T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Modul Bimbingan Kelompok untuk Mencegah Perilaku Seks Bebas pada Peserta Didik di SMA Theresiana T1 BAB II

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Seks Bebas
2.1.1 Pengertian Perilaku Seks
Masa remaja adalah masa peralihan dimana perubahan secara fisik dan
psikologis dari masa kanak- kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2003). Perubahan
psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan
kehidupan sosial. Perubahan fisik mencakup organ seksual yaitu alat-alat
reproduksi

sudah mencapai kematangan dan mulai berfungsi dengan baik

(Sarwono, 2006).
Menurut Hudson (2003) pengertian seks adalah respon yang diberikan oleh
remaja terhadap perilaku dan aktifitas fisik seseorang yang didorong oleh hasrat
seksual dan menggunakan tubuh untuk mengekspresikan perasaan erotik yang
dilakukan sendiri maupun melibatkan orang lain diluar ikatan pernikan setelah
mengetahui informasi dan pemberitaan dalam wujud suatu orientasi atau
kecenderungan dalam bertindak.
Menurut Kartono (2005) perilaku seks adalah hubungan seksual secara bebas
dengan banyak orang dan merupakan tindakan hubungan seksual yang tidak

bermoral, sebab dorongan oleh nafsu seksual terintegrasi, tidak matang dan tidak
wajar. Perilaku seks mencangkup berbagai bentuk perilaku seks yang diantaranya
berpelukan, berciuman, meraba, dan bersenggama.

10

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks bebas:
Menurut Sarwono (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi seks bebas
adalah :
a. Perilaku hormonal
Perubahan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam
bentuk tingkah laku tertentu.
b. Penyebaran informasi melalui media masa
Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran
informasi dan rangsangan melalui media masa dan teknologi canggih (internet)
menjadi tidak terbendung lagi. Peserta didik yang sedang dalam fase rasa ingin
tahu dan ingin mencobanya sangat tinggi, akan meiru apa yang dilihat atau apa
yang didengar dari lingkungan sekelilingnya, karena pada umumunya peserta
didik belum pernah mengetahui masalah seks secara lengkap dari orangtuanya.
c. Norma dimasyarakat

Orang tuanya sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya
yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak yang dimana
menjadikan anak tidak terbuka bahkan cenderung membuat jarak dengan anak
dalam masalah ini.
d. Pergaulan yang semakin bebas antara laki-laki dan perempuan
Adanya kecenderungan yang semakin bebas antara laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan perempuan,
sehingga kedudukan perempuan sejajar dengan laki-laki.

11

2.1.3 Bentuk-bentuk perilaku seks bebas
Menurut Santrock (2002) bentuk perilaku seks bebas meliputi :
1. Kissing
Saling bersentuhan antara dua bibir atau pasangan yang didorong oleh hasrat
seksual.
2. Necking
Mencium bagian leher pasangan sampai menumbulkan nafsu. Leher adalah bagian
tubuh yang peka terhadap rangsangan.
3. Petting

Bercumbu sampai menempelken alat kelamin, yaitu dengan menggesek-gesekkan
alat kelamin dengan pasangan namun belum bersenggama.
4. Intercaurse
Mengadakan hubungan kelamin atau bersetubuh didalam dan diluar pernikahan.
Menurut Mu’tadin (2002) perilaku seks adalah tingkah laku yang didorong
oleh hasrat seksual, baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis. Bentuk-bentuk
tingkah laku dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga tingkah
laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Obyek seksual dapat berupa orang
dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian tingkah laku ini memang tidak
memiliki dampak, terutama bila tidak menimbulkan dampak fisik bagi orang yang
bersangkutan atau lingkungan sosial.

12

2.1.4 Aspek-aspek perilaku seks bebas:
Aspek-aspek perilaku seks Hudson (2003) aspek yang mempengaruhi sikap
remaja terhadap perilaku seks meliputi :
1. Aspek Biologis
Aspek biologis merupakan aspek yang berkaitan dengan berfungsinya organ
reproduksi termasuk didalamnya bagaimana menjaga atau merawat kesehatan

reproduksi, mengfungsikan secara optimal mengenai pengetahuan bahaya dari
seks.
2. Aspek Psikologis
Aspek psikologis berhubungan dengan permasalahan perasaan seseorang
yang meliputi :
a. Atas dasar saling mencintai, melakukan hubungan seks bebas sebagai
pencurahan rasa kasih sayang.
b. Atas dasar pemuas nafsu dan kebutuhan materi.
3. Aspek Moral
Aspek moral mencangkup anggapan dari seseorang individu terhadap
hubungan seks.
4. Aspek Sosial
Aspek sosial merupakan aspek yang melihat bagaimana seks itu muncul
dalam relasi antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan
tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi
seksualitas dalam kehidupan manusia.

13

2.2 Bimbingan Kelompok

2.2.1 Pengertian Bimbingan Kelompok
Bimbingan Kelompok menurut Sukardi (2002) merupakan layanan yang
dimaksudkan untuk memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh
berbagai bahan dari narasumber (terutama guru pembimbing) yang bermanfaat
untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai pelajaran bagi
setiap anggota yang lain.
Bimbingan Kelompok menurut Wibowo (2005) adalah suatu kegiatan
kelompok yang dimana pimpinan kelompok menyediakan informasi-informasi
dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau untuk
membantu anggota-anggota lainnya untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.
Bimbingan Kelompok menurut Prayitno (1995) adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok.
Artinya, semua peserta dalam kegiatan kelompok saling berinteraksi, bebas
mengeluarkan

pendapatnya,

menanggapi,

memberi


saran

yang

sesdang

dibicarakan atau didskusikan secara bersama-sama.
Dari beberapa pengertian Bimbingan Kelompok dapat dinyatakan bahwa
bimbingan kelompok merupakan suatu kegiatan kelompok yang dilakukan oleh
sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok yaitu adanya
interaksi saling mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan ataupun
berbentuk saran. Tugas dari seorang pemimpin kelompok adalah menyediakan
informasi-informasi yang bermanfaat agar dapat membantu individu dalam
mencapai perkembangan yang optimal.

14

2.2.2 Tujuan Bimbingan Kelompok
Sukardi (2002) Tujuan diadakannya Bimbingan Kelompok adalah untuk

mengembangkan kemampuan siswa dalam hal bersosialisasi, khususnya
kemampuan berkomunikasi untuk siswa. Selain itu, bimbingan kelompok
bertujuan untuk mengembangkan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap
yang bertenggang rasa dalam menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih
efektif.
2.2.3 Fungsi Bimbingan Kelompok
Menurut Sukardi (2002) layanan bimbingan kelompok mempunyai tigafungsi
yaitu fungsi informatif, fungsi pengembangan, pencegahan (preventif.) Penjelasan
dari ketiga fungsi tersebut adalah sebagai berikut
a. Fungsi informatif, memberikan informasi yang luas tentang berbagai hal
yangterjadi di lingkungan sekitar.
b. Fungsi pengembangan, bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih
proaktifdari fungsi-fungsi lainnya. Konselor atau pemimpin kelompok
senantiasa berupaya untuk menciptakanlingkungan belajar yang kondusif, yang
memfasilitasi perkembangan konseli.Teknikbimbingan yang dapat digunakan
disini adalah pemberian informasi, diskusi kelompok, organisasi siswa,
sosiodrama, psikodrama, pengajaran remidial, home room, dankaryawisata.
c. Fungsi preventive (pencegahan) dan kreatif, artinya usaha pencegahanterhadap
timbulnya masalah dan kreatif dalam memunculkan dinamika kelompok yang
baik. Dalam fungsi pencegahan ini layanan yang diberikanberupa bantuan bagi


15

para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yangdapat menghambat
perkembangannya.
2.2.4 Keuntungan menggunakan metode bimbingan kelompok
Sitti Hartinah DS (2009), dengan pendekatan bimbingan kelompok yang
dimaksud, diperoleh beberapa keuntungan yaitu :
1. Peserta didik yang memiliki masalah dapat mengenal dirinya melalui temanteman kelompok. Peserta didik dapat membandingkan potensi dirinya dengan
yang lain. Peseta didik dibantu oleh anggota yang lain dalam menemukan
dirinya dan sebaliknya, peserta didik dapat membantu anggota yang lain untuk
menemukan drinya. Kecenderungan tersebut akan didorong dengan dasar
bahwa peserta didik pada hakikatnya adalah makhluk individu dan sebagai
makhluk sosial.
2. Melalui kelompok, sikap-sikap positif peserta didik dapat dikembangkan
seperti toletansi, saling menghargai, kerjasama, tanggung jawab, disiplin,
kreativitas, dan sikap-sikap kelompok lainnya.
3. Melalui kelompok dapat menghilangkan beban-beban moril sepert malu,
penakut, dan sifat-sifat egoistis, manja, dan sebagainya.
4. Melalui kelompok, dapat dihilangkan ketegangan-ketegangan emosi, konflikkonflik, kekecewaan, sling curiga, dan sebagainya.

5. Melalui kelompok, dapat dikembangkan gairah hidup dalam melakukan tugas,
suka menolong, disiplin, dan sikap-sikap sosial lainnya.

16

2.2.5 Teknik Bimbingan Kelompok
Damayanti (2012) menyatakan bahwa teknik bukan merupakan tujuan tetapi
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Beberapa teknik yang bisa digunakan dalam
pelakasanaan bimbingan kelompok antara lain :
a. Pemberian Informasi, teknik pemberian informasi disebut juga dengan metode
ceramah, yaitu pemberian penjelasan oleh seorang pembicara kepada
sekelompok pendengar.
b. Diskusi Kelompok merupakan suatu cara di mana siswa memperoleh
kesempatan untuk memecahkan masalah secara bersama-sama. Setiap siswa
memperoleh kesempatan untuk mengemukakan suatu masalahnya. Melalui
kegiatan kelompok dapat mengembangkan bakat dan menyalurkan dorongandorongan tertentu dan siswa dapat menyumbangkan pemikirannya, dengan
demikian muncul tanggung jawab dan rasa percaya diri.
c. Organisasi siswa, melalui organisasi siswa banyak masalah-masalah siswa,
baik masalah individual maupun kelompok yang dapat dipecahkan. Melalui
organisasi siswa, para siswa memperoleh kesempatan mengenal berbagai aspek

kehidupan sosial.
d. Sosiodrama, merupakan suatu cara yang membantu dalam memecahkan
masalah siswa melalui drama. Masalah yang didramakan adalah masalahmasalah sosial, metode ini dilakukan melalui kegiatan bermain peran. Dalam
sosiodrama, individu akan memerankan suatu peran tertentu dari situasi
masalah sosial.

17

e. Psikodrama, merupakan upaya pemecahan masalah melalui drama. Dalam
psikodrama masalah yang diangkat adalah masalah sosial, akan tetapi pada
psikodrama yang didramakan adalah masalah psikis yang dialami individu.
f. Pengajaran remidial, merupakan suatu bentuk pembelajaran yang diberikan
kepada seseorang atau beberapa orang siswa untuk membantu kesulitan belajar
yang dihadapinya.
g. Home room, merupakan program di luar jam pelajaran dengan menciptakan
kondisi sekolah atau kelas seperti di rumah, sehingga tercipta kondisi yang
bebas dan menyenangkan.
h. Karyawisata, merupakan program yang dilaksanakan dengan mengunjungi dan
mengadakan peninjauan pada objek-objek yang menarik yang berkaitan dengan
pelajaran tertentu. Peserta didik mendapatkan informasi yang dibutuhkan, hal

ini akan mendorong aktivitas penyesuaian diri, kerjasama, tanggung jawab,
kepercayaan diri serta mengembangkan bakat dan cita-cita.
2.2.6 Sosiodrama
Dalam pelaksanaan layanan bimbingan kelompok pada penelitian ini
adalahdengan menggunakan teknik sosiodrama. Djamarah (2000) berpendapat
bahwa metode sosiodrama adalah cara mengajar yang memberikan kesempatan
anak didik untuk melakukan kegiatanmemainkan peran tertentu yang terdapat
dalam kehidupan masyarakat. Melalui metode ini para siswa diajak untuk belajar
memecahkan dilema-dilema pribadi yang mendukungnya dengan bantuan
kelompok sosial yang anggota-anggotanya adalah teman-teman sendiri dengan

18

kata lain, dilihat dari sudut pandang pribadi, model ini berupaya membantu
individu dengan proses kelompok sosial.
Menurut Nursalim (2002) sosiodarama merupakan teknik dalam bimbingan
kelompok untuk memecahkan masalah-masalah sosial melalui kegiatan bermain
peran. Sosiodarama merupakan teknik dalam bimbingan kelompok untuk
memecahkan masalah-masalah sosial melalui kegiatan bermain peran. Dalam
sosiodrama ini individu akan memerankan suatu peran tertentu dari suatu situasi
masalah sosial. Sehingga individu akan dapat menghayati secara langsung seperti
betul-betul terjadi dalam situasi yang sebenarnya.
Dengan adanya pengembangan model bimbingan kelompok teknik
sosiodrama ini dapat memberikan sesuatu yang baru untuk siswa dalam
memahami dampak dari perilaku seks bebas, karena ketika siswa dihadapkan
dengan sesuatu hal yang baru atau belum pernah dilakukan, siswa cenderung
mampu memahaminya. Teknik sosiodrama ini juga melibatkan diri dari peserta
didik tersebut dalam bermain peran tentang dampak dari perilaku seks bebas.
2.3 Modul
2.3.1 Pengertian Modul
Menurut Rudi Susilana dan Cepi Riyana (2008) modul merupakan suatu
paket program yang disusun dan didesain sedemikian rupa untuk kepentingan
belajar siswa. Pendekatan dalam pembelajaran modul menggunakan pengalaman
siswa.
Modul merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa
yang mudah dipahami oleh peserta didik, sesuai usia dan tingkat pengetahuan

19

dimiliki agar peserta didik dapat belajar secara mandiri dengan bimbingan
minimal dari pendidik (Andi Prastowo, 2012). Penggunaan modul dalam
pembelajaran bertujuan agar siswa dapat belajar mandiri tanpa atau dengan
minimal dari guru.
Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan
sistematis, didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana
dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang
spesifik (Daryanto, 2013).
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, terdapat hal-hal penting dalam
mendefinisikan modul yaitu membantu peserta didik dalam mengusai belajarnya,
peserta didik dapat belajar secara mandiri, dan didesain secara sistematis agar
mudah dipahami oleh peserta didik. Jadi dapat disimpulkan bahwa modul
merupakan sebuah program yang didesain semenarik dan sistematis sebagai bahan
belajar mandiri ranpa atau dengan minimal dari guru.
2.3.2 Tujuan Modul
Menurut Prastowo (2012) penyusunan atau pembuatan modul memiliki
tujuan sebagai berikut :
a. Agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan
pendidik (yang minimal).
b. Agar peran pendidik tidak terlalu dominan dan otoriter dalam kegiatan
pembelajaran.
c. Melatih kejujuran peserta didik.

20

d. Mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar peserta didik. Bagi
peserta didik yang kecepatan belajarnya tinggi, maka mereka dapat belajar
lebih cepat serta menyelesaikan moodul dengan lebih cepat pula. Sebaliknya
bagi yang lambat, maka mereka dipersilahkan mengulanginya kembali.
e. Agar peserta didik mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materi yang
telah dipelajari.
2.3.3 Karakteristik Modul
Modul yang dikembangkan harus memiliki karakteristik yang diperlukan agar
mampu menghasilkan modul yang dapat meningkatkan motivasi penggunanya.
Menurut Daryanto(2013) modul yang dikembangkan harus memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Self Instruction.
Peserta didik dimungkinkan dapat belajar secara mandiri dan tidak tergantung
kepada pihak lain apabila modul memuat karakteristik ; memuat tujuan
pembelajaran yang jelas dan dapat menggambarkan pencapaian Standar
Kompetensi Dasar; materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan
dibuat secara spesifik sehingga mudah untu dipelajari secara tuntas; tersedia
contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran;
terdapat tugas dan sejenisnya yang memungkinkan untuk mengukur penguasaan
peserta didik; materi yang disampaikan terkait dengan suasana, tugas atau konteks
kegiatan dan lingkungan peserta didik; menggunakan bahasa yang sederhana dan
komunikatif; terdapat rangkuman materi pelajaran; terdapat umpan balik atas
penilaian peserta didik, sehingga peserta didik mengetahui tingkat penguasaan

21

materi; terdapat informasi tentang rujukan/referensi yang mendukung materi
pembelajaran.
2. Self Contained.
Modul dikatakan self contained apabila didalam modul memuat seluruh
materi pembelajaran yang dibutuhkan. Tujuan dari konsep ini adalah agar peserta
didik mempelajari materi yang termuat secara tuntas karena materi belajar
dikemas dalam satu kesatuan yang utuh.
3. Stand Alone.
Modul tidak bergantung pada bahan ajar lain, selama meggunakan modul
peserta didik tidak perlu menggunakan bahan ajar lain untuk mempelajari atau
mengerjakan tugas yang terdapat dalam modul tersebut.
4. Adaptif.
Modul

hendaknya

memiliki

daya

adaptasi

yang

tinggi

terhadap

perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul tersebut dapat
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
5. User Friendly.
Modul hendaknya bersahabat/akrab dengan setiap penggunanya. Setiap
petunjuk dan informasi yang termuat dapat bersifat membantu dan bersahabat
dengan penggunanya. Pemakaian bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta
menggunakan istilah yang umum merupakan salah satu bentuk user friendly.
2.3.4 Struktur Modul
Kerangka atau struktur modul menurut Daryanto (2013) adalah sebagai berikut ;
Halaman Sampul

22

Berisi antara lain; label kode modul, label milik negara, bidang/progam studi
keahlian dan kompetensi keahlian, judul modul, gambar ilustrasi (mewakili
kegiatan yang dilaksanakan pada pembahasan modul), tulisan lembaga seperti
Departemen Pendidikan Nasional, Ditjen Pendidikan Menengah, tahun modul
disusun.
Kata Pengantar
Memuat informasi tentang peran modul dalam proses pembelajaran.
Daftar Isi
Memuat kerangka (outline) modul dan dilengkapi dengan nomer halaman.
Peta Kedudukan Modul
Diagram yang menunjang kedudukan modul dalam keseluruhan progam
pembelajaran (sesuai dengan diagram pencapaian kompetensi yang termuat dalam
kurikulum).
I. PENDAHULUAN
A. Standar Kompetensi
Standar kompetensi yang akan dipelajari pada modul
B. Deskripsi
Penjelasan singkat tentang nama dan ruang lingkup isi modul, kaitan modul
dengan modul lainnya, hasil belajar yang akan dicapai setelah menyelesaikan
modul, serta manfaat kompetensi tersebut dalam proses pembelajaran dan
kehidupan secara umum.

23

C. Waktu
Jumlah waktu yang akan dibutuhkan untuk menguasai kompetensi yang menjadi
target belajar.
D. Prasyarat
Kemampuan awal yang dipersyaratkan Untuk mempelajari modul tersebut, baik
berdasarkan bukti penguasaan modul lain maupun dengan menyebut kemampuan
spesifik yang diperlukan.
E. Petunjuk Penggunaan Modul
Memuat panduan tatacara menggunakan modul yaitu :
1. Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mempelajari modul secara
benar.
2. Perlengkapan, seperti sarana/ prasarana/ fasilitas yang harus dipersiapkan
sesuai dengan kebutuhan belajar,
F. Tujuan Akhir
Pernyataan tujuan akhir (performance objective) yang hendak dicapai peserta
didik setelah menyelesaikan suatu modul. Rumusan tujuan akhir tersebut harus
memuat:
a. Kinerja (perilaku) yang diharapkan
b. Kriteria keberhasilan
c. Kondisi atau variabel yang diberikan
G. Cek Penguasaan Standar Kompetensi
Berisi tentang daftar pertanyaan yang akan mengukur penguasaan awal
kompetensi peserta didik, terhadap kompetensi yang akan dipelajari pada modul

24

ini. Apabila peserta didik telah menguasai standar kompetensi / kompetensi dasar
yang akan dicapai, maka peserta didik dapat mengajukan uji kompetensi kepada
penilai.
II. PEMBELAJARAN
A. Kegiatan Belajar 1
Kompetensi dasar yang hendak dipelajari
1. Tujuan
Memuat kemampuan yang harus dikuasai untuk satu kesatuan kegiatan belajar.
Rumusan tujuan kegiatan belajar relatif tidak terikat dan tidak terlalu rinci.
2. Proses Bimbingan Kelompok
Memuat proses berjalannya Bimbingan Kelompok.
3. Uraian Materi
Berisi uraian pengetahuan/ konsep/ prinsip tentang kompetensi yang sedang
dipelajari.
4. Rangkuman
Berisi ringkasan pengetahuan/ konsep/ prinsip yang terdapat pada uraian materi.
5. Tugas
Berisi instruksi tugas yang bertujuan untuk penguatan pemahaman terhadap
konsep konsep/ pengetahuan/ prinsip-prinsip penting yang dipelajari. Bentukbentuk tugas dapat berupa ; Kegiatan observasi untuk mengenal fakta, studi kasus,
kajian materi, latihan-latihan. Setiap tugas yang diberikan perlu diperlengkapi
dengan lembar tugas, instrumen observasi, atau bentuk-bentuk instrumen yang
lain sesuai dengan bentuk tugasnya.

25

6. Tes
Berisi tes tertulis sebagai bahan pengecekan bagi peserta didik dan guru untuk
mengetahui sejauh mana penguasaan hasil belajar yang telah dicapai, sebagai
dasar untuk melaksanakan kegiatan berikut.
B. Kegiatan Belajar 2
Kegiatan belajar 2 sampai dengan (tata cara sama dengan kegiatan pembelajaran
namun berbeda topik dan fokus bahasan)
1) Tujuan Uraian Materi
2) Proses Bimbingan Kelompok
3) Rangkuman
4) Tugas
5) Tes
6) Lembar Kerja Praktik
III. EVALUASI
Teknik atau metode evaluasi harus disesuaikan dengan ranah yang dinilai, serta
indikator keberhasilan yang diacu.
A. Tes Kognitif
Instrumen penilaian kognitif dirancang untuk mengukur dan menetapkan
tingkat pencapaian kemampuan kognitif (sesuai standar kompetensi dasar). Soal
dikembangkan sesuai dengan karakteristik aspek yang akan dinilai dan dapat
menggunakan jenis-jenis tes tertulis yang dinilai cocok.

26

B. Tes Psikomotor
Instrumen

penilaian

psikomotor

dirancang

untuk

mengukur

dan

menetapkan tingkat pencapaian kemampuan psikomotorik dan perubahan perilaku
(sesuai standar kompetensi / kompetensi dasar). Soal dikembangkan sesuai
dengan karakteristik aspek yang akan dinilai.
C. Tes Sikap
Instrumen penilaian sikap dilakukan berdasarkan hasil observasi dari pihak
guru mengenai perkembangan peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Semua referensi / pustaka yang digunakan sebagai acuan pada saat
menyusun modul.
2.3.5 Prosedur Pembuatan Modul
Menurut Daryanto (2013) modul pembelajaran harus disusun berdasarkan
prinsip-prinsip sebagai berikut ;
a.

Analisis Kebutuhan.
Tujuan analisis kebutuhan modul adalah untuk mengidentifikasi dan

menetapkan jumlah dan judul modul

yang harus dikembangkan dalam satu

satuan. Analisis kebutuhan modul mengacu pada progam atau kurikulum yang
sudah ditetapkan. Serta melakukan tinjauan terhadap prioritas kebutuhan peserta
didik.
b. Pengembangan Desain Modul.
Penulisan modul diawali dengan menyusun draft atau konsep modul.
Pembuatan desain modul mengacu dan analisis kebutuhan yang sudah dilakukan.

27

c. Implementasi.
Implementasi modul dalam kegiatan layanan dilaksanakan sesuai dengan alur
yang telah ditetapkan dalam modul. Termasuk dalam penggunaan bahan, alat,
media dan lingkungan belajar yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran juga
harus terpenuhi. Strategi dalam layanandilaksanakan secara konsistensesuai
dengan skenario yang telah ditetapkan.
d. Penilaian.
Penilaian hasil layanan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penguasaan
peserta didik setelah mempelajari seluruh materi yang ada dalam modul.
Pelaksanaan penilaian mengikuti ketentuan yang telah dirumuskan di dalam
modul. Penilaian hasil dilakukan menggunakan instrument yang telah dirancang
atau dipersiapkan pada saat penulisan modul.
e. Evaluasi dan Validasi.
Modul yang telah dan masih digunakan dalam kegiatan pembelajaran, secara
periodik harus dilakukan evaluasi dan validasi. Evaluasi dimaksudkan untuk
mengetahui dan mengukur apakah implementasi pembelajaran dengan modul
dapat dilaksanakan sesuai dengan desain pengembanganya. Validasi merupakan
proses untuk menguji kesesuaian modul dengan kompetensi yang menjadi target
belajar peserta didik. Apabila isi modul sesuai dengan kompetensi yang menjadi
target belajar maka modul tersebut efektif dan dinyatakan valid.
f. Jaminan Kualitas.
Menjamin bahwa modul yang telah disusun telah memenuhi ketentuanketentuan yang ditetapkan dalam pengembangan suatu modul maka selama proses

28

pembuatan perlu dipantau untuk meyakinkan bahwa modul telah disusun sesuai
dengan desain yang ditetapkan.
2.4 Penelitian yang relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Sherly Diansari Ayuning Sasmito (2013) di
SMA Negeri 1 Nganjuk bahwa bimbingan kelompok topik tugas dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap dampak seks bebas yang ditunjukan
adanya perbedaan skor pemahaman yang signifikan antara sebelum dan sesudah
perlakuan.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ghea Gendys Renjana Putri (2013)
menyatakan hasil dari penelitian dalam penerapan bimbingan kelompok teknik
home room dapat meningkatkan pemahaman bahaya seks bebas. Hal tersebut
dapat diketahui dengan adanya peningkatan skor pemahaman bahaya seks bebas
setelah diadakan bimbingan kelompok menggunakan teknik home room.

29