MEMBANGUN KETAHANAN ENERGI PENDUKUNG PERTAHANAN MARITIM MELALUI PEMANFAATAN MIKROALGA SEBAGAI BIODIESEL BAGI MASYARAKAT PESISIR THE DEVELOPING ENERGY SECURITY OF SUPPORTING MARITIME DEFENSE THROUGH THE UTILIZATION MICROALGAE AS BIODIESEL FOR COASTAL COMMU
MEMBANGUN KETAHANAN ENERGI PENDUKUNG PERTAHANAN
MARITIM MELALUI PEMANFAATAN MIKROALGA SEBAGAI
BIODIESEL BAGI MASYARAKAT PESISIR
THE DEVELOPING ENERGY SECURITY OF SUPPORTING MARITIME
DEFENSE THROUGH THE UTILIZATION MICROALGAE AS BIODIESEL
FOR COASTAL COMMUNITIES
Khusnul Khotimah
Program Studi Keamanan Energi, Universitas Pertahanan Indonesia ([email protected])
Abstrak – Sumber daya kelautan sebagai sumber daya energi menjadi salah satu sarana
pembangunan kekuatan maritim dan pemersatu pertahanan wilayah bagi Indonesia. Kondisi
geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah sebagian besarnya perairan,
serta posisi silang yang strategis menjadi sumber fundamental bagi pengembangan energi yang
berkelanjutan melalui pemanfaatan mikroalga sebagai tumbuhan laut yang potensial sebagai
bahan bakar biodiesel, campuran solar bagi masyarakat pesisir Indonesia. Metode penelitian pada
kajian artikel ini menggunakan konsep studi literatur dan observasi penelitian penulis sebelumnya,
yang akan menghasilkan analisis dari tujuan energi sebagai pendukung pertahanan maritim yang
mencakup: (1) pemahaman dengan baik tata pengelolaan dan pengembangan sumber daya energi
kelautan melalui penggunaan biodiesel sebagai energi terbarukan dari tumbuhan laut mikroalga;
(2) terciptanya kesadaran dan kerjasama yang efektif antara masyarakat pesisir, pemerintah serta
industri akan kebesaran sejarah bangsa Indonesia berasal dari penguasaan lautan sebagai sumber
pertahanan dalam membangun ketahanan energi pendukung pertahanan maritim.Kata Kunci : kekuatan maritim, ketahanan energi, mikroalga
Abstract – Marine resources as energy resources become one means the construction of maritime
power and unifying the region’s defense for Indonesia. The geographical condition of Indonesia as an
archipelagic country with the vast majority of territorial waters, as well as a strategic cross position,
becomes a fundamental source for sustainable energy development through the utilization of
microalgae as potential marine plants as biodiesel fuel, a diesel mix for Indonesian coastal communities.
The research method of this study uses the concept of literature study and observation of previous
authors’ research, which will result in an analysis of energy objectives as supporting maritime defense
that includes: (1) a good understanding of the management and development of marine energy
resources through the use of biodiesel as renewable energy marine microalgae; (2) the creation of
effective awareness and cooperation between coastal communities, government and industry will be
the greatness of Indonesian history derived from the control of the oceans as a source of defense in
building energy security to support maritime defense.Keywords: maritime power, energy security, microalgae
Pendahuluan N
egara maritim adalah negara yang mampu memanfaatkan dan menjaga wilayah lautnya. Namun hingga saat ini, paradigma pembangunan di Indonesia masih berfokus pada daratan sebagai pertahanan. Akibatnya terjadi ketimpangan nyata pada pembangunan antara daratan dan lautan, termasuk belum mampunya Indonesia memanfaatkan potensi sumber daya laut tersebut secara maksimal. Oleh karenanya, diperlukan konsep dan strategi untuk membangun Indonesia menjadi sebuah negara maritim yang tangguh dan berdaulat.
Pertahanan kemaritiman Indonesia melalui kepulauannya, kekayaan maritimnya dan kepentingan maritim yang diusung pada periode pemerintahan Joko Widodo, yaitu Global Maritime Fulcrum
(GMF) akan menjadi tantangan nyata bagi
pemerintah sendiri maupun masyarakat dalam pengelolaan, penguatan maupun penjagaan infrastruktur energi melalui pemanfaatan sumber daya sektor maritim 1 . Konsep negara maritim ini juga tidak lepas dari kekuatan pertahanan. Jika pertahanan kuat, kedaulatan negara pun akan terlindungi dari ancaman luar. TNI Angkatan Laut (AL) merupakan salah satu alat negara yang memiliki tugas terkait dengan pengamanan wilayah laut sesuai amanat undang-undang. 2 1 Noivong Thassarany,“Moving Beyond “Hub-and-
Spokes” System: US – ASEAN Non-Traditional Security and Multilateral Cooperation“, (Portugal: Third Global International Studies Conference, 2011), hlm. 3. 2 Marsetio, Sea Power Indonesia (Jakarta: UNHAN,
Kondisi geografis Indonesia sebagai negara maritim, yang memiliki luas wilayah lautan mencapai 7,9 juta km 2 yang terdiri dari 3,1 juta km 2 perairan teritorial,
2,1 juta km 2 perairan laut 12 mil dan 2,7 juta km 2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Keadaan wilayah ini yang menjadikan lebih dari 40 juta masyarakat Indonesia bermukim didaerah pesisir dan mayoritas dari mereka bekerja sebagai nelayan 3 sehingga penggunaan bahan bakar sebagai pemenuhan kebutuhan energi menjadi prioritas penting untuk keberlangsungan hidupnya dalam menunjang perekonomian.
Kebutuhan bahan bakar untuk menggerakan mesin motor sangat dibutuhkan dalam mobilitas perahu. Mulai dari berangkat menuju laut, saat dilaut maupun ketika kembali lagi menuju daratan. Meskipun demikian, faktor kelangkaan bahan bakar yang disebabkan oleh sulitnya akses ke pesisir dan meningkatnya harga bahan bakar minyak, menjadikan nelayan sulit untuk memenuhi kebutuhannya. Selama ini, biaya BBM merupakan 60% dari total ongkos produksi nelayan. Kenaikan harga BBM akan membuat biaya untuk bahan bakar mencapai 80% dari total biaya produksi 4 . Selain itu, wilayah pesisir dan lautan
Indonesia terkenal dengan kekayaan dan 2014), hlm. 3. 3 Pramono, Djoko, Budaya Bahari,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 29. 4 ESDM, Analysis Policy for Mining and Minerals: Perikanan, Subsidi Harga BBM Bagi Nelayan.
(Jakarta: ESDM, 2008), http://www.tekmira.esdm. go.id, diakses pada 3 Februari 2018.
baik sumber daya keanekaragaman hayati
(biodiversity) laut terbesar di dunia karena
memiliki ekosistem pesisir yang khas seperti hutan mangrove, terumbu karang
(coral reefs), dan padang lamun (sea grass beds) maupun sumber daya yang
non hayati (minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan tambang lainnya 5 . Akan tetapi, sebagian besar sumber daya ini belum dimanfaatkan secara ekonomis dan optimal sehingga masyarakat pesisir juga masih hidup dalam kemiskinan.
Pemanfaatan sumber daya laut bertujuan untuk mencukupi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Peluang pengembangansumber daya ini belum sepenuhnya didayagunakan, terutama karena kendala kurangnya pengetahuan, baik yang dasar maupun terapannya. Dalam kaitan ini, nelayan sebagai sumber daya manusia yang langsung bergelut dalam eksploitasi perikanan laut perlu mendapat perhatian yang proposional. Kenyataan bahwa nelayan di Indonesia masih berpendidikan rendah, menempatkan mereka dalam kondisi kemiskinan (Gambar 1).
Hayati di Wiiayah Pesisir Indonesia. (Jakarta: Oseanologi Indonesia . 1977), hlm. 25.
Sumber: Bappenas, Pembangunan Kelautan dalam RPJMN 2015-2019 (Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014), hlm.
14. Dalam situasi demikian, rumah
tangga nelayan akan senantiasa berhadapan dengan tiga persoalan yang sangat krusial dalam kehidupan mereka, yaitu: (1) perjuangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari; (2) terkendalanya pemenuhan kebutuhan pendidikan anak-anaknya, dan (3) terbatasnya akses mereka terhadap jaminan kesehatan. Dengan peningkatan pemanfaatan sumber daya hayati laut sebagai sumber energi, diharapkan kehidupan masyarakat pesisir ikut terangkat pula, melalui terbukanya bidang usaha dan lapangan kerja dalam pemenuhan kebutuhan energi maupun kebutuhan lainnya 6 .
6 Bappenas, Pembangunan Kelautan dalam RPJMN 2015-2019, (Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014), hlm. 14
5 K. Kartawinata dan S. Soemodihardjo, Komunitas
Energi Nasional Sumber: Dewan Energi Nasional (DEN), Ketahanan Energi Indonesia, (Jakarta: Sekjen DEN, 2015), hlm. 9
Pemerintah telah mencanangkan dukungan pencapaian target bauran EBT dalam kebutuhan energi nasional (Gambar 2) dimana penggunaan EBT mencapai 25% dan pada 2050 EBT mencapai 31% 7 pada 2030.
Oleh karena itu, melalui kajian ini akan dianalisis strategi membangun pemahaman tata pengelolaan dan pengembangan sumber daya energi kelautan dari tanaman laut mikroalga menjadi biodiesel. Selain itu, terciptanya peningkatan infrastruktur pendukung pengembangan sumber daya kelautan melalui kerjasama yang efektif antara masyarakat pesisir, pemerintah sebagai perencana dan pelaksana kebijakan, TNI AL sebagai kekuatan pertahanan maritim serta masyarakat pesisir dan industri terkait secara bergotong royong dalam sinergitas antar komponen bangsa.
Pembahasan Ketahanan Energi
Pemerintah mengeluarkan regulasi melalui Peraturan Pemerintah Nomor
79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Regulasi ini memiliki visi misi untuk pengembangan ketahanan energi yang didasarkan pada prinsip keadilan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan agar terciptanya konsep kemandirian dan ketahanan energi nasional (gambar 3). KEN menjadi pedoman dan arah pengelolaan energi nasional untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan 8 .
Gambar 3. Konsep Ketahanan Energi Sumber: Dewan Energi Nasional (DEN), Ketahanan Energi Indonesia, (Jakarta: Sekjen DEN, 2015), hlm.
11. Dewan Energi Nasional (DEN)
dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) mendefinisikan ketahanan energi sebagai suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan 8 Peraturan Pemerintah RI, PP NO 79 Tentang
Kebijakan Energi Nasional, (Jakarta: Sekertariat Negara, 2015), hlm. 3.
7 Dewan Energi Nasional (DEN), Ketahanan Energi Indonesia. (Jakarta: Sekjen DEN, 2015), hlm. 9.
9 (Do) meliputi:
a. Penyusunan Program yang Dalam mewujudkan ketahanan terdiri atas: energi, perlu adanya manajemen energi terorganisasi melalui prinsip-prinsip
1. Target program yang akan manajemen energi (Gambar 4). dilaksanakan
Gambar 4. Konservasi Energi dalam Sistem
2. Strategi yang ingin
Manajemen Energi Target Konservasi dan Data Eksternal Data Internal digunakan Perencanaan Stratejik KOMITMEN Kebijakan Diversifikasi
3. Struktur organisasi dan Sumber Daya Organisasi personel yang diperlukan SISTEM
b. Pelaksanaan Program, terdiri MANAJEMEN ENERGI dari: Perbaikan SOP
1. Meningkatkan kesadaran Penyesuaian Perubahan Reporting Energi Gugus Tugas optimalisasi pemanfaatan Evaluasi dan Monitoring dan efisien antara pemerintah Akuntansi Energi Audit Energi sumber energi secara efektif (Kementerian ESDM,
Sumber: PT. Energy Management Indonesia
Kelautan, Kemaritiman,
(Persero), Pengantar Manajemen Energi, (Jakarta: Kementerian Perindustrian, 2011), hlm.7.
industri pengembang dan masyarakat pesisir) Tahapan manajemen energi sebagai 10
2. Melakukan pelatihan berikut : pengembangan program oleh masyarakat pesisir yang
1. Perencanaan Energi (Plan), meliputi: secara langsung akan turut a. Pemilihan atau penetapan berperan dalam pelaksanaan target tujuan manajemen energi program.
b. Penentuan strategi untuk
3. Melakukan uji coba rencana tujuan : pelaksanaan program yang
1. identifikasi situasi kebutuhan sudah ditetapkan penggunaan energi
4. Melakukan pengarahan,
2. Dana yang diperlukan pengawasan dan monitoring uji coba berkerjasama
3. Teknologi yang diperlukan dengan instansi terkait.
4. Organisasi yang diperlukan
5. Menyiapkan peralatan dan 9 teknologi pendukung
Dewan Energi Nasional (DEN), 10 op.cit, hlm. 11.
Marpaung, Parlindungan, Persiapan Proses Audit Energi, (Jakarta: Himpunan Ahli Konservasi Energi, 2014), hlm 12. meliputi kegiatan: sosial, serta pertahanan dan keamanan suatu negara, termasuk kekuatan a. pengelolaan energi yang efektif 11 pertahanan maritim sehingga dengan dan efisien. terwujudnya ketahanan energi, maka
b. Menumbuhkan jiwa wirausaha akan menunjang kekuatan pertahanan pengembangan Energi Baru maritim. Terbarukan (EBT) dari potensi sumber daya laut.
Pertahanan Maritim
4. Perbaikan dan Penyesuaian (Action), terdiri atas: Posisi geografis Indonesia yang terletak pada posisi silang dunia antara Samudera
a. Grade prioritas dari hasil
Hindia dan Samudera Pasifik serta di monitoring dan perlakuan. antara benua Asia dan Australia, secara
b. Fokus monitoring dan analisis alamiah menjadikan wilayah perairan implementasi pemenuhan
Indonesia sebagai salah satu jalur kebutuhan energi yang utama perdagangan dunia sebagai Sea tercukupi.
Lanes of Trade (SLOT) dan Sea Lanes of Comunication
(SLOC). Dengan konstelasi dan kondisi geografis yang memiliki Ketahanan energi merupakan salah sumber kekayaan alam berlimpah, di satu satu bagian ketahanan nasional (gambar sisi memberi manfaat bagi kesejahteraan 5). bangsa, namun di sisi lain mengandung
Gambar 5. Energi dalam Ketahanan Nasional
kerawanan hadirnya kepentingan negara lain yang dapat mengganggu kedaulatan, keutuhan, keamanan dan keselamatan bangsa. Potensi kerawanan tersebut tentu saja harus diantisipasi dan disikapi dengan membangun pertahanan negara yang mampu menghadapi berbagai bentuk ancaman pada masa damai 12 maupun masa perang .
Sumber: Dewan Energi Nasional (DEN), Ketahanan
Pertahanan maritim merupakan Energi Indonesia, (Jakarta: Sekjen DEN, 2015), hlm.
98.
pertahanan dalam pengusaaan terhadap laut. Dalam pertahanannya, Indonesia masih menjadi negara kelautan
Peranan energi menjadi sangat bukan kemaritiman. Negara maritim krusial karena perannya yang sangat 11 penting dalam roda politik dan
Dewan Energi Nasional (DEN), 12 op.cit, hlm. 98.
Marsetio, op.cit, hlm. 25. memanfaatkan laut untuk kejayaan negaranya, sedangkan negara kelautan lebih menunjukkan kondisi fisiknya, yaitu negara yang berhubungan, dekat dengan atau terdiri dari laut 13 . Strategi membangun pertahanan maritim antara lain 14 : (a) Terwujudnya mental, perilaku dan kesadaran maritim bangsa Indonesia untuk kembali terjun pada kehidupan yang bervisi maritim dengan membangun jaringan komunikasi di dalam masyarakat Indonesia baik internal maupun eksternal, melalui pendekatan sosial budaya dari para pelaksana; (b) Terwujudnya kebijakan pemerintah yang berorientasi maritim dengan menyamakan cara pandang seluruh lembaga terkait bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan, dimana laut sebagai ruang hidup dan ruang juang masyarakat yang hidup di negara kepulauan melalui pembentukan jaringan kerja budaya, politik, dan ekonomi dalam rangka mendukung proses pembangunan ekonomi maritim; (c) Terwujudnya kelembagaan yang terintegrasi dengan membuat suatu sistem birokrasi kemaritiman satu atap, dan penataan manajemen kelautan guna mengoptimalkan kegiatan perekonomian di bidang maritim dan aksi-aksi yang signifikan dari kementerian atau lembaga yang bergerak di bidang kelautan untuk membangkitkan 13 A. Kadar,
Pengelolaan Kemaritiman Menuju Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, (Jakarta: Pusat Kajian Keamanan Nasonal Universitas Bhayangkara Jakarta. 2015), hlm. 426. 14 Marsetio, op.cit, hlm. 40.
pelaksanaan dan pengaplikasian sistem keamanan laut nasional yang optimal melalui peran dan tugas TNI AL dalam mendukung pembangunan maritim untuk sistem pertahanan yang solid dengan membangun armada maritim yang kuat guna mengendalikan situasi di laut nusantara yang dapat berfungsi sebagai pertahanan lapis dalam guna mengamankan dan mempertahankan keutuhan wilayah negara; (e) pengelolaan transportasi laut; (f) membangun industri berbasis kelautan.
Sudah seharusnya Indonesia saat ini memfokuskan sebagai negara maritim, bukan negara kelautan, yang mampu sepenuhnya memanfaatkan potensi laut secara maksimal, mempunyai jiwa dan pemikiran yang pandai untuk memanfaatkan laut secara keseluruhan dan tidak hanya memanfaatkan fisiknya saja sehingga meminimalisir ketimpangan pembangunan di sektor laut dan membangun paradigma pembangunan pertahanan maritim yang optimal melalui penguasaan yang efektif dan ”sea power” yang unggul. Keadaan tersebut juga harus diperkuat kemampuan mempertahankan diri dari segenap ancaman baik dari dalam maupun dari luar melalui kemampuan maritime security yang dibangun melalui ketahanan energi, termasuk optimalisasi sumber daya kelautan 15 .
15 Geoffrey Till, Seapower: A Guide for the Twenty- First Century Cass Series: Naval Policy and History (London: Third Edition Routledge for IISS Adelphi Books), hlm. 115.
Potensi Mikroalga
Potensi sumber daya energi di laut Indonesia yang cukup besar seperti tumbuhan laut Mikroalga yang dikonversi menjadi biodiesel perlu dimanfaatkan secara efisien untuk dapat meningkatkan devisa dari sektor kelautan sebagai solusi membangun ketahanan energi dalam memperkuat pertahanan maritim dari permasalahan meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) yang menjadikan hasil tangkapan ikan dan pendapatan nelayan Indonesia menurun belakangan ini.
Potensi mikroalga di perairan laut Indonesia dapat diamati dari potensi lahan budidaya mikroalga yang tersebar di 26 propinsi di Indonesia. Potensi mikroalga di Indonesia mencakup areal seluas 26.700 ha dengan potensi produksi sebesar 462.400 ton/ tahun 16 . Budidaya alga sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat pesisir di daerah pantai seperti Bali, PP. Seribu, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Maluku. Perkembangan budidaya tersebut mengalami pasang surut akibat masalah pemasaran yang turun naik tidak menentu. 17 Secara tradisional alga telah dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir terutama sebagai bahan pangan, seperti untuk lalapan, sayur, acar, manisan, kue, selain juga dimanfaatkan sebagai 16 R. Dahuri, J. Rais; S.P. Ginting dan M.J. Sitepu,
Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, (Jakarta: Pradnya Paramita. 1996), hlm. 305. 17 Ibid., hlm. 308 18
sebagai komoditas ekspor berkembang pesat pada beberapa dasawarsa terakhir ini. Pemanfaatan alga untuk industri terutama oleh kandungan senyawa kimia didalamnya, khususnya karagenan, agar, dan algin. Karagenan merupakan bahan kimia yang dapat diperoleh dari berbagai jenis alga merah.
Besarnya potensi pemanfaatan alga, juga seharusnya dimanfaatkan dalam pengembangan ketahanan energi, khususnya mikroalga sebagai bahan baku pembuatan biodiesel pengganti solar. Oleh karenanya, budidaya mikroalga dalam tahap kultivasi perlu dilakukan melalui masyarakat pesisir. Budidaya mikroalga ini dapat berkembang di area pesisir Indonesia seperti Pantai Pangandaran, Kepulauan Seribu, Bali, Pulau Samaringa, Pulau Telang, dan Teluk Lampung maupun daerah lainnya.
Gotong royong dalam pembudayaan mikroalga oleh masyarakat sekitar diharapkan akan membantu perekonomian masyarakat pesisir untuk menjadi sentra bahan baku produksi biodiesel yang terintegrasi sehingga nantinya akan diikuti oleh daerah lain di berbagai wilayah di Indonesia sehingga akan memberi dampak sosial yang positif bagi kekuatan pertahanan maritim. Masyarakat pesisir dapat menjadi pelaksana teknis sebagai produsen pengembangan bahan baku pada tahapan kultivasi mikroalga juga pengguna produk jadi biodiesel tersebut, yang didukung 18 A. Nontji, Laut Nusantara, (Jakarta: PT.
Jambatan. 1987).
(Kementerian ESDM, kelautanm kemaritiman) dan lembaga penelitian serta akademisi terkait Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Pengkajian Pengembangan Teknologi (BPPT).
Adapun peranan swasta dalam roda perekonomian maritim akan berjalan melalui investasi terhadap pemanfaatan mikrolaga dengan pengembangan teknologi dan infrastruktur untuk pengoptimalan pemanfaatan sumber daya kelautan tersebut sehingga menunjang peningkatan pendapatan daerah dan menggerakkan sektor- sektor lainnya seperti sektor perumahan, transportasi, komersial, UMKM dan lainnya. Dengan adanya bantuan regulasi yang pro terhadap energi hijau ini dari pemerintah, maka masyarakat pesisir Indonesia akan mandiri energi dalam penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar utama bagi kebutuhan transportasi nelayan.
Gambar 6. Roadmap Pemanfaatan Mikroalga Pendukung Kekuatan Maritim
energi mendukung pertahanan maritim tercipta melalui visualisasi hubungan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam memanfaatkan mikroalga sebagai biodiesel dengan kerjasama gotong royong dalam pemanfaatan sumber daya tumbuhan laut (Gambar 6).
Mikroalga adalah tumbuhan mikroskopik yang menggunakan karbondioksida sebagai sumber karbon dan salah satu organisme yang dapat tumbuh pada rentang kondisi yang luas di permukaan bumi.
Alga merupakan tumbuhan laut yang memiliki ukuran mikro dan makro. Jenis tumbuhan ini menjadi sumber energi potensial sebagai biofuel generasi 3 (gambar 7) yang tidak mengganggu stabilitas pangan.
Gambar 7. Klasifikasi Biofuel berdasarkan bahan bakunya.
Sumber: Amy Ardhyaksa, Perancangan Produk Reaktor Mikroalga Penghasil Biofuel Untuk Kawasan Pesisir, Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain, No.1, 2012, hlm. 2.
Tumbuhan jenis ini biasanya ditemukan pada tempat-tempat yang lembab atau benda-benda yang sering
- Chlorella vulgaris 5-58 Skelotonem a costatum 13-51 Dunaleilla salina 6-25 Pavtova salina
99 2315 Kelapa Sawit 5366 45 4747 Mikroalga lipid rendah 58700
23 Pyrrosia Leavis
30 Dunaleilla primolicta
50-77
57 Nanochloro psis sp 12-53 Chlorella sp. 10-48 Schizochytr um sp.
20-56 Chlorella minotissima
Kandung-an lipid (% biomassa) Spesies mikroalga Kandung- an lipid (%biomass a) Chlorella emersonii 25-63 Nanochloris sp.
2 121104 Spesies mikroalga
3 86515 Mikroalga lipid tinggi 136900
5 52927 Mikroalga lipid sedang 97800
Tanaman Kandung- an Minyak (L/ha) Kebutu- han luas lahan (M ha) Produktivi- tas biodiesel (kg/ha.th) Jagung 172 1540 152 Kelapa 2689
lingkungan berair di permukaan bumi. 19 Sebagaimana pada tabel 1 bahwa sebagian besar tumbuhan penghasil biodiesel adalah jenis tumbuhan pangan.
Cahaya merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan mikroalga karena dibutuhkan dalam proses fotosintesis. 21 Ibid., hlm. 15 22 Ibid., hlm. 23.
A. Intensitas cahaya
Faktor yang mempengaruhi kehidupan mikroalga adalah sebagai berikut 22 :
Faktor Pertumbuhan Mikroalga
Penyebaran habitat mikroalga biasanya di air tawar (limpoplankton) dan air laut (haloplankton), sedangkan sebaran berdasarkan distribusi vertikal di perairan meliputi plankton yang hidup di zona euphotik (ephiplankton), hidup di zona disphotik (mesoplankton), hidup di zona aphotik (bathyplankton) dan yang hidup di dasar perairan atau bentik (hypoplankton).
Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar, (Bogor: IPB Press, 2010), hlm. 15. 21 Tabel 2. Kandungan Lipid Beberapa Spesies Mikroalga Sumber: Kawaroe et.al, Mikroalga Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar, (Bogor: IPB Press, 2010), hlm. 15.
Mikroalga yang banyak ditemukan berasal dari kelas Bacillariophyceae (Diatom), Chrysophyceae (alga cokelat keemasan), Chlorophyceae (alga hijau), dan kelas Cyanophyceae (alga biru hijau). Berdasarkan spesiesnya di perairan Indonesia, ada berbagai macam bentuk dan ukuran mikroalga serta kandungan 19 Y. Chisty, op.cit, hlm. 303. 20 Kawaroe et.al, Mikroalga Potensi dan
Tabel 1. Perbandingan Ekonomis Potensi Beberapa Bahan Baku Biodiesel Sumber: Y. Chisty, Biodiesel from microalgae, (USA: Biotechnology Advances. 2007), hlm. 303.
Hal tersebut dinilai kurang baik karena dikhawatirkan permintaan pasar akan biodiesel tersebut akan berkompetisi dengan permintaan pasar untuk tanaman pangan. Oleh karena itu, mikroalga menjadi solusi yang tepat untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, karena tidak akan mengganggu produksi tumbuhan pangan 20 .
69 Dunaleilla sp. 17-67 Zitzschia sp. 45-47
satuan MicroEinsteins/m2s atau setara dengan satu mol photons, micromol/m 2 s, Lux dan W/m 2 . Intensitas cahaya yang diperlukan juga tergantung pada volume kultivasi dan densitas dari mikroalga. Semakin tinggi densitas dan volume kultivasi semakin tinggi pula intensitas cahaya yang diperlukan. Selain intensitas cahaya, foto periode (lama cahaya terpapar) juga memegang peranan penting sebagai pendukung pertumbuhan mikroalga.
B. Suhu
Suhu optimal untuk pertumbuhan mikroalga antara 24-30 o C namun berbeda- beda tergantung jenis mikrolaga, lokasi dan komposisi media yang digunakan. Namun sebagianbesar mikroalga dapat mentoleransi suhu antara 16- 35 o
C. Temperatur dibawah 16 o C dapat memperlambat pertumbuhan mikroalga sedangkan suhu 35 o
C dapat menyebabkan kematian pada beberapa jenis mikroalga.
C. Nutrien
Unsur hara yang dibutuhkan mikroalga dalam pertumbuhannya dibagi menjadi mikronutrien dan makronutrien. Makronutrien terdiri dari C, H, N, P, K, S, Mg dan Ca. Sedangkan mikronutrien terdiri dari Fe, Cu, Mn, Zn, Co, Mo, Bo, Vn dan Si. Mikronutrien berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan sel dan metabolisme. Diantara nutrien tesebut, N dan P sering disebut faktor pembatas pertumbuhan mikroalga.
D. Derajat Keasaman (pH)
Sebagian besar mikroalga tumbuh pada pH normal antara 6 hingga 8. Namun beberapa mikroalga jenis Cyanobacteria seperti Spirullina plantesis hanya dapat tumbuh pada kondisi alkali/basa sedangkan Chlorella dapat hdiup pada kondisi pH antara 7-8. 23 E. Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap organisme dalam mempertahankan tekanan osmotik yang baik antara protoplasma organisme dengan air sebagai lingkungan hidupnya. Alga laut mempunyai toleransi besar terhadap perubahan salinitas. Salinitas optimal untuk pertumbuhan mikroalga yaitu 20-24% .
Masa Pertumbuhan Mikroalga
Masa pertumbuhan mikroalga dapat berdasarkan biomass, maupun jumlah sel dalam mediumnya. Fase pertumbuhan mikroalga terbagi dalam lima fase yaitu fase lag, fase eksponensial, penurunan fase log, fase stasioner, dan fase kematian 24 (gambar 8).
23 Hadiyanto dan Maulana Azim, Mikroalga Sumber Pangan dan Energi Masa Depan, (Semarang: UPT Undip Press, 2012), hlm. 56. 24 Ibid.
Sumber: Hadiyanto dan Maulana Azim, Mikroalga Sumber Pangan dan Energi Masa Depan, (Semarang: UPT Undip Press. 2012), hlm. 56.
a) Fase Lag
Fase lag merupakan fase adaptasi dalam medium baru. Dalam tahap ini mikroalga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri karena lingkungan inokulum (bibit) cenderung berbeda dari lingkungan sebelumnya.
b) Fase Eksponensial (Fase log)
Fase eksponensial merupakan fase dimana mikroalga mengalami pertumbuhan yang cepat, pembelahan sel dan aktivitas metabolik terjadi secara konstan sehingga dapat dilakukan pemanenan biomassa untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
c) Penuruan Fase Log
Pada fase ini mikroalga sudah mencapai tahap populasi maksimum sehingga kebutuhan nutrisi pada medium berkurang. Banyaknya biomassa akan menghalangi cahaya masuk kedalam medium, serta akumulasi oksigen yang berasal dari proses fotosintesis akan mempengaruhi keasaman sel. Hal ini menyebabkan penurunan fase log.
d) Fase Stasioner
Pada fase ini mikroalga tidak lagi mengalami pertumbuhan, kecepatan pertumbuhan (growth rate) menjadi nol. Perubahan kondisi lingkungan, kekurangan nutrien dan akumulasi racun akibat metabolisme mikroalga menyebabkan mulai terjadinya kematian.
e) Fase Kematian
Pada fase ini nutrien habis, cadangan makanan semakin menipis, dan penumpukan racun semakin meningkat, serta sel mengalami lisis (pecah) sehingga mikroalga akan mengalami kematian dan mengendap dibawah medium.
Fotosintesis Mikroalga
Mikroalga merupakan organisme uniseluler yang tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati namun dapat berfotosintesis seperti tumbuhan tingkat tinggi. Mikroalga mempunyai klorofil yang berfungsi sebagai penangkap cahaya. Didalam klorofil terdapat kloroplas yang berfungsi menyerap cahaya kemudian cahaya tersebut digunakan untuk mengkonversi molekul sederhana CO 2 dan H 2 O menjadi karbohidrat dengan melepaskan O 2 . Ketika melakukan fotosintesis mikroalga memerlukan intensitas cahaya, nutrisi dan suhu yang cukup 25 . Reaksi fotosisntesis mikroalga adalah sebagai berikut (Gambar 9):
25 Ibid., hlm. 57
6H 2 O+6CO 2 +cahaya C 6 H 12 O 6 + 6O 2 Air Karbon dioksida glukosa Oksigen
Sumber: Hadiyanto dan Maulana Azim, Mikroalga Sumber Pangan dan Energi Masa Depan, (Semarang: UPT Undip Press. 2012), hlm. 57.
Teknologi Reaktor Mikroalga untuk Kawasan Pesisir
Dalam perancangan produk ini, ada beberapa aspek yang perlu dikaji untuk mendesain fotobioreaktor yang sesuai dengan kajian biokimia dan mikrobiologi serta aspek human centered design. Aspek-aspek tersebut antara lain 26 ; (1)
Target pengguna; (2) Tempat peletakkan produk di lokasi; (3) Kapasitas bahan baku yang dapat ditampung; (4) Hasil yang didapatkan; (5) Ergonomi produk; (6) Konsep interaktif; (7) Skenario produk
Kawasan pesisir yang telah dijadikan bahan pengembangan mikroalga yaitu kawasan Pantai Timur dan Pantai Barat Pangandaran, Jawa Barat, yang memiliki aktivitas di kawasan pantai khususnya area yang umum digunakan nelayan 27 .
26 Amy Ardhyaksa, Perancangan Produk Reaktor Mikroalga Penghasil Biofuel Untuk Kawasan Pesisir, Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain, No.1, 2012, hlm. 3. 27 Ibid., hlm. 7
Sumber: Amy Ardhyaksa, Perancangan Produk Reaktor Mikroalga Penghasil Biofuel Untuk Kawasan Pesisir, Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain, No.1, 2012, hlm. 7.
Konsep produk yang dihasilkan (Gambar 10) berupa produk kultur buatan mikroalga laut dengan tipe fotobioreaktor untuk memaksimalkan kultivasi dan
harvesting hasil panen (berupa biomassa)
yang nantinya dipakai untuk menghasilkan biodiesel. Produk ini dirancang dengan mempertimbangkan aktivitas nelayan yang menjadi target utama penggunanya. Pertimbangan tersebut dapat dilihat dari skenario operasional produk yang didesain agar penggunaannya disesuaikan dengan kebiasaan nelayan ketika memakai peralatan sehari-harinya 28 . Pemilihan desain ditentukan berdasarkan kesesuaian aspek engineering, pengoperasian produk oleh pengguna, dan output yang akan dicapai. Beberapa komponen utama pada produk seperti : tabung utama, peyangga, pelampung, komponen distributor, tangga, dan area akses 28 Ibid., hlm. 6.
41 40-45 - H/C ratio 1.81 1.81 -
O
0.5 Max 0.5 Nilai pembakaran (MJ/kg)
10
C)
O
75 Min 100 Titik beku (
C) 115
O
C) 5.2 1.9-4.1 3.5-5.0 Titik didih (
2 /s, cSt pada 40
0.90 Viskositas (mm
0.864 0.838 0.86-
Parameter Biodiesel mikroalga Disel petrole um Standar ASTM Densitas (kg/l)
- Nilai asam (mg KOH/g) 0.374 Max
30 Ibid. 31 Luisa Gouveia, Microalgae as a Feedstock for Biofuels, (Heidelberg: Spinger brief in microbiology. 2011), hlm. 12.
Tabel 3. Karakteristik Biodiesel dari Mikroalga dan Tanaman Sumber : Gouveia, Luisa, Microalgae as a Feedstock for Biofuels. (Spinger brief in microbiology. 2011), hlm 12
Studi ergonomi dan antropometri ini disesuaikan dengan prediksi aktivitas pengguna dari awal hingga akhir pengoperasian produk 30 . Biodiesel dari mikroalga sudah memenuhi standar ASTM sehingga dapat digunakan sebagai campuran bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar di Indonesia 31 (Tabel 3).
Material yang dipilih adalah High Density Polyethylene (HDPE). HDPE memiliki kelebihan dibandingkan material lainnya seperti PVC dan Low Density Polyethylene (LDPE). Selain tahan lama, biaya pembuatannya pun tergolong murah. Perhitungan ini berdasarkan perbandingan pemakaian selama 20 tahun. Pelampung menggunakan bahan karet yang umum digunakan pada perahu karet. Pada bagian akses jalan menggunakan material fiber. Penggunaan fiber juga diterapkan pada komponen Support (penghubung antara komponen akses jalan dengan pelampung). Material fiber dirasa cukup kuat dan tahan lama. Pemakaian fiber banyak dijumpai pada pembuatan kapal nelayan. Selain mudah dibentuk, material ini mudah didapat dan harganya relatif murah sehingga ketika ada bagian produk yang mengalami kerusakan, pengguna dapat memperbaiki/ membuat ulang komponen tersebut. Untuk bagian pipa distributor dan input bahan baku, digunakan pipa PVC dengan memasangkan katup pengatur debit air. Pompa air pada bagian belakang digunakan untuk mengisi kembali reaktor dengan air laut pasca panen. Tangga belakang terbuat dari alumunium dan digunakan ketika pengguna mengoperasikan katup air di bagian atas dan pengontrol suhu 29 . 29 Ibid., hlm. 5 dilakukan untuk mengetahui kesesuaian produk dengan aspek fisiologi manusia sebagai penggunanya. Beberapa skenario operasional yang diidentifikasi pada produk yakni aktivitas membuka keran air, membuka pintu utama, berjalan pada sisi produk, dan menaiki tangga.
material transparan menjadi opsi utama. Tujuannya agar cahaya dapat masuk ke dalam reaktor untuk nantinya digunakan mikroalga dalam proses fotosintesis.
- 12 -50 sampai
Produksi Biodiesel Department of Energy (DOE), Environmental Protection Agency (EPA)
dan American Society of Testing Material (ASTM) mendefinisikan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif yang mengandung trigliserida (fatty acid), berasal dari 32 Ibid., hlm. 14. minyak bekas melalui esterifikasi dengan alkohol. Biodiesel dapat digunakan tanpa modifikasi ulang mesin diesel. Biodiesel juga dapat ditulis dengan B100, yang menunjukkan bahwa biodiesel tersebut murni 100 % monoalkil ester. Biodiesel campuran ditandai dengan ”BXX”, yang mana ”XX” menyatakan persentase komposisi biodiesel yang terdapat dalam campuran. B20 berarti terdapat biodiesel 20% dan minyak solar 80% 33 .
Dalam pembuatan biodiesel beberapa variabel penting perlu dicermati, seperti jumlah mol alkohol (metanol/ etanol), konsentrasi katalis (KOH/NaOH), suhu reaksi, dan waktu reaksi. Jumlah metanol optimum adalah 20%, dengan konsentrasi NaOH 1%, suhu reaksi 60 o
C dengan waktu reaksi 90 menit dengan kadar ester dalam biodiesel sebesar 98%. Dalam pembuatan biodiesel biasanya minyak terlebih dahulu ditingkatkan kualitasnya (
refining) dengan cara
degumming dan netralisasi. Degumming dilakukan dengan cara menambahkan asam phosfat, sementara netralisasi dilakukan dengan menambahkan basa NaOH. Minyak hasil netralisasi selanjutnya ditransesterifikasi dengan metanol atau etanol sebagai pereaksi (Gambar 11) 34 .
33 Y . Chisty, o p . c i t , hlm. 294. 34 Ibid., hlm. 300.
3 ROH R O C R 1 O R O C R 2 O R O C R 3 O H 2 C HC H 2 C OH OH OH
2. Kinematic Viscosity
C C C H H H O O O H H C C C R 1 R 2 R 3 O O O
Keuntungan penggunaan biodiesel antara lain: (a) biodiesel mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan minyak diesel, sehingga dapat langsung dipakai pada motor diesel tanpa melakukan modifikasi yang signifikan dengan resiko kerusakan yang sangat kecil; (b) biodiesel memberikan efek pelumasan yang lebih baik daripada minyak diesel konvensional. Bahkan satu persen penambahan biodiesel dapat meningkatkan pelumasan hampir 30 persen; (c) biodiesel dapat diperbarui
4. Nilai Kalor Standar minimal kalori yang dihasilkan oleh biodiesel adalah 17,65 Btu/lb.
F ini juga dapat ditentukan o API.
3. Spesific Gravity Specific gravity dari biodiesel masih masuk dalam kisaran solar yaitu antara 0,82 sampai 0,95. Dari pengujian spesific gravity pada 60
Standar Kinematik viscosity dari biodiesel adalah sebesar 2,3 cSt sampai 6 cSt. Jika harga viskositas terlalu tinggi maka akan besar kerugian gesekan di dalam pipa, kerja pompa akan berat, penyaringannya sulit dan kemungkinan kotoran ikut terendap besar, serta sulit mengabutkan bahan bakar. Sebaliknya jika viskositas terlalu rendah berakibat pelumasan yang tipis, jika dibiarkan terus menerus akan mengakibatkan keausan.
makin rendah titik penyalaannya.
- trigliserida alkohol alkil ester gliserol
Kajian Produksi Biodiesel dan Bioetanol Berbasis Mikroalga Secara Simultan, (Banjarbaru: FMIPA UNLAM, 2012), hlm. 6.
Angka Setana dari biodiesel minimal 51 sedangkan standar dari solar sebesar 48, berarti angka Setana biodiesel 1,05 lebih rendah daripada solar. Tetapi angka Setana dari biodiesel yang dihasilkan masih termasuk dalam kisaran standar biodiesel yaitu minimal 51. Apabila dilihat dari angka Setana biodiesel yaitu 51 maka dapat digolongkan sebagai bahan bakar mesin diesel jalan cepat (mesin diesel jalan cepat pada angka cetane 40 sampai 35 Ahmad Budi Junaidi,
(C 10 H 7 CH 3 ) yang keterlambatannya besar sekali.
1. Angka Setana Untuk bahan bakar motor diesel digunakan acuan Angka Setana, yaitu dengan bahan referensi normal cetane (C 16 H 34 ) yang tidak memiliki keterlambatan menyala dan aromat methyl naphtalene
Peraturan pengujian biodiesel berdasarkan peraturan dirjen migas No. 002/P/DM/MIGAS/1979 tanggal 25 mei 1979 tentang spesifikasi bahan bakar minyak dan gas dan standar pengujian SNI (Standar Nasional Indonesia) 35 bahwa:
alkil ester (biodiesel) Sumber: Junaidi, Ahmad Budi, Kajian Produksi Biodiesel dan Bioetanol Berbasis Mikroalga Secara Simultan (Banjarbaru: FMIPA UNLAM, 2012), hal 6
- katalis
C) Maks.
- dalam 10% ampas distilasi Maks.
90%, C Maks.
25
115 AOCS Cd 1-
Angka iodium, g-I 2 /(100
56 Kadar ester alkil, %- berat Min. 96,5 Dihitung
56 Gliserol total, %-berat Maks. 0,24 AOCS Ca 14-
63 Gliserol-bebas, %-berat Maks. 0,02 AOCS Ca 14-
55 Angka asam, mg-KOH/g Maks. 0,8 AOCS Cd 3-
10 AOCS Ca 12-
5453 Fosfor, ppm-b (mg/kg) Maks.
Maks. 100 ASTM D
0,02 ASTM D 874 Belerang, ppm-b (mg/kg)
360 ASTM D 1160 Abu tersulfatkan, %- berat Maks.
0,05 ASTM D 2709 Temperatur distilasi
menyebabkan pemanasan global.Analisa siklus kehidupan memperlihatkan bahwa emisi CO 2 secara keseluruhan berkurang sebesar 78% dibandingkan dengan mesin diesel yang menggunakan bahan bakar petroleum 36 . Sebagai bahan bakar, biodiesel harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh SNI (tabel 4).
Hal-hal yang perlu diperhatikan: (a) Perlu adanya kerjasama yang efektif antar kementerian terkait mendukung pertahanan maritim; (b) Perlunya prinsip energi pendukung pertahanan secara berkelanjutan bahwa biomassa mikroalga adalah tanaman yang sangat potensial sebagai bahan baku biofuel. Mikroalga tidak mengganggu stabilitas ekonomi pangan dan dapat mendukung dalam pengembangannya sebagai bahan baku biofuel pada berbagai wilayah, tidak seperti bahan baku biofuel lainnya seperti kedelai, bunga matahari, minyak jarak dan minyak sawit yang hanya bisa dikembangkan pada wilayah tertentu saja dan dalam waktu yang cukup lama dengan wilayah pertumbuhan yang luas.
Tabel 4. persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI-04-7182-2006 Sumber: Ahmad Budi Junaidi, Kajian Produksi Biodiesel dan Bioetanol Berbasis Mikroalga Secara Simultan , (Banjarbaru: FMIPA UNLAM, 2012), hlm.
11. 36 Ibid., hlm. 8.
Kesimpulan
Energi sebagai pendukung kekuatan pertahanan maritim yang mencakup: (1) pemahaman dengan baik tata pengelolaan dan pengembangan sumber daya energi kelautan melalui penggunaan biodiesel sebagai energi terbarukan dari tumbuhan laut mikroalga; (2) memiliki kemampuan dan kesadaran untuk menciptakan dan meningkatan infrastruktur pendukung pengembangan sumber daya kelautan melalui kerjasama yang efektif antara masyarakat pesisir, pemerintah serta industri secara bergotong royong.
Saran
Parameter dan satuannya Batas nilai Metode uji Massa jenis pada 40
0,03 Air dan sedimen, %- volume Maks.
C, kg/m 3 850-890 ASTM D 1298 Viskositas kinematik pada 40
C, mm 2 /s (cSt) 2,3-6,0 ASTM D 445 Angka setana Min. 51 ASTM D 613 Titik nyala (mangkok tertutup, C Min.
100 ASTM D 93 Titik kabut, C Maks.
18 ASTM D 2500 Korosi bilah tembaga (3jam, 50
No. 3 ASTM D 130 Residu karbon, % berat : - dalam contoh asli Maks.
0,05 ASTM D 4530
g) Maks.
25 Uji Halphen Negatif AOCS Cb 1-
Daftar Pustaka Buku Bappenas. 2014. Pembangunan Kelautan dalam
2011.
Hub-and-Spokes System: US – ASEAN Non-Traditional Security and Multilateral Cooperation. Portugal: Third Global International Studies Conference.
Prosiding Noivong, Thassarany. 2011. Moving Beyond
Profil dan Potensi Laut Indonesia. Jakarta: Kementerian Kelautan, http:// p u s a t k e l a u t a n d a n p e r i k a n a n . wordpress.com, diakses pada 20 Januari 2018
3 Februari 2018 Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia. 2011.
. Analysis Policy for Mining and Minerals: Perikanan, Subsidi Harga BBM Bagi Nelayan. Jakarta: ESDM, http:// www.tekmira.esdm.go.id, diakses pada
Website ESDM. 2008
PP Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara RI
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain. No.1 Perundang-undangan Pemerintah Republik Indonesia. 2014.