Pidato Ketua MA pada Rakernas Tahun 2011

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Pidato Sambutan Ketua Mahkamah Agung RI
pada Pembukaan Rapat Kerja Nasional 2011 di Jakarta

MENINGKATKAN PERAN PENGADILAN TINGKAT BANDING
SEBAGAI KAWAL DEPAN MAHKAMAH AGUNG

Kepada Yth,
-

....
…..
Wakil Ketua bidang Yudisial Mahkamah Agung RI
Wakil Ketua bidang Non Yudisial Mahkamah Agung RI
Para Ketua Muda Mahkamah Agung RI
Para Hakim Agung Mahkamah Agung RI
Para Ketua Pengadilan tingkat Banding dan tingkat Pertama, Empat lingkungn
Peradilan Indonesia
Para Pejabat Mahkamah Agung RI

Para Wakil Ketua Pengadilan tingkat Banding dan tingkat Pertama, Empat lingkungn
Peradilan Indonesia
Para Panitera dan Sekretaris Pengadilan tingkat Banding dan tingkat Pertama, Empat
lingkungn Peradilan Indonesia
Para Penasehat Pembaruan Peradilan
Para undangan dari negara-negara sahabat dan lembaga-lembaga donor
Serta hadirin sekalian yang berbahagia,

Saya ingin memulai rangkaian rapat kerja nasional 2011 ini dengan mengucapkan puji
syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas berkah kesehatan dan kekuatan yang
diberikan kepada kita semua, sambil mengokohkan kembali komitmen kita semua untuk
mewujudkan visi kita bersama yaitu ”Terwujudnya Badan Peradilan yang Agung”, yang

2

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

merupakan cita-cita kita bersama yang harus kita wujudkan dengan kerja keras baik dalam
menumbuhkan sifat sifat dan karakter manajemen serta kepemimpinan (leadership) yang

kuat, kebijakan kebijakan pengadilan yang responsif, meningkatkan kapasitas dan kualitas
sumber daya manusia, mencukupkan sarana, prasarana, keuangan atau anggaran serta
mengefektifkan proses beracara di pengadilan. Disamping itu tidak kalah pentingnya
adalah memberikan pelayanan yang prima sesuai dengan kebutuhan para pencari keadilan,
mudah diakses serta terjangkau sehingga mereka merasa puas dan pada akhirnya akan
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pengadilan.
Dalam mewujudkan visi tersebut terdapat 4 misi yang perlu kita wujudkan secara
bertahap dan berkesinambungan, yaitu (1) Menjaga kemandirian badan peradilan; (2)
Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan; (3)
Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan (4) Meningkatkan kredibilitas dan
transparansi badan peradilan.

Saudara-saudara sekalian,
Dalam kesempatan ini saya ingin menyegarkan ingatan kita kembali atas komitmen yang
telah kita letakan dalam Rakernas tahun lalu saat kita meluncurkan Cetak Biru Pembaruan
Peradilan 2010-2035 yang mengambil tema “Dengan Semangat Perubahan Memperkokoh
Landasan Menuju Lembaga Peradilan Yang Agung”, dimana untuk itu diperlukan
setidaknya 2 prasyarat, yaitu adanya kemauan dan semangat untuk berubah serta adanya

3


Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

upaya-upaya kongkrit untuk memperkokoh landasan menuju terwujudnya Badan
Peradilan yang Agung.
Selama satu tahun ini saya mengamati bahwa semangat untuk berubah telah mewarnai
pengadilan kita, hal ini terlihat dari antara lain dari bermunculannya berbagai inisiatif
perubahan tidak saja kolega kolega saya Hakim Agung, jajaran Kepaniteraan dan staf di
Mahkamah Agung namun juga sudah menyebar ke Pengadilan tingkat Pertama dan
Banding. Agen-agen perubahan (agent of change) telah bermunculan di pengadilan, semoga
ini akan memberikan dampak positif terhadap tidak saja lembaga kita, tetapi kita juga
dapat menyebarkan kebaikan ini ke berbagai lembaga dan institusi lain di Negara ini.

Saudara-saudara sekalian yang saya hormati,
Pada saat ini Mahkamah Agung dan lembaga peradilan tengah menghadapi berbagai
tantangan besar. Jumlah perkara yang masuk ke Mahkamah Agung terus bertambah dari
tahun ke tahun. Lima tahun yang lalu, pada tahun 2006, jumlah perkara yang masuk ke
MA adalah sebanyak …. perkara. Sementara itu pada tahun 2011 ini, sampai bulan
Agustus kemarin sudah terdapat … perkara yang masuk ke Mahkamah Agung. Artinya

secara rata-rata ada setiap hakim harus memutus … perkara setiap bulannya.
Selain menjadi tantangan tersendiri bagi Mahkamah Agung dalam menghadapi beban kerja
yang terus meningkat tersebut, meningkatnya jumlah perkara yang masuk dengan
sendirinya juga menjadi tantangan bagi Mahkamah Agung dalam meraih kepercayaan
publik terhadap profesionalisme lembaga peradilan. Seperti saudara-saudara ketahui,

4

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

profesionalisme yang tinggi pada para aparatur lembaga pelayanan publik, termasuk
lembaga peradilan, merupakan salah satu tujuan penting program reformasi birokrasi yang
tengah berlangsung. Dalam konteks penanganan perkara, penting kiranya bagi aparatur
peradilan, para hakim, panitera dan staf pendukung lainnya untuk memiliki standar kerja
yang jelas maupun kode etik dan perilaku yang mengatur dan mengawal kinerja kita
semua.
Peningkatan kepercayaan publik tidak semata-mata ditentukan oleh kualitas putusan dan
aspek yudisial lainnya, namun juga pada transparansi dan akuntabilitas pada proses
administrasi perkara. Karena itu lah peran Kepaniteraan MA maupun para Direktur

Jenderal dalam hal ini sangat lah penting. Demikian pula peran para Ketua Muda di
lingkungan peradilan masing-masing. Aspek yudisial maupun non yudisial, bagaikan dua sisi
mata uang, merupakan dua hal yang tidak terpisahkan dan sama pentingnya.
Masih segar dalam ingatan kita semua, di tengah-tengah upaya untuk membangun dan
meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan, muncul berbagai sorotan
mengenai tindak-tanduk dan perilaku tidak terpuji dari segelintir hakim dan aparatur
pengadilan. Pembinaan dan pengawasan terhadap para aparatur peradilan tentu saja masih
menjadi tantangan besar bagi kita semua. Karena itu kita semua sangat mengharapkan
bahwa semua lini organisasi yang ada, baik para Direktorat Jenderal maupun Badan
Pengawasan, serta para pejabat terkait lainnya dapat dengan terus serius dan sungguhsungguh dalam upaya menegakkan martabat lembaga peradilan, sesuai dengan visi kita
untuk menjadi Badan Peradilan yang Agung.

5

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Saudara-saudara peserta Rakernas,
Reformasi birokrasi adalah sebuah keniscayaan. Pembaruan adalah sebuah keniscayaan.
Tidak ada yang tidak berubah di dunia ini, kecuali perubahan itu sendiri. Di lingkungan

lembaga peradilan, reformasi birokrasi ini tidak hanya berlangsung di tingkat Mahkamah
Agung saja, namun juga di seluruh jenjang lembaga peradilan. Sudah menjadi tanggung
jawab dan kewajiban bagi seluruh warga peradilan untuk memahami dan mengerti apa saja
yang sudah dicapai dan yang masih harus terus diperbaiki dan diselesaikan.
Reformasi biroraksi di Mahkamah Agung dan lembaga peradilan di bawahnya dilakukan
pada 9 (sembilan) fokus program, sesuai panduan pelaksanaan reformasi birokrasi yang
telah ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Kesembilan hal
tersebut meliput penataan dan penguatan organisasi, penataan tata laksana, penataan
manajemen SDM aparatur, penguatan pengawasan intern, penguatan akuntabilitas kinerja,
peningkatan kualitas pelayanan publik, mekanisme monitoring, evaluasi dan pelaporan,
manajemen perubahan serta penataan perundang-undangan. Kesembilan fokus program
tersebut mencakup baik aspek administrasi dan penanganan perkara maupun aspek
organisasional secara umum.
Dalam upaya reformasi birokrasi dan peningkatan profesionalisme tersebut, penting bagi
kita semua untuk terus menerus melakukan optimalisasi peran aparatur dan birokrasi
lembaga peradilan dalam memberikan keadilan bagi masyarakat luas (delivery of justice).
Kita tidak boleh sampai terkotak-kotak pada rutinitas di satuan kerja dalam organisasi
lembaga peradilan, dan apalagi sampai melupakan tugas dan fungsi utama sebagai tumpuan
6


Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

utama masyarakat dalam mencari keadilan. Peningkatan peran birokrasi, pembagian peran
yg lebih optimal antar satuan kerja, maupun penyempurnaan tugas pokok dan fungsi agar
bisa menjawab tantangan jaman harus terus dilakukan. Sebagai instansi vertikal dengan
jumlah satuan kerja yang banyak, pengelolaan organisasi lembaga peradilan ini harus terus
diarahkan untuk menjadi titik yang paling optimal. Masyarakat akan terus membandingkan
kinerja aparatur lembaga publik dengan organisasi sejenis yang juga melayani masyarakat
banyak dan memiliki jangkauan luas di seluruh negeri, seperti lembaga perbankan atau
operator telekomunikasi misalnya. Apalagi mengingat sebagai lembaga publik, Mahkamah
Agung dan lembaga peradilan beroperasi dan dibiayai melalui uang pajak yang dihimpun
dari masyarakat.
Anggaran yang dimiliki perlu terus dioptimalkan alokasi penggunaan maupun pertanggung
jawabannya. Aparatur dan birokrasi lembaga peradilan perlu memastikan optimalisasinya
anggaran tersebut. Jelas sasaran, capaian, cara mengukur kinerja, terhindar dari tumpang
tindih, serta akuntabel dan jelas tata kelolanya adalah beberapa hal penting yang harus
senantiasa menjadi catatan kita semua. Untuk itu kita perlu lebih memperbaiki dalam hal
perencanaan dan koordinasi bagi segenap satuan kerja yang ada.


Saudara saudara peserta Rakernas yang saya cintai,
Rakernas 2011 ini merupakan rakernas terakhir yang akan saya ikuti sebagai Ketua
Mahkamah Agung RI, oleh karenanya tidak berlebihan jika pada kesempatan ini saya juga

7

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

ingin menyampaikan kepada saudara-saudara semua beberapa langkah strategis yang telah
kita lakukan bersama sejak tahun 2009 sampai saat ini.

1. Area Kepemimpiman dan Majamenen Pengadilan;
Untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan bagi hakim dan staf pengadilan, maka
berbagai kegiatan baik berupa lokakarya (workshop) maupun pelatihan (training) telah
kita lakukan. Pada tanggal 9 April 2010, Mahkamah Agung bekerjasama dengan Rumah
perubahan menyelenggarakan workshop bagi seluruh hakim agung dan jajaran eselon
1 (satu) Mahkamah Agung dengan tema “Membangun semangat perubahan berbasiskan
keselarasan tim dan organisasi”. Kegiatan ini dilanjutkan dengan pelatihan
kepemimpinan bagi seluruh Ketua Pengadian Tinggi seluruh Indonesia. Idealnya semua

calon pimpinan pengadilan dibekali dengan pengetahuan dan pemahaman tentang
kepeminpinan ini, sehingga ketika mereka menjalankan tugasnya dapat menjadi
pemimpin yang mampu menjadi tauladan bagi anak buahnya serta mampu
mengembangan system manajemen yang efektif dan efisien, transparan dan akuntabel,
serta menjadi agen perubahan yang handal.
Selain itu, melanjutkan kebijakan pimpinan sebelumnya, Mahkamah Agung senantiasa
berupaya meningkatkan metode dan strategi perekrutan bagi calon calon pemimpin
pengadilan. Fit and proper test bagi calon pimpinan senantiasa ditingkatkan bahkan untuk
pemilihan eselon 1 (satu) Mahkamah Agung saat ini kita telah menggunakan lembaga
independen untuk melakukannya, yang menjadi bahan masukan bagi pimpinan

8

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Mahkamah Agung untuk menetapkan siapa yang tepat dalam jabatan tersebut. Semoga
pemimpin yang terpilih ini akan senantiasa meningkatkan kualitas dan integritas diri
untuk meningkatkan kualitas dan kinerja pengadilan.


2. Area Kebijakan Pengadilan
Semenjak tahun 2009 telah dikeluarkan berbagai kebijakan yang diharapkan mampu
memberikan ruang serta dorongan bagi terjadinya perubahan. Bahkan sejalan dengan
tumbuhnya semangant kepemimpinan di berbagai lini,

maka muncul pula berbagai

kebijakan yang sifatnya bottom up (merupakan inisiatif dari bawah) sehingga diharapkan
dapat merespon kebutuhan-kebutuhan di lapangan serta akan menimbulkan aspek
kepemilikan (ownership) yang tinggi pula. Tidak sedikit kebijakan yang muncul saat ini
merupakan respond dari kebutuhan para pencari keadilan, seperti masalah kesulitan
mengakses pengadilan, kesulitan untuk memperoleh informasi pengadilan serta
kebutuhan akan peningkatan kualitas pelayanan pengadilan.

Saudara sekalian,
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan beberapa kebijakan yang telah kita
hasilkan, yang membutuhkan dukungan serta kerja keras kita semua untuk bisa
merealisasikannya.

Pertama: Sistem Kamar pada Mahkamah Agung


9

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Tahun ini juga menandari dimulainya era baru pelaksanaan fungsi yudisial, dimana pada
tanggal 19 September 2011 telah di tandatangani SK Ketua Mahkamah Agung nomor
142/KMA/SK/IX/2011 tentan Pedoman Pelaksanaan sistem kamar pada Mahkamah
Agung RI.Surat Keputusan ini terdiri dari dua bagian, yaitu Surat Keputusan yang
mengatur pengesahan sistem kamar itu sendiri, lalu Lampiran Surat Keputusan.
SK ini secara efektif mengatur bahwa tata cara dan detail implementasi sistem kamar
tersebut. Selain itu Surat Keputusan ini digenapkan dengan tambahan dua instrumen
hukum lain, yaitu surat keputusan ketua MA tentang penunjukan Ketua Kamar, dan
surat keputusan ketua MA tentang Penunjukan Hakim Agung Sebagai Anggota Kamar
Perkara Dalam Sistem Kamar Pada Mahkamah Agung Republik Indonesia sehingga
implementasi sistem kamar bisa langsung berjalan dengan efektif dan segera
menunjukkan hasil positif.
Sesuai dengan SK KMA tersebut, sistem kamar yang baru akan mulai efektif pada
tanggal 1 Oktober 2011, dalam artian, semua tata cara pembagian perkara, dan
prosedur-prosedur lain yang mendukung pelaksanaan sistem kamar sudah akan efektif
pada tanggal tersebut, sementara itu akan ada masa penyesuaian selama satu tahun bagi
sistem

administrasi

pendukung

untuk

melakukan

perubahan-perubahan

yang

diperlukan, seperti masalah register, pelaporan, koordinasi, dan lainnya.
Adapun agenda penerapan sistem kamar ini merupakan hasil dari pemikiran dan proses
panjang yang berangkat dari kondisi empiris tentang pelaksanaan fungsi Mahkamah
Agung. Mahkamah Agung tidaklah tergesa-gesa dalam mengambil keputusan ini,
10

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

pemikiran dan pembicaraan panjang telah dilakukan dengan pemangku kepentingan
internal maupun eksternal baik dalam dan luar negeri terkait dengan rencana
implementasi sistem kamar ini, semuanya untuk mencari model terbaik yang bisa
diaplikasikan untuk situasi pada Mahkamah Agung. Hal lebih rinci akan saya sampaikan
dalam pembahasan proses sistem kamar.

Kedua: Surat Edaran Mahkamah Agung tentang Perlakuan bagi Pelapor
dan Pelaku Kejahatan yang bekerjasama (whistle blower dan justice
collaborators)
Sebagai salah satu upaya proaktif Mahkamah Agung untuk mendukung upaya
pemberantasan korupsi, terorisme, narkoba dan kejahatan terorganisir lainnya, maka
pada bulan Agustus lalu telah dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 4 tahun
2011 Perlakuan Terhadap Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku
Yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu yang
pada intinya terkait dengan bagaimana Ketua Pengadilan dan Hakim dapat secara
bijaksana memperhatikan penanganan perkara hal mana terdakwanya adalah bukan
pelaku utama, mengakui perbuatannya namun mau bekerjasama dengan penegak
hukum untuk mengungkap tindak pidana tersebut.

Surat Edaran ini merupakan

penjabaran dari pasal 10 UU No 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban,

11

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Tujuan dari SEMA ini adalah agar semua kejahatan yang terorganisir yang selama ini
sangat tertutup rapih dan hanya dapat diungkap secara menyeluruh jika ada yang
memberikan informasi “dari dalam” dapat dibongkar oleh para penegak hukum dan di
bawa ke Pengadilan untuk diadili. Diharapkan dengan jelasnya komitmen para penegak
hukum untuk menerapkan ini, maka pihak-pihak yang memiliki informasi mau
membuka informasinya karena merasa aman terlindungi dan mendapatkan penghargaan
(reward) atas upayanya membantu penegak hukum membongkar tindak kejahatan
tersebut.

Ketiga: Penyertaan Dokumen Elektronik
Upaya kita untuk memberikan pelayanan yang prima kepada pencari keadilan dilakukan
antara lain melalui percepatan penyelesaian perkara. Mulai akhir 2010 Mahkamah
Agung telah mewajibkan Pengadilan pengaju untuk menyertakan dokumen elektronik
dalam berkas permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali, proses mana berlaku efektif
sejak 1 Maret 2011. Pengabaian SEMA ini akan berakibat dikembalikannya berkas
tersebut ke pengadilan pengaju, atau dengan kata lain berkas dinyatakan tidak lengkap.
Surat edaran ini dibarengi dengan pembentukan sistem data komunikasi pengiriman
perkara, yang bisa dipakai untuk mendukung prosedur ini.
Saya berharap agar di masa yang akan datang semua berkas yang dikirimkan ke setiap
tingkatan Pengadilan akan disertakan dokumen elektroniknya agar mempermudah,
mempercepat dan mengefektifkan pekerjaan kita semua.

12

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Keempat: Pemberian Bantuan Hukum kepada masyarakat tidak mampu
Pengadilan bukanlah lembaga menara gading, keadaan masyarakat pencari keadilan
tidaklah selalu didominasi oleh mereka-mereka yang mampu untuk mencari keadilan.
Pengadilan perlu peka dan mampu memberikan pelayanan keadilan bagi semua pihak
tanpa terkecuali. Itulah alasan utama Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran No
10 tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum yang melingkupi
pengaturan di Peradilan Umum dan Peradilan Agama.
Dengan dioptimalkannya kembali pos bantuan hukum, zitting plaats, sidang keliling,
perkara prodeo, dll diharapkan akan lebih mendekatkan keadilan bagi seluruh
masyarakat tanpa pengecualian karena ketidak mampuan ekonomi maupun jarak
tempuh ke gedung pengadilan.
Saya sangat berbahagia ketika mendengar bahwa kita telah mampu memberikan
pelayanan hukum kepada saudara-saudara kita Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang
berada di luar negeri yang membutuhkan dokumen-dokumen kelengkapan, agar tidak
terkena masalah hukum di tempat mereka bekerja. Ini adalah salah satu bentuk
proaktivisme pengadilan yang langsung bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Saya berharap agar inisiatif inisiatif seperti ini akan lebih banyak berkembang
dikemudian hari dengan bentuk dan cara yang sesuai dengan karakteristik masingmasing badan peradilan.

Saudara sekalian,

13

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Masih banyak lagi kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu, namun saya memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada
para pengusul (inisator) dan tetnunya juga kepada para pelaksana di lapangan.

3. Area Sumber Daya Manusia, Sarana dan Prasarana Pengadilan serta
Keuangan atau Anggaran;
Investasi terhadap sumber daya manusia adalah sesuatu yang tidak bisa dihindarkan.
Jumlah SDM yang cukup, berkualitas dan berintegritas akan mendorong proses
perubahan menjadi lebih baik dan lebih cepat. Mahkamah Agung telah melakukan
beberapa inisiatif mulai dari perbaikan proses rekrutmen, promosi, mutasi spesialisasi
dan juga pengembangan kapasitas berupa pendidikan dan pelatihan yang berjenjang dan
terintegrasi.
Saya percaya bahwa investsi yang penting dalam bidang SDM adalah pendidikan dan
penelitian, oleh karena itu berbagai upaya telah kita lakukan untuk memperbaiki kinerja
Badan

Litbang

Diklat

senantiasa

terus

menerus

digalakan.

Perbaikan

dan

penyempurnaan kurikulum pendidikan bagi calon hakim merupakan satu langkah awal
yang nantinya akan dikembangkan ke berbagai program-program pendidikan lainnya
bagi hakim, panitera dan staf pengadilan di Indonesia.
Terkait dengan keuangan dan anggaran, memang kita masih harus bekerja keras untuk
bisa menghasilkan kinerja yang lebih optimal. Walaupun masih merupakan langkah
awal, namun perlu diapresiasi kinerja bidang keuangan kita, dimana berdasarkan hasil

14

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

pemeriksaan atas laporan keuangan Mahkamah Agung tahun 2010, kita dinyatakan
Wajar dengan Pengecualian. Saya berharap agar tahun depan kita sudah dapat
mencapai criteria Wajar tanpa Pengecualian.

4. Area Proses Beracara di Pengadilan;

Sistem Kamar
Surat Keputusan tentang mulai berlakunya sistim kamar di Mahkamah Agung ini saya
tandatangani hari ini tanggal 19 September 2011. Hal ini merupakan awal dari era baru
yang akan menggantikan sistim lama yang selama ini berlaku.
Sistem kamar sendiri perlu dipahami secara luas,dengan pertimbangan bahwa dampak
putusan dari Mahkamah Agung bukan hanya kepada para pihak yang berperkara namun
secara tidak langsung juga memiliki dampak umum karena putusan Mahkamah Agung
akan dijadikan referensi memutus pada Pengadilan tingkat bawah maupun Mahkamah
Agung dalam putusan serupa di masa mendatang. Dalam konteks inilah sistem kamar
menjadi sangat relevan. Secara singkat tujuan penerapan sistem kamar adalah sebagai
berikut:
1. Mengembangkan kepakaran dan keahlian Hakim dalam memeriksa dan memutus
perkara. Dengan adanya sistem kamar, maka Hakim hanya memutus perkara
yang sesuai dengan kompetensi dan keahliannya

15

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

2. Meningkatkan produktivitas dalam pemeriksaan perkara. Spesialisasi dalam
sistem kamar akan mengurangi disparitas putusan yang diterima oleh majelis
karena perkara telah terklasifikasi sehingga sesuai dengan kompetensi majelis.
Dengan demikian sistem ini akan meningkatkan munculnya pengulangan
(repetisi) dan pada akhirnya tercipta standardisasi (juriprudensi)
3. Memudahkan pengawasan putusan dalam rangka menjaga kesatuan hukum
karena putusan telah terklasifikasi sesuai dengan keahlian dalam kamar. Sistem
Kamar yang konsisten akan berdampak positif dalam jangka panjang, yaitu dapat
mendorong Mahkamah Agung untuk dapat lebih menjalankan fungsinya sebagai
penjaga kesatuan penerapan hukum yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kepastian hukum. Bila kepastian hukum dapat ditingkatkan maka dalam jangka
panjang diharapkan arus permohonan kasasi yang tidak beralasan dapat ditekan.
Patut dicatat bahwa sistem kamar hanyalah satu diantara beberapa agenda penting
dalam pembaruan bidang pelaksanaan fungsi teknis peradilan yang diamanatkan oleh
cetak biru dalam rangka mewujudkan Badan Peradilan yang dapat melaksanakan fungsi
kekuasaan kehakiman secara efektif, yaitu:
1. Pembatasan Perkara
2. Penerapan Sistem Kamar secara Konsisten
3. Penyederhanaan Proses Berperkara
4. Penguatan Akses pada Keadilan

16

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Tentunya keempat hal ini perlu dicapai secara gradual, penerapan sistem kamar baru
merupakan langkah pertama menuju implementasi pembaruan pelaksanaan fungsi
teknis peradilan, yang perlu disusul dengan pelaksanaan ketiga agenda lainnya sesuai
dengan situasi, kondisi dan sumber daya yang tersedia.

Struktur Sistem Kamar
Dengan sistem kamar, maka hakim pada Mahkamah Agung akan dibagi berdasarkan
lima kamar, yaitu kamar Perdata, Pidana, Tata Usaha Negara, Agama dan Militer. Selain
dari kelima kamar ini, maka Ketua Mahkamah Agung atas dasar usulan dari ketua
Kamar yang mempertimbangkan jumlah beban perkara pada kamar tersebut dapat
membentuk Sub-Kamar.
Hal ini sedikit berbeda dengan sistem lama, dimana hakim agung dikelompokkan
berdasarkan Tim-tim yang dipimpin oleh Ketua Muda. Memang sistem lama boleh
dikatakan merupakan sistem kamar tidak murni, dimana beberapa perkara tertentu,
yaitu agama, militer dan TUN sudah memakai sistem kamar, namun untuk perkara
perdata dan pidana, masih dibagi secara umum ke seluruh tim.
Untuk saat ini selain dari lima kamar utama, maka melalui SK KMA Nomor
143/KMA/SK/IX/2011 tentang “Penunjukan Ketua Kamar dalam Sistem Kamar Pada
Mahkamah Agung”, dibentuk beberapa sub Kamar. Di bawah Kamar Perdata akan
dibentuk Sub Kamar Perdata Umum dan Sub Kamar Perdata Khusus, sementara itu
dibawah Kamar Pidana, dibentuk Sub Kamar Pidana Khusus dan Pidana Umum.

17

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Untuk sementara, Wakil Ketua, dan Ketua Muda akan secara otomatis masuk kedalam
struktur pimpinan kamar, sebagai Ketua Kamar dan ketua Sub Kamar, namun ke
depannya seiring dengan usia pensiun para Ketua Muda, maka struktur Tim akan
menjadi lebih ramping dengan hanya tersisa Kamar-kamar utama. Sementara itu untuk
saat ini, Ketua Mahkamah Agung tidak dulu masuk ke dalam susunan kamar manapun
dengan pertimbangan efektivitas dan efisiensi, mengingat masa kerja Ketua sekarang
yang sudah mendekati masa purna bakti, dan akan lebih fokus kepada penyelesaian
perkara-perkara yang masih tersisa.

Selain itu mengenai pembagian tugas hakim sesuai dengan kamar masing-masing,
dikeluarkan pula 144/KMA/SK/IX/2011 tentang “Penunjukan Hakim Anggota Kamar”.

Saudara saudara sekalian
Yang perlu diingat, Sistem Kamar tidak menghapus jabatan Wakil bidang Non-Yudisial,
Ketua Muda Bidang Pembinaan dan Ketua Muda Bidang Pengawasan. Hanya saja, jika
selama ini Ketua Muda di kedua bidang tersebut menjabat juga sebagai Ketua Tim
Perkara, kini masuk menjadi anggota dari salah satu kamar perkara yang ada. Dengan
demikian maka kedua jabatan tersebut juga dapat lebih optimal dalam menjalankan
fungsinya sebagai Ketua Muda Bidang Non-Yudisial, oleh karena tidak lagi disibukkan
dengan urusan-urusan sebagai Ketua Tim.

18

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Terkait dengan struktur, maka tidak ada perubahan berarti pada komposisi organisasi
tim/majelis, karena kelima kamar ini terdiri dari Ketua Kamar, Hakim Agung sebagai
Anggota Kamar, Panitera Muda Kamar/Panitera Muda Tim, Panitera Pengganti.

Profesionalisme
Dengan implementasi sistem kamar, maka distribusi perkara akan menjadi ditetapkan
secara permanen hanya kepada kamar-kamar tertentu, hal ini akan memastikan bahwa
perkara hanya ditangani oleh majelis yang memang memiliki latar belakang keahlian
tertentu, karena komposisi anggota kamar ditetapkan oleh ketua Mahkamah Agung
dari antara hakim agung berdasarkan :
1. Asal lingkungan peradilan, khusus untuk Hakim Agung yang berasal dari jalur
karier,
2. Latar belakang pendidikan formal, khusus untuk Hakim Agung yang berasal dari
jalur non karir, dan
3. Pelatihan yang pernah dilalui
Logikanya dengan sistem ini, perkara-perkara yang sejenis akan ditangani oleh
kelompok hakim agung yang sama, dan dengan sendirinya diharapkan dapat menekan
disparitas antar putusan dan mendorong percepatan proses pemeriksaan perkara itu
sendiri, yang pada gilirannya akan meningkatkan kepercayaan publik dan citra badan
peradilan itu sendiri.

19

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Tentunya implementasi yang ideal membutuhkan infrastruktur yang ideal pula.
Mahkamah Agung berpendapat, bahwa saat ini komposisi hakim agung yang ada di
Mahkamah Agung belumlah ideal untuk mengakomodasi beban perkara yang masuk.
Salah satu kebutuhan ke depannya adalah, memang perlu koordinasi dengan lembaga
terkait dengan rekruitmen dan seleksi hakim agung, untuk memastikan bahwa hakim
agung yang direkrut benar-benar mencerminkan kebutuhan Mahkamah Agung sesuai
dengan beban dan profil perkara yang masuk. Ini merupakan pekerjaan besar yang
perlu dilakukan ke depannya.
Dengan mempertimbangkan beban perkara dan komposisi keahlian Hakim Agung,
dalam masa transisi Ketua MA dapat menempatkan Hakim Agung dari lingkungan
Kamar tertentu ke dalam Kamar perkara lain, dengan ketentuan:
1. Pada Kamar Perdata dapat ditempatkan Hakim Agung yang berasal dari
lingkungan peradilan agama dan tata usaha negara,
2. Pada Kamar Pidana dapat ditempatkan Hakim Agung yang berasal dari lingkungan
peradilan militer
Posisi ketua kamar/sub kamar juga bukan hanya sekedar sebagai ketua majelis atau
pembagi perkara, seorang ketua kamar memiliki tanggung jawab sebagai berikut :
1. Memastikan

terwujudnya

kesatuan

penerapan

hukum

dengan

menjaga

konsistensi putusan di masing-masing kamarnya.
2. Menetapkan susunan majelis dan membagi perkara kepada majelis.

20

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

3. Atas persetujuan Ketua MA, Ketua Kamar dapat menarik kembali berkas
perkara dari anggota kamar yang bersangkutan apabila setelah lewat waktu 2
(dua) bulan anggota kamar yang bersangkutan belum memberikan pendapatnya
dan selanjutnya Ketua Kamar menunjuk anggota majelis yang baru, kecuali untuk
perkara-perkara khusus disesuaikan dengan undang-undang yang bersangkutan.
4. Menentukan jadwal dan agenda Rapat Pleno Kamar.
5. Menentukan perkara mana saja yang akan dibahas dalam Rapat Pleno Perkara di
kamarnya.
6. Bertanggung jawab atas pencatatan dan penghimpunan putusan-putusan yang
mengandung penemuan hukum baru sebagai preseden untuk perkara-perkara
serupa, untuk diterbitkan dan disebarluaskan kepada pengadilan-pengadilan
tingkat bawah setiap tahun sekali.
Ini penting untuk diperhatikan, supaya konsistensi yang menjadi tujuan akhir
implementasi sistem kamar ini bisa tercapai.

Menjaga Konsistensi
Untuk lebih menjamin konsistensi maka SK sistem kamar ini memperkenalkan
mekanisme baru, yaitu mekanisme rapat pleno kamar. Rapat pleno kamar penting
dalam menjamin konsistensi, karena disinilah forum pembentukan preseden terjadi.
Tentunya pleno bukanlah media untuk mengesampingkan kemandirian hakim, namun
perlu dipahami oleh para hakim, bahwa ada hal-hal yang lebih besar dari sekedar

21

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

kemandirian hakim yang juga perlu dilindungi, yaitu kesatuan penerapan hukum,
kepentingan publik, serta kepentingan para pihak yang berperkara atas kepastian
hukum. Harus dipahami, bahwa kredibilitas lembaga peradilan di seluruh dunia antara
lain dipengaruhi dari seberapa konsisten putusannya, sehingga upaya-upaya menuju
konsistensi hendaknya dilihat dari sisi positif, yaitu sisi kepentingan publik yang ingin
dilindungi.

Saudara para peserta Rakernas,
Kita harus memahami dimensi pentingnya menjamin kepastian hukum. Ketidakpastian
hukum membawa ongkos sosial yang sangat besar, bagi individu maupun bagi negara,
proses peradilan bisa menjadi sedemikian panjang, hak-hak para pihak jadi tertunda.
Adagium „justice delayed justice denied’ (penundaan keadilan adalah penolakan keadilan)
benar-benar bisa terjadi, penegakan hukum pun bisa tertunda dan tidak jelas.
Tantangan yang dihadapi sangatlah besar, seiring dengan kompleksitas litigasi dewasa
ini, misalnya satu masalah diajukan ke beberapa lingkungan peradilan sekaligus, yang
apabila tidak diperhatikan bisa menjadi masalah, seperti yang terjadi beberapa waktu
belakangan ini.
Perlu dicatat, bahwa mekanisme pleno ini pun tidak sepenuhnya baru, karena pada
jaman awal periode Mahkamah Agung pada tahun 60an sampai awal 70an, para hakim
agung bersidang secara pleno, hal mana masih dimungkinkan, karena jumlah perkara di
Hakim Agung yang sedikit, sehingga institusionalisasi rapat pleno kamar merupakan

22

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

elemen yang sangat penting bagi kepastian hukum dan implementasi sistem kamar.
Selain itu mekanimse pleno ini pun sudah di kenal di negara-negara lainnya yang
menerapkan sistem kamar pada Mahkamah Agungnya.
Rapat pleno kamar sendiri dibagi menjadi dua jenis, yaitu Rapat Pleno Rutin dan Rapat
Pleno Perkara. Rapat pleno Rutin sekurang-kurangnya dilaksanakan sekali dalam satu
bulan, dan wajib dihadiri oleh seluruh Hakim Agung, Panitera, Panitera Muda, Panitera
Muda Tim,Panitera Pengganti dan Koordinator Sub Kamar di kamar tersebut.
Sementara itu Rapat Pleno Perkara dilaksanakan untuk membahas perkara-perkara
sebagai berikut:
1. Peninjauan Kembali (PK) yang akan membatalkan putusan tingkat kasasi,
2. Perkara yang pemeriksaannya dilakukan secara terpisah dan diperiksa oleh
majelis hakim yang berbeda dan kemungkinan penjatuhan putusan yang berbeda,
3. Dalam hal terdapat dua perkara atau lebih yang memiliki permasalahan hukum
yang serupa yang ditangani oleh Majelis Hakim Agung yang berbeda dengan
pendapat hukum yang berbeda atau saling bertentangan,
4. Memerlukan penafsiran yang lebih luas atas suatu permasalahan hukum,
5. Adanya perubahan terhadap jurisprudensi tetap,
6. Ketua Majelis yang berbeda pendapat dengan dua orang anggotanya dalam
perkara yang menarik perhatian masyarakat, atau
7. Alasan lain yang dianggap penting.

23

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Mahkamah Agung memandang penting masalah kepastian hukum ini, namun di sisi lain
juga memahami bahwa ada masalah kemandirian yang tidak bisa begitu saja
dikesampingkan, sehingga sifat kepatuhan majelis terhadap hasil keputusan pleno adalah
sukarela, dalam aturan sistem kamar ini disebutkan bahwa „Putusan Rapat Pleno
Perkara sedapat-dapatnya ditaati oleh majelis hakim‟. Tentunya jalan seperti dissenting
opinion sesuai dengan Pasal 30 ayat (2) UU Mahkamah Agung masih bisa ditempuh
oleh salah seorang hakim yang tidak setuju terhadap hasil putusan Rapat Pleno
Perkara, namun dalam hal keseluruhan majelis tidak setuju terhadap hasil Rapat Pleno
Perkara, maka Apabila anggota majelis tidak setuju dengan putusan Rapat Pleno
Perkara, dapat mengajukan pengunduran diri atas perkara tersebut dan terhadap
perkara tersebut akan ditunjuk majelis hakim baru.
Selain Rapat Pleno Kamar, maka sistem ini juga memungkinkan dilakukannya Rapat
Pleno Antar Kamar, dalam hal terdapat perkara yang mengandung masalah hukum yang
menjadi wilayah 2 (dua) kamar atau lebih sekaligus. Rapat Pleno Antar Kamar
diusulkan oleh salah satu Ketua Kamar dan disampaikan kepada Ketua Mahkamah
Agung; atau ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung untuk perkara permohonan grasi,
permohonan fatwa, hak uji materil, dan sengketa kewenangan antar lingkungan
peradilan. Rapat Pleno Antar Kamar dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung atau Wakil
Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial.
Selain itu, untuk setiap perkara yang putusannya mengabulkan permohonan kasasi,
maka Panitera Pengganti wajib menyusun risalah putusan dan memasukkannya dalam

24

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

database elektronik. Risalah penting, ini merupakan dimensi lain dari konsistensi,
karena dari sinilah pengetahuan bisa disimpan, dikelola, dan dibagi ke para hakim dan
siapapun yang memerlukan. Selama ini Mahkamah Agung memang telah melakukan
capaian luar biasa dengan publlikasi putusan, namun ternyata itu belum cukup, dengan
puluhan ribu putusan, timbul masalah penting, yaitu membedakan mana yang penting
sehingga perlu diketahui oleh hakim lain dan yang mana yang hanya merupakan perkara
reguler.Keberadaan risalah merupakan langkah kedepan yang perlu diseriusi oleh unit
pendukung, dalam hal ini kepaniteraan Mahkamah Agung.

Ekspektasi
Pada akhirnya, sistem kamar hanyalah merupakan alat yang bertujuan untuk mengantar
Mahkamah Agung untuk mencapai tujuannya. Ia tidak akan bekerja apabila infrastruktur
yang diatur dalam surat keputusan ini tidak berjalan. Hal ini menjadi beban kolektif
pimpinan kamar untuk memastikan tercapainya tujuan tersebut. Dari kepastian
masalah rekruitmen, pelaksanaan pleno, dan penghimpunan risalah dijalankan secara
konsisten.
Mahkamah Agung juga menyadari bahwa tujuan ini hanya dapat tercapai dengan
dukungan dari para pemangku kepentingan yang terkait, antara lain Komisi Yudisial dan
DPR. Mahkamah Agung berharap Komisi Yudisial dan DPR yang memegang peran
kunci dalam rekrutmen hakim agung memahami pentingnya penerapan sistem kamar

25

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

dan pada akhirnya dapat mengambil keputusan yang tepat bagi upaya pembaruan
peradilan yang sedang bersama-sama dilaksanakan.
Yang terpenting dari itu semua adalah adanya kemauan para Hakim Agung
melaksanakan ketentuan dari sistem yang baru ini. Apabila tidak ada kepatuhan di dan
disiplin untuk melaksanakannya, maka sistim ini hanya akan tetap menjadi wacana, di
Mahkamah Agung tidak akan pernah berubah
Masih banyak Pekerjaan Rumah yang belum selesai, dan ini perlu diseriusi untuk
memastikan bahwa tujuan mulia untuk menciptakan badan peradilan yang agung dapat
benar-benar tercapai

Penunjukan Hakim khusus di tingkat I di tingkat Pertama dan Banding
Saudara-saudara peserta Rekernas,
Sejalan dengan sistem kamar di Mahkamah Agung dan dalam rangka meningkatkan
kualitas ptusan hakim, maka penunjukan hakim khusus dan bersertifikat untuk
menangani masalah masalah tertentu di Pengadilan tingkat Pertama dan Banding akan
terus disempurnakan. Saat ini telah berjalan dengan relatif baik adalah hakim tipikor,
dan untuk hakim anak akan terus dikembangkan. Pada saat ini sedang dipersiapkan
adalah sertifikasi hakim lingkungan. Melalui SK 134/KMA/SK/IX/2011 tentang Sertifikasi
Hakim Lingkungan Hidup.

26

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Proses sertifikasi ini dilaksanakan melalui serangkaian pencarian minat dan kemampuan
(talent scouting) yang disertai uji kualitas dan integritas. Setelah proses sertifikasi ini
berlaku efektif, maka penanganan perkara yang telah ditetapkan harus ditangani oleh
hakim khusus bersertifikat maka tidak boleh lagi ditangani oleh hakim yang tidak
bersertifikat.

Sertifikasi ini tidaklah berlaku seumur hidup, perlu difikirkan konsep termin atau jangka
waktu, yang pada intinya untuk menjamin kualitas dan efektifitas penanganan perkara.

Hal yang perlu dikembangkan ke depan adalah memperjelas antara proses sertifikasi
dengan sistem promosi, mutasi serta mekanisme lain yang mendukung berjalannya
program ini secara efektif.

Mediasi
Satu hal yang ingin saya tekankan disini adalah proses mediasi di pengadilan. Proses
mediasi telah kita perkenalkan semenjak tahun 2003 namun saya sangat menyesal
bahwa efektifitas dari penggunaan mediasi di pengadilan belum seperti yang kita
harapkan. Saya sangat mengharap agar Ketua ketua pengadilan tingkat Pertama dan
Banding bekerja lebih keras lagi untuk mengoptimalkan proses mediasi ini. Saya juga
mengharapkan kepada pokja mediasi secara khusus untuk mengembangkan strategi
pengefektifan mediasi serta mengembangkan alat alat ukur yang dapat menjamin agar
kualitas dari mediator dan mediasi di pengadilan tetap baik dan selalu meningkat.

27

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

5. Kebutuhan dan Kepuasan Pencari Keadilan;

Keterbukaan informasi, Akutabilitas dan Kepastian hukum adalah hal yang senantiasan
dituntut oleh masyarakat dan pencari keadilan. Upaya kita untuk mewujudkan tersebut
dengan

melanjutkan

kebijakan

pembayaran

biaya

perkara

melalui

bank,

menyempurnakan kebijakan keterbukaan informasi di pengadilan SK 144 tahun 2007
menjadi SK 1-144 tahun 2011, dengan harapan beberapa kendala yang menghambat
keterbukaan dapat diperbaiki dan disempurnakan.
Dalam hal akuntabilitas, dorongan agar setiap pengadilan untuk memiliki website dan
meja informasi merupakan salah satu upaya, namum yang terpenting dalam hal
akuntabilitas adalah substansi dari apa yang dilaporkan di dalam website serta meja
informasi tersebut. Pelaporan rutin tahunan senantiasa kita lengkapi dan sempurnakan
agar masyarakat luas mengetahui kinerja kita serta memahami kendala kendala dan
upaya kita dalam menangani kendala tersebut.
Tekait dengan kepastian hukum, maka kita perlu menyadari dengan sungguh-sungguh
bahwa ini adalah jantung aktifitas

(core bussiness) kita. Akan sulit buat masyarkat

mempercayai pengadilan dan kinerja pengadilan jika kita kita berhasil untuk
menghilangkan adanya putusan pengadilan yang tidak konsisten, berubah-ubah tanpa
ada argumentasi hukum serta landasan yang kuat.
Seperti telah saya uraikan sebelumnya, pembentukan sistim kamar di Mahkamah Agung
merupakan salah satu cara untuk menghilangkan hal tersebut, diikuti dengan di

28

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

unggahnya (upload) putusan tersebut ke situs web, sehingga dapat dibaca dan dipelajari
oleh hakim-hakim tingkat pertama dan banding.
Harapan saya sistim kamar ini dapat segera berjalan dengan lancar dengan masa
transisi yang tidak terlalu lama.

6. Pelayanan Pengadilan yang Mudah Diakses dan Terjangkau;
Seperti telah saya sampaikan sebelumnya, saat ini telah bermunculan berbagai inisiatif
untuk memberikan pelayanan pengadilan yang mudah diakses dan terjangkau bagi
masyarakat, tanpa pengecualian. Tidak perlu saya ulang betapa saya sangat bangga
dengan berbagai inisiatif ini, sehingga persepsi bahwa pengadilan adalah lembaga yang
dingin dan sangat kaku serta konvensional dalam pelayanan publik semakin hari akan
semakin terpupus.
Saya juga mendengar bahwa inisiatif bantuan hukum kita ini direspon dengan sangat
positif oleh lembaga advokat dan beberapa Pemerintah Daerah

di Indonesia dan

mereka berkomitmen untuk mendukung pelaksanaan SEMA 10 tahun 2010 ini agar
dapat diimplementasikan dengan efektif. Sudah saatnya para Dirjen terkait mengajak
para stakeholders bantuan hukum ini untuk menyusun strategi pemberian bantuan yang
optimal.

7. Kepercayaan dan Keyakinan Publik.

29

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Saudara-saudara peserta Rakernas yang berbahagia,
Kepercayaan dan keyakinan Publik pada kinerja kengadilan hanya dapat kita capai jika
kita dapat menunjukan kepada mereka bahwa semua hal di atas telah kita lakukan
dengan sungguh-sungguh dan memperlihat progress serta hasil yang terukur.
Kita telah memiliki alat untuk mengukur kinerja pengadilan yang kita sebut dengan
audit kinerja yang dituangkan dalam Keputusan Kabawas No 264/SK/BP/VI/2010
tentang pedoman audit dan penilaian kinerja pengadilan. Saat ini Badan pengawasan
tengah menyempurnakan alat ukur (tools) tersebut dengan menambahkan alat ukur
untuk mengukur integritas pengadilan dan aparatnya. Mudah-mudahan dengan adanya
kedua alat ukur kita kita akan dapat meningkatkan kinerja kita menjadi lebih baik.
Walaupun kita telah memiliki berbagai alat ukur yang sangat baik, namun untuk
mengubah persepsi publik dan menumbuhkn kepercayan publik pada pengadilan sangat
tidak mudah, karena mengubah persepsi seseorang terkadang tidak cukup dengan kita
melakukan pekerjaan rumah kita saja, tetapi juga bagaimana kemampuan kita untuk
mengkomunikasikannya kepada masyarakat luas. Saat ini saya mencoba menggunakan
data yang dikelaurkan oleh Lingkaran Survey Indonesia (LSI) terkait dengan persoalan
Mafia Hukum, sebuah persoalan yang sangat penting yang tidak saja menyangkut
pengadilan, tetapi hampir di semua institusi dan lembaga di Indonesia yang
mengakibatkan kepercayaan publik terhadap Negara ini menjadi semakin terpuruk.

30

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Hasil dari survey memperlihatkan ada tiga lembaga yang dinilai buruk oleh publik
masing-masing kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Di ketiga institusi tersebut,
mayoritas publik menilai terdapat cukup banyak praktek mafia hukum, walaupun
pengadilan dinilai lebih baik dari penegak hukum lainnya.

Pemberitaan media mengenai mafia hukum dalam satu tahun terakhir ini kemungkinan
menjelaskan mengapa ketiga institusi (kepolisian, kejaksaan dan pengadilan) dinilai
negatif oleh publik. Kebetulan kasus yang banyak diberitakan melibatkan ketiga institusi
tersebut. Dalam tabel yang merinci lebih detil penilaian publik atas skala mafia hukum
menurut sejumlah kategori menampilkan proporsi publik yang menilai jumlah mafia
hukum “ banyak atau sangat banyak”. Publik yang berpendidikan dan berpenghasilan
tinggi relatif lebih kritis dalam menilai skala mafia hukum di berbagai lembaga hukum.
Publik yang berpendidikan dan berpenghasilan tinggi mempunyai proporsi lebih tinggi
dalam menilai skala mafia hukum dibandingkan dengan publik yang berpendidikan dan
berpenghasilan rendah. Sebut misalnya untuk kepolisian. Di kalangan masyarakat

31

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

berpendidikan rendah, hanya 32,4% saja yang menilai dalam jumlah besar ada praktek
mafia di kepolisian. Sementara di kalangan masyarakat berpendidikan tinggi, sebanyak
63,5% di kepolisian banyak terdapat mafia hukum (LSI 2011)
Hasil survey ini tidak harus menjadikan kita patah semangat bahkan harus menjadi
pemicu kita akan bekerja lebih keras lagi. Saya sangat mengharapkan agar lembaga kita
juga mampu menampilkan data-data seperti ini, walauapun mungkin akan dianggap bias
oleh publik, namun jika kita melakukannya dengan metodologi yang dapat
dipertanggungjawabkan, maka kita akan memiliki data pembanding untuk mengukur
keberhasila kita dalam melaksanakana perubahan perubahan ini.

Peran pengadilan Tingkat Banding sebagai Kawal Depan Mahkamah Agung

Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan Saudara-saudara yang saya hormati,
Seperti telah dituangkan dalam bukunya berjudul “Myelin”, Prof. Rhenald Kasali
menuliskan bahwa untuk melakukan perubahan tidak mungkin hanya dilakukan oleh
sekelompok orang dalam suatu institusi atau lembaga saja, setiap orang harus bergerak
untuk memberikan kontribusinya agar perbahan dapat bergerak secara lebih cepat dan
berhasil guna. Contoh menarik yang dituangkan dalam buku tersebut adalah perbandingan
antara kereta api diesel yang bergerak dengan mengandalkan tenaga lokomotif dengan
kereta api shinkansen Jepang, yang bergerak sangat cepat karena disetiap gerbongnya
terdapat tenaga pendorong yang bergerak seirama dengan gerbong-gerbong lainnya.

32

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Saya membayangkan, alangkah menggembirakannya jika kita adalah model dari kereta api
shinkansen tersebut, dimana setiap orang di tiap-tiap pengadilan bergerak bersama-sama
membuat perubahan dan setiap perubahan di pengadilan tingkat pertama selaras sengan
perubahan di pengadilan tingkat banding dan juga pada akhirnya selaras dengan perubahan
di Mahkamah Agung. Mungkin dalam waktu kurang dari 25 tahun, kita sudah bisa
mencapai apa yang kita cita-citakan yaitu Badan Peradilan yang Agung, yang mampu
memberikan perlindungan Hukum dan Hak Azasi Manusia serta mendapatkan
kehormatan karena kinerja kita dipercaya dan diyakini mampu memberikan pelayana dan
rasa keadilan bagi para pencari keadailan dan masyarakat pada umumnya.
Semangat perubahan dan pelaksanaan kinerja senantiasa selalu memerlukan Pembinaan
dan Pengawasan yang terus menerus. Saya sangat mengharapkan ke depan nantinya
pembinaan dan pengawasan akan lebih banyak mengembangkan mekanisme pencegahan
sehingga penyimpangan-penyimpangan dapat diantaisipasi dan dideteksi secara dini.
Namun demikian upaya-upaya yang telah dilakukan saat ini, yang saya anggap cukup efektif
tetap perlu juga dilanjutkan dan ditingkatkan, terutama untuk memberikan efek jera
terhadap hakim dan aparat pengadilan lainnya yang melakukan tindakan tindakan tidak
terpuji.
Peran dari Pengadilan tingat Banding menjadi sangat penting mengingat Pengadilan tingkat
Banding secara lokasi maupun hirarki adalah institusi terdekat dengan Pengadilan tingkat
Pertama. Seperti kita ketahui pembinaan dan pengawasan yang efektif adalah pembinaan
dan pengawasan yang dilakukan secara rutin (berkala), namun juga khususnya pengawasan

33

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

perlu sesekali dilakukan secara mendadak (impromtu). Kedua karakteristik ini akan sangat
tepat dan bermanfaat jika secara efektif dilakukan oleh Pengadilan tingkat Banding.
Amanah ini bukanlah sesuatu hal yang mudah, karena pembinaan dan pengawasan yang
efektif akan mampu mencegah dan mengurangi perilaku menyimpang yang dilakukan oleh
hakim dan aparat pengadilan di pengadilan tingkat pertama. Sesuatu hal yang wajar jika
penyimpangan

itu

terjadi

maka

Pengadilan

tingkat

Banding

berkewajiban

mempertanggungjawabkannya.
Saya berharap dalam Rakernas kali ini kita mampu merumuskan bagaimana bentuk dan
langkah-langkah yang efektif yang perlu dilakukan oleh Pegadilan tingkat Banding dalam
perannya sebagai Kawal Depan Mahkamah Agung.

Bapak Ibu saudara peserta Rakernas yang berbahagia,
Demikianlah yang dapat saa sampaikan dalam pembukaan Rakernas 2011 ini, semoga hal
hal yang saya sampaikan dapat memberikan masukan serta ide bagi para peserta Rakernas
sehingga akan semakin banyak muncul ide ide bernas untuk mewujudkan cita-cita kita
bersama yaitu mewujudkan Badan Peradilan yang Agung.
Selamat menajalankan Rapat Kerja, semoga Tuhan memberkati

Wassalammualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

34

Meningka tka n per a n P enga dila n tingka t Ba nding seba ga i ka wa l depa n Ma hka ma h Agung
Ra ker na s 2011

Jakarta 20 Septermber 2011

Harifin A, Tumpa
Ketu