8c sumber belajar 1teori sastra jawa

TEORI SASTRA
MATERI POKOK
Pengertian
Sastra Jawa Kuna
Sastra JawaTengahan
Sastra Jawa Islam
Sastra Jawa Baru
Sastra Jawa Modern

MATERI POKOK
Konvensi sastra Jawa Tradisionall dan Modern
Bentuk dan jenis karya sastra Jawa
Pperkembangan sastra Jawa
TEORI SASTRA
Pengertian istilah istilah dalam sastra
Karya sastra sebagai karya seni
Ilmu sastra
Pengetahuan sastra

SASTRA


Teori Sastra
Ilmu Sastra
Sejarah Sastra
Kritik Sastra

TIGA BIDANG ILMU SASTRA
 Teori sastra: mempelajari teori sastra,
meliputi latar belakang sastra, istilah, konsep,
prinsip dasar umum, gatya, komposisi, genre,
pendekatan, dsb

Sejarah

Sastra: Mempelajari penyusunan
perkembangan sastra dari awal hingga yang
terakhir, mencakup sejarah lahirnya karya
sastra,
jenis
jenis
sastra,

perkembanganpemikiran
manusia
yang
mengemuka
dalam
karya
sastra,
perkembangan aliran aliran dalam sastra, dsb

Kritis

Sastra: Pembicaraan karya sastra
berupa kajian, tinjauan, analisis, penelitian
maupun apresiasi sastra yang membutuhkan
teori sastra agar kritik yang dihasilkannya
bersifat ilmiah

KARYA SASTAR SEBAGAI DUNIA
REKAAN
Karya sastra sebagai struktur dunia rekaan

Realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang

tidak sama dengan dengan realitias dunia nyata, karena
sudah ada campur tangan pengarang sehingga kebenaran
yang dimaksud adalah kebenaran menurut idealnya
pengarang
Sebagai pencerminan kehidupan tidak berarti karya sastra
merupakan gambaran tentang kehidupan tetapi
merupakan pendapat pengarang tentang keseluruhan
kehidupan
Karya sastra meskipun bersifat rekaan tetapi tetap
mengacu pada realitas dalam dunia nyata

FUNGSI KARYA SASTRA
Dulce : menyenangkan
Utile: berguna

KEINDAHAN DALAM KARYA SASTRA
Keutuhan
Keselatasan

kejelasan

GENRE SASTRA
Aristoteles
Epik
Lirik
Drama
PERKEMBANGAN GENRE SASTRA
Prosa, karangan bebas
Puisi , ada emosi, pemikiran(ide) dan struktur
bentuk
Drama, berasal dari bahasa Yunani draomai
yang berarti berbuat. Pertunjukan cerita atau
lakon kehidupan manusia yang dipentaskan.

JENIS DRAMA
Tragedi: drama yang bercerita tentang kesedihan
Kpmedi: drama jenaka beisi sindiran atau kritik
Tragedi komedi: drama yang bercerita tentang


kesedihan sekaligus bersifat jenaka
Opera: drama yang cakapannya berupa nyanyian
Operet: drama sejenis opera yang lebih pendek
Tableau: drama tanpa kata kata, pelaku hanya
mengandalkan gerak patah patah
Minikata: drama dengan cakapan sinkat yang
mengandalkan gerak teatrikal
Lawakan: drama yang sepenuhnya berisi humor,
sehingga isi cerit tidak penting

PROSA REKAAN
Merupakan kisahan atau cerita yang

diemban oleh pelaku pelaku tertentu
dengan peranan, latar atau
tahapandan rangkaian cerita tertentu
yang bertolak dari hasil imajinasi
pengarang sehingga terjalin suatu
cerita


BENTUK KOMUNIKASI PROSA
REKAAN
Prosa rekaan adalah salah satu bentuk

komunikasi. Sastrawan ingin menyampaikan
pikiran, perasaan dan keinginannya kepada
pembaca. Dalam karya sastra sastrawan
mengemukakan pikirannya dan perasaannya
kepada pembaca lewat pencerita. Pencerita
inilah yang bercerita tentang tokoh tokoh,
peristiwa, tempat dan hal lain yang ada di
dalam karya sastra kepad pembaca atau
pendengar

BENTUK PROSA REKAAN
Prosa lama:
Dongeng
Mitos
Legenda
Parwa


Prosa Modern
Roman
Novel, cerpen

UNSUR INTRINSIK PROSA REKAAN
Tokoh: pelaku yang mengemban peristiwa dalam

cerita sehingga menjalin suatu cerita
Penokohan: cara sastrawan menampilkan tokoh
 Perwatakan: pemberian watak pada tokoh

TOKOH DILIHAT DARI PERANAN
Dari peranan dan keterlibatan:
Tokoh utama
Tokoh tambahan
Dari perkembangan kepribadian tokoh
Tokoh dinamis
Tokoh statis


TOKOH DINAMISDAN STATIS
Tokoh dinamis:Tokoh yang kepribadiannya
selalu berkembang
Tokoh statis: tokoh yang mempunyai
kepribadian tetap
TOKOH DARI WATAKNYA
Dibedakan tokoh protagonis dan antagonis
Tokoh protagonis: tokoh yang wataknya
disukai pembaca
Tokoh antagonis: tokoh yang wataknya
dibenci pembaca

Cara memahami watak tokoh
Melalui tuturan pengarang terhadap karakteristik

pelakunya
Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran
lingkungan kehidupannya tau cara berpakaian
Menunjukkan bagaimana perilakunya
Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya

sendiri,
Melihat bagaimana bagaimana tokoh lain berbicara
tentangnya
Melihat tokoh lain berbincang dengannya
Melihat bagaimana tokoh tokoh yang lain memberi
reaksi terhadapnya
Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh lain

Unsur Intrinsik
Tema
Hakekat Tema

-Tema merupakan dasar cerita, gagasan dasar
umum sebuah karya.
- Tema adalah makna sebuah cerita yang secara
sederhana (Stanton dalam Nurgiyantoro, 1998: 70)
Tema Mengangkat Masalah Kehidupan
- Hal-hal dalam kehidupan yang sering diangkat
sebagai tema misalnya, hal yang berkaitan dengan
cinta, rindu, cemas, takut, maut, religius, nafsu, dll


Tema dan Unsur Cerita yang Lain

- Tema akan menjadi makna cerita jika ada dalam
keterkaitannya dengan unsur-unsur lain, yaitu
tokoh dan penokohan, plot dan pemplotan, latar
dan pelataran, serta cerita.
Penggolongan Tema
1. Tema Tradisional dan Nontradisional
Merupakan tema yang menunjuk pada tema yang
hanya “itu-itu” saja, dalam arti ia telah lama
digunakan dan dapat ditemukan di dalam berbagai
cerita, termasuk cerita lama.
Misal:
kebenaran dan keadilan mengalahkan
kejahatan, tindak kejahatan akan terlihat walaupun
ditutup-tutupi, becik ketitik ala ketara, cinta sejati
menuntut pengorbanan, kawan sejati adalah kawan

2. Tingkatan Tema Menurut Shipley

a. Tema tingkat fisik, yaitu manusia sebagai
(atau: dalam tingkat kejiwaan molekul, man as
molecul.
b. Tema tingkat organik, yaitu manusia sebagai
(atau: dalam tingkat kejiwaan) plotoplasma,
man as protoplasm.
c. Tema tingkat sosial, yaitu manusia sebagai
makluk sosial, man as sicious.
d. Tema tingkat egoik, yaitu manusia sebagai
individu, mas as individualism.
e. Tema tingkat divine, yaitu manusia sebagai
makluk tingkat tinggi yang belum tentu setiap
orang mengalami dan atau mencapainya.

3. Tema Utama dan Tema Tambahan
a. Tema pokok/tema mayor, yaitu makna pokok cerita

yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum
karya itu.
b. Tema tambahan/tema minor, yaitu makna yang
hanya terdapat pada bagian-bagian tertentu cerita.
Penafsiran Tema
a. Dengan mempertimbangkan tiap detil cerita yang

menonjol.
b. Tidak bersifat bertentangan dengan tiap detil cerita.
c. Tidak mendasarkan diri pada bukti-bukti yang tidak
dinyatakan baik secara langsung maupun idak
langsung dalam karya yang bersangkutan.
d. Mendasarkan diri pada bukti-bukti yang secara
langsung ada dan atau yang disarankan dalam
cerita,

Cerita
Hakikat Cerita

- Sebuah narasi berbagai kejadian yan
sengaja
disusun berdasarkan urutan waktu (Forster
dalam Nurgiyantoro, 1998: 91).
- Sebuah urutan kejadian yang sederhana
dalam urutan waktu (Abrams dalam
Nurgiyantoro, 1998: 91).
- Peristiwa-peristiwa yang terjadi berdasarkan
urutan waktu yang disajikan dalam sebuah
karya fiksi (Kenny Nurgiyantoro, 1998: 91).

Cerita dan Plot

- Cerita dan plot sama-sama mendasarkan diri
dalam rangkaian peristiwa, namun tututan
plot
bersifat lebih kompleks daripada cerita.
- Untuk membedakan dapat dilakukan dengan
beberapa pertanyaan.
Cerita:
1. Bagaimana seterusnya?
2. Bagaimana kelanjutannya?
Plot:
3. Mengapa demikian?
4. Mengapa peristiwa itu dapat terjadi?
5. Apa hubungan antara peristiwa ini dan itu?

Cerita dan Pokok Permasalahan

- Isi cerita adalah sesuatu yang dikisahkan
dalam sebuah karya fiksi.
- Permasalahan merupakan sesuatu yang
diacu
atau berkaitan dengan isi cerita. Pemilihan
pokok permasalahan cerita fiksi biasanya
ada
kaitannya dengan pemilihan tema.
Cerita dan Fakta
- Cerita merupakan karangan yang berisi halhal yang dikhayalkan (fiction).
- Fakta merupakan karangan yang memuat
hal-

Pemplotan
1. Hakikat Plot dan Pemplotan
- Plot merupakan apa yang dilakukan oleh
tokoh dan peristiwa apa yang terjadi dan
dialami tokoh (Kenny dalam Nurgiyantoro,
1998: 75).
- Plot adalah cerita yang berisi urutan
kejadian,
namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan
sebab akibat, peristiwa yang satu
disebabkan
atau menyebabkan terjadinya peristiwa
yang

- Pemplotan adalah pengembangan plot.
- Pemplotan merupakan pengolahan dan
penyiasatan plot agar dapat menarik yang
bersangkutan dengan karya fiksi secara
keseluruhan.
2. Peristiwa, Konflik, dan Klimaks
Peristiwa, konflik, dan klimaks merupakan
tiga unsur yang amat esensial dalam
pengembangan sebuah plot cerita. Eksistensi
sebuah
plot
sangat
ditentukan
oleh
peristiwa, konflik, dan klimaks.

a. Peristiwa
Peristiwa adalah peralihan dari satu keadaan ke
keadaan yang lain (Luxemburg dkk dalam
Nurgiyantoro, 1998: 117).
1. Peristiwa Fungsional: peristiwa-peristiwa yang

menentukan
dan
atau
mempengaruhi
perkembangan plot.
2. Peristiwa
Kaitan:
peristiwa-peristiwa
yang
berfungsi mengaitkan peristiwa-peristiwa penting
dalam pengurutan penyajian cerita (atau: secara
plot).
3. Peristiwa Acuan: peristiwa yang tidak secara
langsung berpengaruh dan atau berhubungan
dengan perkembangan plot, melainkan mengacu
pada unsur-unsur lain, misalnya berhubungan
dengan masalah perwatakan atau suasana yang
melingkupi batin seorang tokoh.

b. Konflik
 Konflik merupakan sesuatu yang bersifat
tidak menyenangkan yang terjadi dan atau
dialami oleh tokoh cerita, jika tokoh itu
memiliki kebebasan untuk memilih, mereka
tidak akan memilih peristiwa itu menimpa
dirinya (Fitzgerald dalam Nurgiyantoro, 1998:
122).
- Konflik adalah suatu yang dramatik,
mengacu pada pertarungan antara dua
kekuatan yang seimbang dan menyiratkan
adanya aksi dan aksi balasan (Wellek dan
Warren dalam Nurgiyantoro, 1998: 122).

Bentuk Konflik

1. Konflik ekternal: konflik yang terjadi antara
seorang tokoh dengan sesuatu yang diluar dirinya,
mungkin dengan lingkungan manusia.
- Konflik Fisik (konflik elemental): konflik yang
disebabkan adanya perbenturan antara tokoh
dengan lingkungan alam.
Misal: konflik dan atau permasalahan yang dialami
seseorang
tokoh
akibat
adanya
banjir
besar.kemarau panjang, gunung meletus, dll.
- Konflik sosial: konflik yang disebabkan oleh
adanya kontak sosial antar manusia, atau masalahmasalah yang muncul akibat adanya hubungan
antar manusia.
Misal:
masalah
perburuhan,
penindasan,
percekcokan, peperangan,dll

2. Konflik Internal (konflik kejiwaan):
konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang
tokoh (tokoh-tokoh) cerita. Konflik ini adalah
konflik yang dialami dengan dirinya sendiri,
ia lebih merupakan permasalahan intern
seorang manusia.
Misal: terjadinya pertentangan antara dua
keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda,
harapan-harapan, dll.

c. Klimaks: saat konflik telah mencapai
tingkat intensitas tertinggi, dan saat (hal)
itu merupkan sesuatu yang tidak dapat
dihindari
kejadiannya
(Stanton
dalam
Nurgiyantoro, 1998: 126).
Sebuah konflik akan menjadi klimaks atau
tidak (diselesaikan atau tidak), dalam
banyak hal akan dipengaruhi oleh sikap,
kemauan (barangkali juga:kemampuan),
dan tujuan pokok pengarang dalam
membangun konflik sesuai dengan tuntutan
dan koherensi cerita.

3. Kaidah Pemplotan
a. Plausibilitas (plausibility): sesuatu hal
yang dapat dipercaya sesuai dengan logika
cerita.
b. Rasa
ingin tahu (suspense): adanya
perasaan semacam kurang pasti terhadap
peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, khususnya
yang menimpa tokoh yang diberi rasa simpati
oleh pembaca (Abrams Nurgiyantoro, 1998:
134).
Sebuah cerita yang yang baik pasti memiliki
kadar suspense (membangkitkan rasa ingin
tahu) yang tinggi di hati pembaca.
Salah satu cara untuk membangkitkan suspense
sebuah cerita adalah dengan menampilkan apa
yang disebut foreshadowing.



Foreshadowing: penampilan peristiwaperistiwa tertentu yang bersifat mendahului,
namun biasanya ditampilkan secara tidak
langsung
terhadap
peristiwa-peristiwa
penting yang akan dikemukakan kemudian.
c. Kejutan (Surprise):

STRUKTUR PUISI
1. Bunyi
Fungsi: memperdalam ucapan, menimbulkan

rasa, menimbulkan bayangan angan,
menimbulkan suasana yang khusus
Jenis bunyi
Bnyi bunyi konsonan bersuara (b, d, g, j
Bunyi liquida: r,l
Bunyi sengau: m,n,ng,ny

BUNYI
Bunyi vokal (asonansi) : a, e, I, o, u
Kombinasi bunyi

merdu disebut Efoni, bunyi
asonansi, bunyi konsonan bersuara, bunyi
liquida dan bunyi sengau

Kombinasi bunyi

yang tidak merdu disebut
kakofoni misalnya pada bunyi konsonan tidak
bersuara (k,p,t,s)

Struktur Puisi
2. Irama rhytm (Ing), rhythme (Pr)
 Merupakan pergantian turun naik,

pendek, keras
dengan teratur

lembut

ucapan

panjang
bunyi bahasa

Jenis irama: metrum dan ritme
Metrum: irama yang tetap pergantiannya tetap

menurut pola tertentu. Hal itu disebabkan oleh
jumlah suku kata yang sudah tetap dan
tekanannya yang sudah tetap, pergantiannya
tetap menurut pola tertentu

RITME

Adalah irama yang disebabkan pertentangan dan
pergantian bunyi, tinggi rendah secara teratur,
tetapi tidak merupakan jumlah suku kata yang
tetap melainkan henya menjadi gema dendang
sukma penyair

KATA
Satuan arti yang menentukan struktur formal
linguistik karya sastra adalah kata.
Denotasi adalah sebuah kata yang menunjuk

benda/hal yang diberi nama denga kata itu,
disebutkan/diceritakan. Jadi satu kata menunjuk
pada satu hal saja seperti pada bahasa ilmiah.

Konotasi adalah kata yang bermakna

luas, tidak hanya berarti makna yang
ditunjuk, tetapi terdapat arti tambahan
yang ditimbulkan dari asosiasi-asosiasi
yang keluar dari denotasinya.
Bahasa Kiasan, yaitu digunakan
untuk
mengiaskan/
menyamarkan
sesuatu hal dengan hal lain supaya
gambaran menjadi jelas, lebih menarik,
dan hidup.

Macam Bahasa Kiasan
Perbandingan
Metafora
Perumpamaan epos
Personifikasi
Metonimi
Sinekdoki
alegori

Perbandingan, simile
Bahasa kiasan yang menyamakan satu hal

dengn hal lain dengan mempergunakan kata
kata penghubung dengan kata kata
pembanding seperti bagai, sebagai,bak,
seperti,semisal, seumpama, laksana,
Metafora
Bahasa kiasan seperti perbandingan yang

tidak memakai kata pembanding, karena
melihat sesuatu dengan perantara benda
yang lain

Perumpamaan Epos
Perbaningan yang dilanjutkan atau

diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara
melanjutkan sifat sifat pembandingnyalebih
lanjut dalam kalimat kalimat atau frasa yang
berturut turut.
Alegori
Cerita kiasan atau lukisan kiasan, kiasan ini

mengiaskan cerita lain atau kejadian lain.

Personifikasi
Mempersamakan benda dengan manusia,

benda benda mati dibuat seperti manusia
yang apat bebuatdan berpikir.
Metonimia
Kiasan pengganti nama rhubungan

dengannyauntuk menggunakan obyek
tersebut.sebuah atribut sebuah obyek atau
penggunaan sesuatu yang sangat dekat b

Pencitraan

Citra penglihatan: citraan yang timbul karena

penglihatan
Citra pendengaran: citraan yang ditimbulkan
oleh pendengaran

Ketatabahasaan
Pemendekan kata
Penhilanganimbuhan
Penyimpangan unsur sintaksis
Penghapusan tanda baca
Pemutusan kata

Pemendekan kata
Kalau sampai waktuku
‘ku mau tak seorang–kan merayu
Orang ngomong anjing nggonggong

Penyimpangan Struktur Sintaksis
Dihitam matamu kembang mawar dan melati
Penghapusan tanda baca
Rasa dari segala risau sepi dari segala nabi tanya
Dari segala nyata sebab dari segala abad
sungsang
Dari segala sampai duri dari segala rindu luka dari

Pemutusan Kata
Siapa dapat kembalikan sia

pada
mula
sia
pa
da
pa
sia
tinggal?

KAKAWIN
Praharsini
akweh gostinira tangeha yan wiwaksan
lesyapatti rasa padhakêkês wilasa
lawan tocapaning upaya sampun arpat
ndah mangke ta sira têkerikang parana

Arjunawiwaha Z XVII.1
1) Sajak

di atas disebut “kakawin”, nama

metrumnya “Praharsini”,
2) Jumlah baris 4 sebait
3) Jumlah suku kata tiap baris 13 dan keempat

baris sama jumlah suku katanya
4) Penggubahan kakawin terikat oleh suku kata

yang diucapkan panjang dan pendek
5) Dalam istilah ilmu sastra bunyi panjang

disebut guru (berat) dan bunyi pendek
disebut (ringan)

6) Dalam sistim tulis digunakan tanda – untuk bunyi

panjang (guru, berat) dan tanda ◡ untuk bunyi
pendek (lagu, ringan),
7) Tiap baris mempunyai aturan panjang pendek

tertentu dan ajeg, disebut “metrum”,
8) Metrum pada kakawin di atas dapat dirumuskan

sebagai berikut: ggg lll glg l/g
9) Tanda – digunakan bagi bunyi suku kata yang

bervokal o, e, au, ai, a, i, u dan bunyi suku kata
mati.
10)Tanda ◡ digunakan bagi bunyi suku kata yang

bervokal a, i, dan u.

Contoh kakawin:
1. Kakawin 7 suku kata tiap baris:

Kumaralalita
Metrum: lgl llg g/l

nda tan turidaa ngwang
apan tuhu mapunggung
kêdö manutakên kung
kumara lalitaswi
Wŗttasancaya b. 18

2. Kakawin 8 suku kata tiap baris:

Widyutmala
3. Kakawin 9 suku kata tiap baris:

Halamuki
4. Kakawin 10 suku kata tiap baris:

Twaritagati
5. Kakawin 11 suku kata tiap baris:

Bhramarawilasita

6. Kakawin 12 suku kata tiap baris:

Kusumawicitra
7. Kakawin 13 suku kata tiap baris:

Mattamayura
8. Kakawin 14 suku kata tiap baris:

Basantatilaka
9. Kakawin 15 suku kata tiap baris:

Malini

10. Kakawin 16 suku kata tiap baris:

Girisa
11. Kakawin 17 suku kata tiap baris:

Sikharini
12. Kakawin 18 suku kata tiap baris:

Mŗdukumala
13. Kakawin 19 suku kata tiap baris:

Sardulawikridita

14. Kakawin 20 suku kata tiap baris:

Suwadana
15. Kakawin 21 suku kata tiap baris:

Kusumawilasita
16. Kakawin 22 suku kata tiap[ baris:

Kilayu anêdhêng
17. Kakawin 23 suku kata tiap[ baris:

Aswalalita

1. Pangkur

KIDUNG

Mar syuh twsira sang natha,

I 8-a

sampuniranggangsal asêmu tangis,
adhuh kaki putuningsun,
amlasakên pa sira,

II 11- i

III 8 - u
IV 7 - a

utusan mangke kita patulakasru,

V 12 - u

maturanging apa tan asih,

VI 9 - i

mong kahidhêpeng kami,

VII 7 – I

Kidung Ranggalawe-P II. 20

a) Puisi di atas disebut “kidung”, namanya Pangkur.
b) Jumlah baris (gatra) 7,
c) Jumlah suku kata: baris I=8, II=11, III=8, IV=7,

V=12, VI-9, VII=7
d) Bunyi vokal pada akhir baris: I=a, II=I, III=u,
IV=a, V=u, VI=I, VII=I

2. Durma
3. Sinom
4. Pamijil
5. Wukir

TEMBANG GEDHE
Citrarini
Lir sadpadengsun tumiling angulati,
Puspita ingkang medem endah kang warni,
Mider ing taman anom sekar warsiki,
Kumenyuting tyas baya ta jatukrama.

sekar Ageng-R.Tedjohadisumarto

1) Puisi di atas disebut “tembang gedhe”

namanya “Citrarini”,
2) Jumlah baris 4,
3) Jumlah suku kata tiap baris 12, disebut lampah

12,
4) Puisi empat baris tersebut dinamai “tembang

sapada” atau puisi sebait.
5) Mengingat sebait jumlah barisnya empat,

maka bisa disebut syair empat baris sebait
atau “gita catur gatra sebait”

Contoh tembang gedhe:
1. Tembang gedhe lampah 5

Rerantang
Dhuh babo sira,
ywa walangdriya,
sedya bawa ing,
tembang rerantang.

2. Tembang gedhe lanpah 6

Liwung
Kari siji nanging,
nora miyatani,
Suyodana ing prang,
sirarya Nakula.

3. Tembang gedhe lanpah 7: Kumaralalita, Sundari
4. Tembang gedhe lanpah 8: Patralalita
5. Tembang gedhe lanpah 9: Maddayanti
6. Tembang gedhe lanpah 10: Saragati,

Rukmarata, Tebu sauyun
7. Tembang gedhe lanpah 11: Bramarawilasita,

Lebdajiwa

8. Tembang gedhe lanpah 12: Citrakusuma,

Citramengeng, Citrarini, Jiwaretna
9. Tembang gedhe lanpah 13: Kusumastuti,

Madubrangta, Patrajuwita, Puspanjana,
Puspanjali
10. Tembang gedhe lanpah 14: Basanta,

Langenasmara
11. Tembang gedhe lanpah 15: Kumudasmara,

Langenkusuma, Pamularsih

12. Tembang gedhe lanpah 16: Candraasmara,

Mintajiwa, Raraturida, Candrakusuma
13. Tembang gedhe lanpah 17: Bangsapatra,

Pusparukmi
14. Tembang gedhe lanpah 18: Tepikawuri
15. Tembang gedhe lanpah 22: Kilayunedheng

TEMBANG TENGAHAN
ISTILAH “Tembang Tengahan” muncul sebagai

imbangan

istilah

“Tembang

Gedhe”

dan

“Tembang Macapat”.
Tembang tengahan sering disebut Tembang

dhagel atau Tembang tanggung.
Guru wilangan Tembang tengahan meniru

bentuk kidung
Fungsi

seni

suara

Tembang

tengahan

mengikuti kakawin atau Tembang gedhe

1) Tembang tengahan terikat jumlah baris tiap

bait, yaitu guru gatra
2) Tembang tengahan terikat oleh jumlah suku

kata tiap baris, yaitu guru wilangan
3) Tembang tengahan diikat oleh bunyi vokal

pada akhir baris, aitu guru lagu/dhong
dhing

Contoh Tembang tengahan
1. Wirangrong
2. Pranasmara
3. Jurudemung
4. Kuswarini
5. Palugon
6. Pangajapsih

TEMBANG MACAPAT
Tembang Macapat juga disebut “Tembang

cilik” atau “Sekar alit”.
Tembang macapat sama atau hampir sama

dengan bentuk kidung.

 Tembang macapat terikat oleh:
1. Jumlah baris tiap bait dan jumlah suku kata

tiap baris mempunyai aturan tertentu.
2. Jumlah baris tiap bait disebut guru gatra,

jumlah suku kata tiap baris disebut guru
wilangan.
3. Bunyi vokal pada setap akhir baris tertentu

pula. Bunyi vokal pada akhir baris disebut
dhong dhing atau guru lagu.

Jenis Tembang Macapat:
1. Dhandhanggula
2. Sinom
3. Asmaradana
4. Pangkur
5. Mijil
6. Kinanthi
7. Gambuh
8. Megatruh
9. Pucung
10. maskumambang

Purwakanthi
(Persajakan)
a.

Purwakanthi
Guru
Sastra
(sastra milir): persajakan pada
bunyi
konsonan,
maka
bisa
disebut aliterasi.
Contoh:

rinipteng puspita rineh,
rinuruh wosing ruwiya,

b. Purwakanthi Guru Swara (asonansi):
persamaan bunyi pada bunyi vokal.
Contoh :
setya budya pangekese dur angkara
c. Purwakanthi Lumaksita (sajak berkait):
perkaitan
bunyi
yang
memperindah
tembang.
contoh:
yen lumintu uga dadi laku,
laku agung kang kagungan narapati
patitis tetep ing kawruh,
meruhi marang kang momong,

Sandisama
Sandiasma: nama yang tersamar atau terahasiakan

dalam tembang.
Contoh:

Raras ruming sarkaraniraris,
denta peksa mangapus pustaka,
Atbuteng tyas tan wrin ing reh,
mamprih amardi kayun,
dinuking don nir deya ugi,
kadayan darpa limpat,
rasikaning kidung,
Sumengka ngangka pujangga,
rasaning kang ukara kang pinarsudi,
karywa wedharing kata,