PROBLEMATIKA DAN KASUS PENGAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH

PROBLEMATIKA DAN KASUS PENGAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH

A. Pengajaran Matematika Pada Materi Sistem Persamaan Linear

  Persamaan linear adalah sebuah persamaan aljabar, yang tiap sukunya mengandung

  konstanta, atau perkalian konstanta dengan variabel tunggal. Persamaan ini dikatakan linear Kartesius. Bentuk lain, bahwa penyelesaian suatu sistem persamaan linier adalah suatu himpunan nilai yang memenuhi secara serentak (simultan) semua persamaan-persamaan dari sistem tersebut. Atau secara sederhana penyelesaian sistem persamaan linier adalah menentukan titik potong dari dua persamaan linier.

  Materi Sistem Persaman Linear Dua Variabel (SPLDV) bermanfaat dalam matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya adalah untuk menentukan koordinat titik potong dua garis, menentukan persamaan garis, menentukan konstanta- konstanta pada suatu kesamaan, menyelesaikan masalah aritmetika social, menyelesaikan masalah investasi dan bisnis, dan masalah dalam bidang fisika diantaranya mengenai kecepatan, serta masih banyak manfaat dalam bidang lainnya.

  Materi SPLDV terdapat dalam materi kurikulum KTSP 2006 yang diberikan pada siswa SMP Kelas VIII Semester 1 (Genap), terdapat pada Standar Kompetensi aspek Aljabar bagian ke-2, yang isinya: Memahami sistem persamaan linear dua variabel (SPLDV) dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. Sedangkan isi kompetensi dasarnya adalah; (1) menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel, (2) membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel, (3) menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya. Selain itu, materi ini merupakan salah satu materi yang ada dalam SKL pada UN di setiap tahunnya.

  Pada pembelajaran tentang sistem persaman linear baik satu varibel mapun dua variabel banyak membutuhkan berbagai macam cara untuk dapat digunakan dalam penyelesaian sebauh soal dalam sistem persamaan linear, misalnya persamaan linear dua variabel dengan menggunakan metode Grafik, subtitusi dan eliminasi. Dengan tiga metode yang digunakan ini siswa harus memiliki pemahaman konsep dasar untuk dapat menyelesaikan dengan menggunakan tiga metode ini, minimal pengusaan tentang konsep dasar aljabar, karena materi sistem persaman linear sangat berkaitan dengan konsep-konsep aljabar.

  Siswa dituntut untuk dapat menguasai konsep dasar dalam pembelajaran sistem persamaan linera, baik sistem persamaan linear satu variable (SPLSV) maupun system persamaan linera dua variable (SPLDV). Pembelajaran matematika sangatlah berkaitan erat antara satu konsep dengan konsep yang lain, maka dengan itu siswa dituntut untuk dapat memahami konsep-konsep tersebut. Memang banyak problem atau masalah yang terjadi sekolah dasar maupun menengah, yang mengakibatkan siswa banyak mengalami kesulitan dalam memahami matematika ketika menuju suatu jenjang pendidikan ke jenjang pendidikan berikutnya, ini berakibat karena guru kita tidak begitu menanamkan konsep dasar dalam setiap pembelajaran matematika di kelas, pada hal konsep dasar merupakan pengatahun awal yang sangat penting dalam setiap kegiatan proses belajar mangajar matematika di sekolah. Misalnya dalam pembelajaran sistem persamaan linear satu variable dan dua variable, misalnya kita banyak jumpai buku-buku paket di sekolah-sekolah hanya menuliskan bentuk umum dari sebuah SPLDV seperti: ax + by + c = 0

   px + qy + r = 0

  misalnya pada saat guru menuliskan persamaan umum ini tiba-tiba muncul pertanyaan dari siswa, mengapa secara umum sistem persamaan liner dua variable (SPLDV) ax + by + c = 0 dan px + qy + r = 0 di tulis dalam bentuk sperti ini, apakah ini sebuah kesepakatan atau ini membutuhkan sebuah langka-langkah tertentu untuk mendapatkan nilai 0?. Saya kira mungin sebagain besar tenaga pengajar kita pasti belum bisa menjawab atau menyampikan alasan yang tepat atau rasional tentang pertanyaan yang disampaikan oleh siswa tersebut atau guru kadang-kadang menjawab bahwa bentuk umum dari SPLDV dari dulu suda seperti itu, pada hal guru harus menjelaskan kenapa bentuk umu SPLDV seperti itu.

  Mungkin dalam ranah berfikir kita pertanyaan diatas tidak masuk akal atau pertanyaan yang konyol. Tapi menurt siswa mungkin ini sangat penting untuk dapat mengetahui sesuatu atau konsep dasar dari SPLDV dalam bentuk umum seperti disampaikan diatas. Maka dengan ini maka guru harus melakukan sebuah repersonalais terhadap apa yang menjadi peranyaan siswa daiatas, karena ini merupakan hal yang sangat penting bagi guru dan siswa untuk dapat memahami konsep dasar darai SPLDV.

  Pertnyaan dari siswa diatas merupakan sebuah pertanyaan yang sangat mendasar yang membutuhkan pemahaman tentang konsep dasar dari sebuah sistem persaman linear. Dengan ini maka guru juga dituntut untuk dapat mengusai konsep-konsep yang sangat mendasar diatas pada saat proses belajar mengajar di kelas. Kalaupun guru tidak memiliki itu maka sudah barang tentu siswa akan meangalami kesulitan pada saat menuju jenjang pendidikan selanjutnya, karena siswa tidak diajarkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan konsep- konsep dasar dalam mempelajari SPLDV.

  Dalam mempelajari materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar terdapat mengalami kesulitan, atau siswa dengan cepat menguasai materi pembelajaran. Kemungkinan pertama siswa belum memiliki pengetahuan prasyarat. Pengetahuan prasyarat adalah bekal pengetahuan yang diperlukan untuk mempelajari suatu bahan ajar baru. Misalnya, untuk mempelajari perkalian siswa harus sudah mempelajari penjumlahan. Untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki pengetahuan prasyarat, guru harus mengadakan tes prasyarat (prequisite test). Jika berdasar tes tersebut siswa belum memiliki pengetahuan prasyarat, maka siswa tersebut harus diberi materi atau bahan pembekalan. Bahan pembekelan (matrikulasi) dapat diambil dari materi atau modul di bawahnya. Dalam menghadapi kemungkinan kedua, yaitu siswa mengalami kesulitan atau hambatan dalam menguasai materi pembelajaran, guru harus menyediakan materi perbaikan (remedial). Materi pembelajaran remedial disusun lebih sederhana, lebih rinci, diberi banyak penjelasan dan contoh agar mudah ditangkap oleh siswa. Untuk keperluan remedial perlu disediakan modul remidial. Dalam menghadapi kemungkinan ketiga, yaitu siswa dapat dengan cepat dan mudah menguasai materi pembelajaran, guru harus menyediakan bahan pengayaan (enrichment).

B. Problem dan Kasus di Kelas Tentang Pembelajaran Sistem Persaman Linear

  Persamaan adalah kalimat terbuka yang memiliki hubungan sama dengan. Persamaan linier adalah kalimat terbuka yang memiliki hubungan sama dengan dan peubahnya berpangkat satu, dapat dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut. ax + b = 0, dengan a, b∈R dan a ≠ 0

  Penyelesaian persamaan linier adalah pengganti-pengganti variabel yang membuat kalimat terbuka menjadi kalimat yang benar. Himpunan penyelesaian persamaan linier adalah himpunan yang memuat semua penyelesaian dari persamaan linier.

  Persamaan linier dengan dua variabel adalah suatu persamaan yang tepat mempunyai dua variabel dan dapat dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut. ax + by = c dengan a, b, c ∈R dan a atau b ≠ 0

  Pada saat prose belajar mengajar berlangsung siswa diberikan soal-soal yang mengakut dengan SPLDV yang diselesaikan dengan menggunakan metode grafik, subtitusi dan eliminasi, ternyata siswa dapat menyelesaikan dengan baik. Misalnya dengan soal: 1. Gunakan metode grafik untuk mencari penyelesaian SPLDV berikut. x - y = 1 dan 3x – y = 6 x + 2y = 8 dan 2x – y = 6

  3. Gunakan metode eliminasi untuk menentukan penelesaian SPLDV berikut. x + y = 7 dan 2x + y = 9

  Dari soal-soal yang diberikan kepada siswa diatas, ternyata siswa dapat menyelesaikan dengan mudah, walupun masih ada yang mengalami kesulitan pada saat melakukan subtitusi dari satu persaman ke persaman yang lain dan untuk menentukan sebuah titik potong pada grafik siswa masih mengalami kesulitan. Dimana siswa ada yang menjawab dengan prosedur yang berbeda dan jawaban siswa tersebut benar, namun ada juga siswa yang tidak tepat menjawab karena tidak dibuat grafiknya atau grafik tidak tepat walaupun proses mencari titik potong sudah diperoleh dengan benar, ada yang proses mencari titik potongnya benar tapi nilai yang diperoleh salah sehingga grafik yang dibuatnya pun menjadi salah, dan kesalahan karena mengerjakan proses dari awal sudah tidak sesuai sama sekali.

  Pada saat yang sama, guru memberikan soal SPLDV dengan menggunakan bentuk soal cerita, ternyata siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang berbentuk cerita, misalnya:

  

Contoh soal 1: Harga 2 buah mangga dan 3 buah jeruk adalah Rp. 6000, kemudian apabila

  membeli 5 buah mangga dan 4 buah jeruk adalah Rp11.500,-. Berapa jumlah uang yang harus dibayar apabila kita akan membeli 4 buah mangga dan 5 buah jeruk?

  

Contoh soal 2: Seorang pedagang kue mempunyai modal Rp. 60.000,00. Dia kebingungan

  menentukan kue yang akan dibeli untuk dijual kembali. Untuk membeli 70 buah kue jenis I dan 50 buah kue jenis II uangnya sisa Rp. 2.500,00 sedangkan untuk membeli 70 buah kue jenis I dan 60 buah kue jenis II uangnya kurang Rp. 2.000,00. Tentukan berapa harga satu kue untuk setiap jenisnya !” Dengan soal cerita SPL seperti ini siswa mengalami kesulitan, dikarenakan siswa tidak memahami masalah, meliputi hal-hal berikut: (1) tidak memahami kalimat, (2) tidak mampu mengubah masalah itu dengan kalimat sendiri atau kalimat matematika, (3) siswa tidak dapat ditanyakan dalam soal tersebut. Kelemahan-kelamahan inilah yang mambuat siswa mengalami kesulitan dalam meyelesaikan soal cerita dalam mengubah masalah kontekstual ke dalam konteks matematika. Soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek terdiri dari beberapa kalimat. Cerita yang disajikan dapat berupa masalah dalam kehidupan sehari- hari atau yang digunakan untuk membuat soal cerita biasanya berpengaruh terhadap tingkat kesulitan soal tersebut. Menurut George Polya (Hudoyo, 1979:158) ada 2 jenis masalah dalam matematika, yaitu sebagai berikut.

  a. Masalah untuk menemukan: Dalam hal ini masalah dapat ditemukan oleh siswa secara teoritis atau praktis, abstrak atau konkret.

  b. Masalah membuktikan: Masalah ini pada dasarnya untuk menunjukkan kebenaran suatu pernyataan (lemma atau teorema).

  Penyelesaian SPLDV dengan bentuk soal cerita menurut George Polya (Hudoyo, 2001:158) memberikan gambaran tentang langkah-langkah penyelesaian soal cerita adalah sebagai berikut:

  Langkah 1: Memahami masalah, meliputi hal-hal berikut: (1) Memahami kalimat, (2)

  Mengubah masalah itu dengan kalimat sendiri, (3) Mengidentifikasi apa yang diketahui? Dan (4) Mengidentifikasi apa yang ditanyakan ? Di langkah ini siswa diminta untuk menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, namun jika siswa tidak mampu maka guru meminta siswa untuk mengubah soal dengan kalimatnya sendiri. Selanjutnya siswa diminta menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan.

  Langkah 2: Menyusun rencana pemecahan Siswa diminta mencari hubungan antara apa

  yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Hubungan bisa berupa teorema atau rumus. Jika belum diperoleh hubungan secara langsung maka dicari alat bantu yang lain (aksioma, teorema , rumus, dan lain-lain).

  Langkah 3: Melaksanakan rencana pemecahan: Pada langkah ini siswa diharapkan dapat memilih metode untuk menyelesaikan model matematika. Langkah 4 : Memeriksa kembali: Pada langkah ini siswa diminta untuk memeriksa hasil yang diperoleh.

  Pada masa lalu, dan mungkin juga pada masa kini, sebagian guru matematika memulai proses membuktikan atau hanya mengumumkan kepada para siswa rumus-rumus yang berkait dengan topik tersebut, diikuti dengan membahas contoh-contoh soal, dan diakhiri dengan meminta para siswanya untuk mengerjakan soal-soal latihan. Dengan pembelajaran seperti itu, para guru akan mengontrol secara penuh materi serta metode penyampaiannya. Akibatnya, proses pembelajaran matematika di kelas di saat itu lalu menjadi proses mengikuti Guru juga sering menjadikan buku paket sebagai sebuah alternatif dalam pemblajaran, pada hal kita ketahui bersama isi buku paket kita tidak semuanya menyantumkan materi pelajaran secara utuh, misalnya pada penerapan konsep-konsep dasar yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan, untuk itu guru harus mencari bahan-bahan lain yang mungkin berkaitan dengan materi yang akan diajarkan pada siswa.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PERSONAL HYGIENE DI SDNEGERI 16 SUNGAI ROTAN KABUPATEN MUARA ENIM TAHUN 2013 Hanna D.L Damanik , Ridwan , Darmadi Lubis

1 2 7

IMPLEMENTASI PENYULUHAN KESEHATAN TERHADAP PERUBAHAN DAN DAN SIKAP TENTANG PENYAKIT KUSTA PADA MASYARAKAT DESA SUKA PINDAH KECAMATAN RAMBUTAN KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2013

0 0 13

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP CUCI TANGAN PAKAI SABUN PADA SISWA SD NEGERI 157 KOTA PALEMBANG TAHUN 2014

0 3 6

PENGARUH MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG) TERHADAP JUMLAH DAN MORFOLOGI SPERMATOZOA TIKUS JANTAN DEWASA (Rattus norvegicus)

0 0 7

PERBANDINGAN NILAI DARAH RUTIN DAN BERAT BADAN ANAK PADA PRE DAN POST 2 BULAN TERAPI OAT DI RUMAH SAKIT KHUSUS PARU-PARU PALEMBANG TAHUN 2013

0 0 10

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, PENDIDIKAN DAN PERSEPSI SUAMI TENTANG KELUARGA BERENCANA DENGAN PARTISIPASI SUAMI MENJADI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA DI INDONESIA

1 4 14

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN IBU, UMUR IBU, DAN JUMLAH ANAK SEKARANG DENGAN JUMLAH ANAK YANG DIINGINKAN DI INDONESIA (Analisis Hasil SDKI 2012)

0 1 12

GAMBARAN KEBERADAAN JAMUR KONTAMINAN PADA DAGING IKAN GILING YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL KOTA PALEMBANG TAHUN 2013

0 0 5

PERBEDAAN ANTARA KADAR HEMOGLOBIN I DENGAN KADAR HEMOGLOBIN II SETELAH PEMBERIAN 90 TABLET ZAT BESI PADA IBU HAMIL DENGAN ANEMIA DI PUSKESMAS GANDUS PALEMBANG TAHUN 2009

0 0 9

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 06-60 BULAN DI KELURAHAN KUTO BATU KECAMATAN ILIR TIMUR II KOTA PALEMBANG TH 2011

0 0 21