Sutan Rachman WHS1 , Soesilo Zauhar2 , Choirul Saleh2

Workplace Spirituality Tenaga Kependidikan Universitas Brawijaya (Studi Pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam Dan Matematika Serta Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik)

Sutan Rachman WHS 1 , Soesilo Zauhar 2 , Choirul Saleh 2

1 Program Magister Manajemen Pendidikan Tinggi, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 2 Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

Abstrak

Konsep pengembangan manusia secara menyeluruh merupakan solusi atas perubahan fenomena sosial saat ini yang menyebabkan kehidupan seseorang tidak menyatu karena lingkungan pekerjaan atau tempat kerja hanya menjadi tempat untuk mencari hal-hal profan (duniawi) dan tidak mempunyai ruang untuk sesuatu yang sakral atau suci. Akibat dari adanya pemisahan ini, seseorang lebih terfokus hidupnya untuk menggeluti dunia karir tanpa memperhatikan kehidupan batinnya . Fenomena tersebut menumbuhkan kesadaran untuk menghubungkan aspek spiritualitas individu dengan pengelolaan pekerjaan atau lingkungan kerja, melalui konsep workplace spirituality,. Dalam studi akademis, workplace spirituality merupakan bidang yang masih baru dan masih terus dikembangkan, namun sebagian besar studi masih dilakukan di Amerika Serikat dan Kanada, dan sangat sedikit sekali yang dilakukan di luar kedua negara tersebut. Berdasarkan hal itu, penelitian ini bermaksud untuk memperkaya topik workplace spirituality dari sudut pandang administrator publik di Indonesia melalui pendekatan fenomenologi, dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini menghasilkan dua sudut pandang terkait workplace spirituality, pertama adalah sudut pandang agama dan yang kedua adalah sudut pandang intrinsik - alamiah, kedua sudut pandang tersebut sama – sama bertujan untuk memberikan makna dalam bentuk ekspresi positif dalam lingkungan kerja. Penelitian lebih jauh juga dibutuhkan untuk memperkokoh konsep ini, baik melalui metode kualitatif maupun kuantitatif.

Kata kunci : agama, perilaku, spiritual, tuhan, workplace spirituality

Abstract

The concept of comprehensive human development are solutions of the current phenomena social changes which causes a person lives currently no integral because workplace is a place to find profane things (worldly) and has no room for something sacred or holy. A result of the separation, someone more focused his life to their career without regard to their spiritual life. This phenomenom that causes understanding to connected an individual spiritual aspect with management at work and workplace, through the concept of workplace spirituality. In academic study, workplace spirituality is an area that still new and is in the development, but most research focus in united states and canada and just a little done outside the two nations. Based on it then this study wants to enrich the subject of workplace spirituality through Indonesian administrator public point of view by using phenomenology approach. Through qualitative method, this research result in two workplace spirituality view, first is religion viewpoints and second natural-intrinsic viewpoints, both of these points of view are equally aims to give meaning in the form of positive expression in the workplace. Further research should be able to use the quantitative and qualitative methods to establish this concept.

Keywords: behaviour, God, religion, spiritual, workplace spirituality

PENDAHULUAN 1 memajukan rakyatnya. Administrator publik Administrasi publik berhubungan dengan

bekerja pada semua bidang, mereka mengelola manajemen pelayanan program – program publik

berbagai organisasi nirlaba, badan-badan, dan yang sangat strategis dan sangat penting sebab

kelompok – kelompok khusus yang menangani berhubungan dengan banyak faktor penting yang

berbagai urusan. Cakupan yang dikelola oleh dibutuhkan oleh masyarakat, serta merupakan

administrator publik membentang dari berbagai bidang yang memfasilitasi pelaksanaan fungsi-

urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat fungsi negara untuk mensejahterakan dan

seperti; pertahanan dan keamanan nasional;

Sutan Rachman WHS

Alamat : Program Magister Manajemen Pendidikan Tinggi, Email

: aslan_asad80@yahoo.co.id Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Jl MT Haryono, 65145, Malang, Jawa Timur, Indonesia

171

Workplace Spirituality Tenaga Kependidikan Universitas Brawijaya (WHS, et al.)

kesejahteraan sosial dan kualitas lingkungan; pendidikan

dan kesehatan;

desain

dan

pembangunan jalan, jembatan, serta fasilitas lain yang dibutuhkan masyarakat; penelitian dan pengkajian ilmiah; dan pengurusan bidang finansial, moneter, sampai sumber daya manusia [17]. Pentingnya posisi administrasi publik dan kemampuannya dalam berbagai spesialisasi bidang telah menyebabkan jumlah administrator publik semakin membengkak dan memiliki rentang kekuasaan yang semakin luas, karena mereka memiliki pengetahuan dan diberikan kekuasaan untuk membuat keputusan dalam berbagai bidang yang berpengaruh luas terhadap kehidupan rakyat. Bahkan, belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah suatu bangsa dimana seorang birokrat menjadi lebih berkuasa daripada saat ini. Hal ini karena birokrasi dalam negara modern memiliki legitimasi dan rentang kekuasaan ekonomi yang sangat luas dan vital [17]. Dari fakta diatas maka muncullah suatu silogisme sederhana yang merupakan suatu kenyataan di era industrisekarang ini, yaitu “Administrasi adalah pengetahuan, Pengetahuan adalah kekuasaan. Maka administrasi adalah kekuasaan”.

Sejalan dengan adanya ungkapan yang menyatakan bahwa “kekuasaan cenderung

merusak dan kekuasaan absolut merusak secara absolut pula”, maka berkembangnya kekuasaan administrator

munculnya patologi birokrasi. Hal tersebut yang kemudian melatarbelakangi Woodrow Wilson pada akhir abad 19 menulis essay mengenai Administrasi Publik, sebagai usaha untuk melakukan reformasi operasional di lingkungan pemerintah, tulisan tersebut menyoroti adanya inefisiensi dan maraknya korupsi secara terang – terangan di lingkungan pemerintah pada era 1880 – an serta memberikan beberapa saran perbaikan bagi administrasi pemerintah. Wilson selanjutnya menyarankan agar memisahkan proses administrasi dengan proses politik yang memiliki potensi korupsi. Proses administrasi dijalankan oleh birokrat yang profesional dengan menerapkan prinsip model pengelolaan sektor bisnis, dengan tujuan guna mencapai efektifitas dan efisien [4]. Dengan berjalannya waktu, terjadi perkembangan orientasi aplikasi teori organisasi yang berpengaruh terhadap administrasi publik dalam masyarakat modern. Transisi ini merupakan dampak atas studi yang dilakukan oleh Hawthorn dan dilanjutkan oleh seorang psikolog industrial dari Harvard Business School, yaitu Elton Mayo. Mereka berdua telah memulai memb awa ‘metode perilaku’ guna memandang sebuah organisasi. Sampai saat ini,

kecenderungan dan pengembangan sektor publik sulit untuk dipahami tanpa mengaitkannya dengan aspek perilaku, sosial, dan budaya. Sisi manusia dari organisasi merupakan bagian yang melekat dari seni administrasi, dan menjadi hal yang utama dalam membentuk birokrasi. Siapapun yang tertarik terhadap masa depan yang lebih sehat dan kemajuan yang lebih baik dari organisasi pelayanan publik maka seorang akademisi atau seorang profesional harus menyertakan

pandangan humanistik kedalam dasar ideologi manajerial mereka [24].

Penerapan metode perilaku sangatlah sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh organisasi publik dalam memperkuat kondisi internalnya, di Indonesia selama puluhan tahun studi dan praktik terkait SDM dalam lingkungan administrasi publik terjebak pada pendekatan legal formal, yang hanya mengurus unsur ketata – usahaan pegawai berdasarkan berbagai peraturan kepegawaian yang ada. Hal ini menyebabkan administrasi kepegawaian tidak menjadi bagian yang strategis dalam mendukung pencapaian organisasi serta menyebabkan tandusnya studi- studi teoritis terkait pemberdayaan sumber daya manusia dalam sektor publik [15]. Adanya tuntutan reformasi serta munculnya konsep manajemen publik baru (New Public Management) telah membawa perubahan cara pandang bagi organisasi publik berkaitan dengan pengelolaan sumber daya manusia. Pengelolaan SDM dapat mengadopsi teori-teori manajemen, salah satunya adalah mengadopsi bidang studi “Perilaku Organisasi”. Menurut Daft perilaku organisasi sebagai kajian antar disiplin ilmu yang diarahkan untuk mempelajari sikap, perilaku, dan kinerja individu dalam organisasi [2]. Sebagai suatu kajian antar disiplin, perilaku organisasi menggunakan konsep dan teori dari disiplin ilmu seperti psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, pendidikan, manajemen, dan disiplin lainnya. Robbins menjelaskan mengenai kontribusi masing-masing bidang ilmu tersebut, antara lain bidang psikologi. Psikologi industri dan organisasi sebagai salah satu unsur dalam bidang psikologi memberikan kontribusi terhadap faktor-faktor individu yang relevan dengan kondisi kerja yang dapat mendorong atau menghambat efisiensi prestasi kerja, termasuk dalam psikologi organisasi adalah topik mengenai pengembangan organisasi, dimana untuk mendorong prestasi kerja organisasi harus mampu melaksanakan perubahan-perubahan yang terencana dan berorientasi kepada unsur pemberdayaan individu sebagai manusia yang seutuhnya [22].

Workplace Spirituality Tenaga Kependidikan Universitas Brawijaya (WHS, et al.)

menggunakan pendekatan seutuhnya merupakan solusi atas terjadinya

Konsep pengembangan

pendekatan fenomenologi.

perubahan fenomena sosial saat ini yang mana Besarnya manfaat workplace spirituality dan menyebabkan kehidupan seseorang saat ini

dalam rangka untuk memperkaya topik tersebut, terbelah, terpecah, tidak menyatu, dan tidak

maka akan diteliti workplace spirituality dalam integral karena banyak pekerjaan yang menolak

setting dunia pendidikan khususnya di perguruan ruang untuk hadirnya ‘makna’ dan Tuhan. Tempat

tinggi negeri, yaitu Universitas Brawijaya (UB) kerja adalah tempat untuk mencari hal-hal profan

dengan studi yang dikhususkan pada Fakultas (duniawi) dan tidak mempunyai ruang untuk

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) sesuatu yang sakral atau suci [1]. Akibat dari adanya

sebagai salah satu fakultas eksakta serta Fakultas pemisahan ini, seseorang lebih terfokus hidupnya

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) sebagai salah satu untuk menggeluti dunia karir tanpa memperhatikan

fakultas sosial, subyek penelitian ini akan kehidupan batinnya sehingga agama dan praktik –

difokuskan kepada tenaga kependidikan karena praktik peribadatannya sebagai sarana untuk

masih belum banyaknya penelitian yang menyoroti memperkuat spiritualitas telah banyak ditinggalkan

aspek tenaga kependidikan di lingkungan [25]. Latar belakang tersebut yang menyebabkan

perguruan tinggi, serta adanya pekerjaan tenaga dibutuhkannya pemahaman aspek spiritual individu

kependidikan yang bersifat rutinitas sebagai manusia yang dihubungkan pengelolaan pekerjaan

penunjang dan pendukung proses keberhasilan dan lingkungan kerja, yang diwadahi melalui konsep

pelaksanaan tridharma perguruan tinggi, serta workplace spirituality.

semakin luasnya bidang cakupan pekerjaan yang Workplace spirituality merupakan konsep yang

dilakukan yang memerlukan keahlian profesional memahami bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan

yang didukung oleh kode etik, misalnya; tugas di dapat dicapai dengan menyeimbangkan kebutuhan

bidang pengadaan barang dan jasa, bidang spiritual dan kebutuhan material dalam kehidupan

pengawasan internal, bidang pengelolaan sistem karena manusia diciptakan terdiri atas dua aspek

informasi serta pusat data, bidang akuntansi dan yaitu aspek fisik dan aspek spiritual, dalam proses

penataan aset, serta bidang-bidang lainnya yang pengembangan manusia kedua aspek baik fisik

muncul sebagai respon untuk meningkatkan maupun spiritual harus harus dikelola secara baik

lebih bermutu. Dalam dan tepat sehingga pada akhirnya akan membentuk

pelayanan

yang

pelaksanaannya tugas-tugas tersebut harus seseorang yang berkualitas tinggi. Persoalan-

terselenggara berlandaskan kepada semangat persoalan stres dan penyimpangan dalam dunia

reformasi administrasi sehingga diharapkan mampu kerja tentunya membutuhkan jalan keluar yang

memberikan pelayanan yang memuaskan bagi tepat, untuk mendapatkan jalan keluar yang tepat,

pihak yang menerima pelayanan dalam hal ini maka perlu untuk kembali lagi kepada akar

adalah dosen serta mahasiswa, maka dari latar spiritualisme manusia. Berdasarkan survey yang

belakang tersebut tujuan dari penelitian ini adalah dilakukan oleh

untuk mendeskripsikan dan menganalisis workplace menjelaskan bahwa sebagian besar karyawan

spirituality serta manfaat workplace spirituality menginginkan

menurut Tenaga Kependidikan di lingkungan pekerjaan mereka [10]. Dan beberapa individu

Universitas Brawijaya khususnya di FMIPA dan mencoba membawa nilai-nilai spiritualitas kedalam

FISIP.

tempat kerja, agar karyawan memperoleh pekerjaan yang bermakna [3].

METODE PENELITIAN

Para akademisi mendifinisikan workplace Dalam penelitian ini pendekatan yang spirituality dengan berbagai pengertian dan sudut

pendekatan kualitatif. pandang, karena topik ini masih merupakan area

digunakan

adalah

Pertimbangan yang mendasari penggunaan baru dalam research, dan masih pada tahap awal

pendekatan ini adalah karena Pendekatan kualitatif serta pada tahap pengembangan [19]. Namun

sering digunakan dalam bidang sosiologi, psikologi, sebagian besar penelitian masih fokus di Amerika

dan manajemen. Dalam tingkat yang fundamental Serikat dan Kanada, dan hanya beberapa saja yang

pendekatan tersebut bertujuan mendapatkan dilakukan di luar kedua negara tersebut [6].

makna, esensi, persepsi, dan pendapat dari orang- Berdasarkan hal tersebut maka studi ini ingin

orang yang dijadikan sumber data untuk memperkaya topik mengenai workplace spirituality,

menggambarkan secara tepat suatu fenomena. melalui pandangan dan definisi pekerja di Indonesia

Penelitian ini berupaya untuk memberikan deskripsi khususnya yang bekerja sebagai administrator

umum secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai workplace spirituality (fakta-fakta dan

Workplace Spirituality Tenaga Kependidikan Universitas Brawijaya (WHS, et al.)

sifat-sifat fenomena mengenai topik tersebut) serta informan lain kemudian menambahkan bahwa dipaparkan apa adanya [6]. Agar penelitian

spiritualitas adalah gerak hati dan jiwa yang terhindar dari data yang tidak relevan dengan

mengarahkan serta mendekatkan seseorang masalah dan tujuan peneliti, sekaligus membatasi

kepada Tuhan, pendapat tersebut sejalan dengan agar permasalahan tidak melebar, maka sangat

yang mendefinisikan dibutuhkan fokus penelitian. Fokus penelitian

pendapat

Webster

spiritualitas sebagai sesuatu yang berhubungan berfungsi untuk memilih data yang relevan [14].

dengan aturan – aturan gereja atau segala sesuatu Secara rinci,

yang berhubungan dengan nilai – nilai agama [26]. sebelumnya dan dengan memperhatikan tujuan

Carmody melakukan penelitian terkait dengan penelitian maka penelitian ini difokuskan pada:

manifestasi spiritualitas dalam berbagai agama - Deskripsi dan analisis workplace spirituality

seperti; Islam, Yahudi, kristen, Hindu, Budha, menurut tenaga kependidikan;

kepercayaan Cina dan Jepang. Dia menemukan, - Pemahaman spiritualitas

agama – agama tersebut memiliki nilai – nilai - Perbedaan spiritualitas dan agama

spiritual yang hampir sama seperti penghormatan - Pemahaman workplace spirituality

terhadap sesuatu yang disucikan yaitu Tuhan, - Faktor - faktor yang berkontribusi terhadap

kecintaan terhadap kebaikan, dan pandangan workplace spirituality

terhadap perbedaan sebagai takdir manusia [26]. - Lingkungan bekerja/ organisasi yang

perbandingan guna spiritual

Selanjutnya

sebagai

memperkaya pemahaman spiritualitas, dibawah ini - Manfaat workplace spirituality menurut

diberikan pemahaman informan yang berada di tenaga kependidikan.

lingkungan FISIP UB mengenai konsep spiritualitas Prosedur penelitian diuraikan melalui tahap;

mengenai spiritualitas di Pertama,

Pemahaman

lingkungan FISIP UB secara garis besar dibagi dua, penelitian yang relevan dengan fenomena yang

peneliti menentukan

pertanyaan

yang pertama mengartikan spiritualitas sebagai akan diteliti; Kedua, peneliti menggali data dengan

agama dan yang kedua mengartikan spiritualitas mengajukan pertanyaan kepada para informan

sebagai batin - keterhubungan. Pemahaman yang memiliki pengetahuan memadai mengenai

spiritualitas sebagai agama, menggambarkan fenomena yang akan diteliti; Ketiga, peneliti akan

bahwa agama sumber dan landasan spiritualitas. melakukan analisis data yang diawali dari abstraksi

Melalui agama, manusia dibimbing untuk data empiris untuk memperoleh pola-pola data

menyuburkan aspek sehingga dapat diperoleh kesimpulan. Proses

menumbuhkan

dan

spiritualitas yang ada di dalam dirinya, dan pengumpulan data diperoleh dari enam belas

dipercaya bahwa tanpa agama manusia tidak akan informan yakni enam tenaga kependidikan FMIPA

mampu memahami Tuhan sebagai sumber dan sepuluh tenaga kependidikan FISIP, serta dua

spiritualitas yang paling utama, salah satu informan informan kunci yang merupakan pimpinan keenam

menyatakan bahwa spiritualitas adalah ajaran belas informan tersebut.

agama yang kita lakukan, di luar agama tidak ada spiritual karena spiritualitas merupakan bagian dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

agama. Pandangan

kedua adalah bahwa

Pemahaman Spiritualitas

spiritualitas terkait dengan batin – keterhubungan. Pemahaman Spiritualitas secara umum menurut

Salah satu informan menyatakan bahwa spiritual tenaga kependidikan FMIPA merupakan perilaku

tentang penataan jiwa manusia, beda dengan yang dilandasi oleh nilai-nilai agama yang dipeluk,

agama, karena agama tidak selalu tentang jiwa dan inti dari spiritualitas adalah keimanan/ keyakinan

juga spiritual tidak harus tentang agama, namun kepada Tuhan yang berdampak kepada sikap positif

spiritual berkaitan dengan segala sesuatu yang yang bersumber dari ajaran agama. Sehingga agar

mampu mewadahi dan memuaskan jiwa, beberapa dapat dikatakan spiritualitas, seseorang tidak cukup

informan mengaitkan juga kehidupan batin memiliki keyakinan atau keimanan saja, namun ia

tersebut dengan faktor keterhubungan, salah juga harus mampu mengaplikasikan apa yang

seorang informan menyatakan bahwa spiritualitas diyakininya tersebut dalam aktivitas sehari-hari.

adalah berdoa, agar tumbuh keyakinan untuk Kesimpulan tersebut berdasarkan pendapat salah

memperoleh harapan di waktu yang akan datang. satu informan yang menyatakan spiritualitas

Doa itu ditujukan kepada Tuhan menurut tuntunan menyangkut pelaksanaan ibadah sesuai ajaran

agama yang dipeluk. Pemahaman tersebut hampir agama dan juga berhubungan dengan kepercayaan,

sinonim dengan pengertian spiritualitas yang karena kepercayaan merupakan landasan bagi

mengartikan sebagai agama, namun menurut seseorang dalam melaksanakan ajaran agama,

Sprung meskipun kebanyakan orang masih

Workplace Spirituality Tenaga Kependidikan Universitas Brawijaya (WHS, et al.)

menyamakan spiritualitas dan agama namun hampir sama juga dikemukakan oleh Zinnbauer keduanya merupakan entitas yang berbeda,

yang mengartikan agama sebagai keyakinan dan keduanya dapat berhubungan, namun memiliki

peribadatan yang dilembagakan dalam sebuah konstruk yang berbeda, agama berhubungan

sedangkan spiritualitas dengan keanggotaan dalam sebuah institusi formal

institusi

formal

berhubungan dengan sesuatu yang bersifat maha serta mengajarkan praktik – praktik kepercayaan

tinggi [23]. Menurut pendapat informan yang dan peribadatan, namun spiritual berhubungan

merupakan salah satu pimpinan di lingkungan dengan kedekatan terhadap yang maha tinggi dan

FMIPA, agama merupakan inti spiritualitas yang keterhubungan dengan dunia dan kehidupan [23],

akan memberikan visi yang jauh kedepan dalam hal yang sama dinyatakan oleh informan lain yang

memandang suatu perbuatan, visi ini akan menyatakan bahwa spiritualitas juga menyangkut

mendorong keyakinan seseorang untuk tulus dan sesuatu yang bersifat universal, dalam arti spiritual

iklas dalam berbuat, karena semua perbuatan akan selalu terintegrasi dengan segala hal yang

kebaikan akan memperoleh balasan, meskipun dilakukan manusia. Aspek keterhubungan dalam

balasan tersebut tidak harus ada dalam jangka konteks spiritualitas juga tidak selalu dihubungkan

dekat dan dalam bentuk materiil. dengan Tuhan atau kekuatan yang bersifat ‘maha’.

Sedikit berbeda dengan pendapat tenaga Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di

kependidikan FMIPA, dimana semua informan lingkungan FMIPA dan FISIP UB, dapat dinyatakan

menyatakan bahwa agama dan spiritualitas adalah bahwa pemahaman spiritualitas di lingkungan

selalu berhubungan. Tenaga kependidikan FISIP FMIPA lebih seragam dibandingkan pemahaman

secara umum juga menyatakan hal yang sama, spiritualitas di lingkungan FISIP UB. Informan di

namun dengan posisi hubungan antara agama lingkungan FMIPA memahami spiritualitas lebih

dengan spiritualitas yang berbeda, salah satu kepada sudut pandang agama, namun informan

informan menyatakan bahwa spiritualitas terkait FISIP, memiliki sudut pandang yang berbeda – beda

dengan batin atau jiwa yang bersifat lahiriah, mengenai spiritualitas, meskipun secara mayoritas

sedangkan agama merupakan pengamalan dari memahami spiritualitas juga dari sudut pandang

tingkat spiritualitas seseorang, dan pengamalan agama. Sesuai hasil wawancara terhadap informan

spiritualitas dapat meliputi apapun juga, tidak yang ada pada dua fakultas maka pemahaman

hanya agama misalnya pengamalan dalam bentuk spiritualitas terbagi atas dua sudut pandang yaitu

komitmen bekerja, informan tersebut memandang sudut pandang agama dan sudut pandang batin-

keberadaan spiritualitas sebagai sesuatu yang telah keterhubungan.

dimiliki manusia sejak lahir serta bersifat sangat

Perbedaan Agama dan Spiritualitas

inklusif, dan tingkat kesadaran seseorang terhadap Telah banyak perdebatan terkait dengan apakah

keberadaan spiritualitasnya akan memberikan spiritualitas sama dengan agama, mayoritas

dorongan untuk melaksanakan ajaran agama dan pendapat dari orang – orang di negara barat,

melaksanakan perbuatan – perbuatan baik seperti membedakan spiritualitas dan agama, mereka

melaksanakan pekerjaan. memahami spiritualitas menyangkut sesuatu yang

komitmen dalam

Informan yang berbeda, menyatakan bahwa di dalam, sedangkan agama menyangkut sesuatu

spiritualitas berbeda dengan agama karena yang di luar [11]. Bagaimanakah pendapat para

spiritualitas selalu berhubungan dengan jiwa dan administrator publik yang ada di Indonesia terkait

agama tidak selalu berbicara mengenai jiwa, oleh apakah spiritualitas sama dengan agama ataukah

karenanya spiritualitas dapat dimiliki oleh setiap ada perbedaan antara keduanya, berdasarkan hasil

orang baik beragama maupun tidak. Cacioppe [8] penelitian di lingkungan FMIPA seluruh informan

juga menegaskan hal yang sama mengenai menyatakan bahwa agama dan spiritualitas adalah

spiritualitas yang berkaitan dengan pandangan berbeda namun selalu berhubungan, salah satu

seseorang dalam melihat dirinya sendiri dan hal informan menyatakan bahwa agama merupakan

tersebut dapat dilakukan oleh setiap orang baik pedoman bagi manusia untuk menumbuhkan

beragama maupun tidak. Meskipun, informan spiritualitas,

membedakan spiritualitas dan agama, namun tidak bagaimana tata cara berhubungan dengan Tuhan

satupun informan yang memandang agama sebagai yang akan menumbuhkan kekuatan dalam diri

sesuatu yang negatif dan dapat menimbulkan sendiri. Informan lain menyatakan bahwa agama

perpecahan, berbeda dengan pendapat yang merupakan sebuah keyakinan yang keberadaannya

dikemukakan oleh beberapa peneliti barat, mereka serta keberlangsungannya dilindungi oleh negara

memandang agama sebagai sesuatu yang bersifat dan spiritualitas merupakan hakikat untuk bisa

kaku dan dapat menimbulkan perpecahan, karena dekat dengan keyakinan tersebut. pendapat yang

para penganut agama akan sulit untuk saling

Workplace Spirituality Tenaga Kependidikan Universitas Brawijaya (WHS, et al.)

berkomunikasi tanpa adanya kemauan mengurangi spirituality yang difahami dan berusaha dibangun pedoman nilai – nilai inti dalam ajaran agama

merupakan usaha untuk masing – masing [12, 13, 8, 23].

oleh pimpinan

memfasilitasi potensi spiritualitas manusia yang Berdasarkan hasil wawancara dengan informan

ingin memberikan makna dalam setiap pekerjaan yang berada pada dua fakultas, dapat disimpulkan

yang dilakukan serta untuk menciptakan lingkungan bahwa mayoritas informan di FMIPA dan FISIP

pekerjaan yang memiliki nuansa spiritual yang menyatakan bahwa spiritualitas meskipun berbeda

didalamnya tertanam budaya kemanusiaan. dengan agama namun selalu memiliki keterkaitan,

Selanjutnya untuk memperkaya pembahasan diantara berbagai informan tersebut, hanya tiga

mengenai topik ini, akan dibahas pula pendapat informan yang ada di lingkungan FISIP yang

informan yang ada di lingkungan FISIP UB, yang menyatakan bahwa spiritualitas memiliki cakupan

Secara garis besar, dibagi kedalam dua hal, yaitu yang lebih luas dan tidak hanya berhubungan

memandang spiritualitas dari sudut pandang dengan agama, namun bisa berhubungan dengan

intrinsik – alamiah dan dari sudut pandang agama. berbagai hal yang dilakukan manusia. Sesuai

Sudut pandang yang pertama berkenaan dengan pendapat – pendapat yang dikemukakan diatas,

pemahaman bahwa setiap orang yang datang ke maka spiritualitas akan selalu berhubungan dengan

tempat bekerja tidak hanya membawa fisik mereka :

saja, namun juga membawa faktor non fisik yakni

1. Agama berupa spirit (ruh) yang darinya akan terpancar

2. Hubungan dan kedekatan dengan Tuhan bakat dan fikiran yang unik, unsur spiritual dapat

3. Insting dipenuhi melalui potensi manusia untuk melakukan

4. Aktivitas serta kekuatan Jiwa dan Batin kebaikan dengan memberikan pelayanan terhadap

5. Kesungguhan sesamanya [11], hal tersebut sesuai dengan apa

6. Keyakinan dan kepercayaan diri yang dikemukakan oleh salah seorang informan Selanjutnya kedua pandangan terkait dengan

bahwa workplace spirituality adalah berkenaan spiritualitas

dengan aktualisasi diri dalam bentuk bekerja secara mempengaruhi pemahaman informan terkait sudut

yang telah

dibahas

diatas

tepat dalam arti bekerja dengan mengedepankan pandang workplace spirituality.

substansi dan refleksi diri dalam bentuk terus

Pemahaman Workplace Spirituality

menerus memperbaiki kualitas diri. Tujuan Pemahaman workplace spirituality merupakan

workplace spirituality menurut sudut pandang ini pengembangan pemahaman spiritualitas yang

adalah adanya kesadaran yang lebih tinggi terkait diaplikasikan

nilai – nilai universal yang di-implementasikan Berdasarkan pendapat informan di FMIPA, maka

dalam bentuk saling menolong, bekerja dengan workplace spirituality merupakan sebuah bentuk

lebih baik, dan menyenangkan, disiplin kerja tanpa perilaku

memikirkan sanksi, bekerja iklas, bekerja secara pekerjaannya dengan selalu menyesuaikan diri

positif karyawan

di

lingkungan

sesuai aturan, dan bertanggung jawab, bekerja melalui ketaatan kepada aturan yang telah

tanpa mengedepankan kepentingan pribadi, ditetapkan serta selalu memegang norma

menyelesaikan pekerjaan dengan baik, integrasi kehidupan yang lurus yang diajarkan oleh agama

spiritual dalam segala pekerjaan dengan cara seperti selalu jujur dalam pelaksanaan pekerjaan.

memotivasi, menggerakkan, dan memperbarui, Sesuai pendapat ini, norma agama berfungsi

bekerja dengan jujur dan mampu menyesuaikan diri sebagai landasan segala perilaku dalam lingkungan

di tempat kerja. Sudut pandang kedua adalah sudut kerja, selain untuk menumbuhkan sikap jujur,

pandang agama, sudut pandang ini muncul karena agama juga memberikan ketenangan dalam

latar belakang informan yang masih memegang menghadapi aktivitas pekerjaan. Pendapat diatas

teguh nilai – nilai relijius, sehingga mereka selalu juga sejalan dengan pernyataan informan yang

mendefinisikan spiritualitas dengan mengaitkannya merupakan salah satu pimpinan fakultas, ia

dengan agama dan kedua hal itu akan selalu memahami workplace spirituality, sebagai tempat

beberapa informan bekerja yang mampu mewadahi aspek spiritualitas,

berhubungan

mendefinisikan workplace spirituality sebagai sehingga tempat kerja tidak hanya menjadi tempat

keyakinan terhadap agama sebagai landasan untuk mencari aspek material saja, namun ia

spiritual yang menjadi motivasi kerja sehingga menjadi tempat untuk menumbuhkan aspek

pekerjaan terasa lebih ringan, kegiatan agama spiritual yang membangun nilai – nilai kemanusiaan

dalam bentuk doa di tempat kerja untuk dimana didalamnya tercakup hubungan yang

meningkatkan semangat kerja, pekerjaan yang bermakna antara atasan dengan bawahan, dengan

selalu di iringi dengan do’a dan ridlo Allah, kolega, dan dengan mahasiwa. Workplace

berhubungan dengan kepedulian antar sesama

Workplace Spirituality Tenaga Kependidikan Universitas Brawijaya (WHS, et al.)

rekan kerja berdasarkan ajaran agama, doa untuk faktor tersebut, komunitas juga merupakan faktor menumbuhkan motivasi, niat iklas dalam

yang dapat mendorong tumbuhnya spiritualitas, hal menyelesaikan pekerjaan dan meningkatkan

ini karena manusia adalah mahluk sosial dan selalu prestasi kerja.

berorganisasi. Sebagai upaya untuk memperkaya Sesuai pendapat yang dikemukan oleh informan

pendapat pimpinan yang ada di lingkungan FMIPA, yang ada di lingkungan FMIPA dan FISIP, dapat

maka diuraikan pula pendapat yang ada di disimpulkan bahwa pemahaman

lingkungan FISIP, yakni Berdasarkan hasil spirituality di FMIPA sangat berhubungan dengan

workplace

wawancara, maka secara berturut – turut faktor pelaksanaan ajaran agama yang diimplementasikan

yang berdampak terhadap workplace spirituality dalam lingkungan pekerjaan, sebagian besar

adalah faktor pemimpin, faktor individu, faktor informan yang ada di lingkungan FISIP juga

komunitas, faktor budaya, dan faktor sarana memberikan pendapat yang sama. Informan lain

prasarana. Workplace spirituality dapat tercipta yang ada di lingkungan FISIP memaknai workplace

dengan dimulai dari aspek ketauladanan pimpinan spirituality sebagai kesadaran untuk bersikap positif

seperti yang dinyatakan salah satu informan bahwa di lingkungan kerja, kesadaran ini tumbuh dari

spiritualisme di tempat kerja sangat dimungkinkan pemahaman diri sebagai mahluk yang memiliki

diciptakan asalkan pemimpin di tempat kerja spiritual. Secara garis besar, kedua sudut pandang

spiritualnya juga bagus, hal ini karena spiritual ini memiliki tujuan yang sama yaitu, adanya

identik dengan kegiatan keagamaan, dimana dalam ekspresi positif yang ada dalam dunia kerja. Hasil

agama, peran pendeta atau imam sangat wawancara sesuai dengan definisi workplace

menentukan sekali terhadap kualitas keimanan spirituality menurut Ashmos & Duncon [3] yakni

jama’atnya. Faktor individu merupakan hal Workplace

selanjutnya yang dapat mendorong spiritualitas di pemahaman diri pegawai sebagai makhluk spiritual

tempat kerja, faktor ini berkaitan dengan yang jiwanya memerlukan “makanan” di tempat

kemampuan dan motivasi yang dimiliki masing – kerja berupa ekspresi yang bermakna dalam

masing individu dalam melaksanakan pekerjaan, pekerjaannya; dan juga tentang mengalami

faktor ini dalam skala besar juga akan menjadi perasaan saling terhubung dengan orang lain dan

faktor komunitas, yang juga menjadi faktor dengan komunitasnya di tempat kerja.

pendorong tumbuhnya spiritualitas di tempat kerja,

Faktor – Faktor Yang Berkontribusi Terhadap

seperti salah satu Informan yang menyatakan Workplace Spirituality bahwa yang paling mendukung spiritualitas adalah

Guna menerapkan workplace spirituality, maka lingkungan, karena lingkungan membentuk peneliti juga ingin melihat faktor apa saja yang

karakter seseorang, apabila lingkungan negatif atau berkontribusi yang dapat mendorong spiritualitas di

positif akan berpengaruh juga terhadap individu. tempat bekerja. Berdasarkan hasil wawancara di

Pernyataan tersebut selaras dengan apa yang FMIPA, maka secara berturut-turut faktor yang

dinyatakan oleh Ashmos & Dunchon, yaitu bahwa berdampak terhadap workplace spirituality adalah

ekspresi spiritualitas di tempat kerja tidak hanya faktor pemimpin, faktor individu, dan faktor

difasilitasi oleh ekspresi batin yang dipenuhi melalui komunitas, menurut salah satu informan terdapat

pekerjaan yang bermakna, namun sebagai mahluk tiga hal utama yang dapat dilakukan oleh seseorang

sosial, manusia juga memiliki kebutuhan untuk agar dapat menumbuhkan spiritualitas di tempat

berinteraksi dan bersosialisasi dengan karyawan kerja, yaitu; penempatan diri, pola pandang positif

lainnya [3]. Perasaan untuk berkomunitas terhadap segala hal dalam lingkungan kerja dan

merupakan elemen penting dari pengembangan berusaha agar hal tersebut bisa menjadi kebaikan

spiritualisme. Sebagian besar ajaran agama juga bagi lingkungan, dan terakhir adalah kemampuan

sangat menekankan kepada aspek persaudaraan berkomunikasi yang baik dengan semua pihak yang

dan persahabatan, seperti misalnya dalam agama ada dalam lingkungan kerja. Pimpinan yang

Islam yang selalu mengajarkan bahwa setiap berkualitas yang mampu menciptakan spiritualitas

muslim adalah bersaudara, persaudaraan tersebut adalah pimpinan yang memiliki kepribadian yang

berbentuk saling tolong menolong, saling menjaga mencakup ketiga kesadaran tersebut. Pernyataan

kehormatan saudaranya, saling menasehati, dan informan diatas juga diperkuat dengan pendapat

saling berbuat kebajikan. Pernyataan informan salah satu pimpinan yang menegaskan bahwa

diatas juga sejalan dengan pandangan pimpinan keteladanan dari pimpinan adalah hal yang paling

dimana informan tersebut berada, pendapat penting dalam usaha menumbuhkan spiritualitas,

pimpinan tersebut adalah bahwa Komunitas bisa tanpa adanya keteladanan, spiritualitas di tempat

mendorong tumbuhnya perilaku baik dalam bentuk kerja akan sulit untuk dikembangkan. Selain kedua

177

Workplace Spirituality Tenaga Kependidikan Universitas Brawijaya (WHS, et al.)

good practices, dan hal itu akan memunculkan atmosfir yang baik pula bagi organisasi.

Hubungan imbalan dengan workplace spirituality, adalah hubungan yang sangat jelas, hal ini disebabkan sebagian besar nilai – nilai yang ada dalam workplace spirituality bersifat motivasi intrinsik, yang dapat mendorong perilaku keiklasan dan komitmen, imbalan intrinsik dalam bingkai spiritualitas merupakan pelengkap bagi imbalan yang bersifat ekstrinsik yang berbentuk materialis. Materilis tidak dilarang dalam ajaran agama, namun hal tersebut diletakkan dalam konteks kesalehan sosial berupa menafkahi keluarga dan untuk berbagi dengan sesama. Hal ini juga dinyatakan oleh salah seorang informan yang menyatakan bahwa finansial yang ia peroleh adalah sebagai sarana untuk menafkahi kebutuhan keluarga dan ia selalu bersyukur serta berbahagia atas rezeki yang selama ini diperoleh, karena ia percaya rasa syukur itu akan mendatangkan tambahan rezeki baginya. Hal tersebut mungkin sedikit berbeda dengan kesimpulan yang diambil oleh East yang menyatakan bahwa finansial dalam jangka dekat memang akan mendatangkan kepuasan, namun dalam jangka panjang ia tidak akan memberikan kepuasan [5], hal ini terjadi karena latar belakang informan yang ada dalam penelitiannya hanya mencari materi untuk kepentingan duniawi semata dalam bentuk keinginan untuk dikagumi oleh orang – orang disekitarnya. Konteks tersebut tentunya berbeda dengan motivasi informan tersebut, yang tindakannya lebih berpijak kepada aspek kesalehan sosial berdasarkan ajaran agama yang dianutnya. Selanjutnya berdasarkan pandangan salah seorang yang merupakan pimpinan di salah satu fakultas menyatakan bahwa pemahaman imbalan yang berdemensi luas berdasarkan ajaran agama sangatlah berdampak kepada tingkat spiritualitas yang diekspresikan dalam perilaku bekerja. Selanjutnya, Jurkiewicz & Giacalone menyatakan bahwa kerangka nilai – nilai organisasi yang terdapat dalam budaya akan mendorong pengalaman transedens karyawan melalui proses pekerjaan,

dan memfasilitasi perasaan keterhubungan dengan sesama melalui cara saling memberikan dukungan [9]. Inti dari budaya organisasi adalah sistem makna bersama atau persepsi yang sama di kalangan anggota organisasi [7, 21], Robbins & Timothy menambahkan bahwa salah satu fungsi budaya adalah membentuk dan menuntun sikap serta perilaku anggota organisasi mengenai apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan [21]. Berdasarkan pendapat informan, budaya organisasi yang meliputi kebiasaan, interaksi, pimpinan, dan fasilitas ibadah adalah

faktor yang mendukung spiritualitas di tempat kerja. Sarana dan prasarana yang disediakan oleh organisasi, merupakan bentuk komitmen organisasi terhadap pentingnya aspek spiritual yang ditumbuhkan melalui ibadah yang diajarkan dalam agama, hal tersebut sesuai yang dinyatakan Pasiak bahwa sarana dan prasarana merupakan ekspresi fisik dalam konteks spiritual, ekspresi fisik berbeda – beda dalam setiap agama dan kepercayaan, namun secara hakikat sama – sama berfungsi untuk memberikan fasilitas untuk ekspresi mental [18]. Ekspresi fisik diwujudkan melalui disediakannya tempat beribadah khusus yang dimanfaatkan untuk berdoa serta beribadah di lingkungan kantor.

Melalui pendapat informan yang ada pada dua fakultas tersebut, maka faktor pemimpin merupakan faktor yang paling dominan di lingkungan FMIPA, namun kurang begitu dominan di lingkungan FISIP, sebaliknya faktor yang paling dominan di FISIP adalah faktor komunitas dan individu. Setidaknya hal ini memberikan gambaran mengenai faktor yang lebih banyak berperan dalam kinerja sehari – hari, dan hal tersebut berpengaruh terhadap pendapat yang diberikan informan mengenai topik ini. Meskipun dalam teori dikatakan bahwa pemimpin adalah pihak yang paling utama dalam mendorong kinerja organisasi, namun apabila pola kemimpinan formal kurang optimal dilaksanakan maka kinerja organisasi akan lebih banyak dipengaruhi oleh peran individu dan pemimpin informal dalam komunitas. Secara umum ketiga faktor tersebut yakni pemimpin, komunitas, dan individu sama – sama menjadi faktor yang dapat

mendorong

tumbuhnya workplace spirituality menurut informan di FMIPA dan FISIP. Informan di lingkungan FISIP selanjutnya menambahkan beberapa faktor di luar tiga faktor itu, yakni faktor imbalan yang bersifat materiil dan imbalan yang bersifat immateriil berupa segala balasan baik yang dianugerahkan Tuhan, kemudian juga faktor budaya organisasi yang didalamnya tercakup pola kebiasaan, interaksi dalam organisasi, dan fasilitas beribadah, adalah hal lain yang turut berdampak kepada workplace spirituality.

Lingkungan Bekerja/Organisasi Yang Spiritual

Workplace spirituality juga dapat diartikan secara makro sebagai iklim atau budaya spiritual organisasi, sedangkan spiritualitas individu meliputi nilai – nilai yang dibawa oleh individu kedalam organisasi, sehingga spiritualitas organisasi dapat diartikan sebagai refleksi persepsi individu terhadap nilai – nilai spiritual dalam konteks organisasi. Mempelajari spiritualitas organisasi melalui baromater individu dalam memandang nilai – nilai spiritualitas organisasi

melibatkan persepsi

Workplace Spirituality Tenaga Kependidikan Universitas Brawijaya (WHS, et al.)

informan terkait lingkungan organisasi secara

c) Pemimpin – pemimpin yang spiritualnya baik, makro. Pandangan karyawan terhadap spiritualitas

teladan dari pemimpin, pemimpin yang organisasi akan berdampak terhadap perilaku

memahami anak buahnya. bekerja, kepercayaan, kepuasan, dan kemampuan

Pernyataan informan diatas juga hampir sama karyawan dalam menyelesaikan tantangan [10].

dengan hasil penelitian Ferreira, yang membagi ke Dari sudut pandang ini, workplace spirituality

dalam tiga kategori yaitu: 1) organizational merefleksikan interaksi antara nilai – nilai spiritual

environment – meliputi mendorong bekerja dengan individu dengan nilai – nilai spiritual organisasi.

iklas, penciptaan lingkungan yang lebih etis dan Memahami

bermoral, menghormati dan menghargai karyawan, pekerjaan bukanlah sebuah fungsi yang sederhana

dan melaksanakan kontribusi sosial, 2) employees – antara struktur nilai secara makro dan mikro saja,

terdiri dari sikap karyawan yang lebih baik, saling namun juga terdapat unsur yang saling

menghormati, toleransi, tidak saling menyalahkan, mempengaruhi antar keduanya didalam setting

bersikap positif, bersahabat dan saling pengertian, dunia pekerjaan. Konsep workplace spirituality

dan lebih sering berdoa serta beribadah, 3) dalam pemahaman ini pararel dengan konsep

– merupakan kategori yang kesesuaian antara individu – dan lingkungannya

leadership

menitikberatkan kepada perubahan pemimpin dan menurut Caplan & Harrison, yang merujuk kepada

cara kepemimpinannya [6]. keserasian antara nilai – nilai individu karyawan

Manfaat Workplace Spirituality Menurut Tenaga

dengan budaya organisasi [10]. Dalam konteks

Kependidikan FMIPA dan FISIP UB

penelitian ini semakin kuat kesesuaian antara nilai – Gambaran dan pendapat informan terkait nilai spiritual individu dengan persepsinya terhadap

manfaat workplace spirituality, adalah untuk nilai – nilai spiritual organisasi diduga akan

workplace spirituality berdampak positif terhadap perilaku bekerja.

mengetahui dampak

terhadap perilaku bekerja dan manfaat dalam Sebaliknya juga, semakin kuat ketidaksesuaian nilai

reformasi birokrasi. Sulitnya bangsa Indonesia – nilai spiritual individu dengan persepsi terhadap

keluar dari krisis multi dimensional dikarenakan nilai – nilai spiritual organisasi maka hal ini akan

bangsa ini telah kehilangan tiga hal yang sangat berdampak kepada sikap bekerja yang kurang

fundamental yakni jati diri bangsa, martabat, dan positif. Untuk lebih memahami spiritualitas

kehormatan. Jati diri bangsa Indonesia adalah organisasi, Sesuai dengan hasil wawancara di

bangsa yang relijius/ agamis yang tentunya agama lingkungan kedua fakultas, maka secara umum,

selalu memberikan tuntunan antara yang baik informan pada dua fakultas sama – sama melihat

dengan yang buruk, antara halal dan haram, dan organisasi mereka belum spiritual apabila dilihat

selalu mendorong untuk berperilaku positif. Untuk dari sudut pandang kinerja, organisasi dipandang

memperbaiki kondisi bangsa, salah satu cara yang spiritual hanya apabila dihubungkan dengan

dilakukan adalah reformasi birokrasi, yang integral kebebasan menjalankan ibadah agama dan adanya

yang mencakup reformasi di bidang politik, hukum, ornamen – ornamen keagamaan seperti tempat

perekonomian, dan reformasi bidang budaya ibadah dan adanya acara doa dalam kegiatan

organisasi [20]. Dalam studi administrasi publik, organisasi.

reformasi birokrasi dikenal dengan konsep menciptakan sebuah tempat kerja yang spiritual,

‘Pengembangan Organisasi’. Mc Gill menyatakan untuk menjawab pertanyaan tersebut, jawabannya

bahwa salah satu ukuran pengembangan organisasi adalah dimungkinkan melalui faktor – faktor yang

adalah adanya kesehatan organiasi, yang mana dapat menumbuhkan workplace spirituality seperti

kesehatan tersebut tercapai apabila individu yang telah disampaikan informan dalam topik yang

mampu terdorong untuk mengembangkan potensi sebelumnya, dari berbagai pendapat yang diberikan

mereka sepenuhnya sehingga akan memunculkan dapat dikompilasikan dalam kategori sebagai

komitmen [16].

berikut: Untuk membangun budaya organisasi aparatur

baik, Kementerian suasana yang seimbang antara pekerjaan

a) lingkungan organisasi – komunitas, penciptaan

pemerintah

yang

Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) dengan

yang bernomor mendukung moral;

spiritual, suasana keja yang

melalui

keputusannya

25/KEP/M.PAN/4/2002

tentang Pedoman

b) Individu – sikap positif, motivasi, saling Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara bertoleransi, keyakinan dalam bekerja,

(Rewansyah, 2010), menetapkan pengembangan bekerja sesuai aturan, saling menghormati dan

budaya kerja melalui internalisasi 17 nilai – nilai menghargai;

dasar budaya kerja aparatur negara, seperti terlihat pada tabel berikut ini:

Workplace Spirituality Tenaga Kependidikan Universitas Brawijaya (WHS, et al.)

dibutuhkan dalam aspek kedinasan. Manfaat

Tabel 1. Nilai Budaya Kerja Aparatur

tersebut juga didukung oleh hasil pengamatan dan

1. Komitmen dan

2. Keteguhan dan

penilaian pimpinan mengenai perilaku kinerja dari

konsistensi

ketegasan

informan yang memiliki tingkat spiritualitas tinggi.

3. Wewenang dan

4. Disiplin dan

tanggung jawab

keteraturan kerja

Tingkat prestasi kerja informan nampaknya sejajar

5. Keiklasan dan

6. Keberanian dan

dengan tingkat spiritualitas informan. Maka dapat

workplace spirituality

7. Kreativitas dan

8. Dedikasi dan

merupakan konsep yang akan memberikan

kepekaan

loyalitas

keuntungan tidak hanya bagi organisasi namun juga

9. Integritas dan

10. Semangat dan

bagi individu – individu yang ada didalamnya,

profesionalisme

motivasi

pertumbuhan dan perkembangan organisasi akan

11. Kebersamaan dan

12. Ketekunan dan

dinamika kelompok

pertumbuhan dan

13. Kepemimpinan dan

14. Keadilan dan

perkembangan individu.

keteladanan

keterbukaan

15. Ketepatan dan

16. Ilmu pengetahuan

KESIMPULAN

kecepatan

dan teknologi

Secara garis besar pemahaman workplace

17. Rasionalitas dan

spirituality dapat dikategorikan menjadi dua sudut

kecerdasan emosional Sumber: Rewansyah (2010)

pandang, yakni sudut pandang intrinsik – alamiah dan sudut pandang agama. Sudut pandang

Nilai – nilai budaya kerja seperti yang ditetapkan instrinsik – alamiah melihat workplace spirituality diatas, adalah sesuai dengan diskripsi para informan

sebagai konsep dan prinsip yang bersumber dari terkait dengan manfaat workplace spirituality.

dalam masing-masing individu, yang berasal dari Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan

berbagai nilai dan keyakinan yang dimiliki setiap terhadap tenaga kependidikan di lingkungan FMIPA

manusia dan menjadi kekuatan pendorong yang dan FISIP, maka dapat disimpulkan manfaat yang

memunculkan keyakinan serta diekspresikan diperoleh adalah; moral dan sikap positif, keiklasan,

kedalam pekerjaan. Selanjutnya sudut pandang kinerja optimal, dan ketenangan bekerja, kreatif,

agama melihat workplace spirituality sebagai nilai- inovatif, dan sikap baik terhadap kolega, bekerja

nilai ajaran agama yang diyakini yang kemudian sesuai aturan sesuai norma agama, kekompakan

dibawa kedalam tempat kerja, dan hal tersebut tim, kejujuran, dan kenyamanan kerja, kepercayaan

membawa dampak positif terhadap tempat dari

bekerja. Berdasarkan kedua sudut pandang mengedepankan kepentingan bersama, pelayanan

organisasi dan

semangat

bekerja,

tersebut, ekspresi spiritualitas di tempat kerja lebih baik dan tulus, optimalisasi kinerja, keadilan

Dokumen yang terkait

Endra Amalia1 , Yozi Susanti2 Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Perintis Sumbar Email : amalia.endrayahoo.co.id Abstract - Efektifitas Terapi Imajinasi Terbimbing Dan Terapi Musik Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pada Pasien Post Operasi Apendiktomi Aku

0 1 7

Sri Hayulita 1) , Frenky Paija 2) Email : lulusrihayulitayahoo.com Abstract - Hubungan Motivasi Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri Oleh Perawat PelaksanaDi Ruangan Rawat Inap Rsi Ibnu Sina Bukittinggi Tahun 2014

0 0 7

, Meutia Suri Septika STIKes YARSI SUMBAR Bukittinggi Bukittinggi, 26136, Indonesia e-mail ; renychaidiryahoo.co.id Abstract - HUBUNGAN DERAJAT ASMA DENGAN KUALITAS HIDUP YANG DINILAI DENGAN ASTHMA QUALITY OF LIFE QUESTIONNAIRE DI RUANG POLIKLINIK PARU RS

1 0 6

MODEL KOLABORASI PERAWAT SANITARIAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN PENDERITA DIARE BALITA DI KOMUNITAS Muryoto1 , AtikBadi’ah2

0 0 13

GAMBARAN SWAMEDIKASI ANALGESIK PADA LANSIA DENGAN NYERI SENDI DI PELAYANAN KOMUNITAS Description of self-medication for joint pain with anlagesic on geriatric patients at community Dwi Arymbhi Sanjaya1 , Ida Ayu Manik Damayanti2 , Ni Wayan Sukma Antari3,

0 0 7

GAMBARAN TINGKAT KEPATUHAN DAN FAKTOR – FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN BUN- DLE VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA Yuyun Durhayati1 , Denissa Faradita Aryani2

1 1 8

Diana Aisyah1 , Agoes Soeprijanto2 , Yuni Kilawati2

0 0 5

R Adharyan Islamy1 , Uun Yanuhar2 , Asus Maizar Suryanto Hertika2

0 0 6

Batmomolin Pia Bataif1 , Setyawati Soeharto K2 , Edi Widjajanto3, Ardhiyanti Puspita Ratna1 , Silvy Amalia1

0 0 6

Inci Abdul Yatim 1.2 , Bambang Supriyono 1.3 , Imam Hardjanto 1.3

0 0 11