6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Leukemia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Leukemia

  Leukemia adalah penyakit keganasan pada jaringan hematopoietik yang ditandai dengan penggantian elemen sumsum tulang normal oleh sel darah abnormal atau sel leukemik. Hal ini disebabkan oleh proliferasi tidak terkontrol dari klon sel darah immatur yang berasal dari sel induk hematopoietik. Sel leukemik tersebut juga ditemukan dalam darah perifer dan sering menginvasi jaringan retikuloendotelial seperti limpa, hati dan kelenjar limfe (Wirawan R.

  2003).

  Leukimia dikenal dengan kanker darah adalah salah satu klasifikasi dalam penyakit kanker pada darah atau sumsum tulang, ditandai dengan pertumbuhan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Hal ini umumnya terjadi di leukosit atau sel darah putih. Sel normal dalam sumsum tulang digantikan oleh sel abnormal dan sel ini dapat ditemukan di darah perifer atau darah tepi. Sel leukimia ini mempengaruhi sel darah normal serta imunitas penderitanya (Wirawan R. 2003).

  Leukemia diklasifikasikan berdasarkan tipe sel, baik menurut maturitas sel maupun turunan sel. Berdasarkan maturitas sel, leukemia dibedakan atas akut dan kronik. Jika sel ganas tersebut sebagian besar immatur (blast) maka leukemia diklasifikasikan akut, sedangkan jika yang dominan adalah sel matur maka

  

6 diklasifikasikan sebagai leukemia kronik. Berdasarkan turunan sel, leukemia diklasifikasikan atas leukemia mieloid dan leukemia limfoid. Kelompok leukemia mieloid meliputi granulositik, monositik, megakriositik dan eritrositik (Launder TM,2002).

  Penyakit akibat terjadinya proliferasi sel leukosit yang abnormal dan ganas serta sering disertai adanya leukesit jumlah berlebihan yang dapat menyebabkan terjadinya anemia dan trombositopenia. Leukemia limpois atau limpositik akut ini merupakan kanker jaringan yang menghasilkan leukosit yang imanur dan berlebihan sehingga jumlahnya menyusup kebagian organ seperti sumsum tulang dang mengganti unsur sel yang normal sehingga mengakibatkan jumlah eritrosit kurang untuk mencukupi kebutuhan sel sehingga timbul pendarahan . Leukemia merupakan suatu penyakit klonal, yang bearti suatu sel kanker abnormal berproliferasi tanpa control, menghasilkan sekelompok sel-sel anak yang abnormal sehingga menghambat semua sel-sel lain di sumsum tulang untuk berkembang normal (Hidayat, 2006).

  Proliferasi yang tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dan sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal, neoplasma akut dan kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang dan limfa. Leukemia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasi patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sumsum tulang dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh lain (Arif, 2002).

2.2.Klasifikasi

  Leukemia diklasifikasikan menjadi 4 bagian, diantaranya yaitu sebagai berikut : a.

  Leukemia Meilogenus Akut LMA mengenai sel system hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel myeloid, monosit, granulosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena, insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimpositik yang palinng sering terjadi.

  b.

  Leukemia Mielogenus kronik LMC juga dimasukan dalam sistem keganasan sel myeloid. Namun banyak sel normal dibandingkan bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. LMC jarang menyerang individu dibawah 30 tahun. Manifestasi mirip dengan LMA, tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.

  c.

  Leukemia Limfositik Akut LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak- anak, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah 15 tahun LLA jarang terjadi. Manifestasi limfosit berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga menggangu perkembangan sel normal. d.

  Leukemia limfositik kronik LLC merupakan kelainan ringan mengenail individu usia 50 sampai 70 tahun.

  Manifestasi pasien tidak menunjukan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penangan penyakit lain (Arif, 2002).

2.3. Patofisiologi

  Leukemia adalah jenis ganguan pada sistem hematopoietic yang total dan terkait dengan sumsum tulang dan pembuluh limfe ditandai dengan tidak terkendalinya proliferasi dari leukemia dan prosedurnya. Sejumlah besar sel pertama menggumpal pada tempat asalnya (granulosit dalm sumsum tulang, limposit disalam limfe node) dan menyebar ke organ hematopoetik dan berlanjut ke organ yang lebih besar. Proliferasi dari satu jenis sel sering menggangu produksi normal sel hematopoetik lainnya dan mengarah ke pengembangan/pembelahan sel yang cepat dank e sitopenias (penurunan jumlah).

  Pembelahan dari sel darah putih mengakibatkan menurunnya immunocompetence dengan meningkatnya kemungkinan terjaddi infeksi (Long,1996).

  Menurut Suriadi, 2001, normalnya sumsum tulang diganti dengan tumor yang ganas, imaturnya sel blas. Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan trombosit tergangu sehingga akan menimbulkan anemia dan trombositopenia, sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan ganguan sistem pertahann tubuh dan mudah mengalami infeksi, manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya sumsum tulang dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat.

  Gangguan pada nutrisi dan metabolisme, depresi sumsum tulang yang akan berdampak pada penurunan leukosit, eritrosit, factor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan, dan adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus Limfe, dan nyeri persendian.

2.4.Sumsum Tulang

  Sumsum tulang adalah jaringan spons lembut dalam tulang yang menjadi tempat pembentukan sel darah. Pada anak-anak sel darah dihasilkan didalam rongga sumsum tulang dari semua sumsum tulang namun menjelang usia dua puluh tahun sumsum tulang pada tulang panjang menjadi tidak aktif kecuali tulang humerus dan fenus. Sumsum tulang yang aktif disebut sumsum tulang merah sedangkan yang tidak aktif dan infitrasi oleh lemak disebut sumsum tulang kuning. Sel induk hematopoietic adalah sel sumsum tulang yang mampu membentuk semua jenis sel darah. Megakariosit, limfosit, eritrosit, eosinophil dan basophil dibentuk oleh sel progenitor yang terpisah sedangkan neutrophil dan monosit dibentuk oleh precursor yang sama (Ganmong,2008).

  Pada orang dewasa sumsum tulang terdapat pada vertebrae, tibia, iga, stermum, pelvis, scapulae, tengkorak, bagian proximal os humerus dan os femur.

  Berat sumsum tulang adalah 3,4%-5,9% berat badan organ dewasa. Sumsum tulang terdiri dari dua kelmpok yaitu sel hemopoietik (eritrosit, trombosit, seri granulosit, limfosit dan monosit) dan non hemopoietik (reticulum/histiosit, osteoklas dan osteoblast, sel lemak). Pemeriksaan sumsum tulang dilakukan salah satunya atas indikasi leukemia. Punksi sumsum tulang pada daerah stremum

  (corpus sterni sela iga ketiga) dan crista (spina iliaca anterior superior dan spina iliaca posterior inferior). (Kosasi, 2008).

  Sumsum tulang hampir selalu dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan menentukan jenis leukemia. Leukemia akut dapat didiagnosa melalui beberapa alat, seperti: a.

  Pemeriksaan morfologi: darah tepi, aspirasi sumsum tulang, biopsi sumsum tulang.

  b.

  Pewarnaan sitokimia c. Immunofenotipe d.

  Sitogenetika e. Diagnostik molekuler

Gambar 2.1 Aspirasi dan biopsi sumsum tulang (kosasi,2008) Biopsi sumsum tulang melalui pungsi lumbal perlu dilakukan untuk menentukan proporsi sel punca dalam sumsum tulang. adanya suatu leukemia bila populasi sel punca >5%. Pengecatan sitokimi dapat membantu dalam menentukan jenis leukemia akut, limfoid atau mieloid. Immunophenotyping dilakukan untuk menganalisis antigen spesifik pada permukaan sel hematopoietik.. Analisis sitogenetik sumsum tulang bermanfaat untuk menentukan adanya non-random numerical dan abnormalitas kromosom struktural pada sel-sel leukemia; selain itu juga dapat membantu menentukan diagnosis, prognosis, dan evaluasi respon terhadap terapi (Leather HL, 2008).

2.5. Pengecatan sitokimia

  Dengan menggunakan prinsip biokimia maka reagensia atau periaksi tertentu yang di pergunakan dalam teknik pengecatan sel darah ini dapat mendeteksi adanya enzime spesifik atau bahan produk intraseluler yang terdapat dalam eritrosit, leukosit dan trombosit. Hasil reaksi biokimia yang berupa endapan berwarna: difus, granuler atau merupakan benda inklusi berbeda secara kualitatif (khas) dalam masing-masing individu sel darah dan dapat secara kuantitatif (gradual) sesuai tingkat maturasinya dalam satu sistim atau seri sel darah tertentu. (Bambang Sutrisno,1991).

2.5.1. Macam-macam pengecatan sitokimia

  Seperti telah dijelaskan diatas, pengecatan sitokimia dapat dilakukan baik terhadap eritrosit, leukosit maupun trombosit. Pegecatan terhadap eritrosit dilakukan untukmembedakan serta menentukan berbagai jenis anemia, sedangkan terhadap leukosit terutama untuk kepentingan diagnosa leukemia akut dan terhadap trombosit bila iperlukan pada kasus khusus yang mengenai megakariosit (Bambang Sutrisno,1991).

  Pengecatan sitokimia untuk eritrosit dipakai untuk mendeteksi adanya

  free iron , derivet hemaglobin dan enzime metabolik?sitoplasmik tertentu

  didalam eritrosit, sedangkan terhadap trombosit pengecatan sitokimia dipakai untuk mendeteksi platelet peroxidase reaction yang terdapat didalam retikulum endoplasmik dan membran inti megakariosit muda atau yang sudah matur (catovaky,1995).

  2.5.1.1. Pengecatan giemsa

  Zat pulas giemsa biasanya dibel dalam leadaan larut. Jika hendak membuatnya sendiri digunakan reagensia yang khusus dibuat untuk hematologi dan bahan-bahan lain yang murni. Susunan larutan ialah azur II-eosin 3,0 g, azur II 0,8 g, glycerin 250 ml, metil alkohol 250ml. Sebelum dipakai larutan pokok ini harus dienderkan 20 kali dengan penyanggah pH 6,0 (atau dengan aquadest pH 6,4%) : 1 tetes giemsa pokok untuk tiap 1 ml penyanggah. Zat pulas giemsa yang telah diencerkan tidak tahan lebih lama dari satu hari.

  2.5.1.2. Pengecatan peroksidase

  Adakalanya pembedaan jenis leukosit menemui kesukaran, teristimewajika menghadapi sel muda atau abnormal. Dalam keadaan itu boleh dipergunakan kenyataaan bahwa granula dalam sel jajaran limfosit tidak ada. Salah satu yang sering dipakai untuk membedakan sel jajaran granulosit dan monosit dari jajaran limfosit atas dasar ada atau tidaknya peroxidase ialah pulasan menurut sato dan sekiya.

  2.5.1.3. Pengecatan PAS

  Pulasan ini sangat berguna untuk menegenali sel-sel dalam jajaran limfosit yang mengandung glikogen. Reaksi yang terjadi adalah oksidasi glikogen oleh periodat (periodic acid) menjadi aldehida kemudian aldehida bereaksi dengan reagean schiff dengan menyusun warna merah. Singkatan PAS umum dipakai sebagai singkatan periodic acid-shiff.

  2.5.1.4.Pengecatan Lepehne

  Lephene akan memberikan warna hijau terang pada sitoplasma seri eritrosit, reagen lephene yang terdiri dari larutan benzidine 0,6% dalam ethanol 96% sebanyak2 ml. Kemudian 0,5 ml perhidrol 30% dalam 4,5 ml ethanol 70%, metahol , giemsa sebagai larutan kerja.

  2.5.1.5.Pengecatan LAP

  Adanya enzime dalam granula dan sitoplasma sel-sel jajaran granulosit dapat dipergunakan untuk membedakan dari leukosit-leukosit jajaran lain.

  Hasil pulasan ini juga dapat memberi petunjuk dalam membedakan leokositosis oleh leukemia granulositik kronik dari leukositosis.

  Darah untuk membuat sediaan apusan sebaiknya darah kapiler, darah vena dengan antikoagulasi heparin atau oxalat seimbang dapat dipakai juga, asal saj sedian apus dibuat segera setelah venapungsi. Darah EDTA tidak boleh dipakai karena EDTA menggangu pulasan terhadap fosfatasa alkalis (Gandasoebrata R, 2007).

2.5.1.6. Pengecatan SBB (sudan black B)

  Dasar pewarnaan sudan black B adalah pewarnaan lemak. Pewarnaan ini dipakai untuk mewarnai granula netrofil karenamembran granula neutrofil mengandung fosfolipid. Ada korelasi antara sudanfilia dengan aktivitas mieloperoksidase, mungkin hal ini disebabkan oleh pewarnaan lemak pada granula oleh sudan black B sedangkan mieloperoksidase terdapat didalam granula atau zat warna itu bereaksi melalui ativitas enzim.

  2.6.Pengecatan Lepehne

  Sebuah pewarnaan selektif hemaglobin dalam seri eritroid di capai dengan mengunakan metode benzidine, pewarnaan ini mereaksikan kedua reagen benzidine dan peroksidase dan akan mengahasilkan warna hijau.

  Pewarnaan lepehne mewarnai jajaran eritrosit yang ditandai dengan granula berwarna hijau metalik dan sebgai pembandingnya adalah eritrosit tua yang kebanyakan penderita leukemia dan thalasemia.

  2.7.Perhidrol (H O )

  2

  2 2.7.1.

  Sifat kimia dan fisika hydrogen peroksida Nama Sistematis : Dihidrogen Dioksida Nama Trivial : Hidrogen Peroksida Nama Dagang : Perhidrol

  Rumus Molekul : H2O2 Massa Rumus : 34,0147 g/mol Densitas : 1,463 g/cm3 Titik Lebur : - 0,43 °C Titik Didih : 150,2 °C Kelarutan dalam air: Sangat mudah larut

  Hidrogen peroksida dengan rumus kimia H

  2 O 2 ditemukan oleh Louis Jacques

  Thenard di tahun 1818. Senyawa ini merupakan bahan kimia anorganik yang memiliki sifat oksidator kuat. Bahan baku pembuatan hidrogen peroksida adalah gas hidrogen (H2) dan gas oksigen (O2). (Patnaik, P., 2002).

  Hidrogen peroksida tidak berwarna, berbau menyengat , dan larut dalam air. Dalam suhu dan tekanan ruang hidrogen peroksida sangat stabil dengan laju dekomposisi kurang dari 1% per tahun. Mayoritas penggunaan hidrogen peroksida adalah dengan memanfaatkan dan merekayasa reaksi dekomposisinya, yang intinya menghasilkan oksigen. Pada tahap produksi hidrogen peroksida, bahan stabilizer kimia biasanya ditambahkan dengan maksud untuk menghambat laju dekomposisinya, termasuk dekomposisi yang terjadi selama dalam penyimpanan. Selain menghasilkan oksigen, reaksi dekomposisi hidrogen peroksida juga menghasilkan air. Reaksi dekomposisi eksotermis yang terjadi adalah sebagai berikut (Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S., 2009 ).

  H

  2 O

  2 H

  2 O + 1/2O2 + 23.45 kkal/mol Hidrogen peroksida merupakan pengoksidasi yang kuat dengan potensial

  o

  reduksi (E red) = + 1,78 volt. Persamaan setengah sel dapat ditulis sebagai berikut (Dickson,G., 2000).

  • H

  2 O + 2 + 2H + 2e

  2H

2 O Eº = +1.78 volt

Gambar 2.2 struktur perhidrol H

  2 O

  2 H

  2 O 2 konsentrasi tinggi dengan jumlah banyak bila kontak dengan bahan yang

  mudah terbakar dapat langsung terbakar dipicu oleh oksigen yang dilepaskan (Farez R, 2003). Konsentrasi peroksidase tidak direkomendasikan untuk pemakaian dalam tubuh 30% (kadar regen) digunakan dalam percobaan di laboratorium dan biasanya mengandung stabilisator 30% (kadar elektronik) digunakan untuk membersihkan komponen elektronik 35% (kadar teknik) biasa digunakan bersama dengan fosfor untuk menetralisir klorin dalam air 35% (kadar makanan) digunakan dalam produk makanan seperti keju dan telur dan juga terdapat dalam lapisan kertas alumunium pembungkus aseptic untuk makanan, seperti produk jus buah dan susu ini merupakan kadar yang direkomendasi untuk pemakaian dalam tubuh 90% digunakan sebagai sumberoksigen dalam bahan bakar roket (Williams DG, 2003).

  H

  2 O 2 adalah suatu senyawa yang iritan terhadap mata, membran mukosa

  dan kulit. Pemaparan singkat pada mata dapat mengakibatkan rasa perih dan mata berair, walaupun dengan konsentrasi 1-3%. Kontak dengan kulit akan menyebabkan pemutihan kulit sementara. Inhalasi pada kadar yang tinggi akan menyebabkan iritasi yang berat pada hidung dan saluran napas. Bila tertelan, maka akan terjadi iritasi sampai kerusakan berat pada saluran cerna. Keracunan sistemik akan menyebabkan sakit kepala, pusing, muntah, diare, tremor, mati rasa, kejang, edema paru, kehilangan kesadaran sampai syok (Hilliwell B, 2000).

2.8.Kerangka Teori

  Leukemia aspirasi biopsi sumsum tulang

  pengecatan lepehne Konsentrasi H O 2

2

  25% 22,5%

  20 30% sebagai

  27,5% control

  Hasil Pewarnaan Lepehne

Gambar 2.2. Kerangka Teori pengaruh konsentrasi perhidrol (H

  2 O 2 ) terhadap kualitas pengecatan lepehne.

  2.9. Kerangka konsep

  Variable Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.3. Kerangka konsep pengaruh konsentrasi perhidrol (H

  2 O 2 ) terhadap kualitas pengecatan lepehne.

  2.10. Hipotesis

  “ Ada pengaruhVariasi konsentrasi larutan Perhidrol (H

  2 O 2 ) terhadap kualitas

  hasil pewarnaan lepehne pada leukemia ”

  Variasi konsentrasi larutan H 2 O 2 Kualitas hasil pewarnaan Lepehne