d adp 029709 chapter1
1
BAB I
PENDAHULUAN
Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada
berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu hal yang
sangat penting dan besar artinya bagi bangsa yang sedang membangun. Pembangunan
fisik tanpa diikuti dengan pembangunan manusianya akan menjadi sia-sia, demikian pula
sebaliknya. Kedua jenis pembangunan ini harus dilaksanakan secara serentak. Jika
pembangunan fisik ditujukan untuk menciptakan sarana kesejahteraan dan kemakmuran
bagi setiap warga negara, maka pendidikan ditujukan untuk menciptakan manusiamanusia pembangunan yang bertanggung jawab dan sadar akan hak-hak serta
kewajibannya terhadap kelangsungan hidup bangsanya.
Pada awal abad XXI ini, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga
tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia
pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan
yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global, dunia pendidikan dituntut
untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam
pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu
dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat
mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman
kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi
masyarakat. Ditambah dengan kenyataan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih
sangat kurang baik.
Manajemen pendidikan nasional secara keseluruhan mulai mengalami perubahan.
Manajemen yang bersifat sentralistis mulai mengarah pada manajemen demokratisasi dan
2
desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Manajemen pendidikan yang sentralistis
tersebut, telah menyebabkan kebijakan yang seragam yang tidak dapat mengakomodir
perbedaan keragaman/kepentingan daerah / sekolah / peserta-didik, mematikan partisipasi
masyarakat dalam proses pendidikan, serta mendorong terjadinya pemborosan dan
kebocoran alokasi anggaran pendidikan.
Atas berbagai permasalahan pendidikan tersebut, melalui Propenas 1999-2004,
dibuat arah kebijakan perbaikan sistem pendidikan yang juga tercermin dari alokasi dana
yang diberikan dalam anggaran pemerintah. Arah kebijakan pembangunan pendidikan
pada 2004, diarahkan untuk meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan pendidikan
dengan mengutamakan upaya pencapaian target Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun
yang memberikan perhatian lebih besar pada kelompok miskin, penduduk yang tinggal di
daerah pedesaan, dan pada daerah-daerah serta Kawasan Indonesia yang memiliki
partisipasi pendidikan dibawah rata-rata nasional.
Hal ini dilakukan melalui penyediaan sarana dan prasarana pendidikan,
penyediaan berbagai pendidikan alternatif, beasiswa bagi masyarakat miskin, dan
bantuan biaya operasional pendidikan bagi sekolah miskin yang pelaksanaannya tetap
memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dan dengan melibatkan partisipasi aktif
masyarakat.
Menurut Oji Mahroji, Kepala Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Kota Bandung,
jumlah siswa di Kota Bandung mulai SD hingga SMA pada saat ini mencapai 454 ribu
orang. Dari data tersebut, sedikitnya 67.250 siswa SD, SMP, SMA dan SMK di Kota
Bandung mengalami drop out atau putus sekolah karena alasan ekonomi dan beberapa
sebab lainnya. Jumlah siswa yang dapat mengalami putus sekolah tersebut tingkat SD
sekitar 30 ribu siswa, SMP 22 ribu siswa, SMA 7.000 siswa dan SMK sebanyak 7.000
siswa. Menurut data tahun 2006, jumlah siswa SD putus sekolah di Kota Bandung 50
3
siswa, SMP 150 siswa dan SMA sebanyak 520 siswa. “Setiap tahun angka putus sekolah
cenderung menurun. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat
dan program bantuan dari APBD cukup berperan menurunkan angka putus sekolah,” kata
Oji. (http://www.banjarmasinpost.co.id/content/view/1373/86).
Berkaitan dengan prasarana pendidikan, Direktur Pendidikan Lanjutan Pertama
Depdiknas Sungkowo menjelaskan, sejak tahun 1998, Depdiknas sudah mencatat
berbagai kerusakan infrastruktur sekolah. Secara nasional di Indonesia, kondisi gedung
sekolah dasar (SD) rusak berat yang tercatat mencapai 172.030 ruang belajar. Untuk
memperbaiki kerusakan infrastruktur itu, Depdiknas sudah melakukan berbagai program
perbaikan ruang kelas, mebel, dan perpustakaan yang dimulai tahun 1999. Berbagai
usaha dilakukan tetapi dirasa belum banyak mengurangi jumlah gedung SD yang rusak
berat, karena kerusakan sekolah terus terjadi ketersediaan dana pemeliharaan yang sangat
terbatas. (http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/5914)
Menurut Gubernur Jawa Barat, perbaikan sekolah dilakukan secara terus menerus
di wilayah Jawa Barat dan target rehabilitasi pada tahun 2008 adalah sebanyak 5.899
ruangan dengan total anggaran Rp. 225 Milliar. Target ini meliputi SD sebanyak 4472
kelas, MI sebanyak 723 kelas, SMP sebanyak 504 kelas dan MTs sebanyak 200 kelas.
Pada saat ini sekitar 2263 ruang kelas di Kota Bandung dalam kondisi rusak dan
639 sekolah diantaranya termasuk kategori sekolah rusak total, rusak berat dan rusak
sedang. Sedangkan sisanya sebanyak 1624 sekolah termasuk rusak ringan. Diharapkan
perbaikan sekolah-sekolah tersebut dapat diselesaikan tahun 2010 menurut Henry Pantas
Panggabean, Anggota Panitia Anggaran (Pangar) DPRD Kota Bandung. (Pikiran rakyat,
1 April 2009)
Pada saat ini pemerintah melalui berbagai program dan sumber pendanaan telah
dan terus melakukan perbaikan gedung sekolah dan pembuatan sekolah baru terutama
4
untuk menunjang usaha meningkatkan mutu pembelajaran dan penuntasan program wajib
belajar 9 tahun, meskipun masih terdapat banyak kendala.
Realisasi kebijakan peningkatan mutu pembelajaran dan penuntasan wajib belajar
adalah adanya program-program pokok antara lain rehabilitasi SD/MI, pembangunan
unit sekolah baru (USB) dan ruang kelas baru (RKB) bagi SMTP/Mts,
disamping
kegiatan menyelenggarakan pendidikan alternatif seperti SD satu guru, SD kecil dan
SMP/MTs Terbuka untuk memberikan pelayanan bagi anak yang tidak dapat mengikuti
pendidikan reguler, pemberian beasiswa bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang
mampu, serta pemberian bantuan khusus sekolah
yang ditujukan untuk mendorong
sekolah dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan kualitas outcomes.
Fasilitas sekolah merupakan salah satu bagian penting dalam keberhasilan suatu
pembelajaran sekolah. Fasilitas harus memadai dan sejalan dengan kebutuhan sekolah
dalam kerangka untuk mencapai mutu pendidikan yang diinginkan. Kondisi tersebut
dapat menimbulkan berbagai permasalahan antara lain :
Target penuntasan wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan oleh Pemerintah
belum / sulit tercapai.
Kualitas lulusan sekolah dasar masih belum optimal, hal ini terlihat dari
nilai NEM sekolah dasar yang masih rendah.
Lulusan sekolah dasar yang masih tidak dapat mengikuti perkembangan
jaman terutama ditinjau dari segi teknologi.
Angka putus sekolah masih terus harus ditekan. Hal ini disebabkan selain
karena permasalahan ekonomi, juga karena keterbatasan jumlah dan
kualitas sekolah yang ada.
Keterbatasan fasilitas sekolah ditinjau dari segi ketersediaan dan kualitas yang
kurang baik dapat menyebabkan proses pembelajaran sekolah terganggu. Contoh:
5
keterbatasan jumlah ruang kelas sekolah yang merupakan salah satu prasarana penting
dalam proses belajar mengajar sekolah dasar masih jauh dari kebutuhan. Oleh karena itu
fasilitas sekolah akan mempengaruhi hasil pembelajaran di sekolah dan akan
mempengaruhi mutu pembelajaran.
Dengan latar belakang dan kondisi lapangan seperti dijelaskan diatas, maka
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terkait dengan bagaimana manajemen
fasilitas perlu dilakukan sekolah dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan.
Salah satu hal yang mempengaruhi keberhasilan mutu pembelajaran sekolah dasar
adalah dilakukannya proses manajemen sekolah yang baik. Manajemen ini menyangkut
berbagai hal diantaranya adalah manajemen fasilitas sekolah.
Berdasarkan latar belakang masalah serta penjelasan diatas, maka fokus
permasalahan pada penelitian ini adalah adanya hubungan antara keberhasilan mutu
pembelajaran sekolah dasar dengan pengelolaan atau manajemen fasilitas sekolah. Hal
ini menarik bagi peneliti untuk meneliti lebih jauh mengenai rumusan masalah tersebut,
dan untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai masalah ini, maka peneliti
menformulasikan permasalahan penelitian tersebut pada pertanyaan penelitian
berikut :
1. Bagaimana fasilitas yang ada mendukung implementasi kurikulum yang diwujudkan
dalam bentuk tuntutan kebutuhan kegiatan belajar mengajar?
2. Bagaimana mutu layanan pembelajaran dikaitkan dengan ketersediaan fasilitas yang
tersedia?
3. Bagaimana mengoptimalisasikan penggunaan fasilitas sehingga dapat meningkatkan
mutu pendidikan?
4. Bagaimana keberlanjutan ketersediaan fasilitas dengan operasional sekolah di masa
mendatang?
6
Peneliti bermaksud untuk mendeskripsi, mengkaji dan menganalisis berbagai
faktor manajemen fasilitas sekolah dasar yang terkait dengan tingkat mutu pembelajaran
sekolah dasar di sekolah dasar pada wilayah kota Bandung dan Kota Cimahi.
Adapun tujuan penelitian ini adalah mempelajari, mengidentifikasi, mengkaji
dan menganalisis berbagai faktor yang terkait dengan manajemen fasilitas sekolah dasar
untuk mendukung keberhasilan pencapaian mutu pembelajaran sekolah dasar khususnya
dalam hal :
1. Menganalisis keterkaitan antara fasilitas sekolah dasar dengan kurikulum.
2. Menganalisis keterkaitan antara fasilitas sekolah dasar dengan mutu pembelajaran.
3. Menganalisis optimalisasi penggunaan fasilitas terkait dengan mutu pendidikan.
4. Menganalisis
keterkaitan
ketersediaan
fasilitas
pada
pengembangan
mutu
pembelajaran sekolah di masa mendatang.
Keluaran dari penelitian ini diharapkan dapat membantu para pengambil
keputusan pada masing-masing sekolah dan dinas pendidikan untuk menyusun rencana
pemanfaatan dan pengembangan fasilitas sekolah dengan lebih baik pada saat ini dan di
masa mendatang.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada
pengayaan khasanah penelitian empirik dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
pelaku manajemen di sekolah dan kantor dinas pendidikan untuk memanfaatkan dan
mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan secara optimal.
7
Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam menentukan
kebijakan pengelolaan berbagai fasilitas yang ada di sekolah, sehingga dapat
meningkatkan mutu / kualitas pembelajaran di sekolah dasar.
Pada saat ini pendidikan nasional masih dihadapkan beberapa permasalahan yang
menonjol seperti yang dikemukakan oleh Yahya A. Muhaimin antara lain : “(1) masih
rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; (2) masih rendahnya mutu dan relevansi
pendidikan; dan (3) masih lemahnya manajemen pendidikan” (Jalal, 2001:56).
Permasalahan pokok di atas, merupakan permasalahan yang terjadi pada banyak
daerah. Untuk mengantisipasinya telah banyak dikeluarkan kebijakan pendidikan yang
mengarah kepada pemecahan masalah pokok di atas. Sebagai contoh, salah satu
kebijakan strategis adalah penetapan visi suatu kota sebagai jasa pelayanan terpadu di
bidang perdagangan, pendidikan dan kesehatan. Sebagai konsekuensi ditetapkannya
sebagai kota jasa pendidikan harus didukung oleh sektor lainnya bagaimana kondisi
ruang yang telah terbangun khususnya sarana pendidikannya bagaimana sarana
pendukungnya transportasi jalan dan banyak variabel lainnya, kemudian aspek
perencanaan yang meliputi arah kebijakan pengembangan wilayah perdagangan,
pendidikan, kesehatan, industri, pemukiman dan sebagainya. Konsepsi tersebut tertuang
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.
Model pendidikan sekolah secara umum dapat dilihat pada Gambar 1 dan
kerangka pikir penelitian pada disertasi ini dapat dilihat pada Gambar 2 . Kerangka pikir
penelitian didasarkan pada masukan (input), proses (kegiatan belajar mengajar) dan
keluaran (output) sekolah dasar yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal antara lain
kepemimpinan, keuangan, sarana dan prasarana dan faktor-faktor eksternal sekolah
8
seperti budaya, sosial dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi
keberhasilan sekolah dalam mencetak kualitas siswa. Pada kerangka pikir ini terlihat
secara jelas faktor-faktor yang mempengaruhi mutu lulusan yaitu dimulai dari adanya
anak atau siswa yang melalui proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan diri
secara baik. Agar proses belajar mengajar ini dapat berjalan dengan baik, maka
diperlukan faktor-faktor pendukung, antara lain adalah sarana dan prasarana pendidikan
yang memadai.
Sarana dan prasarana yang baik menurut penilaian dari berbagai aspek, akan dapat
mendukung kegiatan belajar mengajar secara baik, artinya kemampuan anak akan dapat
dikembangkan secara optimal dimana dapat digali semua potensi yang dimiliki anak.
9
Kepemimpinan
dan
manajemen
Organisasi
budaya
Visi dan Misi
Sekolah
Lingkungan
eksternal
dan
INPUT
PROCESS
OUTPUT
Calon Siswa
Pembelajaran
Kualitas Ssiswa
Lulusan
Instrumental
INPUT
INFORMASI
KEUANGAN
SUMBER DAYA
MANUSIA
Gambar 1 Model Umum Pendidikan Sekolah
SARANA DAN
PRASARANA
Penelitian dilakukan pada beberapa sekolah dasar yang tersebar di kota Bandung
dan Cimahi. Pada penelitian ini akan dilakukan studi banding pada beberapa sekolah di
wilayah Jawa Barat.
KURIKULUM
TEACHING
SOSIAL
BUDAYA
PENGETAHUAN
FISIK
KEMAMPUAN
ETIKA & NILAI
IQ
KOMUNIKASI
EMOTIONAL
PENGERTIAN
PEMAHAMAN
KOMPETENSI
TINGKAH LAKU
Instrumental
ANAK /
SISWA
AKTIVITAS
BY DESIGN
(LEARNING)
KEBUTUHAN
SPESIFIKASI
FASILITAS PENDIDIKAN
SARANA
PERENCANAAN
PENGADAAN
KETERSEDIAAN
KUALITAS
Gambar 2 Kerangka Pikir Penelitian
PRASARANA
PENGATURAN PEMANFAATAN
PEMELIHARAAN
KENYAMANAN
KEINDAHAN
BAB I
PENDAHULUAN
Era globalisasi menyebabkan terjadinya perubahan yang sangat cepat pada
berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu hal yang
sangat penting dan besar artinya bagi bangsa yang sedang membangun. Pembangunan
fisik tanpa diikuti dengan pembangunan manusianya akan menjadi sia-sia, demikian pula
sebaliknya. Kedua jenis pembangunan ini harus dilaksanakan secara serentak. Jika
pembangunan fisik ditujukan untuk menciptakan sarana kesejahteraan dan kemakmuran
bagi setiap warga negara, maka pendidikan ditujukan untuk menciptakan manusiamanusia pembangunan yang bertanggung jawab dan sadar akan hak-hak serta
kewajibannya terhadap kelangsungan hidup bangsanya.
Pada awal abad XXI ini, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga
tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia
pendidikan dituntut untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan
yang telah dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era global, dunia pendidikan dituntut
untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing dalam
pasar kerja global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu
dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional sehingga dapat
mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman
kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi
masyarakat. Ditambah dengan kenyataan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih
sangat kurang baik.
Manajemen pendidikan nasional secara keseluruhan mulai mengalami perubahan.
Manajemen yang bersifat sentralistis mulai mengarah pada manajemen demokratisasi dan
2
desentralisasi penyelenggaraan pendidikan. Manajemen pendidikan yang sentralistis
tersebut, telah menyebabkan kebijakan yang seragam yang tidak dapat mengakomodir
perbedaan keragaman/kepentingan daerah / sekolah / peserta-didik, mematikan partisipasi
masyarakat dalam proses pendidikan, serta mendorong terjadinya pemborosan dan
kebocoran alokasi anggaran pendidikan.
Atas berbagai permasalahan pendidikan tersebut, melalui Propenas 1999-2004,
dibuat arah kebijakan perbaikan sistem pendidikan yang juga tercermin dari alokasi dana
yang diberikan dalam anggaran pemerintah. Arah kebijakan pembangunan pendidikan
pada 2004, diarahkan untuk meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan pendidikan
dengan mengutamakan upaya pencapaian target Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun
yang memberikan perhatian lebih besar pada kelompok miskin, penduduk yang tinggal di
daerah pedesaan, dan pada daerah-daerah serta Kawasan Indonesia yang memiliki
partisipasi pendidikan dibawah rata-rata nasional.
Hal ini dilakukan melalui penyediaan sarana dan prasarana pendidikan,
penyediaan berbagai pendidikan alternatif, beasiswa bagi masyarakat miskin, dan
bantuan biaya operasional pendidikan bagi sekolah miskin yang pelaksanaannya tetap
memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dan dengan melibatkan partisipasi aktif
masyarakat.
Menurut Oji Mahroji, Kepala Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Kota Bandung,
jumlah siswa di Kota Bandung mulai SD hingga SMA pada saat ini mencapai 454 ribu
orang. Dari data tersebut, sedikitnya 67.250 siswa SD, SMP, SMA dan SMK di Kota
Bandung mengalami drop out atau putus sekolah karena alasan ekonomi dan beberapa
sebab lainnya. Jumlah siswa yang dapat mengalami putus sekolah tersebut tingkat SD
sekitar 30 ribu siswa, SMP 22 ribu siswa, SMA 7.000 siswa dan SMK sebanyak 7.000
siswa. Menurut data tahun 2006, jumlah siswa SD putus sekolah di Kota Bandung 50
3
siswa, SMP 150 siswa dan SMA sebanyak 520 siswa. “Setiap tahun angka putus sekolah
cenderung menurun. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat
dan program bantuan dari APBD cukup berperan menurunkan angka putus sekolah,” kata
Oji. (http://www.banjarmasinpost.co.id/content/view/1373/86).
Berkaitan dengan prasarana pendidikan, Direktur Pendidikan Lanjutan Pertama
Depdiknas Sungkowo menjelaskan, sejak tahun 1998, Depdiknas sudah mencatat
berbagai kerusakan infrastruktur sekolah. Secara nasional di Indonesia, kondisi gedung
sekolah dasar (SD) rusak berat yang tercatat mencapai 172.030 ruang belajar. Untuk
memperbaiki kerusakan infrastruktur itu, Depdiknas sudah melakukan berbagai program
perbaikan ruang kelas, mebel, dan perpustakaan yang dimulai tahun 1999. Berbagai
usaha dilakukan tetapi dirasa belum banyak mengurangi jumlah gedung SD yang rusak
berat, karena kerusakan sekolah terus terjadi ketersediaan dana pemeliharaan yang sangat
terbatas. (http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/5914)
Menurut Gubernur Jawa Barat, perbaikan sekolah dilakukan secara terus menerus
di wilayah Jawa Barat dan target rehabilitasi pada tahun 2008 adalah sebanyak 5.899
ruangan dengan total anggaran Rp. 225 Milliar. Target ini meliputi SD sebanyak 4472
kelas, MI sebanyak 723 kelas, SMP sebanyak 504 kelas dan MTs sebanyak 200 kelas.
Pada saat ini sekitar 2263 ruang kelas di Kota Bandung dalam kondisi rusak dan
639 sekolah diantaranya termasuk kategori sekolah rusak total, rusak berat dan rusak
sedang. Sedangkan sisanya sebanyak 1624 sekolah termasuk rusak ringan. Diharapkan
perbaikan sekolah-sekolah tersebut dapat diselesaikan tahun 2010 menurut Henry Pantas
Panggabean, Anggota Panitia Anggaran (Pangar) DPRD Kota Bandung. (Pikiran rakyat,
1 April 2009)
Pada saat ini pemerintah melalui berbagai program dan sumber pendanaan telah
dan terus melakukan perbaikan gedung sekolah dan pembuatan sekolah baru terutama
4
untuk menunjang usaha meningkatkan mutu pembelajaran dan penuntasan program wajib
belajar 9 tahun, meskipun masih terdapat banyak kendala.
Realisasi kebijakan peningkatan mutu pembelajaran dan penuntasan wajib belajar
adalah adanya program-program pokok antara lain rehabilitasi SD/MI, pembangunan
unit sekolah baru (USB) dan ruang kelas baru (RKB) bagi SMTP/Mts,
disamping
kegiatan menyelenggarakan pendidikan alternatif seperti SD satu guru, SD kecil dan
SMP/MTs Terbuka untuk memberikan pelayanan bagi anak yang tidak dapat mengikuti
pendidikan reguler, pemberian beasiswa bagi siswa yang berasal dari keluarga kurang
mampu, serta pemberian bantuan khusus sekolah
yang ditujukan untuk mendorong
sekolah dalam meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan kualitas outcomes.
Fasilitas sekolah merupakan salah satu bagian penting dalam keberhasilan suatu
pembelajaran sekolah. Fasilitas harus memadai dan sejalan dengan kebutuhan sekolah
dalam kerangka untuk mencapai mutu pendidikan yang diinginkan. Kondisi tersebut
dapat menimbulkan berbagai permasalahan antara lain :
Target penuntasan wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan oleh Pemerintah
belum / sulit tercapai.
Kualitas lulusan sekolah dasar masih belum optimal, hal ini terlihat dari
nilai NEM sekolah dasar yang masih rendah.
Lulusan sekolah dasar yang masih tidak dapat mengikuti perkembangan
jaman terutama ditinjau dari segi teknologi.
Angka putus sekolah masih terus harus ditekan. Hal ini disebabkan selain
karena permasalahan ekonomi, juga karena keterbatasan jumlah dan
kualitas sekolah yang ada.
Keterbatasan fasilitas sekolah ditinjau dari segi ketersediaan dan kualitas yang
kurang baik dapat menyebabkan proses pembelajaran sekolah terganggu. Contoh:
5
keterbatasan jumlah ruang kelas sekolah yang merupakan salah satu prasarana penting
dalam proses belajar mengajar sekolah dasar masih jauh dari kebutuhan. Oleh karena itu
fasilitas sekolah akan mempengaruhi hasil pembelajaran di sekolah dan akan
mempengaruhi mutu pembelajaran.
Dengan latar belakang dan kondisi lapangan seperti dijelaskan diatas, maka
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terkait dengan bagaimana manajemen
fasilitas perlu dilakukan sekolah dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan.
Salah satu hal yang mempengaruhi keberhasilan mutu pembelajaran sekolah dasar
adalah dilakukannya proses manajemen sekolah yang baik. Manajemen ini menyangkut
berbagai hal diantaranya adalah manajemen fasilitas sekolah.
Berdasarkan latar belakang masalah serta penjelasan diatas, maka fokus
permasalahan pada penelitian ini adalah adanya hubungan antara keberhasilan mutu
pembelajaran sekolah dasar dengan pengelolaan atau manajemen fasilitas sekolah. Hal
ini menarik bagi peneliti untuk meneliti lebih jauh mengenai rumusan masalah tersebut,
dan untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai masalah ini, maka peneliti
menformulasikan permasalahan penelitian tersebut pada pertanyaan penelitian
berikut :
1. Bagaimana fasilitas yang ada mendukung implementasi kurikulum yang diwujudkan
dalam bentuk tuntutan kebutuhan kegiatan belajar mengajar?
2. Bagaimana mutu layanan pembelajaran dikaitkan dengan ketersediaan fasilitas yang
tersedia?
3. Bagaimana mengoptimalisasikan penggunaan fasilitas sehingga dapat meningkatkan
mutu pendidikan?
4. Bagaimana keberlanjutan ketersediaan fasilitas dengan operasional sekolah di masa
mendatang?
6
Peneliti bermaksud untuk mendeskripsi, mengkaji dan menganalisis berbagai
faktor manajemen fasilitas sekolah dasar yang terkait dengan tingkat mutu pembelajaran
sekolah dasar di sekolah dasar pada wilayah kota Bandung dan Kota Cimahi.
Adapun tujuan penelitian ini adalah mempelajari, mengidentifikasi, mengkaji
dan menganalisis berbagai faktor yang terkait dengan manajemen fasilitas sekolah dasar
untuk mendukung keberhasilan pencapaian mutu pembelajaran sekolah dasar khususnya
dalam hal :
1. Menganalisis keterkaitan antara fasilitas sekolah dasar dengan kurikulum.
2. Menganalisis keterkaitan antara fasilitas sekolah dasar dengan mutu pembelajaran.
3. Menganalisis optimalisasi penggunaan fasilitas terkait dengan mutu pendidikan.
4. Menganalisis
keterkaitan
ketersediaan
fasilitas
pada
pengembangan
mutu
pembelajaran sekolah di masa mendatang.
Keluaran dari penelitian ini diharapkan dapat membantu para pengambil
keputusan pada masing-masing sekolah dan dinas pendidikan untuk menyusun rencana
pemanfaatan dan pengembangan fasilitas sekolah dengan lebih baik pada saat ini dan di
masa mendatang.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada
pengayaan khasanah penelitian empirik dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
pelaku manajemen di sekolah dan kantor dinas pendidikan untuk memanfaatkan dan
mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan secara optimal.
7
Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam menentukan
kebijakan pengelolaan berbagai fasilitas yang ada di sekolah, sehingga dapat
meningkatkan mutu / kualitas pembelajaran di sekolah dasar.
Pada saat ini pendidikan nasional masih dihadapkan beberapa permasalahan yang
menonjol seperti yang dikemukakan oleh Yahya A. Muhaimin antara lain : “(1) masih
rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; (2) masih rendahnya mutu dan relevansi
pendidikan; dan (3) masih lemahnya manajemen pendidikan” (Jalal, 2001:56).
Permasalahan pokok di atas, merupakan permasalahan yang terjadi pada banyak
daerah. Untuk mengantisipasinya telah banyak dikeluarkan kebijakan pendidikan yang
mengarah kepada pemecahan masalah pokok di atas. Sebagai contoh, salah satu
kebijakan strategis adalah penetapan visi suatu kota sebagai jasa pelayanan terpadu di
bidang perdagangan, pendidikan dan kesehatan. Sebagai konsekuensi ditetapkannya
sebagai kota jasa pendidikan harus didukung oleh sektor lainnya bagaimana kondisi
ruang yang telah terbangun khususnya sarana pendidikannya bagaimana sarana
pendukungnya transportasi jalan dan banyak variabel lainnya, kemudian aspek
perencanaan yang meliputi arah kebijakan pengembangan wilayah perdagangan,
pendidikan, kesehatan, industri, pemukiman dan sebagainya. Konsepsi tersebut tertuang
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah.
Model pendidikan sekolah secara umum dapat dilihat pada Gambar 1 dan
kerangka pikir penelitian pada disertasi ini dapat dilihat pada Gambar 2 . Kerangka pikir
penelitian didasarkan pada masukan (input), proses (kegiatan belajar mengajar) dan
keluaran (output) sekolah dasar yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal antara lain
kepemimpinan, keuangan, sarana dan prasarana dan faktor-faktor eksternal sekolah
8
seperti budaya, sosial dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi
keberhasilan sekolah dalam mencetak kualitas siswa. Pada kerangka pikir ini terlihat
secara jelas faktor-faktor yang mempengaruhi mutu lulusan yaitu dimulai dari adanya
anak atau siswa yang melalui proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan diri
secara baik. Agar proses belajar mengajar ini dapat berjalan dengan baik, maka
diperlukan faktor-faktor pendukung, antara lain adalah sarana dan prasarana pendidikan
yang memadai.
Sarana dan prasarana yang baik menurut penilaian dari berbagai aspek, akan dapat
mendukung kegiatan belajar mengajar secara baik, artinya kemampuan anak akan dapat
dikembangkan secara optimal dimana dapat digali semua potensi yang dimiliki anak.
9
Kepemimpinan
dan
manajemen
Organisasi
budaya
Visi dan Misi
Sekolah
Lingkungan
eksternal
dan
INPUT
PROCESS
OUTPUT
Calon Siswa
Pembelajaran
Kualitas Ssiswa
Lulusan
Instrumental
INPUT
INFORMASI
KEUANGAN
SUMBER DAYA
MANUSIA
Gambar 1 Model Umum Pendidikan Sekolah
SARANA DAN
PRASARANA
Penelitian dilakukan pada beberapa sekolah dasar yang tersebar di kota Bandung
dan Cimahi. Pada penelitian ini akan dilakukan studi banding pada beberapa sekolah di
wilayah Jawa Barat.
KURIKULUM
TEACHING
SOSIAL
BUDAYA
PENGETAHUAN
FISIK
KEMAMPUAN
ETIKA & NILAI
IQ
KOMUNIKASI
EMOTIONAL
PENGERTIAN
PEMAHAMAN
KOMPETENSI
TINGKAH LAKU
Instrumental
ANAK /
SISWA
AKTIVITAS
BY DESIGN
(LEARNING)
KEBUTUHAN
SPESIFIKASI
FASILITAS PENDIDIKAN
SARANA
PERENCANAAN
PENGADAAN
KETERSEDIAAN
KUALITAS
Gambar 2 Kerangka Pikir Penelitian
PRASARANA
PENGATURAN PEMANFAATAN
PEMELIHARAAN
KENYAMANAN
KEINDAHAN