PERANCANGAN TATA LETAK KAWASAN INDUSTRI
1
PERANCANGAN TATA LETAK KAWASAN INDUSTRI
PERKAPALAN DI KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI
LAMPUNG
Sunaryo1, Laily Rahmawati 09066377842
1
Departemen Teknik Mesin, 2Mahasiswa Teknik Perkapalan Universitas
Indonesia
Abstrak :
Klaster industri perkapalan merupakan salah satu cara yang dinilai bisa menjadi
solusi terhadap permasalahan galangan nasiona, seperti delivery time. Salah satu
wilayah yang dinilai potensial untuk dijadikan lokasi pengembangan klaster
industri perkapalan adalah kabupaten Tanggamus. Skripsi ini membahas
perencanaan pengembangan klaster industri perkapalan di kabupaten Tanggamus
berdasarkan peraturan nomor 124/M-IND/PER/10/2009 tentang peta panduan
pengembangan klaster industri perkapalan yang dikeluarkan oleh Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia. Penelitian ini dibatasi hanya pada perancangan
tata letak kawasan industri perkapalan berdasarkan kondisi geografis dan RTRW
2011-2013 kabupaten Tanggamus serta target produksi galangan sesuai dengan
peta panduan yang telah dibuat oleh Kementrian Perindustrian dan potensi pasar
galangan nasional menggunakan program AutoCad 2010.
Kata kunci:
Klaster, industri perkapalan, galangan, tata letak
Perancangan tata..., Laily Rahmawati, FT UI, 2013
2
1.
PENDAHULUAN
Semenjak diberlakukannya azas cabotage
melalui inpres nomor 5 tahun 2005 kebutuhan
armada nasional semakin meningkat. Jumlah
armada pelayaran nasional meningkat dengan
pesat, yaitu dari 6041 unit atau 5,67 juta GT
pada 31 Maret 2005 menjadi 12047 unit atau
17,108 juta GT pada 30 Maret 2013 (Incafo,
Indonesia, Kedaulatan dan Negara Maritim,
2013). Kemudian pada tahun 2012 diketahui
bahwa 30% dari jumlah armada pada saat itu,
yakni 11.495 unit sudah berusia lebih dari 20
tahun (bahan presentasi pada seminar Incafo
oleh Kementerian Perindustrian Republik
Indonesia, 2013) berarti, selang waktu 5 tahun
ke depan keberadaan kapal – kapal tersebut
harus digantikan dengan yang baru. Selain itu,
kapal – kapal tersebut juga harus menjalani
perawatan rutin (docking) untuk menjaga
kondisi laik laut. Berdasarkan perkiraan INSA
(Indonesia National Ship-owners Association)
saat ini kebutuhan nasional akan reparasi
kapal sekitar 17 juta GT dan bangunan baru
sekitar 700 sampai 1000 unit atau sekitar 1
juta GT (Sunaryo, 2012).
Melihat pangsa pasar yang begitu besar,
jumlah galangan nasional yang hanya kurang
lebih 260 unit dengan kapasitas total 600.000
GT untuk bangunan baru dan 9,5 juta GT
(Sunaryo, 2012) untuk reparasi tentu tidak
akan mampu untuk menggarapnya. Ditambah
lagi dengan masalah produktivitas galangan
karena hambatan modal ataupun pasokan
barang mengakibatkan delivery time sering
tidak tepat waktu. Dampak dari masalah
delivery time ini adalah pembengkakan
ongkos produksi bangunan baru maupun
reparasi.
Guna
mengamankan
dan
mengoptimalkan pemanfaatan pasar dalam
negeri sebagai base load untuk pengembangan
industri perkapalan, pemerintah membuat
berbagai kebijakan guna memajukan industri
perkapalan, salah satunya peraturan nomor
124/M-IND/PER/10/2009
tentang
peta
panduan pengembangan klaster industri
perkapalan
yang
dikeluarkan
oleh
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
pada tahun 2009.
Konsep klaster industri perkapalan ialah
mengumpulkan industri galangan dan industri
penunjangnya dalam satu kesatuan organisasi
yang saling berkomitmen untuk mewujudkan
visi dan misi klaster dengan lokasi yang
terkonsentrasi secara geografis. Lingkup
geografis klaster industri dapat sangat
bervariasi, terentang dari satu desa saja atau
salah satu jalan di daerah perkotaan sampai
mencakup sebuah kecamatan atau provinsi.
Sebuah klaster industri dapat juga melampaui
batas negara menjangkau beberapa negara
tetangga (misal Batam, Singapura, Malaysia)
(Bhinukti, 2011). Konsep seperti ini akan
meningkatkan efisiensi kinerja galangan sebab
adanya kemudahan dalam pemenuhan
kebutuhan bahan baku, suku cadang, mesin,
dan peralatan serta bahan lainnya bahkan
financial untuk pembangunan dan reparasi
kapal. Sehingga, diharapkan bisa menjadi
solusi dari permasalahan delivery time.
Konsep klaster industri ini memiliki perbedaan
dengan kawasan industri dari segi lingkup
wilayahnya.
Kawasan
industri
lebih
merupakan pengelompokan aktivitas bisnis
yang serupa di suatu lokasi. Suatu atau
beberapa kawasan industri bisa merupakan
bagian integral dan sebagai “titik masuk (entry
point)” dari upaya pengembangan (perkuatan)
klaster industri (Taufik, 2003). Hal tersebut
juga senada dengan pemahaman Marshallian
bahwa kawasan industri merupakan klaster
produksi tertentu yang berdekatan (Becattini,
1990).
Salah satu wilayah di Indonesia yang dianggap
potensial oleh Kementerian Perindustrian
untuk dilakukan pengembangan menjadi
klaster industri perkapalan adalah kabupaten
Tanggamus provinsi Lampung. Lokasi
kabupaten Tanggamus di pesisir teluk
Semangka yang lebarnya 5 km dan
panjangnya 15 km sangat cocok untuk
dijadikan lokasi pembangunan galangan kapal.
Teluk ini memiliki kedalaman 12 meter di 500
meter dari pantainya, sehingga tidak
diperlukan penggalian untuk pembangunan
galangan. Pulau Tabuan yang terletak di pintu
masuk teluk dari selat Sunda membuat kondisi
Perancangan tata..., Laily Rahmawati, FT UI, 2013
3
perairannya
tenang,
sehingga
memerlukan pemecah ombak.
tidak
Disamping itu, teluk ini diliputi oleh bebatuan
cadas yang datar di sepanjang garis pantainya
sekitar 100 meter dari garis pantai.
Sedimentasi dari tanah sangat kecil sebab
sungai yang mengalir ke dalam teluk hanya
sedikit. Sehingga, abrasi oleh air laut dan erosi
dari tanahnya pun sangat kecil. Kepadatan
penduduk di sepanjang teluk ini pun masih
sangat jarang, sehingga masih leluasa untuk
membangun perindustrian di sini.
Selain itu, pemerintah daerah kabupaten
Tanggamus telah menetapkan program
pembangunan kawasan industri maritim dalam
RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
kabupaten Tanggamus 2011-2031 sebagai
salah satu sub kawasan strategis kabupaten
Batu Balai. Hal ini menjadi kekuatan bagi
pengembangan klaster industri perkapalan di
kabupaten Tanggamus dimana klaster industri
perkapalan ini merupakan bagian dari kawasan
industri maritim tersebut.
Agar klaster industri perkapalan yang
dikembangkan tepat sasaran, diperlukan
perencanaan yang tepat dalam segala hal
termasuk perancangan tata letak. Dalam
penelitian ini, penulis mencoba merancang
tata letak kawasan industri perkapalan di
kabupaten Tanggamus yang merupakan
kawasan inti dari klaster industri perkapalan
berdasarkan kondisi geografis dan RTRW
2011-2013 mengenai program pembangunan
kawasan
industri
maritime
kabupaten
Tanggamus serta target produksi galangan
sesuai dengan peraturan nomor 124/MIND/PER/10/2009 tentang peta panduan
pengembangan klaster industri perkapalan dan
potensi pasar galangan nasional dengan
menggunakan program AutoCad 2010.
2. STUDI LITERATUR
Istilah klaster sendiri memiliki beberapa
definisi. Secara harfiah, klaster (cluster)
memiliki
definisi
sebagai
kumpulan,
kelompok, himpunan, atau gabungan obyek
tertentu yang memiliki keserupaan atas dasar
karakteristik tertentu. Porter mendefinisikan
klaster sebagai sekumpulan perusahaan dan
lembaga – lembaga terkait di bidang tertentu
yang berdekatan secara geografis dan saling
terkait karena “kebersamaan (commonalities)
dan komplementaritas” (Porter, 1990).
Literatur lain menyebutkan bahwa definisi dari
klaster industri adalah kelompok industri
dengan focal atau core industri yang saling
berhubungan secara intensif dan membentuk
partnership, baik dengan supporting industry
maupun related industry (Deperindag 2000).
Menurut
buku
“Panduan
Penyusunan
Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster
Industri”, dijelaskan bahwa lingkup geografis
klaster industri dapat sangat bervariasi,
terentang dari satu desa saja atau salah satu
jalan di daerah perkotaan sampai mencakup
sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah
klaster industri dapat juga melampaui batas
negara menjangkau beberapa negara tetangga
(misal Batam, Singapura, Malaysia).
Lyon Atherton (2000) berpendapat bahwa
terdapat tiga hal mendasar yang dicirikan oleh
klaster industri terlepas dari perbedaan
struktur, ukuran ataupun sektornya, yaitu:
1. Komonalitas/ keserupaan/ kebersamaan/
kesatuan (commonality); yaitu bahwa bisnis –
bisnis beroperasi dalam bidang – bidang
“serupa” atau terkait satu dengan lainnya
dengan fokus pasar bersama atau suatu
rentang aktivitas bersama.
2. Konsentrasi (concentration); yaitu bahwa
terdapat pengelompokan bisnis – bisnis yang
dapat dan benar – benar melakukan interaksi.
3.
Konektivitas (connectivity); yaitu
bahwa terdapat organisasi yang saling terkait/
bergantung
(interconnected/
linked/
interdependent
organizations)
dengan
beragam jenis hubungan yang berbeda.
Suatu klaster industri juga harus memiliki
komitmen bersama untuk saling mendukung
kelancaran rantai produksi yang menjadi
spesifik dari klaster industri tersebut (Andri
Warsono, 2012).
Elemen klaster industri dapat dikelompokkan
menjadi enam jenis industri dengan gambaran
Perancangan tata..., Laily Rahmawati, FT UI, 2013
4
hubungan antar keenam elemen tersebut
seperti pada gambar 2.
Gambar 2 Hubungan antar elemen klaster
industri
Pada umumnya, proses pembangunan kapal
terdiri dari beberapa fase, yaitu fase desain,
produksi, pengetesan, dan pengiriman
(Gambar 1).
3. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, metodologi yang
digunakan, yaitu studi analisis terhadap:
1.
Kondisi kabupaten Tanggamus dan
2.
RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
kabupaten Tanggamus 2011-2031 terkait
program pembangunan kawasan industri
maritim, untuk merencanakan cakupan
wilayah,
3.
Peraturan
nomor
124/MIND/PER/10/2009 tentang peta panduan
pengembangan klaster industri perkapalan
dan
4.
Potensi pasar galangan nasional, untuk
memperkirakan target klaster sebagai acuan
penentuan jenis, jumlah, dan kapasitas
galangan yang akan dibangun.
Hasil dari analisis tersebut kemudian
digunakan untuk merencanakan tata letak
kawasan dengan menggunakan program
AutoCad.
4.
Gambar 1. Proses pembangunan kapal
Sebuah klaster industri perkapalan terdiri dari
enam elemen industri, yaitu:
1.
Industri inti : Galangan kapal
2.
Industri pemasok : Industri bahan baku
kapal (baja, kayu, bahan baku fibre glass),
permesinan
kapal,
peralatan
dan
perlengkapan kapal, bahan bakar kapal,
material pengelasan, cat kapal, katoda,
mebel kapal (distributor), bukaan kapal
3.
Industri pendukung : Subkontraktor,
konsultan,
asuransi,
bank,
industri
pengolahan limbah
4.
Industri terkait : Karoseri, mebel
5.
Industri pengguna/pembeli : Industri
transportasi,
pertahanan,
kepelabuhan,
pariwisata, perikanan, lepas pantai
6.
Institusi pendukung : Pemerintah,
BPPT, INSA, NaSDEC, perguruan tinggi,
sekolah teknik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun hasil dari studi analisis adalah sebagai
berikut:
4.1 Kondisi Kabupaten Tanggamus
Kabupaten Tanggamus terletak di pesisir teluk
Semangka. Kondisi perairan teluk Semangka
yang tenang tetapi dalam sangat mendukung
industri perkapalan, yaitu sebagai lokasi
pendirian galangan yang merupakan industri
inti dari klaster industri perkapalan.
Kedalaman teluk Semangka, yaitu 12 meter di
500 meter dari pantainya. Dengan kedalaman
ini, kapal – kapal besar yang memiliki bobot
berat dapat bersandar tanpa perlu lagi untuk
melakukan penggalian untuk galangan yang
akan dibangun. Kondisi arus yang tenang pada
perairan teluk Semangka adalah akibat dari
adanya pulau Tabuan di pintu masuk teluk
dari selat Sunda yang berfungsi sebagai break
water (penahan ombak). Lebar teluk
Semangka mencapai 5 km, sehingga adanya
pembangunan
galangan
tidak
akan
mengganggu aktivitas perairan seperti
Perancangan tata..., Laily Rahmawati, FT UI, 2013
5
aktivitas kapal nelayan yang mencari ikan di
sekitar teluk. Pesisir ini juga tidak rentan
terhadap abrasi oleh air laut sebab diliputi oleh
bebatuan cadas yang datar di sepanjang garis
pantainya sekitar 100 meter dari garis pantai.
Erosi dari tanahnya pun sangat kecil sebab
sungai yang mengalir ke dalam teluk hanya
sedikit.
Kabupaten Tanggamus terbagi menjadi
20 kecamatan. Beribukota di kecamatan Kota
Agung yang berbatasan dengan Kota Agung
Barat dan Kota Agung Timur. Persebaran
kecamatan tersbut sbagaimana pada gambar 3.
Berdasarkan
kondisi
dari
kabupaten
Tanggamus dan lokasi yang ditetapkan dalam
RTRW kabupaten tanggamus 2011-2031,
maka cakupan wilayah klaster direncanakan
meliputi lahan di perbatasan antara kecamatan
Kota Agung Timur dengan kecamatan Limau
seluas 400 hektar dan kota Cilegon, dalam hal
ini hanya beberapa industri di kota Cilegon
yang dapat menunjang industri perkapalan.
Industri inti (galangan) akan dibangun di
sepanjang pesisir teluk Semangka, sedangkan
industri penunjang dibangun di samping dan
di seberang galangan. Untuk permukiman dan
fasilitas umum dan sosial akan tersebar di
dekat galangan dan industri penunjang guna
mempermudah akses para pekerjanya untuk
menuju lokasi.
4.3
Peraturan
IND/PER/10/2009
Gambar 3 Peta kabupaten Tanggamus
Tanggamus berseberangan dengan kota
Cilegon (hanya dipisahkan oleh selat Sunda)
yang memiliki banyak kawasan industri.
Beberapa industri di sana ada yang bisa ditarik
menjadi anggota klaster, misalnya PT.
Krakatau Steel sebagai pemasok baja untuk
pelat kapal.
4.2 RTRW Tanggamus 2011-2031
Dalam RTRW kabupaten Tanggamus 20112031 terkait program pengembangan kawasan
industri maritim ditetapkan lokasi dari
kawasan tersebut, yaitu:
1.
Di ujung timur kecamatan Kot Agung
Timur seluas 400 hektar, dan
2.
Di kecamatan Limau dan Cukuh Balak
seluas 4600 hektar.
Klaster industri perkapalan yang direncanakan
merupakan bagian dari kawasan industri
maritim tersbut.
No.124/M-
Dalam
peraturan
nomor
124/MIND/PER/10/2009 tentang peta panduan (road
map)
pengembangan
klaster
industri
perkapalan disebutkan bahwa sasaran dari
pengembangan klaster industri perkapalan di
Indonesia terkait dengan kapasitas galangan
adalah sebagai berikut:
1.
Jangka Menengah (2010 – 2014)
Meningkatnya jumlah dan kemampuan
industri
perkapalan/galangan
kapal
nasional dalam pembangunan kapal
sampai dengan kapasitas 150.000 DWT.
2.
Jangka Panjang (2010 – 2025)
Adanya galangan kapal nasional yang
memiliki fasilitas produksi berupa building
berth/graving
dock
yang
mampu
membangun kapal dan mereparasi
kapal/docking repair sampai dengan
kapasitas 300.000 DWT untuk memenuhi
kebutuhan di dalam maupun luar negeri
(World Class Industry).
4.4 Potensi Pasar Galangan Nasional
Jika dilakukan kalkulasi secara kasar,
pertumbuhan armada nasional selama 8 tahun
terakhir ialah 99,4% atau sebanyak 6006 unit
kapal (11,438 GT) dengan beragam ukuran,
mulai dari kapal berukuran kurang dari 500
Perancangan tata..., Laily Rahmawati, FT UI, 2013
6
DWT hingga di atas 10.000 DWT. Ini berarti,
rata – rata pertumbuhannya sekitar 12,4% atau
sekitar
750 unit kapal per tahun. Jika
diasumsikan 25% dari jumlah armada tersebut
dibangun secara baru maka akan ada
permintaan untuk bangunan baru sekitar 187
unit. Sedangkan kapasitas galangan nasional
per 2013 untuk bangunan baru kapal jumlah
fasilitas produksinya hanya 160 unit.1 Waktu
yang dibutuhkan untuk membangun 1 unit
bangunan baru oleh galangan nasional saat ini
rata – rata 1 tahun. Artinya, dengan jumlah
fasilitas produksi yang dimiliki galangan
nasional saat ini per tahunnya baru mampu
memproduksi 160 unit kapal. Jika 15% saja
dari jumlah unit bangunan baru yang belum
mampu digarap oleh galangan nasional
dikerjakan oleh galangan di kawasan
perkapalan ini, maka setiap tahunnya akan ada
4 unit bangunan baru yang diproduksi.
Diasumsikan setiap galangan memproduksi 1
unit bangunan baru setiap tahunnya. Berarti
akan ada 4 galangan yang dibangun. Dari
jumlah kapal di atas, persebaran ukuran kapal
memiliki prosentase terbesar pada kapal
ukuran kurang dari 500 DWT.
Di samping itu, kapal – kapal tersebut juga
membutuhkan reparasi rutin. Jumlah armada
yang ada saat ini sebanyak 12.047 unit.
Sedangkan kapasitas galangan nasional per
2013 untuk reparasi kapal jumlah fasilitas
produksinya hanya 240 unit. Waktu yang
dibutuhkan untuk reparasi kapal (lama doking)
oleh galangan nasional saat ini rata – rata
antara 1 pekan hingga 1 bulan tergantung jenis
reparasinya. Untuk pengkalkulasian, jika
dianggap waktu yang dibutuhkan untuk
reparasi per kapal adalah 2 pekan, maka
dengan jumlah fasilitas yag dimilikinya saat
ini galangan nasional baru mampu melakukan
reparasi kapal sebanyak 5760 unit. Jika 5%
saja dari jumlah unit kapal yang belum mampu
digarap oleh galangan nasional direparasi oleh
galangan di kawasan perkapalan ini, maka
setiap tahunnya akan ada 315 unit kapal yang
direparasi.
1
Kemudian, pada tahun 2012 tercatat jumlah
kapal yang berusia 21 sampai 25 tahun adalah
9% dan yang berusia di atas 25 tahun 21% dari
jumlah kapal pada tahun itu 11.495 unit.
Sehingga, 5 tahun kedepan sedikitnya ada
3447 unit kapal yang berusia di atas 25 tahun.
Jika 1% saja dari jumlah tersebut discrap,
maka akan 34 unit kapal yang mengantri untuk
discrap. Maka akan ada scrapyard yang
dibangun di kawasan industri perkapalan ini.
Selain itu, di kabupaten Tanggamus terdapat
kampung nelayan dan banyak wisata bahari.
Sehingga,
boatyard
juga
potensial
dikembangkan di klaster ini.
Berdasarkan potensi pasar yang telah
dipaparkan di atas, pada kawasan industri
perkapalan ini akan dibangun beberapa
galangan, yaitu:
1.
Satu buah galangan besar,
2.
Satu buah galangan menengah,
3.
Dua buah galangan kecil,
4.
Satu buah boatyard, dan
5.
Satu buah scrapyard
4.5 Usulan Karakteristik Galangan
Sebelum membahas mengenai karakteristik
masing – masing galangan, akan dibahas
terlebih dahulu perkiraan jumlah dok yang
akan dibangun pada tiap galangan. Perkiraan
ini dibuat dengan mengacu pada perkiraan
jumlah target kapal yang akan direparasi dan
dibangun baru tiap tahunnya. Untuk bangunan
baru, sebagaimana yang telah dibahas
sebelumnya bahwa diperkirakan masing –
masing galangan besar, menengah, dan kecil
tiap tahunnya dapat memproduksi 1 kapal
bangunan baru, sehingga tiap galangan butuh
menyediakan 1 dok untuk membangun kapal
bangunan
baru.
Sedangkan
untuk
memperkirakan jumlah dok reparasi, mengacu
juga pada grafik kapasitas industri galangan
nasional tahun 2013 untuk perkiraan
pembagian jumlah target total untuk galangan
besar, menengah, dan kecil. Untuk boatyard
tidak akan dibahas, karena galangan jenis
tersebut memiliki target khusus tersendiri.
Asumsi waktu yang digunakan oleh galangan
untuk reparasi kapal adalah 2 pekan.
Data Iperindo, disampaikan pada seminar INCAFO 2013
Perancangan tata..., Laily Rahmawati, FT UI, 2013
7
1.
Gambar 4 Kapasitas industri galangan
nasional (reparasi) berdasarkan jumlah
fasilitas produksi tahun 2013
Sumber: Iperindo
Dari grafik kapasitas industri galangan
nasional tahun 2013 dapat dilihat bahwa untuk
jumlah unit fasilitas reparasi perbandingan
antara unit untuk kapal dengan bobot kurang
dari 500 DWT : 500-10000 DWT : lebih dari
10000 DWT adalah 121 : 83 : 10. Sehingga,
dengan jumlah target total tiap tahunnya
sebanyak 315 kapal, maka dapat diperkirakan :
- Untuk galangan kecil (10000 DWT)
jumlah targetnya sebanyak 15 kapal. Dengan
asumsi lama reparasi 2 pekan per kapal,
maka dok yang dibutuhkan galangan
sebanyak 1 dok. Namun, akan diusulkan
membangun 2 dok untuk menangkap pangsa
pasar berupa kapal – kapal yang akan
dikonversi. Lama proses konversi kapal rata
– rata memakan waktu 1 tahun.
Mengenai karakteristik dari masing – masing
galangan tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut:
Galangan pada klaster ini akan dikavling
dengan luas tiap kavling 400 x 100 meter.
Penentuan panjang kavling disesuaikan
dengan kebutuhan lahan untuk galangan besar
yang akan dijelaskan selanjutnya.
Galangan besar
a.
Produk
: Ship building and
repair
b.
Ukuran
: 10.000 s.d 300.000
DWT
c.
Material
: Baja
d.
Tipe kapal : Barang, penumpang,
ferry roro, tanker, peti kemas, curah,
tongkang, tug boat, keruk, perang, ikan,
LPG/LNG carier, chemical carrier, FPSO
e.
Perencanaan ukuran : Luas 16 hektar
(4 kavling). Asumsi berdasarkan sasaran
jangka panjang klaster ini, yaitu mampu
membangun dan mereparasi kapal sampai
kapasitas
300.000
DWT.
Kapal
berkapasitas 300.000 DWT rata-rata
memiliki panjang 300 meter dan lebar
tidak lebih dari 70 meter. Perbandingan
lebar dan panjang kapal ukuran >10.000
DWT untuk mendapatkan lebar yang
lebih besar adalah 1:5, sehingga lebar
galangan direncanakan 400 meter dengan
asumsi akan dibangun 3 dok.
2.
Galangan menengah
a.
Produk
: Ship building and
repair
b.
Ukuran
: 500 s.d 10.000 DWT
c.
Material
: Baja
d.
Tipe kapal : Barang, penumpang,
ferry roro, tanker, peti kemas, curah,
tongkang, tug boat, keruk, perang, ikan,
LPG/LNG carier, chemical carrier, FPSO
e.
Perencanaan ukuran : Luas 12 hektar
(3 kavling). Kapal berkapasitas 500 sd.
10.000 DWT panjangnya tidak lebih
dari150 meter dan lebar tidak lebih dari
40 meter. Perbandingan lebar dan panjang
kapal ukuran tersebut untuk mendapatkan
lebar yang lebih besar adalah 1:4,
sehingga lebar galangan direncanakan
300 meter dengan asumsi akan dibangun
6 dok.
3.
Galangan kecil
a. Produk : Ship building and repair
b.Ukuran : < 500 DWT
c. Material : Baja
d.Tipe kapal
: Barang, penumpang,
ferry roro, tanker, peti kemas, curah,
tongkang, tug boat, keruk, perang, ikan,
LPG/LNG carier, chemical carrier
Perancangan tata..., Laily Rahmawati, FT UI, 2013
8
e. Perencanaan ukuran : Luas 8 hektar (2
kavling). Kapal berkapasitas
PERANCANGAN TATA LETAK KAWASAN INDUSTRI
PERKAPALAN DI KABUPATEN TANGGAMUS PROVINSI
LAMPUNG
Sunaryo1, Laily Rahmawati 09066377842
1
Departemen Teknik Mesin, 2Mahasiswa Teknik Perkapalan Universitas
Indonesia
Abstrak :
Klaster industri perkapalan merupakan salah satu cara yang dinilai bisa menjadi
solusi terhadap permasalahan galangan nasiona, seperti delivery time. Salah satu
wilayah yang dinilai potensial untuk dijadikan lokasi pengembangan klaster
industri perkapalan adalah kabupaten Tanggamus. Skripsi ini membahas
perencanaan pengembangan klaster industri perkapalan di kabupaten Tanggamus
berdasarkan peraturan nomor 124/M-IND/PER/10/2009 tentang peta panduan
pengembangan klaster industri perkapalan yang dikeluarkan oleh Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia. Penelitian ini dibatasi hanya pada perancangan
tata letak kawasan industri perkapalan berdasarkan kondisi geografis dan RTRW
2011-2013 kabupaten Tanggamus serta target produksi galangan sesuai dengan
peta panduan yang telah dibuat oleh Kementrian Perindustrian dan potensi pasar
galangan nasional menggunakan program AutoCad 2010.
Kata kunci:
Klaster, industri perkapalan, galangan, tata letak
Perancangan tata..., Laily Rahmawati, FT UI, 2013
2
1.
PENDAHULUAN
Semenjak diberlakukannya azas cabotage
melalui inpres nomor 5 tahun 2005 kebutuhan
armada nasional semakin meningkat. Jumlah
armada pelayaran nasional meningkat dengan
pesat, yaitu dari 6041 unit atau 5,67 juta GT
pada 31 Maret 2005 menjadi 12047 unit atau
17,108 juta GT pada 30 Maret 2013 (Incafo,
Indonesia, Kedaulatan dan Negara Maritim,
2013). Kemudian pada tahun 2012 diketahui
bahwa 30% dari jumlah armada pada saat itu,
yakni 11.495 unit sudah berusia lebih dari 20
tahun (bahan presentasi pada seminar Incafo
oleh Kementerian Perindustrian Republik
Indonesia, 2013) berarti, selang waktu 5 tahun
ke depan keberadaan kapal – kapal tersebut
harus digantikan dengan yang baru. Selain itu,
kapal – kapal tersebut juga harus menjalani
perawatan rutin (docking) untuk menjaga
kondisi laik laut. Berdasarkan perkiraan INSA
(Indonesia National Ship-owners Association)
saat ini kebutuhan nasional akan reparasi
kapal sekitar 17 juta GT dan bangunan baru
sekitar 700 sampai 1000 unit atau sekitar 1
juta GT (Sunaryo, 2012).
Melihat pangsa pasar yang begitu besar,
jumlah galangan nasional yang hanya kurang
lebih 260 unit dengan kapasitas total 600.000
GT untuk bangunan baru dan 9,5 juta GT
(Sunaryo, 2012) untuk reparasi tentu tidak
akan mampu untuk menggarapnya. Ditambah
lagi dengan masalah produktivitas galangan
karena hambatan modal ataupun pasokan
barang mengakibatkan delivery time sering
tidak tepat waktu. Dampak dari masalah
delivery time ini adalah pembengkakan
ongkos produksi bangunan baru maupun
reparasi.
Guna
mengamankan
dan
mengoptimalkan pemanfaatan pasar dalam
negeri sebagai base load untuk pengembangan
industri perkapalan, pemerintah membuat
berbagai kebijakan guna memajukan industri
perkapalan, salah satunya peraturan nomor
124/M-IND/PER/10/2009
tentang
peta
panduan pengembangan klaster industri
perkapalan
yang
dikeluarkan
oleh
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia
pada tahun 2009.
Konsep klaster industri perkapalan ialah
mengumpulkan industri galangan dan industri
penunjangnya dalam satu kesatuan organisasi
yang saling berkomitmen untuk mewujudkan
visi dan misi klaster dengan lokasi yang
terkonsentrasi secara geografis. Lingkup
geografis klaster industri dapat sangat
bervariasi, terentang dari satu desa saja atau
salah satu jalan di daerah perkotaan sampai
mencakup sebuah kecamatan atau provinsi.
Sebuah klaster industri dapat juga melampaui
batas negara menjangkau beberapa negara
tetangga (misal Batam, Singapura, Malaysia)
(Bhinukti, 2011). Konsep seperti ini akan
meningkatkan efisiensi kinerja galangan sebab
adanya kemudahan dalam pemenuhan
kebutuhan bahan baku, suku cadang, mesin,
dan peralatan serta bahan lainnya bahkan
financial untuk pembangunan dan reparasi
kapal. Sehingga, diharapkan bisa menjadi
solusi dari permasalahan delivery time.
Konsep klaster industri ini memiliki perbedaan
dengan kawasan industri dari segi lingkup
wilayahnya.
Kawasan
industri
lebih
merupakan pengelompokan aktivitas bisnis
yang serupa di suatu lokasi. Suatu atau
beberapa kawasan industri bisa merupakan
bagian integral dan sebagai “titik masuk (entry
point)” dari upaya pengembangan (perkuatan)
klaster industri (Taufik, 2003). Hal tersebut
juga senada dengan pemahaman Marshallian
bahwa kawasan industri merupakan klaster
produksi tertentu yang berdekatan (Becattini,
1990).
Salah satu wilayah di Indonesia yang dianggap
potensial oleh Kementerian Perindustrian
untuk dilakukan pengembangan menjadi
klaster industri perkapalan adalah kabupaten
Tanggamus provinsi Lampung. Lokasi
kabupaten Tanggamus di pesisir teluk
Semangka yang lebarnya 5 km dan
panjangnya 15 km sangat cocok untuk
dijadikan lokasi pembangunan galangan kapal.
Teluk ini memiliki kedalaman 12 meter di 500
meter dari pantainya, sehingga tidak
diperlukan penggalian untuk pembangunan
galangan. Pulau Tabuan yang terletak di pintu
masuk teluk dari selat Sunda membuat kondisi
Perancangan tata..., Laily Rahmawati, FT UI, 2013
3
perairannya
tenang,
sehingga
memerlukan pemecah ombak.
tidak
Disamping itu, teluk ini diliputi oleh bebatuan
cadas yang datar di sepanjang garis pantainya
sekitar 100 meter dari garis pantai.
Sedimentasi dari tanah sangat kecil sebab
sungai yang mengalir ke dalam teluk hanya
sedikit. Sehingga, abrasi oleh air laut dan erosi
dari tanahnya pun sangat kecil. Kepadatan
penduduk di sepanjang teluk ini pun masih
sangat jarang, sehingga masih leluasa untuk
membangun perindustrian di sini.
Selain itu, pemerintah daerah kabupaten
Tanggamus telah menetapkan program
pembangunan kawasan industri maritim dalam
RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
kabupaten Tanggamus 2011-2031 sebagai
salah satu sub kawasan strategis kabupaten
Batu Balai. Hal ini menjadi kekuatan bagi
pengembangan klaster industri perkapalan di
kabupaten Tanggamus dimana klaster industri
perkapalan ini merupakan bagian dari kawasan
industri maritim tersebut.
Agar klaster industri perkapalan yang
dikembangkan tepat sasaran, diperlukan
perencanaan yang tepat dalam segala hal
termasuk perancangan tata letak. Dalam
penelitian ini, penulis mencoba merancang
tata letak kawasan industri perkapalan di
kabupaten Tanggamus yang merupakan
kawasan inti dari klaster industri perkapalan
berdasarkan kondisi geografis dan RTRW
2011-2013 mengenai program pembangunan
kawasan
industri
maritime
kabupaten
Tanggamus serta target produksi galangan
sesuai dengan peraturan nomor 124/MIND/PER/10/2009 tentang peta panduan
pengembangan klaster industri perkapalan dan
potensi pasar galangan nasional dengan
menggunakan program AutoCad 2010.
2. STUDI LITERATUR
Istilah klaster sendiri memiliki beberapa
definisi. Secara harfiah, klaster (cluster)
memiliki
definisi
sebagai
kumpulan,
kelompok, himpunan, atau gabungan obyek
tertentu yang memiliki keserupaan atas dasar
karakteristik tertentu. Porter mendefinisikan
klaster sebagai sekumpulan perusahaan dan
lembaga – lembaga terkait di bidang tertentu
yang berdekatan secara geografis dan saling
terkait karena “kebersamaan (commonalities)
dan komplementaritas” (Porter, 1990).
Literatur lain menyebutkan bahwa definisi dari
klaster industri adalah kelompok industri
dengan focal atau core industri yang saling
berhubungan secara intensif dan membentuk
partnership, baik dengan supporting industry
maupun related industry (Deperindag 2000).
Menurut
buku
“Panduan
Penyusunan
Kerangka dan Agenda Pengembangan Klaster
Industri”, dijelaskan bahwa lingkup geografis
klaster industri dapat sangat bervariasi,
terentang dari satu desa saja atau salah satu
jalan di daerah perkotaan sampai mencakup
sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah
klaster industri dapat juga melampaui batas
negara menjangkau beberapa negara tetangga
(misal Batam, Singapura, Malaysia).
Lyon Atherton (2000) berpendapat bahwa
terdapat tiga hal mendasar yang dicirikan oleh
klaster industri terlepas dari perbedaan
struktur, ukuran ataupun sektornya, yaitu:
1. Komonalitas/ keserupaan/ kebersamaan/
kesatuan (commonality); yaitu bahwa bisnis –
bisnis beroperasi dalam bidang – bidang
“serupa” atau terkait satu dengan lainnya
dengan fokus pasar bersama atau suatu
rentang aktivitas bersama.
2. Konsentrasi (concentration); yaitu bahwa
terdapat pengelompokan bisnis – bisnis yang
dapat dan benar – benar melakukan interaksi.
3.
Konektivitas (connectivity); yaitu
bahwa terdapat organisasi yang saling terkait/
bergantung
(interconnected/
linked/
interdependent
organizations)
dengan
beragam jenis hubungan yang berbeda.
Suatu klaster industri juga harus memiliki
komitmen bersama untuk saling mendukung
kelancaran rantai produksi yang menjadi
spesifik dari klaster industri tersebut (Andri
Warsono, 2012).
Elemen klaster industri dapat dikelompokkan
menjadi enam jenis industri dengan gambaran
Perancangan tata..., Laily Rahmawati, FT UI, 2013
4
hubungan antar keenam elemen tersebut
seperti pada gambar 2.
Gambar 2 Hubungan antar elemen klaster
industri
Pada umumnya, proses pembangunan kapal
terdiri dari beberapa fase, yaitu fase desain,
produksi, pengetesan, dan pengiriman
(Gambar 1).
3. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, metodologi yang
digunakan, yaitu studi analisis terhadap:
1.
Kondisi kabupaten Tanggamus dan
2.
RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
kabupaten Tanggamus 2011-2031 terkait
program pembangunan kawasan industri
maritim, untuk merencanakan cakupan
wilayah,
3.
Peraturan
nomor
124/MIND/PER/10/2009 tentang peta panduan
pengembangan klaster industri perkapalan
dan
4.
Potensi pasar galangan nasional, untuk
memperkirakan target klaster sebagai acuan
penentuan jenis, jumlah, dan kapasitas
galangan yang akan dibangun.
Hasil dari analisis tersebut kemudian
digunakan untuk merencanakan tata letak
kawasan dengan menggunakan program
AutoCad.
4.
Gambar 1. Proses pembangunan kapal
Sebuah klaster industri perkapalan terdiri dari
enam elemen industri, yaitu:
1.
Industri inti : Galangan kapal
2.
Industri pemasok : Industri bahan baku
kapal (baja, kayu, bahan baku fibre glass),
permesinan
kapal,
peralatan
dan
perlengkapan kapal, bahan bakar kapal,
material pengelasan, cat kapal, katoda,
mebel kapal (distributor), bukaan kapal
3.
Industri pendukung : Subkontraktor,
konsultan,
asuransi,
bank,
industri
pengolahan limbah
4.
Industri terkait : Karoseri, mebel
5.
Industri pengguna/pembeli : Industri
transportasi,
pertahanan,
kepelabuhan,
pariwisata, perikanan, lepas pantai
6.
Institusi pendukung : Pemerintah,
BPPT, INSA, NaSDEC, perguruan tinggi,
sekolah teknik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun hasil dari studi analisis adalah sebagai
berikut:
4.1 Kondisi Kabupaten Tanggamus
Kabupaten Tanggamus terletak di pesisir teluk
Semangka. Kondisi perairan teluk Semangka
yang tenang tetapi dalam sangat mendukung
industri perkapalan, yaitu sebagai lokasi
pendirian galangan yang merupakan industri
inti dari klaster industri perkapalan.
Kedalaman teluk Semangka, yaitu 12 meter di
500 meter dari pantainya. Dengan kedalaman
ini, kapal – kapal besar yang memiliki bobot
berat dapat bersandar tanpa perlu lagi untuk
melakukan penggalian untuk galangan yang
akan dibangun. Kondisi arus yang tenang pada
perairan teluk Semangka adalah akibat dari
adanya pulau Tabuan di pintu masuk teluk
dari selat Sunda yang berfungsi sebagai break
water (penahan ombak). Lebar teluk
Semangka mencapai 5 km, sehingga adanya
pembangunan
galangan
tidak
akan
mengganggu aktivitas perairan seperti
Perancangan tata..., Laily Rahmawati, FT UI, 2013
5
aktivitas kapal nelayan yang mencari ikan di
sekitar teluk. Pesisir ini juga tidak rentan
terhadap abrasi oleh air laut sebab diliputi oleh
bebatuan cadas yang datar di sepanjang garis
pantainya sekitar 100 meter dari garis pantai.
Erosi dari tanahnya pun sangat kecil sebab
sungai yang mengalir ke dalam teluk hanya
sedikit.
Kabupaten Tanggamus terbagi menjadi
20 kecamatan. Beribukota di kecamatan Kota
Agung yang berbatasan dengan Kota Agung
Barat dan Kota Agung Timur. Persebaran
kecamatan tersbut sbagaimana pada gambar 3.
Berdasarkan
kondisi
dari
kabupaten
Tanggamus dan lokasi yang ditetapkan dalam
RTRW kabupaten tanggamus 2011-2031,
maka cakupan wilayah klaster direncanakan
meliputi lahan di perbatasan antara kecamatan
Kota Agung Timur dengan kecamatan Limau
seluas 400 hektar dan kota Cilegon, dalam hal
ini hanya beberapa industri di kota Cilegon
yang dapat menunjang industri perkapalan.
Industri inti (galangan) akan dibangun di
sepanjang pesisir teluk Semangka, sedangkan
industri penunjang dibangun di samping dan
di seberang galangan. Untuk permukiman dan
fasilitas umum dan sosial akan tersebar di
dekat galangan dan industri penunjang guna
mempermudah akses para pekerjanya untuk
menuju lokasi.
4.3
Peraturan
IND/PER/10/2009
Gambar 3 Peta kabupaten Tanggamus
Tanggamus berseberangan dengan kota
Cilegon (hanya dipisahkan oleh selat Sunda)
yang memiliki banyak kawasan industri.
Beberapa industri di sana ada yang bisa ditarik
menjadi anggota klaster, misalnya PT.
Krakatau Steel sebagai pemasok baja untuk
pelat kapal.
4.2 RTRW Tanggamus 2011-2031
Dalam RTRW kabupaten Tanggamus 20112031 terkait program pengembangan kawasan
industri maritim ditetapkan lokasi dari
kawasan tersebut, yaitu:
1.
Di ujung timur kecamatan Kot Agung
Timur seluas 400 hektar, dan
2.
Di kecamatan Limau dan Cukuh Balak
seluas 4600 hektar.
Klaster industri perkapalan yang direncanakan
merupakan bagian dari kawasan industri
maritim tersbut.
No.124/M-
Dalam
peraturan
nomor
124/MIND/PER/10/2009 tentang peta panduan (road
map)
pengembangan
klaster
industri
perkapalan disebutkan bahwa sasaran dari
pengembangan klaster industri perkapalan di
Indonesia terkait dengan kapasitas galangan
adalah sebagai berikut:
1.
Jangka Menengah (2010 – 2014)
Meningkatnya jumlah dan kemampuan
industri
perkapalan/galangan
kapal
nasional dalam pembangunan kapal
sampai dengan kapasitas 150.000 DWT.
2.
Jangka Panjang (2010 – 2025)
Adanya galangan kapal nasional yang
memiliki fasilitas produksi berupa building
berth/graving
dock
yang
mampu
membangun kapal dan mereparasi
kapal/docking repair sampai dengan
kapasitas 300.000 DWT untuk memenuhi
kebutuhan di dalam maupun luar negeri
(World Class Industry).
4.4 Potensi Pasar Galangan Nasional
Jika dilakukan kalkulasi secara kasar,
pertumbuhan armada nasional selama 8 tahun
terakhir ialah 99,4% atau sebanyak 6006 unit
kapal (11,438 GT) dengan beragam ukuran,
mulai dari kapal berukuran kurang dari 500
Perancangan tata..., Laily Rahmawati, FT UI, 2013
6
DWT hingga di atas 10.000 DWT. Ini berarti,
rata – rata pertumbuhannya sekitar 12,4% atau
sekitar
750 unit kapal per tahun. Jika
diasumsikan 25% dari jumlah armada tersebut
dibangun secara baru maka akan ada
permintaan untuk bangunan baru sekitar 187
unit. Sedangkan kapasitas galangan nasional
per 2013 untuk bangunan baru kapal jumlah
fasilitas produksinya hanya 160 unit.1 Waktu
yang dibutuhkan untuk membangun 1 unit
bangunan baru oleh galangan nasional saat ini
rata – rata 1 tahun. Artinya, dengan jumlah
fasilitas produksi yang dimiliki galangan
nasional saat ini per tahunnya baru mampu
memproduksi 160 unit kapal. Jika 15% saja
dari jumlah unit bangunan baru yang belum
mampu digarap oleh galangan nasional
dikerjakan oleh galangan di kawasan
perkapalan ini, maka setiap tahunnya akan ada
4 unit bangunan baru yang diproduksi.
Diasumsikan setiap galangan memproduksi 1
unit bangunan baru setiap tahunnya. Berarti
akan ada 4 galangan yang dibangun. Dari
jumlah kapal di atas, persebaran ukuran kapal
memiliki prosentase terbesar pada kapal
ukuran kurang dari 500 DWT.
Di samping itu, kapal – kapal tersebut juga
membutuhkan reparasi rutin. Jumlah armada
yang ada saat ini sebanyak 12.047 unit.
Sedangkan kapasitas galangan nasional per
2013 untuk reparasi kapal jumlah fasilitas
produksinya hanya 240 unit. Waktu yang
dibutuhkan untuk reparasi kapal (lama doking)
oleh galangan nasional saat ini rata – rata
antara 1 pekan hingga 1 bulan tergantung jenis
reparasinya. Untuk pengkalkulasian, jika
dianggap waktu yang dibutuhkan untuk
reparasi per kapal adalah 2 pekan, maka
dengan jumlah fasilitas yag dimilikinya saat
ini galangan nasional baru mampu melakukan
reparasi kapal sebanyak 5760 unit. Jika 5%
saja dari jumlah unit kapal yang belum mampu
digarap oleh galangan nasional direparasi oleh
galangan di kawasan perkapalan ini, maka
setiap tahunnya akan ada 315 unit kapal yang
direparasi.
1
Kemudian, pada tahun 2012 tercatat jumlah
kapal yang berusia 21 sampai 25 tahun adalah
9% dan yang berusia di atas 25 tahun 21% dari
jumlah kapal pada tahun itu 11.495 unit.
Sehingga, 5 tahun kedepan sedikitnya ada
3447 unit kapal yang berusia di atas 25 tahun.
Jika 1% saja dari jumlah tersebut discrap,
maka akan 34 unit kapal yang mengantri untuk
discrap. Maka akan ada scrapyard yang
dibangun di kawasan industri perkapalan ini.
Selain itu, di kabupaten Tanggamus terdapat
kampung nelayan dan banyak wisata bahari.
Sehingga,
boatyard
juga
potensial
dikembangkan di klaster ini.
Berdasarkan potensi pasar yang telah
dipaparkan di atas, pada kawasan industri
perkapalan ini akan dibangun beberapa
galangan, yaitu:
1.
Satu buah galangan besar,
2.
Satu buah galangan menengah,
3.
Dua buah galangan kecil,
4.
Satu buah boatyard, dan
5.
Satu buah scrapyard
4.5 Usulan Karakteristik Galangan
Sebelum membahas mengenai karakteristik
masing – masing galangan, akan dibahas
terlebih dahulu perkiraan jumlah dok yang
akan dibangun pada tiap galangan. Perkiraan
ini dibuat dengan mengacu pada perkiraan
jumlah target kapal yang akan direparasi dan
dibangun baru tiap tahunnya. Untuk bangunan
baru, sebagaimana yang telah dibahas
sebelumnya bahwa diperkirakan masing –
masing galangan besar, menengah, dan kecil
tiap tahunnya dapat memproduksi 1 kapal
bangunan baru, sehingga tiap galangan butuh
menyediakan 1 dok untuk membangun kapal
bangunan
baru.
Sedangkan
untuk
memperkirakan jumlah dok reparasi, mengacu
juga pada grafik kapasitas industri galangan
nasional tahun 2013 untuk perkiraan
pembagian jumlah target total untuk galangan
besar, menengah, dan kecil. Untuk boatyard
tidak akan dibahas, karena galangan jenis
tersebut memiliki target khusus tersendiri.
Asumsi waktu yang digunakan oleh galangan
untuk reparasi kapal adalah 2 pekan.
Data Iperindo, disampaikan pada seminar INCAFO 2013
Perancangan tata..., Laily Rahmawati, FT UI, 2013
7
1.
Gambar 4 Kapasitas industri galangan
nasional (reparasi) berdasarkan jumlah
fasilitas produksi tahun 2013
Sumber: Iperindo
Dari grafik kapasitas industri galangan
nasional tahun 2013 dapat dilihat bahwa untuk
jumlah unit fasilitas reparasi perbandingan
antara unit untuk kapal dengan bobot kurang
dari 500 DWT : 500-10000 DWT : lebih dari
10000 DWT adalah 121 : 83 : 10. Sehingga,
dengan jumlah target total tiap tahunnya
sebanyak 315 kapal, maka dapat diperkirakan :
- Untuk galangan kecil (10000 DWT)
jumlah targetnya sebanyak 15 kapal. Dengan
asumsi lama reparasi 2 pekan per kapal,
maka dok yang dibutuhkan galangan
sebanyak 1 dok. Namun, akan diusulkan
membangun 2 dok untuk menangkap pangsa
pasar berupa kapal – kapal yang akan
dikonversi. Lama proses konversi kapal rata
– rata memakan waktu 1 tahun.
Mengenai karakteristik dari masing – masing
galangan tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut:
Galangan pada klaster ini akan dikavling
dengan luas tiap kavling 400 x 100 meter.
Penentuan panjang kavling disesuaikan
dengan kebutuhan lahan untuk galangan besar
yang akan dijelaskan selanjutnya.
Galangan besar
a.
Produk
: Ship building and
repair
b.
Ukuran
: 10.000 s.d 300.000
DWT
c.
Material
: Baja
d.
Tipe kapal : Barang, penumpang,
ferry roro, tanker, peti kemas, curah,
tongkang, tug boat, keruk, perang, ikan,
LPG/LNG carier, chemical carrier, FPSO
e.
Perencanaan ukuran : Luas 16 hektar
(4 kavling). Asumsi berdasarkan sasaran
jangka panjang klaster ini, yaitu mampu
membangun dan mereparasi kapal sampai
kapasitas
300.000
DWT.
Kapal
berkapasitas 300.000 DWT rata-rata
memiliki panjang 300 meter dan lebar
tidak lebih dari 70 meter. Perbandingan
lebar dan panjang kapal ukuran >10.000
DWT untuk mendapatkan lebar yang
lebih besar adalah 1:5, sehingga lebar
galangan direncanakan 400 meter dengan
asumsi akan dibangun 3 dok.
2.
Galangan menengah
a.
Produk
: Ship building and
repair
b.
Ukuran
: 500 s.d 10.000 DWT
c.
Material
: Baja
d.
Tipe kapal : Barang, penumpang,
ferry roro, tanker, peti kemas, curah,
tongkang, tug boat, keruk, perang, ikan,
LPG/LNG carier, chemical carrier, FPSO
e.
Perencanaan ukuran : Luas 12 hektar
(3 kavling). Kapal berkapasitas 500 sd.
10.000 DWT panjangnya tidak lebih
dari150 meter dan lebar tidak lebih dari
40 meter. Perbandingan lebar dan panjang
kapal ukuran tersebut untuk mendapatkan
lebar yang lebih besar adalah 1:4,
sehingga lebar galangan direncanakan
300 meter dengan asumsi akan dibangun
6 dok.
3.
Galangan kecil
a. Produk : Ship building and repair
b.Ukuran : < 500 DWT
c. Material : Baja
d.Tipe kapal
: Barang, penumpang,
ferry roro, tanker, peti kemas, curah,
tongkang, tug boat, keruk, perang, ikan,
LPG/LNG carier, chemical carrier
Perancangan tata..., Laily Rahmawati, FT UI, 2013
8
e. Perencanaan ukuran : Luas 8 hektar (2
kavling). Kapal berkapasitas