BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - BAB I BELA PUJA PAI'18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam yang memiliki sifat universal dan kosmopolit dapat merambah
ke ranah kehidupan apa pun, termasuk dalam ranah pendidikan. Ketika Islam dijadikan sebagai paradigma ilmu pendidikan paling tidak berpijak pada tiga alasan. Pertama, ilmu pendidikan sebagai ilmu humaniora tergolong ilmu normatif, karena ia terkait oleh norma-norma tertentu. Kedua, dalam menganalisis masalah pendidikan, para ahli selama ini cenderung mengambil teori-teori dan falsafah pendidikan barat. Falsafah pendidikan barat lebih bercorak sekuler yang memisahkan berbagai dimensi kehidupan, sedangkan masyarakat Indonesia lebih bersifat religius. Ketiga, dengan menjadikan Islam sebagai paradigma maka keberadaan ilmu pendidikan memiliki ruh yang dapat menggerakkan kehidupan spiritual dan kehidupan yang hakiki. Tanpa ruh ini berarti pendidikan telah kehilangan ideologinya (Mujib, 2008: 1).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Dari pengertian tersebut, pendidikan memiliki tujuan yang luhur. Keluhuran tujuan tersebut selayaknya tercermin dari potensi diri yang tergali, sikap dan tingkah laku yang bermoral dari peserta didik selaku subyek pendidikan. Pendidikan yang ada tidak hanya melahirkan seseorang yang ahli dalam bidang tertentu akan tetapi bagaimana seseorang mampu membawa diri dalam lingkungan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku (Ramayulis, 2008: 13).
Tuhan Yang Maha Esa merupakan asas dan sumber ada (eksistensi) kemakhlukan dan kesemestaan. Ketuhanan bersifat supra-natural dan trans- sendental, yang dihayati manusia dengan hati nurani (keyakinan, keimanan) yang supra rasional. Tuhan sebagai asas dan sumber eksistensi kemakhlukan dan kesemestaan berarti eksistensi Tuhan adalah primer, penyebab utama
(causa prima) , yang menyebabkan ada yang lain di semesta alam ini, dan
eksistensi-Nya tidak dipengaruhi oleh eksistensi manapun. Tuhan adalah self
evidence , artinya adanya Tuhan tidak dibuktikan dengan bukti-bukti tertentu
atau bukti-bukti lain. Eksistensi Tuhan adalah Hukum Pertama (First Principle) , yaitu yang menyebabkan hukum-hukum lain.
Dalam pandangan Islam manusia dilarang memikirkan tentang zat- Nya, “Berfikirlah kamu sekalian tentang ciptaan Allah, dan jangan sekali-kali kamu sekalian memikirkan tentang zat-
Nya”. Untuk memahami hakikat Tuhan paling mudah kita akan memahaminya melalui sifat-sifat Tuhan yang telah dijelaskan dalam kitab suci yang dianutnya. Karena itu agama akan sangat berperan dalam memahami sifat-sifat Tuhan. Dalam ajaran Islam lebih dikenal dengan “Asmaul Husna”, menjelaskan nama-nama Tuhan yang sekaligus menunjukkan sifat dan kebesaran-Nya. Misalnya Tuhan Maha Rahman dan Maha Rahim, Tuhan Maha Besar, Maha Agung, Maha Kuasa, Maha Mendengar, Maha Melihat, dan sebagainya. Dengan memahami sifat-sifat Tuhan, segala sesuatu yang berkaitan dengan kenegaraan, pemerintahan, kemasyarakatan, maupun perorangan, termasuk upaya melaksanakan pendidikan harus sesuai dengan sifat-sifat Tuhan tersebut. Bangsa Indonesia harus memahami bahwa salah satu sumber nilai berasal dari hukum Tuhan. Negara Indonesia bukan negara agama, tetapi negara bertuhan. Dengan pengakuan tersebut berarti suatu keharusan bagi bangsa Indonesia bertakwa kepada Tuhan, dengan menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan pemahaman dan pelaksanaan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Begitu pula pemerintah harus melakukan pengawasan agar tidak terjadi pelanggaran terhadap nilai- nilai tersebut (Sadulloh, 2012: 182).
Membahas kemanusiaan pada hakikatnya adalah membicarakan manusia itu sendiri. Manusia secara kodrati berkedudukan sebagai makhluk yang otonom, memiliki kemauan bebas dan sebagai makhluk Tuhan. Manusia pada dasarnya memiliki kebebasan, kemerdekaan, namun bukan suatu kebebasan dan kemerdekaan manusia adalah dirinya sendiri, manusia di luar dirinya sebagai individu maupun sebagai masyarakat, alam, lingkungan, dan Tuhan sebagai penciptanya. Kemanusiaan bangsa Indonesia memiliki ciri yang khas, yaitu adil dan beradab. Adil dan beradab ditunjukkan dalam perilaku manusia yang tidak hanya mengutamakan dan mementingkan kehidupan jasmaniah dan lahiriah saja, tetapi juga kehidupan rohaniah batiniah. Begitu juga yang diutamakan bukan hanya kepentingan diri sendiri secara pribadi, tetapi juga kepentingan masyarakat, kepentingan hidup bersama. Semua itu dalam rangka pengabdian manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia dalam eksistensinya sadar bahwa eksistensinya berada dalam kebersamaan sejajar dan setara serta ketergantungan sesama manusia.
Manusia sebagai pribadi, memiliki ketergantungan merupakan kodrat eksistensinya, baik secara sosial budaya, Psikologis, secara kondisional dengan alam semesta, bahkan secara vertikal manusia memiliki ketergantungan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Ajaran kemanusiaan yang adil dan beradab sudah lama menjadi perilaku yang dijalankan oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Misalnya kebiasaan mengunjungi orang sakit, memberi pertolongan kepada orang yang membutuhkan, sudah berakar pada perilaku bangsa Indonesia, telah dijalankan oleh masyarakat dan orang-orang terdahulu (Saadulloh, 2012: 183).
Memudarnya nilai-nilai kejujuran, kesopanan, rasa tolong menolong dan ketundukan pada hukum seakan semakin pudar. Ikatan-ikatan sosial lama yang mengedepankan sikap kasih sayang terhadap sesama seakan berganti wajah dan mengalami proses dehumanisasi. Anggota masyarakat seakan menjadi individu-individu yang kaku dan social disembedded. Maraknya tindakan asusila juga semakin dirasakan dalam transisi masyarakat saat ini seakan menjadi fenomena keseharian yang muncul di media massa yang pada akhirnya berakibat buruk pada upaya pendidikan generasi muda.
Mengenai upaya pengembangan nilai akhlaq, dalam Pedoman Hidup
Islami Warga Muhammadiyah (2001: 18-19) disebutkan bahwa Islam
mengajarkan agar setiap muslim menjalin persaudaraan dan kebaikan dengan sesama seperti dengan tetangga maupun anggota masyarakat lainnya masing- masing dengan memelihara hak dan kehormatan baik dengan sesama muslim maupun dengan non muslim, dalam hubungan ketetanggaan bahkan Islam memberikan perhatian sampai ke area 40 rumah yang dikategorikan sebagai tetangga yang harus dipelihara hak-haknya (Cipto, 2002: 55).
Nilai-nilai demokratis di atas, secara burhani , haruslah diimplementasikan secara inklusif, tidak eksklusif (berdasarkan pada fanatisme keagamaan atau golongan yang sektarian). Adapun bentuk konkritnya dapat saja disesuaikan dengan pola hidup, adat-istiadat masing- masing komunitas masyarakat, sepanjang tidak mereduksi nilai-nilai demokrasi yang sifatnya universal. Secara substantif, nilai-nilai kebaikan di atas berlaku untuk semua orang, lintas suku, status sosial bahkan lintas agama. Adapun yang terkait dengan masalah-masalah ritual keagamaan sudah barang tentu lebih diimplementasikan secara eksklusif oleh masing-masing kelompok keagamaan dengan sikap saling menghormati kepercayaan masing-masing pemeluknya.
Pada realitanya yang terjadi pada dunia pendidikan adalah adanya dekadensi moral. Pendidikan yang ada terkesan lebih berorientasi pada transfer pengetahuan dan melalaikan penanaman nilai-nilai moral dan etika. Dalam hal ini diperlukan adanya implementasi nilai-nilai agama menyangkut konsep tentang ketuhanan dan kemanusiaan, agar mampu membentuk religiusitas mahasiswa mengakar secara kuat dan mempunyai pengaruh sepanjang hidup. Dan implementasi itu tentunya tidak terlepas dari lingkungan baik keluarga, masyarakat maupun universitas yang membinanya. Faktor keluarga, masyarakat dan universitas ini menjadi bagian yang integral dalam penanaman pendidikan agama yang nantinya dalam perkembangannya mendapatkan perhatian yang cukup dan menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa dengan dibekali nilai-nilai ajaran Islam.
Berdasarkan wawancara yang diperoleh peneliti, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto menerapkan upaya implementasi nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan agar mahasiswa dapat menjalani kehidupan sesuai dengan norma agama dan norma yang berlaku dimasyarakat, hal ini dilakukan agar dalam upaya implementasi nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan tidak hanya berpengaruh terhadap akhlak dan perilaku tetapi dalam penanaman nilai agama dan moral itu tumbuh suatu kemampuan akademis yang baik.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengambil judul “Upaya Implementasi Nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan dalam Mata Kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan di Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Purwokerto” B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah upaya implementasi nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang dikembangkan dalam mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto?
2. Apa saja kendala dalam upaya mengimplementasikan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang dikembangkan dalam mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto? C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan upaya implementasi nilai-nilai ketuhanan dan
kemanusiaan yang dikembangkan dalam mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
2. Mendeskripsikan kendala dalam upaya implementasi nilai-nilai ketuhanan
dan kemanusiaan yang dikembangkan dalam mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan dan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis
a. Sebagai sumbangan pemikiran ilmu pengetahuan bagi lembaga- lembaga pendidikan di Indonesia.
b. Menambah dan memperkaya khazanah keilmuan dunia pendidikan.
c. Sebagai sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan dan disiplin ilmu
lainnya, khususnya bagi Fakultas Agama Islam Universitas Muhamma diyah Purwokerto.
2. Secara Praktis a.
Sebagai tambahan wawasan bagi peneliti mengenai implementasi nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan dalam mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadi yah Purwokerto.
b.
Sebagai titik tolak dalam usaha implementasi nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan dalam mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
c.
Sebagai wacana dan masukan bagi dosen, mahasiswa, maupun Fakultas dalam mengimplementasikan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang di kembangkan dalam mata kuliah Al-Islam dan Kemuhammadiyahan di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto.