PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VISUALIZATION, AUDITORY, KINESTHETIC (VAK) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP ENERGI PANAS DAN BUNYI PADA SISWA SEKOLAH DASAR | Matsuri | Jurnal Didaktika Dwija Indria (SOLO) 10452 22270 1 PB
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VISUALIZATION, AUDITORY,
KINESTHETIC (VAK) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN
KONSEP ENERGI PANAS DAN BUNYI
PADA SISWA SEKOLAH DASAR
Yosy Nindita Ika Dewi1), Endang Sri Markamah2), Matsuri3)
PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jalan Slamet Riyadi No. 449 Surakarta
email:
1)
[email protected]
2)
[email protected]
3)
[email protected]
Abstract: The purpose of this study was to describe the results of the implementation of the Visualization
Auditory Kinesthetic (VAK) learning model in order to improve the understanding of the concept of heat energy
and the sound of fourth-grade students of SDN 01 Suruhkalang Karanganyar academic year 2016/2017. This
form of research was a classroom action research (CAR) which consisted of two cycles. Each cycle consisted of
four stages, starting from planning, acting, observing, and reflecting. The subjects of the research were the
teacher and 28 students in Grade IV of the SDN 01 Suruhkalang in Academic Year 2016/2017. The data
collecting techniques were observation, interview, test, and document review. The data validities used
triangulation of resources, triangulation of technique and validity of the content. The analysis techniques were
critical analysis techniques, interactive analysis and descriptive comparative. The results of the research
indicated an improvement in the understanding of the concept of heat energy and the sound from pre-action to
cycle II. The average value of the pre-action test was 62.5 with a classic mastery 17.86%. In the first cycle, the
average grade value rose to 72.57 with the classical completeness reached 64.29%. In cycle II the average value
of the class increased to 79.75 and classical completeness reached 85.71%. From the result of the research, it can
be concluded that by applying the Visualization Auditory Kinesthetic (VAK) learning model can improve the
understanding of the concept of heat energy and sound in the fourth-grade students of SDN 01 Suruhkalang
Karanganyar academic year 2016/2017.
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan hasil penerapan model pembelajaran Visualization
Auditory Kinesthtetic (VAK) dalam rangka meningkatkan pemahaman konsep energi panas dan bunyi siswa kelas
IV SDN 01 Suruhkalang Karanganyar tahun ajaran 2016/2017. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas (PTK) yang dilaksanakan selama dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, dimulai dari
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV SDN 01
Suruhkalang tahun ajaran 2016/2017 yang berjumlah 28 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah observasi, wawancara, tes, dan kajian dokumen. Validitas data penelitian menggunakan triangulasi
sumber, triangulasi teknik dan validitas isi. Teknik analisis data adalah teknik analisis kritis, analisis interaktif
dan deskriptif komparatif. Hasil tindakan penelitian menunjukkan adanya peningkatan pemahaman konsep
energi panas dan bunyi dari pratindakan hingga siklus II. Nilai rata-rata tes pratindakan yaitu 62,5 dengan
ketuntasan klasikal 17,86%. Pada siklus I nilai rata-rata kelas naik menjadi 72,57 dengan ketuntasan klasikal
mencapai 64,29%. Pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat meningkat menjadi 79,75 dan ketuntasan
klasikal mencapai 85,71%. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model
pembelajaran Visualization Auditory Kinesthetic (VAK) dapat meningkatkan pemahaman konsep energi panas
dan bunyi pada siswa kelas IV SDN 01 Suruhkalang Karanganyar tahun ajaran 2016/2017.
Kata Kunci: pemahaman konsep, energi panas dan bunyi, model VAK
.
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran di SD yang membahas tentang
cara kerja, cara berfikir dan pemecahan masalah. IPA dapat berfungsi untuk melatih dan
mengembangkan kemampuan berfikir kritis
dan objektif pada siswa. Selain itu, IPA juga
membahas mengenai gejala-gejala yang terjadi di alam yang diperoleh dari pengalaman
melalui serangkaian proses ilmiah yang disusun secara sistematis. Pembelajaran IPA di
SD diharapkan menjadi tempat dalam proses
belajar peserta didik yang menekankan pada
1)
Mahasiswa Program Studi PGSD UNS
Dosen Program Studi PGSD UNS
2)3)
pemberian langsung, sehingga dalam proses
penanaman konsep dapat menimbulkan sikap
ilmiah siswa.
Manusia sebagai makhluk yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi terdorong
untuk lebih mengenal dan memahami gejala
alam yang terjadi di lingkungan sekitar. Menurut Maskoeri (2010: 1) IPA sebagai ilmu
pengetahuan yang mengkaji gejala-gejala dalam alam semesta, termasuk bumi ini sehingga terbentuk konsep dan prinsip. Yang dipelajari oleh IPA yaitu gejala-gejala alam yang
Didaktika Dwija Indria
ISSN: 2337-8786
terjadi di lingkungan siswa. Sehingga pemahaman konsep siswa akan mudah terbentuk
apabila siswa belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang didapat dalam proses pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
(SD) merupakan pondasi awal dalam menciptakan siswa-siswa yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap ilmiah. Oleh
karena itu, Pembelajaran IPA di SD hendaknya mampu mendorong siswa untuk kreatif
dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Bukan hanya siswa yang harus kreatif tetap guru
juga harus mampu menciptakan suasana belajar yang inovatif dan menyenangkan. Dalam hal ini guru tidak hanya dituntut untuk
menyampaikan materi saja. Guru harus menciptakan suasana belajar yang membuat siswa lebih antusias mengikuti pelajaran.
Salah satu konsep IPA yang dipelajari
siswa adalah konsep energi panas dan bunyi.
Secara umum konsep energi panas dan bunyi
merupakan peristiwa yang bisa diamati siswa
secara langsung. Dengan mengamati secara
langsung konsep suatu materi akan lebih tertanam pada diri siswa. Kenyataannya banyak
siswa yang hanya menghafal materi yang ada
di buku ajar siswa tanpa terlibat langsung dalam percobaan. Oleh karena itu penyampaian
pembelajaran menjadi membosankan bagi
siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Santa
dalam Samatowa (2010: 8) yang menyatakan
bahwa mereka dapat menghafalkan berbagai
konsep dan fakta, tetapi tidak dapat menggunakannya untuk menjelaskan fenomena
dalam kehidupan yang berhubungan dengan
konsep tersebut.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap proses pembelajaran IPA yang dilakukan oleh guru kelas IV
SDN 01 Suruhkalang siswa mengalami kesulitan pada konsep IPA karena dalam pembelajaran siswa hanya mendengarkan penjelasan materi pelajaran tanpa dilibatkan dalam kegiatan percobaan secara langsung. Dalam kenyataannya Pembelajaran IPA bermakna jika siswa dilibatkan langsung dalam
percobaan sehingga siswa dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang sudah dimiliki
dengan pengetahuan yang baru didapat sehingga konsep IPA akan tertanam pada siswa. Sedangkan hasil observasi aktivitas sis-
wa dapat disimpulkan bahwa keterlibatan dan
keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar masih rendah. keberanian dalam bertanya tentang materi yang belum dikuasai
sangat kurang sehingga saat diadakan tes banyak yang mendapatkan nilai bawah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM)
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan observasi, kegiatan yang dilakukan selanjutnya
yaitu wawancara terhadap guru kelas dan 28
siswa kelas IV SD Negeri 01 Suruhkalang
pada 10 Desember 2016 diperoleh data bahwa ada beberapa faktor penyebab yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan, yaitu
:1) Pembelajaran cenderung guru yang mendominasi; 2) Guru belum menggunakan metode/ model pembelajaran inovatif, guru hanya menggunakan metode ceramah dan tanya
jawab; 3) Keterlibatan siswa dalam pemanfaatan media kurang maksimal; 4) Siswa kurang antusias mengikuti pembelajaran.
Hasil wawancara dan observasi tersebut
semakin diperkuat dengan hasil uji pratindakan yang dilaksanakan pada 25 Januari 2017.
Soal yang digunakan untuk menguji pemahaman konsep energi panas dan bunyi. Dari
data nilai tes pratindakan pada pemahaman
konsep energi panas dan bunyi, rata-rata nilai
siswa termasuk dalam kategori rendah.KKM
siswa kelas IV SD Negeri 01 Suruhkalang
untuk mata pelajaran IPA yaitu 75. Dari 28
siswa kelas IV hanya 5 siswa atau 17,86%
memperoleh nilai di atas KKM. Sedangkan
sejumlah 23 siswa atau 82,14% memperoleh
nilai di bawah KKM. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep energi
panas dan bunyi siswa kelas IV SD Negeri
01 Suruhkalang tahun ajaran 2016/2017 tergolong masih rendah.
Faktor yang mempengaruhi kualitas proses pembelajaran salah satunya yaitu cara
metode/model pembelajaran. Dalam proses
pembelajaran IPA siswa akan memperoleh
pengalaman langsung apabila siswa terlibat
dalam percobaan. Samatowa (2011:6) menyatakan bahwa bila IPA diajarkan melalui
eksperimen yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka. Salah satu caranya yaitu guru harus memahami model atau strategi pembelajaran yang efektif
agar membantu siswa belajar secara optimal
Didaktika Dwija Indria
ISSN: 2337-8786
serta dapat memperoleh pengalaman secara
langsung.
Model pembelajaran inovatif yang
dapat mengoptimalkan alat indera siswa adalah model Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK). Menurut Shoimin (2014: 228),
bahwa model VAK adalah model pembelajaran yang mengoptimalkan ketiga modalitas belajar untuk menjadikan si belajar merasa nyaman. Model pembelajaran VAK merupakan anak model pembelajaran quantum
learning yang berprinsip untuk menjadikan
situasi belajar menjadi lebih nyaman dan
menjanjikan kesuksesan bagi pembelajar di
masa depan. Pada pembelajaran VAK pembelajaran difokuskan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung serta menyenangkan bagi siswa. Pengalaman belajar secara langsung dengan cara belajar dengan
melihat, belajar dengan cara mendengar dan
belajar dengan cara gerak dan emosi.
Model pembelajaran VAK menjadikan
pembelajaran lebih efektif dengan memperhatikan ketiga modalitas belajar siswa, dengan kata lain memanfaatkan potensi yang
dimiliki siswa dengan melatih dan mengembangkannya. Model pembelajaran VAK memiliki beberapa kelebihan, antara lain: (1)
Mampu melatih dan mengembangkan potensi
siswa; (2) Memberikan pengalaman secara
langsung kepada siswa, siswa dilibatkan secara maksimal dalam menemukan dan memahami suatu konsep melalui kegiatan fisik,
seperti percobaan, observasi dan diskusi aktif; (3) Mampu menjangkau setiap gaya belajar siswa: (4) Siswa yang memiliki kemampuan bagus tidak akan terhambat oleh siswa
yang lemah karena model ini mampu melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata (Shoimin,2014: 228).
Penerapan model pembelajaran VAK
menjadikan pembelajaran IPA menjadi lebih
bermakna dan menyenangkan bagi siswa. Semakin guru berhasil menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan melibatkan
siswa dalam percobaan, siswa akan semakin
termotivasi, bersemangat dan memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi terhadap materi yang
disampaikan oleh guru. Apabila dalam pembelajaran siswa merasa bosan dan kurang antusias, materi yang disampaikan guru akan
sulit di terima oleh siswa. Ketrampilan guru
dalam mengajar akan berkembang dan dapat
menjadi guru yang berprestasi. Pembelajaran
yang menyenangkan ternyata juga dapat bermanfaat bagi kesehatan, karena situasi yang
terbentuk selalu menyenangkan hati. hal ini
akan berpengaruh terhadap kesehatan siswa
dan guru.
METODE
Bentuk penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperbaiki proses
belajar mengajar di kelas sehingga kompetensi yang diharapkan dapat tercapai. Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SD Negeri
01 Suruhkalang Karanganyar tahun ajaran
2016/2017 yang berjumlah 28 siswa. Terdiri
dari 19 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan.
Data dalam penelitian ini diperoleh dari
berbagai sumber. Arikunto (2013: 172) berpendapat bahwa,“yang dimaksud dengan
sumber data dalam penelitian adalah subjek
dari mana data dapat diperoleh”. Dalam penelitian ini, data yang didapatkan bersumber
dari data primer yang meliputi guru dan siswa kelas IV SD Negeri 01 Suruhkalang tahun
ajaran 2016/2017. Data sekunder yang diperoleh berupa dokumen penelitian.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, tes,
dan dokumentasi. Data yang diperoleh menggunakan teknik analisis interaktif Miles dan
Huberman (Sugiyono,2015: 337) yang meliputi empat tahap yaitu: pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Selain teknik analisis interaktif,
analisis data dalam penelitian tindakan kelas
menggunakan teknik analisis deskriptif komparatif dan teknik analisis kritis.
HASIL
Berdasarkan hasil kegiatan observasi
terhadap kinerja guru dan aktivitas siswa,
wawancara terhadap guru kelas dan seluruh
siswa dan tes pratindakan pada siswa kelas
IV SD Negeri 01 Suruhkalang, Sehingga disimpulkan bahwa nilai pemahaman konsep
energi panas dan bunyi siswa tergolong masih rendah. Hasil pemahaman konsep energi
panas dan bunyi pada pratindakan dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:
Didaktika Dwija Indria
ISSN: 2337-8786
Tabel 1. Distribusi Nilai Pratindakan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Persentase
(%)
45- 51
7
25
52-58
4
14,29
59-65
4
14,29
66-72
8
28,57
73-79
3
10,71
80-86
2
7,14
Jumlah
28
100
Nilai rata-rata = 1750:28 = 62,5
Ketuntasan klasikal= 5:28x100%=17,86%
Nilai
Frekuensi
Berdasarkan dari Tabel 1, sebagian
siswa belum mencapai KKM yang telah ditentukan, yaitu 75. Dari siswa 28 siswa yang
belum tuntas yaitu 82,14% atau 23 siswa
dan yang sudah tuntas adalah 17,86 atau 5
siswa yang dapat mencapai KKM yang telah ditentukan. Nilai terendah yaitu 45 sedangkan nilai tertinggi yaitu 85.
Nilai pemahaman konsep energi panas
dan bunyi siklus I mengalami peningkatan.
Distribusi frekuensi nilai pemahaman konsep energi panas dan bunyi dapat dilihat pada Tabel 2. bawah ini:
Berdasarkan rata-rata siklus I, indikator kinerja siklus I belum tercapai yaitu 80%
dan mengalami peningkatan dibandingkan
dengan pratindakan. Oleh karena itu, penelitian perlu dilanjutkan ke siklus II.
Nilai hasil belajar materi energi panas
dan bunyi pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan pada hasil belajar pemahaman konsep energi panas dan bunyi. Hasil belajar siswa meningkat dan telah mencapai indikator kinerja 80%. Peneliti mengakhiri siklus tindakan dalam pembelajaran IPA materi energi panas dan bunyi. Adapun hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3. dibawah ini:
Tabel 3. Distribusi Nilai Siklus II
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Persentase
(%)
57,5- 63,5
2
7,14
64,5- 70,5
2
7,14
71,5-77,5
8
28,57
78,5-84,5
8
28,57
85,5- 91,5
5
17,86
92,5-98,5
3
10,71
Jumlah
28
100
Nilai rata-rata = 2233:28 = 79,75
Ketuntasan klasikal= 24:28x100%=85,71%
Nilai
Frekuensi
Tabel 2. Distribusi Nilai Siklus I
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Persentase
(%)
52,5- 57,5
3
10,71
58,5-63,5
3
10,71
64,5-69,5
4
14,29
70,5-75,5
6
21,43
76,5-81,5
7
25
82,5-87,5
5
17,86
Jumlah
28
100
Nilai rata-rata = 2032:28 = 72,57
Ketuntasan klasikal= 18:28x100%=64,29%
Nilai
Frekuensi
Berdasarkan Tabel 2. diketahui bahwa
siswa yang memperoleh nilai di atas KKM
adalah sebanyak 18 siswa atau 64,29% dan
10 siswa yang memperoleh nilai di bawah
KKM atau 35,71%. Dan pada siklus I diperoleh nilai terendah 52,5 sedangkan nilai tertinggi adalah 87,5.
Aktivitas siswa pada pertemuan ke1rata-rata mencapai 2,0 sedangkan pada pertemuan ke-2 rata-rata aktivitas siswa mencapai 2,2. Dari dua pertemuan diperoleh rata-rata 2,1. Sedangkan kinerja guru pada
pertemuan ke-1 mencapai 2,93, kemudian
pertemuan ke-2 mencapai 3,03. Sehingga rata-rata dari dua pertemuan yaitu 2,98.
Setelah dilaksanakan siklus II data yang
diperoleh menunjukkan bahwa ada 24 siswa
atau 85,71% yang mendapatkan nilai di atas
KKM dan 4 siswa atau 14,29% mendapat
nilai di bawah KKM. Nilai terendah 57,5,
nilai tertinggi 97,5 dan rata-rata nilai 79,75.
Aktivitas siswa pada pertemuan pertama mencapai 2,2. Sedangkan pada pertemuan ke-2 mencapai 2,3. Jadi rata-rata pada pertemuan 1 dan 2 yaitu 2,3. Kemudian
pada kinerja guru pertemuan ke-I mencapai
3,24, sedangkan pada pertemuan ke-2 mencapai 3,44. Jadi rata-rata pada kedua pertemuan yaitu 3,34.
PEMBAHASAN
Berdasarkan deskripsi pratindakan dan
hasil tindakan dapat diketahui bahwa pemahaman konsep energi panas dan bunyi siswa
mengalami peningkatan pada setiap siklusnya dan pada siklus II telah mencapai indikator kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa
penerapan model pembelajaran VAK dapat
meningkatkan pemahaman konsep energi panas dan bunyi pada siswa kelas IV SD Negeri
01 Suruhkalang tahun ajaran 2016/2017.
Didaktika Dwija Indria
ISSN: 2337-8786
Setelah dilaksanakan tindakan dan analisis data, dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pemahaman konsep energi panas dan bunyi siswa. Peningkatan pemahaman konsep energi panas dan bunyi siswa pada penelitian ini terlihat dari meningkatnya nilai rata-rata yang diperoleh. Nilai rata-rata pratindakan adalah 62,5 pada siklus I meningkat menjadi 72,57 dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 79,75. Ketuntasan pemahaman konsep energi panas dan
bunyi pada pratindakan sebanyak 5 siswa atau 17,86% yang mendapat nilai ≥ 75. Setelah dilaksanakan siklus I ketuntasan siswa
mengalami peningkatan menjadi 18 siswa atau 64,29%. Pada siklus II meningkat menjadi 24 siswa atau 85,71%.
Peningkatan pemahaman konsep energi
panas dan bunyi siswa kelas IV SDN 01
Suruhkalang karena disebabkan oleh penerapan model pembelajaran VAK telah memberikan dampak positif terhadap pemahaman
konsep energi panas dan bunyi siswa kelas
IV SD Negeri 01 Suruhkalang. Hal tersebut
diperkuat oleh pendapat Shoimin (2014: 228)
mengemukakan beberapa kelebihan model
pembelajaran VAK salah satunya memberikan pengalaman langsung kepada siswa, melibatkan siswa secara maksimal dalam menemukan dan memahami suatu konsep melalui
kegiatan fisik, seperti percobaan, demonstrasi, dan diskusi aktif. Menurut Siswanto
(2016: 37) model pembelajaran VAK merupakan model pembelajaran yang menganut
aliran kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, meng-
hormati gaya belajar Individu lain de-ngan
menyadari bahwa orang belajar dengan cara
berbeda. Pembelajaran akan menyenangkan
dengan menggunakan model pembelajaran
VAK
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
disimpulkan bahwa penelitian ini telah berhasil dan diperoleh hasil tindakan dengan
menerapkan model pembelajaran VAK dapat
meningkatkan pemahaman konsep energi panas dan bunyi pada siswa kelas IV SD Negeri
01 Suruhkalang Tahun Ajaran 2016/2017.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan tindakan kelas yang dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran VAK dapat meningkatkan pemahaman
konsep energi panas dan bunyi pada siswa
kelas IV SD Negeri 01 Suruhkalang tahun
ajaran 2016/2017. Pada pratindakan nilai rata-rata pemahaman konsep energi panas dan
bunyi yang diperoleh 62,5. Pada siklus I nilai
rata-rata meningkat menjadi 72,57 dan pada
siklus II juga mengalami peningkatan menjadi 79,75. Ketuntasan klasikal pemahaman
kon-sep energi panas dan bunyi mengalami
peningkatan.
Pada pratindakan, ketuntasan klasikal dalam pemahaman konsep energi panas dan
bunyi sebesar 17,86% atau 5 siswa. Pada siklus I jumlah siswa yang tuntas meningkat
menjadi 64,29% atau 18 siswa dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 85,71% atau 24
siswa. Dengan indikator kinerja 80%, maka
penelitian ini dinyatakan telah berhasil.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Maskoeri, J. (2010). Ilmu Alamiah Dasar . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Samatowa, U. (2010). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar . Jakarta: PT Indeks.
Shoimin, A. (2016). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013 . Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Siswanto,W & Ariani, D. (2016). Model Pembelajaran Menulis Cerita . Bandung: PT Refika
Aditama.
Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Didaktika Dwija Indria
ISSN: 2337-8786
KINESTHETIC (VAK) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN
KONSEP ENERGI PANAS DAN BUNYI
PADA SISWA SEKOLAH DASAR
Yosy Nindita Ika Dewi1), Endang Sri Markamah2), Matsuri3)
PGSD FKIP Universitas Sebelas Maret, Jalan Slamet Riyadi No. 449 Surakarta
email:
1)
[email protected]
2)
[email protected]
3)
[email protected]
Abstract: The purpose of this study was to describe the results of the implementation of the Visualization
Auditory Kinesthetic (VAK) learning model in order to improve the understanding of the concept of heat energy
and the sound of fourth-grade students of SDN 01 Suruhkalang Karanganyar academic year 2016/2017. This
form of research was a classroom action research (CAR) which consisted of two cycles. Each cycle consisted of
four stages, starting from planning, acting, observing, and reflecting. The subjects of the research were the
teacher and 28 students in Grade IV of the SDN 01 Suruhkalang in Academic Year 2016/2017. The data
collecting techniques were observation, interview, test, and document review. The data validities used
triangulation of resources, triangulation of technique and validity of the content. The analysis techniques were
critical analysis techniques, interactive analysis and descriptive comparative. The results of the research
indicated an improvement in the understanding of the concept of heat energy and the sound from pre-action to
cycle II. The average value of the pre-action test was 62.5 with a classic mastery 17.86%. In the first cycle, the
average grade value rose to 72.57 with the classical completeness reached 64.29%. In cycle II the average value
of the class increased to 79.75 and classical completeness reached 85.71%. From the result of the research, it can
be concluded that by applying the Visualization Auditory Kinesthetic (VAK) learning model can improve the
understanding of the concept of heat energy and sound in the fourth-grade students of SDN 01 Suruhkalang
Karanganyar academic year 2016/2017.
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan hasil penerapan model pembelajaran Visualization
Auditory Kinesthtetic (VAK) dalam rangka meningkatkan pemahaman konsep energi panas dan bunyi siswa kelas
IV SDN 01 Suruhkalang Karanganyar tahun ajaran 2016/2017. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas (PTK) yang dilaksanakan selama dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, dimulai dari
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV SDN 01
Suruhkalang tahun ajaran 2016/2017 yang berjumlah 28 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah observasi, wawancara, tes, dan kajian dokumen. Validitas data penelitian menggunakan triangulasi
sumber, triangulasi teknik dan validitas isi. Teknik analisis data adalah teknik analisis kritis, analisis interaktif
dan deskriptif komparatif. Hasil tindakan penelitian menunjukkan adanya peningkatan pemahaman konsep
energi panas dan bunyi dari pratindakan hingga siklus II. Nilai rata-rata tes pratindakan yaitu 62,5 dengan
ketuntasan klasikal 17,86%. Pada siklus I nilai rata-rata kelas naik menjadi 72,57 dengan ketuntasan klasikal
mencapai 64,29%. Pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat meningkat menjadi 79,75 dan ketuntasan
klasikal mencapai 85,71%. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model
pembelajaran Visualization Auditory Kinesthetic (VAK) dapat meningkatkan pemahaman konsep energi panas
dan bunyi pada siswa kelas IV SDN 01 Suruhkalang Karanganyar tahun ajaran 2016/2017.
Kata Kunci: pemahaman konsep, energi panas dan bunyi, model VAK
.
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran di SD yang membahas tentang
cara kerja, cara berfikir dan pemecahan masalah. IPA dapat berfungsi untuk melatih dan
mengembangkan kemampuan berfikir kritis
dan objektif pada siswa. Selain itu, IPA juga
membahas mengenai gejala-gejala yang terjadi di alam yang diperoleh dari pengalaman
melalui serangkaian proses ilmiah yang disusun secara sistematis. Pembelajaran IPA di
SD diharapkan menjadi tempat dalam proses
belajar peserta didik yang menekankan pada
1)
Mahasiswa Program Studi PGSD UNS
Dosen Program Studi PGSD UNS
2)3)
pemberian langsung, sehingga dalam proses
penanaman konsep dapat menimbulkan sikap
ilmiah siswa.
Manusia sebagai makhluk yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi terdorong
untuk lebih mengenal dan memahami gejala
alam yang terjadi di lingkungan sekitar. Menurut Maskoeri (2010: 1) IPA sebagai ilmu
pengetahuan yang mengkaji gejala-gejala dalam alam semesta, termasuk bumi ini sehingga terbentuk konsep dan prinsip. Yang dipelajari oleh IPA yaitu gejala-gejala alam yang
Didaktika Dwija Indria
ISSN: 2337-8786
terjadi di lingkungan siswa. Sehingga pemahaman konsep siswa akan mudah terbentuk
apabila siswa belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang didapat dalam proses pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
(SD) merupakan pondasi awal dalam menciptakan siswa-siswa yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap ilmiah. Oleh
karena itu, Pembelajaran IPA di SD hendaknya mampu mendorong siswa untuk kreatif
dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Bukan hanya siswa yang harus kreatif tetap guru
juga harus mampu menciptakan suasana belajar yang inovatif dan menyenangkan. Dalam hal ini guru tidak hanya dituntut untuk
menyampaikan materi saja. Guru harus menciptakan suasana belajar yang membuat siswa lebih antusias mengikuti pelajaran.
Salah satu konsep IPA yang dipelajari
siswa adalah konsep energi panas dan bunyi.
Secara umum konsep energi panas dan bunyi
merupakan peristiwa yang bisa diamati siswa
secara langsung. Dengan mengamati secara
langsung konsep suatu materi akan lebih tertanam pada diri siswa. Kenyataannya banyak
siswa yang hanya menghafal materi yang ada
di buku ajar siswa tanpa terlibat langsung dalam percobaan. Oleh karena itu penyampaian
pembelajaran menjadi membosankan bagi
siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Santa
dalam Samatowa (2010: 8) yang menyatakan
bahwa mereka dapat menghafalkan berbagai
konsep dan fakta, tetapi tidak dapat menggunakannya untuk menjelaskan fenomena
dalam kehidupan yang berhubungan dengan
konsep tersebut.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap proses pembelajaran IPA yang dilakukan oleh guru kelas IV
SDN 01 Suruhkalang siswa mengalami kesulitan pada konsep IPA karena dalam pembelajaran siswa hanya mendengarkan penjelasan materi pelajaran tanpa dilibatkan dalam kegiatan percobaan secara langsung. Dalam kenyataannya Pembelajaran IPA bermakna jika siswa dilibatkan langsung dalam
percobaan sehingga siswa dapat mengkonstruksikan pengetahuan yang sudah dimiliki
dengan pengetahuan yang baru didapat sehingga konsep IPA akan tertanam pada siswa. Sedangkan hasil observasi aktivitas sis-
wa dapat disimpulkan bahwa keterlibatan dan
keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar masih rendah. keberanian dalam bertanya tentang materi yang belum dikuasai
sangat kurang sehingga saat diadakan tes banyak yang mendapatkan nilai bawah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM)
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan observasi, kegiatan yang dilakukan selanjutnya
yaitu wawancara terhadap guru kelas dan 28
siswa kelas IV SD Negeri 01 Suruhkalang
pada 10 Desember 2016 diperoleh data bahwa ada beberapa faktor penyebab yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan, yaitu
:1) Pembelajaran cenderung guru yang mendominasi; 2) Guru belum menggunakan metode/ model pembelajaran inovatif, guru hanya menggunakan metode ceramah dan tanya
jawab; 3) Keterlibatan siswa dalam pemanfaatan media kurang maksimal; 4) Siswa kurang antusias mengikuti pembelajaran.
Hasil wawancara dan observasi tersebut
semakin diperkuat dengan hasil uji pratindakan yang dilaksanakan pada 25 Januari 2017.
Soal yang digunakan untuk menguji pemahaman konsep energi panas dan bunyi. Dari
data nilai tes pratindakan pada pemahaman
konsep energi panas dan bunyi, rata-rata nilai
siswa termasuk dalam kategori rendah.KKM
siswa kelas IV SD Negeri 01 Suruhkalang
untuk mata pelajaran IPA yaitu 75. Dari 28
siswa kelas IV hanya 5 siswa atau 17,86%
memperoleh nilai di atas KKM. Sedangkan
sejumlah 23 siswa atau 82,14% memperoleh
nilai di bawah KKM. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep energi
panas dan bunyi siswa kelas IV SD Negeri
01 Suruhkalang tahun ajaran 2016/2017 tergolong masih rendah.
Faktor yang mempengaruhi kualitas proses pembelajaran salah satunya yaitu cara
metode/model pembelajaran. Dalam proses
pembelajaran IPA siswa akan memperoleh
pengalaman langsung apabila siswa terlibat
dalam percobaan. Samatowa (2011:6) menyatakan bahwa bila IPA diajarkan melalui
eksperimen yang dilakukan sendiri oleh anak, maka IPA tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka. Salah satu caranya yaitu guru harus memahami model atau strategi pembelajaran yang efektif
agar membantu siswa belajar secara optimal
Didaktika Dwija Indria
ISSN: 2337-8786
serta dapat memperoleh pengalaman secara
langsung.
Model pembelajaran inovatif yang
dapat mengoptimalkan alat indera siswa adalah model Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK). Menurut Shoimin (2014: 228),
bahwa model VAK adalah model pembelajaran yang mengoptimalkan ketiga modalitas belajar untuk menjadikan si belajar merasa nyaman. Model pembelajaran VAK merupakan anak model pembelajaran quantum
learning yang berprinsip untuk menjadikan
situasi belajar menjadi lebih nyaman dan
menjanjikan kesuksesan bagi pembelajar di
masa depan. Pada pembelajaran VAK pembelajaran difokuskan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung serta menyenangkan bagi siswa. Pengalaman belajar secara langsung dengan cara belajar dengan
melihat, belajar dengan cara mendengar dan
belajar dengan cara gerak dan emosi.
Model pembelajaran VAK menjadikan
pembelajaran lebih efektif dengan memperhatikan ketiga modalitas belajar siswa, dengan kata lain memanfaatkan potensi yang
dimiliki siswa dengan melatih dan mengembangkannya. Model pembelajaran VAK memiliki beberapa kelebihan, antara lain: (1)
Mampu melatih dan mengembangkan potensi
siswa; (2) Memberikan pengalaman secara
langsung kepada siswa, siswa dilibatkan secara maksimal dalam menemukan dan memahami suatu konsep melalui kegiatan fisik,
seperti percobaan, observasi dan diskusi aktif; (3) Mampu menjangkau setiap gaya belajar siswa: (4) Siswa yang memiliki kemampuan bagus tidak akan terhambat oleh siswa
yang lemah karena model ini mampu melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan diatas rata-rata (Shoimin,2014: 228).
Penerapan model pembelajaran VAK
menjadikan pembelajaran IPA menjadi lebih
bermakna dan menyenangkan bagi siswa. Semakin guru berhasil menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan melibatkan
siswa dalam percobaan, siswa akan semakin
termotivasi, bersemangat dan memiliki rasa
ingin tahu yang tinggi terhadap materi yang
disampaikan oleh guru. Apabila dalam pembelajaran siswa merasa bosan dan kurang antusias, materi yang disampaikan guru akan
sulit di terima oleh siswa. Ketrampilan guru
dalam mengajar akan berkembang dan dapat
menjadi guru yang berprestasi. Pembelajaran
yang menyenangkan ternyata juga dapat bermanfaat bagi kesehatan, karena situasi yang
terbentuk selalu menyenangkan hati. hal ini
akan berpengaruh terhadap kesehatan siswa
dan guru.
METODE
Bentuk penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperbaiki proses
belajar mengajar di kelas sehingga kompetensi yang diharapkan dapat tercapai. Penelitian ini dilaksanakan di kelas IV SD Negeri
01 Suruhkalang Karanganyar tahun ajaran
2016/2017 yang berjumlah 28 siswa. Terdiri
dari 19 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan.
Data dalam penelitian ini diperoleh dari
berbagai sumber. Arikunto (2013: 172) berpendapat bahwa,“yang dimaksud dengan
sumber data dalam penelitian adalah subjek
dari mana data dapat diperoleh”. Dalam penelitian ini, data yang didapatkan bersumber
dari data primer yang meliputi guru dan siswa kelas IV SD Negeri 01 Suruhkalang tahun
ajaran 2016/2017. Data sekunder yang diperoleh berupa dokumen penelitian.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, tes,
dan dokumentasi. Data yang diperoleh menggunakan teknik analisis interaktif Miles dan
Huberman (Sugiyono,2015: 337) yang meliputi empat tahap yaitu: pengumpulan data,
reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Selain teknik analisis interaktif,
analisis data dalam penelitian tindakan kelas
menggunakan teknik analisis deskriptif komparatif dan teknik analisis kritis.
HASIL
Berdasarkan hasil kegiatan observasi
terhadap kinerja guru dan aktivitas siswa,
wawancara terhadap guru kelas dan seluruh
siswa dan tes pratindakan pada siswa kelas
IV SD Negeri 01 Suruhkalang, Sehingga disimpulkan bahwa nilai pemahaman konsep
energi panas dan bunyi siswa tergolong masih rendah. Hasil pemahaman konsep energi
panas dan bunyi pada pratindakan dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:
Didaktika Dwija Indria
ISSN: 2337-8786
Tabel 1. Distribusi Nilai Pratindakan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Persentase
(%)
45- 51
7
25
52-58
4
14,29
59-65
4
14,29
66-72
8
28,57
73-79
3
10,71
80-86
2
7,14
Jumlah
28
100
Nilai rata-rata = 1750:28 = 62,5
Ketuntasan klasikal= 5:28x100%=17,86%
Nilai
Frekuensi
Berdasarkan dari Tabel 1, sebagian
siswa belum mencapai KKM yang telah ditentukan, yaitu 75. Dari siswa 28 siswa yang
belum tuntas yaitu 82,14% atau 23 siswa
dan yang sudah tuntas adalah 17,86 atau 5
siswa yang dapat mencapai KKM yang telah ditentukan. Nilai terendah yaitu 45 sedangkan nilai tertinggi yaitu 85.
Nilai pemahaman konsep energi panas
dan bunyi siklus I mengalami peningkatan.
Distribusi frekuensi nilai pemahaman konsep energi panas dan bunyi dapat dilihat pada Tabel 2. bawah ini:
Berdasarkan rata-rata siklus I, indikator kinerja siklus I belum tercapai yaitu 80%
dan mengalami peningkatan dibandingkan
dengan pratindakan. Oleh karena itu, penelitian perlu dilanjutkan ke siklus II.
Nilai hasil belajar materi energi panas
dan bunyi pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan pada hasil belajar pemahaman konsep energi panas dan bunyi. Hasil belajar siswa meningkat dan telah mencapai indikator kinerja 80%. Peneliti mengakhiri siklus tindakan dalam pembelajaran IPA materi energi panas dan bunyi. Adapun hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3. dibawah ini:
Tabel 3. Distribusi Nilai Siklus II
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Persentase
(%)
57,5- 63,5
2
7,14
64,5- 70,5
2
7,14
71,5-77,5
8
28,57
78,5-84,5
8
28,57
85,5- 91,5
5
17,86
92,5-98,5
3
10,71
Jumlah
28
100
Nilai rata-rata = 2233:28 = 79,75
Ketuntasan klasikal= 24:28x100%=85,71%
Nilai
Frekuensi
Tabel 2. Distribusi Nilai Siklus I
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Persentase
(%)
52,5- 57,5
3
10,71
58,5-63,5
3
10,71
64,5-69,5
4
14,29
70,5-75,5
6
21,43
76,5-81,5
7
25
82,5-87,5
5
17,86
Jumlah
28
100
Nilai rata-rata = 2032:28 = 72,57
Ketuntasan klasikal= 18:28x100%=64,29%
Nilai
Frekuensi
Berdasarkan Tabel 2. diketahui bahwa
siswa yang memperoleh nilai di atas KKM
adalah sebanyak 18 siswa atau 64,29% dan
10 siswa yang memperoleh nilai di bawah
KKM atau 35,71%. Dan pada siklus I diperoleh nilai terendah 52,5 sedangkan nilai tertinggi adalah 87,5.
Aktivitas siswa pada pertemuan ke1rata-rata mencapai 2,0 sedangkan pada pertemuan ke-2 rata-rata aktivitas siswa mencapai 2,2. Dari dua pertemuan diperoleh rata-rata 2,1. Sedangkan kinerja guru pada
pertemuan ke-1 mencapai 2,93, kemudian
pertemuan ke-2 mencapai 3,03. Sehingga rata-rata dari dua pertemuan yaitu 2,98.
Setelah dilaksanakan siklus II data yang
diperoleh menunjukkan bahwa ada 24 siswa
atau 85,71% yang mendapatkan nilai di atas
KKM dan 4 siswa atau 14,29% mendapat
nilai di bawah KKM. Nilai terendah 57,5,
nilai tertinggi 97,5 dan rata-rata nilai 79,75.
Aktivitas siswa pada pertemuan pertama mencapai 2,2. Sedangkan pada pertemuan ke-2 mencapai 2,3. Jadi rata-rata pada pertemuan 1 dan 2 yaitu 2,3. Kemudian
pada kinerja guru pertemuan ke-I mencapai
3,24, sedangkan pada pertemuan ke-2 mencapai 3,44. Jadi rata-rata pada kedua pertemuan yaitu 3,34.
PEMBAHASAN
Berdasarkan deskripsi pratindakan dan
hasil tindakan dapat diketahui bahwa pemahaman konsep energi panas dan bunyi siswa
mengalami peningkatan pada setiap siklusnya dan pada siklus II telah mencapai indikator kinerja. Hal ini menunjukkan bahwa
penerapan model pembelajaran VAK dapat
meningkatkan pemahaman konsep energi panas dan bunyi pada siswa kelas IV SD Negeri
01 Suruhkalang tahun ajaran 2016/2017.
Didaktika Dwija Indria
ISSN: 2337-8786
Setelah dilaksanakan tindakan dan analisis data, dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pemahaman konsep energi panas dan bunyi siswa. Peningkatan pemahaman konsep energi panas dan bunyi siswa pada penelitian ini terlihat dari meningkatnya nilai rata-rata yang diperoleh. Nilai rata-rata pratindakan adalah 62,5 pada siklus I meningkat menjadi 72,57 dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 79,75. Ketuntasan pemahaman konsep energi panas dan
bunyi pada pratindakan sebanyak 5 siswa atau 17,86% yang mendapat nilai ≥ 75. Setelah dilaksanakan siklus I ketuntasan siswa
mengalami peningkatan menjadi 18 siswa atau 64,29%. Pada siklus II meningkat menjadi 24 siswa atau 85,71%.
Peningkatan pemahaman konsep energi
panas dan bunyi siswa kelas IV SDN 01
Suruhkalang karena disebabkan oleh penerapan model pembelajaran VAK telah memberikan dampak positif terhadap pemahaman
konsep energi panas dan bunyi siswa kelas
IV SD Negeri 01 Suruhkalang. Hal tersebut
diperkuat oleh pendapat Shoimin (2014: 228)
mengemukakan beberapa kelebihan model
pembelajaran VAK salah satunya memberikan pengalaman langsung kepada siswa, melibatkan siswa secara maksimal dalam menemukan dan memahami suatu konsep melalui
kegiatan fisik, seperti percobaan, demonstrasi, dan diskusi aktif. Menurut Siswanto
(2016: 37) model pembelajaran VAK merupakan model pembelajaran yang menganut
aliran kognitif modern yang menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, meng-
hormati gaya belajar Individu lain de-ngan
menyadari bahwa orang belajar dengan cara
berbeda. Pembelajaran akan menyenangkan
dengan menggunakan model pembelajaran
VAK
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat
disimpulkan bahwa penelitian ini telah berhasil dan diperoleh hasil tindakan dengan
menerapkan model pembelajaran VAK dapat
meningkatkan pemahaman konsep energi panas dan bunyi pada siswa kelas IV SD Negeri
01 Suruhkalang Tahun Ajaran 2016/2017.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan tindakan kelas yang dilaksanakan, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran VAK dapat meningkatkan pemahaman
konsep energi panas dan bunyi pada siswa
kelas IV SD Negeri 01 Suruhkalang tahun
ajaran 2016/2017. Pada pratindakan nilai rata-rata pemahaman konsep energi panas dan
bunyi yang diperoleh 62,5. Pada siklus I nilai
rata-rata meningkat menjadi 72,57 dan pada
siklus II juga mengalami peningkatan menjadi 79,75. Ketuntasan klasikal pemahaman
kon-sep energi panas dan bunyi mengalami
peningkatan.
Pada pratindakan, ketuntasan klasikal dalam pemahaman konsep energi panas dan
bunyi sebesar 17,86% atau 5 siswa. Pada siklus I jumlah siswa yang tuntas meningkat
menjadi 64,29% atau 18 siswa dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 85,71% atau 24
siswa. Dengan indikator kinerja 80%, maka
penelitian ini dinyatakan telah berhasil.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Maskoeri, J. (2010). Ilmu Alamiah Dasar . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Samatowa, U. (2010). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar . Jakarta: PT Indeks.
Shoimin, A. (2016). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013 . Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Siswanto,W & Ariani, D. (2016). Model Pembelajaran Menulis Cerita . Bandung: PT Refika
Aditama.
Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Didaktika Dwija Indria
ISSN: 2337-8786