Kata-kata Kunci: Alat pelesap energi gempa, rangka pemikul beban gempa, bresing tahan tekuk. Abstract - Alat Pelesap Energi Gempa Uniaksial

ISSN 0853-2982

  Vol. 20 No. 1 April 2013 Mangkoesoebroto.

  Abstrak Suatu invensi berupa alat pelesap energi gempa uniaksial dikembangkan dan dibahas secara rinci. Alat tersebut

dimaksudkan untuk melindungi struktur bangunan gedung dari kerusakan yang berlebih pada saat kejadian

gempa. Energi gempa input pada struktur bangunan gedung direncanakan untuk dimusnahkan oleh alat yang merupakan bagian dari bresing tahan tekuk. Bresing tersebut dipasang pada portal yang merupakan bagian dari rangka pemikul beban gempa. Alat dapat dipasang pada struktur bangunan gedung baru ataupun eksisting, tanpa memerlukan modifikasi signifikan. Alat dibuat cukup ringkas demikian sehingga memudahkan perawatan, operasi, dan perbaikan bila diperlukan. Alat tersebut telah dipatenkan.

  Kata-kata Kunci: Alat pelesap energi gempa, rangka pemikul beban gempa, bresing tahan tekuk. Abstract Invention of uniaxial seismic energy dissipater was developed and analyzed in detail. The device is intended to

protect building structures from extensive damage during major earthquakes. The earthquake input energy is

designed to be absorbed by the device which is part of a buckling resistant bracing. The bracings are constructed in the seismic resisting frames of building structures. The dissipater can be built in the newly constructed as well as existing building structures without major modification requirements. The design of the device is simple enough to facilitate easy maintenance, operation, and repair when needed. The apparatus was patented.

  Keywords: Seismic energy dissipater, seismic resisting frames, buckling resistant bracing.

  Alat Pelesap Energi Gempa Uniaksial Sindur P. Mangkoesoebroto

  Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa 10, Bandung 40132, E-mail: [email protected]

  Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil

1. Pendahuluan

  Bahwasanya sebagian besar wilayah Indonesia terletak pada zona cincin api (ring of fire) telah disadari oleh banyak peneliti. Ciri dari wilayah ini adalah adanya aktifitas kegempaan (dan gunung api) dengan intensitas yang tinggi. Hal ini terkait dengan keberadaan bebera- pa lempeng tektonik yang saling beradu dengan laju pergerakan (slip rate) yang besar (dapat mencapai 50~70 mm per tahun dalam kasus Pulau Sumatera dan Jawa). Keadaan ini pada beberapa waktu terakhir, teru- tama sejak gempa Aceh tahun 2004, telah menyebab- kan gempa-gempa lain yang tidak kalah gentingnya, seperti gempa Nias 2005, gempa Jogja 2006, juga gem- pa Pangandaran pada tahun yang sama; gempa Jawa Barat dan gempa Padang 2009; gempa Sumatera Barat 2010 dan 2012. Pada kejadian gempa-gempa tersebut telah banyak struktur bangunan gedung yang mengala- mi kegagalan dari kategori sedang hingga berat; bahkan keruntuhan menyeluruh dapat dijumpai dengan mudah disana-sini, menyebabkan korban jiwa yang cukup masif. Kerusakan struktur bangunan gedung pada umumnya terjadi karena kelemahan detailings pada bagian kom- ponen struktur yang seharusnya berfungsi menyerap energi gempa. Bagian tersebut dapat terletak pada balok di muka kolom, pertemuan balok-kolom, dan ujung kolom/dinding geser bagian bawah dari kolom/ dinding geser dasar. Ini adalah bagian-bagian kritis yang perlu mendapat perhatian khusus karena merupa- kan pusat-pusat pelesap energi gempa pada saat kejadian gempa. Ironisnya, justru bagian-bagian ini yang seringkali mengalami kegagalan pada peristiwa kejadian gempa. Kegagalan bagian-bagian tersebut dalam memikul gaya-gaya gempa beresiko terjadinya kegagalan struktur bangunan gedung secara menye- luruh. Beberapa upaya telah dilakukan untuk menekan resiko akibat kejadian gempa, antara lain, dengan memperkenalkan peta gempa Indonesia pasca 2003, yang diiringi dengan pengkinian peraturan perencanaan bangunan tahan gempa. Namun upaya ini tidak akan membuahkan hasil seperti yang diharapkan tanpa disertai dengan kendali mutu konstruksi untuk menghasilkan struktur bangunan gedung seperti yang seharusnya. Upaya lain dapat berupa penambahan alat pelesap energi gempa sebagai tambahan dari yang telah dise- butkan sebelumnya. Termasuk yang cukup lazim ada-

  Alat Pelesap Energi Gempa Uniaksial

  lah menggunakan isolasi dasar (base isolation) Mengingat Persamaan. 2 maka Persamaan (1) beru- (Buckle, 2000), redamanan viskoelastis solid bah menjadi Persamaan (3) yang bersifat nir-dimensi. (viscoelastic solid damper) (Symans, M.D., dkk, 2008),

  

2

  2

  2

  2

  2

  2

  (2) redaman friksi (friction damper), redaman fluida (fluid       

  S L H ; S L L   damper), dan redaman metal (metallic damper). Pada

  2

   S

  makalah ini dibahas alat pelesap energi gempa uniak-

  2

  2

  2        

  1    

  2 p a D D p 2 a p D p D   r r r r r r sial yang merupakan invensi dari jenis redaman metal.

  H

  2    

  Pada prinsipnya alat tersebut dipasang pada bresing (3) tahan tekuk yang digunakan pada struktur bangunan gedung. Akibat gaya-gaya gempa yang bekerja maka

  Dimana a = L / H adalah nisbah persegi (aspect ratio),

  r

  bresing tersebut akan memikul gaya-gaya aksial. Bila adalah D = L / H nisbah simpangan (drift ratio), dan

  r

  2

  gaya aksial melampaui suatu nilai tertentu maka alat p = a + 1 adalah suatu parameter. Untuk memudahkan

  r

  pelesap energi akan berdeformasi secara plastis dan ilustrasi, disajikan Gambar 2 sebagai bentuk grafis dari oleh karenanya menyerap energi gempa pada struktur

  Persamaan (3), dan Tabel 1 yang memperlihatkan

  bangunan gedung. Selengkapnya keadaan tersebut besar deformasi aksial bresing untuk beberapa nilai dijelaskan berikut ini. nisbah persegi dan simpangan.

  

2. Portal Pemikul Gempa pada Struktur

  L Bangunan Gedung dengan Bresing dan Alat Pelesap Energi Gempa Uniaksial

  Bresing    S

  Pada Gambar 1 (a) diperlihatkan suatu portal yang

  S  

  merupakan bagian dari struktur bangunan gedung.

  S H  

  Dianggap bahwa portal tersebut merupakan bagian dari rangka pemikul beban gempa. Pada portal tersebut

  Alat  pelesap 

  diperlihatkan adanya bresing dengan alat pelesap

  energi  gempa 

  energi. Secara tipikal portal tersebut dapat dimodelkan

  uniaksial

  sebagai terlihat pada Gambar 1 (b) dengan tinggi H dan lebar bentang L. Pada pembebanan lateral portal

  akan mengalami goyangan sebesar L, dan oleh kare- nanya panjang diagonal yang semula S akan berubah

  L  

  (a) (b)  

  menjadi S. Deformasi aksial bresing adalah S=S-S

  Gambar 1. Portal pemikul beban gempa pada dapat didekati dengan Persamaan (1). struktur bangunan gedung (a) dengan bresing dan alat pelesap energi gempa uniaksial;

  2

  2

  2

  (1)  S  S  S   S  S   S  S 

2 S S

  (b) model portal dalam keadaan bergoyang 0,020

    0,015

    /H S

  0,010 

  D =1,0% r   0,005

  D =1,5% r   D =2,0% r   0,000 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

   

a =L/H

r  

  Gambar 2. Hubungan antara deformasi aksial bresing terhadap nisbah persegi (aspect ratio) untuk beberapa nilai nisbah simpangan (drift ratio) Jurnal Teknik Sipil

  12

  Mangkoesoebroto.

  Tabel 1. Deformasi aksial bresing untuk beberapa nilai nisbah simpangan dan persegi a DS/H DS (mm) D r =L/H r (nisbah simpangan) (nisbah persegi) (nisbah deformasi) (deformasi aksial bresing) L 6 . 000

    1,5% 1 , 71 0,01286 45

  H 3 . 500 L 6 . 000 2,0%  

  1 , 50 0,01667 67 H 4 . 000 L 3 . 000 2,0%   ,

  75 0,01200 48 H 4 . 000

  Nisbah simpangan (drift ratio) ditentukan berdasarkan Deformasi aksial bresing pada Tabel 1 harus dapat kategori kinerja (performance category), indeks keru- diakomodasi oleh alat pelesap energi gempa uniaksial. sakan (damage index) struktur bangunan gedung yang Deformasi aksial tersebut pertama-tama diubah diijinkan, dan jenis struktur bangunan gedung menjadi deformasi geser murni dengan harapan (Mangkoesoebroto, 2007) yang ditinjau. Sebagai ilus- bahwa hukum kekekalan masa dapat dipenuhi untuk trasi Tabel 2 memberikan gambaran untuk menen- menekan peluang terjadinya kerusakan pada alat. tukan nisbah simpangan. Termasuk bangunan dengan Rincian mekanisme geser murni dibahas secara kategori kinerja I adalah bangunan-bangunan biasa, lengkap pada bagian berikut ini. seperti rumah tinggal, apartemen, kantor, dan lain- lain; kategori kinerja III adalah jenis bangunan yang

  3. Kekekalan Masa dan Keadaan

  diharapkan tetap beroperasi selama dan sesudah ke-

  Tegangan

  jadian gempa, seperti rumah sakit, pos polisi, gedung Pertama-tama persamaan tegangan efektif dan kriteria tanggap darurat, tempat penyimpanan material berba- haya, dan lain-lain. Sedangkan kategori kinerja II ada- leleh von Mises dapat dinyatakan seperti pada lah untuk bangunan-bangunan yang terletak dian- Persamaan (4) (Cook and Young, 1985). taranya. Selanjutnya nisbah persegi (aspect ratio)

  1

  2

  2

  2

  2

  2               f

        (4)

  berkaitan dengan konfigurasi gedung yang ditinjau. e 

  1

  2

  2

  3

  3 1  yw

  2 Tabel 2. Hubungan kategori kinerja, indeks kerusakan, dan nisbah simpangan maksimum untuk beberapa jenis struktur bangunan gedung (Mangkoesoebroto, 2007)

  Kategori kinerja:

  

I

II

  III

Indeks kerusakan (N e et =): 2,0 1,5 1,0

≤N Struktur Bangunan Gedung Nisbah simpangan maksimum (%)

  Bangunan-bangunan selain daripada dinding geser pasangan batu atau 2,5 2,0 1,5 rangka dinding pasangan batu, kurang dari empat tingkat dengan dinding (tidak untuk 1 tingkat) interior, partisi, plafon, dan dinding eksterior yang direncanakan mampu mengakomodasi simpangan antar lantai Bangunan dinding geser dari pasangan batu (tanpa transfer momen diantara 1,0 1,0 1,0 dinding-dinding geser) Bangunan dinding geser pasangan batu selainnya 0,7 0,7 0,7 Bangunan rangka dinding pasangan batu 1,3 1,3 1,0 Semua bangunan selainnya

  2,0 1,5 1,0 Vol. 20 No. 1 April 2013

  Alat Pelesap Energi Gempa Uniaksial

     Masa kupon sebelum dan sesudah deformasi masing Dimana , dan adalah tegangan utama, dan f

  1

  2 3 yw

  adalah kuat leleh pelat badan (web). Untuk keadaan dua V    masing adalah      dan

  1

  2

  3

  dimensi atau tegangan bidang (  =

  3 ≈0); dengan  2 α      V      1   1   1  

     

  ,

  1

  2

  3

  1

  2

  3

  dan lakukan penyederhanaan maka Persamaan (4) tereduksi menjadi Persamaan (5). dimana V dan V masing-masing adalah volume kupon

  2

  2  

      1  f /  (5)

   

   adalah rapat

  yw

1 sebelum dan setelah deformasi, dan

  masa. Dalam teori plastisitas klasik von Mises, rapat Dimana /  . α = 

  2 

  masa senantiasa dapat dianggap konstan (tak-mampat) (Wilson, 2002). Nisbah masa setelah dan sebelum

  Gambar 3 menunjukkan suatu kupon yang berada deformasi dapat dinyatakan dengan Persamaan (8).

  dalam keadaan tegangan bidang ( 

  3 ≈0) dalam arah sumbu utamanya, sebelum dan setelah berdeformasi.

  

  2

   1   1          1       1   1      1  

            

  Pada keadaan ini maka regangan pada ketiga arah sum-    bu utama dapat dinyatakan dengan Persamaan (6)

  (Cook and Young, 1985).

  (8) 

  2  

   yw

   

  1 Dimana O

  1         

  yw

  f

  2 yw

  1    

   

     

  dalam keadaan leleh dan dengan substitusi Persamaan  adalah bilangan kecil (jauh lebih kecil

  (5). Mengingat

  satu) maka Persamaan (8) dapat didekati dengan 

  2 2 /2     Persamaan (9).

  

  1 1 /2  /2

     

  1

  1

      

               

  1

  1 1 (9)

       

   

    

  1

  

2 Agar kekekalan masa terpenuhi maka M / M = 1 atau

  (1 αv) + αvαv(1+α) = 0 dan diperoleh Persa-

  

  1 maan (10). Secara skematis Persamaan (10) mem-

  berikan keadaan tegangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4 (a) adalah keadaan  /2

  2

  2

      tegangan untuk  =  , dan Gambar 4 (c) adalah

  2

  1

  keadaan tegangan geser murni yang berasosiasi, dan didapat menggunakan lingkaran Mohr (Gambar 4 (b)).

  Gambar 3. Kupon pada keadaan tegangan bidang (3 f

  ≈0) dalam arah sumbu utama, sebelum dan yw

  (10)

  setelah deformasi a = -1; -s = +s 

  2

  1

  3 Secara grafis Persamaan (5) dan (9) diilustrasikan pada

  1 

   

  1

          1   

     

  1

  1 2 yw Gambar 5. Kurva masa vs.  /  (bawah) diturun-

  2

  1 E f yw

  kan untuk nilai-nilai E=200 GPa, =240 ν=0,29 dan f yw 1  MPa. Terlihat bahwa kekekalan masa hanya terpenuhi

  1

            

      (6)

  2

  2 1 yw 2 / 1 = -1

  untuk keadaan geser sederhana,   , yang

  α =

  E f

  yw

    f / 3 . Pada keadaan tegangan lainnya mana

  1 , max yw

    

  1

           1  

     

  3

  1 2 yw

  E f yw (uniaksial dan biaksial) tidak terpenuhi kekekalan masa.

  Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme pelesapan Dimana E adalah modulus elastisitas,  adalah nisbah energi hanya dapat dilakukan secara berkelanjutan pada keadaan geser sederhana. Poisson, dan  adalah regangan leleh pelat badan

  yw

  (web). Akibat deformasi yang dialaminya, panjang kupon yang semula , , berubah sesuai Persamaan

4. Analisis Pelat Dalam Geser Sederhana

  ℓ 1 ℓ 2, ℓ

  3 (7).

  Alat pelesap energi gempa pada makalah ini terdiri atas

     1    

  1

  1

  1

  bagian yang paling mendasar berupa pelat metal yang (7) bekerja dalam modus geser sederhana (Gambar 6).

     1    

  2

  2

  2 Terlihat pada gambar tersebut sebuah pelat metal      

  1 

  3

  3

  3 Jurnal Teknik Sipil

  14

  Vol. 20 No. 1 April 2013 Mangkoesoebroto.

    

     

     

  (11)

    

   

   

    

     i j j i ij x u x u

  1

  1

  2

  2

  1

  2

     

  2

  1

  12

  2

  1

  1

     

  11    

  12

  22

  1

  2 / 2 /

       

       

     

      

  =

  2

  x u ; x u x u x u

               

  ‐1 ‐0,5 0,5 1  

    ‐0,0005   

  /f yw

  1, m a x

  1 

  2 / 

  



  0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4

  Tarik  uniaksial Geser  murni 

  Gambar 4. (a) keadaan tegangan untuk α = 2 / 1 = -1 sesuai Persamaan (10); (b) lingkaran Mohr untuk

keadaan tegangan (a); (c) keadaan tegangan geser murni yang berasosiasi dengan (a)

   

    (a) (c)  

   

     

   (b)   

  0,0005 0,001 M/ M ‐1  

  Tarik  biaksial Garis  kekekalan masa 

  Persamaan (11) , dan matriks regangan pada Persamaan (12) .

  ; disini simpangan pada arah x

  )=0. Dengan demikian gradien simpangan diberikan pada

  2

  (x

  2

  , u

  2

  2

  Gambar 5. Hubungan antara  2 / 1 dan kekekalan masa (bawah), serta nilai σ 1,max yang dapat dikerahkan

(atas)

  pada setiap garis horisontal diantaranya, pada posisi x

  2

  =  x

  1

  =  = h pada sisi atasnya, dimana  adalah gradien geser; dan u

  1

  berukuran  h yang tetap (fixed) pada sisi dasarnya dan diberikan simpangan sebesar u

  (12)

  Alat Pelesap Energi Gempa Uniaksial

  2

  f

    yw

  Dimana   adalah regangan leleh pelat, dan

  yw 

   f adalah kuat leleh.

  yw

  Sebagai ilustrasi, untuk material baja BJ37 dengan

    

  karakteristik mekanik pada Gambar 8 (f =240 MPa)

  yw u =

  1

  2  x diperoleh gradien geser  =0,0018 pada saat leleh. y x =h

  2  

  Dengan demikian deformasi geser pada sisi atas pelat (Gambar 6 untuk pelat metal berdimensi

   h = 300 

  2

  75 mm ) menjadi u (x =h)= = h=0,0018  75mm=

  1y 2 y 0,135 mm (pada saat leleh).

  1 ℓ   Mengingat   170 maka pada saat ultimate di- uw yw

  harapkan dapat tercapai u (x =h) ≈ 100 u (x =h) =

  1u 2 1y

  2

  100 × 0,135 mm = 13,5 mm. Nilai ini memberikan

  Gambar 6. Pelat metal berukuran h dalam geser sederhana u x  h 13 ,

  5 1 u  2 

  gradien geser ultimate sebesar    

  18 % u h

  75 Dengan transformasi koordinat pada Persamaan (13)

  maka diperoleh matriks regangan untuk = /4 pada

  p Setengah dari gradien geser ultimate,  /2, akan u Persamaan (14) .

  menyebabkan  pada pelat (lihat Gambar 7 (kiri)),

  12,max

  dan  tersebut harus dibandingkan terhadap  dari

  12,max

  11   sin  cos 

    Q  (13) uji tarik uniaksial, karena pada kasus tersebut

  ij  

     cos sin  

      

  /2 = 9% masih . Secara kualitatif nilai  u

  11

  12  

  1   

     /

  4

  2 (14)

     

  ij

  

  2

  1   dibawah batas ultimate  =20% (Gambar 8) sehingga

  uw

  deformasi geser pada pelat adalah sekira 13,5 mm; dan

  ª Gambar 7 (kiri) memberikan ilustrasi bahwa kupon

  nilai ini dikalikan dua seharusnya lebih besar daripada pada Gambar 6 yang mengalami geser sederhana nilai S pada Tabel 1. Bila tidak terpenuhi maka keper- sesuai Persamaan (12), sama dengan mengalami defor- luan tersebut dapat dipenuhi dengan cara meningkatkan masi pada Gambar 7 (kanan) sesuai Persamaan (14). h=75 mm menjadi 150 mm sehingga diperoleh 2u =

  1u

  Gunakan inversi dari Persamaan (6) dan substitusikan

  150 mm  54 mm

  1

  11

  2

  22 75 mm  

  2×13,5 mm × > DS (= 48 mm untuk  =  ,  =  untuk mendapatkan Persamaan (15).

                    kasus D = L/H=2,0% dan a =L/H=0,75).

      r r

  1

  1

  2

  2

  2

  2

  2 2  1    1   1            

                  (15)

  2

  2

  1

5. Kajian Numerik Alat Pelesap Energi

  2

  2

  2

  2

  2 1       1   1  

  Gempa Uniaksial

  Substitusikan Persamaan (15) ke Persamaan (4) dan Isometri alat pelesap energi gempa uniaksial diperlihat- selesaikan untuk diperoleh Persamaan (16). kan pada Gambar 9 (kiri) dan potongannya pada

  Gambar 9 (tengah) dan (kanan). Terlihat alat tersebut

   

   

  2

  1

   

     (16) berbentuk palang (cruciform) yang terbuat dari empat

  yw

  3

   /

  4

      /

  2

  11  /2

   /4

   /

  4

      / 2 

   /2

  22 

  Gambar 7. Suatu kupon dalam geser sederhana sesuai Persamaan (12), sebelum dan setelah

mengalami transformasi koordinat sesuai Persamaan (13)

  Jurnal Teknik Sipil

  16

  Vol. 20 No. 1 April 2013 Mangkoesoebroto.

  60 mm 5 300 mm t w

  40 2 0,6 f

  0,6 t f

  yf w yw   

   

  = 608 mm

  2

  = 15 ´ 40 mm

  2 .

  Tabel 3. Data material baja (SNI 03-1729-2000) dan perunggu (NBS, 1967) Material Modulus Young E (GPa) Kuat leleh f yw (MPa) Kuat tarik f uw (MPa) Rapat Masa (kN.s 2 /m 4 ) Nisbah

  Poisson ()

Baja 200 240 370 8,00 0,29

Perunggu 106

  

66 270

9,00 0,34

  Kelangsingan pelat adalah

   

      

  3

  ,

      

       

  70 240 100 .

  1 f 100 .

  1 t yw w

  

  (SNI 03-1729-2000) untuk material baja karbon setara BJ37, atau

      

       

  100

  66 810 f 810 t yw w

   untuk perunggu.

  5

  00

  

Gambar 8. Karakteristik mekanik material baja karbon (BJ37) (Salmon, dkk, 2009)

Te gangan (MPa)

  20 20 ~ 15 0012 ,

    BJ  37 

  5  

  10

  15

  20

  25

  30

  35   f yw  = 240 MPa

  Regangan  (% 100   200   300   400  

   yw    shw     uw  rw   

   

  yw uw yw shw yw

  170 %

  240        

  355

      

  E=200  GPa ν=0,29

   

  pelat metal. Mengingat cara kerjanya bersifat simetri atau asimetri maka kajian numerik hanya dilakukan terhadap satu pelat metal saja (lihat Gambar 10). Pelat metal pada gambar tersebut bekerja pada keadaan tegangan geser sederhana.

  Kelangsingan pelat metal harus dari kategori kompak agar dapat menghasilkan kurva histeresis yang gemuk dan stabil.

  75   75  

  75 75   5   5 300

Gambar 9. Alat pelesap energi gempa uniaksial: Isometri (kiri), potongan memanjang (tengah), dan

potongan melintang (kanan)

  Dengan demikian pelat memenuhi persyaratan kekompakan penampang untuk material baja ataupun perunggu. Dimensi flens ditentukan menurut keseimbangan gaya pada Persamaan (17).

  Karakteristik mekanik material baja dan perunggu yang digunakan pada pelat diperlihatkan pada

  Gambar 11 . Kurva garis penuh adalah data aktual,

  sedangkan kurva garis putus-putus adalah input pada program ADINA. Rincian data material disajikan pada Tabel 3.

   t f 0,6 f b a Τ w yw yf   (17)

  Maka dapat dihitung luas flens sebagai

   b a 

  sedangkan batasan untuk penampang kompak adalah

  Alat Pelesap Energi Gempa Uniaksial   f yf

    150   200   250   300   350   400   450  

  

Gambar 12. Riwayat gradien geser sebagai fungsi step waktu pada uji numerik pelat dalam geser

sederhana

  

Step

(t ) 

  60 80 100 120 140 160 180   200  

  40

  20

   

    0,2   0,3  

  Kurva bergaris putus-putus adalah input pada program ADINA ‐0,3 ‐0,2 ‐0,1 0,1

    Regangan Te ga n g a n  (MP a ) 

Gambar 11. Karakteristik mekanik material baja dan perunggu sebagai penyusun pelat badan (web).

    0,1   0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

  Perunggu   50 100

  =355  MPa  f uf

  Gambar 10. Pelat metal penyusun alat pelesap energi gempa uniaksial dan spesifikasi material Baja  

  ,  f uf   =300 mm  

    f yf

  =5  mm a b

  Pot ‐A  t w

   flens 

  ,  f yw ,  f uw  

  T t w

  =240 MPa

A

h=75  mm

  =490  MPa  f yw

18 Jurnal Teknik Sipil

    0,2 0,3 ‐0,3 ‐0,2 ‐0,1

  Tabel 3 ) bila digunakan anggapan penguatan regangan kinematik.

  Gambar 14. Hubungan regangan geser, xy

  , pada elemen E (Gambar 13) sebagai fungsi dari gradien geser, , untuk material baja dan perunggu

  pada Gambar 15 untuk kedua material yang digunakan. Terlihat bahwa material baja menunjukkan sifat yang lebih kokoh daripada material perunggu, dan keduanya secara konsisten memberikan 

  xy,max ≈f yw

  / 3 (lihat Persamaan (10) dan Gambar 4

  (c)), sesuai dengan anggapan penguatan regangan

  kinematik. Dari hubungan ini dapat diharapkan bahwa untuk dimensi pelat metal yang identik, material perunggu menunjukkan kemampuan pelesapan energi yang lebih rendah daripada material baja.

  Hubungan gaya aksi, T (Gambar 10), sebagai fungsi dari gradien geser, , diperlihatkan pada Gambar 16. Gaya aksi maksimum adalah T=0,20 MN dan 0,05 MN, masing-masing untuk material baja dan perunggu, atau material baja sekira empat kali lebih kokoh daripada material perunggu. Faktor empat kali ini konsisten dengan kuat leleh material baja yang sekira empat kali kuat leleh material perunggu (lihat

  Energi histeresis sebanding dengan luas loop untuk setiap siklus. Terlihat bahwa loop histeresis untuk material baja jauh lebih gemuk daripada untuk materi- al perunggu. Secara umum persamaan kesetimbangan energi untuk keadaan kuasi-statis dinyatakan pada

  Perunggu   0,1

  Persamaan (18a) (Mangkoesoebroto, 2007), bahwa

  energi input sama dengan jumlah energi histeresis dan regangan. E

  • E

  I

  = E

  h

  e

  (18a) atau 1 e e e e

  h e h

  I

  Baja   

  Vol. 20 No. 1 April 2013 Mangkoesoebroto.

  1u

  Pelat pada Gambar 10 diberikan riwayat gradien geser sebagai fungsi dari step waktu, (t), seperti ditunjukkan pada Gambar 12. Kajian numerik dilakukan dengan bantuan perangkat lunak ADINA 8.7, dan hasilnya diperlihatkan pada Gambar 13 untuk sebaran geser pada pelat akibat (t) pada step waktu t=195. Terhadap elemen E pada pelat (lihat

  Gambar 13 ) dilakukan observasi untuk parameter

  regangan geser. Elemen E dipilih sebagai rujukan karena merupakan lokasi dengan regangan geser maksimum (untuk material baja). Riwayat regangan geser, 

  xy

  , pada elemen E sebagai fungsi dari gradien geser, , dengan anggapan penguatan regangan kinematik (kinematic hardening) diperlihatkan pada Gambar 14 untuk material baja dan perunggu. Terlihat bahwa regangan geser maksi- mum pada elemen E adalah sekira dua kali gradien geser yang diberikan untuk kedua jenis material yang ditinjau. Untuk material baja gradien geser sebesar  =0,18 memberikan regangan geser maksimum sekira 

  xy,max

  =0,32, dan nilai tersebut sudah mendekati batas fraktur untuk kurva baja pada Gambar 11. Sebalik, untuk material perunggu, batas fraktur tersebut tercapai pada 

  xy,max

  =0,52 (Gambar 11) dengan gradien geser sebesar =0,25 (Gambar 14). Hal ini penting karena persyaratan 2u

  (x

    0,1 0,2 0,3 ‐0,2

  2

  =h)³ S, dapat pula dicapai dengan cara memilih material yang lebih daktail daripada baja, dalam hal ini perunggu, selain dengan cara memperbesar dimensi tinggi, h, dari pelat metal seperti yang telah diulas sebelumnya. Tegangan geser, 

  xy

  , pada elemen E (Gambar 13) sebagai fungsi dari regangan geser, 

  xy

  , diperlihatkan

  E Gambar 13. Sebaran regangan geser pada pelat badan (web) dengan gradien geser maksimum pada step waktu t=195 (radius 10 mm, material baja). Elemen E adalah lokasi dengan regangan geser maksimum ‐0,3  ‐0,1 

    xy   ‐0,10  ‐0,30  ‐0,20  0,00

    0,10   0,20   0,30   0,40   0,50  

    (18b)

  Alat Pelesap Energi Gempa Uniaksial ª

  dimana e , e , dan e masing-masing adalah rapat energi

  I e h

6. Kesimpulan (energy density) input, elastik/regangan, dan histeresis.

  1. Suatu alat pelesap energi gempa uniaksial telah Rapat energi input dan histeresis (e , e ) sebagai fungsi

  I H

  dikembangkan dan dikaji. Pada dasarnya alat terse- dari gradien geser, , diperlihatkan pada Gambar 17, but adalah bagian dari suatu bresing tahan tekuk yang menunjukkan hubungan linier diantara keduanya, yang dipasang pada portal yang merupakan bagian baik untuk material baja maupun perunggu. Terlihat dari rangka pemikul beban gempa dari struktur bahwa material baja mampu melesap energi sekira em- bangunan gedung. pat kali dari material perunggu, atau sebanding dengan nisbah kuat lelehnya, untuk anggapan penguatan regan-

  2. Pada saat kejadian gempa bresing akan mengalami gan kinematik. Sedangkan, nisbah e /e sebagai fungsi deformasi aksial. Deformasi aksial tersebut selanjut

  I H

  diubah menjadi mekanisme geser sederhana yang dari gradien geser, , ditunjukkan pada Gambar 18, yang menunjukkan efektifitas pelesapan energi; se- kemudian menyebabkan suatu komponen palang

  (cruciform) yang terbentuk dari empat pelat metal makin mendekati nilai satu semakin efektif suatu mate- rial dalam melesap energi (lihat Persamaan 18(b)). melakukan pemusnahan energi. Sungguhpun material perunggu lebih kecil dalam

  3. Pemusnahan energi dilakukan dalam mekanisme melesap energi, namun dari Gambar 18 terlihat bahwa geser sederhana karena hanya dalam mekanisme ini perunggu lebih efektif melesap energi daripada material kekekalan masa dapat terpenuhi. baja. Keduanya sangat efektif melesap energi terutama untuk nilai gradien geser | |>0,05.

  160   120  

  Perunggu Baja  

  80 ) 

  40 a P  (M xy

  ‐40 

  ‐80 ‐120 ‐160

  0,1 0,2 0,3 0,4 ‐0,3 ‐0,2 ‐0,1   0,5  0,1 ‐0,3  ‐0,2 ‐0,1   0,2  0,3  0,4 0,5

    xy xy

  

Gambar 15. Hubungan tegangan geser, xy , pada elemen E (Gambar 13) sebagai fungsi dari regangan

geser, , untuk material baja dan perunggu

xy 0,20  

  Perunggu   )

  0,10   N

  Baja (M T 

  0,00   a  y Ga

  ‐0,10 ‐0,20 0,1 0,2 0,3 ‐0,3 ‐0,2 ‐0,1 0,1 0,2 0,3 ‐0,3 ‐0,2 ‐0,1  

   

Gambar 16. Hubungan gaya aksi T (Gambar 10) sebagai fungsi dari gradien geser, , untuk material

baja dan perunggu

  

  Jurnal Teknik Sipil

  20

  Mangkoesoebroto.

  2.500   2.000   2 ]  1.500 2 /s  

  Baja   e

I

   [m H e H e 1.000  

  ,  I e Perunggu  

  500   e I e H

    0,05 0,10 0,15 0,20 0,30   0,25    

  | |  Gambar 17. Hubungan antara rapat energi input dan histeresis, e , e , terhadap gradien geser, I H, untuk material baja dan perunggu

  1,5  

  1,4 Baja  

  1,3  

  H 1,2

  /e

  I e

  1,1 1,0 Perunggu  

  0,9

0,0 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30

   

    |

| 

  Gambar 18. Hubungan antara nisbah e /e terhadap gradien geser, , untuk material baja dan I H perunggu

  Dua jenis material baja dan perunggu sebagai

  7. Ucapan Terima Kasih

  pembentuk komponen pelesap energi telah dikaji secara rinci. Material baja dapat melesap energi lebih Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan besar daripada perunggu, tetapi material perunggu

  PT Propenta, serta masukan dari team Reviewer melesap energi lebih efektif daripada baja. Kedua Jurnal Teknik Sipil. material menunjukkan efektifitas pelesapan energi pada gradien geser diatas 5%. Mengingat daktilitas

  Daftar Pustaka

  material perunggu yang lebih besar daripada baja maka dimensi alat dapat dibuat lebih kecil daripada Buckle, I.G., 2000, Passive Control of Structures for

  th

  bila digunakan material baja. Sungguhpun demikian, Seismic Loads , 12 World Conference on perencanaan rinci alat perlu dilakukan dengan Earthquake Engineering, 2825, Auckland, NZ. mempertimbangkan beberapa faktor antara lain

  Cook, R.D. and Young, W.C., 1985, Advanced kompleksitas struktur bangunan gedung dan keadaan

  Mechanics of Materials , McMillan, pp. 8-22.

  gempa pada tapak dimaksud.

  Mangkoesoebroto, S.P., 2007, Seismic Performance Alat dapat dipasang pada struktur bangunan gedung

  Chart for Simple Structures , Research Report

  yang baru ataupun yang telah ada, tanpa memerlukan Series No. 1/2007, ISBN 978-979-16472-0-5, modifikasi yang signifikan. Alat direncanakan mudah Indonesia Center for Earthqukae Engineering. perawatan, operasi, dan perbaikan bila diperlukan. Pengembangan alat tersebut merupakan invensi baru

  NBS, 1967, in Standards & Properties: Mechanical dan telah dipatenkan dengan nomor P00201300086.

  Properties of Copper and Copper Alloys at Low Temperatures , http://www.copper.org/

  resources/properties/144_8/144_8.html

  Vol. 20 No. 1 April 2013

  Alat Pelesap Energi Gempa Uniaksial

  Salmon, C.G., Johnson, J.E., and Malhas, F.A., 2009,

  Steel Structures: Design and Behavior , Prentice Hall, Chapter 2.

  SNI 03-1729-2000, Tatacara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung . Symans, M.D., Charney, F.A., Whittaker, A.S.,

  Constantinou, M.C., Kircher, C.A., Johnson, M.W., and McNamara, R.J., 2008, Energy Dissipation Systems for Seismic Applications: Current Practice and Recent Developments,

  ASCE Journal of Structural Engineering , Vol. 134, No. 1, pp. 3-21.

  Wilson, C.D., 2002, A Critical Reexamination of Classical Metal Plasticity, Journal of Applied Mechanics , Vol. 69, Jan., pp. 63-68.

  Jurnal Teknik Sipil

  22

Dokumen yang terkait

Kata-kata Kunci: Struktur fleksibel, isolator bola-pegas, frekuensi, amplitudo, percepatan. Abstract - Kinerja Isolator Bola-Pegas pada Model Struktur Fleksibel Skala Kecil

0 0 12

Kata-kata Kunci: Laminasi, baut, metode elemen hingga, modulus penampang elastik. Abstract - Rasio Modulus Penampang Elastik Balok Kayu Laminasi-Baut

0 1 14

Kata-kata Kunci: Jembatan gantung, blok angkur, tower strap, decambering. Abstract - Keruntuhan Jembatan Gantung Kartanegara Tragedi dalam Proses Rancang Bangun Infrastruktur

0 0 16

Kata-kata Kunci: Hubungan pelat-kolom, stud rail, beban gravitasi, beban lateral. Abstract - Studi Eksperimental Perilaku Hubungan Pelat-Kolom terhadap Kombinasi Beban Gravitasi dan Lateral Siklis

0 1 12

Kata-kata Kunci: Beban hidup, manusia bergerak, dinamis, jembatan penyeberangan orang. Abstract - Studi Kelakuan Dinamis Struktur Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Akibat Beban Individual Manusia Bergerak

1 1 14

Kata-kata Kunci: Campuran perkerasan (AC-BC), pengujian volumetrik marshall, agregat. Abstract - Evaluasi Volumetrik Marshall Campuran AC-BC (Studi Kasus Material Agregat di Manado dan Minahasa)

0 2 12

Kata-kata Kunci: SATURN; simulasi; stated preference; tingkat pelayanan; variasi tarif tol. Abstract - Hubungan Antara Variasi Tarif Tol dengan Pendapatan dan Tingkat Pelayanan

0 0 12

Kata-kata Kunci: Pola aliran garis freatis, debit rembesan, bendungan, kepadatan tanah. Abstract - Observasi Garis Freatis pada Model Bendungan Berdasarkan Kepadatan Tanah Melalui Model Fisik

0 0 8

Kata- kata Kunci: Campuran tanah residual dan pasir, nilai FAA, persentase pasir, permeabilitas. Abstract - Pengaruh Fine Aggregate Angularity dan Persentase Pasir Terhadap Permeabilitas Tanah Residual Tropis yang Dipadatkan

0 1 8

Kata-kata Kunci: Jaringan saraf tiruan, densitas, beton porus, rasio pasir-semen. Abstract - Model Jaringan Saraf Tiruan Kuat Tekan Beton Porus dengan Material Pengisi Pasir

0 0 10