PERMA 13 2016 web fix
K E T UA MA H K A MA H A GUNG
R E PUBL IK INDONE S IA
PE R ATUR AN MAHK AMAH AG UNG
R E PUB L IK IND ONE S IA
NOMOR 13 TAHUN 2016
TE NTANG
TATA C AR A PE NANG ANAN PE R K AR A TIND AK PID ANA OL E H K OR POR AS I
D E NG AN R AHMAT T UHAN Y ANG MAHA E S A
K E TUA MAHK AMAH AG UNG R E PUB L IK IND ONE S IA
IA,
Menimbang
: a.
bahwa k orporasi sebagai suatu entitas atau subjek
ubjek
huk um
yang k eberadaannya
memberik an
k ontribusi
yang besar dalam meningkk atk an pertumbuhan ek onomi
dan pembangunan nasional, namun dalam k enyataannya
k orporasi ada k alanya juga melak uk an pelbagai tindak
pidana (corporate crime)) yang membawa dampak k erugian
terhadap negara dan masyarak at
at;
b.
bahwa dalam k enyataannya k orporasi dapat menjadi
tempat untuk menyembunyik an harta k ek ayaan hasil
tindak pidana yang tidak tersentuh proses huk um dalam
pertanggungjawaban pidana ((criminal liability );
c..
bahwa
banyak
undang
undang-undang
undang
di
Indonesia
menempatk an k orporasi sebagai subjek tindak pidana
yang
dapat
dimintai
pertanggungjawaban,
namun
perk ara dengan subjek huk um k orporasi yang diajuk an
dalam proses pidana masih sangat terbatas, salah satu
penyebabnya adalah prosedur dan tata cara pemerik saan
k orporasi sebagai pelak u ti
tindak
ndak pidana masih belum
jelas, oleh
leh k arena itu dipandang perlu adanya pedoman
https://jdih.mahkamahagung.go.id/
-2-
bagi aparat penegak huk um dalam penanganan perk ara
pidana yang dilak uk an oleh k orporasi;
d.
bahwa
berdasark an
pertimbangan
sebagaimana
dimak sud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu
menetapk an Peraturan Mahk amah Agung tentang Tata
C ara Penanganan Perk ara Tindak Pidana oleh K orporasi;
Mengingat
: 1.
Undang-Undang
Nomor
3
Tahun
2009
tentang
Perubahan K edua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985
tentang
Mahk amah
Agung
(Lembaran
Negara
R epublik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan
L embaran Negara R epublik Indonesia Nomor 4958);
2.
Undang-Undang
K ek uasaan
Nomor
K ehak iman
48
Tahun
(L embaran
2009
Negara
tentang
R epublik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan L embaran
Negara R epublik Indonesia Nomor 5076);
3.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Huk um
Acara Pidana (L embaran Negara R epublik
Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan L embaran Negara
R epublik Indonesia Nomor 3209);
ME MUTUS K AN:
Menetapk an
: PE R ATUR AN MAH K AMAH AG UNG TE NTANG TATA C AR A
PE NANG ANAN PE R K AR A TIND AK PID ANA OL E H K OR POR AS I.
-3-
B AB I
K E TE NTUAN UMUM
Pasal 1
D alam Peraturan
Mahk amah
Agung ini yang dimak sud
dengan:
1.
K orporasi adalah k umpulan orang dan/ atau k ek ayaan
yang
terorganisir,
baik
merupak an
badan
huk um
maupun buk an badan huk um.
2.
K orporasi Induk (parent company) adalah perusahaan
berbadan huk um yang memilik i dua atau lebih anak
perusahaan yang disebut perusahaan subsidiari yang
juga memilik i status badan huk um tersendiri.
3.
Perusahaan
S ubsidiari
(subsidiary
company)
atau
perusahaan-perusahaan
berbadan
huk um
yang
mempunyai
(sister
perusahaan
hubungan
yang dik ontrol
company)
atau
dimilik i
adalah
oleh
satu
perusahaan induk .
4.
Penggabungan adalah perbuatan huk um yang dilak uk an
oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungk an
diri
dengan
perseroan
lain
yang
telah
ada
yang
mengak ibatk an ak tiva dan pasiva dari perseroan yang
menggabungk an
diri
beralih
k arena
huk um
k epada
perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya
status badan huk um perseroan yang menggabungk an
diri berak hir k arena huk um.
5.
Peleburan adalah perbuatan huk um yang dilak uk an oleh
dua perseroan atau lebih untuk meleburk an diri dengan
cara
mendirik an
satu
perseroan
baru
yang k arena
huk um memperoleh ak tiva dan pasiva dari perseroan
yang meleburk an diri dan status badan huk um perseroan
yang meleburk an diri berak hir k arena huk um.
6.
Pemisahan adalah perbuatan huk um yang dilak uk an
oleh
perseroan
untuk
memisahk an
usaha
yang
mengak ibatk an seluruh ak tiva dan pasiva perseroan
beralih k arena huk um k epada dua perseroan atau lebih
-4-
atau sebagian ak tiva dan pasiva perseroan beralih k arena
huk um k epada satu perseroan atau lebih.
7.
Pembubaran
k eputusan
berdirinya
adalah
bubarnya
R UPS / R UPS
yang
LB,
ditetapk an
peru sahaan
atau
k arena
jangk a
anggaran
wak tu
dasar
telah
berak hir, atau berdasark an putusan Pengadilan, atau
k arena
dicabut
mewajibk an
izin
usaha
perseroan
perseroan
melak uk an
sehingga
lik uidasi
sesuai
dengan k etentuan perundang-undangan.
8.
Tindak Pidana oleh K orporasi adalah tindak pidana yang
dapat dimintak an pertanggungjawaban pidana k epada
k orporasi sesuai dengan undang-undang yang mengatur
tentang k orporasi.
9.
Harta K ek ayaan adalah semua benda bergerak atau
benda tidak bergerak , baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud, yang diperoleh, baik secara langsung
maupun tidak langsung dari hasil tindak pidana.
10. Pengurus adalah organ k orporasi yang menjalank an
pengurusan
k orporasi
sesuai
anggaran
dasar
atau
undang-undang yang berwenang mewak ili k orporasi,
termasuk merek a yang tidak memilik i k ewenangan untuk
mengambil
dapat
k eputusan,
namun
mengendalik an
atau
dalam
turut
k enyataannya
mempengaruhi
k ebijak an k orporasi atau turut memutusk an k ebijak an
dalam k orporasi yang dapat dik ualifik asik an sebagai
tindak pidana.
11. Hubungan K erja adalah hubungan antara k orporasi
dengan pek erja/ pegawainya berdasark an perjanjian yang
mempunyai unsur pek erjaan, upah, dan/ atau perintah.
12. Hubungan
L ain
adalah
hubungan
antara
pengurus
dan/ atau k orporasi dengan orang dan/ atau k orporasi
lain sehingga menjadik an pihak lain tersebut bertindak
untuk
k epentingan
pihak
pertama
berdasark an
perik atan, baik tertulis maupun tidak tertulis.
-5-
13. L ingk ungan K orporasi adalah lingk up k orporasi atau
lingk up
usaha
termasuk
k orporasi
dan/ atau
atau
lingk up
menduk ung
k erja
k egiatan
yang
usaha
k orporasi baik langsung maupun tidak langsung.
14. K eterangan K orporasi adalah k eterangan pengurus yang
mewak ili k orporasi.
15. R estitusi adalah pemberian ganti k erugian oleh k orporasi
k epada k orban atau k eluarganya sebagaimana dimak sud
dalam k etentuan Pasal 1 angk a 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 2008.
16. S atu hari adalah dua puluh empat jam.
17. S atu bulan adalah tiga puluh hari.
B AB II
MAK S UD D AN TUJ UAN
Pasal 2
Mak sud dan tujuan pembentuk an tata cara penanganan
perk ara tindak pidana oleh K orporasi adalah untuk :
a.
menjadi
pedoman
bagi
penegak
huk um
dalam
penanganan perk ara pidana dengan pelak u K orporasi
dan/ atau Pengurus;
b.
mengisi k ek osongan huk um k hususnya huk um acara
pidana dalam penanganan perk ara pidana dengan pelak u
K orporasi dan/ atau Pengurus; dan
c.
mendorong
perk ara
efek tivitas
pidana
Pengurus.
dan
dengan
optimalisasi
pelak u
penanganan
K orporasi
dan/ atau
-6-
B AB III
TATA C AR A PE NANG ANAN PE R K AR A
B agian K esatu
Pertanggungjawaban Pidana K orporasi dan Pengurus
Pasal 3
Tindak pidana oleh K orporasi merupak an tindak pidana yang
dilak uk an oleh orang berdasark an hubungan k erja, atau
berdasark an hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama
yang
bertindak
untuk
dan
atas
nama
K orporasi di dalam maupun di luar L ingk ungan K orporasi.
Pasal 4
(1)
K orporasi dapat dimintak an pertanggu ngjawaban pidana
sesuai
dengan
k etentuan
pidana
K orporasi
dalam
undang-undang yang mengatur tentang K orporasi.
(2)
D alam menjatuhk an pidana terhadap K orporasi, Hak im
dapat menilai k esalahan K orporasi sebagaimana ayat (1)
antara lain:
a.
K orporasi
dapat
memperoleh
k euntungan
atau
manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak
pidana
tersebut
dilak uk an
untuk
k epentingan
K orporasi;
b.
K orporasi membiark an terjadinya tindak pidana;
atau
c.
K orporasi tidak melak uk an langk ah-langk ah yang
diperluk an
untuk
melak uk an
pencegahan,
mencegah dampak yang lebih besar dan memastik an
k epatuhan terhadap k etentuan huk um yang berlak u
guna menghindari terjadinya tindak pidana.
Pasal 5
D alam hal seorang atau lebih Pengurus K orporasi berhenti,
atau
meninggal
dunia
tidak
pertanggungjawaban K orporasi.
mengak ibatk an
hilangnya
-7-
B agian K edua
Pertanggungjawaban G rup K orporasi
Pasal 6
D alam hal tindak pidana dilak uk an oleh K orporasi dengan
melibatk an induk K orporasi dan/ atau K orporasi subsidiari
dan/ atau
K orporasi
yang
mempunyai
hubungan
dapat
dipertanggungjawabk an secara pidana sesuai dengan peran
masing-masing.
B agian K etiga
Pertanggungjawaban K orporasi dalam Penggabungan,
Peleburan, Pemisahan dan Pembubaran K orporasi
Pasal 7
(1)
D alam
hal
terjadi
penggabungan
atau
peleburan
K orporasi mak a pertanggungjawaban pidana dik enak an
sebatas nilai harta k ek ayaan atau aset yang ditempatk an
terhadap K orporasi yang menerima penggabungan atau
K orporasi hasil peleburan.
(2)
D alam
hal
terjadi
pertanggungjawaban
pemisahan
pidana
K orporasi,
dik enak an
mak a
terhadap
K orporasi yang dipisahk an dan/ atau K orporasi yang
melak uk an pemisahan dan/ atau k edua-duanya sesuai
dengan peran yang dilak uk an.
(3)
D alam hal K orporasi sedang dalam proses pembubaran,
mak a
pertanggungjawaban
pidana
tetap
dik enak an
terhadap K orporasi yang ak an dibubark an.
Pasal 8
(1)
K orporasi yang telah bubar setelah terjadinya tindak
pidana tidak dapat dipidana, ak an tetapi terhadap aset
milik K orporasi yang diduga digunak an u ntuk melak uk an
k ejahatan dan/ atau merupak an hasil k ejahatan, mak a
penegak k an
huk umnya
mek anisme
sebagaimana
perundang-undangan.
dilak sanak an
diatur
sesuai
dalam
dengan
peraturan
-8-
(2)
G ugatan terhadap aset yang dimak sud ayat (1) dapat
diajuk an terhadap mantan pengurus, ahli waris atau
pihak k etiga yang menguasai aset milik K orporasi yang
telah bubar tersebut.
B agian K eempat
Pemerik saan K orporasi
Pasal 9
(1)
Pemanggilan
disampaik an
terhadap
k epada
K orporasi
K orporasi
ke
ditujuk an
alamat
dan
tempat
k eduduk an K orporasi atau alamat tempat K orporasi
tersebut beroperasi.
(2)
D alam hal alamat sebagaimana dimak sud pada ayat (1)
tidak dik etahui, pemanggilan ditujuk an k epada K orporasi
dan disampaik an melalui alamat tempat tinggal salah
satu Pengurus.
(3)
D alam hal tempat tinggal maupun tempat k ediaman
Pengurus tidak dik etahui, surat panggilan disampaik an
melalui salah satu media massa cetak atau elek tronik
dan ditempelk an pada tempat pengumuman di gedung
pengadilan yang berwenang mengadili perk ara tersebut.
Pasal 10
Isi surat panggilan terhadap K orporasi setidak nya memuat:
a.
nama K orporasi;
b.
tempat k eduduk an;
c.
k ebangsaan K orporasi;
d.
status
K orporasi
dalam
perk ara
pidana
(sak si/
tersangk a/ terdak wa);
e.
wak tu dan tempat dilak uk annya pemerik saan; dan
f.
ringk asan dugaan peristiwa pidana terk ait pemanggilan
tersebut.
Pasal 11
(1)
Pemerik saan terhadap K orporasi sebagai tersangk a pada
tingk at penyidik an diwak ili oleh seorang Pengurus.
-9-
(2)
Penyidik
yang
melak uk an
pemerik saan
terhadap
K orporasi memanggil K orporasi yang diwak ili Pengurus
sebagaimana dimak sud pada ayat (1) dengan surat
panggilan yang sah.
(3)
Pengurus yang mewak ili K orporasi dalam pemerik saan
sebagaimana dimak sud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib
hadir dalam pemerik saan K orporasi.
(4)
D alam hal K orporasi telah dipanggil secara patut tidak
hadir, menolak hadir atau tidak menunjuk Pengurus
untuk
mewak ili K orporasi dalam pemerik saan mak a
penyidik menentuk an salah seorang Pengurus untuk
mewak ili K orporasi dan memanggil sek ali lagi dengan
perintah k epada petugas untuk membawa Pengurus
tersebut secara pak sa.
Pasal 12
(1)
S urat dak waan terhadap K orporasi dibuat sesuai dengan
K itab Undang-Undang Huk um Acara Pidana (K UHAP).
(2)
B entuk surat dak waan sebagaimana dimak sud pada ayat
(1) merujuk pada k etentuan Pasal 143 ayat (2) K itab
Undang-Undang Huk um Acara Pidana (K UHAP) dengan
penyesuaian isi surat dak waan sebagai berik ut:
a.
nama K orporasi, tempat, tanggal pendirian dan/ atau
nomor anggaran dasar/ ak ta pendirian/ peraturan/
dok umen/ perjanjian
serta
perubahan
terak hir,
tempat k eduduk an, k ebangsaan K orporasi, jenis
K orporasi, bentuk
k egiatan/ usaha dan
identitas
pengurus yang mewak ili; dan
b.
uraian secara cermat, jelas dan lengk ap mengenai
tindak
pidana
yang
didak wak an
dengan
menyebutk an wak tu dan tempat tindak pidana itu
dilak uk an.
Pasal 13
(1)
Pengurus
yang
mewak ili
K orporasi
pada
tingk at
penyidik an wajib pula hadir pada pemerik saan K orporasi
dalam sidang Pengadilan.
- 10 -
(2)
J ik a Pengurus sebagaimana dimak sud pada ayat (1) tidak
hadir
k arena
berhalangan
sementara
atau
tetap,
hak im/ k etua sidang memerintahk an penuntut umum
agar menentuk an dan menghadirk an Pengurus lainnya
untuk
mewak ili
K orporasi
sebagai
terdak wa
dalam
pemerik saan di sidang Pengadilan.
(3)
D alam hal Pengurus yang mewak ili K orporasi sebagai
terdak wa telah dipanggil secara patut tidak hadir dalam
pemerik saan tanpa alasan yang sah, hak im/ k etua sidang
menunda
persidangan
dan
memerintahk an
k epada
penuntut umum agar memanggil k embali Pengurus yang
mewak ili K orporasi tersebut untuk
hadir pada hari
sidang berik utnya.
(4)
D alam hal Pengurus
dimak sud
pada
memerintahk an
tidak
ayat
hadir pada persidangan
(3),
penuntut
hak im/ k etua
umum
supaya
sidang
Pengurus
tersebut dihadirk an secara pak sa pada persidangan
berik utnya.
Pasal 14
(1)
K eterangan K orporasi merupak an alat buk ti yang sah.
(2)
S istem pembuk tian dalam penanganan tindak pidana
yang dilak uk an oleh K orporasi mengik u ti K itab UndangUndang Huk um Acara Pidana (K UHAP) dan k etentuan
huk um acara yang diatur k husus dalam undang-undang
lainnya.
Pasal 15
(1)
D alam hal K orporasi diajuk an sebagai tersangk a atau
terdak wa dalam perk ara yang sama dengan Pengurus,
mak a
Pengurus
yang
mewak ili
K orporasi
adalah
Pengurus yang menjadi tersangk a atau terdak wa.
(2)
Pengurus lainnya yang tidak menjadi tersangk a atau
terdak wa
dapat
mewak ili
K orporasi
sebagaimana dimak sud pada ayat (1).
dalam
perk ara
- 11 -
Pasal 16
(1)
D alam hal ada k ek hawatiran K orporasi membubark an
diri
dengan
tujuan
pertanggungjawaban
untuk
pidana,
baik
menghindari
yang
dilak uk an
sesudah maupun sebelum penyidik an, K etua Pengadilan
Negeri atas permintaan penyidik atau penuntut umum
melalui suatu penetapan dapat menunda segala upaya
atau proses untuk membubark an K orporasi yang sedang
dalam
proses
huk um
sampai
adanya
putusan
berk ek uatan huk um tetap.
(2)
Penetapan pengadilan sebagaimana dimak sud pada ayat
(1)
hanya
dapat
penundaan
diberik an
k ewajiban
sebelum
pembayaran
permohonan
utang
atau
permohonan pailit didaftark an.
(3)
Penetapan pengadilan sebagaimana dimak sud pada ayat
(1) tidak dapat diajuk an terhadap K orporasi yang bubar
k arena
berak hirnya
jangk a
wak tu
sebagaimana
ditentuk an dalam dok umen pendirian.
Pasal 17
(1)
D alam
hal
terjadi
penggabungan
atau
peleburan
K orporasi sebagaimana dimak sud pada Pasal 7 ayat (1),
mak a pihak yang mewak ili K orporasi dalam pemerik saan
perk ara adalah Pengurus saat dilak uk an pemerik saan
perk ara.
(2)
D alam hal terjadi pemisahan K orporasi, mak a pihak yang
mewak ili
K orporasi
dalam
pemerik saan
perk ara
sebagaimana dimak sud pada Pasal 7 ayat (2) adalah
Pengurus
setelah
dari
K orporasi
pemisahan
yang
dan/ atau
menerima
yang
peralihan
melak uk an
pemisahan.
(3)
D alam hal K orporasi dalam proses pembubaran mak a
pihak
yang
mewak ili
K orporasi
dalam
pemerik saan
perk ara sebagaimana dimak sud pada Pasal 7 ayat (3)
adalah lik uidator.
- 12 -
(4)
Tata
cara
pemanggilan
dan
pemerik saan
terhadap
K orporasi yang diwak ili oleh Pengurus sebagaimana
dimak sud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengik uti
tata cara pemerik saan sebagaimana dimak sud dalam
Pasal 9 sampai dengan Pasal 16.
B agian K elima
Pemerik saan Pengurus
Pasal 18
Pemanggilan
dan
pemerik saan
Pengurus
yang
diajuk an
sebagai sak si, tersangk a dan/ atau terdak wa dilak sanak an
sesuai dengan K itab Undang-Undang Huk um Acara Pidana
(K UHAP)
dan
peraturan
perundang-undangan
lain
yang
berlak u.
B agian K eenam
Pemerik saan K orporasi dan Pengurus
Pasal 19
(1)
Pemerik saan pada tahap penyidik an dan penuntutan
terhadap K orporasi dan/ atau Pengurus dapat dilak uk an
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.
(2)
D alam hal pemerik saan pada tahap penyidik an dan
penuntutan terhadap K orporasi dan Pengurus dilak uk an
bersama-sama,
mak a
tata
cara
pemanggilan
dan
pemerik saan mengik uti k etentuan yang diatur dalam
Pasal 9 sampai dengan Pasal 18.
B agian K etujuh
G ugatan G anti R ugi dan R estitusi
Pasal 20
K erugian yang dialami oleh k orban ak ibat tindak pidana yang
dilak uk an oleh K orporasi dapat dimintak an ganti rugi melalui
mek anisme
restitusi
menurut
k etentuan
perundang-
undangan yang berlak u atau melalui gugatan perdata.
- 13 -
B agian K edelapan
Penanganan Harta K ek ayaan K orporasi
Pasal 21
(1)
Harta
k ek ayaan
K orporasi
yang
dapat
dik enak an
penyitaan adalah benda sebagaimana dimak sud dalam
K itab Undang-Undang Huk um Acara Pidana (K UHAP).
(2)
D alam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat
lek as rusak atau yang membahayak an, sehingga tidak
mungk in untuk disimpan sampai putusan pengadilan
terhadap
perk ara
yang
bersangk u tan
memperoleh
k ek uatan huk um tetap atau jik a biaya penyimpanan
benda tersebut ak an menjadi terlalu tinggi atau dapat
mengalami penurunan nilai ek onomis, sejauh mungk in
dengan persetujuan tersangk a atau k uasanya benda
tersebut dapat diamank an atau dilelang sesuai dengan
k etentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Harta k ek ayaan yang dilelang, sebagaimana dimak sud
ayat (2), tidak dapat dibeli oleh tersangk a atau terdak wa
dan/ atau pihak yang mempunyai hubungan k eluarga
sedarah sampai derajat k edua, hubungan semenda,
hubungan
k euangan,
hubungan
k erja/ manajemen,
hubungan k epemilik an dan/ atau hubungan lain dengan
tersangk a atau terdak wa tersebut.
(4)
D alam hal benda sitaan, sebagaimana dimak sud pada
ayat (2) dan ayat (3), telah dilelang dan penetapan
tersangk a terhadap K orporasi dinyatak an tidak sah oleh
putusan
praperadilan
atau
penyidik an
maupun
penuntutan terhadap K orporasi dihentik an berdasark an
surat
penetapan
penghentian
penyidik an
atau
penuntutan, mak a uang hasil penjualan lelang barang
sitaan harus dik embalik an k epada yang berhak paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak putusan praperadilan
berk ek uatan huk um tetap atau sejak surat penetapan
penghentian penyidik an atau penuntutan berlak u.
- 14 -
(5)
D alam hal benda sitaan sebagaimana dimak sud pada
ayat (2) dan
berdasark an
pada ayat (3) telah
putu san
berk ek uatan
dilelang,
huk um
namun
tetap
dinyatak an benda sitaan tersebut tidak dirampas untuk
negara, mak a uang hasil penjualan lelang barang sitaan
harus dik embalik an k epada yang berhak paling lambat
30 (tiga puluh) hari sejak putusan berk ek uatan huk um
tetap.
(6)
D alam hal dari penyimpanan uang hasil lelang benda
sitaan sebagaimana dimak sud pada ayat (2) dan/ atau
ayat (3) terdapat bunga k euntungan mak a perampasan
atau pengembalian uang hasil lelang benda sitaan juga
disertai dengan bunga k euntungan yang diperoleh dari
penyimpanan uang hasil lelang benda sitaan tersebut.
B agian K esembilan
Hapusnya K ewenangan Menuntut Pidana dan
Menjalank an Pidana
Pasal 22
K ewenangan
menuntut pidana
dan
menjalank an
pidana
terhadap K orporasi hapus k arena daluwarsa sebagaimana
k etentuan yang diatur dalam K itab Undang-Undang Huk um
Pidana (K UHP).
B AB IV
PUTUS AN D AN PE L AK S ANAAN PUTUS AN PE NG AD IL AN
B agian K esatu
Penjatuhan Pidana
Pasal 23
(1)
Hak im dapat menjatuhk an pidana terhadap K orporasi
atau Pengurus, atau K orporasi dan Pengurus.
(2)
Hak im menjatuhan pidana sebagaimana dimak sud pada
ayat (1) didasark an pada masing-masing undang-undang
- 15 -
yang mengatur ancaman pidana terhadap K orporasi
dan/ atau Pengurus.
(3)
Penjatuhan
pidana
terhadap
K orporasi
dan/ atau
Pengurus sebagaimana dimak sud ayat (1) tidak menutup
k emungk inan penjatuhan pidana terhadap pelak u lain
yang berdasark an k etentuan undang-undang terbuk ti
terlibat dalam tindak pidana tersebut.
B agian K edua
Putusan
Pasal 24
(1)
Putusan pemidanaan dan putusan buk an pemidanaan
terhadap K orporasi dibuat sesuai dengan K itab UndangUndang Huk um Acara Pidana (K UHAP).
(2)
Putusan pemidanaan dan buk an pemidanaan terhadap
K orporasi
sebagaimana
dimak sud
pada
ayat
(1)
mencantumk an identitas sebagai berik ut:
a.
nama K orporasi;
b.
tempat, tanggal pendirian dan/ atau nomor anggaran
dasar/ ak ta pendirian/ peraturan/ dok umen/
perjanjian serta perubahan terak hir;
c.
tempat k eduduk an;
d.
k ebangsaan K orporasi;
e.
jenis K orporasi;
f.
bentuk k egiatan/ usaha; dan
g.
identitas Pengurus yang mewak ili.
Pasal 25
(1)
Hak im menjatuhk an pidana terhadap K orporasi berupa
pidana pok ok dan/ atau pidana tambahan.
(2)
Pidana pok ok yang dapat dijatuhk an terhadap K orporasi
sebagaimana ayat (1) adalah pidana denda.
(3)
Pidana tambahan dijatuhk an terhadap K orporasi sesuai
dengan k etentuan peraturan perundang-undangan.
- 16 -
Pasal 26
D alam hal K orporasi dan Pengurus diajuk an bersama-sama
sebagai
terdak wa,
putusan
pemidanaan
dan
buk an
pemidanaan mengik uti k etentuan sebagaimana dimak sud
pada Pasal 24 dan Pasal 25.
B agian K etiga
Pelak sanaan Putusan
Pasal 27
(1)
Pelak sanaan putusan dilak uk an berdasark an putusan
Pengadilan yang memperoleh k ek uatan huk um tetap.
(2)
Petik an putusan dapat digunak an sebagai dasar dalam
pelak sanaan putusan sebagaimana dimak sud pada ayat
(1).
Pasal 28
(1)
D alam
hal
pidana
denda
yang
dijatuhk an
k epada
K orporasi, K orporasi diberik an jangk a wak tu 1 (satu)
bulan sejak putusan berk ek uatan huk um tetap untuk
membayar denda tersebut.
(2)
D alam
hal
terdapat
alasan
k uat,
jangk a
wak tu
sebagaimana tersebut pada ayat (1) dapat diperpanjang
paling lama 1 (satu) bulan.
(3)
J ik a
terpidana
K orporasi
tidak
membayar
denda
sebagaimana dimak sud pada ayat (1) dan ayat (2) mak a
harta benda K orporasi dapat disita oleh jak sa dan
dilelang untuk membayar denda.
Pasal 29
(1)
D alam hal pidana denda dijatuhk an k epada Pengurus,
Pengurus diberik an jangk a wak tu 1 (satu) bulan sejak
putusan berk ek uatan huk um tetap untuk membayar
denda tersebut.
(2)
D alam
hal
terdapat
alasan
k uat,
jangk a
wak tu
sebagaimana dimak sud pada ayat (1) dapat diperpanjang
paling lama 1 (satu) bulan.
- 17 -
(3)
J ik a denda tidak dibayar sebagian atau seluruhnya,
Pengurus dijatuhk an pidana k urungan pengganti denda
yang dihitung secara proposional.
(4)
Pidana
k urungan
dimak sud
pada
pengganti
ayat
(3)
denda
sebagaimana
dilak sanak an
setelah
berak hirnya huk uman pidana pok ok .
B agian K eempat
Pelak sanaan Pidana Tambahan atau Tata Tertib
Terhadap K orporasi
Pasal 30
Pidana tambahan atau tindak an tata tertib atau tindak an lain
terhadap
K orporasi
dilak sanak an
berdasark an
putusan
Pengadilan.
Pasal 31
(1)
D alam
hal
K orporasi
dijatuhk an
pidana
tambahan
berupa perampasan barang buk ti, mak a perampasan
barang buk ti dilak sanak an paling lama 1 (satu) bulan
sejak putusan berk ek uatan huk um tetap.
(2)
D alam
hal
terdapat
alasan
k uat,
jangk a
wak tu
sebagaimana tersebut pada ayat (2) dapat diperpanjang
paling lama 1 (satu) bulan.
(3)
D alam hal terdapat k euntungan berupa harta k ek ayaan
yang
timbul
dari
hasil
k ejahatan
mak a
seluruh
k euntungan tersebut dirampas untuk negara.
Pasal 32
(1)
K orporasi yang dik enak an pidana tambahan berupa uang
pengganti,
ganti
pelak sanaannya
rugi
dilak uk an
dan
restitusi,
sesuai
dengan
tata
cara
k etentuan
peraturan perundang-undangan.
(2)
D alam hal pidana tambahan berupa uang pengganti,
ganti rugi dan restitusi dijatuhk an k epada K orporasi,
K orporasi diberik an jangk a wak tu paling lama 1 (satu)
- 18 -
bulan sejak putusan berk ek uatan huk um tetap untuk
membayar uang pengganti, ganti rugi dan restitusi.
(3)
D alam
hal
terdapat
alasan
k uat,
jangk a
wak tu
sebagaimana tersebut pada ayat (2) dapat diperpanjang
untuk paling lama 1 (satu) bulan.
(4)
J ik a
terpidana
pengganti,
ganti
K orporasi
rugi
tidak
dan
membayar
restitusi
dimak sud pada ayat (2) dan
uang
sebagaimana
ayat (3) mak a harta
bendanya dapat disita oleh jak sa dan dilelang untuk
membayar uang pengganti, ganti rugi dan restitusi.
Pasal 33
K orporasi yang dik enak an pidana tambahan berupa perbaik an
k erusak an
ak ibat
pelak sanaannya
dari
tindak
dilak uk an
pidana,
sesuai
tata
dengan
cara
k etentuan
peraturan perundang-undangan.
B AB V
K E TE NTUAN L AIN-L AIN
Pasal 34
Peraturan Mahk amah Agung ini tidak dapat menjadi dasar
bagi upaya huk um terhadap perk ara pidana oleh K orporasi
yang telah diputus sebelum Peraturan Mahk amah Agung ini
diundangk an.
B AB V I
K E TE NTUAN PE R AL IHAN
Pasal 35
Perk ara
pidana
dilimpahk an
ke
dengan
terdak wa
pengadilan
K orporasi
tetap
yang
dilanjutk an
telah
sampai
memperoleh putusan pengadilan yang memilik i k ek uatan
huk um tetap dengan mengacu pada k etentuan peraturan
perundang-undangan
yang
Peraturan Mahk amah Agung ini.
berlak u
sebelum
adanya
- 19 -
B AB V II
K E TE NTUAN PE NUT UP
Pasal 36
Pada saat Peraturan Mahk amah Agung ini mulai berlak u,
k etentuan
penanganan
perk ara
pidana
oleh
K orporasi
mengik uti Peraturan Mahk amah Agung ini.
Pasal 37
Peraturan Mahk amah Agung ini mulai berlak u pada tanggal
diundangk an.
R E PUBL IK INDONE S IA
PE R ATUR AN MAHK AMAH AG UNG
R E PUB L IK IND ONE S IA
NOMOR 13 TAHUN 2016
TE NTANG
TATA C AR A PE NANG ANAN PE R K AR A TIND AK PID ANA OL E H K OR POR AS I
D E NG AN R AHMAT T UHAN Y ANG MAHA E S A
K E TUA MAHK AMAH AG UNG R E PUB L IK IND ONE S IA
IA,
Menimbang
: a.
bahwa k orporasi sebagai suatu entitas atau subjek
ubjek
huk um
yang k eberadaannya
memberik an
k ontribusi
yang besar dalam meningkk atk an pertumbuhan ek onomi
dan pembangunan nasional, namun dalam k enyataannya
k orporasi ada k alanya juga melak uk an pelbagai tindak
pidana (corporate crime)) yang membawa dampak k erugian
terhadap negara dan masyarak at
at;
b.
bahwa dalam k enyataannya k orporasi dapat menjadi
tempat untuk menyembunyik an harta k ek ayaan hasil
tindak pidana yang tidak tersentuh proses huk um dalam
pertanggungjawaban pidana ((criminal liability );
c..
bahwa
banyak
undang
undang-undang
undang
di
Indonesia
menempatk an k orporasi sebagai subjek tindak pidana
yang
dapat
dimintai
pertanggungjawaban,
namun
perk ara dengan subjek huk um k orporasi yang diajuk an
dalam proses pidana masih sangat terbatas, salah satu
penyebabnya adalah prosedur dan tata cara pemerik saan
k orporasi sebagai pelak u ti
tindak
ndak pidana masih belum
jelas, oleh
leh k arena itu dipandang perlu adanya pedoman
https://jdih.mahkamahagung.go.id/
-2-
bagi aparat penegak huk um dalam penanganan perk ara
pidana yang dilak uk an oleh k orporasi;
d.
bahwa
berdasark an
pertimbangan
sebagaimana
dimak sud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu
menetapk an Peraturan Mahk amah Agung tentang Tata
C ara Penanganan Perk ara Tindak Pidana oleh K orporasi;
Mengingat
: 1.
Undang-Undang
Nomor
3
Tahun
2009
tentang
Perubahan K edua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985
tentang
Mahk amah
Agung
(Lembaran
Negara
R epublik Indonesia Tahun 2009 Nomor 3, Tambahan
L embaran Negara R epublik Indonesia Nomor 4958);
2.
Undang-Undang
K ek uasaan
Nomor
K ehak iman
48
Tahun
(L embaran
2009
Negara
tentang
R epublik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan L embaran
Negara R epublik Indonesia Nomor 5076);
3.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Huk um
Acara Pidana (L embaran Negara R epublik
Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan L embaran Negara
R epublik Indonesia Nomor 3209);
ME MUTUS K AN:
Menetapk an
: PE R ATUR AN MAH K AMAH AG UNG TE NTANG TATA C AR A
PE NANG ANAN PE R K AR A TIND AK PID ANA OL E H K OR POR AS I.
-3-
B AB I
K E TE NTUAN UMUM
Pasal 1
D alam Peraturan
Mahk amah
Agung ini yang dimak sud
dengan:
1.
K orporasi adalah k umpulan orang dan/ atau k ek ayaan
yang
terorganisir,
baik
merupak an
badan
huk um
maupun buk an badan huk um.
2.
K orporasi Induk (parent company) adalah perusahaan
berbadan huk um yang memilik i dua atau lebih anak
perusahaan yang disebut perusahaan subsidiari yang
juga memilik i status badan huk um tersendiri.
3.
Perusahaan
S ubsidiari
(subsidiary
company)
atau
perusahaan-perusahaan
berbadan
huk um
yang
mempunyai
(sister
perusahaan
hubungan
yang dik ontrol
company)
atau
dimilik i
adalah
oleh
satu
perusahaan induk .
4.
Penggabungan adalah perbuatan huk um yang dilak uk an
oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungk an
diri
dengan
perseroan
lain
yang
telah
ada
yang
mengak ibatk an ak tiva dan pasiva dari perseroan yang
menggabungk an
diri
beralih
k arena
huk um
k epada
perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya
status badan huk um perseroan yang menggabungk an
diri berak hir k arena huk um.
5.
Peleburan adalah perbuatan huk um yang dilak uk an oleh
dua perseroan atau lebih untuk meleburk an diri dengan
cara
mendirik an
satu
perseroan
baru
yang k arena
huk um memperoleh ak tiva dan pasiva dari perseroan
yang meleburk an diri dan status badan huk um perseroan
yang meleburk an diri berak hir k arena huk um.
6.
Pemisahan adalah perbuatan huk um yang dilak uk an
oleh
perseroan
untuk
memisahk an
usaha
yang
mengak ibatk an seluruh ak tiva dan pasiva perseroan
beralih k arena huk um k epada dua perseroan atau lebih
-4-
atau sebagian ak tiva dan pasiva perseroan beralih k arena
huk um k epada satu perseroan atau lebih.
7.
Pembubaran
k eputusan
berdirinya
adalah
bubarnya
R UPS / R UPS
yang
LB,
ditetapk an
peru sahaan
atau
k arena
jangk a
anggaran
wak tu
dasar
telah
berak hir, atau berdasark an putusan Pengadilan, atau
k arena
dicabut
mewajibk an
izin
usaha
perseroan
perseroan
melak uk an
sehingga
lik uidasi
sesuai
dengan k etentuan perundang-undangan.
8.
Tindak Pidana oleh K orporasi adalah tindak pidana yang
dapat dimintak an pertanggungjawaban pidana k epada
k orporasi sesuai dengan undang-undang yang mengatur
tentang k orporasi.
9.
Harta K ek ayaan adalah semua benda bergerak atau
benda tidak bergerak , baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud, yang diperoleh, baik secara langsung
maupun tidak langsung dari hasil tindak pidana.
10. Pengurus adalah organ k orporasi yang menjalank an
pengurusan
k orporasi
sesuai
anggaran
dasar
atau
undang-undang yang berwenang mewak ili k orporasi,
termasuk merek a yang tidak memilik i k ewenangan untuk
mengambil
dapat
k eputusan,
namun
mengendalik an
atau
dalam
turut
k enyataannya
mempengaruhi
k ebijak an k orporasi atau turut memutusk an k ebijak an
dalam k orporasi yang dapat dik ualifik asik an sebagai
tindak pidana.
11. Hubungan K erja adalah hubungan antara k orporasi
dengan pek erja/ pegawainya berdasark an perjanjian yang
mempunyai unsur pek erjaan, upah, dan/ atau perintah.
12. Hubungan
L ain
adalah
hubungan
antara
pengurus
dan/ atau k orporasi dengan orang dan/ atau k orporasi
lain sehingga menjadik an pihak lain tersebut bertindak
untuk
k epentingan
pihak
pertama
berdasark an
perik atan, baik tertulis maupun tidak tertulis.
-5-
13. L ingk ungan K orporasi adalah lingk up k orporasi atau
lingk up
usaha
termasuk
k orporasi
dan/ atau
atau
lingk up
menduk ung
k erja
k egiatan
yang
usaha
k orporasi baik langsung maupun tidak langsung.
14. K eterangan K orporasi adalah k eterangan pengurus yang
mewak ili k orporasi.
15. R estitusi adalah pemberian ganti k erugian oleh k orporasi
k epada k orban atau k eluarganya sebagaimana dimak sud
dalam k etentuan Pasal 1 angk a 5 Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 2008.
16. S atu hari adalah dua puluh empat jam.
17. S atu bulan adalah tiga puluh hari.
B AB II
MAK S UD D AN TUJ UAN
Pasal 2
Mak sud dan tujuan pembentuk an tata cara penanganan
perk ara tindak pidana oleh K orporasi adalah untuk :
a.
menjadi
pedoman
bagi
penegak
huk um
dalam
penanganan perk ara pidana dengan pelak u K orporasi
dan/ atau Pengurus;
b.
mengisi k ek osongan huk um k hususnya huk um acara
pidana dalam penanganan perk ara pidana dengan pelak u
K orporasi dan/ atau Pengurus; dan
c.
mendorong
perk ara
efek tivitas
pidana
Pengurus.
dan
dengan
optimalisasi
pelak u
penanganan
K orporasi
dan/ atau
-6-
B AB III
TATA C AR A PE NANG ANAN PE R K AR A
B agian K esatu
Pertanggungjawaban Pidana K orporasi dan Pengurus
Pasal 3
Tindak pidana oleh K orporasi merupak an tindak pidana yang
dilak uk an oleh orang berdasark an hubungan k erja, atau
berdasark an hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama
yang
bertindak
untuk
dan
atas
nama
K orporasi di dalam maupun di luar L ingk ungan K orporasi.
Pasal 4
(1)
K orporasi dapat dimintak an pertanggu ngjawaban pidana
sesuai
dengan
k etentuan
pidana
K orporasi
dalam
undang-undang yang mengatur tentang K orporasi.
(2)
D alam menjatuhk an pidana terhadap K orporasi, Hak im
dapat menilai k esalahan K orporasi sebagaimana ayat (1)
antara lain:
a.
K orporasi
dapat
memperoleh
k euntungan
atau
manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak
pidana
tersebut
dilak uk an
untuk
k epentingan
K orporasi;
b.
K orporasi membiark an terjadinya tindak pidana;
atau
c.
K orporasi tidak melak uk an langk ah-langk ah yang
diperluk an
untuk
melak uk an
pencegahan,
mencegah dampak yang lebih besar dan memastik an
k epatuhan terhadap k etentuan huk um yang berlak u
guna menghindari terjadinya tindak pidana.
Pasal 5
D alam hal seorang atau lebih Pengurus K orporasi berhenti,
atau
meninggal
dunia
tidak
pertanggungjawaban K orporasi.
mengak ibatk an
hilangnya
-7-
B agian K edua
Pertanggungjawaban G rup K orporasi
Pasal 6
D alam hal tindak pidana dilak uk an oleh K orporasi dengan
melibatk an induk K orporasi dan/ atau K orporasi subsidiari
dan/ atau
K orporasi
yang
mempunyai
hubungan
dapat
dipertanggungjawabk an secara pidana sesuai dengan peran
masing-masing.
B agian K etiga
Pertanggungjawaban K orporasi dalam Penggabungan,
Peleburan, Pemisahan dan Pembubaran K orporasi
Pasal 7
(1)
D alam
hal
terjadi
penggabungan
atau
peleburan
K orporasi mak a pertanggungjawaban pidana dik enak an
sebatas nilai harta k ek ayaan atau aset yang ditempatk an
terhadap K orporasi yang menerima penggabungan atau
K orporasi hasil peleburan.
(2)
D alam
hal
terjadi
pertanggungjawaban
pemisahan
pidana
K orporasi,
dik enak an
mak a
terhadap
K orporasi yang dipisahk an dan/ atau K orporasi yang
melak uk an pemisahan dan/ atau k edua-duanya sesuai
dengan peran yang dilak uk an.
(3)
D alam hal K orporasi sedang dalam proses pembubaran,
mak a
pertanggungjawaban
pidana
tetap
dik enak an
terhadap K orporasi yang ak an dibubark an.
Pasal 8
(1)
K orporasi yang telah bubar setelah terjadinya tindak
pidana tidak dapat dipidana, ak an tetapi terhadap aset
milik K orporasi yang diduga digunak an u ntuk melak uk an
k ejahatan dan/ atau merupak an hasil k ejahatan, mak a
penegak k an
huk umnya
mek anisme
sebagaimana
perundang-undangan.
dilak sanak an
diatur
sesuai
dalam
dengan
peraturan
-8-
(2)
G ugatan terhadap aset yang dimak sud ayat (1) dapat
diajuk an terhadap mantan pengurus, ahli waris atau
pihak k etiga yang menguasai aset milik K orporasi yang
telah bubar tersebut.
B agian K eempat
Pemerik saan K orporasi
Pasal 9
(1)
Pemanggilan
disampaik an
terhadap
k epada
K orporasi
K orporasi
ke
ditujuk an
alamat
dan
tempat
k eduduk an K orporasi atau alamat tempat K orporasi
tersebut beroperasi.
(2)
D alam hal alamat sebagaimana dimak sud pada ayat (1)
tidak dik etahui, pemanggilan ditujuk an k epada K orporasi
dan disampaik an melalui alamat tempat tinggal salah
satu Pengurus.
(3)
D alam hal tempat tinggal maupun tempat k ediaman
Pengurus tidak dik etahui, surat panggilan disampaik an
melalui salah satu media massa cetak atau elek tronik
dan ditempelk an pada tempat pengumuman di gedung
pengadilan yang berwenang mengadili perk ara tersebut.
Pasal 10
Isi surat panggilan terhadap K orporasi setidak nya memuat:
a.
nama K orporasi;
b.
tempat k eduduk an;
c.
k ebangsaan K orporasi;
d.
status
K orporasi
dalam
perk ara
pidana
(sak si/
tersangk a/ terdak wa);
e.
wak tu dan tempat dilak uk annya pemerik saan; dan
f.
ringk asan dugaan peristiwa pidana terk ait pemanggilan
tersebut.
Pasal 11
(1)
Pemerik saan terhadap K orporasi sebagai tersangk a pada
tingk at penyidik an diwak ili oleh seorang Pengurus.
-9-
(2)
Penyidik
yang
melak uk an
pemerik saan
terhadap
K orporasi memanggil K orporasi yang diwak ili Pengurus
sebagaimana dimak sud pada ayat (1) dengan surat
panggilan yang sah.
(3)
Pengurus yang mewak ili K orporasi dalam pemerik saan
sebagaimana dimak sud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib
hadir dalam pemerik saan K orporasi.
(4)
D alam hal K orporasi telah dipanggil secara patut tidak
hadir, menolak hadir atau tidak menunjuk Pengurus
untuk
mewak ili K orporasi dalam pemerik saan mak a
penyidik menentuk an salah seorang Pengurus untuk
mewak ili K orporasi dan memanggil sek ali lagi dengan
perintah k epada petugas untuk membawa Pengurus
tersebut secara pak sa.
Pasal 12
(1)
S urat dak waan terhadap K orporasi dibuat sesuai dengan
K itab Undang-Undang Huk um Acara Pidana (K UHAP).
(2)
B entuk surat dak waan sebagaimana dimak sud pada ayat
(1) merujuk pada k etentuan Pasal 143 ayat (2) K itab
Undang-Undang Huk um Acara Pidana (K UHAP) dengan
penyesuaian isi surat dak waan sebagai berik ut:
a.
nama K orporasi, tempat, tanggal pendirian dan/ atau
nomor anggaran dasar/ ak ta pendirian/ peraturan/
dok umen/ perjanjian
serta
perubahan
terak hir,
tempat k eduduk an, k ebangsaan K orporasi, jenis
K orporasi, bentuk
k egiatan/ usaha dan
identitas
pengurus yang mewak ili; dan
b.
uraian secara cermat, jelas dan lengk ap mengenai
tindak
pidana
yang
didak wak an
dengan
menyebutk an wak tu dan tempat tindak pidana itu
dilak uk an.
Pasal 13
(1)
Pengurus
yang
mewak ili
K orporasi
pada
tingk at
penyidik an wajib pula hadir pada pemerik saan K orporasi
dalam sidang Pengadilan.
- 10 -
(2)
J ik a Pengurus sebagaimana dimak sud pada ayat (1) tidak
hadir
k arena
berhalangan
sementara
atau
tetap,
hak im/ k etua sidang memerintahk an penuntut umum
agar menentuk an dan menghadirk an Pengurus lainnya
untuk
mewak ili
K orporasi
sebagai
terdak wa
dalam
pemerik saan di sidang Pengadilan.
(3)
D alam hal Pengurus yang mewak ili K orporasi sebagai
terdak wa telah dipanggil secara patut tidak hadir dalam
pemerik saan tanpa alasan yang sah, hak im/ k etua sidang
menunda
persidangan
dan
memerintahk an
k epada
penuntut umum agar memanggil k embali Pengurus yang
mewak ili K orporasi tersebut untuk
hadir pada hari
sidang berik utnya.
(4)
D alam hal Pengurus
dimak sud
pada
memerintahk an
tidak
ayat
hadir pada persidangan
(3),
penuntut
hak im/ k etua
umum
supaya
sidang
Pengurus
tersebut dihadirk an secara pak sa pada persidangan
berik utnya.
Pasal 14
(1)
K eterangan K orporasi merupak an alat buk ti yang sah.
(2)
S istem pembuk tian dalam penanganan tindak pidana
yang dilak uk an oleh K orporasi mengik u ti K itab UndangUndang Huk um Acara Pidana (K UHAP) dan k etentuan
huk um acara yang diatur k husus dalam undang-undang
lainnya.
Pasal 15
(1)
D alam hal K orporasi diajuk an sebagai tersangk a atau
terdak wa dalam perk ara yang sama dengan Pengurus,
mak a
Pengurus
yang
mewak ili
K orporasi
adalah
Pengurus yang menjadi tersangk a atau terdak wa.
(2)
Pengurus lainnya yang tidak menjadi tersangk a atau
terdak wa
dapat
mewak ili
K orporasi
sebagaimana dimak sud pada ayat (1).
dalam
perk ara
- 11 -
Pasal 16
(1)
D alam hal ada k ek hawatiran K orporasi membubark an
diri
dengan
tujuan
pertanggungjawaban
untuk
pidana,
baik
menghindari
yang
dilak uk an
sesudah maupun sebelum penyidik an, K etua Pengadilan
Negeri atas permintaan penyidik atau penuntut umum
melalui suatu penetapan dapat menunda segala upaya
atau proses untuk membubark an K orporasi yang sedang
dalam
proses
huk um
sampai
adanya
putusan
berk ek uatan huk um tetap.
(2)
Penetapan pengadilan sebagaimana dimak sud pada ayat
(1)
hanya
dapat
penundaan
diberik an
k ewajiban
sebelum
pembayaran
permohonan
utang
atau
permohonan pailit didaftark an.
(3)
Penetapan pengadilan sebagaimana dimak sud pada ayat
(1) tidak dapat diajuk an terhadap K orporasi yang bubar
k arena
berak hirnya
jangk a
wak tu
sebagaimana
ditentuk an dalam dok umen pendirian.
Pasal 17
(1)
D alam
hal
terjadi
penggabungan
atau
peleburan
K orporasi sebagaimana dimak sud pada Pasal 7 ayat (1),
mak a pihak yang mewak ili K orporasi dalam pemerik saan
perk ara adalah Pengurus saat dilak uk an pemerik saan
perk ara.
(2)
D alam hal terjadi pemisahan K orporasi, mak a pihak yang
mewak ili
K orporasi
dalam
pemerik saan
perk ara
sebagaimana dimak sud pada Pasal 7 ayat (2) adalah
Pengurus
setelah
dari
K orporasi
pemisahan
yang
dan/ atau
menerima
yang
peralihan
melak uk an
pemisahan.
(3)
D alam hal K orporasi dalam proses pembubaran mak a
pihak
yang
mewak ili
K orporasi
dalam
pemerik saan
perk ara sebagaimana dimak sud pada Pasal 7 ayat (3)
adalah lik uidator.
- 12 -
(4)
Tata
cara
pemanggilan
dan
pemerik saan
terhadap
K orporasi yang diwak ili oleh Pengurus sebagaimana
dimak sud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) mengik uti
tata cara pemerik saan sebagaimana dimak sud dalam
Pasal 9 sampai dengan Pasal 16.
B agian K elima
Pemerik saan Pengurus
Pasal 18
Pemanggilan
dan
pemerik saan
Pengurus
yang
diajuk an
sebagai sak si, tersangk a dan/ atau terdak wa dilak sanak an
sesuai dengan K itab Undang-Undang Huk um Acara Pidana
(K UHAP)
dan
peraturan
perundang-undangan
lain
yang
berlak u.
B agian K eenam
Pemerik saan K orporasi dan Pengurus
Pasal 19
(1)
Pemerik saan pada tahap penyidik an dan penuntutan
terhadap K orporasi dan/ atau Pengurus dapat dilak uk an
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.
(2)
D alam hal pemerik saan pada tahap penyidik an dan
penuntutan terhadap K orporasi dan Pengurus dilak uk an
bersama-sama,
mak a
tata
cara
pemanggilan
dan
pemerik saan mengik uti k etentuan yang diatur dalam
Pasal 9 sampai dengan Pasal 18.
B agian K etujuh
G ugatan G anti R ugi dan R estitusi
Pasal 20
K erugian yang dialami oleh k orban ak ibat tindak pidana yang
dilak uk an oleh K orporasi dapat dimintak an ganti rugi melalui
mek anisme
restitusi
menurut
k etentuan
perundang-
undangan yang berlak u atau melalui gugatan perdata.
- 13 -
B agian K edelapan
Penanganan Harta K ek ayaan K orporasi
Pasal 21
(1)
Harta
k ek ayaan
K orporasi
yang
dapat
dik enak an
penyitaan adalah benda sebagaimana dimak sud dalam
K itab Undang-Undang Huk um Acara Pidana (K UHAP).
(2)
D alam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat
lek as rusak atau yang membahayak an, sehingga tidak
mungk in untuk disimpan sampai putusan pengadilan
terhadap
perk ara
yang
bersangk u tan
memperoleh
k ek uatan huk um tetap atau jik a biaya penyimpanan
benda tersebut ak an menjadi terlalu tinggi atau dapat
mengalami penurunan nilai ek onomis, sejauh mungk in
dengan persetujuan tersangk a atau k uasanya benda
tersebut dapat diamank an atau dilelang sesuai dengan
k etentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Harta k ek ayaan yang dilelang, sebagaimana dimak sud
ayat (2), tidak dapat dibeli oleh tersangk a atau terdak wa
dan/ atau pihak yang mempunyai hubungan k eluarga
sedarah sampai derajat k edua, hubungan semenda,
hubungan
k euangan,
hubungan
k erja/ manajemen,
hubungan k epemilik an dan/ atau hubungan lain dengan
tersangk a atau terdak wa tersebut.
(4)
D alam hal benda sitaan, sebagaimana dimak sud pada
ayat (2) dan ayat (3), telah dilelang dan penetapan
tersangk a terhadap K orporasi dinyatak an tidak sah oleh
putusan
praperadilan
atau
penyidik an
maupun
penuntutan terhadap K orporasi dihentik an berdasark an
surat
penetapan
penghentian
penyidik an
atau
penuntutan, mak a uang hasil penjualan lelang barang
sitaan harus dik embalik an k epada yang berhak paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak putusan praperadilan
berk ek uatan huk um tetap atau sejak surat penetapan
penghentian penyidik an atau penuntutan berlak u.
- 14 -
(5)
D alam hal benda sitaan sebagaimana dimak sud pada
ayat (2) dan
berdasark an
pada ayat (3) telah
putu san
berk ek uatan
dilelang,
huk um
namun
tetap
dinyatak an benda sitaan tersebut tidak dirampas untuk
negara, mak a uang hasil penjualan lelang barang sitaan
harus dik embalik an k epada yang berhak paling lambat
30 (tiga puluh) hari sejak putusan berk ek uatan huk um
tetap.
(6)
D alam hal dari penyimpanan uang hasil lelang benda
sitaan sebagaimana dimak sud pada ayat (2) dan/ atau
ayat (3) terdapat bunga k euntungan mak a perampasan
atau pengembalian uang hasil lelang benda sitaan juga
disertai dengan bunga k euntungan yang diperoleh dari
penyimpanan uang hasil lelang benda sitaan tersebut.
B agian K esembilan
Hapusnya K ewenangan Menuntut Pidana dan
Menjalank an Pidana
Pasal 22
K ewenangan
menuntut pidana
dan
menjalank an
pidana
terhadap K orporasi hapus k arena daluwarsa sebagaimana
k etentuan yang diatur dalam K itab Undang-Undang Huk um
Pidana (K UHP).
B AB IV
PUTUS AN D AN PE L AK S ANAAN PUTUS AN PE NG AD IL AN
B agian K esatu
Penjatuhan Pidana
Pasal 23
(1)
Hak im dapat menjatuhk an pidana terhadap K orporasi
atau Pengurus, atau K orporasi dan Pengurus.
(2)
Hak im menjatuhan pidana sebagaimana dimak sud pada
ayat (1) didasark an pada masing-masing undang-undang
- 15 -
yang mengatur ancaman pidana terhadap K orporasi
dan/ atau Pengurus.
(3)
Penjatuhan
pidana
terhadap
K orporasi
dan/ atau
Pengurus sebagaimana dimak sud ayat (1) tidak menutup
k emungk inan penjatuhan pidana terhadap pelak u lain
yang berdasark an k etentuan undang-undang terbuk ti
terlibat dalam tindak pidana tersebut.
B agian K edua
Putusan
Pasal 24
(1)
Putusan pemidanaan dan putusan buk an pemidanaan
terhadap K orporasi dibuat sesuai dengan K itab UndangUndang Huk um Acara Pidana (K UHAP).
(2)
Putusan pemidanaan dan buk an pemidanaan terhadap
K orporasi
sebagaimana
dimak sud
pada
ayat
(1)
mencantumk an identitas sebagai berik ut:
a.
nama K orporasi;
b.
tempat, tanggal pendirian dan/ atau nomor anggaran
dasar/ ak ta pendirian/ peraturan/ dok umen/
perjanjian serta perubahan terak hir;
c.
tempat k eduduk an;
d.
k ebangsaan K orporasi;
e.
jenis K orporasi;
f.
bentuk k egiatan/ usaha; dan
g.
identitas Pengurus yang mewak ili.
Pasal 25
(1)
Hak im menjatuhk an pidana terhadap K orporasi berupa
pidana pok ok dan/ atau pidana tambahan.
(2)
Pidana pok ok yang dapat dijatuhk an terhadap K orporasi
sebagaimana ayat (1) adalah pidana denda.
(3)
Pidana tambahan dijatuhk an terhadap K orporasi sesuai
dengan k etentuan peraturan perundang-undangan.
- 16 -
Pasal 26
D alam hal K orporasi dan Pengurus diajuk an bersama-sama
sebagai
terdak wa,
putusan
pemidanaan
dan
buk an
pemidanaan mengik uti k etentuan sebagaimana dimak sud
pada Pasal 24 dan Pasal 25.
B agian K etiga
Pelak sanaan Putusan
Pasal 27
(1)
Pelak sanaan putusan dilak uk an berdasark an putusan
Pengadilan yang memperoleh k ek uatan huk um tetap.
(2)
Petik an putusan dapat digunak an sebagai dasar dalam
pelak sanaan putusan sebagaimana dimak sud pada ayat
(1).
Pasal 28
(1)
D alam
hal
pidana
denda
yang
dijatuhk an
k epada
K orporasi, K orporasi diberik an jangk a wak tu 1 (satu)
bulan sejak putusan berk ek uatan huk um tetap untuk
membayar denda tersebut.
(2)
D alam
hal
terdapat
alasan
k uat,
jangk a
wak tu
sebagaimana tersebut pada ayat (1) dapat diperpanjang
paling lama 1 (satu) bulan.
(3)
J ik a
terpidana
K orporasi
tidak
membayar
denda
sebagaimana dimak sud pada ayat (1) dan ayat (2) mak a
harta benda K orporasi dapat disita oleh jak sa dan
dilelang untuk membayar denda.
Pasal 29
(1)
D alam hal pidana denda dijatuhk an k epada Pengurus,
Pengurus diberik an jangk a wak tu 1 (satu) bulan sejak
putusan berk ek uatan huk um tetap untuk membayar
denda tersebut.
(2)
D alam
hal
terdapat
alasan
k uat,
jangk a
wak tu
sebagaimana dimak sud pada ayat (1) dapat diperpanjang
paling lama 1 (satu) bulan.
- 17 -
(3)
J ik a denda tidak dibayar sebagian atau seluruhnya,
Pengurus dijatuhk an pidana k urungan pengganti denda
yang dihitung secara proposional.
(4)
Pidana
k urungan
dimak sud
pada
pengganti
ayat
(3)
denda
sebagaimana
dilak sanak an
setelah
berak hirnya huk uman pidana pok ok .
B agian K eempat
Pelak sanaan Pidana Tambahan atau Tata Tertib
Terhadap K orporasi
Pasal 30
Pidana tambahan atau tindak an tata tertib atau tindak an lain
terhadap
K orporasi
dilak sanak an
berdasark an
putusan
Pengadilan.
Pasal 31
(1)
D alam
hal
K orporasi
dijatuhk an
pidana
tambahan
berupa perampasan barang buk ti, mak a perampasan
barang buk ti dilak sanak an paling lama 1 (satu) bulan
sejak putusan berk ek uatan huk um tetap.
(2)
D alam
hal
terdapat
alasan
k uat,
jangk a
wak tu
sebagaimana tersebut pada ayat (2) dapat diperpanjang
paling lama 1 (satu) bulan.
(3)
D alam hal terdapat k euntungan berupa harta k ek ayaan
yang
timbul
dari
hasil
k ejahatan
mak a
seluruh
k euntungan tersebut dirampas untuk negara.
Pasal 32
(1)
K orporasi yang dik enak an pidana tambahan berupa uang
pengganti,
ganti
pelak sanaannya
rugi
dilak uk an
dan
restitusi,
sesuai
dengan
tata
cara
k etentuan
peraturan perundang-undangan.
(2)
D alam hal pidana tambahan berupa uang pengganti,
ganti rugi dan restitusi dijatuhk an k epada K orporasi,
K orporasi diberik an jangk a wak tu paling lama 1 (satu)
- 18 -
bulan sejak putusan berk ek uatan huk um tetap untuk
membayar uang pengganti, ganti rugi dan restitusi.
(3)
D alam
hal
terdapat
alasan
k uat,
jangk a
wak tu
sebagaimana tersebut pada ayat (2) dapat diperpanjang
untuk paling lama 1 (satu) bulan.
(4)
J ik a
terpidana
pengganti,
ganti
K orporasi
rugi
tidak
dan
membayar
restitusi
dimak sud pada ayat (2) dan
uang
sebagaimana
ayat (3) mak a harta
bendanya dapat disita oleh jak sa dan dilelang untuk
membayar uang pengganti, ganti rugi dan restitusi.
Pasal 33
K orporasi yang dik enak an pidana tambahan berupa perbaik an
k erusak an
ak ibat
pelak sanaannya
dari
tindak
dilak uk an
pidana,
sesuai
tata
dengan
cara
k etentuan
peraturan perundang-undangan.
B AB V
K E TE NTUAN L AIN-L AIN
Pasal 34
Peraturan Mahk amah Agung ini tidak dapat menjadi dasar
bagi upaya huk um terhadap perk ara pidana oleh K orporasi
yang telah diputus sebelum Peraturan Mahk amah Agung ini
diundangk an.
B AB V I
K E TE NTUAN PE R AL IHAN
Pasal 35
Perk ara
pidana
dilimpahk an
ke
dengan
terdak wa
pengadilan
K orporasi
tetap
yang
dilanjutk an
telah
sampai
memperoleh putusan pengadilan yang memilik i k ek uatan
huk um tetap dengan mengacu pada k etentuan peraturan
perundang-undangan
yang
Peraturan Mahk amah Agung ini.
berlak u
sebelum
adanya
- 19 -
B AB V II
K E TE NTUAN PE NUT UP
Pasal 36
Pada saat Peraturan Mahk amah Agung ini mulai berlak u,
k etentuan
penanganan
perk ara
pidana
oleh
K orporasi
mengik uti Peraturan Mahk amah Agung ini.
Pasal 37
Peraturan Mahk amah Agung ini mulai berlak u pada tanggal
diundangk an.