M01721

EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK SEBAGAI METODE
PENDAMPINGAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI PANTI ASUHAN

Wahyuni Kristinawati
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana
e-mail: [email protected]

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Berbagai alasan dan latar belakang menyebabkan anak harus tinggal di panti
asuhan: kemiskinan, penolakan atau perceraian orang tua, bencana alam, atau faktorfaktor lain. Tidak ada satupun dari alasan-alasan itu yang menunjukkan bahwa tinggal di
panti asuhan adalah pilihan bagi anak, hingga akhirnya anak terpaksa menghadapi situasi
yang tidak bisa dihindarinya.
Sebagai tempat di mana sejumlah besar anak dengan berbagai latar belakang
diasuh, berbagai keterbatasan fasilitas panti sangatlah mungkin ditemukan, tidak hanya
secara fisik, tetapi juga dalam hal perhatian, afeksi, kesempatan mengekspresikan diri,
dan lain-lain. Padahal tidak hanya pemenuhan kebutuhan fisik dan materi, setiap anak
juga membutuhkan dukungan untuk menjadi pribadi yang kuat dan

tangguh untuk


menghadapi keterbatasan kehidupan di panti. Ironisnya perkembangan terakhir
menunjukkan bahwa jumlah anak-anak yang terlantar semakin meningkat, sementara
hanya sebagian kecil dari mereka yang mampu ditampung di panti asuhan. Realitas juga
menunjukkan bahwa mereka yang beruntung untuk diasuh di panti asuhan tetap
menunjukkan perkembangan kepribadian dan penyesuaian sosial yang kurang
memuaskan.
Anak membutuhkan lingkungan dengan suasana positif yang bersifat terapeutik
yang membantu mereka menyelesaikan masa lalu yang buruk dan bersiap menghadapi
masa depan yang penuh tantangan. Namun demikian, banyak anak yang tinggal di panti
asuhan tidak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi perkembangan psikologisnya..
Pendampingan bagi mereka diharapkan mampu menjawab kebutuhan-kebutuhan

psikologis anak panti asuhan agar mereka mendapatkan perlakuan yang sesuai bagi
perkembangan fisik maupun psikologis dan sosial. Dengan demikian mereka relatif lebih
mampu hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat luas terutama setelah mereka harus
melampaui pasca terminasi (harus keluar dari lingkungan panti asuhan setelah mampu
hidup mandiri/setamat SMU). Salah satu bentuk pendampingan yang dapat dipilih untuk
dilakukan adalah konseling kelompok. Bentuk konseling ini memiliki beberapa
keuntungan dibandingkan konseling individual, antara lain: (a) efisiensi waktu (b)

meningkatkan peran konselee karena sesama anggota kelompok dapat saling memberi
saran dan feed back (c) komitmen konselee untuk mengubah diri memungkinkan
pantauan dari konselee yang lain.

Tinjauan Pustaka

Pada bagian berikut akan diuraikan tinjauan teoritis secara singkat terkait tema yang
akan dibicarakan lebih mendalam.
Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar. Secara fisik kebutuhan anak usia SD adalah
gizi kesempatan olah gerak. Dengan gizi dan kesempatan pendidikan yang memadai,
anak dapat berkembang dengan memadai secara kognitif tetapi harapan orang dewasa
(guru,orang tua) memberi pengaruh yang cukup besar terhadap prestasi belajar (Papalia,
Olds, dan Feldman, 2004). Dalam relasi anak dengan teman sebaya, anak membentuk
kelompok dengan teman yang memiliki usia dan status sosioekonomi yang setara karena
berpengaruh pada minat dan tingat ketrampilan. Anak laki-laki cederung bermain dengan
anak laki-laki dan sebaliknya (Hartup dalam Papalia, Olds, dan Feldman, 2004). Pada
usia ini persahabatan merupakan ha penting karena anak dapat belajar kerja sama dan
komunikasi, belajar tentang diri sendiri dan orang. Anak yang nyaman dengan dirinya
sendiri lebih mudah bersahabat dengan orang lain (Necomb dan Bugwell dalam Papalia,
Olds, dan Feldman, 2004). Menurut Coei dan Dodges (dalam Papalia, Olds, dan Feldman,

2004) agresivitas cenderung menurun pada usia ini dan berubah bentuk dari hostile
aggression menjadi agresi instrumental.

Konseling Kelompok. Konseling kelompok adalah konseling yang melibatkan sejumlah
kecil individu, umumnya 6-10 orang yang secara periodik bertemu bersama-sama dengan
satu atau lebih konselor untuk membicarakan perjuangan dan permasalahan yang

dihadapi. Ketika seseorang bergabung dalam kelompok dan berinteraksi secara bebas,
mereka cenderung membawa permasalahan kepada kelompok dan akan memperoleh
dukungan

dan

bantuan

dari

sesama

anggota


kelompok

yang

lain

(http://

www.nsu.edu/counseling center/services/group counseling.html).
Konseling kelompok dapat menjadi salah satu metode pendampingan bagi anak
panti asuhan. Tujuan utama konseling kelompok adalah mencapai perubahan, yaitu cara
baru daam menjadi diri sendiri, berelasi, dan berinteraksi dengan orang lain. Tujuan
individual dalam terapi konseling kelompok dapat bervariasi tetapi semuanya bermuara
pada harapan untuk berubah kea rah yang lebih baik (Conyne dalam Posthuma, 2002).
Di dalam kelompok anak dapat:





Belajar bagaimana ia diterima orang lain



Menemukan bahwa bukan ia tidak sendirian dalam menghadapi masalah



keputusan dan menyelesaikan masalah





Mengalami penerimaan dan dimiliki

Mendengar ide dari orang lain yang akan meningkatkan kemamapuan membuat

Belajar mengekpresikan perasaan dan ide yang konstruktif pada orang lain.
Memperoleh


dorongan

dengan

mengobservasi

kesuksesan

orang

lain.

(http://www.ncsu.edu/counseling_center/services/group_counseling.html).
Penelitian yang dilakukan psikolog, sosiolog, dan psikiater menemukan bahwa
kelompok kecil memberi suasana terapi dan memiliki kekuatan untuk menyembuhkan
(Howe dan Schwartzberg dalam Posthuma, 2002).

Rumusan Masalah


Berdasar uraian di atas, masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana efektivitas konseling kelompok sebagai metode pendampingan anak usia
Sekolah Dasar di Panti Asuhan?

METODE PENELITIAN
Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian aksi berupa konseling kelompok yang
masing-masing terdiri dari 7-9 orang. Secara keseluruhan terdapat enam kelompok.

Pertemuan konseling kelompok dilakukan dalam periode mingguan selama enam kali
pertemuan. Setiap pertemuan berlangsung 1 – 2 jam.
Setiap kelompok bekerja dengan satu konselor dan dua pendamping yang juga
berfungsi sebagai pengamat. Pada setiap pertemuan perilaku dan ucapan anggota
kelompok dicatat oleh pengamat dalam jurnal harian. Jurnal harian ini direkapitulasi pada
akhir seluruh pertemuan untuk memperoleh perubahan kualitatif kelompok dan individu
di dalam kelompok.

Subjek Penelitian


Subjek dalam penelitian ini adalah 38 anak usia 6- 14 tahun yang tinggal di
sebuah Panti Asuhan di Kabupaten Semarang, terdiri dari 20 anak laki-laki dan 18 orang
anak perempuan, semuanya duduk di bangku Sekolah Dasar. Di antara subjek, empat (4)
anak di antaranya merupakan anak pengasuh panti sendiri. Selanjutnya sebagian anak
masih memiliki ayah atau ibu, tetapi hanya sebagian kecil yang masih bertemu dengan
orang tua secara teratur. Separuh dari anak-anak ini tinggal di panti karena orang tua
tidak mampu membiayai kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak, sementara sebagian
lain memang tidak mengenal ayah dan/atau ibu sejak lahir.

Gambaran Panti Asuhan

Panti asuhan ini adalah sebuah panti milik pribadi yang dikelola secara
kekeluargaan. Penghuni panti keseluruhan sekitar 400 orang terdiri dari usia bayi, anak,
remaja, dewasa, dan lanjut usia yang berasal dari berbagai daerah baik dari Jawa maupun
pulau lain (Sulawesi, Ambon, Papua, dll.). Pembagian kamar di panti asuhan diatur
sesuai usia dan jenis kelamin. Untuk anak usia SD, dalam setiap kamar terdapat sekitar 78 anak dengan satu pengasuh.
Dengan luas panti yang cukup luas, ruang gerak anak-anak cukup memadai meski
belum dapat dikatakan leluasa. Fasilitas yang ada di panti asuhan ini adalah sebuah ruang
komputer (terdapat 9 buah komputer di dalamnya), sebuah perpustakaan kecil, telepon
panti yang bagi anak hanya boleh digunakan untuk menerima telepon dari luar panti, dan

ruang aula berkapasitas 100 orang.

Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh melalui proses aktivitas partisipatoris (diskusi
kelompok, berbagai permainan) dan observasi. Data observasi dicatat oleh pengamat
yang bertindak sebagai pengamat partisipan.

Analisis Data

Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dengan tahap-tahap sebagai berikut:
(1) Organisasi data mentah yaitu catatan lapangan berupa jurnal harian
(2) Content analysis dengan intepretasi pemahaman teoritis (Poerwandari, 2007).

HASIL DAN BAHASAN

Berdasar hasil analisis data diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Dimensi Kelompok


Iklim dan Interaksi dalam Kelompok. Suasana kegiatan yang menyenangkan
merupakan kunci perubahan perilaku anak. Menyenangkan yang dimaksudkan di sini
bukanlah anak yang selalu gembira dan tertawa. Pada banyak kesempatan, anak
menangis dan marah, tetapi yang perlu ditekankan adalah menimbulkan keyakinan pada
anak bahwa semua perasaannya diterima terlebih dahulu, baru kemudian didiskusikan.
Jenis Kegiatan. Permainan merupakan aktivitas yang paling disukai anak. Oleh karena
ini penggunaan permainan sebagai aktivitas pembuka maupun aktivitas utama secara
umum dapat diterima anak. Aktivitas yang muncul dalam proses pendampingan adalah
sebagai berikut: (1) Aktivitas yang mengekspresikan emosi, yaitu menggambar,
menceritakan gambar, bermain peran, menulis surat. Sejauh mana anak mengekspresikan
emosinya sangat tergantung pada kesediaannya membagi diri dan keterbiasaan terhadap
aktivitas yang dilakukan. Misalnya dalam aktivitas menulis surat pada orang yang
dirindukan, anak yang kurang suka menulis ide akan mengalami lebih banyak kesulitan
untuk menulis surat. Selanjutnya sebagian anak yang tidak pernah bertemu dengan ayah
dan ibunya mengalami kesulitan mengungkapkan perasaan dan cenderung menulis surat
pada ayah atau ibu pengganti, dan ada satu anak yang menolak sama sekali untuk menulis

surat. (2) Mendengarkan. Mendengarkan merupakan aktivitas yang sulit dilakukan anak.
Anak-anak dari para pengasuh relatif lebih mampu mengendalikan emosinya, sementara
anak-anak yang tidak pernah bertemu orang tua lebih haus akan perhatian dan lebih sulit

untuk mendengarkan. (3) Memberi komentar. Pada setiap kelompok selalu ada anak
yang cenderung memberi komentar negatif dan menjatuhkan. Umumnya reaksi negatif
ditujukan kepada anak lain yang juga memiliki masalah pengendalian diri, sedangkan
anak yang tenang tidak memancing sekaligus tidak mudah terpancing dengan komentar
negatif teman sebayanya. (4) Permainan kompetisi. Permainan kompetisi selalu diikuti
dengan semangat karena anak mengejar hadiah. Pada permainan semacam ini selalu
ditemui anak yang curang demi menjadi pemenang. Secara umum anak sulit menghargai
kesuksesan orang lain sehigga mereka lebih mengharapkan tidak ada pemenang jika
bukan ia sendiri pemenangnya. (5) Hadiah (reward). Reward memiliki kekuatan besar
bagi anak panti asuhan. Reward yang paling mereka harapkan adalah makanan, sesuai
pula dengan konfirmasi pengasuh. Dalam proses yang selanjutnya didapati bahwa
sentuhan fisik (pelukan, elusan di kepala) memberi pengaruh besar pada anak semua usia.
(6) Rasio anak dan pendamping. Pendamping konselor mutlak perlu pada aktivitas
konseling kelompok karena sebagian anak panti asuhan memiliki masalah emosi yang
perlu ditangani. Jumlah anggota kelompok 7 s/d 9 anak dirasa masih terlalu besar. Hal ini
selaras dengan pendapat Posthuma (2002) yang merekomendasi jumlah anak 4 s/d 6 anak
per kelompok pada kelompok anak bermasalah.

Dimensi Individu

Pada dimensi ini pembahasan dibagi menjadi dua bagian yaitu perilaku yang tetap
bertahan selama proses konseling (tidak berubah), dan perilaku yang berubah secara
positif setelah proses konseling.
Perilaku yang Dipertahankan Anggota Kelompok. Perilaku yang dipertahankan
anggota kelompok selama proses konseling adalah (1) Perilaku agresif. Masalah emosi
yang paling sering terjadi adalah luapan agresivitas, yaitu agresi bermusuhan yang
sifatnya verbal. Agresi pada anak awal sekolah dasar mudah meletup tetapi mudah
dikendalikan, sedangkan pada anak kelas IV SD agresi mudah muncul tetapi lebih
bertahan dan sulit dikendalikan. Hal ini terjadi karena sebagian besar anak-anak yang

lebih besar memiliki kebiasaan mengucapkan kata-kata kotor sehingga menjadi model
buruk bagi anak usia sekolah dasar ini. Anak yang tidak pernah mengenal siapa orang
tuanya memiliki masalah emosi yang lebih kompleks dari pada anak lain yang mengenal
atau masih berhubungan dengan orang tuanya. Nampaknya, walaupun tidak disadari,
anak-anak tanpa orang tua ini tidak mendapatkan significant other sebagai pengganti
orang tua sehingga memunculkan permasalahan yang mencerminkan penolakan mereka
atas diri sendiri. (2) Tingkat toleransi yang rendah. Anak panti asuhan yang menjadi
subjek penelitian ini hampir semua mengalami kesulitan bersikap sportif dan menghargai
keberhasilan orang lain. Mereka cenderung lebih mudah mengejek daripada memuji,
memukul dan bersikap bermusuan ; hal ini tidak sesuai dengan pendapat Coei dan
Dodges (dalam Papalia, Olds, dan Feldman, 2004) yang menyatakan bahwa agresivitas
cenderung menurun pada usia sekolah dasar.

Perilaku Yang Berubah

Perubahan perilaku yang muncul selama proses konseling pada anak peserta
konseling kelompok adalah sebagai berikut :

(1) Menerima emosi pribadi. Pada

sebagian anak, latihan memberi nama pada perasaan, mengenali perasaan yang muncul,
dan menyampaikan pada orang lain ternyata dapat bertahan pada hari-hari di luar
konseling. (2) Interaksi Sosial. Interaksi sosial satu sama lain sudah terjalin dengan baik,
meski pada usia tertentu anak masih malu berinterkasi dan bekerjasama dengan lawan
jenisnya. Beberapa anak yang memiliki masalah dengan teman yang lain menampkakkan
penerimaan yang lebih baik satu dengan yang lain. Pada ‘anak-anak sulit masih
diperlukan pendekatan interpersonal yang lebih baik, mereka masih membutuhkan
dorongan untuk mengungkapkan perasaannya secara asertif dan tidak perlu mencari
perhatian secara berlebihan. Hal ini akan lebih memungkinkan dicapai apabila konseling
kelompok dilakukan pula bersama pendampingan atau konseling individual. (3)
Partisipasi dalam kelompok. Meski perilaku berpartisipasi sangat dipengaruhi suasana
yang dibangun masing-masing individu, partisipasi peserta secara umum cenderung
meningkat pada pertemuan pertama hingga pertemuan berikutnya. Sedangkan perilaku
tidaka berpasrtipasi masih bertahan pada sebagian kecil individu yaitu pada mereka yang

merasa kedatangannya ke konseling kelompok adalah keharusan dan keterpaksaan, dan
pada mereka yang mengalami gangguan konsentrasi

Efektivitas Konseling Kelompok sebagai Metode Pendampingan Anak Panti Asuhan
Usia Sekolah Dasar.

Pada dasarnya sebagai anak, perhatian dan kasih sayang adalah kebutuhan utama
anak-anak ini. Pada anak-anak tanpa orang tua, kebutuhan ini bahkan lebih besar dari
bentuk paling sederhana seperti disentuh, dielus, hingga didengar pendapatnya.
Konseling kelompok memungkinkan terpenuhinya kebutuhan anak akan interaksi sosial
satu sama lain, sekaligus sebagai kesempatan bagi anak untuk mengalami pengalaman
positif, pujian, dimengerti perasaannya, didengar dan mendengar. Namun demikian enam
kali sesi terasa singkat baik bagi anak maupun konselor, data yang diungkap juga terbatas
pada apa yang muncul meski disumsikan bahwa kesederhanaan dan kelugasan anak
membuat mereka bereaksi wajar sejak pertemuan pertama hingga pertemuan terakhir.
Masalah emosi terdeteksi pada beberapa anak, sedangkan pada anak-anak lain yang
nampaknya relatif bebas dari masalah emosi, tidak berarti tidak ada masalah tetapi tetap
perlu pengamatan di masa yang akan datang.
Proses konseling pada anak usia ini tidak mungkin dilakukan tanpa media bantú.
Perlu diperhatikan pula alokasi waktu. Sejauh ini durasi 1 jam dianggap cukup efektif
untuk anak kelas awal, dan lebih meningkat pada kelas lebih tinggi. Walaupun antusias
anak sangat tinggi pada kegiatan aktivitas, masih perlu dicari cara paling efektif untuk
menyampaikan pesan dari tiap aktivitas itu.
Pada usia awal sekolah dasar (kelas 1 SD), proses penanaman nilai lebih
dimungkinkan terjadi dalam interaksi konselor atau pendamping dengan anak, belum
antar anak sebagaimana seharusnya terjadi dalam konseling kelompok. Pada kelas 4,5,
dan 6 barulah silang pendapat antar anak dapat lebih banyak terjalin meski lebih optimal
terjadi pada anak yang tenang emosi dan kemampuan kognitif yang cukup baik.

KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasar analisis data yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa konseling kelompok
merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam pendampingan anak panti

asuhan, namun akan lebih efektif dilakukan pada anak usia 9 tahun ke atas. Rasio
konselor dengan jumlah anggota per kelompok disarankan 1 : 4-6 orang sehingga
perhatian konselor dapat menjangkau semua anak. Selain rasio, variasi aktivitas dan
kejelian pengamat merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Jumlah pertemuan
per kelompok dapat dipertimbangkan sesuai tujuan konseling.
Selain pengelompokan berdasar usia, bisa dilakukan pula pengelompokan anak
berdasar jenis masalah sehingga tema yang diangkat dalam konseling kelompok akan
lebih terfokus.

DAFTAR PUSTAKA

Djiwandono, S.E.W., (2005). Konseling dan Terapi dengan Anak dan Orang Tua .
Jakarta: Grasindo.
Papalia, D.E., Olds, S.W., dan Feldman, R.D. (2004). Human Development. Edisi
sembilan. Boston: McGraw-Hill.
Poerwandari, K.E. (2007). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Jakarta: LPSP3, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Posthuma, B.W., (2002). Small Groups in Counseling and Psychoterapy: Process and
Leadership. Boston: Allyn and Bacon.
http://www.ncsu.edu/
Nonfolk State University. Group Counseling. Online:
counseling_center/services/group counseling.html diunduh tanggal 1 Agustus
2009.

Dokumen yang terkait