M01077
                                                                                Aspek Bias dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Produk Asuransi Jiwa
(Studi pada Pegawai Akademik UKSW)
Alvi Novia
Maria Rio Rita *
Email:
[email protected]
[email protected]
(* Dosen Tetap Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana)
Abstract
This research aims to obtain the empirical evidence that regarding the bias aspect in
making decision to purchase the life insurance product. Formulation of the problem in this
research is finding the bias aspect that dominates the psychological academic employees of
SWCU in making decision to purchase the life insurance product. This research uses four
categories of bias aspects, i.e. aspects of excessive optimism, overconfidence, confirmafion bias,
and the illusion of control. The sample consists of fourty three academic staff of SWCU who has
had experience or never bought the life insurance product. The sampling method used in the
research was nonprobability sampling with purpose sampling. Methods of data analysis used in
the study were the descriptive statistic. The findings in the research show that aspects of the
excessive optimism bias that dominated is owned by the employees of SWCU when will take the
decision to buy life insurance product. It is followed by the illusion of control in the second place
and overconfidence in the third place. Last but not least, the confirmation bias.
Keywords: Life Insurance, Overconfidence, Confirmation Bias, Excessive Optimism, Illusion of
Control
Latar Belakang
Risiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan
yang akan terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai
pertimbangan pada saat ini (Fahmi, 2010: 2). Menurut Djojosoedarso (1999) risiko selalu
dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga/ tidak
diinginkan. Banyak cara untuk mengurangi dampak risiko seperti menghindar, mengendalikan,
memisahkan, melakukan kombinasi atau memindahkan. Pemindahan risiko tersebut dapat
1
menimbulkan biaya. Apabila kita memindahkan risiko kepada penanggung risiko dalam hal ini
perusahaan asuransi, maka kita harus membayar biaya dalam bentuk premi asuransi sebagai
imbalan atas risiko yang diambil alih oleh perusahaan asuransi. Tujuan pemindahan ini intinya
adalah untuk memberi kepastian dalam arti mencoba memperkecil dampak keuangan seandainya
risiko tersebut tidak terhindarkan.
Djojosoedarso (1999), membagi asuransi menjadi empat jenis, yaitu asuransi jiwa,
asuransi kerugian/umum, re-asuransi umum dan asuransi sosial. Dari keempat jenis perusahaan
asuransi tersebut, penelitian ini lebih memfokuskan pada perusahaan asuransi jiwa. Data dari
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan penetrasi jumlah polis asuransi jiwa di
Indonesia, khususnya individu, masih rendah, hanya 3,6 persen terhadap jumlah populasi
penduduk. Jumlah pemegang polis juga masih rendah, satu persen dari jumlah penduduk. Meski
begitu, sebagian orang memiliki 8-9 bahkan hingga 12 polis asuransi per individu dengan
minimal
premi
Rp
300.000
per
bulan
dari
berbagai
perusahaan
asuransi
(http://female.kompas.com). Perlahan, kesadaran akan pentingnya proteksi meningkat dalam
masyarakat kita. Sayangnya kesadaran ini kurang diiringi dengan pengetahuan tentang aneka
produk asuransi. Keterbatasan informasi dan pengetahuan produk dan kurangnya penjelasan
agen asuransi kerap mengakibatkan konsumen membuat kesalahan ketika membeli asuransi
(http://lipsus.kompas.com).
Memproteksi diri dalam menghadapi risiko tentu merupakan langkah yang penting.
Namun, yang juga penting adalah memahami produk asuransi seperti apa yang kita butuhkan.
Hasrat melindungi diri tetaplah harus diimbangi kecermatan dalam memilih produk asuransi.
Santoso (2009) dalam studi tentang perilaku, asumsi yang dibangun adalah bahwa perilaku
seseorang dalam pengambilan keputusan sebenarnya tidak sepenuhnya rasional. Seringkali
2
perilaku seseorang dalam mengambil keputusan, seperti masalah keuangan dilatarbelakangi oleh
emosi atau pengaruh orang lain disekitarnya. Menurut Supramono dan Putlia (2010), keputusan
yang lebih didominasi oleh faktor psikologis akan mengarah pada hasil keputusan yang bias
karena faktor rasa yang ada pada diri seseorang melebihi pertimbangan faktor rasio. Faktor
psikologis merupakan faktor yang turut berperan dalam pengambilan keputusan yang kurang
rasional. Shefrin (2007) mengklasifikasikan gejala psikologis yang dapat membuat manajer salah
dalam mengambil keputusan ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu : (1) biases, (2) heuristic, dan (3)
framing effects.
Studi oleh Santoso (2009) pada pengusaha tekstil di Pekalongan menyimpulkan bahwa
aspek bias turut berperan penting terhadap psikologis para pengusaha tekstil sewaktu akan
mengambil keputusan investasi. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Marbun (2010) pada
industri tempe dan kripik tempe di desa Karangtengah Prandon mengemukakan bahwa
pengusaha industri tempe dan kripik tempe di desa tersebut cenderung mengalami bias
psikologis dalam pengambilan keputusan hutang yang dilakukan oleh pengusaha dan termasuk
dalam kategori tinggi. Hasil perolehan tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar
pengusaha cenderung memiliki excessive optimism, overconfidence, confirmation bias, dan
illusion of control yang tinggi dalam pengambilan keputusan hutangnya. Berdasarkan hasil
penelitian Santoso (2009) dan Marbun (2010), fokus penelitian ini pada kategori bias yang
dikaitkan dengan pengambilan keputusan pembelian produk asuransi jiwa.
Bias merupakan kecenderungan kesalahan prediksi (Shefrin, 2007). Aspek bias
merupakan salah satu aspek yang cenderung menghasilkan keputusan yang tidak menjamin
ketepatan secara mutlak. Pengambil keputusan memiliki kemungkinan untuk mengambil
keputusan yang salah. Nofsinger (2005) menekankan bahwa bias yang diakibatkan faktor
3
psikologis menghambat kemampuan seseorang dalam membuat keputusan keuangan yang baik.
Bias mengakibatkan kesalahan prediksi karena membuat orang salah dalam memperhitungkan
risiko yang dapat terjadi. Bias dapat digolongkan menjadi empat, yaitu excessive optimism,
overconfidence, confirmation bias, dan illusion of control Shefrin (2007).
Penelitian Taroreh (2011) pada pegawai UKSW menunjukkan bahwa pegawai UKSW
cenderung mengalami illusion of control dalam pembelian asuransi jiwa. Nofsinger (2005)
mengemukakan jika terdapat enam indikator yang memicu terjadinya perkembangan illusion of
control antara lain pilihan, urutan hasil, kefamiliaran tugas, informasi, keterlibatan aktif, dan
kesuksesan masa lalu. Keenam faktor tersebut terbukti ditemui pada responden yang dijadikan
sampel penelitian dengan faktor pilihan, urutan hasil, kefamiliaran tugas, keterlibatan aktif
tergolong dalam range tinggi. Sedangkan informasi dan kesuksesan masa lalu berada dalam
range sedang. Adanya illusion of control dalam pengambilan keputusan pembelian produk
asuransi jiwa, berarti dalam mengambil keputusannya sering mengedepankan faktor perasaan
dan psikologis daripada rasio sehingga menghasilkan keputusan yang bias. Kecenderungan
faktor illusion of control pada sampel yang diteliti berada pada tingkat yang tinggi berarti para
pegawai UKSW merasa dapat mengontrol atau paling tidak mempengaruhi hasil pembelian
asuransi jiwanya, tetapi pada kenyataannya tidak demikian.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Taroreh
(2011), tetapi penelitian ini akan melihat secara menyeluruh dari aspek bias psikologis yang
dapat digolongkan menjadi empat, yaitu excessive optimism, overconfidence, confirmation bias,
dan illusion of control, yang dikaitkan dengan pengambilan keputusan pembelian produk
asuransi jiwa pada pegawai akademik UKSW (tenaga pengajar). Berdasarkan latar belakang
yang telah diuraiakan maka masalah yang hendak dijawab dalam studi ini adalah: aspek bias apa
4
yang mendominasi psikologis pegawai akademik UKSW sewaktu pengambilan keputusan
pembelian produk asuransi jiwa?
Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis
Asuransi
Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian risiko yang dilakukan dengan cara
mengalihkan/transfer risiko dari satu pihak ke pihak lain dalam hal ini adalah perusahaan
asuransi. Menurut UU No.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, asuransi atau
pertanggungan adalah: Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seorang yang dipertanggungkan.
Perusahaan asuransi jiwa adalah perusahaan asuransi yang bidang usahanya risiko
keuangan sebagai akibat dari kematian orang-orang yang dipertanggungkan jiwanya
Djojosoedarso (1999). Sedangkan Rosefsky dalam Taroreh (2011) menggolongkan asuransi jiwa
menjadi empat. Pertama yaitu Permanent Insurance, merupakan asuransi yang perjanjiannya
bersifat permanen di mana pembayaran preminya tetap; kedua: Term Insurance merupakan
asuransi yang perjanjiannya bersifat sementara dan apabila jangka waktu perjanjian telah habis
sedangkan pembeli asuransinya masih hidup maka pemegang polis asuransi tidak dapat menarik
uangnya kembali: ketiga: Universal Life Insurance merupakan asuransi yang perjanjiannya dapat
diperbaharui secara periodik dan terdapat unsur investasi; dan keempat: anuitas merupakan
5
asuransi yang memiliki jangka waktu tertentu di mana pemegang polis wajib membayar
sejumlah uang kepada perusahaan asuransi dan di masa akan datang, selama jangka waktu
tertentu pula perusahaan asuransi tersebut wajib membayar sejumlah uang kepada pihak
pemegang polis asuransi.
Aspek Bias
Marbun (2010) menyatakan bahwa aspek psikologis berperan dalam membentuk perilaku
individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut dalam melakukan pengambilan keputusan
yang berbeda dari asumsi teori ekonomi, yaitu individu akan membuat keputusan yang rasional,
padahal sebenarnya individu tidak selalu sepenuhnya rasional. Perilaku yang tidak sepenuhnya
rasional tersebut tidak lepas dari pengaruh perasaan dan sikap seseorang.
Shefrin (2007) mengemukakan bahwa aspek bias merupakan gejala psikologis yang ada
dalam diri masing-masing individu yang dapat berakibatkan seseorang mengambil keputusan
yang salah. Bias yang diakibatkan faktor psikologis menghambat kemampuan seseorang dalam
membuat keputusan keuangan yang baik (Nofsinger, 2005), salah satunya yaitu keputusan untuk
membeli produk asuransi.
Aspek bias memiliki 4 (empat) jenis kategori menurut Shefrin (2007) yaitu :
1.
Excessive optimism (optimis yang berlebihan): Seseorang berharap secara berlebihan
akan memperoleh hasil yang sesuai dengan keinginan dan tidak mengharapkan beroleh
hasil yang sebaliknya.
2.
Overconfidence (kepercayaan diri yang berlebihan): Seseorang terlalu percaya bahwa
pandangannya tepat dan yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan dan pengetahuan di
atas rata-rata.
3.
Confirmation bias (penyimpangan konfirmasi): Seseorang hanya akan menggunakan
6
informasi yang sesuai dengan pandangannya dan mengabaikan informasi yang tidak
sesuai dengan pandangannya.
4. Illusion of control (kendali ilusi): Seseorang merasa mampu mengendalikan hasil dari
keputusan yang diambilnya.
Cassar dalam Marbun (2010) menyatakan bahwa excessive optimism paling sering terjadi
pada pengusaha yang baru memulai usahanya, pengusaha sangat yakin akan pasti memperoleh
keberhasilan dalam kegiatan operasional bisnis mereka. Hal ini juga bisa terjadi pada keluarga
yang baru pertama kali membeli produk asuransi, keluarga sangat yakin akan pasti memperoleh
keberhasilan mendapatkan proteksi dari perusahaan asuransi yang dipilihnya.
Nofsinger (2005) menjelaskan bahwa overconfidence berasal dari dua sumber psikologis,
yaitu ilusi pengetahuan (illusion of knowledge) dan ilusi kendali (illusion of control). Ilusi
pengetahuan merupakan kondisi dimana seseorang merasa lebih percaya diri atas ramalan atau
prediksinya disebabkan memiliki banyak informasi. Semakin baru informasi yang diperoleh akan
membuatnya merasa mempunyai kendali atas hasil yang akan diperolehnya. Sedangkan ilusi
kendali adalah keadaan dimana orang sering mempercayai bahwa mereka telah mempengaruhi
hasil yang diperoleh dari peristiwa yang tak terkendali. Shefrin (2007) mengungkapkan bahwa
overconfidence merupakan kesalahan prediksi mengenai seberapa baik seseorang memahami
kemampuan dan batas pengetahuannya. Overconfidence dan excessive optimism seringkali
berjalan beriringan, tetapi itu adalah dua hal yang tidak sama. Seseorang bisa jadi pesimis, tetapi
juga overconfidence. Venter dan Michayluk dalam Marbun (2010) mengungkapkan mayoritas
orang cenderung menilai lebih kemampuan, dan mereka menganggap kemampuan mereka di atas
rata-rata. Overconfidence sebenarnya merupakan bias dari rasa optimisme (Santoso, 2009).
7
Phung dalam Marbun (2010) menyatakan bahwa confirmation bias dalam diri seseorang
membuat seseorang yang bersangkutan cenderung memilih dan menaruh perhatian lebih pada
informasi yang mendukung opini mereka, sementara itu mereka mengabaikan informasi yang
bertentangan dengan opini mereka. Dalam pengambilan keputusan pembelian produk asuransi,
keluarga yang mengalami confirmation bias akan mengambil informasi mengenai produk
asuransi yang sesuai dengan pandangannya sebanyak mungkin, serta mengabaikan informasi
yang tidak mendukung pendapatnya.
Terdapat 6 (enam) hal yang memicu terjadinya perkembangan illusion of control antara
lain pilihan, urutan hasil, kefamiliaran tugas, informasi, keterlibatan aktif, dan kesuksesan masa
lalu (Nofsinger, 2005). Hal ini berarti semakin aktif keluarga dalam membuat pilihan terhadap
asuransi dalam arti terlibat aktif dalam menentukan pilihan asuransinya, maka keluarga akan
lebih yakin memperoleh suatu keberhasilan dari apa yang telah dipilihnya. Cara atau proses
mendapatkan hasil (urutan hasil) mempengaruhi illusion of control. Hasil positif yang lebih awal
membuat keluarga memiliki illusion of control yang lebih besar dari pada yang bisa diberikan
hasil negatif. Semakin familiar keluarga dengan asuransi, maka semakin besar kontrol yang
keluarga rasakan dalam keputusan pembelian asuransi tersebut. Semakin banyak informasi
mengenai asuransi yang didapatkan, illusion of control juga semakin besar. Saat keluarga terlibat
aktif dalam pengambilan keputusan pembelian produk asuransi, maka perasaan memegang
kontrol juga secara proporsional menjadi semakin besar, sehingga keluarga yang mengambil
keputusan pembelian asuransi merasa yakin akan mendapatkan proteksi yang diinginkannya.
Selain itu, perkembangan illusion of control juga dipengaruhi oleh kesuksesan masa lalu.
Semakin banyak kesuksesan yang dialami keluarga, maka mereka akan menyebutnya sebagai
hasil dari kemampuan mereka sendiri, bahkan faktor keberuntunganlah yang sebenarnya banyak
8
terlibat. Keluarga yang sebelumnya pernah membeli asuransi dan dapat dikatakan berhasil dalam
artian merasa terproteksi, maka akan memiliki illusion of control apabila melakukan
pengambilan keputusan pembelian asuransi lagi. Studi psikologi menemukan bahwa
meningkatnya kontrol yang dirasakan juga akan membuat excessive optimism meningkat
(Shefrin, 2007).
Studi Taroreh (2011) pada pegawai UKSW mengemukakan bahwa pegawai UKSW
memiliki aspek illusion of control dalam pengambilan keputusan pembelian produk asuransi
jiwa. Adanya illusion of control dalam pengambilan keputusan pembelian produk asuransi jiwa,
berarti dalam mengambil keputusannya sering mengedepankan faktor perasaan dan psikologis
daripada rasio sehingga menghasilkan keputusan yang bias. Kecenderungan faktor illusion of
control pada sampel yang diteliti berada pada tingkat yang tinggi berarti para pegawai UKSW
merasa dapat mengontrol atau paling tidak mempengaruhi hasil pembelian asuransi jiwanya,
tetapi pada kenyataannya tidak demikian.
Metode Penelitian
Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui metode survey dengan membagikan
kuesioner kepada pegawai akademik UKSW. Teknik yang digunakan dalam pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dengan kriteria pegawai akademik
UKSW yang memiliki pengalaman atau pernah membeli produk asuransi jiwa dan bersedia
menjadi responden. Responden yang terkumpul berjumlah 43 orang.
9
Pengukuran konsep
Konsep yang akan diukur dalam penelitian ini adalah aspek bias dalam pengambilan
keputusan pembelian produk asuransi jiwa. Konsep diukur pada aras pengukuran interval dengan
menggunakan likert scale.
Skor untuk tiap pilihan jawaban adalah sebagai berikut :
SS
S
KS
TS
STS
: Sangat Setuju
: Setuju
: Kurang Setuju
: Tidak Setuju
: Sangat Tidak Setuju
=5
=4
=3
=2
=1
Tabel 1. Pengukuran Konsep Aspek Bias
Konsep
Excessive
Optimism
Definisi Konsep
Suatu jenis penyimpangan yang menyebabkan seberapa
seringnya orang menaksir terlalu tinggi terhadap hasil
yang baik dan menganggap remeh hasil yang kurang baik
dari pengalaman yang mereka dapat.
Overconfidence
Suatu jenis penyimpangan yang menyebabkan seberapa
seringnya orang membuat kesalahan karena kepercayaan
diri mereka sendiri yang terlalu berlebihan dan
menganggap kemampuan diri sendiri yang paling baik.
Confirmation
Bias
Suatu jenis penyimpangan yang menyebabkan seseorang
lebih suka mendengar anggapan atau pendapat dari orang
yang sejalan dengan pemikirannya. Sehingga akan lebih
mempertimbangkan informasi yang sesuai dengan
pendapat pribadi.
Indikator
Berkeyakinan akan
mendapatkan keuntungan yang
tinggi dari investasi asuransi
jiwa yang dipilihnya.
2. Berkeyakinan bahwa asuransi
jiwa yang dipilihnya bermanfaat
bagi keluarganya.
3. Berkeyakinan bahwa asuransi
jiwa yang dipilihnya dapat
memberikan hasil yang lebih
baik dimasa mendatang.
4. Berkeyakinan bahwa premi dari
asuransi jiwa yang dipilihnya
dapat berjalan dengan lancar.
1. Percaya dengan kemampuan
diri sendiri dalam menentukan
produk asuransi jiwa.
2. Terlalu percaya diri akan
mendapatkan hasil yang
optimal.
3. Tidak memperdulikan
masukkan dari orang lain.
1. Tidak suka mendengarkan
pendapat dari orang yang
bertentangan dengan
pemikirannya.
2. Menggunakan informasi yang
diberikan oleh orang yang
sejalan dengan pemikirannya
sebagai bahan pertimbangan.
3. Lebih memperhatikan
masukkan atau pendapat orang
yang sesuai dengan
pendapatnya.
4. Cenderung mengesampingkan
1.
10
Illusion
Control
of
Suatu penyimpangan yang menyebabkan seseorang
merasa
seakan-akan
ia
dapat
mengendalikan
lingkungannya, padahal sebenarnya tidak.
1.
2.
3.
4.
informasi yang tidak sesuai
dengan pemahamannya.
Berkeyakinan bahwa mampu
memilih asuransi jiwa yang
terbaik.
Berkeyakinan bahwa asuransi
jiwa yang dipilihnya bisa
memberikan proteksi yang
lebih baik.
Beranggapan bahwa sudah
tidak asing lagi dengan produk
asuransi jiwa sehingga akan
mendapatkan proteksi yang
diinginkan.
Yakin pada keputusannya
sendiri tanpa perlu meminta
masukkan dari orang lain.
Sumber : Santoso, J. S., (2009)
Teknik Analisis
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini akan dilakukan secara deskriptif kualitatif.
Sedangkan klafisikasi tingkatan bias diukur dengan nilai rata-rata menjadi 2 kategori,yaitu bias
tinggi dan bias rendah.
Adapun penentuan interval kategori kelas (I) adalah sebagai berikut :
I=
����−���
�
…….………………………………………(1)
=
5−
=
Interval kategori jawaban yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Tabel 2. Definisi dan Range Setiap Variabel
Interval rata-rata jawaban
1,00 – 3,00
3,01 – 5,00
Interpretasi
Rendah
Tinggi
Analisis Data
Gambaran Umum Responden
Responden dalam penelitian merupakan pegawai Akademik UKSW yang menjadi
nasabah perusahaan asuransi jiwa dan bersedia menjadi responden. Berdasarkan kuesioner yang
11
dibagikan kepada responden tersebut, diperoleh gambaran umum responden meliputi karateristik
responden seperti jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, lama bekerja di UKSW, dan lama
menjadi nasabah.
Tabel 3. Gambaran Umum Responden
Karakteristik Responden
Frekuensi
Ukuran Sampel
43
A. Jenis Kelamin :
Laki-laki
28
Perempuan
15
B. Usia (tahun) :
24-33
2
34-43
23
44-53
11
≥ 54
7
C. Pendidikan :
S1
3
S2
30
S3
9
Profesor
1
D. Lama Bekerja di UKSW
                                            
                (Studi pada Pegawai Akademik UKSW)
Alvi Novia
Maria Rio Rita *
Email:
[email protected]
[email protected]
(* Dosen Tetap Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana)
Abstract
This research aims to obtain the empirical evidence that regarding the bias aspect in
making decision to purchase the life insurance product. Formulation of the problem in this
research is finding the bias aspect that dominates the psychological academic employees of
SWCU in making decision to purchase the life insurance product. This research uses four
categories of bias aspects, i.e. aspects of excessive optimism, overconfidence, confirmafion bias,
and the illusion of control. The sample consists of fourty three academic staff of SWCU who has
had experience or never bought the life insurance product. The sampling method used in the
research was nonprobability sampling with purpose sampling. Methods of data analysis used in
the study were the descriptive statistic. The findings in the research show that aspects of the
excessive optimism bias that dominated is owned by the employees of SWCU when will take the
decision to buy life insurance product. It is followed by the illusion of control in the second place
and overconfidence in the third place. Last but not least, the confirmation bias.
Keywords: Life Insurance, Overconfidence, Confirmation Bias, Excessive Optimism, Illusion of
Control
Latar Belakang
Risiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan
yang akan terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai
pertimbangan pada saat ini (Fahmi, 2010: 2). Menurut Djojosoedarso (1999) risiko selalu
dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak diduga/ tidak
diinginkan. Banyak cara untuk mengurangi dampak risiko seperti menghindar, mengendalikan,
memisahkan, melakukan kombinasi atau memindahkan. Pemindahan risiko tersebut dapat
1
menimbulkan biaya. Apabila kita memindahkan risiko kepada penanggung risiko dalam hal ini
perusahaan asuransi, maka kita harus membayar biaya dalam bentuk premi asuransi sebagai
imbalan atas risiko yang diambil alih oleh perusahaan asuransi. Tujuan pemindahan ini intinya
adalah untuk memberi kepastian dalam arti mencoba memperkecil dampak keuangan seandainya
risiko tersebut tidak terhindarkan.
Djojosoedarso (1999), membagi asuransi menjadi empat jenis, yaitu asuransi jiwa,
asuransi kerugian/umum, re-asuransi umum dan asuransi sosial. Dari keempat jenis perusahaan
asuransi tersebut, penelitian ini lebih memfokuskan pada perusahaan asuransi jiwa. Data dari
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menunjukkan penetrasi jumlah polis asuransi jiwa di
Indonesia, khususnya individu, masih rendah, hanya 3,6 persen terhadap jumlah populasi
penduduk. Jumlah pemegang polis juga masih rendah, satu persen dari jumlah penduduk. Meski
begitu, sebagian orang memiliki 8-9 bahkan hingga 12 polis asuransi per individu dengan
minimal
premi
Rp
300.000
per
bulan
dari
berbagai
perusahaan
asuransi
(http://female.kompas.com). Perlahan, kesadaran akan pentingnya proteksi meningkat dalam
masyarakat kita. Sayangnya kesadaran ini kurang diiringi dengan pengetahuan tentang aneka
produk asuransi. Keterbatasan informasi dan pengetahuan produk dan kurangnya penjelasan
agen asuransi kerap mengakibatkan konsumen membuat kesalahan ketika membeli asuransi
(http://lipsus.kompas.com).
Memproteksi diri dalam menghadapi risiko tentu merupakan langkah yang penting.
Namun, yang juga penting adalah memahami produk asuransi seperti apa yang kita butuhkan.
Hasrat melindungi diri tetaplah harus diimbangi kecermatan dalam memilih produk asuransi.
Santoso (2009) dalam studi tentang perilaku, asumsi yang dibangun adalah bahwa perilaku
seseorang dalam pengambilan keputusan sebenarnya tidak sepenuhnya rasional. Seringkali
2
perilaku seseorang dalam mengambil keputusan, seperti masalah keuangan dilatarbelakangi oleh
emosi atau pengaruh orang lain disekitarnya. Menurut Supramono dan Putlia (2010), keputusan
yang lebih didominasi oleh faktor psikologis akan mengarah pada hasil keputusan yang bias
karena faktor rasa yang ada pada diri seseorang melebihi pertimbangan faktor rasio. Faktor
psikologis merupakan faktor yang turut berperan dalam pengambilan keputusan yang kurang
rasional. Shefrin (2007) mengklasifikasikan gejala psikologis yang dapat membuat manajer salah
dalam mengambil keputusan ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu : (1) biases, (2) heuristic, dan (3)
framing effects.
Studi oleh Santoso (2009) pada pengusaha tekstil di Pekalongan menyimpulkan bahwa
aspek bias turut berperan penting terhadap psikologis para pengusaha tekstil sewaktu akan
mengambil keputusan investasi. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Marbun (2010) pada
industri tempe dan kripik tempe di desa Karangtengah Prandon mengemukakan bahwa
pengusaha industri tempe dan kripik tempe di desa tersebut cenderung mengalami bias
psikologis dalam pengambilan keputusan hutang yang dilakukan oleh pengusaha dan termasuk
dalam kategori tinggi. Hasil perolehan tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar
pengusaha cenderung memiliki excessive optimism, overconfidence, confirmation bias, dan
illusion of control yang tinggi dalam pengambilan keputusan hutangnya. Berdasarkan hasil
penelitian Santoso (2009) dan Marbun (2010), fokus penelitian ini pada kategori bias yang
dikaitkan dengan pengambilan keputusan pembelian produk asuransi jiwa.
Bias merupakan kecenderungan kesalahan prediksi (Shefrin, 2007). Aspek bias
merupakan salah satu aspek yang cenderung menghasilkan keputusan yang tidak menjamin
ketepatan secara mutlak. Pengambil keputusan memiliki kemungkinan untuk mengambil
keputusan yang salah. Nofsinger (2005) menekankan bahwa bias yang diakibatkan faktor
3
psikologis menghambat kemampuan seseorang dalam membuat keputusan keuangan yang baik.
Bias mengakibatkan kesalahan prediksi karena membuat orang salah dalam memperhitungkan
risiko yang dapat terjadi. Bias dapat digolongkan menjadi empat, yaitu excessive optimism,
overconfidence, confirmation bias, dan illusion of control Shefrin (2007).
Penelitian Taroreh (2011) pada pegawai UKSW menunjukkan bahwa pegawai UKSW
cenderung mengalami illusion of control dalam pembelian asuransi jiwa. Nofsinger (2005)
mengemukakan jika terdapat enam indikator yang memicu terjadinya perkembangan illusion of
control antara lain pilihan, urutan hasil, kefamiliaran tugas, informasi, keterlibatan aktif, dan
kesuksesan masa lalu. Keenam faktor tersebut terbukti ditemui pada responden yang dijadikan
sampel penelitian dengan faktor pilihan, urutan hasil, kefamiliaran tugas, keterlibatan aktif
tergolong dalam range tinggi. Sedangkan informasi dan kesuksesan masa lalu berada dalam
range sedang. Adanya illusion of control dalam pengambilan keputusan pembelian produk
asuransi jiwa, berarti dalam mengambil keputusannya sering mengedepankan faktor perasaan
dan psikologis daripada rasio sehingga menghasilkan keputusan yang bias. Kecenderungan
faktor illusion of control pada sampel yang diteliti berada pada tingkat yang tinggi berarti para
pegawai UKSW merasa dapat mengontrol atau paling tidak mempengaruhi hasil pembelian
asuransi jiwanya, tetapi pada kenyataannya tidak demikian.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Taroreh
(2011), tetapi penelitian ini akan melihat secara menyeluruh dari aspek bias psikologis yang
dapat digolongkan menjadi empat, yaitu excessive optimism, overconfidence, confirmation bias,
dan illusion of control, yang dikaitkan dengan pengambilan keputusan pembelian produk
asuransi jiwa pada pegawai akademik UKSW (tenaga pengajar). Berdasarkan latar belakang
yang telah diuraiakan maka masalah yang hendak dijawab dalam studi ini adalah: aspek bias apa
4
yang mendominasi psikologis pegawai akademik UKSW sewaktu pengambilan keputusan
pembelian produk asuransi jiwa?
Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis
Asuransi
Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian risiko yang dilakukan dengan cara
mengalihkan/transfer risiko dari satu pihak ke pihak lain dalam hal ini adalah perusahaan
asuransi. Menurut UU No.2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, asuransi atau
pertanggungan adalah: Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seorang yang dipertanggungkan.
Perusahaan asuransi jiwa adalah perusahaan asuransi yang bidang usahanya risiko
keuangan sebagai akibat dari kematian orang-orang yang dipertanggungkan jiwanya
Djojosoedarso (1999). Sedangkan Rosefsky dalam Taroreh (2011) menggolongkan asuransi jiwa
menjadi empat. Pertama yaitu Permanent Insurance, merupakan asuransi yang perjanjiannya
bersifat permanen di mana pembayaran preminya tetap; kedua: Term Insurance merupakan
asuransi yang perjanjiannya bersifat sementara dan apabila jangka waktu perjanjian telah habis
sedangkan pembeli asuransinya masih hidup maka pemegang polis asuransi tidak dapat menarik
uangnya kembali: ketiga: Universal Life Insurance merupakan asuransi yang perjanjiannya dapat
diperbaharui secara periodik dan terdapat unsur investasi; dan keempat: anuitas merupakan
5
asuransi yang memiliki jangka waktu tertentu di mana pemegang polis wajib membayar
sejumlah uang kepada perusahaan asuransi dan di masa akan datang, selama jangka waktu
tertentu pula perusahaan asuransi tersebut wajib membayar sejumlah uang kepada pihak
pemegang polis asuransi.
Aspek Bias
Marbun (2010) menyatakan bahwa aspek psikologis berperan dalam membentuk perilaku
individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut dalam melakukan pengambilan keputusan
yang berbeda dari asumsi teori ekonomi, yaitu individu akan membuat keputusan yang rasional,
padahal sebenarnya individu tidak selalu sepenuhnya rasional. Perilaku yang tidak sepenuhnya
rasional tersebut tidak lepas dari pengaruh perasaan dan sikap seseorang.
Shefrin (2007) mengemukakan bahwa aspek bias merupakan gejala psikologis yang ada
dalam diri masing-masing individu yang dapat berakibatkan seseorang mengambil keputusan
yang salah. Bias yang diakibatkan faktor psikologis menghambat kemampuan seseorang dalam
membuat keputusan keuangan yang baik (Nofsinger, 2005), salah satunya yaitu keputusan untuk
membeli produk asuransi.
Aspek bias memiliki 4 (empat) jenis kategori menurut Shefrin (2007) yaitu :
1.
Excessive optimism (optimis yang berlebihan): Seseorang berharap secara berlebihan
akan memperoleh hasil yang sesuai dengan keinginan dan tidak mengharapkan beroleh
hasil yang sebaliknya.
2.
Overconfidence (kepercayaan diri yang berlebihan): Seseorang terlalu percaya bahwa
pandangannya tepat dan yakin bahwa dirinya memiliki kemampuan dan pengetahuan di
atas rata-rata.
3.
Confirmation bias (penyimpangan konfirmasi): Seseorang hanya akan menggunakan
6
informasi yang sesuai dengan pandangannya dan mengabaikan informasi yang tidak
sesuai dengan pandangannya.
4. Illusion of control (kendali ilusi): Seseorang merasa mampu mengendalikan hasil dari
keputusan yang diambilnya.
Cassar dalam Marbun (2010) menyatakan bahwa excessive optimism paling sering terjadi
pada pengusaha yang baru memulai usahanya, pengusaha sangat yakin akan pasti memperoleh
keberhasilan dalam kegiatan operasional bisnis mereka. Hal ini juga bisa terjadi pada keluarga
yang baru pertama kali membeli produk asuransi, keluarga sangat yakin akan pasti memperoleh
keberhasilan mendapatkan proteksi dari perusahaan asuransi yang dipilihnya.
Nofsinger (2005) menjelaskan bahwa overconfidence berasal dari dua sumber psikologis,
yaitu ilusi pengetahuan (illusion of knowledge) dan ilusi kendali (illusion of control). Ilusi
pengetahuan merupakan kondisi dimana seseorang merasa lebih percaya diri atas ramalan atau
prediksinya disebabkan memiliki banyak informasi. Semakin baru informasi yang diperoleh akan
membuatnya merasa mempunyai kendali atas hasil yang akan diperolehnya. Sedangkan ilusi
kendali adalah keadaan dimana orang sering mempercayai bahwa mereka telah mempengaruhi
hasil yang diperoleh dari peristiwa yang tak terkendali. Shefrin (2007) mengungkapkan bahwa
overconfidence merupakan kesalahan prediksi mengenai seberapa baik seseorang memahami
kemampuan dan batas pengetahuannya. Overconfidence dan excessive optimism seringkali
berjalan beriringan, tetapi itu adalah dua hal yang tidak sama. Seseorang bisa jadi pesimis, tetapi
juga overconfidence. Venter dan Michayluk dalam Marbun (2010) mengungkapkan mayoritas
orang cenderung menilai lebih kemampuan, dan mereka menganggap kemampuan mereka di atas
rata-rata. Overconfidence sebenarnya merupakan bias dari rasa optimisme (Santoso, 2009).
7
Phung dalam Marbun (2010) menyatakan bahwa confirmation bias dalam diri seseorang
membuat seseorang yang bersangkutan cenderung memilih dan menaruh perhatian lebih pada
informasi yang mendukung opini mereka, sementara itu mereka mengabaikan informasi yang
bertentangan dengan opini mereka. Dalam pengambilan keputusan pembelian produk asuransi,
keluarga yang mengalami confirmation bias akan mengambil informasi mengenai produk
asuransi yang sesuai dengan pandangannya sebanyak mungkin, serta mengabaikan informasi
yang tidak mendukung pendapatnya.
Terdapat 6 (enam) hal yang memicu terjadinya perkembangan illusion of control antara
lain pilihan, urutan hasil, kefamiliaran tugas, informasi, keterlibatan aktif, dan kesuksesan masa
lalu (Nofsinger, 2005). Hal ini berarti semakin aktif keluarga dalam membuat pilihan terhadap
asuransi dalam arti terlibat aktif dalam menentukan pilihan asuransinya, maka keluarga akan
lebih yakin memperoleh suatu keberhasilan dari apa yang telah dipilihnya. Cara atau proses
mendapatkan hasil (urutan hasil) mempengaruhi illusion of control. Hasil positif yang lebih awal
membuat keluarga memiliki illusion of control yang lebih besar dari pada yang bisa diberikan
hasil negatif. Semakin familiar keluarga dengan asuransi, maka semakin besar kontrol yang
keluarga rasakan dalam keputusan pembelian asuransi tersebut. Semakin banyak informasi
mengenai asuransi yang didapatkan, illusion of control juga semakin besar. Saat keluarga terlibat
aktif dalam pengambilan keputusan pembelian produk asuransi, maka perasaan memegang
kontrol juga secara proporsional menjadi semakin besar, sehingga keluarga yang mengambil
keputusan pembelian asuransi merasa yakin akan mendapatkan proteksi yang diinginkannya.
Selain itu, perkembangan illusion of control juga dipengaruhi oleh kesuksesan masa lalu.
Semakin banyak kesuksesan yang dialami keluarga, maka mereka akan menyebutnya sebagai
hasil dari kemampuan mereka sendiri, bahkan faktor keberuntunganlah yang sebenarnya banyak
8
terlibat. Keluarga yang sebelumnya pernah membeli asuransi dan dapat dikatakan berhasil dalam
artian merasa terproteksi, maka akan memiliki illusion of control apabila melakukan
pengambilan keputusan pembelian asuransi lagi. Studi psikologi menemukan bahwa
meningkatnya kontrol yang dirasakan juga akan membuat excessive optimism meningkat
(Shefrin, 2007).
Studi Taroreh (2011) pada pegawai UKSW mengemukakan bahwa pegawai UKSW
memiliki aspek illusion of control dalam pengambilan keputusan pembelian produk asuransi
jiwa. Adanya illusion of control dalam pengambilan keputusan pembelian produk asuransi jiwa,
berarti dalam mengambil keputusannya sering mengedepankan faktor perasaan dan psikologis
daripada rasio sehingga menghasilkan keputusan yang bias. Kecenderungan faktor illusion of
control pada sampel yang diteliti berada pada tingkat yang tinggi berarti para pegawai UKSW
merasa dapat mengontrol atau paling tidak mempengaruhi hasil pembelian asuransi jiwanya,
tetapi pada kenyataannya tidak demikian.
Metode Penelitian
Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui metode survey dengan membagikan
kuesioner kepada pegawai akademik UKSW. Teknik yang digunakan dalam pengambilan
sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling, dengan kriteria pegawai akademik
UKSW yang memiliki pengalaman atau pernah membeli produk asuransi jiwa dan bersedia
menjadi responden. Responden yang terkumpul berjumlah 43 orang.
9
Pengukuran konsep
Konsep yang akan diukur dalam penelitian ini adalah aspek bias dalam pengambilan
keputusan pembelian produk asuransi jiwa. Konsep diukur pada aras pengukuran interval dengan
menggunakan likert scale.
Skor untuk tiap pilihan jawaban adalah sebagai berikut :
SS
S
KS
TS
STS
: Sangat Setuju
: Setuju
: Kurang Setuju
: Tidak Setuju
: Sangat Tidak Setuju
=5
=4
=3
=2
=1
Tabel 1. Pengukuran Konsep Aspek Bias
Konsep
Excessive
Optimism
Definisi Konsep
Suatu jenis penyimpangan yang menyebabkan seberapa
seringnya orang menaksir terlalu tinggi terhadap hasil
yang baik dan menganggap remeh hasil yang kurang baik
dari pengalaman yang mereka dapat.
Overconfidence
Suatu jenis penyimpangan yang menyebabkan seberapa
seringnya orang membuat kesalahan karena kepercayaan
diri mereka sendiri yang terlalu berlebihan dan
menganggap kemampuan diri sendiri yang paling baik.
Confirmation
Bias
Suatu jenis penyimpangan yang menyebabkan seseorang
lebih suka mendengar anggapan atau pendapat dari orang
yang sejalan dengan pemikirannya. Sehingga akan lebih
mempertimbangkan informasi yang sesuai dengan
pendapat pribadi.
Indikator
Berkeyakinan akan
mendapatkan keuntungan yang
tinggi dari investasi asuransi
jiwa yang dipilihnya.
2. Berkeyakinan bahwa asuransi
jiwa yang dipilihnya bermanfaat
bagi keluarganya.
3. Berkeyakinan bahwa asuransi
jiwa yang dipilihnya dapat
memberikan hasil yang lebih
baik dimasa mendatang.
4. Berkeyakinan bahwa premi dari
asuransi jiwa yang dipilihnya
dapat berjalan dengan lancar.
1. Percaya dengan kemampuan
diri sendiri dalam menentukan
produk asuransi jiwa.
2. Terlalu percaya diri akan
mendapatkan hasil yang
optimal.
3. Tidak memperdulikan
masukkan dari orang lain.
1. Tidak suka mendengarkan
pendapat dari orang yang
bertentangan dengan
pemikirannya.
2. Menggunakan informasi yang
diberikan oleh orang yang
sejalan dengan pemikirannya
sebagai bahan pertimbangan.
3. Lebih memperhatikan
masukkan atau pendapat orang
yang sesuai dengan
pendapatnya.
4. Cenderung mengesampingkan
1.
10
Illusion
Control
of
Suatu penyimpangan yang menyebabkan seseorang
merasa
seakan-akan
ia
dapat
mengendalikan
lingkungannya, padahal sebenarnya tidak.
1.
2.
3.
4.
informasi yang tidak sesuai
dengan pemahamannya.
Berkeyakinan bahwa mampu
memilih asuransi jiwa yang
terbaik.
Berkeyakinan bahwa asuransi
jiwa yang dipilihnya bisa
memberikan proteksi yang
lebih baik.
Beranggapan bahwa sudah
tidak asing lagi dengan produk
asuransi jiwa sehingga akan
mendapatkan proteksi yang
diinginkan.
Yakin pada keputusannya
sendiri tanpa perlu meminta
masukkan dari orang lain.
Sumber : Santoso, J. S., (2009)
Teknik Analisis
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini akan dilakukan secara deskriptif kualitatif.
Sedangkan klafisikasi tingkatan bias diukur dengan nilai rata-rata menjadi 2 kategori,yaitu bias
tinggi dan bias rendah.
Adapun penentuan interval kategori kelas (I) adalah sebagai berikut :
I=
����−���
�
…….………………………………………(1)
=
5−
=
Interval kategori jawaban yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Tabel 2. Definisi dan Range Setiap Variabel
Interval rata-rata jawaban
1,00 – 3,00
3,01 – 5,00
Interpretasi
Rendah
Tinggi
Analisis Data
Gambaran Umum Responden
Responden dalam penelitian merupakan pegawai Akademik UKSW yang menjadi
nasabah perusahaan asuransi jiwa dan bersedia menjadi responden. Berdasarkan kuesioner yang
11
dibagikan kepada responden tersebut, diperoleh gambaran umum responden meliputi karateristik
responden seperti jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, lama bekerja di UKSW, dan lama
menjadi nasabah.
Tabel 3. Gambaran Umum Responden
Karakteristik Responden
Frekuensi
Ukuran Sampel
43
A. Jenis Kelamin :
Laki-laki
28
Perempuan
15
B. Usia (tahun) :
24-33
2
34-43
23
44-53
11
≥ 54
7
C. Pendidikan :
S1
3
S2
30
S3
9
Profesor
1
D. Lama Bekerja di UKSW