karena adanya hasrat akan
keberhasilan dorongan yang kuat akan belajar dan harapan akan cita-cita.
Siswa yang memiliki motivasi balajar intrinsik akan menempuh jalan
yang ingin dicapainya dengan belajar. Dorongan yang seperti ini
bersumber bahwa adanya keharusan untuk menjadi orang yang terdidik
dan berpengetauan. Pada umumnya, motivasi intrinsik lebih kuat dan lebih
baik daripada motivasi ekstrinsik, oleh karena itu, bangunlah motivasi
intrinsik pada anak-anak didik kita.
b. Motivasi belajar dari luar diri siswa (motivasi belajar ekstrinsik)
Jenis motivasi ini timbul sebagai akkibat pengaruh dari luar diri siswa,
apakah adanya rangsangan dari orang lain sehingga dengan adanya keadaan
ynag demikian siswa mau melakukan sesuatu atau belajar.
Dalam proses belajar mengajar motivasi berfungsi sebagai pendorong,
pengarah, dan penggerak didalam diri siswa sebagai keinginan untuk
belajar.
31

http://www.slideshare.net/guest06a4b9d/skripsi-zainul-hamid-motivasi-belajar. diakses
tanggal 23 september 2012.

29

Ciri-ciri motivasi belajar, yaitu :


Tekun mengadapi tugas



Ulet dalam mengadapi kesulitan



Tidak memerlukan dorogan dari luar untuk berprestasi



Inginmendalami bahan atau pengetahuan yang diberikan



Selalu berusaha berprestasi sebaik mungkin



Senang, rajin belajar, dan penuh semangat



Dapat mempertahankan pendapat-pendapatnya kalau diyakini itu benar



Mengejar tujuan-tujuan jangka panjang



Senang mengerjakan latihan-latihan dan soal.32

3. Fungsi Motivasi Belajar
Motivasi sangatlah penting dalam proses pembelajaran. Siswa yang
mempunyai motivasi yang tinggi, dia akan mempunyai hasrat dan
keinginan untuk belajar yang tinggi pula. Dengan adanya siswa itu belajar,
dia akan dengan mudah memahami suatu konsep yang diberikan oleh
guru. Mengingat pentingnya motivasi tersebut, maka pada dasarnya fungsi
motivasi ada tiga yaitu:
a) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi motivasi sebagai penggerak atau
motor yang melepaskan energi
b) Menentukan arah perbuatan yaitu ke arah tujuan yang hendak dicapai
c) Menyeleksi perbuatan. Maksudnya adalah menentukan perbuatanperbuatan apa yang harus dijalankan yang serasi guna mencapai tujuan

32

Ibid…

30

itu dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi
tujuan tersebut.33
C. Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan istilah yang sudah tidak asing bagi kita.
Tentunya kita juga sudah mengetahui macam-macam jenis kelamin. Namun
sekarang sudah populer istilah tenteng Gender, jenis kelamin bisa juga diartikan
sebagai gender.

Istilah „gender‟ yang berarti seks atau jenis kelamin, juga

diartukan sebagai sifat, karakter yang melekat pada kedua jenis kelamin yang
dikonstruksi secara sosial dan kultural. Bisa juga diartikan sebagai harapanharapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan.
Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan (KNPP) mendefinisikan
gender sebagai berikut:34
“ gender mengacu kepada peran-peran yang dikonstruksikan dan
dibebankan kepada perempuan dan laki-laki oleh masyarakat. Peran-peran ini
dipelajari, berubah dari waktu ke waktu dan sangat bervariasi di dalam dan
diantara berbagai budaya. Tidak seperti seks (perbedaan biollogis antara
perempuan dan laki-laki), gender mengacu kepada perilaku orang dipelajari dan
harapan-harapan masyarakat yang membedakan antara maskulinitas dan
femininitas. Kalau identitas seks ditentukan oleh ciri-ciri genetika dan anatomi,
gender yang dipelajari secara sosial merupakan suatu identitas yang diperoleh.
Tercakup dalam konsep gender juga harapan-harapan tentang ciri-ciri, sikap-

Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi…, hal.87
Mufidah Ch. 2009. Pengarusutamaan Gender Pada Basis Keagamaan. Malang: UIN
Malang Press
33
34

31

sikap, dan perilaku-perilaku perempuan dan laki-laki (femininitas dan
maskulinitas)”.
Maccoby & Jacklin dan Krutetskii mengatakan bahwa anak laki-laki dan
perempuan mempunyai perbedaan dalam hal kemampuan matematika. Maccoby
& Jacklin mengatakan bahwa:
1.

Perempuan mempunyai kemampuan verbal lebih tinggi daripada laki-laki
selama periode awal masa remaja. Kedua jenis kelamin sama kemampuan
verbalnya kira-kira umur 11 tahun.

2.

Laki-laki lebih unggul dalam kemampuan visual-spasial ditemukan secara
konsisten pada masa remaja dan dewasa (sekitar 12 tahun keatas) tidak
pada masa anak-anak

3.

Kemampuan kedua jenis kelamin sama dalam konsep kuantitatif pada
masa sekolah dasar. Mulai kira-kira umur 12-13 tahun keterampilan
matematika laki-laki meningkat lebih cepat dari pada perempuan.35
Sedangkan Krutetski mengatakan bahwa:

1.

Laki-laki lebih unggul dalam penalaran logis, perempuan lebih unggul
dalam ketepatan,ketelitian, kecermatan dan keseksamaan berpikir.

2.

Laki-laki mempunyai kemampuan matematika dan mekanika lebih baik
daripada perempuan. Perbedaan ini tidak nyata pada tingkat SD. Namun
pada tingkat lebih tinggi mula tampak.36
Selanjutnya Dagun mengataan bahwa:

35
36

Muh. Rizal. Proses berpikir siswa …. hal 40
Ibid hal 40

32

1.

Kaum wanita itu memperoeh skor yang lebih tinggi dibidang tertentu
seperti kemampuan verbal, sementara kemampuan visual sepasialnya lebih
rendah.

2.

Pada usia 11 tahun keatas kemampuan matematika pada anak laki-laki
jauh lebih baik dari pada anak perempuan. Cara berpikir pria dan wanita
itu berbeda, pria lebih baik analisis dan lebih fleksibel dari pada wanita,

3.

Pada anak-anak sekolah campuran (putra-putri) ternyata anak-anak putri
kurang berminat dan prestasi rendah dalam bidang Matematika dan IPA.
Mereka hanya menonjol dalam bidang biologi saja dan sedikit yang
menonjol bidang fisika.37
Menurut Unger, Mengidentifikasikan perbedaan emosional dan

intelektual antara laki-laki dan perempuan di paparkan sebagai berikut :38
Tabel 2.1 perbedaan Laki-laki dan perempuan
Laki-laki (Masculine)
- Sangat Agresif
- Independen
- Tidak Emosional
- Dapat menyembunyikan Emosi
- Lebih Objektif
- Tidak mudah terpengaruh
- Tidak Submisif
- Tidak mudah guyah terhadap krisis
- Lebih aktif
- Lebih logis
- Lebih ambisius
- dsb.

37
38

Perempuan (feminin)
- Tidak Terlalu agresif
- Lebih emosional
- Sulit menyembunyikan emosi
- Mudah terpengaruh
- Lebih pasif
- Kurang rasa percaya diri
- Kurang ambisi

Muh. Rizal. Proses berpikir siswa …. hal 40
http://kristdigital.blogspot.com/2010/01/identifikasi-perbedaan-emosional-dan.html

33

D. Pendekatan Pembelajaran Matematika realistik Indonesia (PMRI)
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan suatu
gerakan (bukan proyek) yang bertujuan meningkatkan kualitas pembelajaran
matematika di sekolah di Indonesia dengan melakukan perubahan paradigma
pembelajaran. Teori yang digunakan dalam PMRI diadaptasi

dari RME

(realistic Mathematics Education) dan sudah dikembangkan menjadi suatu
teori pembelajaran
merupakan

suatu

matematika
gerakan

Indonesia sejak tahun 2001.39 PMRI

(bukan

Proyek)

inovatif

yang

bertujuan

meningkatkan kualitas pendidikan matematika di Indonesia, khususnya kualitas
pembelajaran matematika di sekolah mulai dari SD/MI sampai SMA/MA
dengan mengubah paradigma pembelajaran dari paradigma mengajar (yang
konvensional)

dan

sangat

dipengaruhi

oleh

psikologi

tingkah

laku

(behaviorisme) dan strukturalistik ke paradigma belajar yang didasarkan pada
psikologi kognitif dan konstruktivisme.teori yang dikembangkan dalam PMRI
sekarang ini merupakan adaptasi dari RME (Realistic Mathematics Education)
yang dikembangkan di negeri Belanda sejak sikitar 40 tahun lalu, berdasarkan
ide Frudenthal (gravemeijer,1994) bahwa matematika adalah aktivitas manusia
dan belajar matematika seyogyanya mereinvensi pengetahuan matematika.
Sebelum kita membahas tentang pendekatan pembelajaran matematika
realistik, kita akan membahas tentang sejarah lahirnya matematika realistik.

39

Y. Marpaung. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). (disajikan pada
seminar sehari yang diselenggarakan oleh DirPMPTK di Gedung C Lantai 3 Diknas Senayan,
Jakarta tanggal 6 Maret 2008).

34

1) Pengertian
Pendekatan pembelajaran realistik (PMR) tidak dapat dipisahkan dari
Institut Frudenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971, yang berada di
bawah Utrecht University, Belanda. Nama Institute diambil dari nama
pendirinya, yaitu Profesor Hans Frudenthal (1905-1990), seorang penulis,
pendidik, dan matematikawan berkebangsaan Jerman/Belanda. Sejak tahun
1971, Institute Frudenthal mengembangkan suatu pendekatan

teoritis

terhadap pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME (Realistic
Mathematics Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa itu
matematika, bagaimana siswa itu belajar, dan bagaimana matematika itu
harus diajarkan. Frudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang
sebagai passive receivers of ready-made mathematics (penerima pasif
matematika yang sudah jadi). Menurutnya, pendidikan harus mengarahkan
siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan
kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat
diangkat dari berbagai situasi (konteks), yang dirasakan bermaknasehingga
menjadi

sumber

belajar.

Konsep

matematika

muncul

dari

proses

matematisasi, yaitu dari penyelesaian masalah konteks (contex-link solution),
siswa secara perlahan mengembangkan alat dan pemahaman matematika le
tingkat yang lebih formal. Model-model yang muncul dari aktivitas

35

matematika siswa dapat mendorong terjadinya interaksi di kelas, sehingga
mengarh pada level berpikir matematika yang lebih tinggi.40
Pendidikan matematika realistik merupakan suatu pendekatan yang
dipandang menjanjikan dalam pembelajaran matematika karena berawal dari
pengetahuan yang dimiliki siswa sendiri dan berpotensi meningkatkan
pemahaman matematika siswa. negara belanda adalah pionir dalam PMR,
terutama berdasarkan hasil penelitian dan karya institute Frudenthal. Negara
lain yang menggunakan PMR adalah Amerika Serikat dan Afrika Selatan, dan
ternyata di dua negara tersebut berhasil menerapkan PMR dan terbukti dapat
meningkatkan prestasi siswa-siswa mereka.
Dari pengembangan dan pengimplementasian RME di Belanda yang
berhasil itulah, banyak mendorong para praktisi pendidikankhususnya
matematika untuk melakukan uji coba metode ini di negara mereka masingmasing. Uji coba pembelajaran berbasis RME di berbagai negara tersebut
memberikan hasil dan kontribusi yang memmuaskan dan cukup berhasil.
Berdasarkan

hal

itu,

akhirnya

Indonesia

mengadakan

uji

coba

mengaplikasikan pendekatan pembelajaran matematika realistik berbasis
RME di sekolah-sekolah. Di Indonesia, RME ini lebih dikenal dengan istilah
Pembelajaran Maematika Realistik Indonesia (PMRI).41

40

Sutarto Hadi. 2005. Pendidikan Matematika Realistikndan
Implementasinya.banjarmasin: Tulip. Hal. 7-8
41
Tim penyusun, Pendekatan Pembelajaran Matematika (buku 2), (materi terintegrasi:
DepDikNas, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama,
2005), hal.29

36

2) Pengertian Matematika Realistik
Pendidikan matematika relistik atau disebut juga Realistic Mathematics
Education (RME) diperkenalkan oleh Frudenthal di Belanda pada tahun
1973. Realistic mathematic education (RME) telah lama dikembangkan di
Netherlands (Belanda). RME tersebut mengacu pada pendapat Frudenthal
yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan
matematika merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus sudah
dimengerti dan sudah dipahami oleh anak, dan sesuai dengan kehidupan
sehari-hari.
Pernyataan Frudenthal bahwa “matematika merupakan suatu bentuk
aktivitas manusia” melandasi pengembangan pendidikan matematika
Realistik (Realistic Mathematics Education). Pendidikan matematika realistik
merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran Belanda. Kata “Realistik”
sering disalahartikan sebagai “Real World”, yaitu dunia nyata. Banyak pihak
yang menganggap bahwa pendidikan matematika realistik adalah suatu
pendekatan pembelajaran matematika yang harus selalu menggunakan
masalah sehari-hari. Penggunaan kata “relistik” sebenarnya berasal dari
bahasa Belanda “Zich Realiseren” yang berarti “untuk dibayangkan” atau “To
Imagine”. Menurut Van Den Heuvel-Panhuizen, penggunaan kata “realistic”
tersebut tidak sekedar menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia
nyata(real world), tetapi lebih mengacu pada fokus pendidikan matematika

37

Realistik dalam menempatkan penekanan penggunaann suatu situasi yang
bisa dibayangkan (imagineable) oleh siswa.42
Menurut Novak dan Simon, salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi belajar anak adalah apa yang telah diketahui dan
dialaminya.43Dalam hal ini, seorang guru dapat memanfaatkan pengetahuan
yang talah dimiliki siswa untuk mengajarkan dan mengarahkan pengetahuan
siswa tersebut menuju materi atau konsep matematika yang akan baru. Selain
itu, penghubungan konsep dengan dunia nyata, akan membuat pembelajaran
menjadi lebih bermakna, mudah diingat, menyenangkan dan siswa tidak akan
merasa bosann mempelajari matematika.
Pendekatan pembelajaran yang menggunakan konteks dunia nyata atau
kehidupan sehari-hari sebagi titik awal peembentukan konsep disebut
pendekatan pembelajaran matematika realistik atau RME.
Pendekatan matematika realistik (RME) merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang “real” atau nyata bagi
siswa, menekankan “process of doing mathematics”, berdasarkan pemikiran
tersebut, PMR mempunyai ciri bahwa dalam proses pembelajaran, siswa
harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (to invent) matematika
melalu bimbingan guru, dan dalam penemuan kembali (re invention) ide dan
konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi
dan

42

persoalan

yang

nyata

sehingga

mereka

dapat

menemukan

Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik Suatu Pendekatan Pembelajaran
Matematika. 2012. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal.20
43
Ipung Yuono. Pembelajaran matematika secara membumi…., hal.13

38

sendiri(“student inventing” sebagai kebalikan dari “teacher telling) dan pada
akhirnya menjadi proses pembelajaran yang bermakna bagi siswa.44
Kebermaknaan konsep matematika merupakan konsep utama dari
pendidikan matematika relistik. Proses belajar siswa hanya akan terjadi jika
pengetahuan

(knowledge)yang

dipelajari

bermakna

bagi

siswa

(Frudenthal,1991).45
Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan
pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik
digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau
pengetahuan matematika formal. Pembelajaran matematika realistik di kelas
berorientasi pada karakteristik RME, sehingga siswa mempunyai kesempatan
untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika. Dan siswa diberi
kesempatan untuk mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk
memecahkan masalah sehari-hari. Karakteristik RME menggunakan: konteks
“dunia nyata”, model-model, produksi dan kontruksi siswa, interaktif dan
keterkaitan.46
Dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan Realistic
Mathematic Education (RME) itu diharapkan siswa dapat menemukan sendiri
konsep matematika yang dipelajari. Pembelajaran diawali dengan hal-hal
44

Sutarto Hadi, Paradigma Baru Pendidikan Matematika, (Makalah disajikan dalam
workshop forum komunikasi Sekolah Inovasi Tapin: Tapin, 30 April 2003), hal.6
45
Ariyadi Wijaya. 2012.Pendidikan Matematika Realistik Suatu Pendekatan Pembelajaran
Matematika. Yogyakarta:Graha Ilmu. Hal.20
46
I Gusti Putu Suharta.2001. Seminar Nasional Realistic Mathematics Education (RME).
Jurusan FMIPA UNESA. 24 Pebruari 2001.

39

yang konkrit berupa permasalahan yang dapat dibayangkan oleh siswa,
selanjutnya dengan hal-hal semi konkrit berupa gambar-gambar, denah
ataupun grafik, dan pada akhirnya menuju pada konsep pembelajaran yang
akan diberikan kepada siswa berupa lambang-lambang.
Menurut Treffers ada dua jenis matematisasi (pematematikaan) yang
diformulasikan, yaitu pematematikaan horizontal dan pematematikaan
vertikal. Yang digambarkan oleh Gravemeijer sebagai penemuan kembali
(reinvention procese), sebagai berikut:

Sistem Matematika Formal
Bahasa
Matematika

Algoritma

Diselesaikan

Diuraikan

Soal- Soal Kontekstual

Gambar 2.1 Matematisasi Horizontal dan Vertikal
Pematematikaan horizontal adalah peserta didik dengan pengetahuan
yang dimilikinya (mathematical tools) dapat mengorganisasikan dan

40

memecahkan masalah

nyata dalam kehidupan sehari-hari.47 Contohnya

dengan

kegiatan

melakukan

pemvisualisasian

masalah

pengidentifikasian,

dengan

cara-cara

yang

perumusan

dan

berbeda

serta

pentransformasian masalah dunia nyata ke dalam masalah/model matematika.
Secara singkat pematematikaan horizontal berkaitan dengan pengubahan
masalah dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika. Sedangkan
pematematikaan vertikal adalah proses reorganisasi matematika itu sendiri.48
Dan berkaitan dengan proses organisir kembali pengetahuan yang diperoleh
ke dalam simbol-simbol matematika yang lebih abstrak. Contohnya adalah
representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian
model matematika, penggunaan model-model yang berbeda dan proses
generalisasi.
Berkaitan dengan dua jenis pematematikaan di atas, Treffers dan
Frudenthal mengklasifikasikan pendidikan matematika ke dalam empat tipe,
yaitu:
a) Mechanistic, atau ”pendekatan tradisional”, dalam pendekatan ini
pembelajaran matematika lebih difokuskan pada tubian (drill) dan
penghafalan rumus saja, sedangkan proses kedua pematematikaannya
tidak nampak atau tidak digunakan.
b) Empiristic, dunia adalah realitas, dalam pendekatan ini siswa dihadapkan
dengan

situasi

dimana

mereka

harus

menggunakan

aktifitas

pematematikaan horizontal dan mengabaikan pematematikaan vertikal
47
48

Tim Penyusun. Matematika: Pendekatan Pembelajaran Matematika (buku 2)…..hal.30
Ibid.., hal.30

41

c) Structuralist, atau ”matematika modern (new mathematics)”, pendekatan
ini menggunakan sistem formal yakni lebih menekankan pada
pematematikaan vertikal dan cenderung mengabaikan pematematikaan
horizontal. Hal ini didasarkan pada teori himpunan dan game yang bisa
dikategorikan ke dalam pematematikaan horizontal tetapi ditetapkan dari
dunia yang dibuat secara ”ad hoe”, yang tidak ada kesamaan dengan
dunia siswa.
d) Realistic, yaitu pendekatan yang menggunakan suatu situasi dunia nyata
atau suatu konteks sebagai titik tolak pembelajaran matematika.
Pendekatan

ini

pematematikaan

memberikan
horizontal

perhatian
dan

yang

seimbang

pematematikaan

vertikal

antara
serta

disampaikan secara terpadu kepada siswa.
Berkenaan dengan dua jenis pematematikaan tersebut, keempat tipe
dapat digambarkan dalam tabel berikut.49
Tabel 2.2 Dua Jenis Pematematikaan
Tipe Pendekatan
Horisontal
Mechanistic
Empiristic
+
Structuralist
Realistic
+
Pada intinya, hal yang pokok dalam RME adalah :

Vertikal
+
+

a) Matematika sebagai aktivitas manusia. Siswa harus aktif (mental dan fisik)
dalam pembelajaran matematika.

49

Sutarto hadi, pendidikan Matematika realistik…., hal.21

42

b) Pembelajaran di mulai dari masalah yang relistik bagi siswa (dapat
dibayangkan oleh siswa)
c) Dalam menyelesaikan masalah itu siswa mencoba menemukan sendiri
strateginya (informal atau formal)
d) Siswa membangun pemahamannya melalui interaksi dan negosiasi antar
siswa maupun dengan guru bahkan dengan lingkungan
e) Guru brindak sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing.
f) Intertwinment (kesalingterkaitan) antar aspek yang dipelajari.

3) Karakteristik RME:
Treffers merumuskan lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik,
yaitu:50
a) Penggunaan konteks real sebagai titik tolak belajar matematika
Konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal
pembelajaran matematika. Konteks tidak harus berupa maslah dunia nyata
namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi
lain selama hal tersebut bermakana dan bisa dibayangkan dalam pikiran
siswa.
Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif untuk
melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi tersebut tidak
hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir dari permasalahan yang
diberikan, tetapi juga diarahkan untuk mengembangkan berbagai strategi
50

Ariyadi Wijaya. 2012.Pendidikan Matematika Realistik Suatu Pendekatan Pembelajaran
Matematika. Yogyakarta:Graha Ilmu. Hal.21

43

penyelesaiian masalah yang bisa digunakan. Manfaat dari penggunaan
konteks adalah dapat meningkatkan motivasi dan kketertarikan siswa dalam
belajar matematika (Kaiser dalam De Lange,1987)
Gambar berikut menunjukkan dua proses matematisasi yang berupa
siklus dimana ”dunia nyata” tidak hanya sebagai sumber matematisasi tetapi
juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika.
Dunia Nyata

Matematisasi dalam
aplikasi

Matematisasi
dan refleksi

Abstraksi dan
formalisasi

Gambar 2.3: Matematisasi konseptual
Berdasarkan gambar diatas, Pembelajaran diawali dengan masalah
kontekstual (dunia nyata), sehingga siswa akan menggunakan pengalaman yang
mereka miliki sebelumnya secara langsung. Berarti, pembelajaran tidak diawali
dari sistem formal. Fenomena konsep terjadi dalam dunia nyata siswa. Inti dari
konsep yang sesuai dengan siuasi nyata dinyatakan oleh De Lange sebagai
matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan
mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa

dapat

44

mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru atau ke dunia nyata
(applied mathematization) sehingga memperkuat pemahaman konsep.51

b) Penggunaan model
Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan dari pengetahuan dan
matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.
Hal yang perlu dipahami dari kata ”model” adalah bahwa ”model” tidak
merujuk pada alat peraga. ”model” merupakan suatu alat ”vertikal” dalam
matematika

yang

tidak

bisa

dilepaskan

dari

proses

matematisasi.

Matematisasi ada dua, yaitu matematisasi horisontal dan matematisasi
vertikal. Matematisasi/ pematikaan horizontal berkaitan dengan pengetahuan
yang telah dimiliki siswa sebelumnya bersama intuisi mereka sebagai alat
untuk menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Sedangkan pematikaan
vertikal berkaitan dengan proses organisasi kembali dari pengetahuan yang
telah diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang lebih abstrak. Menurut
De Lange, aktivitas yang dapat digolongkan dalam pematikaan horizontal
meliputi: pembuatan skema, merumuskan dan menggambarkan masalah
dalam cara yang berbeda, merumuskan masalah nyata dalam bahasa
matematika, dan merumuskan masalah nyata dalam model matematika yang
telah dikenal. Sedangkan aktivitas yang merupakan pematikaan vertikal
adalah menghaluska dan memperbaiki model, menggunakan model yang
berbeda, memadukan dan mengkombinasikan beberapa model, membuktikan
51

I Gusti putu Suharta. 2001. Pembelajaran Pecahan dalam Matematika Realistik. FMIPA
Univrsitas Negeri Surabaya. Disampaikan pada seminar nasional “Realistic Mathematics
Education (RME)

45

keteratuarn, merumuskan konsep matematika yang baru. Lebih lanjut,
Frudenthal (1991) menyatakan bahwa pematematikaan horizontal berkaitan
dengan pengubahan dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika,
sedangkan pematikaan vertikal melibatkann pengubahan dari simbol-simbol
ke simbol matematika yang lainnya yang lebih abstrak.
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematika
yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self
developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi konkret ke
abstrak atau konkret informal ke formal. Artinya siswa membuat model
sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model suatu situasi
yang dekat dengan dunia nyata siswa. Dengan generalisasi dan formalisasi
model tersebut berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui
penalaran matematika, model-of menjadi model-for masalah yang sejenis,
sehingga diperoleh pengetahuan matematika formal.

c) Adanya upaya pengaitan sesama topik dalam pelajaran matematika
Dalam matematika realistik pengintegrasian unit-unit matematika
adalah esensial. Dengan keterkaitan ini akan memudahkan siswa dalam
proses pemecahan masalah. Karena kita ketahui, dalam kehidupan nyata,
banyak fenomena-fenomena yang siling terkait satu dengan yang lain.
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak
konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu, konsep
matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu

46

sama lain. Pendidikan matematika realistik menempatkan (intertwinement)
antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam
proses pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, suatu pembelajaran matematika
diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep
matematika secara bersamaan.
d) Penggunaan metode interaktif dalam belajar matematika
Interaksi antar siswa dan dengan guru merupakan hal yang mendasar
dalam realistik matematik. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang
berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pentanyaan
atau refleksi digunakan umtuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk
infomal siswa. Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu
melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses
belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling
mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfaatan interaksi
dalam

pembelajaran

matematika

bermanfaat

dalam

mengembangkan

kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.
e) Adanya upaya untuk menghargai keberagaman jawaban peserta didik dan
kontribusi peserta didik.52
Siswa memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan
masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil
kerja

dan

kontribusi

siswa

selanjutnya

digunakan

untuk

landasan

pengembangan konsep matematika. Hal ini selain bermanfaat dalam
52

:http://www.m-edukasi.web.id/2012/05/pembelajaran-matematika-dengan.html. diakses
tanggal 31 Oktober 2012

47

membantu

siswa

dalam

memahami

konsep,

tetapi

juga

dapat

mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa.

4) Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Pembelajaran Realistik
Sebuah pendekatan tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan,
namun dengan adanya kekurangan tersebut bukan berarti suatu pendekatan itu
kurang baik atau tidak cocok untuk diterapkan, dan bukan berarti suatu
pendekatan itu tidak memberikan manfaat secara nyata untuk siswa. Adanya
kekurangan tersebut merupakan sebagai acuan bagi seorang guru dan sebagai
titik tolak untuk mengambil tindakan positif dalam memberi antisipasi berupa
tindakan nyata yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran di
kelas. Berikut ini disajikan beberapa kelebihan dan kelemahan pendekatan
pembelajaran matematika relistik.
Menurut Mustaqimah, kelebihan dari pendekatan matematika realistik
ini adalah sebagai berikut:
a. Karena siswa membangun sendiri pengetahuannya maka siswa tidak
mudah lupa dengan konsep pengetahuannya.
b. Suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan karena menggunakan
realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan dengan belajar
matematika.
c. Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena jawabannya ada
nilainya.
d. Memupuk kerjasama dalam kelompok

48

e. Melatih keberanian siswa karena harus menjelaskan jawabannya.
f. Melatih siswa untuk terbiasa berfikir dan mengemukakan pendapat
g. Pendidikan budi pekerti, misalnya saling kerja sama dan menghormati
teman yang sedang berbicara.
Sedangkan kelemahan dari matematika realistik adalah:
a. Karena sudah terbiasa deberi informasi dahulu, maka siswa masih
kesulitan dalam menemukan sendiri jawabannya.
b. Membutuhkan waktu yang lama terutama bagi siswa yang masih lemah
c. Siswa yang pandai kadang-kadang tidak sabar untuk menanti teman yang
yang masih belum selesai.
d. Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran dan
materi

yang disampaikan.

e. Belum adanya pedoman penilaian, sehingga guru kesulitan dalam
pemberian nilai.

E. TRIGONOMETRI
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil bab trigonometri yaitu sub bab
“Merancang

model

matematika

yang

berkaitan

dengan

perbandingan

trigonometri, aturan sinus, dan aturan cosinus”. Sehingga dalam mengerjakan
setiap permasalahan, siswa harus menguasai konsep trigonometri yang berkaitan
dengan:
Perbandingan trigonometri:
sin ∝ ° =

� � �ℎ

ℎ�



=

49

cos ∝ ° =
tan ∝ ° =
cot ∝ ° =

sec ∝ ° =

� � �



ℎ�

� � �ℎ



� � �



� � �
ℎ�

cossec ∝ ° =

ℎ�



 =

=

� � �ℎ

Aturan sinus:

=



� � �ℎ
� � �

=

 =

Dalam tiap segitiga ABC, perbandingan panjang sisi denga sinus sudut yang
berhadapan dengan sisi itu mempunyai nilai yang sama. Ditulis:
sin

=

sin

=

sin

Aturan Cosinus:
Pada segitiga ABC berlaku aturan Cosinus yang dapat dinyatakan
dengan persamaan:
2

=

2

+

2

2

=

2

+

2

2

=

2

+

2

−2

cos

−2

cos

−2

cos
.53

Penerapan Realistic Mathematic Education pada materi Trigonometri:
Penerapan Trigonometri dalam kehidupan sehari-hari sangatlah banyak,
diantaranya yaitu digunakan untuk mencari besar sudut depresi atau
elevasi suatu gedung dilihat dari puncaknya, untuk mencari jarak yang
ditempuh sebuah kapal ketika berlayar, dan lain sebagainya. Berikut ini

53

Sartono Wirodikromo.2006. Matematika Jilid 1 untuk Kelas X. Jakarta: Erlangga.

50

adalah contoh penerapan Trigonometri dalam kehidupan sehari-hari,
terutama yang berkaitan dengan aturan sinus dan cosinus.
Contoh:
Seorang anak berdiri di suatu tempat A tepi sungai yang lurus. Ia mengamati
dua pohon B dan C yang berada di seberang sungai. Pohon B tepat diseberang
A. jarak B dan C adalah 6 m da besar sudut BAC = 60°. Lebar sungai
adalah… meter
Penyelesaian:
Misalkan:
BC = a
AC = b
AB = c = lebar sungai
Maka dapat diilustrasikan pada gambar di bawah ini



= 180° − (60° + 90°)
= 180° − 150
= 30°
=

sin
6
sin 60°

=

sin

A
o

60

b

c

sin 30°
o

90

6
1
2

3
1

6.

2

3
1
2

3

=
=

o

30
1
2

1
2

B

3.

=

3,46 =
= 3,46 =

� �

Jadi, lebar sungai itu adalah 3,46 m.

a

C

51

F. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpenertian, sikap-sikap, apresiasi dan ketrampilan. Merujuk pemikiran
Gagne, hasil belajar berupa:
a) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
b) Ketrampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep
dan lambang.
c) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan
aktifitas kognitifnya sendiri.
d) Ketrampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
e) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut.
Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan,
ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh),
application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan),
synthesis (mengorganisasi, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan
evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima),
responding

(memberikan

respons),

valuing

(nilai),

organization

52

(organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi
initiatory, pre-routine, dan routinized. Psikomotor juga mencakup
ketrampilan produktif, teknik, fisik, social, manajerial, dan intelektual.
Sementara menurut lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan,
informasi, pengertian, dan sikap.
Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara
keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.
Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorikan oleh para pakar pendidikan
sebagaimana disebutkan di atas tidak dilihat secara terpisah melainkan
komprehensif.54
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil Belajar
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor dari
dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor
lingkungan. Menurut Slameto, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
adalah:55
 Faktor-faktor internal
Faktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan
keadaan fungsi-fungsi fisiologis. Faktor fisiologis sangat menunjang
atau melatarbelakangi aktivitas belajar. Keadaan jasmani yang sehat

54

Agus suprijono. 2011. Cooperative learning Teory dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:
PUSTAKA BELAJAR. Hal. 5
55
http://harminingsih.blogspot.com/2008/08/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-hasil.html
diakses tanggal 20 desember 2012

53

akan lain pengaruhnya dibanding jasmani yang keadaannya kurang
sehat
-

Jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh)

-

Psikologis (inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan,
kesiapan)

-

Kelelahan

 Faktor eksternal
-

Keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga,suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian
orang tua, latarbelakang kebudayaan)

-

Sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu
sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode
belajar, tugas rumah)

-

Masyarakat ( kegiatan

siswa dalam masyarakat, mass media,

teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).

G. Kajian Penelitian Terdahulu
Studi pendahuluan dimaksudkan untuk mencari informasi-informasi
yang berhubungan dengan masalah yang dipilih sebelum melaksanakan
penelitian. Winano surakhmad dalam Arikunto menyebutkan tentang studi
pendahuluan ini dengan eksploratoris sebagai dua langkah, dan perbedaan
antara

langkah pertama dan langkah kedua ini adalah penemuan dan

54

pengalaman. Memilih masalah adalah mendalami masalah itu, sehingga
harus dilakukan secara lebih sistematis dan intensif.56 Berikut ini beberapa
hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian sekarang:
a) Siti Erna Jauhara yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran
Realistik Terhadap Minat Dan Hasil

Belajar Siswa Kelas VII MTs

Sunan Kalijogo Mojo Kediri” yang menggunakan analisis data anava 1
jalur, didapatkan hasil bahwa dari hasil analisis deskriptif

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik, Motivasi, dan jenis kelamin terhadap Hasil Belajar Matematika materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel VIII SMPN I Boyolangu tahun ajaran 2013 2014 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 3

Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik, Motivasi, dan jenis kelamin terhadap Hasil Belajar Matematika materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel VIII SMPN I Boyolangu tahun ajaran 2013 2014 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 16

Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik, Motivasi, dan jenis kelamin terhadap Hasil Belajar Matematika materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel VIII SMPN I Boyolangu tahun ajaran 2013 2014 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 13

Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik, Motivasi, dan jenis kelamin terhadap Hasil Belajar Matematika materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel VIII SMPN I Boyolangu tahun ajaran 2013 2014 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 39

Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik, Motivasi, dan jenis kelamin terhadap Hasil Belajar Matematika materi Trigonometri siswa kelas X MAN Rejotangan tahun ajaran 2012 2013 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 3

Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik, Motivasi, dan jenis kelamin terhadap Hasil Belajar Matematika materi Trigonometri siswa kelas X MAN Rejotangan tahun ajaran 2012 2013 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 3

Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik, Motivasi, dan jenis kelamin terhadap Hasil Belajar Matematika materi Trigonometri siswa kelas X MAN Rejotangan tahun ajaran 2012 2013 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 25

Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik, Motivasi, dan jenis kelamin terhadap Hasil Belajar Matematika materi Trigonometri siswa kelas X MAN Rejotangan tahun ajaran 2012 2013 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 18

Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik, Motivasi, dan jenis kelamin terhadap Hasil Belajar Matematika materi Trigonometri siswa kelas X MAN Rejotangan tahun ajaran 2012 2013 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 16

Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik, Motivasi, dan jenis kelamin terhadap Hasil Belajar Matematika materi Trigonometri siswa kelas X MAN Rejotangan tahun ajaran 2012 2013 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 6