M01779

The 8th NCFB Towards a New Indonesia Business Architecture
Crisis Ma age e t: Key to “ustai able Develop e t of Busi ess
Fakultas Bisnis dan Pasca Sarjana UKWMS

29- 30 September 2015

LITERASI KEUANGAN DAN ALOKASI PENDAPATAN
(STUDI EMPIRIS PADA IBU RUMAH TANGGA DI KELURAHAN
PANGGUNG LOR, KECAMATAN SEMARANG UTARA, KOTA
SEMARANG)

Go Amelia Rosaline
Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Linda Ariany Mahastanti
Staff Pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Abstract:
Increasing number of a housewife who worked in the last few years has made their income to be
higher income because in addition to get income from her husband, she also earns money herself.
Thus a housewife is required to be more prudent in making income allocation not only for
consumption but also for investment. To do so a housewife should have enough knowledge about
financial literacy. It is interesting to see whether there are differences in the income allocation

and financial literacy between working housewives and not working housewives. This study used
samples of housewives at North Semarang District, Semarang. The method used here was t test
independent sample with the study results that there were differences in financial literacy between
working and not working housewives and there was also a difference in the income allocation
between working and not working housewives, especially for the allocation in the investment field.
Keywords: Housewife, Financial Literacy, Income Allocation

PENDAHULUAN
Pada saat ini, Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen (EPK) Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) sedang gencar melakukan edukasi dan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat dan konsumen mengenai Lembaga Jasa Keuangan (LJK) serta produk dan jasa yang
ditawarkan di industri keuangan yang mencakup berbagai lapisan masyarakat, seperti ibu rumah
tangga, pengusaha kecil, pedagang, dan para akademisi yang mencakup mahasiswa dan dosen
(http://www.ojk.go.id/). Hal ini tidak dapat dipungkiri karena survei yang dilakukan OJK
menunjukkan tingkat pemahaman masyarakat Indonesia atas produk keuangan masih sangat kecil,
sekitar 21 persen
Ibu rumah tangga menjadi salah satu sasaran utama dalam program edukasi dan sosialisasi
produk keuangan ini, dengan alasan kedudukan sebagian besar ibu rumah tangga adalah sebagai
pengatur pergerakan roda kehidupan rumah tangga yang termasuk di dalamnya menentukan dan
mengelola keuangan di dalam rumah tangga tersebut

Gerakan emansipasi wanita telah membawa perubahan yang besar pada peran perempuan
di sektor publik. Sehingga banyak perempuan termasuk di antaranya adalah wanita yang telah
berstatus menikah untuk masuk ke dunia kerja. Hal ini terlihat pada data statistik mengenai kondisi
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tahun 2009 hingga tahun 2011 yang terus mengalami
peningkatan (Majid, 2012). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa perempuan yang memiliki
peran ganda tidak asing lagi di dalam masyarakat. Perempuan tidak lagi dalam arti normatif
menjadi seorang istri yang bertanggungjawab terhadap tugas rumah tangga dalam menyediakan
makan dan kebutuhan lainya serta mengasuh anak (Widyasari 2004: 65).
Akan tetapi, seorang istri juga harus bekerja untuk mencari nafkah. Sehingga memiliki dua
jenis sumber pendapatan, pertama adalah dari hasilnya bekerja dan yang kedua adalah dari
pendapatan suaminya. Berbeda dengan ibu rumah tangga yang tidak bekerja yang hanya
memperoleh pendapatan dari hasil suaminya bekerja. Namun seiring berjalannya waktu banyak
kaum perempuan tidak hanya bertugas mencari nafkah tambahan, tetapi juga penopang pokok
ekonomi rumah tangga.
Tabel
Tabel 11
Jumlah
Angkatan
Kerja
dan

TPAK
Menurut
Jumlah Angkatan Kerja dan TPAK Menurut Jenis
Jenis Kelamin
Kelamin di
di Kota
Kota Semarang
Semarang
Tahun
2009-2011
Tahun 2009-2011

.

Sumber: Majid (2012)

Hasil penelitian Warsono (2010) mengatakan bahwa Indonesia dengan jumlah penduduk
saat ini sebanyak 231 juta orang, sebagian besar masih menghadapi kendala dalam kesejahteraan
hidup. Hal ini dapat dilihat dari indikasi pendapatan per kapita masyarakat yang baru mencapai
sebesar US$2600. Dengan pendapatan per kapita sebesar itu, diperlukan perencanaan keuangan

yang baik, sehingga dapat mengoptimalkan pengalokasiannya.
Oleh karena itu, sebuah kehidupan rumah tangga yang roda pergerakan keuangannya
dipegang oleh seorang ibu rumah tangga harus pandai mengalokasikan pendapatan rumah tangga
yang dimilikinya seoptimal mungkin dalam rangka mencapai kesejahteraan finansial baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
Perbedaan sumber pendapatan rumah tangga oleh kedua jenis ibu rumah tangga tersebut
juga dapat menjadikan perbedaan dalam mengalokasikan pendapatan rumah tangga yang
dimilikinya. Oleh karena dengan status pendapatan yang merupakan hasil pekerjaannya sendriri
membuat ibu rumah tangga yang bekerja lebih leluasa untuk menggunakannya. Kemudian untuk
mengimbangi gaya hidup rekan kerjanya Ibu Rumah Tangga juga harus berani untuk
mengeluarkan biaya yang terkadang tidak sedikit.
Kemudian terdapat alat untuk mengoptimalkan implementasi dari perencanaan keuangan
yang telah dibuat adalah dengan memiliki literasi keuangan. Seseorang perlu memiliki
pengetahuan, sikap, dan implementasi keuangan pribadi yang sehat yang dikenal dengan literasi
keuangan (Widayati, 2012). Sehingga dalam hasil penelitian Navickas, dkk (2014) mengatakan
bahwa literasi keuangan memiliki pengaruh yang sangat tinggi dalam manajemen keuangan
pribadi baik dalam populasi Lithuanian, OECD, maupun di USA. Hal itu terlihat pada ibu rumah
tangga yang berusia 18 tahun hinga 30 tahun tidak mengerti dasar literasi keuangan, seperti bunga
sederhana dan gabungan. Sehingga hal tersebut berdampak pada keputusan yang diambil dalam
memilih pinjaman, pegadaian, deposito, ataupun produk keuangan lainnya.

Hasil penelitian Byrne (2007) juga mengatakan bahwa pengetahuan keuangan yang rendah
akan menyebabkan pembuatan rencana keuangan yang salah dan menyebabkan bias dalam
pencapaian kesejahteraan di saat usia tidak produktif lagi. Sebaliknya dengan tingkat literasi
keuangan yang tinggi, seorang ibu rumah tangga ini diharapkan lebih dapat memperkirakan berapa
persen dari pendapatan yang dialokasikan untuk konsumsi, tabungan, dan investasi.

Dengan perbedaan kedua jenis ibu rumah tangga untuk dapat mengalokasikan pendapatan
rumah tangganya secara maksimal, ibu rumah tangga yang bekerja seharusnya memiliki tingkat
literasi keuangan yang lebih tinggi dari ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Oleh karena ibu
rumah tangga yang bekerja berada dalam dunia kerja yang menjadikan pola pikirnya yang lebih
terbuka dan memiliki wawasan yang luas dan dinamis.
Hal tersebut menjadi semakin menarik untuk diteliti antara perbedaan kedua sumber
pendapatan ibu rumah tangga dalam literasi keuangan dan alokasi pendapatannya. Berdasarkan
uraian tersebut, dapat dirumuskan persoalan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan dalam alokasi pendapatan yang dilakukan oleh sejumlah ibu
rumah tangga yang tidak bekerja dan sejumlah ibu rumah tangga yang bekerja?
2. Apakah terdapat perbedaan dalam tingkat literasi keuangan yang dimiliki oleh sejumlah
ibu rumah tangga yang tidak bekerja dan sejumlah ibu rumah tangga yang bekerja?

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Konsep
Ibu Rumah Tangga yang Tidak Bekerja dan Ibu Rumah Tangga yang Bekerja
Keberadaan perempuan yang menyandang status sebagai ibu rumah tangga secara tradisi
menurut Tuti dan Fadilah (2001:9) berkewajiban untuk mengurus rumah tangga. Tugas ini
mencakup menyediakan makan untuk anggota keluarga, mengurus dan menata rumah, mengasuh
anak, dan sebagainya yang terkait dengan upaya menumbuhkan kenyamanan dan keasrian rumah
tangga. Namun setelah adanya emansipasi perempuan yang bertujuan memperjuangkan persamaan
derajat antara perempuan dan laku-laki telah membawa perubahan yang besar pada peran
perempuan di sektor publik. Perubahan tersebut menurut Sujarwa (2001:100) membawa
konsekuensi yang bersifat psikososiologik (pribadi dan kemasyarakatan) dimana perempuan
menjadi lebih percaya diri, tidak terlalu tergantung, lebih realistik, dan memperlihatkan perannya
sebagai pribadi individu. Sehingga, pada saat ini semakin banyak ibu rumah tangga yang
memasuki dunia kerja atau berkarir.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu tidak dapat dipungkiri bahwa realitas sosial saat ini
semakin sulit. Dimana penduduk Indonesia yang terus mengalami peningkatan sehingga peluang
untuk memperoleh pekerjaan juga semakin sulit. Namun di sisi lain, kebutuhan hidup terus

mengalami peningkatan dan hal ini menjadikan banyak ibu rumah tangga yang tidak hanya
mencari nafkah tambahan, tetapi juga menjadi penopang pokok ekonomi rumah tangga.
Ibu rumah tangga yang bekerja seperti ini dapat dikatakan bahwa memiliki peran ganda

dimana sebagai seorang istri Ibu Rumah Tangga memiliki kewajiban untuk mengurus rumah
tangga, namun di satu lainnya Ibu Rumah Tangga harus terlibat dalam kegiatan ekonomi untuk
mencari penghasilan tambahan (Munandar 1985:4-7). Seorang perempuan dituntut untuk pandai
dalam mengelola waktu dan aktivitasnya serta akibatnya dalam psikis dan fisiknya. Sehingga
kesanggupan perempuan dalam berperan ganda merupakan pilihan yang berdasarkan kondisi
objektif dan kematangan berpikir.
Hoffman (1984) dalam bukunya yang berjudul Working Mothers: An Evaluative Review of
the Consequences for wife, husband, and child, menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi
keputusan seorang ibu untuk bekerja, diantaranya adalah:
1. Kebutuhan ekonomi. Terdapat banyak motif yang mendasari faktor ini yang tergantung
dari kondisi dan keadaan keluarga. Penghasila suami yang tidak mencukupi paling sering
menjadi motif yang terbesar. Namun, ada motif lain seperti ibu menginginkan barangbarang yang berharga yang mebutuhkan uang lebih untuk dapat membelinya, karena itulah
ibu bekerja.
2. Pekerjaan rumah tangga (peran sebagai ibu rumah tangga) yang lama-kelamaan menjadi
tidak lagi memuaskan, membosankan, dan tidak lagi membutuhkan keterampilan. Apalagi
ketika anak terkecil sudah mulai memasuki sekolah, sehingga sering ibu merasa tidak
dibutuhkan lagi di rumah (Birnbaum, 1971)
3. Kepribadian, Misalnya kebutuhan untuk berprestasi, dihargai karena ststus yang lebih
tinggo, keinginan untuk dapat bermanfaat bagi lingkungan dan juga menggunakan potensipotensi yang dimiliki.


Perencanaan Keuangan
Setiap rumah tangga pasti menginginkan masa depan yang sejahtera dan bahagia dan salah
satu faktor pendukungnya adalah dalam hal kesuksesan finansial. Garman dan Forgue (1997)
mengatakan bahwa kesuksesan finansial dapat tercapai jika telah memenuhi lima tujuan keuangan
yang diantaranya adalah memperoleh pendapatan dan kekayaan yang maksimum, melakukan
konsumsi secara efisien, menemukan kepuasan hidup, mencapai keamanan finansial, dan

mengumpulkan kekayaan untuk dinikmati saat masa pensiun dan sebagian ditinggalkan sebagai
warisan. Dalam mencapai kesuksesan finansial tersebut, seorang ibu rumah tangga yang
memegang peranan roda pergerakan keuangan rumah tangga tidak berarti harus hemat, melainkan
harus mengerti jumlah yang pantas untuk setiap pos pengeluaran (Senduk, 2001). Perencanaan
keuangan merupakan sebuah kunci utama dalam mengalokasikan pendapatan rumah tangga secara
optimal (Putlia, 2009).
Sehingga, sebelum mengetahui lebih lanjut mengenai alokasi pendapatan, perlu diketahui
pengertian perencanaan keuangan terlebih dahulu. Wibawa dan Nancy (2009) mengartikan
perencanaan keuangan sebagai suatu cara menyusun keseimbangan dari penghasilan di satu sisi
dengan pengeluaran dan di sisi lain yang berupa konsumsi, tabungan, dan investasi.
Setelah perencanaan keuangan dilaksanakan, tugas pengelolaan keuangan yang kedua
adalah implementasi yang sama artinya dengan memanfaatkan atau mengalokasikan pendapatan
yang menurut Masassya (2004: 9-10) terdiri dari tiga hal pokok yang antara lain juga berupa

konsumsi, tabungan atau saving, dan investasi. Akan tetapi dalam praktek sehari-hari,
pengalokasian pendapatan ini mempunyai seni pengelolaan sendiri yang berbeda-beda sesuai
dengan kebiasaan, pengalaman, ataupun pengetahuan.
Selain itu, sebuah hal perlu diingat bagi seorang ibu rumah tangga yang berperan sebagai
pemegang roda pergerakan keuangan rumah tangga adalah faktor kedisiplinan dalam proses
implementasi ketika mengalokasikan pendapatan yang meliputi kebutuhan untuk konsumsi,
tabungan, dan investasi sesuai dengan perencanaan keuangan yang telah dilakukan sebelumnya.
Setelah semua hal tersebut dijalankan dengan baik, kesuksesan finansial dan tujuan hidup yang
sejahtera dan bahagia tentu saja dapat tercapai (Dorimulu, 2003).

Alokasi Pendapatan Rumah Tangga
Memanfaatkan

atau

mengalokasikan

pendapatan

berarti


mengimplementasikan

perencanaan keuangan yang telah dilakukan. Masassya (2004: 9-10) membagi alokasi pendapatan
menjadi tiga hal pokok yang antara lain berupa konsumsi, tabungan atau saving, dan investasi.

Konsumsi
Masassya (2004: 9-10) mengatakan bahwa pengalokasian pendapatan rumah tangga
tersebut termasuk pengeluaran biaya tetap (fixed cost) yang tidak bisa ditunda lagi, yaitu angsuran

rumah, biaya listrik, air, telepon, biaya makan, minum, dan rekreasi. Biaya konsumsi ini beragam,
akan tetapi perlu dipatok atau ditentukan lazimnya biaya ini berkisar antara 40%-50%. Oleh karena
sebagian besar pengeluaran untuk konsumsi menyangkut kebutuhan pokok rumah tangga,
sehingga konsumsi menjadi unsur alokasi pendapatan yang paling diutamakan dalam proses
perencanaan dan kedisiplinannya. Ketika perencanaan konsumsi telah terpenuhi, barulah
keuangan keluarga menjadi bebas dimana artinya sisa pendapatan rumah tangga dapat
dialokasikan ke dalam pos lainnya yaitu, tabungan dan investasi.
Toohey (2000) juga mengatakan bahwa a family has achieved financial freedom when they
are able to pay for all of their living expenses, for the rest of their lives, utilizing their assets and
10 to 15 hours of work per week, per spouse, until social security, medicare and pension eligibility.

Tabungan
Pada dasarnya setiap individu memiliki ketidakpastian yaitu ketakutan akan masa depan
kehidupan finansial dan tidak ada seorangpun yang mampu untuk mencegah kecelakaan,
penderitaan, dam kesukaran dalam mengejar keberuntungan dan nasib baik (Wibawa, 2003).
Ditambah lagi dengan keadaan perekonomian Indonesia yang selalu dipenuhi dengan tingkat
inflasi dan ketidakpastian. Sehingga setiap individu yang sadar akan pentingnya perencaan
keuangan akan memikirkan motif untuk berjaga-jaga yang dapat digunakan dalam kepentingan
yang mendesak. Masassya (2004: 9-10) secara lebih mendetail menjelaskan pengalokasian pada
tabungan yang mana dapat dimasukkan sebagai simpanan/tabungan tetap dan bisa dimaksudkan
sebagai tabungan untuk berjaga-jaga yaitu misalnya ada keperluan ke dokter dan memberi
sumbangan. Tabungan ini juga perlu ditentukan dan pada umumnya berkisar 25% dimana 10%15% digunakan sebagai motif berjaga-jaga dan sisanya digunakan sebagai tabungan tetap

Investasi
Dalam melakukan perencanaan keuangan, seorang ibu rumah tangga harus memiliki
pandangan yang selalu ke depan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dan dalam jangka
panjang, di masa depan setiap keluarga juga pasti menginginkan kehidupan yang sejahtera dan
bahagia. Selain itu, motif lain yang mendorong seorang ibu rumah tangga untuk melakukan
investasi adalah baik individu baik suami ataupun dirinya sendiri yang bekerja maupun yang tidak
bekerja secara fisik akan selalu berhadapan dengan usia pensiunnya (Budianto, 2006).

Sedangkan Massasya (2004: 9-10) pengalokasian pada investasi dini dimaksudkan sebagai
pengembangbiakan uang secara terencana dan disiplin. Namun, dari sekian banyak produk
keuangan yang ditawarkan oleh jasa keuangan pasti memiliki tingkat resiko dan keuntungan yang
berbeda, sehingga seorang ibu rumah tangga harus pandai dan berhati-hati dalam mengambil
keputusan investasi tersebut.

Literasi Keuangan
Chen and Volpe (1998) mengartikan literasi keuangan sebagai pengetahuan untuk
mengelola keuangan dalam pengambilan keputusan keuangan. Definisi tersebut dapat diajabarkan
ke dalam 4 dimensi yaitu:
1. Manajemen keuangan pribadi (personal finance) merupakan proses perencanaan dan
pengendalian keuangan dari unit individu atau keluarga
2. Bentuk simpanan di Bank yang dapat dilakukan dalam bentuk tabungan (sebagian
pendapatan mastyarakat yang tidak dibelanjakan disimpan sebagai cadangan guna berjagajaga dalam jangka pendek), deposito berjangka (simpanan pada bank yang penarikannya
hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu), sertifikat deposito (deposito
berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan), dan giro (simpanan pada bank
yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran)
3. Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian resiko yang dilakukan dengan cara
mengalihkan/transfer risiko dari satu pihak ke pihak lain (dalam hal ini adalah perusahaan
asuransi). Pengerian asuransi yang lain adalah merupakan suatu pelimpahan resiko dar
pihak pertama kepada pihak lain
4. Investasi merupakan suatu bentuk pengalokasian pendapatan yang dilakukan saat ini untuk
memperoleh manfaat keuntungan (return) di kemudian hari yang bisa melebihi modal
investasi yang dikeluarkan saat ini.
Jorgensen dan Savla (2010) mendefinisikan literasi keuangan sebagai kemampuan
seseorang dalam memahami, menganalisa dan mengatur masalah keuangan pribadi.

Pengembangan Hipotesis
Literasi keuangan sehingga menjadi sesuatu yang dibutuhkan dalam kehidupan di era
globalisasi ini agar dapat mengelola keuangan dengan baik dan mencapai kesejahteraan. Seorang

ibu rumah tangga yang disertai dengan literasi keuangan yang tinggi dalam pengelolaan
keuangannya tentu saja akan lebih berhati-hati dan lebih terencana dengan baik. Hal ini dibuktikan
dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Byrne (2007) mengatakan bahwa pengetahuan
keuangan yang rendah akan menyebabkan pembuatan rencana keuangan yang salah, dan
menyebabkan bias dalam pencapaian kesejahteraan di saat usia tidak produktif lagi. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sina (2012) yang berjudul Analisis Literasi Keuangan,
mengatakan bahwa rendahnya literasi keuangan berdampak pada kesejahteraan. Prioritas untuk
meningkatkan literasi keuangan menjadi suatu keharusan bagi individu ataupun keluarga yang
ingin sejahtera.
Terkait dengan investasi, hasil penelitian Sina dan Nggili (2012) yang mengatakan bahwa
perempuan lebih peduli pada ketidakpastian pendapatan di masa datang, sehingga lebih berusaha
untuk mencari tahu arti dan tujuan investasi. Dapat dikatakan literasi keuangan mengenai investasi
yang dimiliki perempuan lebih tinggi daripada laki-laki, sehingga perempuan mampu memahami
resiko dan imbal hasil dalam melipatgandakan uang selain dengan menabung. Namun bagi seorang
ibu rumah tangga yang bekerja diduga memiliki tingkat literasi keuangan yang lebih tinggi
dibandingkan ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Hal tersebut dikarenakan keberadaannya
dalam dunia kerja yang menjadikan pola pikirnya yang lebih terbuka dan memiliki wawasan yang
luas dan dinamis dengan semakin banyak Ibu Rumah Tangga bergaul dalam ruang lingkup yang
semakin luas dan lebih banyak variasi pergaulannya. Sehingga dapat ditarik hipotesis sebagai
berikut:
H1 : Terdapat perbedaan tingkat literasi keuangan antara ibu rumah tangga yang tidak
bekerja dan ibu rumah tangga yang bekerja

Fenomena ibu rumah tangga yang memegang roda pergerakan keuangan keluarganya
menuntut para ibu rumah tangga untuk pandai dalam mengalokasikan pendapatan yang
dimilikinya baik yang bersumber dari pendapatan suaminya saja, yang bersumber dari hasilnya
bekerja ataupun gabungan pendapatannya dan pendapatan suaminya dengan seoptimal mungkin.
Menurut Wibawa (2003) faktor terpenting dalam mengalokasian pendapatan adalah perencanaan
keuangan. Karena secara sederhana perencanaan keuangan keluarga berkaitan dengan berapa
banyak uang yang masuk dari pendapatan dan berapa banyak uang yang keluar sebagai konsumsi
dan berapa banyak uang yang dikeluarkan untuk ditabung dan diinvestasikan demi mencapai

tujuan keluarga. Akan tetapi bagi ibu rumah tangga yang bekerja diduga memiliki perilaku yang
berbeda dalam mengalokasikan pendapatan rumah tangganya. Hal ini dikarenakan Ibu Rumah
Tangga merasa lebih leluasa untuk mengalokasikan pendapatannya yang merupakan jerih
payahnya sendiri. Kemudian semakin luas dan variatifnya pergaulan yang Ibu Rumah Tangga
jalani di dalam dunia kerja secara tidak langsung membuat Ibu Rumah Tangga mengikuti gaya
hidup mereka untuk dapat mengimbanginya. Sehingga seorang ibu rumah tangga yang bekerja ini
akan menjadi cenderung lebih konsumtif. Paparan-paparam tersebut dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H2 : Terdapat perbedaan dalam mengalokasikan pendapatan antara ibu rumah tangga
yang tidak bekerja dan ibu rumah tangga yang bekerja

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan metode penelitian deskriptif dan komparatif.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang melakukan pengumpulan data untuk diuji
hipotesis atau menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subjek penelitian. Penelitian
komparatif merupakan penelitian yang bersifat membandingkan.

Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang berada di Kelurahan Panggung
Lor, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang baik yang bekerja maupun yang tidak bekerja.
Sugiyono (2005) juga mengatakan bahwa bagian dari populasi yang menjadi sumber data
dalam penelitian, yang mana adalah merupakan bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi dapat disebut dengan sampel. Dalam penelitian dilakukan terhadap sampel yang mewakili
populasinya. Pada penelitian ini metode pemilihan sampel yang digunakan merupakan gabungan
dari Proportionate Stratified Sampling Method dan Snowball Sampling Method.
Dimana Proportionate Stratified Sampling Method adalah teknik pengambilan sampel
dalam bentuk distratifikasikan secara proporsional, namun tidak dipilih acak melainkan secara
kebetulan saja. Sedangkan Snowball Sampling Method merupakan cara pengambilan sampel ini

adalah dengan mengetahui informasi dari satu atau dua orang sesuai dengan karakteristik atau ciriciri yang telah ditentukan menjadi sampel atau responden dalam penelitian ini. Kemudian meminta
kepada sampel pertama tersebut untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel
selanjutnya. Sampel dalam penelitian ini diambil menggunakan formula yang dikemukakan oleh
Yamane (1973) dalam Utami dan Supramono (2003) sebagai berikut:
n=



��2 +

Dimana:
n

: jumlah sampel

N

: jumlah populasi

d

: presisi yang ditetapkan sebesar 10%
Dengan populasi ibu rumah tangga baik yang bekerja maupun yang tidak bekerja di

Kelurahan Panggung Lor, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang menurut data Posyandu
pada periode Mei 2014 berjumlah 1.403 orang dan presisi yang ditetapkan sebesar 10%, maka
jumlah sampel yang harus diambil sebanyak 100 responden sesuai dengan perhitungan rumus di
atas. Dan dengan menggunakan Proportionate Stratified Sampling Method, pembagian sampel
menjadi 50 responden merupakan ibu rumah tangga yang tidak bekerja dan 50 responden
merupakan ibu rumah tangga.
n=
=



��2 +
.

.

% 2+

= 93.34664 ≈ 100 orang
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk penelitian ini dilakukan melalui studi dokumentasi dengan
mengumpulkan data pendukung, literatur, jurnal, dan buku-buku referensi untuk mendapatkan
gambaran masalah yang diteliti. Data pendukung diperoleh dengan menggunakan kuisioner
tertutup dimana di dalam kuisioner tersebut telah disediakan semua alternatif jawaban yang telah
mewakili variabel yang diteliti, sehingga responden hanya perlu memilih alternatif jawaban yang
sesuai.

Pengukuran Variabel
Variabel yang ada dalam penelitian ini adalah literasi keuangan dan alokasi pendapatan
yang meliputi konsumsi, tabungan, dan investasi. Definisi literasi keuangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pengetahuan untuk mengelola keuangan dalam pengambilan keputusan
keuangan sebagaimana yang dikemukakan oleh Chen dan Volpe (1998). Definisi tersebut dapat
diajabarkan ke dalam 4 dimensi yaitu:
1. Manajemen keuangan pribadi (personal finance) merupakan proses perencanaan dan
pengendalian keuangan dari unit individu atau keluarga
2. Bentuk simpanan di Bank yang dapat dilakukan dalam bentuk tabungan (sebagian
pendapatan mastyarakat yang tidak dibelanjakan disimpan sebagai cadangan guna berjagajaga dalam jangka pendek), deposito berjangka (simpanan pada bank yang penarikannya
hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu), sertifikat deposito (deposito
berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan), dan giro (simpanan pada bank
yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran)
3. Asuransi adalah salah satu bentuk pengendalian resiko yang dilakukan dengan cara
mengalihkan/transfer risiko dari satu pihak ke pihak lain (dalam hal ini adalah perusahaan
asuransi). Pengerian asuransi yang lain adalah merupakan suatu pelimpahan resiko dar
pihak pertama kepada pihak lain
4. Investasi merupakan suatu bentuk pengalokasian pendapatan yang dilakukan saat ini untuk
memperoleh manfaat keuntungan (return) di kemudian hari yang bisa melebihi modal
investasi yang dikeluarkan saat ini
Pertanyaan-pertanyaan mengenai literasi keuangan di kuesioner tersebut berisi 10
pertanyaan berupa pilihan ganda yang terdiri dari 4 komponen yang meliputi pengetahuan pribadi
dalam bidang pengetahuan umum, simpanan dan pinjaman dana, asuransi dana, dan investasi.

Pengelompokan skor diadopsi dari Chen dan Volpe (2002) dengan menghitung jawaban
benar yang dikelompokkan ke dalam tiga kategori menurut presentase dari seluruh peserta survei.
Kategori pertama mencakup skor 0 hingga 39% (tingkat pengetahuan rendah), yang kedua 40-59%
(tingkat pengetahuan menengah), dan yang ketiga 60-100% (relatif tingkat pengetahuan tinggi).

Sedangkan untuk variabel yang kedua adalah terkait dengan memanfaatkan atau
mengalokasikan pendapatan sebagaimana proses implementasi dari perencanaan keuangan yang
menurut Evelyn G. Masassya (2004: 9-10) terdiri dari tiga hal pokok, antara lain:
1. Konsumsi, pengalokasian ini termasuk pengeluaran biaya tetap (fixed cost) yang tidak bisa
ditunda lagi, yaitu angsuran rumah, biaya listrik, air, telepon, biaya makan, minum, dan
rekreasi. Biaya konsumsi ini beragam, akan tetapi perlu dipatok atau ditentukan lazimnya
biaya ini berkisar antara 40%-50%
2. Saving atau tabungan, pengalokasian pada tabungan bisa dimasukkan sebagai
simpanan/tabungan tetap dan bisa dimaksudkan sebagai tabungan untuk berjaga-jaga yaitu
misalnya ada keperluan ke dokter dan member sumbangan. Tabungan ini juga perlu
ditentukan dan pada umumnya berkisar 25% dimana 10%-15% digunakan sebagai motif
berjaga-jaga dan sisanya digunakan sebagai tabungan tetap
3. Investasi, pengalokasian pada investasi dini dimaksudkan sebagai pengembangbiakan
uang secara terencana dan disiplin
Dalam kuesioner ini, terlebih dahulu responden diminta untuk mengisikan presentase
jumlah konsumsi, tabungan, dan investasi yang dilakukannya. Sehingga dari rata-rata presentase
tersebut, dapat dilihat presentase jumlah alokasi pendapatan ibu rumah tangga yang bekerja dan
yang tidak bekerja.
Selanjutnya terdapat pertanyaan-pertanyaan mengenai proporsi alokasi pendapatan rumah
tangga berjumlah 16 buah. Setiap dimensi faktor akan diukur dengan skala likert, yang merupakan
skala ordinal. Ghozali (2001) dalam Anggara (2012) membagi skala tersebut menjadi lima tingkat
preferensi jawaban sebagai berikut:
1 = Sangat Tidak Setuju
2 = Tidak Setuju
3 = Agak Setuju
4 = Setuju
5 = Sangat Setuju
Semakin tinggi rata-rata skor menunjukkan proporsi alokasi pendapatan yang semakin
baik, indikator konsumsi yang baik, tabungan dan investasi yang penting. Semakin baik konsumsi
artinya ibu rumah tangga di samping melakukan penghematan, Ibu Rumah Tangga juga berani
membayar untuk harga yang tinggi demi memperoleh kualitas terbaik yang diinginkannya.

Kemudian dalam penelitian ini, ada tiga kelas yaitu ketat, sedang, dan longgar dengan
interval yang dihitung dengan menggunakan rumus:
I=



Keterangan:
I

��− �




= Interval

Max = kemungkinan skor jawaban tertinggi
Min = kemungkinan skor jawaban terendah
K

= banyaknya klasifikasi/alternatif jawaban

Tabel 2
Inteval Kelas Proporsi Alokasi Pendapatan
Baik

3.67 - 5

Sedang

2.33 - 3.67

Buruk

1 - 2.33

Dari penjabaran di atas, dapat dibuat tabel pengukuran variabel sebagai berikut:
Tabel 3
Pengukuran Variabel
Variabel

Definisi Operasional

Literasi

Pengetahuan untuk mengelola

Keuangan

keuangan

(Chen and Volpe,

Indikator Pengukuran


dalam pengambilan

Pengetahuan
Umum

keputusan keuangan

Keuangan

Pribadi


1998)

Simpanan

dan

Pinjaman Dana
Asuransi Dana



Investasi



Konsumsi

Alokasi

Proses

Pendapatan

perencanaan yang telah dibuat

meliputi makanan

yang

dan nonmakanan

(Masassya,

2004:

9-10)

mengimplementasikan



antara

lain

berupa

konsumsi, tabungan atau saving,



dan investasi.

yang

Tabungan / saving
baik yang berupa
tabungan tetap dan
tabungan
berjaga-jaga



Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Analisis Deskriptif

Investasi

untuk

Analisis deskriptif berusaha menjelaskan atau menggambarkan berbagai karakteristik data
seperti melihat mean, varians, modus, median, serta distribusi frekuensi (Situmorang dan
Muslich, 2010:10)

2. Analisis Independent Sample t Test (Uji Z)
Analisis Independent Sample t Test yang dilakukan untuk menguji signifikansi beda ratarata dua kelompok. Akan tetapi, syarat yang harus dipenuhi sebelum pengujian hipotesis
tersebut adalah data tersebut harus berdistribusi normal.

ANALISIS DATA
Karakteristik Responden
Sebanyak 100 responden yang terdiri dari 50 reponden ibu rumah tangga yang bekerja dan
sisanya merupakan ibu rumah tanga yang tidak bekerja telah memenuhi kriteria sebagai sampel
dan telah bersedia mengisi daftar pertanyaan atau kuesioner penelitian dengan lengkap sehingga
telah memenuhi persyaratan penelitian. Sebelum menguji hipotesis, perlu diketahui karakteristik
reponden terlebih dahulu. Karakteristik responden tersebut meliputi usia, tingkat pendidikan,
jumlah tanggungan anak, jenis pekerjaan, jumlah penghasilan per bulan, dan jumlah penghasilan
suami per bulan. Kemudian dari data yang telah terkumpul diolah dan dilakukan analisis frekuensi
dalam tabel berikut:

Tabel 4
Karakteristik Reponden
Karakteristik
Ibu Rumah Tangga yang Tidak
Ibu Rumah Tangga yang Bekerja
Responden
Bekerja
Usia
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
25-29
5
10%
4
8%
30-39
7
14%
12
24%
40-49
11
22%
19
38%
50-59
23
46%
14
28%
>60
4
8%
1
2%
50
100%
50
0%
Total
Tingkat
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
Pendidikan
SD
0
0%
1
2%
SMP
3
6%
0
0%
SMA
29
58%
17
34%
D3
2
4%
12
24%
S1
14
28%
16
32%
Lainnya
2
4%
4
8%
50
100%
50
0%
Total
Tanggungan Anak
Jumlah
Presentase
Jumlah
Presentase
0
9
18%
7
14%
1
9
18%
8
16%
2
20
40%
27
54%
>2
12
24%
8
16%
50
100%
50
0%
Total
Penghasilan Suami
Penghasilan Suami
Pengasilan Istri
Penghasilan
Perbulan (jutaan)
Jumlah
Presentase
Jumlah Presentase Jumlah Presentase
0
0
0%
4
8%
0
0%
< Rp 1
3
6%
1
2%
3
6%
Rp 1 - Rp 2
5
10%
7
14%
13
26%
Rp 2 - Rp 3
11
22%
10
20%
16
32%
Rp 3 - Rp 4
12
24%
9
18%
6
12%
> Rp 4
19
38%
19
38%
12
24%
Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2014)
50
100%
50
100%
50
100%
Total

Berdasarkan analisis menggunakan metode deskriptif frekuensi, usia dari 50 reponden ibu
rumah tangga bervariasi dari usia 26 tahun hingga 65 tahun. Tidak ada undang-undang yang
mengatur batas usia pensiun, namun menurut UU No.11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
menyebutkan bahwa hak atas manfaat pensiun dengan catatan batas usia pensiun normal adalah
55 tahun dan batas usia manfaat pensiun wajib maksimum 60 tahun. Oleh karena itu mayoritas
responden ibu rumah tangga yang tidak bekerja adalah berada pada rentang usia 50-59 tahun. Sama
halnya dengan usia di atas 60 tahun lebih banyak diperoleh dari ibu rumah tangga yang tidak
bekerja. Sedangkan 1 reponden ibu rumah tangga yang bekerja dengan usia di atas 60 tahun
dikarenakan Ibu Rumah Tangga adalah seorang wirausahawati.
Sedangkan pada ibu rumah tangga yang bekerja mayoritas memiliki usia 40 tahun hingga
49 tahun. Oleh karena dalam masa berkarir, pada rentang usia inilah seseorang telah mencapai
kematangan karir dan memulai utuk menikmati pekerjaannya. Sehingga pada usia inilah banyak
ibu rumah tangga yang bertahan untuk terus meniti karir.
Terkait dengan usia rata-rata responden ibu rumah tangga yang berada pada rentang usia
50 tahun hingga 59 tahun tidak mengherankan jika tingkat pendidikan rata-rata responden ibu
rumah tangga yang tidak bekerja adalah tamatan SMA. Kemudian pada responden ibu rumah
tangga yang bekerja rata-rata jenjang pendidikan terakhir yang dimilikinya lebih tinggi
dibandingkan ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Jumlah tamatan SMA nya lebih sedikit dan
lebih banyak yang berasal dari Diploma D3 dan Sarjana S1. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa
pada era globalisasi ini sebagian besar lapangan pekerjaan mensyaratkan pelamar yang minimal
adalah tamatan SMA/SMK atau bahkan ada yang mensyaratkan Sarjana S1 bagi pelamarnya.
Sehingga dapat menjadi tuntutan bagi seorang ibu rumah tangga yang masih ingin tetap meniti
karirnya untuk melanjutkan pendidikannya yang lebih tinggi. Namun, masih ada 1 responden ibu
rumah tangga bekerja yang merupakan tamatan SD saja, dimana Ibu Rumah Tangga merupakan
seorang wirausahawati. Sedangkan beberapa responden yang memilih pilihan lainnya, sebagian
besar adalah seorang tamatan akademi sekretariat.
Kemudian karakteristik responden juga menyangkut jumlah tanggungan anak. Dimana
jumlah tanggungan anak yang dimiliki oleh sampel ibu rumah tangga yang tidak bekerja lebih

banyak dibandingkan ibu rumah tangga yang bekerja. Hal ini dikarenakan dengan peran ganda
yang disandangnya menjadikan ibu rumah tangga yang bekerja membatasi diri untuk memiliki
anak lebih dari 2. Oleh karena peran ganda tersebut menngakibatkan Ibu Rumah Tangga memiliki
keterbatasan waktu dan tenaga yang dimilikinya untuk mengurus banyak anak. Apalagi ditambah
dengan pemikiran mengenai keadaan ekonomi untuk mencukupi kebutuhan anak pada masa kini
yang tidaklah sedikit. Selain itu, ibu rumah tangga yang bekerja lebih memiliki pengetahuan yang
luas dari hasilnya bersosialisasi dengan kerabat-kerabatnya membuat Ibu Rumah Tangga lebih
mengerti metoda untuk menjadi Keluarga Berencana yang aman dan terbaik untuk kesehatan.
Jumlah anak yang tidak lebih dari 2 juga terkait dengan karakteristik responden yang
menunjukkan bahwa rata-rata penghasilan suami dari ibu rumah tangga yang bekerja lebih rendah
dibandingkan ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Sehingga hal ini menjadi alasan bagi ibu rumah
tangga untuk bekerja membantu perekonomian rumah tangganya.
Tabel 5
Karakteristik Reponden
Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Pekerjaan
PNS
Pegawai Swasta
Wirausahawati
Lainnya
Total

Jumlah Presentase
2

4%

27

54%

18

36%

3

6%

50

100%

Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2014)
Jenis pekerjaan yang banyak dijalani oleh mayoritas ibu rumah tangga adalah sebagai
pegawai swasta. Dengan variasi sebagai guru, pegawai toko, karyawan kantor, karyawan
perusahaan, dan lain sebagainya. Oleh karena pegawai swasta memiliki jam kerja yang jelas dari
pagi hingga sore hari dan tetap memiliki hari libur sehingga memunngkinkan ibu rumah tangga
untuk menjalankan peran gandanya di sela kesibukannya. Selain itu, banyak ibu rumah tangga
yang menjadi seorang wirausahawati seperti membuka toko, membuka salon, memproduksi
makanan, membuka rumah makan, menjadi penjahit, dan lain sebagainya. Pekerjaan tersebut
menjadi sasaran banyak kalangan ibu rumah tangga dengan alasan hanya dengan pekerjaanpekerjaan tersebut Ibu Rumah Tangga dapat menjalankan peran ganda dengan maksimal. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Beauregard (2008) dimana wanita yang menikah, terutama

mereka yang sudah memiliki anak harus mengambil pekerjaan yang tidak menuntut waktu banyak
dalam rangka untuk berhasil menggabungkan pekerjaan dengan tanggung jawab didalam rumah
tangga mereka.
Selain itu alasan lain adalah karena Ibu Rumah Tangga bekerja dengan usahanya sendiri
dan dengan modal kecilpun dapat membuat sebuah usaha yang menghasilkan pendapatan yang
cukup besar. Akan tetapi, dengan status peran gandanya juga menjadikan Ibu Rumah Tangga tidak
dapat bekerja secara fokus untuk meningkatkan karir sehingga rata-rata penghasilan ibu rumah
tangga yang bekerja tidak terlalu tinggi.
Namun, terdapat pula responden ibu rumah tangga bekerja dengan penghasilan suami yang
terbilang tinggi. Sehingga ada beberapa kemungkinan yang mendorong ibu rumah tangga untuk
bekerja. Pertama, seorang ibu rumah tangga memiliki tingkat konsumtif yang tinggi untuk
membeli barang-barang yang berharga sehingga menginginkan pendapatan tambahan.
Kemungkinan yang kedua adalah untuk mengatasi kebosanan dengan peran rumah tangga dan
yang terakhir terkait dengan faktor kepribadian yang lebih mendominasinya.
Selain untuk mencari tambahan pendapatan rumah tangga, terdapat 4 ibu rumah tangga
yang menjadi penopang kehidupan ekonomi rumah tangganya karena suami yang tidak bekerja.
PEMBAHASAN
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Terhadap 20 Responden (Pilot Test)
Sebelum dilakukan penyebaran 100 kuesioner untuk penelitian, dilakukan penyebaran
kuesioner terhadap 20 responden maka diketahui hasil sebagai berikut: 10 butir pertanyaan pada
literasi keuangan dan 15 pernyataan dari alokasi pendapatan inilah yang merupakan isi dari
kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian. Berdasarkan dari hasil uji reliabilitas
menghasilkan nilai Cronbach’s Alpha dari literasi keuangan 0.662 dan dari alokasi pendapatan
0.773. Keduanya lebih besar dari 0.6 yang artinya data telah bersifat valid dan reliabel.

Alokasi Pendapatan Ibu Rumah Tangga yang Tidak Bekerja dan Ibu Rumah Tangga yang
Bekerja
Seorang ibu rumah tangga yang sebagian besar adalah pemegang roda keuangan rumah
tangga memiliki tanggung jawab yang tidaklah ringan. Ibu Rumah Tangga tetap harus cerdas
dalam mengalokasikan pendapatan rumah tangga yang dimilikinya baik dari pendapatan suaminya
bekerja maupun pendapatan gabungan antara keduanya, sehingga dapat memenuhi tujuan baik

untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah
membuat perencanaan keuangan untuk memprioritaskan kebutuhan mana yang harus terlebih
dahulu untuk dipenuhi dan mana yang harus dikesampingkan. Sehingga dalam implementasinya
tujuan keuangan baik jangka pendek maupun jangka panjang dapat terpenuhi.
Sebelumnya, ibu rumah tangga dapat dibedakan menjadi dua jenis. Pertama yaitu ibu
rumah tangga yang tidak memiliki suatu kegiatan yang menghasilkan uang di luar kehidupan
rumah tangga menjadikan sumber pendapatan rumah tangganya berasal dari suaminya. Kedua
adalah rumah tangga yang bekerja dapat menghasilkan uang di luar kehidupan rumah tangganya.
Sehingga di satu sisi mereka memiliki pendapatan tambahan di luar pendapatan suaminya sehingga
sumber penghasilan rumah tangganya berasal dari keduanya. Namun ada peluang bahwa dalam
ibu rumah tangga yang malah menjadi penopang ekonomi kehidupan rumah tangga tersebut.
Dengan perbedaan kedua jenis sumber pendapatan rumah tangga yang dimiliki oleh kedua
jenis ibu rumah tangga tersebut, dilakukan pengujian hipotesis mengenai proporsi pengalokasian
pendapatan rumah tangganya. Karena dengan perbedaan peran, diduga keudanya memiliki
pandangan yang berbeda dalam mengalokasikan pendapatan rumah tangganya. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan uji non parametric untuk uji beda rata-rata karena data
berdistribusi tidak normal sehingga dalam melakukan uji beda rata-rata pada alokasi pendapatan
menggunakan uji beda rata-rata mann-whitney.

Tabel 7
Hasil Uji Beda Rata-Rata
Proporsi Alokasi Pendapatan

Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2tailed)

Tabungan

1061.5
2336.5
-1.303

1248.5
2523.5
-0.011

1.04E+03
2.31E+03
-1.543

993.5
2268.5
-1.769

0.193

0.991

0.123

0.077**

Keterangan: *sig 0.05
**sig 0.1
Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2014)

Investasi

Alokasi
Pendapatan

Konsumsi

Hasil nilai signifikansi tentang alokasi pendapatan secara statistik diperoleh 0.077 < 0.1.
Dalam hal ini maka Ho ditolak yang artinya terdapat perbedaan dalam hal proporsi alokasi
pendapatan yang dilakukan antara ibu rumah tangga yang tidak bekerja dan ibu rumah tangga yang
bekerja. Sedangkan pada indikator alokasi pendapatan untuk konsumsi memiliki nilai signifikansi
0.193 yang menujukkan bahwa Ho diterima. Artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan
dalam proporsi yang dimiliki untuk mengalokasikan pendapatan rumah tangga untuk konsumsi.
Begitu pula dengan indikator tabungan memiliki nilai signifikansi 0.991 yang menujukkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam proporsi alokasi tabungan antara ibu rumah tangga
yang tidak bekerja dan ibu rumah tangga yang bekerja. Oleh karena sebagian besar ibu rumah
tangga menganggap bahwa tabungan itu penting untuk dimiliki sebagai motif berjaga-jaga dan
sebagain besar dari mereka memilih perbankan sebagai sarana untuk menabung. Kemudian
indikator yang terakhir adalah investasi memiliki nilai signifikansi sebesar 0.123. Dalam alokasi
pendapatan kedua ibu rumah tangga setuju pada pendapat bahwa investasi yang dilakukan dengan
tujuan untuk menghasilkan keuntungan.

Dari hasil penelitian ini, alokasi pendapatan ibu rumah tangga dalam aspek konsumsi tidak
menunjukkan perbedaan. Di samping keduanya melakukan penghematan, mereka juga berani
untuk harga yang tinggi demi memeroleh kualitas yang terbaik. Keduanya juga menganggap
bahwa tabungan penting untuk dilakukan dengan motif untuk berjaga-jaga.
Sedangkan dari investasi yang dilakukan dengan motif untuk memperoleh keuntungan
lebih banyak dilakukan oleh ibu rumah tangga yang bekerja. Sedangkan untuk ibu rumah tangga
yang tidak bekerja masih memiliki pemikiran yang konservatif takut pada resiko yang tinggi
dimana menjadikan investasi yang sebagian besar adalah aset riil sebagai simpanan yang dapat
digunakan untuk berjaga-jaga saja.
Sebaliknya ibu rumah tangga yang bekerja, dalam pergaulannya banyak wawasan yang
diperolehnya dan dengan sisi psikologisnya yang lebih kuat memiliki lebih banyak motivasi untuk
mencapai tujuan apapun yang diinginkannya. Jadi Ibu Rumah Tangga akan lebih memiliki ambisi
untuk meningkatkan kekayaannya dan salah satu yang dapat dilakukannya adalah melalui investasi
yang menghasilkan keuntungan. Selain itu ibu rumah tangga yang bekerja juga pasti akan
dihadapkan pada usia pensiunnya, sehingga Ibu Rumah Tangga dapat melakukan investasi sejak

dini agar kelak di masa pensiunnya tetap dapat menikmati kesejahteraan finansial selayaknya
tujuan setiap orang.
Selanjutnya untuk melihat lebih jelas perbedaan dalam alokasi pendapatan yang dilakukan
baik oleh ibu rumah tangga yang tidak bekerja dan ibu rumah tangga yang bekerja, dapat dilihat
presentase rata-rata alokasi pendapatan rumah tangga yang biasa dilakukan oleh Ibu Rumah
Tangga dalam tabel di bawah ini.
Tabel 9
Rata-Rata Alokasi Pendapatan Rumah Tangga
Alokasi
Pendapatan
Rumah
Tangga
Konsumsi
Tabungan
Investasi
Total

Ibu Rumah
Tangga yang
Tidak Bekerja
Presentase

Ibu Rumah
Tangga yang
Bekerja
Presentase

64.5%

61.4%

22.9%

22.4%

12.6%

16.2%

100.0%

100.0%

Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2014)
Aspek konsumsi merupakan alokasi terbesar dari pendapatan rumah tangga yang dimiliki
keduanya, sekitar 60%. Dengan proporsi alokasi pendapatan untuk konsumsi paling diprioritaskan,
baru mengalokasikan untuk kebutuhan nonpangan seperti kesehatan, pendidikan. Perbdaan
terdapat kembali pada prioitas untuk kebutuhan akan hiburan, perumahan, dan pakaian. Ibu rumah
tangga yang tidak bekerja akan memprioritaskan hiburan terlebih dahulu kemudian kebutuhan
akan perumahan dan yang terakhir dialokasikan untuk memperhatikan penampilan mereka yaitu
terkait dengan pakaian. Berkebalikan dengan ibu rumah tangga yang bekerja yang
memprioritaskan pakaian dimana dalam pergaulannya yang luas Ibu Rumah Tangga tetap harus
memperhatikan penampilan untuk dapat mengimbangi teman-temannya. Dan hiburan menjadi
prioritas terakhir dengan alasan dengan kesibukan yang dimiliki olehnya dan suaminya yang
bekerja membuat Ibu Rumah Tangga tidak memiliki banyak waktu luang unuk berekreasi sehingga
Ibu Rumah Tangga akan lebih memprioritaskan kebutuhan lainnya terlebih dahulu.
Dalam hal konsumsi kedua jenis ibu rumah tangga ini tidak menunjukkan perbedaan
karena di satu sisi, dalam data responden yang diperoleh dalam penelitian ini, jumlah tanggungan
anak yang dimiliki oleh ibu rumah tangga yang tidak bekerja lebih banyak dibandingkan ibu rumah

tangga yang bekerja, sehingga kebutuhan konsumsi untuk memenuhi kebutuhannya menjadi
semakin tinggi. Sedangkan dari sudut pandang ibu rumah tangga yang bekerja yang memiliki
pendapatan sendiri di samping mendapat pendapatan dari suaminya bekerja membuat Ibu Rumah
Tangga lebih merasa bebas dalam mengalokasikan pendapatannya. Selain itu, dengan
pergaulannya yang besar menjadikan Ibu Rumah Tangga pasti memiliki keinginan untuk
mengimbangi gaya hidup rekan-rekan kerjanya.
Kemudian jika dilihat dari jumlah pendapatan yang dimiliki ibu rumah tangga yang bekerja
dan jumlah gabungan pendapatan ibu rumah tangga yang bekerja beserta suaminya juga berada
pada strata yang sama. Oleh karena, ibu rumah tangga yang tidak bekerja, suaminya memiliki
pendapatan yang terbilang tinggi. Sedangkan ibu rumah tangga yang bekerja memiliki pendapatan
yang berada pada kelas menengah dan mayoritas suaminya juga berada pada kelas yang menengah.
Selanjutnya ibu rumah tangga juga telah menyadari pentingnya motif untuk berjaga-jaga
dengan memiliki tabungan. Dimana mayoritas ibu rumah tangga baik yang tidak bekerja maupun
yang tidak bekerja mengalokasikan sekitar 22% untuk ditabung dan sebagian besar dari mereka
menabung di bank. Tentu saja dengan alasan di bank lebih aman dan banyak fasilitas yang
memudahkan. Seperti menarik uang melalui ATM, mentransfer uang baik secara langsung
menggunakan e-banking ataupun m-banking, dan lain sebagainya.
Sedangkan untuk investasi, lebih banyak ibu rumah tangga yang bekerja yang
mengalokasikannya sekitar 16% dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang tidak bekerja yang
hanya sekitar 12%. Meskipun masih belum semua responden melakukan investasi dan kebanyakan
dari mereka hanya melakukan investasi pada aset riil saja.
Namun jika ditelusur lebih lanjut, perbedaan terdapat pada aspek konsumsi dan tabungan
meskipun perbedaan yang terjadi masih sangat tipis. Dimana ibu rumah tangga yang bekerja lebih
dapat meminimalisir alokasi pendapatan untuk konsumsi dan mengalokasikannya ke dalam
investasi. Oleh karena itu, hasil olahan data statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan
dalam mengalokasikan pendapatan antara ibu rumah tangga yang tidak bekerja dan ibu rumah
tangga yang bekerja. Dimana alokasi pendapatan yang dilakukan oleh ibu rumah tangga yang
bekerja lebih baik dibandingkan ibu rumah tangga yang tidak bekerja.

Tingkat Literasi Keuangan Ibu Rumah Tangga yang Tidak Bekerja dan Ibu Rumah
Tangga yang Bekerja
Dalam memaksimalkan proses implementasi perencanaan keuangan yang telah dilakukan
baik oleh ibu rumah tangga yang tidak bekerja dan ibu rumah tangga yang bekerja diperlukan
literasi keuangan baik menganai pengetahuan umum keuangan, simpanan dan pinjaman dana,
asuransi, dan investasi.
Dengan kedua jenis ibu rumah tangga tersebut dalam tingkat literasi keuangannya, ibu
rumah tangga yang bekerja selayaknya memiliki tingkat literasi keuangan yang lebih tinggi
dibandingkan ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Hal tersebut dikarenakan keberadaan ibu
rumah tangga dalam dunia kerja yang menjadikan pola pikirnya yang lebih terbuka dan memiliki
wawasan yang luas dan dinamis dengan semakin banyak Ibu Rumah Tangga bergaul dalam ruang
lingkup yang semakin luas dan lebih banyak variasi pergaulannya.
Selain itu menurut data karakteristik responden, faktor usia ibu rumah tangga yang tidak
bekerja lebih banyak yang berada di atas usia pensiun dibandingkan ibu rumah tangga yang
bekerja. Karena faktor usia terkadang membuat seseorang lebih memilih untuk bersikap
konservatif daripada harus belajar hal yang baru lagi. Sama halnya dalam literasi keuangan yang
meliputi pengeahuan umum, simpanan dan pinjaman dana, asuransi, dan investasi. Dimana aspek
investasi yang lebih banyak tidak diketahui oleh ibu rumah tangga yang bekerja.
Kemudian dari faktor pendidikan ibu rumah tangga yang bekerja juga rata-rata lebih tinggi
dibandingkan ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Oleh karena jika pendidikan yang dimiliki
semakin tinggi, maka bekal pengetahuan yang dimilikinya semakin banyak dan memiliki rasa
ingin tahu yang lebih tinggi untuk semakin memperluas wawasannya. Sehingga ibu rumah tangga
yang bekerja dalam lingkup pergaulannya yang lebih besar dalam dunia kerja menjadikan mereka
lebih memiliki wawasan yang luas dan memiliki keinginan untuk maju.
Hipotesis tersebut sesuai dengan hasil uji hipotesis statistik yang dilakukan dengan uji non
parametric untuk uji beda rata-rata 2 sample independent yang dipilih secara acak mengunakan
uji beda rata-rata mann whitney pada tabel di bawah ini.

Tabel 10
Hasil Uji Beda Rata-Rata
Literasi Keuangan
LiterasiKeuangan
Mann-Whitney U
891.5
Wilcoxon W
2166.5
Z
-2.517
Asymp. Sig. (2tailed)
0.012*
*sig 0.05
Sumber: Hasil Olahan Data Primer (2014)

Kategori untuk literasi keuangan mempunyai nilai signifikan 0.012 < 0.05 maka Ho ditolak
yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan tentang literasi keuangan antara ibu rumah tangga
yang tidak bekerja dan ibu rumah tangga yang bekerja. Kemudian untuk melihat perbedaannya
secara lebih mendetail dilakukan pembagian kategori tingkat literasi keuangan menjadi baik,
seda

Dokumen yang terkait