RANPERDA ttg Perlindungan Perempuan dan Anak
BUPATI BARITO KUALA
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA
NOMOR ……. TAHUN 2015
TENTANG
PERLINDUNGANPEREMPUAN DAN ANAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BARITO KUALA,
Menimbang : a. bahwa perempuan dan anak merupakan makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang perlu mendapat
perlindungan dari kekerasan demi harkat dan
martabatnya sebagai manusia;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Penyelenggaraan Perlindungan
Perempuan dan Anak;
Mengingat
: 1. UndangUndang Nomor 27 Tahun 1959 tentang
Penetapan UndangUndang Darurat Nomor 3 Tahun
1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Di
Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1953 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 352) sebagai Undang
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1952 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1820);
2. UndangUndang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3143);
3. UndangUndang Nomor 7 Tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3277);
4. UndangUndang Nomor 5 Tahun 1998 tentang
Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3783);
UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3886);
UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4419);
UndangUndang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635 );
Undangundang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4720 );
UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3495 );
UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundangundangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang
Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 13,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3250) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Bagi PNS (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1990 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3424);
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentang
Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban
Kekerasan dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4604);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap
Anak;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32);
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak Nomr 1 Tahun 2010 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu
Bagi Perempuan dan Anak Korban kekerasan;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32);
Peraturan Daerah Kabupaten Barito kuala Nomor 2
Tahun 2008 tentang Kewenangan Kabupaten Barito
Kuala (Lembaran Daerah Kabupaten Barito kuala
Tahun 2008 Nomor 1 Seri D);
Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pembentukan Susunan
Organisasi Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan
Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Barito Kuala
(Lembaran Daerah Kabupaten Barito Kuala Nomor 17
Tahun 2010);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA
dan
BUPATI BARITO KUALA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN
PEREMPUAN DAN ANAK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bupati Barito kuala.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Barito kuala.
3. Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, yang disingkat BKBP3A adalah Satuan Kerja
Perangkat Daerah Kabupaten Barito Kuala.
4. Pusat Pelayan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak , yang
disingkat P2TP2A adalah Pusat Pelayan Terpadu Perlindungan
Perempuan dan Anak yang ada di Kabupaten Barito Kuala ,yang
berbasis rumah sakit, dikelola secara bersamasama dalam bentuk
pelayanan medis (termasuk medico legal), psikososial dan pelayanan
hukum.
5. Perempuan adalah Orang yang mempunyai alat kelamin perempuan
yang dapat menstruasi dan hamil atau telah mendapat status hukum
sebagai perempuan.
6. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) Tahun,
termasuk yang ada dalam kandungan.
7. Kekerasan adalah setiap perbuatan yang berakibat atau dapat
mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan baik fisik, seksual,
ekonomi, sosial, psikis terhadap korban;
8. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan
perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat
kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual,
ekonomi, sosial, psikis termasuk ancaman tindakan tertentu.
Pemaksaan atau perampasan kemerdekaan, baik yang terjadi di
depan umum atau kehidupan pribadi;
9. Kekerasan terhadap anak adalah setiap tindakan yang berakibat
kesengsaraan atau penderitaan terhadap anak secara fisik, seksual,
ekonomi, sosial, psikis termasuk ancaman tindakan tertentu,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan.
10. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan rasa
sakit, cedera, luka atau cacat pada tubuh seseorang, gugurnya
kandungan, pingsan dan atau menyebabkan kematian.
11. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pelecehan
seksual, pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan
seksual dengan tidak wajar atau tidak disukai, pemaksaan hubungan
seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan
tertentu.
12. Kekerasan ekonomi adalah setiap perbuatan yang sengaja
menelantarkan anggota keluarga dalam bentuk tidak memberikan
kehidupan perawatan atau pemeliharaan secara layak.
13. Kekerasan psikis adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan fsikis berat pada
seseorang.
14. Korban adalah perempuan dan anak yang mengalami dan/atau
menderita baik langsung maupun tidak langsung sebagai akibat dari
kekerasan.
15. Perlindungan terhadap perempuan adalah segala kegiatan yang
ditujukan untuk memberikan rasa aman yang dilakukan oleh pihak
kepolisian, kejaksaan, Pengadilan, Lembaga sosial, atau pihak lain
yang mengetahui atau mendengar atau telah terjadi kekerasan
terhadap perempuan.
16. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
17. Pendamping adalah orang mempunyai keahlian melakukan
pendampingan korban untuk melakukan konseling, terapi dan
advokasi guna penguatan dan pemulihan diri dari korban kekerasan.
18. Pelayanan Optimal adalah usaha yang dinamis yang terdiri dari
berbagai bagian yang berkaitan secara teratur, diikuti dengan unjuk
kerja yang ditawarkan oleh satu pihak terhadap pihak lain dengan
memberikan manfaat, guna mencapai suatu tujuan terbaik.
19. Informasi adalah pesan (ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan
yang terdiri dari order sekuens dari simbol, atau makna yang dapat
ditafsirkan dari pesan atau kumpulan pesan serta dapat direkam
atau ditransmisikan.
20. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, organisasi
sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.
21. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas
suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,
serta ibu dan anaknya dan antara orangorang yang dalam
tanggungannya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan Pelindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan
dilakukan berdasarkan asas penghormatan dan pengakuan atas hakhak
dan martabat kemanusiaan yang sama, non diskriminasi, kesetaraan dan
keadilan gender serta perlindungan hakhak asasi Perempuan dan Anak
serta kepentingan terbaik bagi korban.
Pasal 3
Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan bertujuan
memberikan perlindungan dan pelayanan yang meliputi aspek
pencegahan, pelayanan dan pendampingan, reunifikasi, pemulihan dan
pemberdayaan.
BAB III
HAKHAK KORBAN
Pasal 4
Setiap korban berhak mendapatkan:
a. perlindungan;
b. informasi;
c. pelayanan optimal;
d. penanganan berkelanjutan sampai tahap rehabilitasi;
e. penanganan secara rahasia;
f. pendampingan secara psikologis dan hukum; dan
g. jaminan atas hakhak yang berkaitan dengan status korban sebagai
anggota keluarga maupun anggota masyarakat.
BAB IV
KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB
Pasal 5
Kewajiban dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan perlindungan
terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan merupakan
tanggungjawab bersama:
a. Pemerintah Daerah;
b. Masyarakat;
c. Keluarga;
d. Orangtua;
e. Lembaga terkait baik langsung maupun tidak langsung.
Pasal 6
(1) Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, meliputi:
a. melaksanakan kebijakan perlindungan terhadap perempuan dan
anak dari tindak kekerasan yang ditetapkan oleh pemerintah;
b. menetapkan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan
terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan;
c. melakukan kerjasama dalam penyelenggaraan perlindungan
terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan;
d. memberikan dukungan sarana dan prasarana pelaksanaan
perlindungan terhadap perempuan dan anak dari tindak
kekerasan;
e. mengalokasikan anggaran penyelenggaraan perlindungan terhadap
perempuan dan anak dari tindak kekerasan sesuai kemampuan
keuangan daerah; dan
f. membina dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan terhadap
perempuan dan anak dari tindak kekerasan.
(2) Dalam rangka melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah menetapkan
program dan kegiatan aksi perlindungan terhadap perempuan dan
anak dalam 1 (satu) Rencana Aksi Daerah sebagai dasar bagi SKPD
dalam melaksanakan perlindungan terhadap perempuan dan anak
dari tindak kekerasan.
(3) Rencana Aksi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
merupakan bagian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Aksi Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 7
(1) Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf b, diselenggarakan dalam bentuk peran serta
masyarakat.
(2) Bentuk peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. mencegah terjadi tindak kekerasan terhadap perempuan dan
anak;
b. memberikan informasi dan/ atau melaporkan tindak kekerasan
terhadap perempuan dan anak kepada penegak hukum atau pihak
yang berwenang; dan
c. turut serta dalam memberikan bantuan dan/ atau penanganan
terhadap korban tindak kekerasan.
(3) Bentuk peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilaksanakan secara bertanggungjawab sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 8
Kewajiban keluarga dan/ atau orangtua sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf c dan huruf d, yang secara hukum memiliki tanggungjawab
penuh untuk mencegah segala bentuk kekerasan dan melindungi
perempuan dan anak sebagai anggota keluarga.
Pasal 9
Kewajiban lembaga terkait baik langsung maupun tidak langsung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e, memberikan penanganan
sesuai dengan kewenangan yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
BAB V
TUGAS DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 10
(1) Pemerintah Daerah bertugas melakukan upayaupaya pencegahan,
penanganan dan pemulihan korban kekerasan terhadap Perempuan
dan Anak, dengan melakukan :
a. mengumpulkan data dan informasi tentang Perempuan dan Anak
Korban Kekerasan;
b. melakukan sosialisasi peraturan perundangundangan yang
berkaitan dengan perlindungan Perempuan dan Anak Korban
Kekerasan;
c. mengadakan pendidikan tentang nilainilai anti kekerasan
terhadap anak dan perempuan; dan
d. mengadakan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
perlindungan Perempuan dan Anak korban kekerasan.
(2) Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan upayaupaya
pencegahan, penanganan, pemulihan dan rehabilitasi korban
kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, menyediakan dan
menyelenggarakan layanan bagi korban dalam bentuk:
a. menyediakan dan memfasilitasi terbentuknya pelayanan terpadu
untuk korban dengan melibatkan lembaga dan unsur masyarakat;
b. mendorong kepedulian masyarakat tentang pentingnya
perlindungan terhadap korban; dan
c. melakukan pemberdayaan masyarakat untuk pencegahan tindak
kekerasan.
BAB VI
PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN
Bagian Kesatu
Kelembagaan
Pasal 11
(1) Penyelenggaraan perlindungan terhadap korban dilakukan secara
terpadu dalam wadah Pusat Pelayan Terpadu Perlindungan
Perempuan dan Anak atau P2TP2A.
(2) Ketentuan tentang P2TP2A akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Bupati.
Bagian Kedua
Bentuk dan Mekanisme Pelayanan
Pasal 12
(1) Bentukbentuk pelayanan terhadap korban yang diselenggarakan oleh
P2TP2A meliputi:
a. pelayanan medis, berupa perawatan dan pemulihan tentang luka
luka fisik yang bertujuan untuk pemulihan kondisi fisik korban
yang dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis;
b. pelayanan medico legal merupakan bentuk pelayanan medis untuk
kepentingan pembuktian di bidang hukum;
c. pelayanan psiko sosial merupakan pelajaran yang diberikan oleh
pendamping dalam rangka pemulihan traumatis kondisi korban,
termasuk penyediaan ruang dan rumah korban untuk melindungi
korban dari ancaman dan intimidasi bagi korban;
d. pelayanan hukum untuk membantu korban dalam menjalani
proses peradilan;
e. pelayanan kemandirian ekonomi berupa layanan untuk pelatihan
ketrampilan dan memberikan akses ekonomi agar korban dapat
mandiri.
(2) Mekanisme pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan menurut prosedur standar operasional yang akan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
PrinsipPrinsip Pelayanan
Pasal 13
Penyelenggaraan terhadap korban dilakukan dengan cumacuma, cepat,
aman, empati, non diskriminasi, mudah dijangkau dan adanya jaminan
kerahasiaan.
Pasal 14
Pengelola P2TP2A berkewajiban menyelenggarakan layanan sesuai
dengan prinsipprinsip layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
BAB VII
PENDAMPINGAN
Pasal 15
Pendampingan dilakukan oleh orang atau lembaga yang mempunyai
keahlian untuk melakukan konseling, terapi dan advokasi guna
penguatan dan pemulihan korban kekerasan dan telah bekerjasama
dengan P2TP2A.
BAB VIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 16
(1) Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan perlindungan Korban
Kekerasan dapat melibatkan peran serta masyarakat.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan oleh perorangan, kelompok maupun organisasi sosial
kemasyarakatan.
(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan dalam bentuk :
a. mencegah terjadinya tindak kekerasan terhadap Perempuan dan
Anak;
b. menyampaikan laporan kepada yang berwajib apabila terjadi
tindakan kekerasan terhadap Perempuan dan Anak; dan
c. memberikan bantuan terhadap korban.
Pasal 17
(1) Organisasi sosial kemasyarakatan yang berperan serta dalam
penyelenggaraan perlindungan terhadap korban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), diberikan pembinaan oleh
Pemerintah Daerah.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
bimbingan sosial, bimbingan keterampilan dan bimbingan teknis
operasional.
BAB IX
SUMBER DANA
Pasal 18
(1) Sumber dana penyelenggaraan perlindungan korban dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Selain sumber dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dana dapat
berasal dari sumbersumber lain yang sah.
BAB X
PELAPORAN
Pasal 19
(1) P2TP2A
wajib melaporkan secara tertulis pelaksanaan
penyelenggaraan perlindungan Perempuan dan Anak korban
kekerasan kepada Bupati.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. administrasi;
b. keuangan;
c. pelayanan; dan
d. kinerja.
(3) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali.
BAB XI
KETENTUAN SANKSI
Pasal 20
(1) Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan perlindungan
terhadap perempuan dan anak sehingga menyebabkan terjadinya
kekerasan, membiarkan terjadinya kekerasan, dan/atau tidak
melaporkan dan tidak memberikan perlindungan terhadap korban,
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang
undangan yang berlaku.
(2) Pejabat yang ditunjuk untuk menyelenggarakan perlindungan tidak
melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya dikenakan tindakan
atau sanksi administratif.
(3) Pengelola P2TP2A yang melaksanakan tugas pelayanan, apabila
melanggar prinsipprinsip pelayanan, dapat dikenakan sanksi sesuai
dengan mekanisme internal P2TP2A.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Barito Kuala.
Ditetapkan di Marabahan
pada tanggal 2015
BUPATI BARITO KUALA,
HASANUDDIN MURAD
Di undangkan di Marabahan
pada tanggal 2015
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA
SUPRIYONO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA TAHUN 2015 NOMOR …
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA
NOMOR ……. TAHUN 2015
TENTANG
PERLINDUNGANPEREMPUAN DAN ANAK
I.
UMUM
Negara memiliki kewajiban untuk memberikan rasa
aman kepada warga Negaranya dari ancaman dan tindakan
yang dapat mengganggu dan merusak keamanan kejiwaan
(psikis), fisik, seksual maupun ekonomi. Hal tersebut secara
filosofis dinyatakan pada pembukaan UUD 1945, bahwa tujuan
dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
melindungi segenap Bangsa dan Tumpah Darah Indonesia.
Oleh karenanya Pemerintah Indonesia telah
menandatangani Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM
1948) dan meratifikasi CEDAW (UndangUndang Nomor 7
Tahun 1984 tentang Penghapusan segala bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan), maka wajib memenuhi ketentuan
ketentuan tersebut.
Hak Asasi Manusi menyatakan bahwa, penegakan dan
pemenuhan Hak Asasi Manusia adalah tanggung jawab Negara
terutama Pemerintah. Melalui UndangUndang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, Pemerintah mengakui
keberadaan hakhak anak. Hak asasi yang melekat pada anak,
meliputi hakhak dasar sebagai manusia yaitu Hak Hidup, Hak
Tumbuh Kembang, Hak Perlindungan dan Hak Partisipasi.
Perlindungan diperlukan untuk mencegah adanya
kekerasan dan eksploitasi fisik, mental dan seksual. Untuk
memenuhi hak tumbuh kembang, anak memerlukan ruang
untuk bermain, berolahraga, pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan fisik dan jiwanya. Dalam pemenuhan hak anak,
setiap penyelenggara pemerintahan, masyarakat dan orang tua
wajib memahami dan peduli terhadap hak anak. Adanya
perangkat hukum dan aparat hukum yang membela
kepentingan anak diperlukan untuk upaya perlindungan ini.
Peraturan perundangundangan yang berprinsip membela
kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child)
diperlukan untuk memwujudkan perlindungan yang bersifat
legal.
Pemerintah Kabupaten Barito Kuala telah membentuk
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(P2TP2A) sebagai pusat pemberdayaan perempuan korban
tindak kekerasan yang secara khusus memiliki tugas pokok dan
fungsi untuk pemberdayaan terhadap perempuan dan anak
korban tindak kekerasan.
Dari kerangka di atas, maka Pemerintah Kabupaten
Barito Kuala bertanggungjawab untuk melakukan tindakan
tindakan secara hukum untuk mencegah, menekan,
mengurangi, dan menghapuskan segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan dan anak, dengan dibuatnya Paraturan
daerah Kabupaten Barito Kuala tentang Perlindungan
Perempuan dan Anak.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA TAHUN
2015 NOMOR ….
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA
NOMOR ……. TAHUN 2015
TENTANG
PERLINDUNGANPEREMPUAN DAN ANAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BARITO KUALA,
Menimbang : a. bahwa perempuan dan anak merupakan makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang perlu mendapat
perlindungan dari kekerasan demi harkat dan
martabatnya sebagai manusia;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Daerah tentang Penyelenggaraan Perlindungan
Perempuan dan Anak;
Mengingat
: 1. UndangUndang Nomor 27 Tahun 1959 tentang
Penetapan UndangUndang Darurat Nomor 3 Tahun
1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Di
Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1953 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 352) sebagai Undang
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1952 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1820);
2. UndangUndang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3143);
3. UndangUndang Nomor 7 Tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3277);
4. UndangUndang Nomor 5 Tahun 1998 tentang
Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan
Perlakuan atau Penghukuman lain yang kejam, tidak
manusiawi, atau merendahkan martabat manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3783);
UndangUndang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3886);
UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
UndangUndang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4419);
UndangUndang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635 );
Undangundang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4720 );
UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3495 );
UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundangundangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang
Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 13,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3250) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Bagi PNS (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1990 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3424);
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentang
Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban
Kekerasan dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4604);
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap
Anak;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32);
Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak Nomr 1 Tahun 2010 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu
Bagi Perempuan dan Anak Korban kekerasan;
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 32);
Peraturan Daerah Kabupaten Barito kuala Nomor 2
Tahun 2008 tentang Kewenangan Kabupaten Barito
Kuala (Lembaran Daerah Kabupaten Barito kuala
Tahun 2008 Nomor 1 Seri D);
Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pembentukan Susunan
Organisasi Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan
Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Barito Kuala
(Lembaran Daerah Kabupaten Barito Kuala Nomor 17
Tahun 2010);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA
dan
BUPATI BARITO KUALA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN
PEREMPUAN DAN ANAK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bupati Barito kuala.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Barito kuala.
3. Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, yang disingkat BKBP3A adalah Satuan Kerja
Perangkat Daerah Kabupaten Barito Kuala.
4. Pusat Pelayan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak , yang
disingkat P2TP2A adalah Pusat Pelayan Terpadu Perlindungan
Perempuan dan Anak yang ada di Kabupaten Barito Kuala ,yang
berbasis rumah sakit, dikelola secara bersamasama dalam bentuk
pelayanan medis (termasuk medico legal), psikososial dan pelayanan
hukum.
5. Perempuan adalah Orang yang mempunyai alat kelamin perempuan
yang dapat menstruasi dan hamil atau telah mendapat status hukum
sebagai perempuan.
6. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) Tahun,
termasuk yang ada dalam kandungan.
7. Kekerasan adalah setiap perbuatan yang berakibat atau dapat
mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan baik fisik, seksual,
ekonomi, sosial, psikis terhadap korban;
8. Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan
perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat
kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual,
ekonomi, sosial, psikis termasuk ancaman tindakan tertentu.
Pemaksaan atau perampasan kemerdekaan, baik yang terjadi di
depan umum atau kehidupan pribadi;
9. Kekerasan terhadap anak adalah setiap tindakan yang berakibat
kesengsaraan atau penderitaan terhadap anak secara fisik, seksual,
ekonomi, sosial, psikis termasuk ancaman tindakan tertentu,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan.
10. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan rasa
sakit, cedera, luka atau cacat pada tubuh seseorang, gugurnya
kandungan, pingsan dan atau menyebabkan kematian.
11. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pelecehan
seksual, pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan
seksual dengan tidak wajar atau tidak disukai, pemaksaan hubungan
seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan
tertentu.
12. Kekerasan ekonomi adalah setiap perbuatan yang sengaja
menelantarkan anggota keluarga dalam bentuk tidak memberikan
kehidupan perawatan atau pemeliharaan secara layak.
13. Kekerasan psikis adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan fsikis berat pada
seseorang.
14. Korban adalah perempuan dan anak yang mengalami dan/atau
menderita baik langsung maupun tidak langsung sebagai akibat dari
kekerasan.
15. Perlindungan terhadap perempuan adalah segala kegiatan yang
ditujukan untuk memberikan rasa aman yang dilakukan oleh pihak
kepolisian, kejaksaan, Pengadilan, Lembaga sosial, atau pihak lain
yang mengetahui atau mendengar atau telah terjadi kekerasan
terhadap perempuan.
16. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
17. Pendamping adalah orang mempunyai keahlian melakukan
pendampingan korban untuk melakukan konseling, terapi dan
advokasi guna penguatan dan pemulihan diri dari korban kekerasan.
18. Pelayanan Optimal adalah usaha yang dinamis yang terdiri dari
berbagai bagian yang berkaitan secara teratur, diikuti dengan unjuk
kerja yang ditawarkan oleh satu pihak terhadap pihak lain dengan
memberikan manfaat, guna mencapai suatu tujuan terbaik.
19. Informasi adalah pesan (ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan
yang terdiri dari order sekuens dari simbol, atau makna yang dapat
ditafsirkan dari pesan atau kumpulan pesan serta dapat direkam
atau ditransmisikan.
20. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, organisasi
sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.
21. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas
suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya,
serta ibu dan anaknya dan antara orangorang yang dalam
tanggungannya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penyelenggaraan Pelindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan
dilakukan berdasarkan asas penghormatan dan pengakuan atas hakhak
dan martabat kemanusiaan yang sama, non diskriminasi, kesetaraan dan
keadilan gender serta perlindungan hakhak asasi Perempuan dan Anak
serta kepentingan terbaik bagi korban.
Pasal 3
Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan bertujuan
memberikan perlindungan dan pelayanan yang meliputi aspek
pencegahan, pelayanan dan pendampingan, reunifikasi, pemulihan dan
pemberdayaan.
BAB III
HAKHAK KORBAN
Pasal 4
Setiap korban berhak mendapatkan:
a. perlindungan;
b. informasi;
c. pelayanan optimal;
d. penanganan berkelanjutan sampai tahap rehabilitasi;
e. penanganan secara rahasia;
f. pendampingan secara psikologis dan hukum; dan
g. jaminan atas hakhak yang berkaitan dengan status korban sebagai
anggota keluarga maupun anggota masyarakat.
BAB IV
KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB
Pasal 5
Kewajiban dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan perlindungan
terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan merupakan
tanggungjawab bersama:
a. Pemerintah Daerah;
b. Masyarakat;
c. Keluarga;
d. Orangtua;
e. Lembaga terkait baik langsung maupun tidak langsung.
Pasal 6
(1) Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, meliputi:
a. melaksanakan kebijakan perlindungan terhadap perempuan dan
anak dari tindak kekerasan yang ditetapkan oleh pemerintah;
b. menetapkan kebijakan, program, dan kegiatan perlindungan
terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan;
c. melakukan kerjasama dalam penyelenggaraan perlindungan
terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan;
d. memberikan dukungan sarana dan prasarana pelaksanaan
perlindungan terhadap perempuan dan anak dari tindak
kekerasan;
e. mengalokasikan anggaran penyelenggaraan perlindungan terhadap
perempuan dan anak dari tindak kekerasan sesuai kemampuan
keuangan daerah; dan
f. membina dan mengawasi penyelenggaraan perlindungan terhadap
perempuan dan anak dari tindak kekerasan.
(2) Dalam rangka melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah menetapkan
program dan kegiatan aksi perlindungan terhadap perempuan dan
anak dalam 1 (satu) Rencana Aksi Daerah sebagai dasar bagi SKPD
dalam melaksanakan perlindungan terhadap perempuan dan anak
dari tindak kekerasan.
(3) Rencana Aksi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
merupakan bagian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Aksi Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 7
(1) Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf b, diselenggarakan dalam bentuk peran serta
masyarakat.
(2) Bentuk peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
meliputi:
a. mencegah terjadi tindak kekerasan terhadap perempuan dan
anak;
b. memberikan informasi dan/ atau melaporkan tindak kekerasan
terhadap perempuan dan anak kepada penegak hukum atau pihak
yang berwenang; dan
c. turut serta dalam memberikan bantuan dan/ atau penanganan
terhadap korban tindak kekerasan.
(3) Bentuk peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
dilaksanakan secara bertanggungjawab sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 8
Kewajiban keluarga dan/ atau orangtua sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf c dan huruf d, yang secara hukum memiliki tanggungjawab
penuh untuk mencegah segala bentuk kekerasan dan melindungi
perempuan dan anak sebagai anggota keluarga.
Pasal 9
Kewajiban lembaga terkait baik langsung maupun tidak langsung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e, memberikan penanganan
sesuai dengan kewenangan yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
BAB V
TUGAS DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 10
(1) Pemerintah Daerah bertugas melakukan upayaupaya pencegahan,
penanganan dan pemulihan korban kekerasan terhadap Perempuan
dan Anak, dengan melakukan :
a. mengumpulkan data dan informasi tentang Perempuan dan Anak
Korban Kekerasan;
b. melakukan sosialisasi peraturan perundangundangan yang
berkaitan dengan perlindungan Perempuan dan Anak Korban
Kekerasan;
c. mengadakan pendidikan tentang nilainilai anti kekerasan
terhadap anak dan perempuan; dan
d. mengadakan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan
perlindungan Perempuan dan Anak korban kekerasan.
(2) Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan upayaupaya
pencegahan, penanganan, pemulihan dan rehabilitasi korban
kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, menyediakan dan
menyelenggarakan layanan bagi korban dalam bentuk:
a. menyediakan dan memfasilitasi terbentuknya pelayanan terpadu
untuk korban dengan melibatkan lembaga dan unsur masyarakat;
b. mendorong kepedulian masyarakat tentang pentingnya
perlindungan terhadap korban; dan
c. melakukan pemberdayaan masyarakat untuk pencegahan tindak
kekerasan.
BAB VI
PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN
Bagian Kesatu
Kelembagaan
Pasal 11
(1) Penyelenggaraan perlindungan terhadap korban dilakukan secara
terpadu dalam wadah Pusat Pelayan Terpadu Perlindungan
Perempuan dan Anak atau P2TP2A.
(2) Ketentuan tentang P2TP2A akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Bupati.
Bagian Kedua
Bentuk dan Mekanisme Pelayanan
Pasal 12
(1) Bentukbentuk pelayanan terhadap korban yang diselenggarakan oleh
P2TP2A meliputi:
a. pelayanan medis, berupa perawatan dan pemulihan tentang luka
luka fisik yang bertujuan untuk pemulihan kondisi fisik korban
yang dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis;
b. pelayanan medico legal merupakan bentuk pelayanan medis untuk
kepentingan pembuktian di bidang hukum;
c. pelayanan psiko sosial merupakan pelajaran yang diberikan oleh
pendamping dalam rangka pemulihan traumatis kondisi korban,
termasuk penyediaan ruang dan rumah korban untuk melindungi
korban dari ancaman dan intimidasi bagi korban;
d. pelayanan hukum untuk membantu korban dalam menjalani
proses peradilan;
e. pelayanan kemandirian ekonomi berupa layanan untuk pelatihan
ketrampilan dan memberikan akses ekonomi agar korban dapat
mandiri.
(2) Mekanisme pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan menurut prosedur standar operasional yang akan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga
PrinsipPrinsip Pelayanan
Pasal 13
Penyelenggaraan terhadap korban dilakukan dengan cumacuma, cepat,
aman, empati, non diskriminasi, mudah dijangkau dan adanya jaminan
kerahasiaan.
Pasal 14
Pengelola P2TP2A berkewajiban menyelenggarakan layanan sesuai
dengan prinsipprinsip layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
BAB VII
PENDAMPINGAN
Pasal 15
Pendampingan dilakukan oleh orang atau lembaga yang mempunyai
keahlian untuk melakukan konseling, terapi dan advokasi guna
penguatan dan pemulihan korban kekerasan dan telah bekerjasama
dengan P2TP2A.
BAB VIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 16
(1) Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan perlindungan Korban
Kekerasan dapat melibatkan peran serta masyarakat.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan oleh perorangan, kelompok maupun organisasi sosial
kemasyarakatan.
(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dilakukan dalam bentuk :
a. mencegah terjadinya tindak kekerasan terhadap Perempuan dan
Anak;
b. menyampaikan laporan kepada yang berwajib apabila terjadi
tindakan kekerasan terhadap Perempuan dan Anak; dan
c. memberikan bantuan terhadap korban.
Pasal 17
(1) Organisasi sosial kemasyarakatan yang berperan serta dalam
penyelenggaraan perlindungan terhadap korban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), diberikan pembinaan oleh
Pemerintah Daerah.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
bimbingan sosial, bimbingan keterampilan dan bimbingan teknis
operasional.
BAB IX
SUMBER DANA
Pasal 18
(1) Sumber dana penyelenggaraan perlindungan korban dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(2) Selain sumber dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dana dapat
berasal dari sumbersumber lain yang sah.
BAB X
PELAPORAN
Pasal 19
(1) P2TP2A
wajib melaporkan secara tertulis pelaksanaan
penyelenggaraan perlindungan Perempuan dan Anak korban
kekerasan kepada Bupati.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. administrasi;
b. keuangan;
c. pelayanan; dan
d. kinerja.
(3) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali.
BAB XI
KETENTUAN SANKSI
Pasal 20
(1) Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan perlindungan
terhadap perempuan dan anak sehingga menyebabkan terjadinya
kekerasan, membiarkan terjadinya kekerasan, dan/atau tidak
melaporkan dan tidak memberikan perlindungan terhadap korban,
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang
undangan yang berlaku.
(2) Pejabat yang ditunjuk untuk menyelenggarakan perlindungan tidak
melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya dikenakan tindakan
atau sanksi administratif.
(3) Pengelola P2TP2A yang melaksanakan tugas pelayanan, apabila
melanggar prinsipprinsip pelayanan, dapat dikenakan sanksi sesuai
dengan mekanisme internal P2TP2A.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 21
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Barito Kuala.
Ditetapkan di Marabahan
pada tanggal 2015
BUPATI BARITO KUALA,
HASANUDDIN MURAD
Di undangkan di Marabahan
pada tanggal 2015
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA
SUPRIYONO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA TAHUN 2015 NOMOR …
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA
NOMOR ……. TAHUN 2015
TENTANG
PERLINDUNGANPEREMPUAN DAN ANAK
I.
UMUM
Negara memiliki kewajiban untuk memberikan rasa
aman kepada warga Negaranya dari ancaman dan tindakan
yang dapat mengganggu dan merusak keamanan kejiwaan
(psikis), fisik, seksual maupun ekonomi. Hal tersebut secara
filosofis dinyatakan pada pembukaan UUD 1945, bahwa tujuan
dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
melindungi segenap Bangsa dan Tumpah Darah Indonesia.
Oleh karenanya Pemerintah Indonesia telah
menandatangani Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM
1948) dan meratifikasi CEDAW (UndangUndang Nomor 7
Tahun 1984 tentang Penghapusan segala bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan), maka wajib memenuhi ketentuan
ketentuan tersebut.
Hak Asasi Manusi menyatakan bahwa, penegakan dan
pemenuhan Hak Asasi Manusia adalah tanggung jawab Negara
terutama Pemerintah. Melalui UndangUndang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, Pemerintah mengakui
keberadaan hakhak anak. Hak asasi yang melekat pada anak,
meliputi hakhak dasar sebagai manusia yaitu Hak Hidup, Hak
Tumbuh Kembang, Hak Perlindungan dan Hak Partisipasi.
Perlindungan diperlukan untuk mencegah adanya
kekerasan dan eksploitasi fisik, mental dan seksual. Untuk
memenuhi hak tumbuh kembang, anak memerlukan ruang
untuk bermain, berolahraga, pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan fisik dan jiwanya. Dalam pemenuhan hak anak,
setiap penyelenggara pemerintahan, masyarakat dan orang tua
wajib memahami dan peduli terhadap hak anak. Adanya
perangkat hukum dan aparat hukum yang membela
kepentingan anak diperlukan untuk upaya perlindungan ini.
Peraturan perundangundangan yang berprinsip membela
kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of the child)
diperlukan untuk memwujudkan perlindungan yang bersifat
legal.
Pemerintah Kabupaten Barito Kuala telah membentuk
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(P2TP2A) sebagai pusat pemberdayaan perempuan korban
tindak kekerasan yang secara khusus memiliki tugas pokok dan
fungsi untuk pemberdayaan terhadap perempuan dan anak
korban tindak kekerasan.
Dari kerangka di atas, maka Pemerintah Kabupaten
Barito Kuala bertanggungjawab untuk melakukan tindakan
tindakan secara hukum untuk mencegah, menekan,
mengurangi, dan menghapuskan segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan dan anak, dengan dibuatnya Paraturan
daerah Kabupaten Barito Kuala tentang Perlindungan
Perempuan dan Anak.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA TAHUN
2015 NOMOR ….