DESAIN PEMBELAJARAN UNTUK MEMFASILITASI PENINGKATAN TARAF BERFIKIR SISWA DARI OPERASI KONKRET KE OPERASI FORMAL PADA POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR SERTA HASIL UJI COBANYA DI SMP PANGUDI LUHUR KELAS VIII.B WEDI KLATEN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah S

  

DESAIN PEMBELAJARAN UNTUK MEMFASILITASI PENINGKATAN

TARAF BERFIKIR SISWA DARI OPERASI KONKRET KE OPERASI

FORMAL PADA POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR

SERTA HASIL UJI COBANYA DI SMP PANGUDI LUHUR KELAS VIII.B

WEDI KLATEN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh:

  

ASTI DWI KUSUMAWATI

NIM : 021424031

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  

Life is Beautiful

Hidup adalah anugrah untuk diterima dengan rasa

syukur Untuk dipenuhi dengan persahabatan Untuk diabdikan demi kebaikan Untuk dibagi-bagikan dengan murah hati Untuk diperjuangkan dengan berani Untuk diberikan dengan gembira

  

Hidupilah hidup

Bersyukurlah, rasailah, cecaplah

Betapa hidup lebih berharga dari segala hal

yang lain

  

Setiap hari, setiap saat, cintailah hidup

Hidup adalah kebahagiaan

Berbesarhatilah karena hidup lebih berharga

dari seluruh dunia ini

  De Chee Skripsi ini Kupersembahkan Untuk

Keluargaku & saudaraku yang telah memberikan makna hidupku jadi berarti

Orang-orang yang kusayangi yang membuat hidupku seperti pelangi

  

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan menghasilkan desain pembelajaran untuk memfasilitasi peningkatan taraf berfikir dari operasi konkret ke operasi formal pada pokok bahasan suhu dan kalor serta melaporkan hasil uji cobanya pada siswa kelas VIII.B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 29 Juli sampai 14 Agustus 2006 dengan mengambil sampel satu kelas yang berjumlah 38 siswa.

  Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal-soal yang merepresentasikan operasi konkret dan operasi formal serta desain pembelajaran sebagai fasilitasi peningkatan dari operasi konkret ke operasi formal pada pokok bahasan suhu dan kalor.Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan taraf berfikir dari operasi konkret ke operasi formal dengan fasilitasi menggunakan suatu desain pembelajaran, siswa diminta untuk mengerjakan soal pretes dan postes. Hasil analisis pretes digunakan untuk mengetahui siswa tersebut masuk dalam tahap sensorimotorik, praoperasi, operasi konkret atau operasi formal. Bagi siswa yang masuk tahap sensorimotorik, praoperasi dan operasi formal tidak dianalisis lebih lanjut. Hanya bagi siswa yang termasuk dalam tahap operasi konkret dianalisis lebih lanjut kemudian dibandingkan dengan hasil postesnya.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 38 siswa ada 44,74% (17) siswa yang dapat dimasukkan dalam tahap perkembangan operasi konkret, 55,26% (21) siswa yang dapat dimasukkan dalam tahap sensorimotor dan tahap praoperasi serta tidak ada siswa yang berada pada tahap operasi formal. Dari 17 siswa setelah selama 5 kali pertemuan (8 JP) siswa mengikuti proses pembelajaran dan diakiri dengan postes. Maka hasil tes menunjukkan bahwa untuk soal operasi konkret ada 8 siswa (47,06%) yang mengalami peningkatan dan 4 siswa (23,53%) mengalami penurunan serta 5 siswa (29,41%) yang tetap (menjawab sama untuk soal pretes dan postes). Berdasarkan hasil Uji-T disimpulkan bahwa secara umum tidak ada peningkatan operasi konkret. Untuk soal operasi formal semua mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 20,85%. Berdasarkan hasil Uji-T disimpulkan bahwa secara umum terjadi peningkatan operasi formal.

  

ABSTRACT

  The goal of this research is to generate an instructional design for facilitating the thinking level improvement from concrete operation to formal operation in the topic of temperature and heat and to report its test results on the

  VIII B class of SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten. The research was held on 29 July- 14 August 2006 by surveying 38 students as the sample.

  Some instruments used in the research are problems that represent a concrete operation and formal operation, and also an instructional design as the improvement facilities from concrete operation to formal one. To know whether there is an improvement of thinking level from concrete operation to formal operation by using an instructional design, students were asked to solve pretest and posttest problems. The result of pretest analysis is used to know in which category a student is classified : the sensorymotoric, preoperation, concrete operation, or formal operation level. Students who are in the sensorymotoric, preoperation, and formal operation level were not being analyzed. Only for them who one classified in the concrete operation, a further analysis was made and then being compared with the posttes result.

  The result shows that from those 38 students there are 44.74% (17) students which belong to the concrete operation improvement level of 55.26% (21) students are sensorymotoric, and no student is classified in the formal operation. After joining the instructional process for five times meeting that ended by posttest, 17 students classified in the concrete operation had their change, 8 students got an improvement, 4 students got worse, and 5 students were in steady state. For formal operation problems, all of the 17 students got an improvement with the rate of 20.85%. According to T- test result, it can be conclude that generally there is an improvement of formal operation.

KATA PENGANTAR

  Pujian syukur kepada Tuhan, karena penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “DESAIN PEMBELAJARAN UNTUK MEMFASILITASI PENINGKATAN TARAF BERFIKIR SISWA DARI OPERASI KONKRET KE OPERASI FORMAL PADA POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR SERTA HASIL UJI COBANYA DI SMP PANGUDI LUHUR KELAS VIII.B WEDI KLATEN”.

  Perjuangan untuk mencapai keberhasilan memang berat. Terasa sekali beratnya hingga rasa malas dan putus asa sering mendera. Namun dengan kemauan ingin meraih masa depan telah mendorong penulis untuk tetap berusaha.

  Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini, khususnya kepada:

  1. Drs.A. Atmadi, M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang memberikan dorongan, semangat, saran dan kritikan serta membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

  2. Br. Antonius Parjana, FIC selaku kepala sekolah SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten.

  3. Th. Tri Wahono, S.Pd. Selaku guru bidang studi fisika kelas VIIII.B di SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten.

  4. Dra. Maslichah Asy’ari, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik.

  5. Bapak Sunarjo dan Bapak Sugeng (sekretariat JPMIPA), atas kerjasamanya dalam melayani pembuatan surat ijin penelitian.

  6. Bapak dan ibu tercinta untuk doa, dukungan, nasehat dan kasih sayangnya.

  7. Mbak Ria dan adikku Alm. Jujun tersayang yang selalu ada dalam hatiku.

  8. Mas Sudi yang selalu memotivasi dan memberi semangat “Kuliah terus kapan luluse…………!!!”

  9. Rm Nano atas motovasi dan doa-doanya serta kakak-kakakku Fr.Che-Che dan

  10. Sahabat-sahabatku Wenni, Asti, Ria serta teman-teman sebimbingan Aka, Tasya dan P.Win, terima kasih atas doa, curhatan dan dukungannya selama ini.

  11. Teman-temanku seangkatan PFIS 2002: Sulis, Wisnu, Idang, Eko, Heru, Titik, Nita, Cicik, Dina, Ari, Mif, Dedik dan Rita, terima kasih atas persahabatannya.

  12. Teman-teman kost “Merah” :Yevin, Tia, Ika, Jaiko, Wiwid, Titis, Ardath dan teman-teman “Wiswa lestari” serta saudaraku Rina dan Angga, terima kasih untuk semuanya.

  13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan dan doa selama perjalanan studi dan proses penyusunan skripsi ini. Akhirnya penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dan untuk itu saran dan kritik yang membangun senantiasa diharapkan. Semoga tulisan yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

  Yogyakarta,

  8 Februari 2007 Penulis

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………..i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………....ii HALAMAN PENGESAHAN..…………………………………………………………iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN………………………………………..iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………………………v ABSTRAK………………………………………………………………………………vi ABSTRACT……………………………………………………………………………vii KATA PENGANTAR…………………………………………………………………viii DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….x DAFTAR TABEL……………………………………………………………………...xii DAFTAR GRAFIK……………………………………………………………………xiii DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………..xiv

  BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………1 A. Latar Belakang………………………………………………………………..1 B. Perumusan Masalah…………………………………………………………..2 C. Tujuan Penelitian……………………………………………………………..2 D. Manfaat Penelitian……………………………………………………………3 BAB II DASAR TEORI………………………………………………………………...4 A. Pengetahuan Awal…………………………………………………………....4 B. Transformasi dari Operasi Konkret ke Operasi Formal……………………...5 C. Desain Pembelajaran Fasilitasi Perkembangan………………………………7

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………………………12 A. Jenis Penelitian……………………………………………………….………12 B. Waktu dan Tempat Penelitian…………………………………………….….12 C. Sampel Penelitian………………….…………………………………………12 D. Instrumen…………………………………………………………….………13

  a. Desain Pembelajaran…………………………………….………………13

  b. Instrumen Penelitian…………………………..…………………………16

  E. Metode Pengumpulan Data……………………………………………..……22

  F. Metode Analisis Data………………………………………….……………..22

  BAB IV DATA DAN ANALISIS…………………………….………………………..28 A. Operasi Konkret dan Operasi Formal………………………..………………28 B. Variasi Tahap Perkembangan………………………………………….…….41

  1. Pergeseran Taraf Perkembangan Operasi Konkret………………………41

  2. Pergeseran Taraf Perkembangan Operasi Formal ……………........……47

  BAB V PENUTUP….…………………………………..……………………..………57 A. Kesimpulan……………………………………………………………….….57 B. Saran…………………………………………………………………………59 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….60 LAMPIRAN

  

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Variasi jawaban soal pretes…………………………………………....29Tabel 3.2 Hasil pretes siswa yang berada pada tahap operasi konkrit…………...33Tabel 3.3 Variasi jawaban soal postes………………………………………..….35Tabel 3.4 Hasil postes siswa yang sebelum pembelajaran berada pada tahap operasi konkret………………………………………….....39Tabel 3.5 Prosentase kebenaran jawaban untuk soal operasi konkret………........43Tabel 3.6 Signifikansi peningkatan operasi konkret……………………………..43Tabel 3.7 Prosentase kebenaran jawaban untuk soal operasi formal………….....48Tabel 3.8 Signifikansi peningkatan operasi formal………………………………49

DAFTAR GRAFIK

  Grafik 3.1 Variasi jawaban soal pretes………………...…………………………32 Grafik 3.2 Hasil pretes siswa yang berada pada tahap operasi konkret……….....34 Grafik 3.3 Variasi jawaban soal postes………………..…………………………38 Grafik 3.4 Hasil postes siswa yang sebelum pembelajaran berada pada tahap operasi konkret…………………..………………………40 Grafik 3.5 Pergeseran dari soal operasi konkret………………………..………..42 Grafik 3.6 Pergeseran dari soal operasi formal……………………….…..……...47

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Rincian kemampuan dari operasi konkret dan operasi formal serta Penerapan soal terhadap masing-masing rincian kemampuan ……62

  Lampiran 2. Desain Pembelajaran

  1. Model Pembelajaran “ Suhu dan Termometer”.............................77

  2. Model Pembelajaran “ Kalor dan Suhu Benda”............................81

  3. Model Pembelajaran “Penghantar dan Isolator Panas”.................88 Lampiran 3. Soal pretes………………………………………………………….94 Lampiran 4. Soal postes………………………………………………………...101 Lampiran 5. Fasilitasi Perkembangan pada materi Suhu dan Kalor……………109 Lampiran 6. Kunci jawaban soal pretes dan postes…………………………….114 Lampiran 7. Tabel T- test ( Two- Tailed Test)…………………………………115 Lampiran 8. Surat permohonan ijin penelitian....................................................116 Lampiran 9. Surat keterangan melaksanakan penelitian.....................................117

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini banyak teori perkembangan yang dipakai dan digunakan

  sebagai dasar untuk meneliti perkembangan seseorang. Salah satu teori yang sering dipakai adalah teori perkembangan Piaget. Teori ini menekankan perkembangan kognitif dan dampak dari proses perkembangan tersebut. Perkembangan pemikiran anak, sejak lahir sampai dewasa berbeda, makin maju dan sempurna. Teori Piaget juga sangat membantu pendidik untuk dapat membantu siswa mengembangkan pemikirannya. Pemikiran siswa berkembang secara perlahan dengan tahap–tahapnya, mulai dari tahap sensorimotor, tahap praoperasi, tahap operasi konkret dan akhirnya tahap operasi formal. Karena itu, dalam menyampaikan suatu materi kepada siswa perlu diperhatikan tingkat pemikirannya, dimulai dari yang konkret ke yang abstrak, dari bahan yang mudah ke bahan yang sulit dan dari bahan yang dekat dengannya sampai ke yang jauh. Pengetahuan adalah konstruksi siswa sendiri, maka siswa harus dibantu agar aktif dalam mengolah, mendalami dan membangun pengetahuannya. Sebagai seorang pendidik kita perlu mengerti tahap perkembangan siswa sehingga dapat membantu siswa secara lebih tepat. Pendidik perlu menciptakan suasana yang menantang siswa berfikir, merumuskan pikirannya, dan mengekspresikan apa yang siswa ketahui.

  Pembelajaran dapat dirancang untuk memfasilitasi peningkatan taraf berfikir siswa. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk membuat suatu desain pembelajaran untuk memfasilitasi peningkatan taraf berfikir siswa dari operasi konkret ke operasi formal, khususnya pada pokok bahasan “Suhu dan Kalor”.

B. Perumusan Masalah

  Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang akan diteliti adalah “Bagaimanakah taraf berfikir siswa dari operasi konkret dapat meningkat ke operasi formal dengan fasilitasi sebuah pembelajaran pada pokok bahasan Suhu dan Kalor pada siswa kelas VIII.B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten?"

C. Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah menghasilkan desain pembelajaran yang dapat memfasilitasi peningkatan taraf berfikir dari operasi konkret ke operasi formal pada pokok bahasan suhu dan kalor serta melaporkan hasil uji cobanya pada siswa kelas VIII.B SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten.

D. Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

  1. Dapat mengetahui ada tidaknya peningkatan taraf berfikir dari operasi konkret ke operasi formal dengan fasilitasi menggunakan suatu desain pembelajaran.

  2. Dapat menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan dalam merancang proses belajar mengajar.

  3. Dapat digunakan sebagai acuan untuk merancang pembelajaran untuk memfasilitasi peningkatan taraf perkembangan kognitif siswa pada materi yang lain.

BAB II DASAR TEORI A. Pengetahuan Awal Menurut Piaget dalam Suparno (2001: 24-25), pengertian seseorang itu

  mengalami perkembangan dari lahir sampai menjadi dewasa. Secara garis besar, Piaget membedakan empat tahap perkembangan kognitif seorang anak (1) tahap sensorimotor yang terjadi sejak anak lahir sampai berumur 2 tahun, (2) tahap pra operasi pada umur 2 tahun sampai 7 tahun, (3) tahap operasi konkret pada umur 7 sampai 11 tahun, dan (4) tahap operasi formal pada umur 11 tahun ke atas. Setiap tahap perkembangan meneruskan tahap yang sebelumnya, membentuk tahap yang baru, dan mengembangkan tahap itu ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Pada skripsi ini yang akan dibahas adalah perkembangan dari tahap operasi konkret ke tahap operasi formal.

  Menurut Piaget, urutan tahap itu mempunyai beberapa sifat: 1) Urutan perkembangan tahap–tahap itu tetap, meskipun umur rata-rata terjadinya dapat bervariasi secara individual menurut tingkat inteligensi atau lingkungan sosial seseorang. Urutan tahap sensorimotor, praoperasi, operasi konkret dan operasi formal adalah tetap. Tetapi, kapan tahap-tahap itu dapat berkembang dalam diri seseorang dapat berbeda-beda. Seseorang dapat berkembang lebih cepat, sedangkan yang lain lebih lambat.

  2) Urutan perkembangan itu tidak dapat saling ditukar. Seorang anak tidak dapat sampai pada tahap operasi formal kalau belum melalui tahap operasi konkret. 3) Setiap tahap yang lebih maju mempunyai penalaran yang secara kualitatif berbeda dengan penalaran tahap sebelumnya. Penalaran tahap berikutnya jauh lebih tinggi dari pada yang sebelumnya. 4) Setiap kemajuan dalam penalaran selalu dapat diterapkan secara lebih menyeluruh. Misalnya, seorang anak yang menyadari konsep kekekalan panjang dapat menggunakan penalaran yang sama bagi objek lain yang relevan dan bersesuaian.

  5) Kemajuan tahap baru selalu mengandung perluasan dari struktur yang sebelumnya. Struktur yang lama diubah melalui adaptasi, meskipun formulasi yang sebelumnya tidak pernah dihilangkan. Transformasi penalaran yang baru dari yang sebelumnya merupakan perkembangan.

B. Transformasi dari Operasi Konkret ke Operasi Formal

  Menurut Suparno (2001: 69 - 70) tahap operasi konkret tidak hanya mengembangkan apa yang ada pada tahap praoperasi, tetapi juga melampaui dan membentuk skema lain yang baru. Tahap operasi konkret ini dicirikan dengan pemikiran anak yang sudah berdasarkan logika tertentu dengan sifat reversibilitas dan kekekalan. Anak sudah dapat berfikir menyeluruh dengan melihat banyak unsur dalam waktu yang sama. Pemikiran anak dalam banyak klasifikasi dengan lebih baik, bahkan mengambil kesimpulan secara probabilitas. Konsep akan bilangan, waktu dan ruang sudah semakin lengkap terbentuk.

  Meskipun demikian, pemikiran yang logis dengan segala unsurnya di atas masih terbatas diterapkan pada benda-benda yang konkret, pemikiran itu belum diterapkan pada kalimat verbal, hipotetis dan abstrak. Anak pada tahap ini masih tetap kesulitan untuk memecahkan persoalan yang memiliki segi dan variabel terlalu banyak. Maka, meskipun inteligensi pada tahap ini sudah sangat maju, cara berfikir seorang anak tetap masih terbatas karena masih berdasarkan sesuatu yang konkret.

  Menurut Suparno (2001: 100 - 101) pada tahap pemikiran operasi formal, berkembanglah logika remaja dalam memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi. Ada peralihan pemikiran dari pengalaman langsung menuju pemikiran yang berdasarkan proposisi dan hipotetis. Asimilasi dan akomodasi terus berperan dalam membentuk skema yang lebih menyeluruh pada pemikiran remaja. Unsur pokok pada pemikiran formal adalah pemikiran deduktif, induktif dan abstraktif. Yang pertama, mengambil keputusan khusus dari pengalaman yang umum, yang kedua mengambil kesimpulan umum dari pengalaman-pengalaman yang khusus dan yang terakhir, abstraksi tidak langsung dari objek.

  Pada tahap perkembangan ini seorang anak sudah mulai maju dalam memahami konsep proporsi dengan baik, sudah mampu menggunakan referensi pemikiran. Ia juga sudah mengerti probabilitas dengan unsur kombinasi dan permutasi. Pemetaan dan rincian kemampuan untuk operasi konkret dan operasi formal dapat dilihat di lampiran 1.

C. Desain Pembelajaran Fasilitasi Perkembangan

  Untuk dapat berkembang ke tahap operasi formal siswa yang masih berada pada tahap operasi konkret perlu difasilitasi. Pada penulisan ini penulis menyusun desain pembelajaran “ Suhu dan Kalor ” sebagai salah satu fasilitas agar taraf berfikir siswa meningkat dari operasi konkret ke operasi formal.

  Dalam desain yang dibuat ada beberapa metode yang digunakan yaitu:

  a) Demonstrasi Menurut Kartika Budi dalam handout kuliah “Metodologi

  Pembelajaran Fisika”-nya, demonstrasi diartikan sebagai proses menunjukkan “sesuatu”. Ada berbagai hal yang dapat ditunjukkan, antara lain objek, misalnya: magnet, lensa, prisma, cermin, model atom, model kristal, model tata surya, larutan elektrolit, jenis-jenis batuan, komponen- komponen elektronika seperti kapasitor, resistor, transistor, diode, kumparan; alat, misalnya: mikroskop, ampermeter, voltmeter, asiloskop, jangka sorong, tangki riak, spektrometer; cara menggunakan atau mengoperasikan suatu alat, misalnya: cara memasang, merangkai, mengoperasikan, dan membaca skala multimeter; suatu gejala atau proses, misal: pemuaian, terjadinya spektrum melalui kisi, perubahan arus yang pembiasan dan pemantulan cahaya, terjadinya gelombang pada tali dan slingki, interferensi dengan tangki riak, pemantulan cahaya oleh cermin, pembiasan cahaya oleh prisma dan lensa, terjadinya gaya pada kawat berarus dalam medan magnet, interaksi antara dua kawat sejajar berarus, terjadinya arus induksi, dan sebagainya.

  Menurut Muhibbin Syah (1995: 210 - 211), keunggulan menggunakan metode demonstrasi antara lain (1) perhatian siswa lebih dapat dipusatkan, (2) proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari, (3) pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa.

  Selain itu demonstrasi juga memiliki kelemahan, antara lain (1) mahalnya biaya yang harus dikeluarkan terutama untuk alat-alat modern, (2) untuk konsep tertentu memerlukan waktu yang lama, (3) untuk kelas yang besar tidak semua siswa dapat melihat dengan jelas kegiatan yang dilakukan, (4) dibandingkan dengan metode eksperimen, dengan metode demonstrasi siswa tidak mengalami percobaan sendiri.

  b) Eksperimen Eksperimen adalah suatu kegiatan mempergunakan alat-alat sains dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu yang baru (setidak-tidaknya bagi orang itu sendiri, meskipun tidak baru bagi orang lain) atau untuk mengetahui apa yang terjadi kalau diadakan suatu proses tertentu (Sukarno, dalam Sujanti, 1999: 15).

  Eksperimen merupakan percobaan yang dilakukan untuk memperoleh data sehingga proses analisis dan kesimpulan dapat berlangsung. Dalam eksperimen siswa melakukan sendiri percobaannya (Kartika Budi, 2001: 48).

  Melihat dari pengertian eksperimen kita dapat mengetahui keunggulan dari metode eksperimen untuk proses belajar-mengajar di sekolah, antara lain (a) dapat memecahkan berbagai masalah dan uji bermacam-macam hipotesis, (b) dapat terjalin kerja sama untuk saling mendukung percobaan-percobaan, (c) dapat semakin memahami objek atau kejadian, (d) dapat menghidupkan kegiatan belajar, (e) dapat mengaitkan teori dengan peristiwa alam dalam lingkungan, (f) dapat mendorong motivasi siswa, (g) hasil eksperimen lebih mudah diingat daripada informasi melalui metode ceramah, (h) guru dapat melatih penalaran siswa dalam berpikir, (i) melatih sikap siswa dalam melakukan eksperimen (sikap-sikap positif seperti tidak mudah putus asa, kritis, kreatif, terbuka, tidak mudah puas, menghargai dan menerima berbagai masukan dari luar), (j) siswa aktif dalam mencari jawaban dari persoalan yang dihadapi, (k) siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya.

  Menurut Kartika Budi (1997: 170), selain memiliki keunggulan, metode eksperimen juga memiliki berbagai kelemahan, antara lain (a) metode eksperimen memerlukan sejumlah set alat sesuai dengan jumlah kelompok atau siswa sehingga memerlukan biaya cukup mahal untuk membelinya, (b) memerlukan ruangan atau tempat khusus untuk melakukan eksperimen, (c) memerlukan waktu khusus untuk mempersipakan dan pengemasan alat yang digunakan, (d) kegagalan atau kesalahan dalam eksperimen akan mengakibatkan salahnya penerimaan informasi bagi siswa.

  Dalam metode ini siswa diberikan kebebasan untuk melakukan percobaan dan pengamatan. Dengan demikian siswa memiliki pengalaman sendiri. Percobaan dan pengamatan dapat menghilangkan salah pengertian intuitif siswa. Percobaan yang dilakukan dapat menantang pengetahuan awal siswa apakah benar atau salah (Suparno, 2000). Eksperimen yang memberikan hasil yang bertentangan dengan konsep awal siswa dapat menyebabkan siswa merubah konsepnya dan untuk terjadinya perubahan konsep bergantung pada siswa yang mau belajar dengan aktif.

  c) Memunculkan suatu pertanyaan Kegiatan ini sering dilakukan oleh guru di awal pelajaran.

  Biasanya ini digunakan oleh guru untuk memancing pengetahuan awal siswa mengenai materi yang sedang diajarkan. Pada penulisan ini penulis juga melakukan hal yang sama pada sub pokok bahasan “ kalor dan suhu benda” serta “ penghantar dan isolator panas” d) Diskusi kelompok Penulis juga memilih metode ini dalam proses pembelajaran.

  Dengan metode ini siswa lebih berani dalam mengemukakan pendapatnya. dari pada berbicara di depan kelas. Dari metode ini diharapkan siswa satu dengan yang lain bisa saling bekerja sama dalam menyelesaikan masalah yang ada dan segala pemikiran bisa diutarakan sehingga bisa bertukar pikiran satu dengan yang lain.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif yang

  bersifat eksploratif, karena peneliti hanya ingin mengetahui bagaimanakah desain pembelajaran yang dibuat dapat memfasilitasi peningkatan taraf berfikir dari operasi konkret ke operasi formal pada siswa SMP kelas VIII Pangudi Luhur Wedi Klaten, untuk pokok bahasan suhu dan kalor.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

  a. Waktu Penelitian dilaksanakan pada tanggal 29 Juli sampai 14 Agustus 2006.

  b. Tempat

  Penelitian dilakukan di SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten, d.a Karangrejo, Pandes, Wedi, Klaten 57461.

C. Sampel Penelitian

  Dari 3 kelas VIII yang ada diambil 1 kelas yang dianggap lebih baik dari kedua kelas lainnya yaitu kelas VIII.B yang berjumlah 38 siswa. Menurut guru pengampu bidang studi fisika kelas ini dipilih karena kelas ini cukup aktif selama proses pembelajaran berlangsung, sehingga selama proses pengambilan data

D. Instrumen a. Desain Pembelajaran

  Untuk memfasilitasi peningkatan taraf berfikir dari operasi konkret ke operasi formal peneliti membuat suatu desain pembelajaran. Ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan desain pembelajaran, antara lain: a) Memilih pokok bahasan tertentu

  Dalam penelitian ini penulis memilih “Suhu dan Kalor” sebagai materi pokok yang akan dipelajari. Materi pokok ini dibedakan menjadi 3 sub pokok bahasan: 1) suhu dan termometer, 2) kalor dan suhu benda, 3) penghantar dan isolator panas.

  b) Membuat pemetaan Pemetaan dibuat dalam bentuk kolom-kolom, agar lebih mudah dalam membaca dan lebih mudah dipahami. Beberapa langkah pemetaan yang dilakukan dalam pembuatan desain ini antara lain:

  1. Rincian kemampuan operasi konkret dan operasi formal Kegiatan ini untuk mendaftar rincian kemampuan apa saja yang dimiliki anak masing-masing pada tahap operasi konkret dan operasi formal. Ada 8 rincian kemampuan pada tahap operasi konkret dan 11 rincian kemampuan pada tahap operasi formal. Rincian tersebut dapat dilihat pada lampiran 1. Setiap rincian kemampuan diberikan penjelasan yang memperjelas kemampuan yang dimiliki anak pada tahap tersebut dan

  2. Peyusunan soal yang sesuai dengan masing-masing rincian kemampuan Untuk masing-masing rincian kemampuan pada tahap operasi konkret maupun operasi formal disusun pada soal-soal yang merepresentasikan rincian kemampuan tersebut. Beberapa soal diambil dari sumber utama buku “Teori perkembangan kognitif Jean Piaget” dan beberapa buku pendukung serta ada beberapa soal yang dibuat oleh penulis sendiri dengan mengacu pada penjelasan dari mesing-masing rincian kemampuan. Setiap sumber dari soal ditulis di belakang dari soal. Soal selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

  3. Fasilitasi transformasi dari operasi konkret ke operasi formal Desain yang dibuat ini sebagai salah satu fasilitasi siswa yang masih berada pada tahap operasi konkret agar meningkat ke tahap operasi formal. Dalam setiap rincian kemampuan yang ada pada tahap operasi konkret difasilitasi dengan beberapa kegiatan yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung agar bisa meningkat ke tahap operasi formal. Ada beberapa rincian kemampuan yang ada dalam operasi konkret tetapi tidak ada pada operasi formal maupun sebaliknya. Secara rinci untuk masing-masing rincian kemampuan dan fasilitasinya ada pada lampiran 5.

  c) Kekhasan dari desain yang dibuat Ketiga desain pembelajaran yang dibuat oleh penulis ini memiliki terlihat pada keaktifan siswa dalam setiap proses kegiatan yang dilakukan. Meskipun dari ketiga desain ini menggunakan metode yang berbeda tetapi metode yang dipilih mengaktifkan siswa untuk berfikir, bertindak dan berkomunikasi baik dengan sesama teman maupun dengan guru.

  d) Langkah-langkah Langkah-langkah pembelajaran dalam desain pembelajaran yang di buat secara umum adalah sebagai berikut.

  Pertama adalah kegiatan awal. Kegiatan awal adalah motivasi yang dipakai oleh penulis untuk mengetahui pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan dipelajari. Kegiatan yang dilakukan adalah memunculkan suatu pertanyaan kepada siswa, mengingat kembali peristiwa sehari-hari yang berkaitan dengan konsep tersebut dan mencoba untuk menghubungkannya.

  Kedua adalah kegiatan inti. Langkah ini merupakan inti dari proses pembelajaran yang dilakukan. Kegiatan yang dilakukan antara lain: merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, pengumpulan data dan penyimpulannya.

  Ketiga adalah kegiatan pemantapan. Kegiatan ini merupakan rangkuman dari seluruh proses yang dilakukan. Perangkuman dapat dilakukan sekaligus untuk memberikan evaluasi berupa Tanya jawab lisan, latihan soal maupun pekerjaan rumah.

b. Instrumen Penelitian

  Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah soal- soal pilihan ganda. Pada setiap soal, diberikan 4 pilihan jawaban. Soal- soal tersebut dikelompokkan merepresentasikan operasi konkret dan operasi formal.

  Dari soal yang diberikan, siswa menjawab langsung di lembar soal, karena untuk setiap soal diberikan tempat untuk menjawab langsung dan diberi tempat untuk menuliskan alasan memilih jawaban.

  Beberapa rincian kemampuan yang merepresentasikan operasi konkret menurut Suparno (2001: 69-86) antara lain: a. Adanya transformasi reversibel, yaitu kemampuan anak dalam mengerti setiap langkah dari proses trasformasi (perubahan). Anak tidak melihat setiap langkah perubahan sebagai yang berdiri sendiri, tetapi sebagai satu kesatuan. Misalnya anak diberikan benda berputar maka ia sudah dapat melihat seluruh proses berputarnya, bukan hanya kedudukan akhir dan kedudukan awalnya.

  b. Sistem kekekalan (konservasi), ini adalah kemampuan anak dalam mengerti adanya konsep kekekalan objek. Baik itu kekekalan substansi, kekekalan panjang, kekekalan luas, dan kekekalan volume.

  c. Seriasi, merupakan kemampuan dalam mengatur atau mengurutkan unsur-unsur menurut semakin besar atau kecilnya unsur tersebut. d. Klasifikasi, adalah kemampuan anak dalam mengelompokkan objek- objek secara lebih terstruktur atau kemampuan anak dalam mengklasifikasikan objek secara lebih sistematis.

  e. Bilangan, yakni kemampuan anak dalam korespondensi satu-satu dan sifat kekekalan serta kepandaian anak dalam membuat seriasi dan klasifikasi inklusif. Pengertian anak tentang bilangan bulat bertumbuh.

  f. Ruang, waktu dan kecepatan, yaitu kemampuan anak dapat mengerti relasi urutan waktu (sebelum dan sesudah) dan koordinasi dengan waktu (panjang dan pendek). Apabila anak dihadapkan pada suatu benda maka ia akan memperhatikan laju benda tersebut dan relasi antara waktu dan jarak.

  g. Kausalitas, adalah kemampuan anak yang sudah lebih mendalam yaitu melihat sebab suatu benda. Anak suka mempertanyakan mengapa sesuatu terjadi serta melihat dan meneliti terjadinya berbagai macam hal.

  h. Penalaran, adalah kemampuan di mana anak jarang berbicara dengan suatu alasan, lebih mengatakan apa yang terjadi. Dalam hal ini anak belum berfikir secara keseluruhan dengan baik masih menekankan bagian-bagian tertentu sehingga kesulitan dalam melihat persoalan secara menyeluruh.

  Beberapa rician kemampuan yang merepresentasikan operasi formal menurut Suparno (2001: 88-100) antara lain: a. Dua reversibel, adalah kemampuan dalam membentuk suatu sistem kombinasi dan struktur fundamental yang menunjukkan suatu sistem lengkap, di mana sudah dapat menggunakan dua unsur reversibel resiprok (transformasi pencerminan) dan inversi (proses transformasi kebalikan).

  b. Pemikiran yang abstraksi reflektif, adalah kemampuan berfikir secara proporsi yaitu pemikiran untuk membandingkan dua hal atau membagikan diantara dua hal. Pada kemampuan ini anak juga melakukan suatu tindakan terhadap objek sehingga terjadi abstraksi.

  c. Sistem konbinatoris, anak mampu membuat kombinasi dan permutasi dalam mengurutkan beberapa benda yang ada.

  d. Kombinasi objek-objek dan proposisi, ini adalah kemampuan dalam mengkombinasikan beberapa gagasan dan hipotesis dalam pernyataan afirmatif atau negatif yang sederhana.

  e. Pemikiran deduktif hipotetis, yaitu kemampuan anak dalam menarik kesimpulan yang penting dari kebenaran yang masih berupa kemungkinan (hipotesis) serta mengambil kesimpulan dari sesuatu yang umum.

  f. Pengertian probalitas, adalah kemampuan anak menggunakan sistem kombinasi yang memungkinkan melihat segala kemungkinan dari sehingga dapat menagkap dan menghitung suatu probabilitas misalnya

  6

  4

  3 2 =

  .

  g. Fleksibel, adalah kemampuan anak dalam menghadapi hasil yang di luar dugaan karena semua kemungkinan sudah dipikirkan dan dalam menyelesaikan masalah tidak hanya terpaku pada satu metode pemecahan saja.

  h. Berfikir induktif saintifik, kemampuan anak dalam mengambil kesimpulan yang lebih umum berdasarkan kejadian-kejadian yang khusus serta dapat mengambil kesimpulan secara logis dari data yang ada. i. Sistem referensi ganda, adalah kemampuan anak dalam menggabungkan persoalan misalnya pada bahasan benda bertumpuk. j. Kesetimbangan hidrostatis, adalah kemampuan anak dalam memahami kesetimbangan dan mengetahui mengapa terjadi kesetimbangan.

  Konsultasi dengan dosen pembimbing dilaksanakan dalam menyusun desain pembelajaran untuk memfasilitasi peningkatan taraf berfikir siswa dari operasi konkret ke operasi formal. Desain dibuat sedemikian rupa sehingga dalam setiap langkah-langkah kegiatan yang dilakukan selama proses pebelajaran dapat mengaktifkan siswa. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan, baik komunikasi antara guru dan siswa maupun antar sesama siswa dalam kelompok.

  Dalam setiap kegiatan yang dilakukan diharapkan siswa aktif berfikir maupun bekerja sama dalam kelompok dalam melakukan tugas yang diberikan. Pada saat kerja kelompok setiap kelompok diberikan petunjuk langkah-langkah yang harus dilakukan dan beberapa tugas yang harus dikerjakan. Dengan demikian diharapkan siswa yang masih berada pada tahap operasi konkret mengalami peningkatan ke tahap operasi formal. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung dapat dilihat di desain pembelajaran (lampiran 2).

  Kualitas soal hanya ditentukan oleh validitas isi, apakah soal-soal itu bisa mengukur kemampuan taraf perkembangan pikiran siswa. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang dibuat oleh peneliti dapat mengukur kemampuan siswa yang berada pada tahap operasi konkret dan operasi formal. Untuk itu peneliti sudah melakukan uji coba alat ukur yang berupa soal-soal tersebut sebanyak 4 kali di 3 SMP yang berbeda-beda dan melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing. Soal pretes dan postes terlampir (lampiran 3 dan lampiran 4).

  Uji coba alat ukur yang pertama dilakukan pada tanggal 13 Februari 2006 di SMP N 2 Prambanan Klaten. Dari hasil uji coba dan konsultasi dengan dosen pembimbing, maka jenis soal yang semula berhubungan dengan materi pokok yaitu suhu dan kalor diganti, karena jenis soal yang digunakan untuk dapat mengukur kemampuan siswa berada pada tahap mana adalah soal-soal yang merepresentasikan masing-masing rincian kemampuan baik dari operasi konkret maupun operasi formal.

  Uji coba alat ukur yang kedua dilakukan pada tanggal 6 Maret 2006 di SMP N 2 Prambanan Klaten. Dari hasil uji coba tes tersebut ada 1 soal yang diperbaiki kembali, 1 soal yang di hapus dan 3 soal baru. Soal yang diperbaiki adalah soal nomor 5. Semula gambar yang digunakan adalah sebuah timbangan yang miring seperti pada soal di bawah ini.

  1

  T

  1 A

B

  Ada sebuah timbangan. Lihatlah gambar di bawah ini! T

  2 Kemudian gambar diperbaiki dengan posisi timbangan yang setimbang dengan soal dan pilihan jawaban yang berbeda dari semula.

  1 lebih pendek dari pada lengan T

  d. dibuat lengan T

  2 lebih pendek dari pada lengan T

  Ada sebuah timbangan. Lihatlah gambar di bawah ini! Bagaimanakah caranya agar timbangan A dan B bisa setimbang?

  c. dibuat lengan T

  b. dibuat panjang tali di b lebih pendek dari pada di A

  a. dibuat panjang tali di A lebih panjang dari pada di B

  2

  T

  1 A B

  T

  2 Dari gambar di atas pernyataan di bawah ini manakah yang benar?

  a. Semakin berat benda (A), lengan timbangan T harus semakin

  1

  panjang dari pada T 2 agar terjadi kesetimbangan.

  b. Supaya terjadi keseimbangan, diperlukan lengan T

  1 lebih pendek

  dari pada lengan T 2 bila beban A lebih ringan dari pada beban B.

  c. Semakin ringan benda (B), lengan timbangan T

  2 harus semakin pendek dari pada T agar terjadi keseimbangan.

  1

  d. Supaya terjadi kesetimbangan, diperlukan lengan T

  2 lebih panjang

  dari pada lengan T 1 bila beban B lebih ringan dari pada beban A. Soal tersebut diperbaiki karena kurang bisa mengukur kemampuan dalam membandingkan dua hal atau membagikan antara dua hal.

  Soal yang tidak digunakan adalah soal nomor 9, karena soal tersebut terlalu sederhana. Sehingga jumlah soal dari 20 menjadi 21.

  Uji coba alat ukur yang ketiga dilakukan pada tanggal 27 Maret 2006 di SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten. Dari hasil uji coba tes tersebut ada 1 soal yang dihapus dan 3 soal baru. soal yang tidak digunakan adalah soal nomor 3, karena soal tersebut kurang dapat mengukur kemampuan siswa dalam mengatur atau mengurutkan unsur-unsur menurut semakin besar atau kecilnya unsur tersebut (seriasi). Sehingga jumlah soal dari 21 menjadi 23.

  Uji coba alat ukur yang keempat dilakukan pada tanggal 24 April 2006 di SMP N 3 Gantiwarno Klaten. Dari hasil uji coba tes terakhir ini diketahui bahwa alat ukur telah memenuhi harapan atau standar.

Dokumen yang terkait

IMPLEMENTASI PEMBERIAN PENGUATAN DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKANAKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADASUB POKOK BAHASAN OPERASI HITUNG BENTUK ALJABAR DI KELAS VIIB SMP NEGERI 4 JEMBER TAHUN AJARAN 2012/20

0 9 1

IMPLEMENTASI PEMBERIAN PENGUATAN DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA SUB POKOK BAHASAN OPERASI HITUNG BENTUK ALJABAR DI KELAS VIIB SMP NEGERI 4 JEMBER TAHUN AJARAN 2012/

0 9 19

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII.B SMP PGRI PEKANBARU

0 1 7

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN MACROMEDIA FLASH PRO 8 PADA POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR Sk

0 0 79

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) BERBASIS INKUIRI TERBIMBING POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR

0 2 6

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR POKOK BAHASAN POLA DAN BARISAN BILANGAN PADA SISWA KELAS IX DI SMP NEGERI 3 LEMBANG TAHUN PELAJARAN 20132014

0 0 18

PENERAPAN METODE QUANTUM TEACHING BERBASIS MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN BERFIKIR KREATIF SISWA SERTA DAMPAKNYA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA ARTIKEL JURNAL PENELITIAN Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Sida

0 0 18

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN FISIKA BERUPA GAME ULAR TANGGA POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR SMPMTS Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam Ilmu Fisika

0 0 117

PENGARUH PENDEKATAN SAINTIFIK TERHADAP HASIL BELAJAR PADA PESERTA DIDIK KELAS X PADA POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR DI SMA NEGERI 1 BENGKUNAT - Raden Intan Repository

0 0 113

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN ADVANCED ORGANIZER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF PESERTA DIDIK POKOK BAHASAN SUHU DAN PERUBAHANANNYA DI SMP N 33 BANDAR LAMPUNG Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mendapatkan Gel

0 0 79