Estimate Charge Runoff With The Change of Rain Pattern At DAS Temon
Estimate Charge Runoff With The Change of Rain Pattern At DAS Temon
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh: RENA YUDA INDRAWATI NIM : I 0107129 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
ABSTRAK
Rena Yuda Indrawati, 2011, Perkiraan Debit Aliran Dengan Perubahan Pola Hujan Pada DAS Temon . Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Perubahan iklim berpengaruh terhadap pola hujan, yang selanjutnya mempengaruhi aliran sungai. Perubahan aliran sungai di hulu waduk sangat mungkin membahayakan keamanan bendungan karena over toping. Oleh sebab itu perubahan aliran menarik untuk dikaji.
Data yang digunakan adalah data curah hujan dan debit harian DAS Temon tahun 2000- 2009. Pemodelan rainfall-runoff sering digunakan karena keterbatasan ketersedian data debit, oleh karena itu digunakan suatu model untuk mengsimulasikan hujan menjadi aliran untuk mendapatkan nilai debit. Transformasi hujan menjadi aliran menggunakan metode clark unit hydrograph yang disimulasikan dalam program HEC HMS.
Perbedaan range data hujan yang diteliti antara data hujan tahun 1989-2008 dengan 2000- 2009 menghasilkan perubahan pola hujan pada DAS Temon. Perubahan ini menghasilkan
perubahan aliran, yaitu debit puncak DAS Temon tahun 1989-2008 sebesar 230,2 m 3 /s sedangkan debit puncak DAS Temon tahun 2000-2009 sebesar 238,7 m 3 /s.
Kata Kunci: perubahan iklim, pola hujan, pemodelan.
ABSTRACK
Rena Yuda Indrawati, 2011, Estimate Charge Runoff With The Change of Rain Pattern At Sub of DAS Temon . Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Climate change have an effect to rain pattern, later influence the river stream. Change of river stream upriver accumulating basin very possible endanger the barrage security because of over toping. Therefore stream change draw to be studied.
The data used are daily debit and rainfall data of DAS Temon year 2000-2009. Rainfall- runoff modeling is often used because limitation of data discharge, therefore use a model for simulation rainfall-runoff to get the discharge. The Transformation of rainfall-runoff use clark unit hydrograph method and simulation it in HEC HMS program.
Difference of accurate range rain data between rain data 1989-2008 and 2000-2009 yield the change of rain pattern at DAS Temon. This Change yield the stream change, that is discharge culminate the DAS Temon year 1989-2008 equal to 230,2 m3/s while discharge culminate the DAS Temon year 2000-2009 equal to 238,7 m3/s.
Keyword: climate change, rain pattern, modeling.
4.4.3. Cara III (Hujan Harian Maksimum Rerata Tiap Stasiun) ………………. 44
4.5. Hujan Rancangan ……………………………………………………………… 46
4.6. Durasi Hujan dan Waktu Konsentrasi …………………………………………. 47
4.6.1. Durasi Hujan …………………………………………………………….. 47
4.6.2. Waktu Konsentrasi ……………………………………………………… 47
4.7. Pola Agihan ABM (Alternating Block Methode) ……………………………... 47
4.8. Perubahan Pola Hujan …………………………………………………………. 48
4.9. Perhitungan Hujan Harian Menjadi Debit …………………………………....... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 63
5.2. Saran .................................................................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 64
LAMPIRAN
Tabel 2.1. Distribusi Hujan Tadashi Tanimoto………………………………………...14 Tabel 2.2. Nilai kritik Q dan R………………………………………………………...21 Tabel 3.1. Tabel 3.1. Tabel Variable dan Parameter…….……………………………..32 Tabel 4.1 Data Hujan Tahunan Stasiun Hujan di Sub DAS Temon …………………..35 Tabel 4.2 Uji Kepanggahan pada Stasiun Pencatat Hujan Baturetno PP ……………..37 Tabel 4.3. Hasil Uji Kepanggahan Sub DAS Temon…………………………………..37 Tabel 4.4. Analisis Statistik …………………………………………………………... 38 Tabel 4.5. Data Hujan Harian Maksimum Tahunan Sub DAS Temon ………………..40 Tabel 4.6. Hujan Harian Maksimum Wilayah Sub DAS Temon ……………………...41 Tabel 4.7. Resume Hasil Uji Chi Kuadrat Sub DAS Temon Cara 1…………………..42 Tabel 4.8. Resume Hasil Uji Sminorv-Kolmogorov Sub DAS Temon Cara 1..……….43 Tabel 4.9. Resume Hasil Pengujian Parameter Statistik Sub DAS Temon …………...44 Tabel 4.10. Resume Hasil Uji Chi Kuadrat Sub Das Temon Cara 3………..…………45 Tabel 4.11. Resume Hasil Uji Sminorv-Kolmogorov Sub DAS Temon Cara 3….…...45 Tabel 4.12. Hasil Uji Kecocokan Sebaran ………………………………………..…...46 Tabel 4.13. Hujan Rancangan Dengan Berbagai Kala Ulang Sub DAS Temon ……...47 Tabel 4.14. Durasi Hujan dan Banyak Kejadian Hujan di Sub DAS Temon ………....46 Tabel 4.15. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 2 th ……………………………….47 Tabel 4.16. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 5 th ……………………………….48 Tabel 4.17. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 10 th ……………………………...48 Tabel 4.18. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 20 th …………………………….. 49 Tabel 4.19. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 50 th …………………………...…49 Tabel 4.20. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 100 th …………………………….49 Tabel 4.21. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 500 th ………………………….....49 Tabel 4.22. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 1000 th …………………………...49
Gambar 4.25. Hasil Trial Kalibrasi pada Subbasin…………………………………....61 Gambar 4.26. Hidrograf Perbandingan Q Perhitungan dan Q Observed………………62
a = Kecepatan aliran di grid
b = koefisien momentum b =1,01-1,33
D maks = Selisih data probabilitas teoritis dan empiris t
D = Interval waktu x
D = Interval jarak J = sudut kemiringan lahan terhadap bidang horizontal. m = rerata
s = standar deviasi
X = tinggi hujan harian maksimum rata-rata selama n tahun P
= Hujan wilayah (mm) åX = jumlah tinggi hujan harian maksimum selama n tahun
A = luas wilayah (Km 2 )
A N = luas masing-masing poligon (Km 2 )
C = koefisien Chezy untuk saluran alam Ck
= koefisien kurtosis Cs
= koefisien kemiringan Cv = koevisien varian
d = jarak antar stasiun (km)
d 0 = radius korelasi Dk = derajat kebebasan (nilai kritis didapat dari tabel) EF = nilai yang diharapkan (expected frequency)
f = kapasitas infiltrasi pada suatu saat t
fc = kapasitas infiltrasi setelah mencapai harga tetap fo = kapasitas infiltrasi permulaan
H = selisih ketinggian antara tempat terjauh dan tempat pengamatan (km).
I = intensitas hujan I = intensitas hujan
= jumlah kelas distribusi K T = kala ulang L
= Panjang jarak dari tempat terjauh di daerah aliran sampai tempat pengamatan banjir diukur menurut jalannya saluran (km) N = koefisien kekasaran manning untuk permukaan lahan n
= jumlah OF = nilai yang diamati (observed frequency) Pi = keliling basah P
= banyaknya parameter sebaran Chi-kuadrat (ditetapkan = 2). p
= probabilitas P e = peluang empiris PN = hujan masing-masing stasiun pencatat hujan (mm) P T = peluang teoritis q = lateral inflow Q = debit aliran q o = debit aliran permukaan per satuan lebar R
= jari-jari hidroik r d = korelasi antar stasiun dengan jarak d km
r o = korelasi antar stasiun dengan jarak yang sangat kecil ( ± 0km) S = kemiringan saluran Sd
= standar deviasi t = waktu dihitung dari permulaan hujan. T
= kala ulang Tc = Waktu konsentrasi (jam)
V = kecepatan rerata aliran
X T = hujan rencana Y
= ketebalan aliran
LAMPIRAN A Kepanggahan LAMPIRAN B Analisis Frekuensi LAMPIRAN C Surat-surat
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Siklus hidrologi menurut C.D. Soemarto (1986) adalah gerakan air laut ke udara yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan dan akhirnya mengalir ke laut kembali. Dalam siklus hidrologi ini terdapat beberapa proses yang saling terkait, yaitu antara proses hujan (presipitation), penguapan (evaporation), transpirasi, infiltrasi, perkolasi, aliran limpasan (runoff) dan aliran bawah tanah.
Hujan berfungsi sebagai masukan utama untuk model hidrologi yang memprediksi aliran limpasan. Limpasan ini digunakan sebagai masukan untuk model hidrolik. Model hidrolik digunakan untuk memprediksi debit limpasan suatu sub DAS untuk masa yang akan datang (Vanderkimpen, 2010).
Hujan pada suatu kawasan dipengaruhi oleh perubahan iklim. Perubahan iklim mempengaruhi perubahan cuaca kawasan dalam bentuk cuaca ekstrim, kenaikan temperatur, perubahan pola hujan dan kenaikan muka air laut. Pola hujan suatu kawasan mempengaruhi aliran sungai (Armi Susandi, 2008).
Proses pengalihragaman (transformasi) hujan menjadi aliran merupakan fenomena alam yang sangat kompleks dan melibatkan banyak faktor alam. Pengukuran langsung di lapangan hampir tidak mungkin untuk dilakukan. Untuk dapat mengetahui hasil proses transformasi maka digunakan suatu model (Harding dkk, 2008).
Perubahan pola hujan yang terjadi pada hulu waduk kemungkinan besar berpengaruh terhadap pola aliran sungai di hulu waduk tersebut (Yuni, Winda, Ropri, 2010). Perubahan ini menarik untuk dikaji karena sangat mungkin berpengaruh terhadap Perubahan pola hujan yang terjadi pada hulu waduk kemungkinan besar berpengaruh terhadap pola aliran sungai di hulu waduk tersebut (Yuni, Winda, Ropri, 2010). Perubahan ini menarik untuk dikaji karena sangat mungkin berpengaruh terhadap
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana aliran akibat perubahan pola hujan pada sub DAS Temon?
2. Bagaimana hidrograf yang disebabkan oleh perubahan pola hujan pada sub DAS Temon?
1.3. Batasan Masalah
1. Penelitian hanya dilakukan di sub DAS Temon.
2. Data curah hujan manual yang dipakai adalah data curah hujan manual tahun 2000-2009 dan data hujan otomatis tahun 2000-2009.
3. Pola hujan 2000-2009 dibandingkan dengan pola hujan 1989-2008 (Yuni Wiyarsi, 2010).
4. Hanya menggunakan data sekunder.
5. Peta tata guna lahan yang digunakan peta tata guna lahan tahun 2005 dari Balai Penelitian Kehutanan Surakarta.
6. Tidak mengkaji perubahan tata guna lahan.
7. Menggunakan hasil simulasi hujan menjadi aliran untuk menentukan besarnya debit.
1.4. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui aliran akibat perubahan pola hujan pada DAS Temon.
2. Megetahui hidrograf aliran yang disebabkan oleh perubahan pola hujan pada DAS Temon.
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaaat teoritis: memberikan informasi keilmuan dalam bidang teknik sipil kususnya mengenai hidrologi, yaitu transformasi hujan menjadi aliran yang terjadi pada sub DAS Temon.
2. Manfaat praktis: memberikan informasi pengaruh perubahan pola hujan terhadap aliran yang terjadi di sub DAS Temon.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1. Uji Kepanggahan Data Hujan
Pengujian keabsahan data hujan dapat dilakukan dengan menggunakan metode Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS) yang datanya diambil dari data hujan tahunan. Data hujan tahunan sub DAS Temon disajikan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Hujan Tahunan Stasiun Hujan di Sub DAS Temon Tahun
Hujan
Tahunan (mm/th)
Baturetno PP
Baturetno
Peng
Batuwarno Ngancar
Temon Otomatis
1659 Sumber: Balai Kehutanan Solo
Contoh analisis uji kepanggahan dengan mengunakan cara RAPS pada stasiun pencatat hujan Baturetno PP disajikan pada Tabel 4.2.
No Tahun
i-rerata
Sk*
Sk** Absolut Q Abs Maks Q/ √n Nilai Kritik 1 2002
< Titik Kritik Panggah 4 2005
I =hujan tahunan
Sk* =kumulatif i-rerata Sk**=sk*/standar deviasi
Nilai QRAPS hit (maks) di stasiun Baturetno PP terdapat pada tahun 2004 dengan nilai Q Absolut adalah 2,4 dan nilai Q/ √n sebesar 1. Selanjutnya nilai Q/√n akan dibandingkan dengan nilai kritik yang terdapat pada Tabel 2.2 dengan n=6 (dilakukan interpolasi terlebih dahulu dengan Confidence Interval 95%). Hasil dari perbandingan adalah QRAPS hit/ √n < Q RAPS kritik yang berarti stasiun Baturetno PP adalah panggah. Hasil uji kepanggahan sub DAS Temon dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil Uji Kepanggahan Sub DAS Temon
No Nama Stasiun Pencatat Hujan
Q Abs Maks
Q/ √n
Niliai Q kritik Keterangan
1 Baturetno PP
2 Baturetno Peng
Tidak Panggah
5 Temon Otomatis
Hasil dari Tabel 4.3. menunjukkan bahwa data pada stasiun Batuwarno tidak panggah untuk itu tidak dapat dipakai dalam analisis selanjutnya. Hasil uji kepanggahan tiap stasiun di DAS Temon selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A-1.
Metode Kagan digunakan untuk menganalisa kerapatan jaringan stasiun hujan dengan menggunakan data hujan bulanan. Berdasarkan analisis statistik data hujan bulanan pada stasiun hujan diperoleh besaran nilai parameter sebagai berikut:
Tabel 4.4. Analisis Statistik
Statistik
Baturetno Peng Baturetno.pp
Ngancar
Temon otomatis Mean
1755,90 Standard Error
0,00 Standard Deviation
217,15 Sample Variance
10,00 Confidence Level(95.0%)
38,85 Koef Varian, Cv
Setelah mencari nilai parameter statistik, selanjutnya menghitung koefisien korelasi antara dua stasiun. Hasil Perhitungan koefisien antar stasiun dapat dilihat pada lampiran A. Jarak antar stasiun dapat dihitung dengan menggunakan hubungan antara koordinat UTM dua stasiun hujan yang berlainan. Contoh perhitungan jarak antar stasiun hujan antara Baturetno PP dan Baturetno Peng. adalah sebagai berikut:
Koordinat UTM Baturetno PP: X1 = 492577 Y1 = 91199849 Koordinat UTM Baturetno Peng: X2 = 494524 Y2 = 9117094
D= √(494524-492577) 2 + (9117630-9119849) 2
D= 2952 m
Kesalahan perataan (Z1), kesalahan interpolasi (Z2), dan panjang sisi segitiga Kagan (L) dapat dihitung dengan Persamaan 2.13, 2.14 ,2.15 dan 2.16. Contoh perhitungan Z1, Z2, dan L pada sub DAS Temon dengan data-data sebagai berikut:
Luas sub DAS = 62,59 km 2 Jumlah stasiun = 4 Cv rata-rata = 0,61 Sd rata-rata = 425,32 Ro
Z1 =0,46 Z1 =46%
Z2 =1,2 Z2 =120%
L =1,07
L =1,07
L =4,23 km
Dari perhitungan diatas diperoleh Z1 = 46%, Z2 = 120% dan L = 4,23 km. Nilai L dipakai untuk menyusun jaringan Kagan dan selanjutnya diplotkan dengan lokasi pencatat sehingga setiap stasiun mendekati atau berada pada titik simpul jejaring Kagan. Hasil pengeplotan terbaik bisa dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Jaringan Kagan Pada Sub DAS Temon
Sesuai dengan hasil pengepotan segitiga Kagan pada Gambar 4.1, jumlah stasiun hujan yang diperlukan di Sub DAS Alang minimal sama dengan jumlah simpul segitiga Kagan. Dari hasil analisis ternyata diperoleh jumlah stasiun hujan untuk Sub DAS Temon adalah 9 stasiun hujan. Sedangkan jumlah stasiun hujan yang ada di sub DAS Temon saat ini hanya ada 5 stasiun hujan.
4.3. Hujan Wilayah
Untuk menentukan hujan wilayah Sub DAS Temon digunakan metode Polygon Thiessen. Data hujan harian maksimum tahunan sub DAS Temon dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tahun
PP (mm)
Peng (mm)
Ngancar
(mm)
Temon Otomatis
Poligon Thiessen sub DAS Temon dengan empat stasiun hujan dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Poligon Thiessen Sub DAS Temon dengan 4 Stasiun Hujan
Dari Poligon Thiessen yang sudah dibuat selanjutnya dihitung luas masing-masing wilayah dengan menggunakan Autocad. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Sub DAS Temon = 62,59 km 2 Baturetno PP = 16,55 km 2
Baturetno Peng. = 12,46 km 2 Ngancar = 17,33 km 2
Temon Otomotis = 16,25 km 2 Hasil perhitungan hujan wilayah ditunjukkan pada Tabel 4.6.
Tahun Curah Hujan (mm)
Hujan wilayah tiap tahun mungkin berbeda, hal ini dapat terjadi apabila jumlah stasiun pada suatu tahun berbeda karena adanya stasiun yang rusak sehingga datanya tidak dianalisis.
4.4. Uji Kecocokan Jenis Sebaran
Uji sebaran frekuensi digunakan untuk mengetahui jenis sebaran data yang sesuai. Analisis ini digunakan untuk dasar perhitungan hujan rancangan dengan berbagai kala ulang. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian sebaran data. Jenis sebaran antara lain: Normal, Log Normal, Gumbel dan Log Person III. Dalam uji kecocokan jenis sebaran digunakan tiga cara penyajian data, yaitu cara 1, cara II dan cara III.
4.4.1 Cara 1 (Hujan Harian Maksimum Tahunan)
Data hujan harian maksimum tahunan dapat dilihat pada Tabel 4.5. Untuk memilih kesesuaian jenis sebaran dapat dilakukan dengan uji Chi kuadrat dan uji Smirnov- Kolmogorof. Hasil perhitungan hujan wilayah dapat dilihat pada Tabel 4.6. Resume hasil uji terhadap deret data pada Tabel 4.6. disajikan pada Tabel 4.7. dan Tabel 4.8.
Normal Log normal Gumbel Log Person III
Nilai Chi Kuadrat
Derajat Kebebasan
Chi Kritik
diterima diterima
Tabel 4.8. Resume Hasil Uji Sminorv-Kolmogorov Sub DAS Temon Cara 1
Δ maks Keterangan
Log Normal
log Person III
diterima
Dari hasil Tabel 4.7. uji Chi Kuadrat diketahui bahwa semua distribusi diterima. Uji pada Sminorv-Kolmogorov yang disajikan pada Tabel 4.8. tampak bahwa semua distribusi diterima. Untuk dapat memilih sebaran yang paling cocok, maka dipilih yang memiliki nilai penyimpangan terkecil diantara yang lain yaitu 0,120 menggunakan distribusi Gumbel. Hasil uji selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B-1.
4.4.2 Cara II (Hujan Harian)
Hujan harian rerata Sub DAS Temon dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Hujan Wilayah Harian Rerata Tahun 2000-2009 Sub DAS
Temon
Dari Gambar 4.3. dapat diketahui bahwa musim kemarau mulai terjadi pada kejadian ke 205 (pada tanggal 23 Juli). Sedangkan musim hujan mulai terjadi kembali pada kejadian ke 293 (pada tanggal 19 Oktober).
Perhitungan hujan harian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B-6. Berdasarkan analisis statistik terhadap deret data hujan harian diperoleh nilai parameter sebagai berikut: Nilai rerata = 3,651 Standar Deviasi = 3,948 Cs = 1,242 Ck = 1,5 Cv = 0,925 Jumlah Data = 3653 Untuk menentukan jenis distribusi frekuensi yang cocok dilakukan dengan pengujian parameter statistik. Resume hasil pengujian parameter statistik dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Resume Hasil Pengujian Parameter Statistik Sub DAS Temon
No
Jenis Distribusi
Syarat
Hasil Perhitungan Keputusan
1 Normal
Cs = 0
Cs =0,242 No
Ck = 3
Ck =1,500 No
2 Log Normal
Cs (ln x) = Cv3+3Cv = 4,389
Cs =0,242 No
Ck (ln x)=Cv8+6Cv6+15Cv4+16Cv2+3 = 2,93
Ck =1,500 No 3
Pearson type III
Cs > 0
Cs =0,242 Yes
Ck = 1,5 Cs2 + 3 = 4,175
Ck =1,500 No 4
Log Pearson type III
Jika semua syarat tidak terpenuhi
Cs =0,242 Yes Ck =1,500
Cs =0,242 No
Ck = 5,4
Ck =1,500 No
III, karena nilai Cs dan Ck tidak memenuhi syarat distribusi Normal, Log Normal, Pearson dan Gumbell.
4.4.3 Cara III (Hujan Harian Maksimum Rerata Tiap Stasiun)
Untuk menentukan hujan harian maksimum tiap stasiun dalam tahun yang sama diambil hujan maksimum tahunan tiap stasiun. Langkah selanjutnya adalah mencari hujan harian pada stasiun-stasiun yang lain pada hari kejadian yang sama dalam tahun yang sama. Perhitungan hujan harian maksimum rerata tiap stasiun dapat dilihat pada lampiran B-18. Hujan harian maksimum rerata tiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Hujan Wilayah Harian Maksimum Tiap Stasiun Tahun 2000-2009 Sub DAS Temon
Untuk memilih kesesuaian jenis agihan dengan uji Chi Kuadrat dan Uji Sminorv- Kolmogorov. Resume hasil uji terdapat data hujan harian maksimum rerata tiap stasiun disajikan pada Tabel 4.10. dan Tabel 4.11.
Normal
Log normal
Gumbel
Log Person III
Nilai Chi Kuadrat
Derajat Kebebasan
Chi Kritik
Tabel 4.11. Resume Hasil Uji Sminorv-Kolmogorov Sub DAS TemonCara 3
Δ maks Keterangan
Log Normal
Log Person III
diterima
Dari hasil Tabel 4.10. uji Chi Kuadrat diketahui bahwa semua distribusi diterima. Untuk dapat memilih sebaran yang paling cocok, maka dipilih yang memiliki nilai penyimpangan terkecil diantara yang lain yaitu Log Person III. Sedangkan uji pada Sminorv Kolmogorov yang disajikan pada Tabel 4.11. juga diketahui bahwa semua distribusi diterima. Hasil uji selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B-8.
4.5. Hujan Rancangan
Berdasarkan hasil uji sebaran, jenis sebaran terbaik dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Hasil Uji Kecocokan Sebaran Hujan Harian Maksimum Tahunan
Gumbel
Hujan Harian
Log Person III
Hujan Harian Maksimum Tiap Stasiun
Log Person III
Sesuai dengan hasil analisis sebaran hujan rancangan dengan berbagai kala ulang dapat dilihat hasilnya pada Tabel 4.13.
Temon Hujan Rancangan
No Kala Ulang
Hujan Harian
Maksimum Tahunan (mm)
Hujan Harian
(mm)
Hujan Harian Maksimum Tiap Stasiun(mm)
Untuk analisis lanjutan dan demi keamanan dipakai hujan harian maksimum dengan cara 1 (hujan Harian Maksimum Tahunan) karena mempunyai ketebalan hujan rancangan yang lebih besar.
4.6 Durasi Hujan dan Waktu Konsentrasi
4.6.1 Durasi Hujan
Durasi hujan diperoleh dari data hujan pada stasiun otomatis. Data hujan dari stasiun hujan otomatis dikelompokkan berdasarkan lamanya hujan Selanjutnya dipilih durasi hujan dari lamanya hujan dengan kejadian terbanyak. Durasi hujan dan banyak kejadian hujan pada data hujan otomatis dapat dilihat pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14. Durasi Hujan dan Banyak Kejadian Hujan di Sub DAS Temon Kejadian Hujan
(Jam)
Jumlah Kejadian
2 jam. Sedangkan durasi hujan dihitung sebagai berikut:
Durasi = å
waktukejad ian
durasihuja n
4.6.2 Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 2.39. Perhitungan waktu konsentrasi adalah sebagai berikut: Diketahui:
Luas Sub DAS Temon (A) = 62,59 km 2
Panjang sungai (Ls)= 13,76 km Slope (S0) = 2,6%=0,026 Kirpich
jam
00013 . 0 = 0 Tc=0,00013 x 13,76 0,77 x 0,026 - 0,385
Tc= 3,989 = 4 jam Jadi Waktu konsentrasi untuk sub DAS Temon adalah 4 jam.
4.7. Pola Agihan ABM (Alternating Block Methode)
Contoh perhitungan intensitas hujan dengan kala ulang dua tahun degan durasi 4 jam. Rt = 84,2 mm/jam tc = 4 jam t = 1 jam
I=
tc
tc
Rt
= 53,04 mm/jam
Pola Agihan 4 jam dengan berbagai kala ulang ditunjukkan pada Tabel 4.15 - 4.22.
Tabel 4.15. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 2 th
t I(mm/jam)
P(mm)
Delta (mm)
Hyetograph ABM (%) Hyetograph (mm) 1 53,04
Tabel 4.16. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 5 th
t I(mm/jam)
P(mm)
Delta (mm)
Hyetograph ABM (%) Hyetograph (mm) 1 71,31
Tabel 4.17. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 10 th
t I(mm/jam)
P(mm)
Delta (mm)
Hyetograph ABM (%) Hyetograph (mm) 1 83,41
Tabel 4.18. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 20 th
t I(mm/jam)
P(mm) Delta (mm)
Hyetograph ABM (%) Hyetograph (mm) 1 95,00
P(mm) Delta (mm)
Hyetograph ABM (%) Hyetograph (mm) 1 110,05
Tabel 4.20. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 100 th t
I(mm/jam)
P(mm) Delta (mm)
Hyetograph ABM (%) Hyetograph (mm) 1 121,27
Tabel 4.21. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 500 th t
I(mm/jam)
P(mm) Delta (mm)
Hyetograph ABM (%) Hyetograph (mm) 1 147,28
Tabel 4.22. Tabel Pola Agihan 4 Jam Kala Ulang 1000 th t
I(mm/jam)
P(mm) Delta (mm)
Hyetograph ABM (%) Hyetograph (mm) 1 158,50
Grafik Pola Hujan 4 jam ditunjukkan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Grafik Pola Hujan 4 Jam
4.8. Perubahan Pola Hujan
Pada sub DAS Temon terjadi perubahan pola hujan, yaitu antara pola hujan tahun 1989-2008 (Yuni Wiyarsih, 2010) dan pola hujan tahun 2000-2009 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.6. dan 4.7.
Gambar 4.6. Pola Hujan Tahun 1989-2008
Gambar 4.7. Pola Hujan Tahun 2000-2009
Perubahan pola hujan ternyata juga mempengaruhi perubahan pola aliran debit pada sub DAS Temon. Perhitungan debit dilakukan dengan pemodelan simulasi hujan menggunakan software HEC-HMS 3.2. Hasil perhitungan debit dengan kala ulang 2 tahun dapat dilihat pada Gambar 4.8. dan 4.9.
Gambar 4.8. Debit Aliran sub DAS Temon Tahun 1989-2008 Kala Ulang 2 Th
Gambar 4.9. Debit Aliran sub DAS Temon Tahun 2000-2009 Kala Ulang 2 Th
Pada Gambar 4.8. dapat dilihat bahwa debit puncak DAS Temon tahun 1989-2008
sebesar 230,2 m 3 /s. Sedangkan pada Gambar 4.9. dapat dilihat bahwa debit puncak DAS Temon tahun 2000-2009 sebesar 238,7 m 3 /s. Hasil perhitungan debit aliran
HEC-HMS sub DAS Temon tahun 2000-2009 dengan berbagai kala ulang dapat dilihat pada lampiran B-10.
Gambar perubahan pola aliran ditunjukkan pada Gambar 4.10 - 4.12.
Gambar 4.10. Gambar pola Aliran Tahun 1989-2008
Gambar 4.10. adalah gambar pola aliran DAS Temon tahun 1989-2008.
Gambar 4.11. Gambar pola Aliran Tahun 2000-2009
Gabar 4.11. adalah gambar pola aliran DAS Temon tahun 2000-2009.
Gambar 4.12. Perubahan Pola Aliran
Ket: 1989-2008 = 2000-2009 =
Gambar 4.12. merupakan gambar perubahan pola aliran pada DAS Temon antara tahun 1989-2008 dengan 2000-2009. Debit puncak DAS Temon tahun 1989-2008
sebesar 230,2 m 3 /s dan debit puncak DAS Temon tahun 2000-2009 sebesar 238,7 m 3 /s.
4.9. Perhitungan Hujan Harian Menjadi Debit
Perhitungan hujan harian menjadi debit pada sub DAS Temon dilakukan dengan cara transformasi hujan menjadi aliran untuk mendapatkan debit, simulasi hujan-aliran ini menggunakan program HEC HMS 3.2. Tahap-tahap dalam pembuatan proyek hujan menjadi aliran sebagai berikut:
1. Pembuatan Proyek Baru Pembuatan proyek baru diawali dengan file > new > create, kemudian membuat Basin Models seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.13.
Gambar 4.13. Gambar Basin Model
Temon adalah DAS kecil yang mempunyai satu sungai maka hanya memiliki 1 reach. Kemudian memilih metode yang akan digunakan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.14.
Gambar 4.14. Gambar Component Reach dan Sub Basin Gambar 4.14. menunjukkan metode yang digunakan dalam Sub Basin yaitu pada routing method metode yang dipilih adalah muskingum-Cunge dan pada loss/gain method metode yang dipilih adalah constant.
2. Meteorologic Models Meteorologic Models ditunjukkan pada Gambar 4.15.
Gambar 4.15. Gambar Meteorologic Models Gambar 4.15. Gambar Meteorologic Models
3. Control Spesivication Control Spesivication ditunjukkan pada Gambar 4.16.
Gambar 4.16. Gambar Control Spesification
Gambar 4.16. menunjukkan control specification yang isinya meliputi tanggal data yang akan diolah yaitu tanggal mulai 31 Desember 1999 pukul 00:00 dan tanggal akhir 31 Desember 2009 pukul 00:00 dengan interval 1 hari.
4. Time Series Data Mengisikan data curah hujan harian dan datadebit harian pada Time Series Data.
Gambar 4.17. Gambar Time Series Data dengan Precipitation Gages
Gambar 4.17. berisikan data hujan harian DAS Temon yang dimasukkan dalam precipitation gages dari 1 Januari 2000-31 Desember 2009.
Gambar 4.18. Gambar Time Series Data dengan Discharge Gages Gambar 4.18. berisikan data debit harian DAS Temon yang dimasukkan dalam discharge gages dari 1 Januari 2000 - 31 Desember 2009.
5. Run atau compute program pada HEC-HMS dengan membuat Simulation Runs dan Optimization trials.
6. Melakukan kalibrasi pada Optimization trials untuk mendapatkan hasil yang paling baik. Hasil Perhitungan kalibrasi pada Subbasin dapat dilihat pada Gambar 4.19.- 4.22. Trial 1
Gambar 4.19. Trial 1 Subbassin Temon
Pada trial 1 didapat percent diference sebesar 136,35% pada volume sehingga belum memenuhi syarat. Trial 2
Gambar 4.20. Trial 2 Subbassin Temon
Pada trial 2 didapat percent diference sebesar 24,48 % pada volume sudah memenuhi syarat namun masih dicari nilai yang paling kecil.
Trial 3
Gambar 4.21. Trial 3 Subbassin Temon Gambar 4.21. Trial 3 Subbassin Temon
Trial 4
Gambar 4.25. Trial 4 Subbasin Temon
Pada trial 4 didapat percent diference sebesar 0,18 % pada volume, hasil ini sudah memenuhi syarat dan menghasilkan nilai percent diference yang paling kecil maka trial 4 dipakai dalam pengolahan hujan menjadi debit. Pada trial 4 didapatkan hasil volume simulasi sebesar 2141,15 mm dan volume observed 2137,29 mm dengan percent difference 0,18%. Dan debit puncak simulasi sebesar
38,4 m 3 /s dan debit observed 41,3 m 3 /s dengan percent difference 7,1%. Parameter terkait yang paling dominan adalah initial storage dan constant rate.
Gambar 4.22. Hasil trial 4 Simulasi Subbasin
Pada Gambar 4.22. didapat hasil debit puncak simulasi sebesar 38,4 m 3 /s sedangkan pada debit observed 41,3 m 3 /s. Selain itu juga didapat hasil sebagai berikut: total
precipitation sebesar 13311,66 mm, total loss 11169,61 mm, total excess 2142,05
mm, total direct runoff 2141,15mm, total residual 0,57m 3 /s dan discharge 2141,15mm.
Gambar 4.23. Tabel Hasil Times Series untuk Subbasin
Gambar 4.23. menunjukkan tabel hasil Times Series yang isinya antara lain loss, direct runnoff dan total precipitation.
Gambar 4.24. Hidrograf Untuk Subbasin
Gambar 4.24. menunjukkan gambar hidrograf untuk subbasin pada DAS Temon.
Gambar 4.26. Hidrograf Perbandingan Q Perhitungan dan Q Observed
Pada Gambar 4.26. menunjukkan perbandingan hidrograf simulasi dengan hidrograf observed. Dengan rincian volume simulasi hujan menjadi aliran adalah 2141,15 mm sedangkan volume debit observed adalah 2137,29 mm dan aliran puncak simulasi
hujan-aliran adalah 38,4 m 3 /s sedangkan aliran puncak observed adalah 41,3 m 3 /s.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan pada penelitian ini, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pola hujan tahun 1989-2008 berbeda dengan pola hujan tahun 2000-2009. Pola hujan tahun 1989-2008 cenderung membentuk pola Mononobe sedangkan pola hujan 2000- 2009 cenderung membentuk pola Alternatif Block Method (ABM).
2. Perubahan pola hujan mempengaruhi perubahan pola aliran, Pola hujan tahun 1989-2008 berbeda dengan pola hujan tahun 2000-2009 karena memiliki nilai debit yang berbeda. Hasil simulasi hujan menjadi aliran bisa dipakai untuk menghitung debit karena nilai
debit puncak sebesar 37,7 m 3 /s sedangkan debit pucak observed sebesar 41,3 m 3 /s.
Perbedaan ini menghasilkan percent difference sebesar 0,18% dibawah syarat ketentuan yaitu sebesar 25%.
5.2. Saran
Beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:
1. Data curah hujan yang digunakan sebaiknya memiliki range yang cukup panjang, sehingga dapat menunjukan karakteristik suatu DAS, sehingga nilai parameter yang didapat bisa lebih mewakili kondisi di DAS tersebut.
2. Penelitian sebaiknya dilakukan pada daerah aliran sungai yang masih alami, sehingga data observasi sesuai dengan karakteristik daerah aliran sungai yang sesungguhnya tanpa adanya pengambilan atau penambahan debit air yang cukup besar.
3. Penelitian selanjutnya perlu mengkaji aliran dalam jam-jaman.