Kegiatan penambangan bahan selalu berhubungan

Kegiatan penambangan selalu berhubungan dengan alat-alat mekanis. Faktor yang
mempengaruhi produksi alat-alat mekanis tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tahanan Gali (Digging Resistance)
Adalah tahanan yang dialami oleh alat-alat pada waktu melakukan penggalian
meliputi :
a. Gesekan antara alat gali dan Tanah
b. Kekerasan tanah/batuan
2. Tahanan Gulir/Gelinding (Rolling Resistance)
Besarnya tahanan gulir dinyatakan dalam “pounds” lbs dari tractive pull yang
diperlukan untuk menggerakkan tiap gross ton berat kendaraan beserta isinya pada
jalur jalan mendatar dengan kondisi jalan tertentu.
Keadaan bagian kendaraan yang berkaitan dengan permukaan jalur jalan :
a. Kalau memakai ban karet yang akan berpengaruh adalah ukuran ban, tekanan
dan keadaan permukaan bannya apakah masih baru atau gundul dan macam
kembangan pada ban tersebut.
b. Jika memakai crawler track maka keadaan dan macam track kurang berpengaruh
tetapi yang lebih berpengaruh adalah keadaan jalan.
Tabel Angka-Angka Tahanan Gulir Untuk Berbagai Macam Jalan
Macam Jalan

Crawler

Type
(lb/ton)
55
60 – 70

1. Smooth concrete
2. Good aspalt
3. Hard earth, smooth,
60 – 80
well maintained
4. Dirt road, average
construction road, little
70 – 100
maintenance
5. Dirt road, soft, rutted,
80 – 110
poorly maintained
6. Earth, muddy, rutted, no
140 – 180
maintenance


Ban Karet
Tek. Ban Tek. Ban RataTinggi
Rendah
Rata
35
45
40
40 – 65
50 – 60 45 – 60
40 – 70

50 – 70

45 – 70

90 – 100

80 – 100


85 –
100

100 – 140 70 – 100
180 – 220 150 – 220

7. Loose sand and gravel

160 – 200

260 – 290 220 – 260

8. Earth, very muddy &
soft

200 – 240 300 – 400 280 – 340

3. Tahanan Kemiringan (Grade Resistance)

85 –

120
165 –
210
240 –
275
290 370

Yaitu besarnya gaya berat yang melawan atau membantu gerak kendaraan karena
kemiringan jalur jalan yang dilaluinya. Kalau jalur jalan itu naik disebut kemiringan
positif (plus slope) maka tahanan kemiringan (grade resistance) akan melawan
gerak kendaraan sehingga memperbesar tractive effort atau rimpull yang diperlukan.
Sebaliknya jika jalur jalan itu turun disebut kemiringan negative (minus slope) maka
tahanan kemiringannya akan membantu gerak kendaraan artinya mengurangi
rimpull yang dibutuhkan.
Tahanan kemiringan itu terutama tergantung dari dua faktor yaitu :
a. Besarnya kemiringan yang biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kemiringan 1
% berarti jalur jalan itu naik atau turun 1 meter untuk tiap jarak mendatar sebesar
100 meter ; atau naik turun 1 ft untuk setiap 100 ft jarak mendatar.
b. Berat kendaraan itu sendiri yang dinyatakan dalam “gross ton”.
Besarnya rimpull untuk mengatasi tahanan kemiringan ini harus dijumlahkan secara

aljabar dengan rimpull untuk mengatasi tahanan gulir.
Pengaruh Kemiringan Jalan Terhadap Tahanan Kemiringan
Kemiringan
(%)
1
2
3
4
5
6
7
8

GR Kemiringan GR Kemiringan
GR
(lb/ton)
(%)
(lb/ton)
(%)
(lb/ton)

20,0
9
179,2
20
392,3
40,0
10
199,0
25
485,2
60,0
11
218,0
30
574,7
80,0
12
238,4
35
660,6

100,0
13
257,8
40
742,8
119,8
14
277,4
45
820,8
139,8
15
296,6
50
894,4
159,2

Akan tetapi perlu diingat bahwa alat-alat pemindahan mekanis itu jarang yang dapat
mengatasi kemiringan lebih besar dari 15 %. Jadi kalau dipakai tahanan kemiringan
20 lb/ton/%, maka angka-angkanya tidaklah terlalu menyimpang sampai kemiringan

15 %.
Cara menentukan tahanan kemiringan itu dapat dengan memakai teori mekanika
(ilmu pesawat) yang sederhana.
Cara Menentukan Tahanan Kemiringan

Dari gambar diatas terlihat bahwa DEF sebangun ABC, maka :
EF BC
P BC
BC
--- = --- ---> --- = --- atau P = W --DF AC
W AC
AC
Bila W = 1 ton = 2.000 lbs
1m
AB
100m/100ft
Sedangkan BC = ----- dan AC = ---------- = -----------------1 ft
Cos α
Cos α
sedangkan 1 % = 1 / 100 dan cos α = 10

maka persamaan diatas menjadi :
1
P = 2000 lbs ----------------- = 20 lbs
1000/Cos 10
Perlu diingat bahwa kemiringan negative itu selalu membantu mengurangi rimpull
kendaraan, maka sedapat mungkin harus diusahakan agar pada waktu alat itu
mengangkut muatan melalui jalur jalan yang menurun, sedangkan pada waktu
kosong menaiki atau mendaki jalur jalan itu.
Sehingga dengan demikian pada waktu berisi muatan dapat bergerak lebih cepat
dan membawa muatan lebih banyak karena rimpull yang diperlukan sudah dikurangi
dengan kemiringan negative yang membantu. Ini berarti bahwa sedapat mungkin
tempat penimbunan atau tempat membuang material harus dipilihkan yang letaknya
lebih rendah pada tempat penggaliannya sendiri.
4. Coefficient of Traction/Tractive Coefficient
Merupakan suatu faktor yang menunjukan berapa dari seluruh berat kendaraan itu
pada ban atau track yang dapat dipakai untuk menarik atau mendorong. Jadi harus
dikali untuk menunjukan rimpull maksimum antara ban atau track dengan
permukaan jalur jalan tepat sebelum selip. Jadi CT itu terutama tergantung :
a. Keadaan ban, yaitu keadaan dan macamnya bentuk kembangan ban tersebut,


untuk crawler track tergantung dari keadaan dan bentuk tracknya.
b. Keadaan permukaan jalur jalan, basah atau kering, keras atau lunak,
bergelombang atau rata, dst.
c. Berat kendaraan yang diterima oleh roda penggeraknya.
Coefficient of Traction Untuk Bermacam-Macam Keadaan Jalur Jalan
Ban Karet
Crawler Track
%
%
1. Dry, rough concrete 0,80 – 1,00 80 – 100 0,45
45
2. Dry, clay loam
0,50 – 0,70 50 – 70
0,90
90
3. Wet, clay loam
0,40 – 0,50 40 – 50
0,70
70
4. Wet sand & gravel 0,30 – 0,40 30 – 40

0,35
35
5. Loose, dry sand
0,20 – 0,30 20 – 30
0,30
30
Macam Jalan

Contoh perhitungan :
Sebuah kendaraan mempunyai jumlah berat 40.000 lbs (20 ton) yang seluruhnya
diterima oleh roda penggeraknya dan akan bergerak pada jalur jalan yang terbuat
dari tanah liat yang kering dengan CT = 0,50 (50%), RR = 100 lb/ton dan kemiringan
5 %.
Jawab :
Rimpull yang dapat diberikan oleh mesin kendaraan pada macam jalan seperti
diatas sebelum selip bila beban yang diterima roda penggerak 100 % adalah
sebesar :
RP/TP/TE/DBP = 40.000 lbs x 0,50 = 20.000 lbs
Sedangkan rimpull untuk mengatasi tahanan kemiringan dan tahanan gulir adalah
sebesar :
RP/TP/TE/DBP = Berat kendaraan x GR x kemiringan
20 ton x 20 lbs/ton/% x 5 % = 2.000 lbs
RP/TP/TE/DBP = Berat kendaraan x RR
20 ton x 100 = 2.000 lbs
Jumlah RP/TP/TE/DBP = 4.000 lbs
Maka kendaraan itu pada keadaan jalur jalan tersebut tidak akan selip
Seandainya kendaraan yang sama bergerak pada jalur jalan yang terbuat dari pasir
lepas dengan RR 250 lbs/ton dan CT =0,20 serta kemiringan 5 % sedangkan berat
kendaraan yang diterima oleh roda penggerak 50 % yaitu :
Untuk mengatasi RR :

RP/TP/TE/DBP = 20 ton x 250 lbs/ton = 5.000 lbs
Untuk mengatasi GR :
RP/TP/TE/DBP = 20 ton x 20 lbs/ton/% x 5 % = 2.000 lbs
Jumlah RP/TP/TE/DBP = 7.000 lbs
Sedangkan rimpull yang dapat diterima oleh kendaraan 50 % nya adalah :
40.000 lbs x 0,20 x 50 % = 4.000 lbs,
maka kendaraan tersebut tidak akan dapat bergerak atau selip.
5. Rimpull/Tractive Pull/Tractive Effort/Drawbar Pull
Merupakan besarnya kekuatan tarik (pulling force) yang dapat diberikan oleh mesin
suatu alat kepada permukaan jalur jalan atau ban penggeraknya yang menyentuh
permukaan jalur jalan. Bila coeffisien of traction cukup tinggi untuk menghindari
terjadinya selip maka rimpull maksimum adalah fungsi dari tenaga mesin (HP) dan
gear ratios (persnelling) antara mesin dan roda-rodanya, tetapi jika selip maka
rimpull maksimum akan sama dengan besarnya tenaga pada roda penggerak
dikalikan coeffisien of traction.
Rimpull biasanya dinyatakan dalam pounds (lbs) dan dihitung dengan rumus :
HP x 375 x effesiensi mesin
RP = ---------------------------------------kecepatan, mph
dimana :
RP = Rimpull atau kekuatan tarik (lb)
HP = Tenaga mesin, HP
375 = Angka konversi
Istilah rimpull itu hanya dipakai untuk kendaraan yang beroda ban karet, untuk yang
memakai roda rantai (crawler track) maka istilah yang dipakai ialah drawbar pull
(DBP).
Kecepatan Maksimum Pada Tiap-Tiap Gigi (Gear)
Kendaraan Roda Ban Karet 140 HP Crawler Track/Tractor 15 ton
Kecepatan (mph)
RP (lb)
Kecepatan (mph) RP (lb)
3,25
13.730
1,72
28.019
7,10
6.285
2,18
22.699
12,48
3.576
2,76
17.265
21,54
2.072
3,50
13.769
33,86
1.319
4,36
10.074
7,00
5.579

6. Percepatan (Acceleration)
Merupakan waktu yang diperlukan untuk mempercepat gerak kendaraan dengan
memakai kelebihan rimpull yang tidak digunakan untuk menggerakkan kendaraan
pada keadaan jalur jalan tertentu. Lamanya waktu yang diperlukan untuk
mempercepat gerak kendaraan tergantung dari beberapa faktor yaitu :
a. Berat kendaraan, semakin berat maka semakin lama waktu yang digunakan untuk
mempercepat gerak kendaraan
b. Kelebihan rimpull yang ada, semakin besar rimpull yang berlebihan semakin cepat
kendaraan itu dapat dipercepat. Jadi kalau kelebihan rimpull itu tidak ada maka
percepatan pun tidak akan timbul artinya kendaraan tersebut tidak bisa dipercepat.
Untuk menghitung percepatan secara tepat dapat diperkirakan dengan rumus
newton yaitu :
W
Fg
F = ------ α atau α = --g
W
dimana :
F = Kelebihan rimpull (lbs)
g = Percepatan karena gaya grafitasi (32,2 ft per sec2)
W = Berat alat yang harus dipercepat (lbs)
Cara lain untuk menghitung percepatan secara tidak langsung adalah dengan
menghitung kecepatan rata-ratanya. Rumus sederhana yang dipakai adalah :
Kecepatan rata-rata = Kecepatan maximal x Faktor kecepatan
Faktor kecepatan dipengaruhi jarak yang ditempuh kendaraan, semakin jauh
jaraknya maka semakin besar factor kecepatan kendaraan tanpa memperhatikan
bagaimana keadaan jalur jalan yang dilalui.
Faktor Kecepatan
Jarak Yang Ditempuh (ft) Faktor Kecepatan
500 – 1.000
0,46 – 0,78
1.000 – 1.500
0,59 – 0,82
1.500 – 2.000
0,65 – 0,82
2.000 – 2.500
0,69 – 0,83
2.500 – 3.000
0,73 – 0,83
3.000 – 3.500
0,75 – 0,84
3.500 – 4.000
0,77 – 0,85
Contoh :

Sebuah kendaraan bergerak diatas suatu jalur jalan sehingga memiliki kecepatan
maksimum 12,48 mph pada gigi ketiga. Bila jarak yang ditempuh adalah 1.250 ft
berarti faktor kecepatannya = 0,70 (lihat tabel diatas), maka kecepatan rata-ratanya
adalah : 12,48 x 0,70 = 8,74 mph.
7. Ketinggian Permukaan Air Laut (Altitude or Elevation)
Ketinggian letak suatu daerah ternyata berpengaruh terhadap hasil kerja mesinmesin karena mesin-mesin tersebut bekerjanya dipengaruhi oleh tekanan dan
temperatur udara luar. Semakin rendah tekanan udaranya maka semakin sedikit
jumlah oksigennya.
Dari pengalaman ternyata untuk mesin 4 tak (four cycle engines) maka kemerosotan
tenaga karena berkurangnya tekanan, rata-rata adalah ± 3% dari HP diatas
permukaan air laut untuk setiap kenaikan tinggi 1.000 ft kecuali 1.000 ft yang
pertama. Sedangkan untuk mesin 2 tak ternyata kemerosotan lebih kecil yaitu
sebesar ± 1% dari HP diatas permukaan air laut untuk setiap kenaikan tinggi 1.000 ft
kecuali 1.000 ft yang pertama.
Contoh :
Sebuah mesin 4 tak dan 2 tak dengan tenaga 100 HP diatas permukaan air laut
pada ketinggian 10.000 ft hanya akan memiliki HP sebesar :
3% x 100 x (10.000 - 1.000)
100 - -------------------------------------- = 73
1.000
1% x 100 x (10.000 - 1.000)
100 - -------------------------------------- = 91
1.000
Akan tetapi semakin tinggi letak tempat itu maka temperaturnya semakin rendah dan
hal ini akan membantu mesin menaikkan hasil kerja mesin-mesin bakar (bensin dan
diesel). Untuk menghitung pengaruh temperature udara biasanya dihitung dengan
suatu rumus dimana sudah diperhitungkan pengaruh tekanannya pula, yaitu :
Ps To
Ho = ---- √ ---Po Ts
Dimana :
Hc = HP yang harus dikoreksi dari pengaruh ketinggian yaitu pada ketinggian 0 ft
Ho = HP yang dicatat pada ketinggian tertentu
Ps = Tekanan barometer baku (standart), 29,92 inciHg
Po = Tekanan barometer pada ketinggian tertentu, inciHg
Ts = Temperatur absolute pada keadaan baku (standart), (4600 + 600 F) = 5200 F
(=2730 C)

To = Temperatur absolute pada ketinggian tertentu dalam 0 F atau (460 + Temp)
8. Efisiensi Operator (Operator Efficiency)
Merupakan faktor manusia yang menggerakkan alat-alat yang sangat sukar untuk
ditentukan effisiensinya secara tepat karena selalu berubah-ubah dari hari ke hari
bahkan dari jam ke jam tergantung dari keadaan cuaca, keadaan alat yang
dikemudikan, suasana kerja, dll. Kadang-kadang suatu perangsang dalam bentuk
upah tambahan (insentive) dapat mempertinggi effisiensi operator.
Sebenarnya effisiensi operator tidak hanya disebabkan karena kemalasan pekerjaan
itu tetapi juga karena kelambatan-kelambatan dan hambatan-hambatan yang tak
mungkin dihindari seperti melumasi kendaraan, mengganti yang aus, membersihkan
bagian-bagian penting sesudah sekian jam dipakai, memindahkan ketempat lain,
tidak adanya keseimbangan antara alat muat dan alat angkut, menunggu peledakan
disuatu daerah yang akan dilalui, perbaikan jalan, dll.
Karena hal-hal tersebut diatas selama satu jam jarang ada operator betul-betul
dapat bekerja selama 60 menit. Berdasarkan pengalaman maka bila operator dapat
bekerja selama 50 menit dalam satu jam, ini berarti effisiensinya adalah 83 %, maka
hal ini dianggap baik sekali jika alatnya berban karet. Sehubungan dengan effisiensi
operator diatas maka perlu juga diingat keadaan alat mekanisnya karena hal
tersebut mempengaruhi effisiensinya.
Operator Efficiency
Effisiensi
Macam Alat

Kurang Baik
Baik Sekali

Sedang
(Malam Hari)

Crawler
Tracktor

92 % = 55
min/jam
83 % = 50
Berban Karet
min/jam

83 % = 50
min/jam
75 % = 45
min/jam

75 % = 45
min/jam
67 % = 40
min/jam

Beberapa pengertian yang dapat menunjukan keadaan alat mekanis dan effektifitas
penggunaannya antara lain :
a. Availability Index atau Mechanical Availability
Merupakan suatu cara untuk mengetahui kondisi mekanis yang sesungguhnya dari
alat yang sedang dipergunakan.
W
AI = -------- x 100%
W+R
Dimana :

W = Working hours atau jumlah jam kerja alat
Waktu yang dibebankan kepada seorang operator suatu alat yang dalam kondisi
dapat dioperasikan artinya tidak rusak. Waktu ini meliputi pula tiap hambatan (delay
time) yang ada. Termasuk dalam hambatan tersebut adalah waktu untuk pulang
pergi ke permuka kerja, pindah tempat, pelumasan dan pengisian bahan bakar,
hambatan karena keadaan cuaca, dll.
R = Repair hours atau jumlah jam untuk perbaikan
Waktu untuk perbaikan dan waktu yang hilang karena menuggu alat perbaikan
termasuk juga waktu untuk penyediaan suku cadang (spare parts) serta waktu untuk
perawatan preventif.
b. Physical Availability atau Operational Availability
Merupakan catatan mengenai keadaan fisik dari alat yang sedang dipergunakan.
W+S
PA = ------------ x 100%
W+R+S
S = Standby hours
Jumlah jam suatu alat yang tidak dapat dipergunakan padahal alat tersebut tidak
rusak dan dalam keadaan siap beroperasi
W+R+S = Schedule hours
Jumlah seluruh jam jalan dimana alat dijadwalkan untuk beroperasi
Physical Availability pada umumnya selalu lebih besar daripada Availability Index.
Tingkat effisiensi dari sebuah alat mekanis naik jika angka Physical Availability
mendekati angka Availability Index
c. Use of Availability
Menunjukan berapa persen waktu yang dipergunakan oleh suatu alat untuk
beroperasi pada saat alat tersebut dapat dipergunakan (Availability).
W
UA = ------- x 100%
W+S
Angka Use of Availability biasanya dapat memperlihatkan seberapa efektif suatu alat
yang tidak sedang rusak dapat dimanfaatkan. Hal ini dapat menjadi ukuran seberapa
baik pengelolaan (management) peralatan yang dipergunakan.
d. Effective Utilization

Menunjukan berapa persen dari seluruh waktu kerja yang tersedia dapat
dimanfaatkan untuk kerja produktif. Effective Utilization sebenarnya sama dengan
pengertian effisiensi kerja.
W
EU = ------------ x 100%
W+R+S
Dimana :
W+R+S = T = Total Hours Available atau Schedule hours (Jumlah jam kerja tersedia)
Contoh :
Dari pengoperasian sebuah power shovel dalam sebulan dapat dicatat data sebagai
berikut :
Jumlah jam kerja (working hours) = W = 300
Jumlah jam untuk perbaikan (repair hours) = R = 100
Jumlah jam siap tunggu (hours on standby) = S = 200
Jumlah jam yang dijadwalkan (schedule hours or Total hours) = T = 600
Maka :
300
AI = ------------ x 100% = 75 %
300 + 100
300 + 200
PA = ------------ x 100% = 83 %
600
300
UA = ------------ x 100% = 60 %
300 + 200
300
EU = ----- x 100% = 50 %
600
Dalam keadaan lain datanya sebagai berikut :
W = 450
R = 150
S = 0, berarti alat tersebut tak pernah menunggu (standby)
W+R+S = 600
Maka :
450

AI = ------------ x 100% = 75 %
450 + 150
450 + 0
PA = ---------------- x 100% = 75 %
450 + 150 + 0
450
UA = ------------ x 100% = 100 %
450 + 0
450
EU = ----- x 100% = 75 %
600
Terlihat bahwa operasi alat pada contoh kedua lebih effisien daripada operasi alat
pada contoh pertama.
9. Faktor Pengembangan (Swell Factor)
Material dialam diketemukan dalam keadaan padat dan terkonsolidasi dengan baik,
sehingga hanya sedikit bagian-bagian yang kosong atau ruangan-ruangan yang
terisi udara (voids) diantara butir-butirnya, lebih-lebih kalau butir-butir itu halus
sekali. Akan tetapi bila material tersebut digali dari tempat aslinya, maka akan terjadi
pengembangan atau pemuaian volume (swell).
Jadi 1,00 cu yd tanah liat dialam bila telah digali dapat memiliki volume kira-kira 1,25
cu yd. ini berarti terjadi penambahan volume sebesar 25% dan dikatakan material
tersebut mempunyai faktor pengembangan (swell factor) sebesar 0,80 atau 80%.
Sebaliknya bila bank yard ini dipindahkan lalu dipadatkan ditempat lain dengan alat
gilas (roller) mungkin volumenya berkurang, karena betul-betul padat sehingga
menjadi berkurang dari 1,00 cu yd. tanah sesudah dipadatkan hanya memiliki
volume 0,90 cu yd, ini berarti susut 10%, dan dikatakan shrinkage factor nya 10 %.
Contoh :
Sebuah power scraper yang memiliki kapasitas munjung 15 cu yd akan mengangkut
tanah liat basah dengan factor pengembangan 80%, maka alat itu sebenarnya
hanya mengangkut 80% x 15 cu yd = 12 cu pay yard atau bank cu yd atau insitu cu
yd.
Beberapa persamaan faktor -faktor diatas :
V loose
Percent Swell = ( ---------------------- - 1) x 100%
V undisturbed
V undisturbed
Swell Factor = ( ---------------------- ) x 100%
V loose
V compacted
Shrinkage Factor = ( 1 - ----------------------- ) x 100%

V undisturbed
Kalau angka untuk shrinkage factor tidak ada biasanya dianggap sama dengan
percent swell. Beberapa istilah penting yang berkaitan dengan kemampuan
penggalian yaitu :
a. Faktor Bilah (blade factor), yaitu perbandingan antara volume material yang
mampu ditampung oleh bilah terhadap kemampuan tampung bilah secara teoritis.
b. Faktor Mangkuk (bucket factor), yaitu perbandingan antara volume material yang
dapat ditampung oleh mangkuk terhadap kemampuan tampung mangkuk secara
teoritis.
c. Faktor Muatan (payload factor), yaitu perbandingan antara volume material yang
dapat ditampung oleh bak alat angkut terhadap kemampuan bak alat angkut
menurut spesialisasi teknisnya.
10. Berat material (Weight of Material)
Berat material yang akan diangkut oleh alat-alat angkut dapat mempengaruhi :
a. Kecepatan kendaraan dengan HP mesin yang dimilikinya.
b. Membatasi kemampuan kendaraan untuk mengatasi tahanan kemiringan dan
tahanan gulir dari jalur jalan yang dilaluinya.
c. Membatasi volume material yang dapat diangkut.
Oleh sebab itu berat jenis material harus diperhitungkan pengaruhnya terhadap
kapasitas alat muat maupun alat angkut.
Bobot Isi dan Faktor Pengembangan dari Berbagai Material

Macam Material

Bobot Isi
(Density)

Swell Factor

(in bank
correction factor)
2.700 – 4.325
0,075
2.300
0,85
2.800 – 3.000
0,82 – 0,80
2.200
0,74

lb/cu yd insitu
1. Bauksit
2. Tanah liat, kering
3. Tanah liat, basah
4. Antrasit (anthracite)
5. Batubara bituminous
(bituminous coal)
6. Bijih tembaga (cooper ore)
7. Tanah biasa, kering
8. Tanah biasa, basah
9. Tanah biasa bercampur
pasir dan kerikil (gravel)

1.900

0,74

3.800
2.800
3.370

0,74
0,85
0,85

3.100

0,90

10. Kerikil kering
11. Kerikil basah
12. Granit, pecah-pecah
13. Hematit, pecah-pecah
14. Bijih besi (iron ore), pecahpecah
15. Batu kapur, pecah-pecah
16. Lumpur
17. Lumpur sudah ditekan
(packed)
18. Pasir, kering
19. Pasir, basah
20. Serpih (shale)

3.250
3.600
4.500
6.500 – 8.700

0,89
0,88
0,67 – 0,56
0,45

3.600 – 5.500

0,45

2.500 – 4.200
2.160 – 2.970

0,60 – 0,57
0,83

2.970 – 3.510

0,83

2.200 – 3.250
3.300 – 3.600
3.000

0,89
0,88
0,75

21. Batu sabak (slate)

4.590 – 4.860

0,77

http://artikelbiboer.blogspot.com/2009/12/faktor-produksiproduction-factor.html