T1 232008095 Full Text

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perusahaan manufaktur membagi biaya produksi ke dalam tiga kategori
besar: bahan baku langsung (direct material), tenaga kerja langsung (direct
labor), dan biaya overhead pabrik (manufacturing overhead) (Garrison, 2006).
Salah satu tujuan pokok dari perusahaan adalah mendapatkan keuntungan yang
optimal

dengan

pengorbanan

tertentu

dan

dapat

berkembang

serta


mempertahankan kelangsungan hidup dari perusahaan tersebut. Keuntungan itu
didapat dari kelebihan total pendapatan dari total biaya. Hal itu mengakibatkan
pengukuran biaya produksi menjadi sangat penting bagi perusahaan manufaktur.
Sebelum melakukan kegiatan produksi, perusahaan biasanya membuat
anggaran yang merupakan alat pengendalian / pengawasan (controlling) yaitu
melakukan evaluasi atas pelaksanaan pekerjaan dengan cara membandingkan
realisasi dengan rencana (anggaran) dan melakukan tindakan perbaikan apabila
dipandang perlu (Nafarin, 2004). Salah satu cara untuk mengendalikan biaya
produksi adalah dengan menggunakan analisis selisih. Analisis selisih dilakukan
untuk mencari penyebab terjadinya selisih antara biaya standar dengan biaya
produksi yang sesungguhnya. Analisis selisih penting dilakukan agar manajemen
dapat menilai kembali penetapan biaya standar yang berkaitan dengan biaya yang
dikeluarkan pada saat proses produksi berlangsung.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ardiyanto (2008) di PT. Batam
Textile Industri Ungaran tentang analisis selisih anggaran biaya produksi,
penelitian oleh Gama (2004) tentang analisis selisih biaya produksi atas kemasan
produk air minum dalam kemasan Java di PT. Bayuadji Nusantara Industries dan
penelitian yang dilakukan oleh Widhiarto (2005) tentang analisis selisih biaya
produksi pada PT. Cali Plast Surakarta diperoleh kesimpulan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi selisih anggaran biaya produksi antara lain karena perubahan
volume produksi, perubahan bahan baku, jumlah jam kerja yang berbeda tiap
bulannya, dan biaya overhead tidak terduga.
Selain perusahaan berskala besar, salah satu kelompok pelaku ekonomi
yang lain adalah usaha kecil menengah (UKM). Data dari Badan Pusat Statistik

1

(BPS) menunjukkan bahwa presentase jumlah UKM dibanding total perusahaan
pada tahun 2001 adalah sebesar 99,9% dengan jumlah tenaga yang terserap
mencapai 99,4% dari total tenaga kerja. UKM juga menambah jumlah Produk
Domestik Bruto (PDB) di Indonesia dalam jumlah lebih dari separuh
perekonomian di Indonesia didukung oleh produksi dari UKM, yaitu sebanyak
59,3% (Krisdiartiwi, 2008). Data tersebut menunjukkan besarnya peranan UKM
dalam menunjang kestabilan perekonomian Indonesia. Namun pengembangan
usaha yang dilakukan oleh usaha kecil dan menengah banyak memiliki
kelemahan, antara lain dalam bidang pemasaran, keuangan, keorganisasian,
administrasi dan pembukuan, maka banyak dijumpai usaha-usaha kecil yang
sedang berkembang gagal dalam usahanya dan gulung tikar.
UKM Abon Cap Monggo Mas yang berlokasi di Ngepos Tingkir Salatiga

adalah UKM yang memproduksi abon sejak tahun 1983. UKM Abon Cap
Monggo Mas merupakan salah satu pelaku usaha yang memiliki kelemahan yang
berhubungan dengan biaya produksi yaitu perencanaan biaya yang dianggarkan
sering kali tidak mutlak benar atau sesuai dengan pelaksanaannya, sehingga perlu
dianalisis dengan menggunakan analisis selisih biaya produksi.
Pada Tahun 1987, UKM Abon Cap Monggo Mas pernah mengalami
kerugian yang jumlahnya sangat banyak. Hal tersebut disebabkan karena
terjadinya gagal panen kacang koro yang merupakan bahan baku dalam
pembuatan abon. Pengalaman pahit kembali terulang pada masa krisis moneter
yaitu tahun 1998. Seluruh harga bahan yang dibutuhkan untuk proses produksi
melonjak. Perusahaan tidak memprediksi hal tersebut akan terjadi. Akibatnya
UKM Abon Cap Monggo Mas mengalami kerugian mencapai Rp 35.000.000,00.

2

Grafik 1
Total Biaya Produksi UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2009

Sumber: UKM Abon Cap Monggo Mas
Grafik 2

Total Biaya Produksi UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2010

Sumber: UKM Abon Cap Monggo Mas
Dari grafik tersebut tampak bahwa produksi abon di UKM Abon Cap
Monggo Mas periode 2009 dan 2010 selalu terjadi selisih biaya produksi
antara anggaran dan aktual. Hal tersebut tentunya disebabkan faktor-faktor

3

dari dalam perusahaan maupun dari luar. Maka dari itu penulis tertarik untuk
melakukan analisis selisih biaya produksi di UKM Abon Cap Monggo Mas
serta mengkaji ulang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya
selisih antara biaya standar dan biaya produksi sesungguhnya dibandingkan
dengan penelitian terdahulu.
Untuk mempertegas dan memperjelas masalah penelitian yang ada,
pertanyaan dari penelitian ini adalah:
1.

Apakah selisih yang terjadi pada biaya bahan baku, tenaga kerja langsung,
dan overhead pabrik antara biaya standar dan biaya sesungguhnya di UKM

Abon Cap Monggo Mas periode tahun 2009 sampai dengan 2010 merupakan
selisih yang favorable atau unfavorable?

2.

Apakah penyebab terjadinya selisih antara biaya standar dan biaya
sesungguhnya di UKM Abon Cap Monggo Mas periode tahun 2009 sampai
dengan 2010?

4

LANDASAN TEORITIS
Biaya Produksi
Menurut Hansen & Mowen (2004) biaya produksi merupakan biaya-biaya
yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap dijual.
Biaya produksi menurut Mulyadi (1993) dapat dibagi menjadi 3 unsur, yaitu:
1.

Biaya bahan baku, yaitu biaya atas bahan yang digunakan dalam proses
produksi. Biaya bahan baku ini sendiri masih terbagi lagi menjadi biaya

bahan baku langsung atau direct material, yaitu biaya atas semua bahan yang
membentuk bagian integral dari barang jadi dan yang dapat dimasukkan
langsung dalam kualifikasi biaya produksi dan biaya bahan baku tidak
langsung atau indirect material, yaitu biaya bahan atas semua bahan-bahan
yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk, tetapi pemakaiannya
sedemikian kecil atau sedemikian rumit sehingga tidak dianggap sebagai
bahan langsung.

2.

Biaya tenaga kerja, yang terdiri dari biaya tenaga kerja langsung atau direct
labor, yaitu biaya yang terdiri atas karyawan dikerahkan untuk mengubah
bahan baku langsung menjadi barang jadi dimana biaya ini meliputi gaji
karyawan yang dapat dibebankan pada produk tertentu dan biaya tenaga kerja
tidak langsung atau indirect labor, yaitu biaya yang terjadi atas para
karyawan yang dikerahkan dan tidak secara langsung mempengaruhi
pembuatan dan pembentukan barang jadi.

3.


Biaya overhead pabrik atau factory overhaed / overhead pabrikasi, yaitu
biaya dari bahan tidak langsung, pekerja tidak langsung dan semua biaya
pabrikasi lainnya yang tidak dapat dibedakan langsung ke produk tertentu.
Biaya ini meliputi semua biaya-biaya yang keluar dari perusahaan kecuali
bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.
Ditinjau dari perilaku unsur-unsur biaya overhead pabrik dalam

hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya overhead pabrik dapat
dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1.

Biaya overhead pabrik tetap, yaitu biaya overhead pabrik yang tidak berubah
dalam kisar perubahan volume kegiatan tertentu.

5

2.

Biaya overhead pabrik variabel, yaitu biaya overhead pabrik yang berubah
sebanding dengan perubahan volume kegiatan.


3.

Biaya overhead pabrik semivariabel, yaitu biaya overhead pabrik berubah
tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya overhead pabrik
yang bersifat semivariabel dipecah menjadi dua unsur, yaitu biaya tetap dan
biaya variabel. Pemecahan biaya overhead pabrik semivariabel ini dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu High and Low Point
Method, Scattergraph Method dan Least Square Method.

Biaya Standar
Menurut Matz & Usry (1989) biaya standar adalah biaya yang ditetapkan
terlebih dahulu untuk memproduksi satu unit atau sejumlah unit produk selama
periode tertentu di masa mendatang.
Biaya standar digunakan untuk:
1.

Menetapkan anggaran.

2.


Mengendalikan biaya dengan cara memotivasi karyawan dan mengukur
efisiensi operasi.

3.

Menyederhanakan prosedur perhitungan biaya dan mempercepat laporan
biaya.

4.

Membebankan biaya ke persediaan bahan baku, barang dalam proses, dan
barang jadi.

5.

Menetapkan tawaran kontrak dan harga jual.
Menurut Nafarin (2003), penentuan biaya standar dibagi dalam tiga bagian,

yaitu biaya bahan baku langsung standar, biaya tenaga kerja langsung standar, dan

biaya overhead pabrik standar.
1.

Biaya Bahan Baku Langsung Standar
Biaya bahan baku langsung standar terdiri atas harga bahan baku langsung
standar dan kuantitas bahan baku langsung standar.
a. Harga Bahan Baku Langsung Standar
Harga bahan baku langsung standar adalah taksiran harga bahan baku per
unit. Harga bahan baku langsung standar biasanya ditentukan dari daftar

6

harga pemasok (supplier), katalog, atau informasi lain yang berhubungan
dengan kemungkinan perubahan harga di masa akan datang.
b. Kuantitas Bahan Baku Langsung Standar
Kuantitas bahan baku langsung standar adalah taksiran sejumlah unit
bahan baku yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk tertentu.
Kuantitas bahan baku langsung standar dapat ditentukan dengan
menggunakan penyelidikan teknis dan analisis catatan masa lalu.
Penyelidikan teknis misalnya dengan mengadakan taksiran yang wajar

terhadap bahan baku yang diperlukan untuk satu unit produk atau
membuat percobaan operasi produksi. Analisis catatan masa lalu misalnya
dengan menghitung rata-rata pemakaian bahan baku untuk produk
(pekerjaan) yang sama dalam periode tertentu pada masa lalu.
c. Biaya Tenaga Kerja Langsung Standar
Biaya tenaga kerja langsung standar terdiri atas tarif upah tenaga kerja
langsung dan jam tenaga kerja langsung standar.
i.

Tarif Upah Tenaga Kerja Langsung Standar
Tarif upah tenaga kerja langsung standar adalah taksiran tarif upah
tenaga kerja langsung per jam. Tarif upah tenaga kerja langsung
standar dapat ditentukan atas dasar perjanjian dengan karyawan dan
data upah masa lalu yang dihitung secara rata-rata.

ii. Jam Tenaga Kerja Langsung Standar
Jam tenaga kerja langsung standar adalah taksiran sejumlah satuan
waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk tertentu. Jam
tenaga kerja langsung standar dapat ditentukan dengan cara
penyelidikan teknis dan analisis catatan masa lalu. Penyelidikan teknis
misalnya dengan mengadakan penyelidikan gerak dan waktu,
mengadakan taksiran yang wajar, memperhitungkan kelonggaran
waktu untuk istirahat, memperhitungkan faktor kelelahan, dan
memperhitungkan penundaan kerja yang tidak bisa dihindari. Analisis
catatan masa lalu misalnya menghitung rata-rata jam kerja yang

7

dikonsumsi dalam satu pekerjaan dari kartu harga pokok periode yang
lalu.
iii. Biaya Overhead Pabrik Standar
Biaya overhead pabrik standar dapat ditaksir atas dasar kapasitas
normal. Misalnya dengan menghitung kapasitas normal dalam satu
tahun x unit atau y jam kerja langsung dan biaya overhead pabrik satu
tahun yang terdiri atas biaya overhead pabrik variabel dan biaya
overhead pabrik tetap. Jam kerja normal atau kapasitas normal adalah
jam kerja

yang digunakan untuk

menentukan standar

tarif

pembebanan biaya overhead pabrik. Kapasitas normal merupakan
suatu tingkat

kapasitas operasi

yang dapat

dicapai dengan

pemanfaatan secara maksimal semua input atas fasilitas sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh perusahaan. Sehingga pada akhirnya
tercapai biaya per unit produk yang serendah mungkin.
Anggaran dan biaya standar merupakan dua penentuan biaya yang
ditentukan di muka yang mempunyai perbedaan pada cara penentuannya.
Anggaran digunakan untuk menentukan seluruh biaya yang akan terjadi selama
periode tertentu. Sedangkan biaya standar digunakan untuk menentukan biaya
dalam satu unit atau sejumlah unit tertentu.
Menghitung biaya standar memerlukan standar fisik (Usry, 2005):
1.

Standar dasar (basic standard) adalah tolok ukur yang digunakan untuk
membandingkan kinerja yang diperkirakan dengan kinerja aktual.

2.

Standar sekarang (current standard) terdiri atas tiga jenis:
a. Standar aktual yang diperkirakan (expcted actual standard) mencerminkan
tingkat aktivitas dan efisiensi yang diperkirakan. Standar ini merupakan
estimasi yang paling dekat dengan hasil aktual.
b. Standar normal (normal standard) mencerminkan tingkat aktivitas dan
efisiensi normal. Standar ini mencerminkan hasil yang menantang namun
dapat dicapai.

8

c. Standar teoritis (theoritical standard) mencerminkan tingkat aktivitas dan
efisiensi yang maksimum atau ideal. Standar ini lebih merupakan cita-cita
yang dituju dan bukannya kinerja yang dapat dicapai sekarang.
Analisis Selisih Biaya Produksi
Heitger dan Matulich (2005) mendefinisikan analisis selisih sebagai suatu
proses membandingkan antara harga pokok sesungguhnya dengan harga pokok
standar, mengidentifikasi selisih dan menginterpretasikan sebab-sebab terjadinya
selisih yang dilakukan secara sistematis. Analisis selisih biaya produksi meliputi:
1.

Selisih Biaya Bahan Baku
Selisih biaya bahan baku terjadi karena perbedaan biaya bahan baku standar
dengan biaya bahan baku sesungguhnya.

2.

Biaya Tenaga Kerja Langsung
Selisih biaya tenaga kerja langsung terjadi karena perbedaan biaya tenaga
kerja langsung standar dengan biaya tenaga kerja langsung sesungguhnya.

3.

Selisih Biaya Overhead Pabrik
Selisih biaya overhead pabrik terjadi karena perbedaan biaya overhead pabrik
standar dengan biaya overhead pabrik sesungguhnya.
Analisis selisih bisa lebih efektif bila standar ditetapkan secara realistis

artinya telah disesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Penyimpangan yang
tidak signifikan merupakan penyimpangan yang terdapat dalam batas-batas yang
masih dapat diterima, sedangkan penyimpangan signifikan adalah penyimpangan
yang berada di luar batas toleransi yang ditetapkan. Penyimpangan inilah yang
akan dicari apa penyebabnya.
Fakor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Varians
Batty dalam Winata (1997) mengemukakan sebab-sebab terjadinya
varians, yaitu sebagai berikut:

9

Tabel 1
Sebab-sebab Terjadinya Varians
Varians
Efisiensi
Tenaga
Kerja

Sebab terjadinya
1. Pemakaian tenaga kerja yang kurang memenuhi
standar.
2. Kegagalan mendapatkan hasil yang paling baikdari
pekerja.

Upah Tenaga Kerja

1. Perubahan tarif dasar upah buruh.
2. Penempatan tenaga kerja yang tidak tepat.
3. Upah lembur yang dibayarkan lebih besar daripada
standar yang ditetapkan.

Pemakaian Bahan Baku

1. Pemborosan karena metode produksi yang tidak
efisien atau pegawai yang kurang ahli.
2. Mutu bahan baku yang tidak sesuai dengan
spesifikasinya.
3. Kombinasi pemakaina bahan baku yang tidak
memenuhi standar.

Harga Bahan Baku

1. Perubahan harga bahan baku
2. Kegagalan pembelian bahan baku sejumlah yang
diantisipasikan oleh yang menyebabkan harganya
nai karena tidak mendapat potongan jumlah.
3. Tidak mengambil potongan tunai sebagaimana
yang diperhitungkan dalam penetapan standar.
4. Perubahan

dalam

ongkos-ongkos

transport,

pembelian, dan penyimpanan.
5. Kegagalan membeli bahan baku yang memnuhi
mutu standar.
Budget Overhead Pabrik

1. Perubahan harga.
2. Perubahan efisiensi pemakaian jasa.
3. Kurangnya pengendalian atas pengeluaran.

10

4. Kenaikan harga atas jasa dari luar perusahaan,
misal: listrik, suransi, dll.
Overhead 1. Kegagalan bagian penjualan mendapatkan pesanan

Volume
Pabrik

yang cukup besar.
2. Pengehentian mesin.
3. Bahan baku yang rusak.
4. Adanya persoalan dengan buruh
5. Kegagalan dalam bagian jasa pabrik.
6. Perencanaan yang tidak efisien, misalnya urutan
pekerjaan atau kesalahan instruksi.

Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ardiyanto pada tahun 2008
mengenai analisa selisih anggaran biaya produksi studi PT. Batam Textile Industri
Ungaran, Antonius Donny Widhiarto (2005) mengenai analisis selisih biaya
produksi pada PT. Cali Plast Surakarta, dan penelitian oleh Lois Gama (2004)
tentang analisis selisih biaya produksi atas kemasan produksi air minum dalam
kemasan Java (PT. Bayuadji Nusantara Industries) didapatkan beberapa faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya varians yang disajikan dalam tabel.
Tabel 2
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Selisih Biaya Produksi
Berdasarkan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti

Judul

Konsep

Kesimpulan

Penelitian
Ardiyanto

Analisa

Biaya Standar

(2008)

Selisih

Biaya Standar adalah mempengaruhi

Anggaran

harga

Biaya

ditentukan di muka atas biaya produksi:

Produksi

sumber-sumber

Studi

PT.

pokok

diperlukan

11

Faktor-faktor yang

yang selisih

anggaran

yang 1. Perubahan
untuk

volume

Batam Textile

memproduksi satu unit

Industri

atau

Ungaran

produk atau jasa pada

harga

tingkat efisiensi periode

baku

sejumlah

tertentu

unit

di

mendatang

produksi
2. Perubahan
bahan

waktu 3. Jumlah
(Winata,

kerja

jam
yang

1997)

berbeda

Biaya Produksi

bulannya

tiap

Biaya Produksi adalah 4. Kenaikan BOP
biaya yang dikeluarkan

melebihi

dari

oleh fungsi produksi

yang

untuk mengolah bahan

diperkirakan.

baku menjadi barang
jadi (Mulyadi, 1993)
Analisis Selisih Biaya
Produksi
Analisis

selisih

biya

produksi sebagai suatu
proses membandingkan
antara

harga

pokok

sesungguhnya

dengan

harga

standar

pokok

(Winata, 1997)
Antonius

Analisis

Biaya Standar

Donny

Selisih Biaya

Biaya Standar sebagai mempengaruhi

Widhiarto

Produksi Pada

harga

(2005)

PT. Cali Plast

ditentukan

Surakarta

secara

pokok
di
teliti

sumber-sumber
diperlukan

12

Faktor-faktor yang

yang selisih

anggaran

muka biaya produksi:
atas 1. Perubahan
yang

volume

untuk

produksi

membuat

beberapa 2. Perubahan

produk

atau

jasa

harga

bahan

(Winata, 1997)

baku

Biaya Produksi

3. Jumlah

jam

Biaya Produksi adalah

kerja

yang

biaya yang dikeluarkan

berbeda

oleh fungsi produksi

bulannya

tiap

untuk mengolah bahan 4. Kenaikan BOP
baku menjadi barang

melebihi

jadi (Mulyadi, 1993)

yang

Analisis

diperkirakan.

selisih

biya

dari

produksi sebagai suatu
proses membandingkan
antara

harga

pokok

sesungguhnya

dengan

harga

standar

pokok

(Winata, 1997)

Lois
(2004)

Gama Analisis

Faktor-faktor yang

Biaya Standar

Selisih Biaya

Biaya Standar sebagai mempengaruhi

Produksi Atas

harga

Kemasan

ditentukan

Produksi

Air

pokok

secara

di
teliti

yang selisih

biaya

muka produksi:
atas 1. Perubahan
volume

Minum Dalam

sumber-sumber

Kemasan Java

diperlukan

(PT. Bayuadji

membuat

Nusantara

produk

Industries)

(Winata, 1997)

baku

Biaya Produksi

3. Jumlah

jam

kerja

yang

Biaya

13

yang
untuk

produksi.

beberapa 2. Perubahan
atau

jasa

Produksi

harga

bahan

meliputi semua biaya

berbeda

yang

bulannya

berhubungan

dengan

tiap

fasilitas 4. Kenaikan BOP

produksi yaitu semua

melebihi

biaya

yang

dalam

rangka

pengolahan bahan baku

dari

diperkirakan.

menjadi produk selesai
yang siap untuk dijual
(Supriyono, 1987)

Dari ketiga penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya selisih anggaran biaya produksi adalah perubahan
volume produksi yang tidak direncanakan, perubahan harga bahan baku akibat
dari keadaan perekonomian yang terkadang tidak dapat diprediksi, jumlah jam
kerja yang berbeda tiap bulannya akibat dari meningkat atau menurunnya
permintaan produksi, dan kenaikan BOP melebihi dari yang diperkirakan.

14

METODE PENELITIAN
Metode penelitian digunakan untuk memahami objek penelitian dan dapat
mengarahkan peneliti dalam melakukan analisis, sehingga dapat memberikan
solusi dalam menjawab persoalan penelitian yang dihadapi.
Jenis Data
1.

Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah informasi mengenai gambaran umum
perusahaan serta proses produksi abon yang diperoleh dengan melakukan
wawancara dan pengamatan langsung di UKM Abon Cap Monggo Mas.

2.

Data sekunder diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara, seperti arsip- arsip perusahaan, serta diperoleh dan dicatat oleh
pihak lain. Data sekunder dalam penelitian ini adalah laporan biaya produksi
dari pemilik UKM Abon Cap Monggo Mas meliputi data mengenai biaya
standar dan biaya sesungguhnya baik untuk biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja dan biaya overhead pabrik.

Prosedur Pengumpulan Data
Guna memperoleh serta mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa
teknik, yaitu:
1.

Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara bertanya langsung dengan
pemilik UKM mengenai proses produksi di UKM Abon Cap Monggo Mas.

2.

Dokumentasi
Data diambil dari arsip-arsip berupa laporan biaya standar dan biaya aktual
pada proses produksi di UKM Abon Cap Monggo Mas, yang meliputi biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik periode 2009 dan
2010.

3.

Observasi
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan
langsung pada proses produksi di UKM Abon Cap Monggo Mas.

15

Teknik dan langkah analisis
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan alat analisis varians yaitu
membandingkan biaya sesungguhnya dengan yang dianggarkan, mengidentifikasi
selisih dan menginterpretasikan sebab-sebab terjadinya selisih yang dilakukan
secara sistematis (Winata, 1997). Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
Tabel 3
Langkah-Langkah Perhitungan Selisih Biaya Produksi
Variabel
1. Penghitungan

Operasional

Varians

Bahan Baku
Varians harga bahan baku = (Harga aktual per unit – Harga
a. Penghitungan Varians
Harga

Bahan Baku

standar per unit) x Kuantitas aktual bahan baku yang
digunakan

Langsung
Varians efisiensi bahan baku langsung = (Kuantitas aktual
bahan baku yang digunakan – Kuantitas standar bahan baku
b. Penghitungan Varians yang diperbolehkan untuk output oktual) x Harga standar
Efisiensi Bahan Baku per unit
Langsung
2. Penghitungan

Varians

Tenaga Kerja Langsung
Varians tarif tenaga kerja langsung = (Tarif upah aktual per
a. Penghitungan Varians
Tenaga

Kerja

jam – Tarif upah standar per jam) x Jam tenaga kerja
langsung aktual yang digunakan

Langsung
Varians efisiensi tenaga kerja langsung = (Jam aktual
tenaga kerja langsung yang digunakan – Jam standar
b. Penghitungan Varians

tenaga kerja langsung yang seharusnya digunakan) x Tarif

16

Efisiensi

Tenaga

upah standar per jam

Kerja Langsung
3. Penghitungan

Varians

Overhead
a. Penghitungan Varians
Overhead Variabel
i. Penghitungan

Varians pengeluaran overhead variabel = (Tarif aktual
overhead variabel – Tarif standar overhead variabel) x Jam
aktual tenaga kerja langsung yang digunakan

Varians
Pengeluaran
Overhead Variabel

Varians efisiensi overhead variabel = (Jam aktual tenaga
kerja langsung yang digunakan – Jam standar tenaga kerja
langsung yang seharusnya digunakan) x Tarif standar
ii. Penghitungan
Varians

overhead variabel

Efisiensi

Overhead Variabel

Varians total overhead tetap = Overhead tetap yang
dibebankan – (Tarif standar overhead tetap x Jam standar)
Varians volume overhead tetap = Overhead tetap yang
dianggarkan – Overhead tetap yang dibebankan

b. Penghitungan Varians
Overhead Tetap

i. Penghitungan
Varians

Volume

Overhead Tetap
Sumber: Hansen & Mowen (2006)

17

1.

Untuk menjawab persoalan penelitian pertama yaitu dengan menghitung
terlebih dahulu berapa selisih yang menguntungkan (favorable) dan selisih
yang tidak menguntungkan (unfavorable) dari biaya produksi antara biaya
standar dan sesungguhnya.

2.

Untuk menjawab persoalan kedua yaitu dengan menganalisis selisih yang
melebihi batas toleransi yang ditetapkan untuk mencari penyebab terjadinya
selisih tersebut.

18

ANALISA DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Perusahaan
Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya
adalah sektor UKM. Munculnya UKM di berbagai pelosok Indonesia memiliki
beberapa kelebihan dan kelemahan. Salah satu kota yang terkena imbas dari
merebaknya UKM adalah Kota Salatiga. Kota Salatiga merupakan salah satu kota
yang kaya akan kulinernya. Kota Salatiga tidak hanya dikenal dengan ronde,
enting-enting gepuk, dan dendeng, tetapi juga dengan abon. Abon merupakan
makanan khas yang terkenal di Kota Salatiga yang berbahan utama daging sapi.
Salah satu perusahaan yang memproduksi abon di Kota Salatiga adalaha UKM
Abon Cap Monggo Mas.
UKM Abon Cap Monggo Mas didirikan oleh Bapak Kukuh Suwanto pada
tahun 1983 di rumah tinggalnya Jalan Joko Tingkir, Kota Salatiga. Usaha ini
berawal dari kejelian Bapak Kukuh Suwanto dalam melihat peluang pasar abon
yang masih terbuka lebar. Bapak Kukuh Suwanto melihat peluang bahwa abon
merupakan makanan tradisional khas Kota Salatiga yang akan selalu dicari oleh
wisatawan sebagai oleh-oleh. Selain itu, bahan baku yang digunakan untuk
membuat abon mudah didapatkan.
Bapak Kukuh Suwanto awalnya memproduksi abon dengan menggunakan
bahan baku daging sapi sebanyak 5 kg yang diproduksi sendiri dan dibantu oleh
istri serta anak-anaknya. Abon ini dijual secara eceran tanpa menggunakan merk.
Abon dijual dengan cara dititipkan di warung-warung. Awal tahun 1985, Bapak
Kukuh Suwanto memberi merk abon buatannya dengan merk Monggo Mas.
Bapak Kukuh Suwanto melakukan inovasi pada abon dengan menambahkan
kacang koro. Abon ini menggunakan bahan baku asli tanpa menggunakan
pengawet. Abon dikemas dengan kemasan baru menggunakan kertas yang sudah
bermerk dan dikemas dalam plastik dan toples, dengan berbagai ukuran.
Sekitar tahun 1987, pemasaran Abon Monggo Mas mulai merambah ke
luar kota dengan dibantu para sales. Saat ini proses produksi tetap dilakukan oleh
Bapak Kukuh Suwanto, istri, anak, dan enam orang pegawai. Pada hari biasa abon
yang diproduksi membutuhkan daging sapi 25 kg. Sedangkan pada hari libur,

19

terlebih saat hari raya, abon yang diproduksi dapat mencapai dua kali lipat dari
jumlah produksi saat hari biasa.
Tujuan UKM Abon Cap Monggo Mas yaitu mengembangkan usaha agar
menjadi lebih besar dan mampu bersaing di pasar. Struktur organisasi yang
diterapkan pada UKM Abon Cap Monggo Mas masih sangat sederhana. Bagian
dalam struktur organisasi UKM Abon Cap Monggo Mas yaitu pemilik dan tenaga
kerja.
a.

Pemilik
Bertanggung jawab sepenuhnya terhadap aktivitas usaha, baik itu aktivitas
produksi, keuangan, pemasaran, maupun yang berkaitan dengan tenga kerja.

b.

Tenaga kerja
Mengerjakan proses produksi dari awal sampai produk jadi dan siap dijual.

Proses Produksi Abon Pada UKM Abon Cap Monggo Mas
Tahapan yang dilakukan untuk memproduksi abon dimulai dari bahan
baku menjadi produk jadi. Pengolahan abon dimulai dengan merebus daging yang
merupakan bahan baku utama sampai lunak, kemudian diiris tipis-tipis. Kacang
koro dicuci, ditimbang, lalu direbus sampai lunak kemudian digiling. Kacang
yang telah digiling dicampur dengan bumbu yang telah ditumbuk, serta daging
yang telah diiris tipis-tipis, kemudian diaduk sampai merata. Setelah bahan
tercampur merata kemudian digoreng hingga ± 1,5 jam. Setelah matang, dipress
supaya kering dan minyak sisa penggorengan terbuang. Setelah abon benar-benar
kering, kemudian abon didinginkan agar tidak menggumpal. Sebelum dipasarkan,
abon dikemas dalam plastik atau toples tergantung dari permintaan konsumen.

Biaya Produksi Abon Pada UKM Abon Cap Monggo Mas
Data mengenai biaya produksi di UKM Abon Cap Monggo Mas meliputi
biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
1.

Bahan Baku Langsung
Bahan baku langsung yang dipergunakan untuk memproduksi abon antara
lain: daging sapi, kacang koro, gula pasir, minyak, gula jawa, kelapa, dan

20

bumbu rempah-rempah. Dalam satu kali produksi dibutuhkan 25 kg daging
sapi, 80 kg kacang koro, 15 kg gula pasir, 15 kg gula jawa, 34 kg minyak, 3
kg kelapa, dan 9 kg bumbu rempah-rempah.
2.

Tenaga Kerja Langsung
Tenaga kerja dalam produksi abon UKM Abon Cap Monggo Mas berjumlah
enam orang yang terdiri dari tetangga Bapak Kukuh Suwanto. Tenaga kerja
tersebut dibagi dalam 3 bagian, yaitu bagian penggorengan dengan jumlah
tenaga kerja 3 orang, bagian pengepressan dengan jumlah tenaga kerja 1
orang, dan bagian pembungkusan dengan jumlah tenaga kerja 2 orang. Satu
kali produksi membutuhkan waktu selama kurang lebih 1,5 jam. Produksi
abon melalui proses yang saling berkaitan antara bagian penggorengan,
pengepressan dan pembungkusan. Produksi berlangsung dari jam 6 pagi
hingga jam 2 siang. Tarif tenaga kerja berdasarkan upah harian. Upah harian
yaitu upah yang diterima oleh tenaga kerja setiap selesai produksi dalam satu
hari. Upah harian standar yang diterima berbeda-beda tiap bagian. Tenaga
kerja bagian penggorengan menerima upah harian sebesar sebesar Rp
20.000,00 / orang / hari. Tenaga kerja bagian pengepressan menerima upah
harian sebesar Rp 17.500,00 / orang / hari. Upah harian ini termasuk dalam
upah tenaga kerja langsung.
Selain upah harian, pemilik UKM juga memberikan upah lembur kepada
setiap tenaga kerja apabila kuantitas produksi abon meningkat. Pemilik
membatasi jam lembur tiap tenaga kerja hanya dari jam 2 siang sampai
dengan jam 4 sore. Tarif upah lembur dihitung per 2 jam dan berbeda-beda
tiap bagian. Tenaga kerja bagian penggorengan menerima upah lembur Rp
10.000,00 / orang / lembur. Tenaga kerja bagian pengepressan menerima
upah lembur sebesar Rp 15.000,00 / orang / lembur. Tenaga kerja bagian
pengemasan menerima upah lembur sebesar Rp 7.500,00 / orang / lembur.

3.

Overhead Pabrik
Overhead pabrik terdiri dari overhead tetap dan overhead variabel. Overhead
tetap dalam produksi abon yaitu biaya penyusutan pompa air. Penggunaan
pompa air untuk mengambil air sumur yang juga digunakan sebagai bahan

21

dalm proses produksi. Menghitung tarif penyusutan pompa air menggunakan
metode garis lurus sebagai berikut (Horngren, 2008):
Tarif Penyusutan = Nilai Perolehan – Nilai Sisa
Umur Ekonomis
Nilai perolehan pompa air sebesar Rp 650.000,00 yang memiliki umur
ekonomis 5 tahun. Tarif penyusutan pompa air sebesar Rp 130.000,00 per
tahun, sedangkan penyusutan per hari sebesar Rp 433,33.
Overhead variabel dalam produksi abon terdiri dari biaya listrik yang juga
mencakup biaya air karena air yang digunakan dalam proses produksi
menggunakan sumber mata air dari sumur pompa, bahan bakar kayu untuk
proses penggorengan, dan paket kemasan yang meliputi biaya pembelian
kemasan plastik dan toples serta biaya cetak kertas dan sablon logo dalam
kemasan.

Penetapan Biaya Standar Pada UKM Abon Cap Monggo Mas
Penentuan biaya standar pada UKM Abon Cap Monggo Mas dibagi dalam
tiga bagian, yaitu bahan baku langsung standar, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead pabrik standar.
1.

Biaya Bahan Baku Langsung Standar
Biaya bahan baku langsung standar terdiri atas harga bahan baku langsung
standar dan kuantitas bahan baku langsung standar.
a. Harga Bahan Baku Langsung Standar
Harga bahan baku langsung standar ditetapkan berdasarkan tingkat harga
rata-rata dari harga toko grosir, tingkat harga yang telah ditetapkan oleh
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Salatiga, dan informasi lain
yang berhubungan dengan perubahan harga bahan baku.
b. Kuantitas Bahan Baku langsung Standar
Kuantitas bahan baku langsung standar ditetapkan sendiri oleh pemilik
dengan menghitung pemakaian standar jumlah bahan baku per produksi
abon.

22

2.

Biaya Tenaga Kerja Langsung Standar
Biaya tenaga kerja langsung standar terdiri dari tarif upah tenaga kerja
langsung standar dan jam tenaga kerja langsung standar.
a. Tarif Upah Tenaga Kerja Langsung Standar
Tarif upah tenaga kerja langsung standar ditetapkan berdasarkan tarif
upah yang distandarkan oleh pemilik UKM Abon Cap Monggo Mas.
b. Jam Tenaga Kerja Langsung Standar
UKM Abon Cap Monggo Mas dalam pembuatan abon memerlukan
waktu kira-kira 1,5 jam setiap kali penggorengan. Proses produksi
dilakukan mulai pukul 06.00 hingga pukul 14.00 dengan waktu istirahat
bergantian tiap karyawan setiap harinya. Apabila kuantitas produksi
meningkat maka diberlakukan jam kerja lembur yaitu mulai dari jam 2
siang sampai dengan jam 4 sore.

3.

Biaya Overhead Pabrik Standar
Biaya overhead pabrik standar terdiri dari biaya overhead pabrik tetap dan
biaya overhead variabel.
a. Biaya Overhead Pabrik Tetap Standar
Biaya overhead pabrik tetap standar terdiri atas:
- Biaya penyusutan pompa air
b. Biaya Overhead Pabrik Variabel Standar
Biaya overhead pabrik variabel standar terdiri atas:
- Biaya listrik
- Biaya bahan bakar kayu
- Biaya paket kemasan

Analisis Varians
Varians antara standar yang telah ditetapkan dengan keadaan aktual yang
sebenarnya terjadi dapat diukur dengan menggunakan analisis varians. Berikut
hasil analisis varians untuk masing-masing bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung, dan overhead pabrik.

23

a.

Analisis Varians Bahan Baku
Analisis varians bahan baku terdiri dari varians harga dan varians efisiensi
penggunaan.
a. Analisis Varians Harga Bahan Baku Langsung

Tabel 4
Analisis Varians Rata-Rata Harga Bahan Baku
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2009
Analisis Varians Rata-Rata Harga Bahan Baku Tahun 2009
Standar
Realisasi Kuantitas
Nama Bahan Baku
Analisis
Harga
Harga
Aktual
U / F Varians
Varians
(Rp/kg)
(Rp/kg)
(kg)
Daging Sapi
60.000 61.004,33
685,42
688.386,81
U
-1,67%
Kacang Koro
5.000
4.883
2.193,33
-256.620
F
2,34%
Gula Pasir
8.000
7.950
411,25
-20.562,50
F
0,63%
Gula Jawa
8.000
7.290
411,25
-291.987,50
F
8,88%
Minyak
10.000 10.358,33
930,58
333.457,21
U
-3,58%
Kelapa
1.500
1.533,33
82,25
2.741,67
U
-2,22%
Bumbu Rempah-rempah
79.000
78.482
246,72
-127.802,01
F
0,66%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Tabel 5
Analisis Varians Rata-Rata Harga Bahan Baku
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2010
Analisis Varians Rata-Rata Harga Bahan Baku Tahun 2010
Standar Realisasi Kuantitas
Nama Bahan Baku
Analisis
U / F Varians
Harga
Harga
Aktual
Varians
(Rp/kg) (Rp/kg)
(kg)
Daging Sapi
70.000
66.209
714,58
-2.708.688
F
5,42%
Kacang Koro
5.500
5.225
2.858,33
-786.042
F
5,00%
Gula Pasir
9.000
8.729
428,75
-116.120
F
3,01%
Gula Jawa
8.000
7.829
428,75
-73.245
F
2,14%
Minyak
12.000
11.583 1.110,78
-462.826
F
3,47%
Kelapa
1.600
1.700
85,75
8.575
U
-6,25%
Bumbu Rempah-rempah
82.000
81.821
294,50
-52.617
F
0,22%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Pihak yang bertugas membeli bahan baku di UKM Abon Cap Monggo Mas
adalah Ibu Yati. Anak dari pemilik UKM. Berdasarkan analisis varians rata-rata
harga bahan baku tahun 2009 – 2010 di UKM Abon Cap Monggo Mas dapat
diuraikan sebagai berikut:

24

1.

Bahan Baku Daging Sapi

Standar harga bahan baku daging sapi selama tahun 2009 memiliki rataan sebesar
Rp 60.000 dengan rataan realisasi sebesar Rp 61.004,33. Berdasarkan hasil
analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 688.386,81 yang dapat
dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 1,67%.
Sedangkan standar harga bahan baku daging sapi selama tahun 2010 memiliki
rataan sebesar Rp 70.000 dengan rataan realisasi sebesar Rp 66.209. Berdasarkan
hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 2.708.688 yang dapat
dikategorikan Favorable (F) dengan persentase varians sebesar 5,42%.
Setiap pagi Ibu Yati membeli daging sapi di pasar tradisional Kota Salatiga. Di
pasar tradisional Kota Salatiga terdapat banyak jenis bahan-bahan makanan yang
dijual serta terdapat los penjual bermacam daging, termasuk daging sapi. Ibu Yati
telah memiliki langganan penjual daging sapi. Setiap hari Ibu Yati membeli
daging sapi di tempat penjual langganan. Karena telah memiliki langganan
penjual daging, maka apabila Ibu Yati membeli daging dalam jumlah banyak akan
memperoleh potongan harga. Apabila stok daging sapi yang diinginkan tidak
tersedia, Ibu Yati membeli daging sapi di tempat penjual lain dengan memilih
kualitas yang sama sesuai kriteria daging sapi yang diinginkan oleh Ibu Yati dan
mencari harga termurah di antara para penjual selain penjual langganannya sebab
semakin bagus kualitas daging sapi, harga daging tersebut semakin mahal.
Pada tahun 2009 rataan realisasi harga beli daging sapi lebih tinggi dibandingkan
rataan standar dan menyebabkan varians unfavorable. Hal ini disebabkan karena
rata-rata harga beli daging sapi dari bulan ke bulan semakin meningkat, terutama
pada waktu menjelang lebaran, yaitu mulai Bulan September, rata-rata harga beli
daging sapi melebihi standar yang ditetapkan.
Dapat disimpulkan bahwa varians ini dipengaruhi oleh faktor siapa yang
melakukan pembelian bahan baku daging sapi, kemudahan dalam memperoleh
daging sapi, diskon yang diberikan, dan kualitas daging sapi. Pihak yang bertugas
dalam melakukan pembelian bertanggung jawab pada realisasi harga beli dengan
mencari harga termurah namun kualitas daging sapi yang sesuai. Pembelian

25

daging sapi pada saat menjelang hari raya juga mempengaruhi varians sebab
permintaan pasar meningkat.
2.

Bahan Baku Kacang Koro

Harga bahan baku kacang koro pada tahun 2009 memiliki rataan sebesar Rp 5.000
dan

rataan realisasi harga beli sebesar Rp 4.883. Berdasarkan hasil analisis

varians, varians yang terjadi sebesar Rp 256.620 yang dapat dikategorikan
Favorable (F) dengan persentasi varians sebesar 2,34%. Sedangkan pada tahun
2010 memiliki rataan sebesar Rp 5.500 dengan rataan realisasi sebesar Rp 5.225.
Berdasarkan hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 786.042 yang
dapat dikategorikan Favorable (F) dengan persentasi varians sebesar 5%.
Ibu Yati membeli kacang koro di Pasar Legi, Kota Solo yang merupakan tempat
grosir bahan baku. Pembelian di grosir menyebabkan harga beli lebih murah dan
apabila pembelian kacang koro dalam jumlah banyak akan mendapatkan potongan
harga.
Jadi varians dapat terjadi karena kacang koro dibeli di grosir bahan baku yang
menjual kacang koro dengan harga yang lebih murah.
3.

Bahan Baku Gula Pasir

Pada tahun 2009 standar harga beli bahan baku gula pasir memiliki rataan sebesar
Rp 8.000 dan rataan realisasi sebesar Rp 7.950. Varians yang terjadi sebesar Rp
20.562,50 yang dapat dikategorikan Favorable (F) dengan persentase varians
sebesar 0,63%. Sedangkan pada tahun 2010 standar harga bahan baku gula pasir
memiliki rataan sebesar Rp 9.000 dan rataan realisasi sebesar Rp 8.729.
Berdasarkan hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 116.120 yang
dapat dikategorikan Favorable (F) dengan persentase varians sebesar 3,01%.
Gula pasir dibeli di toko grosir langganan yang masih berlokasi di Kota Salatiga.
Harga gula pasir di toko grosir lebih murah dibandingkan di toko-toko yang lain.
Apabila Ibu Yati membeli dalam kuantitas banyak, maka akan mendapatkan
potongan harga.
Varians yang favorable dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 terjadi karena
gula pasir dibeli di toko grosir langganan yang menjual gula pasir dengan harga
yang lebih murah daripada grosir bahan baku lainnya.

26

4.

Bahan Baku Gula Jawa

Rataan standar harga bahan baku gula jawa selama tahun 2009 sebesar Rp 8.000
dan rataan realisasi sebesar Rp 7.290. Dari selisih rataan tersebut varians yang
terjadi sebesar Rp 291.987,50 yang dapat dikategorikan Favorable (F) dengan
persentase varians sebesar 8,88%. Sedangkan selama tahun 2010 memiliki rataan
standar sebesar Rp 8.000 dengan rataan realisasi sebesar Rp 7.829. Varians yang
terjadi sebesar Rp 73.245 yang dapat dikategorikan Favorable (F) dengan
persentase varians sebesar 2,14%.
Gula jawa dibeli langsung dari petani gula, sehingga harga beli lebih murah
dibandingkan di toko atau di pasar karena langsung dari produsen.
Dapat disimpulkan bahwa varians terjadi karena rata-rata harga realisasi lebih
rendah dari rata-rata harga standar, sebab bahan baku dibeli langsung dari
produsen.
5.

Bahan Baku Minyak

Standar harga bahan baku minyak selama tahun 2009 memiliki rataan sebesar Rp
10.000 dengan rataan realisasi sebesar Rp 10.358,33. Berdasarkan hasil analisis
varians, varians yang terjadi sebesar Rp 333.457,21 yang dapat dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 3,58%. Sedangkan standar
harga bahan baku minyak selama tahun 2010 memiliki rataan sebesar Rp 12.000
dengan rataan realisasi sebesar Rp 11.583. Berdasarkan hasil analisis varians,
varians yang terjadi sebesar Rp 462.826 yang dapat dikategorikan Favorable (F)
dengan persentase varians sebesar 3,47%.
Bahan baku minyak dibeli di toko grosir langganan yang berlokasi di Kota
Salatiga. Karena telah sering membeli minyak di toko tersebut dalam kurun waktu
yang lama, menyebabkan apabila Ibu Yati membeli minyak dalam kuantitas yang
banyak akan mendapatkan potongan harga. Ibu Yati memilih toko grosir tersebut
karena menjual minyak dengan harga yang relatif lebh murah dibandingkan toko
yang lain.
Pada tahun 2009, selisih antara rata-rata harga realisasi dan rata-rata harga standar
adalah selisih yang Unfavorable. Hal ini terjadi karena penetapan harga beli
standar minyak kurang ditingkatkan, sebab pada 3 bulan pertama, harga realisasi

27

bahan baku minyak sama dengan harga standar, dan pada bulan April sampai
dengan Bulan Desember rata-rata harga realisasi bahan baku minyak melebihi
standar harga. Dari data harga pembelian minyak di pasar, tampak bahwa apabila
harga minyak telah merangkak naik, sangat minimal sekali kemungkinan harga
akan turun kembali atau bahkan stabil.
Dapat disimpulkan bahwa varians terjadi karena pembelian di toko grosir
langganan sehingga harga realisasi lebih rendah dibandingkan harga beli standar.
Selain itu faktor kenaikan harga bahan baku yang sulit untuk ditekan juga
mempengaruhi varians.
6.

Bahan Baku Kelapa

Bahan baku kelapa selama tahun 2009 memiliki rataan standar sebesar Rp 1.500
dengan rataan realisasi sebesar Rp 1.533,33. Berdasarkan hasil analisis varians,
varians yang terjadi sebesar Rp 2.741,67 yang dapat dikategorikan Unfavorable
(U) dengan persentase varians sebesar 2,22%. Selama tahun 2010 memiliki rataan
standar harga bahan baku kelapa sebesar Rp 1.600 dengan rataan realisasi sebesar
Rp 1.700. Berdasarkan hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp
8.575 yang dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians
sebesar 6,25%.
Kelapa dibeli di pasar tradisional Kota Salatiga. Penjual kelapa di pasar
jumlahnya sangat terbatas, sehingga mempengaruhi persediaan kelapa di pasaran.
Jumlah kelapa yang terbatas namun permintaan konsumen yang berfluktuasi
menyebabkan harga kelapa juga berubah-ubah hampir setiap hari. Akibat dari hal
tersebut, harga yang didapat Ibu Yati saat membeli kelapa setiap hari juga
berubah-ubah dan menyebabkan rata-rata realisasi harga lebih besar dari rata-rata
harga standar.
Varians Unfavorable dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 dapat
disimpulkan terjadi karena faktor kesulitan dalam mendapatkan bahan baku
kelapa dan pihak yang melakukan pembelian harus mencari harga yang termurah
dengan kualitas kelapa yang sesuai.
7.

Bahan Baku Bumbu Rempah-Rempah

28

Selama tahun 2009 standar harga bahan baku bumbu rempah-rempah memiliki
rataan sebesar Rp 79.000 dengan rataan realisasi sebesar Rp 78.842. Berdasarkan
hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 127.802,01 yang dapat
dikategorikan Favorable (F) dengan persentase varians sebesar 0,66%. Sedangkan
selama tahun 2010 rataan standar harga beli bahan baku bumbu rempah-rempah
sebesar Rp 82.000 dengan rataan realisasi sebesar Rp 81.821. Dari selisih tersebut
varians yang terjadi sebesar Rp 52.617 yang dapat dikategorikan Favorable (F)
dengan persentase varians sebesar 0,22%.
Ibu Yati membeli bumbu rempah-rempah di pasar tradisional di Kota Salatiga.
Jumlah pedagang bumbu rempah-rempah di pasar sangat tidak terbatas, karena
hampir setiap tempat ada penjual bumbu rempah-rempah dalam persediaan yang
banyak maupun sedikit, sehingga banyak pilihan bagi Ibu Yati untuk menentukan
tempat pembelian bumbu rempah-rempah. Penentuan tempat pembelian bumbu
rempah-rempah juga dipengaruhi oleh faktor harga yang termurah dengan kualitas
tetap sesuai seperti yang diinginkan. Pembelian dalam jumlah banyak dan
dilakukan setiap hari akan memunculkan diskon pembelian yang hal itu
merupakan keuntungan bagi pembeli.
Dapat disimpulkan bahwa varians ini terjadi karena kemudahan dalam
memperoleh bumbu rempah-rempah di pasar tradisional Kota salatiga, diskon
yang diberikan oleh penjual karena pembelian dalam jumlah banyak, serta
kejelian agen pembelian dalam mencari harga yang termurah dengan kualitas
yang sesuai keinginan.

29

b. Analisis Varians Efisiensi Bahan Baku
Tabel 6
Analisis Varians Rata-Rata Efisiensi Bahan Baku
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2009
Analisis Varians Rata-Rata Efisiensi Bahan Baku Tahun 2009
Standar
Realisasi Standar
Nama Bahan Baku
Analisis
Kuantitas Kuantitas
Harga
U / F Varians
Varians
(kg)
(kg)
(Rp/kg)
Daging Sapi
625
685,42
60.000
3.625.000
U
-9,67%
Kacang Koro
2.000
2.193,33
5.000
966.666,67
U
-9,67%
Gula Pasir
375
411,25
8.000
290.000
U
-9,67%
Gula Jawa
375
411,25
8.000
290.000
U
-9,67%
Minyak
850
930,58
10.000
805.782,68
U
-9,48%
Kelapa
75
82,25
1.500
10.875
U
-9,67%
Bumbu Rempah-rempah
225
246,72
79.000
1.716.040,77
U
-9,65%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Tabel 7
Analisis Varians Rata-Rata Efisiensi Bahan Baku
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2010
Analisis Varians Rata-Rata Efisiensi Bahan Baku Tahun 2010
Standar Realisasi Standar
Nama Bahan Baku
Analisis
Kuantitas Kuantitas
Harga
U / F Varians
Varians
(kg)
(kg)
(Rp/kg)
Daging Sapi
650
714,58
70.000
4.520.833,33
U
-9,94%
Kacang Koro
2.600
2.858,33
5.500
1.420.833,33
U
-9,94%
Gula Pasir
390
428,75
9.000
348.750
U
-9,94%
Gula Jawa
390
428,75
8.000
310.000
U
-9,94%
Minyak
1.010,39 1.110,78
12.000
1.204.697,33
U
-9,94%
Kelapa
78
85,75
1.600
12.400
U
-9,94%
Bumbu Rempah-rempah
267,88
294,50
82.000
2.182.556,96
U
-9,94%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Di UKM Abon Cap Monggo Mas, pihak yang bertugas melakukan pengawasan
terhadap kuantitas bahan baku adalah Bapak Kukuh Suwanto. Pemakaian bahan
baku harus berdasarkan perbandingan kuantitas yang telah ditetapkan oleh UKM.
Apabila salah satu kuantitas bahan baku meningkat, maka akan mempengaruhi
meningkatnya kuantitas bahan baku yang lain. Setiap hari, kuantitas bahan baku
yang dibeli oleh Ibu Yati berdasarkan kebutuhan untuk proses produksi. Bahan
Baku tersebut adalah:

30

1.

Bahan Baku Daging Sapi

Standar efisiensi bahan baku langsung daging sapi selama tahun 2009 memiliki
rataan sebesar 625kg dengan rataan realisasi sebesar 685,42kg. Berdasarkan hasil
analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 3.625.000 yang dapat
dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 9,67%.
Sedangkan standar efisiensi bahan baku langsung daging sapi selama tahun 2010
memiliki rataan sebesar

650kg dengan rataan realisasi sebesar 714,58kg.

Berdasarkan hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 4.520.833,33
yang dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar
9,94%.
Varians yang unfavorable tersebut terjadi karena rata-rata kuantitas realisasi bahan
baku daging sapi selama tahun 2009 hingga tahun 2010 meningkat tiap bulan,
khususnya pada saat menjelang hari raya karena meningkatnya permintaan pasar.
Selain itu UKM juga meningkatkan produksi untuk menambah persediaan abon.
Dapat disimpulkan bahwa varians ini terjadi karena realisasi penggunaan daging
sapi yang melebihi standar. Sedangkan standar yang digunakan selalu konstan
dalam setiap produksi, tidak menyesuaikan dengan perubahan kondisi permintaan
pasar.
2.

Bahan Baku Kacang Koro

Bahan baku kacang koro selama tahun 2009 memiliki rataan standar sebesar
2000kg dengan rataan realisasi sebesar 2.193,33kg. Berdasarkan hasil analisis
varians, varians yang terjadi sebesar Rp 966.666,67 yang dapat dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 9,67%. Sedangkan pada tahun
2010 standar efisiensi bahan baku kacang koro memiliki rataan sebesar 2.600kg
dengan rataan realisasi sebesar 2.858,33kg. Berdasarkan hasil analisis varians,
varians yang terjadi sebesar Rp 1.420.833,33 yang dapat dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 9,94%.
Meningkatnya kuantitas bahan baku daging sapi dalam proses produksi juga
meningkatkan kuantitas bahan baku kacang koro. Dengan perbandingan tiap 1kg
daging sapi, membutuhkan 4kg kacang koro sebagai bahan campuran.

31

Perbandingan kuantitas bahan baku tersebut berlaku pada tahun 2009 sampai
dengan tahun 2010 dengan tujuan untuk menjaga kualitas hasil produksi abon.
Varians ini dipengaruhi oleh meningkatnya kuantitas bahan baku daging sapi yang
mempengaruhi kuantitas bahan baku kacang koro berdasarkan perbandingan
kuantitas.
3.

Bahan Baku Gula Pasir

Selama tahun 2009 bahan baku langsung gula pasir memiliki rataan sebesar 375kg
dengan rataan realisasi sebesar 411,25kg. Berdasarkan hasil analisis varians,
varians yang terjadi sebesar Rp 290.000 yang dapat dikategorikan Unfavorable
(U) dengan persentase varians sebesar 9,67%. Sedangkan selama tahun 2010
standar efisiensi bahan baku langsung gula pasir memiliki rataan sebesar 390kg
dengan rataan realisasi sebesar 428,75kg. Berdasarkan hasil analisis varians,
varians yang terjadi sebesar Rp 348.750 yang dapat dikategorikan Unfavorable
(U) dengan persentase varians sebesar 9,94%.
Dalam proses produksi abon di UKM Abon Cap Monggo Mas, meningkatnya
kuantitas bahan baku daging sapi dan kacang koro juga meningkatkan kebutuhan
bahan baku gula pasir yang merupakan bahan baku untuk memberi rasa manis.
Perbandingan kuantitas antara bahan baku daging sapi dengan gula pasir adalah
setiap 1kg daging sapi membutuhkan 0,75kg gula pasir.
Varians ini terjadi karena meningkatnya kuantitas pemakaian bahan baku gula
pasir yang disesuaikan dengan meningkatnya kuantitas bahan baku yang lain agar
tetap menjaga kualitas rasa manis pada hasil produksi abon.
4.

Bahan Baku Gula Jawa

Standar efisiensi bahan baku langsung gula jawa selama tahun 2009 memiliki
rataan sebesar 375kg dengan rataan realisasi sebesar 411,25kg. Berdasarkan hasil
analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 290.000 yang dapat dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 9,67%. Sedangkan standar
efisiensi bahan baku langsung gula jawa selama tahun 2010 memiliki rataan
sebesar 390kg dengan rataan realisasi sebesar 428,75kg. Berdasarkan hasil
analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 310.000 yang dapat dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase