PENERAPAN KONSELING KELOMPOK REALITA UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH

  Tersedia Online: e-ISSN 2477-6300 PENERAPAN KONSELING KELOMPOK REALITA UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH

  

Siti Seriwati

  SMK Negeri 2 Banjarmasin seriwatisiti@gmail.com

  

ABSTRAK

  Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji penerapan konseling kelompok realita untuk meningkatkan penyesuaian diri di sekolah pada siswa SMK Negeri 2 Banjarmasin. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian pre-test post-test one group design. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-Jurusan Animasi A yang mempunyai skor penyesuaian diri di sekolah rendah. Instrument pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket penyesuaian diri disekolah yang telah diuji validitas dan reliabilitas. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji tanda Wilcoxon. Dari hasil analisis data berdasar kanan analisis uji tanda Wilcoxon dengan taraf signifikan 5%, menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan skor penyesuaian diri di sekolah antara sebelum dan sesudah penerapan konseling kelompok realita. Penyesuaian diri siswa disekolah meningkat setelah mendapat perlakuan. Maka dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok realita dapat digunakan untuk meningkatkan penyesuaian diri disekolah pada siswa kelas X jurusan Animasi A SMK Negeri

  2 Banjarmasin.

  Kata Kunci:

  Konseling Kelompok Realita, Penyesuaian Diri Di Sekolah

  

ABSTRACT

The purpose of this research is to test the application of counseling of real group to improve school self

adjustment in SMK Negeri 2 Banjarmasin students.This research uses pre-test post-test one group design. The

subjects of this study were X-Grade students of Animation A who had low self-adjustment score in

school.Instrument collecting data used in this study is a questionnaire in school adjustment that has been tested

for validity and reliability.Data analysis technique used is Wilcoxon sign test. From the data analysis based on

right analysis Wilcoxon sign test with 5% significant level, showed a significant increase of adjustment score in

school between before and after applying of reality group counseling.Adjustment of students in schools increases

after treatment.So it can be concluded that the counseling group of reality can be used to improve school self-

adjustment in grade X students Animation A SMK Negeri 2 Banjarmasin.

  Keywords: Reality Group Counseling, Self-Adjustment At School Dipublikasikan Oleh : UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal e-ISSN 2477-6300 Dipublikasikan Oleh : UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal PENDAHULUAN

  Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang terletak pada sejauh mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapat di sekolah dan di luar sekolah ia memiliki sejumlah pengetahuan, kecakapan, minat- minat dan sikap-sikap. Dengan pengalaman itu ia secara berkesinambungan dibentuk menjadi seseorang pribadi seperti apa yang dia miliki sekarang dan menjadi seorang pribadi tertentu di masa mendatang.

  Sekolah mempunyai tugas yang tidak hanya terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, akan tetapi juga mencakup tanggungjawab pendidikan secara luas. Demikian pula dengan guru, tugasnya tidak hanya mengajar, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menjadi pembentuk masa depan, ia adalah langkah pertama dalam pembentukan kehidupan yang menuntut individu untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan (www.e- psikologi.com).

  Penyesuaian diri sangat penting dilakukan oleh individu dalam kehidupan mereka, baik penyesuaian diri terhadap keluarga, sekolah, serta lingkungan mereka. Menurut Sunarto dan Agung Hartono (2006: 222) “penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan”. Sedangkan menurut Wilis (2008:55) “penyesuaian diri ialah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar tehadap lingkungannya, sehingga ia merasa puas te rhadap dirinya dan lingkungannya”. Menurut Hurlock (tanpa tahun: 239)

  Ketidakmampuan menyesuaikan diri akan ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku seperti:a) Tidak bertanggung jawab; b) Sikap yang agresif dan sangat yakin pada diri sendiri; c) Perasaan tidak aman yang membuat remaja patuh dan mengikuti standar-standar kelompok; d) Merasa ingin pulang bila berada jauh dari lingkungan yang tak dikenal; e) Perasaan menyerah; f) Terlalu banyak berkhayal untuk mengimbangi ketidakpuasan yang di peroleh dalam kehidupan sehari-hari; g) Mundur ke tingkat perilaku yang sebelumnya agar disenangi dan diperhatikan; h) Menggunakan mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi, proyeksi, berkhayal, dan memindahkan.

  Menurut Wilis (2008) seseorang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik maka akan berakibat pada konflik batin pada diri mereka, serta kondisi yang selalu gelisah. Misalnya saja seorang siswa yang ingin memiliki prestasi yang baik tapi usaha dan kemampuan untuk memperoleh prestasi tersebut sangat minim. Akhirnya akan timbul kegelisahan yang tampak dalam perbuatannya seperti tidak dapat memusatkan perhatian, kurang semangat, dan sebagainya. Sehingga tidak mampu mencapai hasil belajar secara maksimal dan prestasi mereka akan semakin turun. Kegagalan menyesuaiakan diri tersebut tidak hanya berdampak pada diri mereka, namun juga kepada lingkungan di sekitar mereka, seperti, teman, guru, orang tua, lingkungan sekolah, serta masyarakat mereka.

  Berdasarkan hasil observasi tanggal 20 dan 21 September 2017, ditemukan adanya indikasi bahwa beberapa siswa di kelas X ANIMASI A SMKN 2 BANJARMASIN, mengalami ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri, khususnya penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah mereka. Hasil wawancara dengan konselor pada tanggal 20 dan 21 September 2017 juga diidentifikasi sebanyak 40% siswa di kelas X Animasi A mengalami masalah penyesuaian diri. Identifikasi ini diperkuat dengan pernyataan wali kelas kelas serta beberapa guru mata pelajaran yang mengajar di kelas tersebut mengenai macam-macam perilaku yang ditunjukkan saat pelajaran berlangsung. Ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri tersebut ditunjukkan dengan sikap tidak menghargai guru dan teman, bertindak semau mereka sendiri, tidak mengerjakan tugas, pelanggaran terhadap tata tertib sekolah, bertindak agresif, bermain saat pelajaran berlangsung, berpindah-pindah tempat duduk saat pelajaran berlangsung.

  Akibatnya siswa di kelas ini sering sekali mendapat masalah karena perilakunya tersebut, baik itu masalah dengan nilai mereka yang kurang baik, masalah pertengkaran antar siswa di dalam kelas, masalah antara siswa dengan guru mata pelajaran ataupun masalah pertengkaran antara siswa kelas X Animasi A dengan siswa di kelas lain.

  Menurut informasi konselor, penyebab dari keadaan ini adalah kebiasaan yang masih dibawa ketika SMP, lingkungan sekolah mereka di SMP, lingkungan keluarga yang kurang perhatian, lingkungan masyarakat yang kurang baik (mabuk dan judi). Berdasarkan data tersebut, pihak sekolah, (konselor, wali kelas, dan guru) ingin agar permasalahan ini segera diatasi. Karena jika terus dibiarkan maka dampak perilaku tersebut akan sangat membahayakan teman, guru, sekolah, terlebih pada diri mereka sendiri bahkan masa depan mereka. Sebenarnya pihak sekolah sudah pernah mengupayakan intervensi terhadap permasalahan ini dengan pemberian sanksi terhadap siswa-siwa yang melanggar peraturan, namun upaya yang dilakukan belum memperoleh hasil yang maksimal. Oleh karena itu, untuk meningkatkan tingkat penyesuaian diri di sekolah pada siswa maka diperlukan upaya-upaya penanggulangan dengan memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling.

  Dalam layanan bimbingan dan konseling terdapat salah satu layanan yaitu konseling kelompok. Konseling kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan dan konseling dimana konselor terlibat e-ISSN 2477-6300 Dipublikasikan Oleh : UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal

  dalam hubungan dengan sejumlah konseli pada waktu yang bersamaan, dengan berinteraksi dengan yang lainya para anggota membentuk hubungan yang bersifat membantu yang memungkinkan mereka dapat mengembangkan pemahaman dan kesadaran terhadap dirinya. Menurut Gazda (dalam Nursalim dan Suradi, 2002) mengemukakan pengertian konseling kelompok sebagai suatu proses interpersonal yang dinamis dengan memusatkan kepada kesadaran pikiran dan perilaku, serta berdasarkan fungsi-fungsi terapi yang bersifat memberi kebebasan, berorientasi terhadap kenyataan, katarsis, saling mempercayai, memelihara, memahami dan mendukung.

  Intervensi melalui konseling kelompok, dapat dilaksanakan dengan berbagai jenis pendekatan, salah satunya melalui pendekatan realita. Pendekatan realita adalah salah satu pendekatan konseling yang menfokuskan tingkah laku sekarang. Menurut Glasser (dalam Darminto 2007) bahwa konseling Realita memiliki 3 R yaitu Reality (Realita), Responsibility

  (tanggung jawab), Right and Wrong (benar-salah). Lebih lanjut menurut Glesser (dalam Fauzan & Flurentin, 1994) secara eksplisit salah satu karakteristik dari pendekatan realita adalah mengajarkan realita kepada konseli mengenai cara- cara yang baik dalam memenuhi kebutuhannya secara bertanggung jawab. Individu yang bertanggung jawab adalah mereka yang dapat menyesuaikan diri dan dapat memenuhi kebutuhan pribadi tanpa merugikan orang lain.

  METODE

  Digunakan rancangan penelitian eksperimen dengan jenis pre-eksperimental designs dalam bentuk

  pretest - posttest one group design dengan rancangan

  satu kelompok subjek. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan dalam pola sebagai berikut:

  Pre-Test

01 Treatment

  Berdasarkan hasil analisis angket penyesuaian diri di sekolah diperoleh tujuh siswa yang memiliki tingkat penyesuaian diri di sekolah yang rendah, setelah diketahui jumlah siswa yang mengalami penyesuaian diri di sekolah yang rendah kemudian diberikan perlakuan dengan memberikan konseling kelompok realita. Dari perlakuan yang diberikan diperoleh data adanya peningkatan tingkat penyesuaian diri di sekolah pada siswa. Hal ini dapat diketahui melalui hasil analisis Uji peringkat bertanda Wilcoxon. Hasil pretest dan posttest dapat dilihat pada tabel 1.

  Pre-test Post-test Skor Kategori Skor Kategori 1 114 Rendah 121 Sedang

  2 103 Rendah 108 Rendah 3 111 Rendah 126 Sedang 4 116 Rendah 131 Sedang 5 119 Rendah 142 Sedang 6 115 Rendah 133 Sedang 7 118 Rendah 122 Sedang

  Penyesuaian diri di sekolah adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan lingkungan sekolah dengan cara melakukan tindakan yang sesuai dengan harapan lingkungan sekolah tersebut. Pencapaian penyesuaian diri di sekolah memiliki karakteristik sebagai berikut: a) Disiplin dalam sekolah terhadap peraturan-peraturan yang ada dapat ditunjukkan dengan sikap patuh dan taat terhadap peraturan yang ada; b) Pengakuan otoritas guru dapat ditunjukkan dengan sikap menghormati kepala sekolah, guru, dan karyawan sekolah; c) Ketertarikan terhadap mata pelajaran dapat ditunjukkan dengan sikap tertarik saat mengikuti mata pelajaran; d) Situasi dan fasilitas yang cukup, sehingga tujuan sekolah dapat tercapai dapat ditunjukkan dengan sikap mengenal dan memahami kondisi lingkungan sekolah, menghargai teman, merasa nyaman di lingkungan sekolah, mengetahui fungsi dan letak fasilitas sekolah, memanfaatkan fasilitas sekolah, menjaga fasilitas sekolah.

  Penyesuaian diri positif memiliki ciri-ciri: 1) Tidak menunjukkan adanya ketegangan emosional, 2) Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis, 3) Memiliki persepsi yang akurat terhadap realita, 4) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri, 5) Relasi interpersonal baik.

  Penyesuaian diri negatif memiliki ciri-ciri: 1) Reaksi bertahan (Defence Reaction), 2) Reaksi

  

Gambar 1. Pre-test dan Post-test

HASIL DAN PEMBAHASAN

  

X

Post-Test

  02

  Tabel 1. Hasil Pretest dan Posttest Subyek

  e-ISSN 2477-6300 Dipublikasikan Oleh : UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal

  menyerang (Aggessive Reaction), 3) Reaksi melarikan diri (Escape Reaction). Faktor

  • – faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri; 1) Kondisi jasmaniah atau kondisi
  • – kondisi fisik, termasuk didalamnya keturunan, konstitusi, fisik, susunan syaraf, kelenjar, dan system otot, kesehatan, penyakit, dan sebagainya. 2) Perkembangan dan kematangan, khususnya kematangan intelektual, sosial, moral, dan emosional. 3) Penentu psikologis, termasuk didalamnya pengalaman, belajarnya, pengkondisian, penentu diri (self-dfetermination), frustasi, dan konflik. 4) Kondisi lingkungan, khususnya keluarga dan sekolah. 5) Penentu kultural, termasuk agama.

  Konseling realita merupakan suatu pendekatan dalam konseling yang menilai manusia sebagai makhluk rasional (Rasional Being) yang memiliki potensi dan dorongan untuk belajar dan tumbuh serta memiliki kebutuhan dasar (basic needs). Konseling ini menekankan pada 3 R (responsibility, reality, dan

  right) ), right atau kebenaran adalah dimana konseli

  mempertimbangkan dan menilai perilaku yang selama ini ia lakukan, benar atau salah perilaku tersebut,

  reality yaitu konseli melihat saat inilah konseli harus

  merubah perilaku yang menurutnya salah, permasalahan konseli saat ini yang konseli rasakan benar-benar sangat mengganggu, resposibility atau tanggung jawab dalam konseling realita ini, konseli ditekankan untuk dapat bertindak dan berperilaku secara bertanggung jawab agar konseli mampu mendapatkan identitas diri yang sukses (succses identity). Tujuan konseling kelompok realita adalah membantu anggota kelompok kearah belajar berperilaku realistik untuk dapat membuat keputusan nilai tentang perilaku mereka dalam memutuskan rencana tindakan untuk berubah serta mengembangkan identitas sukses untuk memenuhi kebutuhannya dengan bertanggung jawab tanpa mengorbankan orang lain.

  Tahap-Tahap Konseling Kelompok Realita; 1) Keterlibatan dan penstrukturan kelompok, 2) Pemusatan pada perilaku, 3) Pemusatan pada kekinian, 4) Pembuatan keputusan nilai, 5) Merencanakan perilaku yang bertanggung jawab, 5) Komitmen, 6) Tidak memberi maaf atas kegagalan, 7) Menghilangkan hukuman.

  Teknik-Teknik Konseling Kelompok Pendekatan Realita; 1) Bermain peran bersama konseli, 2) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan, 3) Menggunakan humor, 4) Mendiskusikan minat-minat pribadi, 5) Mengekplorasi dan mengklarifikasi nilai.

  6) Mengkonfrontasi anggota dan tidak memaafkan perilaku yang tidak bertanggung jawab. 7) Melayani sebagai model peran dan guru. 8) Menentukan struktur dan batas pertemuan. 9) Membuka diri untuk menentang dan mengeksplorasi nilai-nilainya sendiri. 10) Membuat kontrak. 11) Merumuskan rencana tindakan khusus, 12) Mendorong anggota untuk terlibat dengan orang lain.

  Tingkat penyesuaian diri di sekolah yang rendah merupakan perilaku yang tidak bertanggung jawab serta dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Pemberian konseling kelompok realita untuk membantu siswa berperilaku yang lebih bertanggung jawab dilaksanakan dengan cara mengajak siswa menilai perilaku mereka serta menyusun rencana atau kontrak perilaku yang harus mereka laksanakan dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan menyesuaikan diri di sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat Glesser (dalam Fauzan & Flurentin, 1994) bahwa konseling kelompok realita adalah mengajarkan realita kepada konseli mengenai cara-cara yang baik untuk memenuhi kebutuhannya secara bertanggung jawab, selain itu tujuan dari konseling kelompok realita menurut Burks (dalam Fauzan & Flurentin, 1994) adalah membantu anggota kelompok untuk memikul tanggung jawab bagi dirinya sendiri, kemampuan bertindak sedemikian rupa yang memungkinkan individu memenuhi kebutuhannya dengan tanpa mengorbankan orang lain serta membantu konseli dalam membina tujuan hidupnya, tujuan hidup ini ada meliputi tujuan jangka pendek misalnya ingin dapat menyesuaikan diri di sekolah dengan baik dan jangka panjang misalnya ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik.

  PENUTUP

  Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas X Animasi SMKN 2 Banjarmasin, setelah diberikan perlakuan berupa konseling kelompok realita selama delapan kali pertemuan. Peningkatan penyesuaian diri di sekolah yang terjadi antara sebelum dan sesudah diberikan perlakuan sudah meyakinkan dengan selisih skor rata-rata sebesar 13. Peningkatan penyesuaian diri di sekolah pada siswa tidak hanya dibuktikan dengan perolehan skor antara pre-test dengan post test tetapi juga perubahan perilaku selama proses dan sesudah proses konseling. Hal tersebut menunjukkan bahwa konseling kelompok realita dapat digunakan untuk meningkatkan penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas X Animasi SMKN 2 Banjarmasin.

  Sehubungan dengan selesainya penelitian ini maka diajukan beberapa rekomendasi yang berkaitan dengan hasil penelitian antara lain:

  1. Bagi konselor sekolah Telah terbukti konseling kelompok realita dapat digunakan untuk meningkatkan penyesuaian diri di sekolah pada siswa kelas X Animasi A SMKN 2 Banjarmasin, maka Konselor diharapkan dapat memberikan konseling realita terhadap siswa yang memiliki penyesuaian diri di sekolah yang rendah. Hal itu karena konseling kelompok dengan menggunakan e-ISSN 2477-6300 Dipublikasikan Oleh : UPT Publikasi dan Pengelolaan Jurnal

  pendekatan realita dapat mempengaruhi siswa agar dapat bertindak lebih bertanggung jawab.

  Penyesuaian Diri Remaja pada Siswa Kelas II SMA Negeri 8. Skripsi tidak di terbitkan. Surabaya: JPPB FIP Unesa. Latipun. (2004). Psikologi Konseling. Malang: UMM Press. Mutadin, Z. (2002). Penyesuaian Diri Remaja (on

2. Bagi peneliti lain

  c. Penelitian ini dilakukan dengan tidak menggunakan kelompok kontrol sebagai pembanding dari kelompok subyek yang diberikan perlakuan untuk memperkuat hasil penelitian. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya terkait konseling kelompok realita diharapkan menggunakan kelompok kontrol sebagai pembanding untuk memperkuat hasil penelitian

  line), http://www.e-

  Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

  Sunarto, H., & Hartono. (2006). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta. Sundari, S. (2005). Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta: Rineka Cipta. Wilis, S.S. (2008). Remaja & Masalahnya. Bandung: Alfabeta. Winkel, W.S., & Hastuti, S. (2006). Bimbingan dan

  Cakupan, dan Perkembangannya. Yogyakarta: Penerbit Andi.

  Reksoatmodjo, T. (2007). Statistika untuk Psikologi Pendidikan. Bandung: Refika Aditama. Siswanto. (2007). Kesehatan Mental: Konsep,

  Sosiodrama terhadap Penyesuaian Diri di Sekolah pada Siswa Kelas X-3 SMA Negeri 7 Surabaya. Skripsi tidak di terbitkan. Surabaya: JPPB FIP Unesa.

  Surabaya: JPPB FIP Unesa. Ramadani, L.I. (2006). Penggunaan Teknik

  Rahmawati, W.I. (2009). Penerapan Konseling Kelompok Realita untuk Mengurangi Kebiasaan Merokok pada Siswa Kelas X SMA YASMU Manyar. Skripsi tidak di terbitkan.

  dan Konseling. Surabaya: Unesa University Press.

  psikologi.com/epsi/individual, diakses 09 April 2002). Nursalim, M., & Suradi. (2002). Layanan Bimbingan

  b. Pelaksanaan uji validitas angket dilakukan di sekolah yang sama, sehingga memungkinkan jawaban angket telah diketahui subyek sebelum angket diujikan, sehingga diharapkan peneliti yang akan datang menggunakan sekolah yang berbeda dengan karakteristik permasalahan yang sama.

  d. Penelitian ini hanya menggunakan angket sebagai alat pengumpul data yang belum dapat mengidentifikasi perilaku siswa secara langsung, bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian serupa dapat menambah alat pengumpul data misalnya observasi karena dengan observasi peneliti dapat menagamati langsung perubahan dari konseli terkait dengan konseling realita yang merupakan pendekatan perilaku.

  a. Hasil uji validitas angket diperoleh dari jumlah responden enam puluh lima, diharapkan peneliti yang akan datang menggunakan jumlah responden minimal lima sampai sepuluh kali lipat jumlah item peryataan angket.

  Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

  Hurlock, E.E. (Tanpa Tahun). Psikologi

  Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Fauzan, L., & Florentin, E. (1994). Modul 2 Konseling Kelompok Realita. Malang: IKIP Malang.

  Djarwanto. (2003). Statistik Nonparametrik.

  Bandung: Refika Aditama. Darminto, E. (2007). Teori-teori Konseling. Surabaya: Unesa University Press.

  Arikunto, S. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Corey, G. (2007). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Terjemahan oleh E. Koeswara.

  Afrilliyah, R.I. (2009). Mengurangi Kebiasaan Mencontek pada Siswa dengan Menggunakan Konseling Kelompok Realita. Skripsi tidak di terbitkan. Surabaya: JPPB FIP Unesa.

  REFERENSI

  Kurniawati, R.N. (2005). Pengaruh Tingkat Kecerdasan Emosi terhadap Kemampuan