M01449
                                                                                1
ALOKASI DANA, KEPRIBADIAN DAN FAKTOR
DEMOGRAFIS TERHADAP IMPULSIVE BUYING
(Studi pada Guru bersertifikasi di Jepara)
Sara Fransisca Setiawan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Linda Ariany Mahastanti
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRACT
The purpose of this study is studying the influence between allocation of funds,
personality (conscientiousness), income, age, against impulsive buying. The
methods used in this research is quantitative methods by means of spreading
questionnaires to teachers who have been certified in Jepara district as much as 97
respondents. Techniques used in taking sampling was Simple Random Sampling.
To analysis the primary data, used regression test . The result of this research shows
that personality (conscientiousness) has significant influence to impulsive buying
behavior of certified teachers in the district of Jepara. While the allocation of funds,
income, and age did not have significant influence to impulsive buying behavior of
certified teachers in the district of Jepara.
Keywords:
allocation of funds, personality (conscientiousness), income, age,
and impulsive buying
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini banyak sorotan masyarakat yang ditujukan kepada guru. Sejak
tahun 2008 terdapat peraturan bahwa guru yang sudah mendapatkan sertifikasi
berhak menerima tambahan insentif satu kali gaji pokok setiap bulannya. Semula
gaji guru pas-pasan sekarang menjadi lebih tinggi dibanding penghasilan pegawai
negeri lainnya. Sebenarnya kenaikan insentif tersebut tidak melekat begitu saja
kepada guru, akan tetapi lebih condong ke penghargaan pemerintah yang diberikan
kepada guru.
Akan tetapi, program sertifikasi guru yang mengalami kenaikan gaji ini malah
dijadikan sebagai proyek pendapatan kekayaan tanpa tuntutan kinerja yang lebih
baik (pemudapembaharu.wordpress.com). Kenaikan gaji yang diberikan tersebut
membuat guru memiliki pola hidup yang cenderung lebih konsumtif, sehingga
2
jumlah gaji sebesar apapun akan habis untuk pengeluaran konsumtif
(www.sinarharapan.com).
Perilaku konsumtif erat kaitannya dengan perilaku impulsive buying yang saat ini
kerap dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Perilaku impulsive buying merupakan
pembelian barang - barang yang tidak direncanakan terlebih dahulu
(Rook&Fisher,1995). Banyak orang meyakini bahwa pembelian impulsif pada
dasarnya dapat dikategorikan sebagai perilaku yang salah, tetapi bukti dilapangan
menunjukkan bahwa banyak pembelian atas serangkaian produk yang dibeli atas
dasar pembelian impulsif (Gutierrez, 2004).
Berdasarkan pada beberapa fakta serta penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa memang benar jika terjadi kenaikan pendapatan pada seseorang maka akan
menyebabkan orang tersebut menjadi lebih konsumtif yang kemudian mendorong
kearah perilaku impulsive buying. Hal ini diduga dapat terjadi karena adanya
ketidakmampuan seseorang dalam mengelola kondisi keuangannya saat terjadi
kenaikan pendapatan secara tiba-tiba.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan pembelian impulsif
menurut Loudon&Bitta (1993) yaitu meliputi : produk, pemasaran dan marketing,
serta karakteristik individu yang termasuk didalamnya adalah kepribadian individu.
Kepribadian merupakan respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan
(Engel & Blackwell, 1995). Abdul Rafi (2004) menyatakan bahwa kepribadian
adalah sifat dan tingkah laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang
lain, integrasi karakteristik dari struktur-struktur pola tingkah laku, minat,
pendirian, kemampuan dan potensi yang dimiliki seseorang, segala sesuatu
mengenai diri seseorang sebagaimana diketahui oleh orang lain. Kepribadian
individu akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan keputusan dalam membeli
(Anwar, 2005).
Maenpa dan Dittmar (dalam Buendicho, 2003), mengusulkan
bahwa identitas kepribadian dapat dihubungkan dengan pembelian impulsif.
Pada penelitian ini akan menggunakan metode pengukuran kepribadian
berdasarkan dimensi big five personality yang sebelumnya telah dilakukan oleh
Mostafa, dkk (2013), yaitu terdiri dari neuroticism, extraversion, openness,
agreeableness, dan conscientiousness. Berdasarkan penelitian tersebut hanya ada
dua dimensi yaitu extraversion dan agreeableness yang dapat berpengaruh terhadap
pembelian impulsif. Disamping itu berdasarkan karakteristik – karakteristik yang
ada ternyata tidak semua dimensi memiliki hubungan dengan perilaku impulsive
buying. Hanya ada satu dimensi, yaitu dimensi conscientiousness yang dianggap
memiliki karakteristik yang dapat memiliki hubungan dengan impulsive buying.
Oleh karena itu, pada penelitian ini ingin mencoba menguji kembali bagaimana
pengaruh kepribadian yang diukur berdasarkan big five personality, khususnya
dimensi conscientiousness terhadap impulsive buying dengan menggunakan
sampel yang berbeda.
3
Kemudian selain faktor kepribadian, faktor internal lainnya yang tergolong dalam
faktor demografis yang dapat berpengaruh terhadap pembelian impulsif adalah usia
dan pendapatan (Mulyono, 2013). Beberapa penelitian mengatakan bahwa semakin
tua usia seseorang, maka semakin rendah pula kecenderungan mereka untuk
melakukan pembelian impulsif. Sebagian besar dari mereka biasanya telah
memiliki perencanaan yang matang sebelum melakukan pembelian dan juga
biasanya mereka lebih memilih menggunakan pendapatnnya untuk ditabung.
Kemudian jika dilihat dari sisi pendapatan, adalah hal yang wajar jika seseorang
yang berpenghasilan tinggi akan cenderung lebih impulsif. Dalam penelitian Babin
(2011) (dalam Pattipeilohy & Rofiaty,2013) menyatakan bahwa pendapatan
menjadi variabel penting yang dapat menciptakan pembelian impulsif. Namun,
penelitian yang dilakukan oleh Babin (2011) bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Maymand & Ahmadinejab (2011) yang menyatakan bahwa tidak
ada pengaruh antara pendapatan terhadap pembelian impulsif.
Setelah seseorang menerima dana dari pendapatan pribadinya, hal lain yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana cara dalam melakukan pengalokasian dana dari
pendapatan tersebut. Bagaimanapun pengalokasian dana pribadi merupakan
sebuah kenyataan yang harus dihadapi oleh tiap individu dalam kehidupan seharihari. Kemampuan dalam melakukan alokasi dana yang baik akan membuat
seseorang mendapatkan manfaat maksimal dari pendapatan yang dimilikinya saat
ini serta menjauhkan seseorang dari sifat konsumtif yang erat kaitannya dengan
perilaku impulsive buying (Haning, 2012).
Penelitian ini akan mengambil obyek guru yang sudah bersertifikasi yang berada
diwilayah Kabupaten Jepara. Hal ini dikarenakan fenomena tersebut terjadi dikota
Jepara dan sebagian besar guru di Jepara telah memperoleh sertifikasi. Berdasarkan
uraian latar belakang diatas, maka persoalan yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah :
1.
2.
3.
4.
Apakah dimensi conscientiousness berpengaruh terhadap impulsive buying ?
Apakah usia berpengaruh terhadap impulsive buying ?
Apakah pendapatan berpengaruh terhadap impulsive buying ?
Apakah alokasi dana berpengaruh terhadap impulsive buying ?
TINJAUAN PUSTAKA
Impulsive Buying
Konsep mengenai pembelian impulsif (impulsive buying) dan pembelian tidak
direncanakan (unplanned buying) oleh beberapa peneliti dianggap tidak ada
perbedaan. Unplanned buying merupakan suatu tidakan pembelian yang dibuat
tanpa direncanakan terlebih dahulu sebelumnya atau keputusan pembelian pada saat
berada didalam toko (Engel&Blacwell, 1995).
4
Menurut Loudon&Bitta (1993) pembelian impulsif merupakan pembelian yang
tidak direncanakan secara khusus. Pembelian impulsif sering diidentikkan dengan
pembelian yang dilakukan dengan tiba-tiba dan tidak direncanakan, dilakukan
ditempat kejadian, dan disertai dengan timbulnya dorongan yang besar serta
perasaan senang dan bergairah (Rook&Fisher, 1995). Perilaku pembelian ini
dikaitkan dengan pembelian yang tidak memikirkan konsekuensi teradap barang
yang telah dibeli, misalnya uang yang dihabiskan untuk pembelian barang yang
sebenarnya tidak diperlukan.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
impulsive buying merupakan salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana
perilaku pembelian ini berhubungan dengan adanya dorongan yang menyebabkan
konsumen melakukan pembelian dengan tidak melakukan perencanaan
sebelumnya, serta terjadi dengan cepat dan spontan.
Kepribadian
Kepribadian adalah gaya hidup individu atau cara yang karakteristik mereaksinya
seseorang terhadap masalah-masalah hidup, termasuk tujuan hidup (Chaplin, 2001).
Big five personality merupakan salah satu teori yang menggambarkan kepribadian
individu yang terdiri dari lima dimensi. Kelima dimensi ini mewakili karakteristikkarakteristik khas yang terdapat dalam diri individu. Big Five Personality oleh
Costa & McRae dibuat berdasarkan pendekatang yang lebih sederhana. Dalam hal
ini peneliti berusaha untuk menemukan unit dasar kepribadian seseorang dengan
menganalisa bahasa yang digunakan sehari-hari, yang mudah untuk dimengerti baik
oleh para psikolog maupun masyarakat awam (Pervin, 2005).
Kelima dimensi yang tersusun dalam Big Five Personality menurut Costa & McRae
(1997) adalah sebagai berikut : Neuroticisim yang mencakup perasaan-perasaan
negatif, seperti kecemasan, kesidihan, mudah marah, dan tegang. Openness to
Experience yang menelaskan tentang keleluasaan, kedalaman, serta kompleksitas
dari aspek mental dan pengalaman hidup. Extraversion dan Agreeableness yang
mencakup tentang sifat-sifat interpersonal, yaitu mengenai apa yang dilakukan
seseorang dengan dan kepada orang lain. Dimensi yang kelima sekaligus menjadi
yang terakhir adalah Conscientiousness yang menjelaskan perilaku mengenai
pencapaian tujuan serta kemampuan untuk mengendalikan dorongan yang
diperlukan dalam kehidupan sosial.
Berdasarkan kelima dimensi yang terdapat didalam Big Five Personality tidak
semua dimensi dapat dikatakan memiliki hubungan dengan impulsive buying.
Dimensi yang dianggap paling memiliki hubungan dengan impulsive buying dan
sekaligus akan digunakan untuk mengukur kepribadian dalam penelitian ini adalah
dimensi Conscientiousness. Hal ini dikarenakan dimensi Conscientiousness
menjelaskan tentang kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya.
5
Conscientiousness merupakan salah satu dimensi dari big five personality yang
dikembangkan oleh Mowen (2000), dimana beliau mengungkapkan bahwa
Conscientiousness kepribadian dasar seseorang yang tercermin dalam tindakan
yang terorganisir, teliti dan rapi, suka bekerja keras dan juga dapat dipercaya.
Conscientiousness menggambarkan orang-orang yang teratur, terkontrol,
terorganisasi, ambisius, terfokus pada pencapaian, dan memiliki disiplin diri (Feist
and Feist, 2010). Menurut John and Srivastava (1999), Conscientiousness
menggambarkan suatu kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum
bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana,
terorganisir, dan memprioritaskan tugas.
Dalam konteks keuangan, Conscientiousness merupakan kepribadian dasar
seseorang yang menunjukkan pertimbangan mendalam sebelum menggunakan
uang yang dimilikinya atau dapat dikatakan cenderung untuk berpikir sebelum
bertindak. Conscientiousness menunjukkan preferensi perilaku yang terencana
daripada perilaku spontan.
Sehingga berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
conscientiousness dalam penelitian ini adalah kepribadian dasar seseorang yang
tercermin dalam tindakan yang terorganisir, teliti dan rapi, suka bekerja keras dan
juga dapat dipercaya. Conscientiousness menggambarkan orang-orang yang
teratur, terkontrol, terorganisasi, ambisius, terfokus pada pencapaian, dan memiliki
disiplin diri, , berpikir sebelum bertindak, serta memprioritaskan tugas.
Faktor Demografis
Demografis merupakan suatu studi yang mempelajari karakteristik, sikap, dan
perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya jenis kelamin,
status pendidikan, usia dan pendapatan (Robb&Sharpe, 2009). Faktor demografis
ini biasanya akan berpengaru terhadap perilaku seseorang, termasuk dalam perilaku
keuangan. Pria dianggap memiliki pengetahuan yang lebih tentang uang dan lebih
percaya diri dalam kecerdasan finansial mereka jika dibandingkan dengan wanita.
Kemudian jika dilihat dari sisi usia, seseorang yang berusia tua cenderung suka
menabung dari pada membelanjakan uangnya untuk berbagai kebutuhan yang
siatnya kurang penting, sehingga dapat dikatakan bahwa kecenderungan pembelian
impulsif mereka rendah. Berbeda dengan orang berusia muda yang masih
menyukai perilaku konsumtif yang erat kaitannya dengan pembelian impulsif.
Alokasi Dana
Pengelolaan pendapatan merupakan proses meramalkan, mengumpulkan,
mengeluarkan, menginvestasikan, dan merencanakan kas yang diperlukan oleh
perusahaan maupun individu agar dapat beroperasi dengan lancar
(Zimmerere&Scarborough, 2008). Menurut Ayoeb (2008) dalam Yulis (2010)
menjelaskan bahwa pengelolaan pendapatan merupakan sebuah proses bagaimana
individu memenuhi kebutuhan hidupnya melalui pengelolaan sumber-sumber
6
pendapatannya secara tersusun dan sistematis.
Pengelolaan pendapatan
menyangkut bagaimana kita mengelola pendapatan yang ada untuk mendapatkan
suatu penghasilan yang maksimal atau disebut dengan manajemen keuangan.
Penelitian ini akan berfokus kepada bagaimana menggunakan dana (allocation of
funds). Alokasi pendanaan yang baik dilakukan dengan membiasakan membuat
anggaran pengeluaran setiap bulan, menentukan dan menetapkan tujuan serta tugas
masing-masing keuangan, melakukan kegiatan keuangan sesuai dengan besaran
jumlah pendapatan, dan yang tak kalah penting adalah dapat memisahkan antara
kebutuhan dan keinginan.
Setiap orang bekerja untuk memperoleh pendapatan, yang nantinya dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Masassya (2006), pada
umumnya penggunaan dana dialokasikan untuk tiga komponen utama, yaitu:
1.
Konsumsi
Konsumsi merupakan bagian dari pendapatan yang dibelanjakan untuk
pembelian barang dan jasa guna mendapatkan kepuasan dan memenuhi
kebutuhan hidup ( Deliarnov, 1995 ). Konsumsi terdiri dari barang tidak tahan
lama (non durable goods), seperti makanan dan pakaian. Yang kedua adalah
barang tahan lama (durable goods) atau barang yang memiliki usia panjang,
seperti mobil, televisi, alat-alat elektronik, ponsel, dan lain sebagainya. Dan
yang ketiga adalah jasa (services) seperti jasa potong rambut dan berobat ke
dokter. Menurut pandangan klasik prioritas konsumsi seharusnya didasarkan
pada skala kebutuhan, yaitu terdiri dari kebutuhan primer (pangan, sandang dan
papan), kebutuhan sekunder (kendaraan, fasilitas komunikasi, hiburan dan lain
sebagainya), lalu yang terakhir adalah kebutuhan tersier (kendaraan mewah,
wisata ke luar negeri, dan lain sebagainya). Keputusan pembelian hendaknya
didasarkan pada logika yang sehat, bukan pada emosi semata. Prinsip yang
seharusnya digunakan dalam pembelian barang dan jasa adalah belilah barang
dan jasa yang memang dibutuhkan (need), bukan yang diinginkan (want).
2.
Tabungan
Tabungan merupakan bagian dari pendapatan yang tidak digunakan untuk
konsumsi (Samuelson & Nordhaus, 1996). Bagian dari pendapatan yang
dialokasikan untuk kegiatan tabungan pada umunya digunakan untuk
kepentingan berjaga-jaga dan spekulasi.
Tabungan pada umumnya
ditempatkan di bank dalam bentuk rekening ang sewaktu-waktu dapat
dicairkan ketika kita membutuhkan. Menurut Kapoor (2001) ada enam faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam rencana pemilihan tabungan, yaitu : tingkat
pengembalian, inflasi, pertimbangan yang berkenaan dengan pajak, likuiditas,
keamanan, serta pembatasan-pembatsan dan fee.
3.
Investasi
7
Investasi merupakan penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang
dimiliki dan biasanya berjangka aktu lama dengan harapan mendapatkan
keuntungan dimasa yang akan datang (Sunariyah, 2003). Banyak instrument
yang dapat dipilih oleh individu untuk kegiatan investasi baik dalam bentuk
aset riel (tanah, property dan real estate serta emas) maupun dalam bentuk aset
keuangan (saham, obligasi, sertifikat deposito dan reksa dana). Ada lima faktor
yang mempengaruhi pilihan investasi, yaitu : keamanan dan resiko, komponen
faktor resiko, pendapatan investasi, pertumbuhan investasi, dan likuiditas
(Kapoor, 2001). Salah satu prinsip dari investasi adalah high risk high return.
Sedangkan perilaku yang harus dihindari saat melakukan investasi adalah
ketamakan dan ketakutan.
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Dimensi Conscientiousness terhadap Impulsive Buying
Dimensi Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial,
berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma,
terencana terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Individu yang memiliki sifat
berpikir sebelum bertindak sangat memperhatikan langkah-langkah yang diambil
terutama dalam melakukan pembelian. Individu ini sangat berhati-hati dalam
memilih segala sesuatu yang akan ia beli. Orang-orang dengan dimensi ini
memiliki tujuan dan perencanaan yang matang akan sesuatu. Hal ini dapat
dikatakan berhubungan dengan kecenderungan pembelian impulsif.
Rook (1995), mengatakan pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak
terencana. Individu yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi
akan melakukan pembelian dengan tidak terencana. Hal ini berhubungan negatif
dengan dimensi conscientiousness, dimana orang-orang dengan dimensi ini
memiliki perencanaan pada setiap tindakan yang akan dilakukan. Orang-orang
dengan dimensi ini memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang rendah
(Verplanken & Herabadi, 2001). Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang
dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
H1: Dimensi conscientiousness berpengaruh negatif terhadap impulsive
buying.
Pengaruh Usia terhadap Impulsive Buying
Seseorang dengan usia tua biasanya akan cenderung suka menabung dan
menghindari perilaku boros sehingga mencerminkan bahwa mereka bukan pembeli
impulsif. Sebagian besar orang tua memiliki perencanaan keuangan yang matang,
mereka berhati – hati terhadap setiap transaksi yang dilakukannya
(Mahastanti&Wiharjo, 2012). Penyataan ini sejalan dengan penelitian Kacen&Lee
(2002) yang menyatakan bahwa semakin tua usia seseorang, maka semakin kurang
8
kecenderungan pembelian impulsifnya. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis
yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
H2 : Usia berpengaruh negatif terhadap impulsive buying.
Pengaruh Pendapatan tehadap Impulsive Buying
Dalam penelitian Babin (2011) (dalam Pattipeilohy & Rofiaty,2013) menyatakan
bahwa pendapatan menjadi variabel penting yang dapat menciptakan pembelian
impulsif. Penelitian ini didukung dengan pernyataan Mai,dkk (2003) yang
menyatakan bahwa seseorang yang memiliki pendapatan lebih tinggi terbukti lebih
impulsif dibandingkan dengan mereka yang memiliki pendapatan lebih rendah.
Pernyataan ini sangatlah wajar, karena pembelian impulsif sangat erat kaitannya
dengan uang yang dimiliki seseorang. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis
yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
H3 : Pendapatan berpengaruh positif terhadap impulsive buying.
Pengaruh Alokasi Dana terhadap Impulsive Buying
Pengelolaan pendapatan menyangkut bagaimana kita mengelola pendapatan yang
ada untuk mendapatkan suatu penghasilan yang maksimal atau disebut dengan
manajemen keuangan. Menurut Gitman (2004)(dalam Krisna, Rofaida & Sari,
2010) manajemen keuangan merupakan proses perencanaan, analisis, dan
pengendalian kegiatan keuangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu
keputusan utama dalam manajemen keuangan adalah bagaimana penggunaan dana
(allocation of funds).
Alokasi pendanaan yang baik dilakukan dengan membiasakan membuat anggaran
pengeluaran setiap bulan, menentukan dan menetapkan tujuan serta tugas masingmasing keuangan, melakukan kegiatan keuangan sesuai dengan besaran jumlah
pendapatan, dan yang tak kalah penting adalah dapat memisahkan antara kebutuhan
dan keinginan. Pembuatan anggaran dengan mengelompokkan dana yang kita
peroleh kedalam pos-pos tertentu dapat mencegah pemanfaatan dana untuk
kepentingan bersifat konsumtif yang erat kaitannya dengan perilaku impulsive
buying. Hal ini dikarenakan dana yang diperoleh sudah dikelompokkan kedalam
pos-pos tertentu seperti konsumsi, tabungan dan investasi sehingga dana tersebut
tidak mudah digunakan untuk kepentingan-kepentingan lain yang sifatnya tidak
penting.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Haning (2012) yang mengemukakan bahwa
kemampuan dalam melakukan alokasi dana yang baik akan membuat seseorang
mendapatkan manfaat maksimal dari pendapatan yang dimilikinya saat ini serta
menjauhkan seseorang dari sifat konsumtif yang erat kaitannya dengan perilaku
impulsive buying. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
9
H4a : Konsumsi berpengaruh terhadap impulsive buying.
H4b : Tabungan berpengaruh terhadap impulsive buying.
H4c : Investasi berpengaruh terhadap impulsive buying.
Model Penelitian
Tipe Kepribadian
Conscientiouness
Impulsive
Buying
Usia
Alokasi Dana
Pendapatan
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi merupakan keseluruhan elemen yang menjadi perhatian dalam suatu
penelitian (Supramono&Sugiarto, 1993). Dalam penelitian ini yang menjadi
populasi adalah seluruh guru yang telah memperoleh tunjangan sertifikasi di
wilayah Kabupaten Jepara yang berjumlah kurang lebih 3.212 orang
(www.jaringnews.com), namun tidak semua anggota populasi diteliti, akan tetapi
dengan menggunakan sampel. Metode penetapan sampel yang akan digunakan
peneliti adalah Simple Random Sampling, yaitu pemilihan sampel secara acak
sederhana yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota
populasi. Ukuran sampel di tentukan dengan menggunakan rumus Slovin, yaitu :
N
Keterangan :
n=
1 + Ne2
n = Ukuran Sampel
N = Ukuran populasi
e = Presentase kelonggaran ketidaktelitian
karena kesalahan pengambilan sampel
yang masih bisa ditolerir (10%)
10
=
3.212
1+(3.212)(0,1)2
= 96,98 responden
Berdasarkan perhitungan rumus tersebut, dengan menggunakan toleransi tingkat
kesalahan 10%, maka didapatkan jumlah sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah 96,98 responden atau dibulatkan menjadi 97 responden.
Pengukuran Konsep
Teknik pengumpulan data untuk penelitian ini adalah dengan menyebarkan
kuesioner kepada guru yang termasuk dalam kategori yang telah ditentukan.
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah impulsive buying. Sedangkan
variabel independent dalam penelitian ini adalah kepribadian yang diukur dengan
menggunakan salah satu dari dimensi big five personality yaitu dimensi
conscientiousness, faktor demografis yang terdiri dari usia dan pendapatan, dan
alokasi dana yang tercermin dalam konsumsi, tabungan, dan investasi.
Untuk konsep impulsive buying dan conscientiousness akan diukur dengan
menggunakan skala likert 5 skor, yaitu skor 1 untuk sangat tidak setuju, skor 2 untuk
tidak setuju, skor 3 untuk netral, skor 4 untuk setuju, dan skor 5 untuk sangat setuju.
Kemudian untuk variabel usia dan pendapatan tidak diukur menggunakan alat ukur
khusus. Informasi ini diperoleh melalui identitas responden pada kuesioner.
Pendapatan yang dimaksud disini adalah pendapatan setelah mendapatkan
tunjangan sertifikasi.
Selanjutnya konsep yang terakhir adalah alokasi dana. Konsep ini diukur
berdasarkan nilai presentase seseorang dalam mengalokasikan dananya untuk tiga
kegiatan, yaitu konsumsi, investasi, dan tabungan. Warsono (2010) mengatakan
bahwa proporsi pengalokasidan dana yang baik adalah 60% untuk kegiatan
konsumsi, 10% tabungan, dan 30% untuk kegiatan investasi. Akan tetapi beliau
menyarankan bahwa setidaknya konsumsi tidak melebihi dari 65%. Adapun
definisi dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 3.1 Pengukuran Konsep
Konsep
Definisi Konsep
Indikator
11
Impulsive Buying
(Rook&Fisher, 1995)
Perilaku pembelian ini
berhubungan dengan
adanya dorongan yang
menyebabkan konsumen
melakukan pembelian
dengan tidak melakukan
perencanaan
sebelumnya, dilakukan
ditempat
 Melakukan pembelian
tidak terencana
 Melakukan pembelian
tanpa pemikiran yang
matang
 Gegabah dalam
melakukan pembelian
 Tidak memikirkan
Tabel 3.1 Pengukuran Konsep (Lanjutan)
Definisi Konsep
Indikator
kejadian, terjadi dengan  kegunaan akan produk
cepat dan spontan, dan
yang dibeli
disertai dengan
 Spontanitas membeli
timbulnya dorongan
 Adanya perasaan
yang besar serta perasaan
antusias ketika melihat
senang dan bergairah.
barang yang ingin dibeli
 Timbul perasaan senang
setelah melakukan
pembelian
Konsep
Conscientiousness
John&Srivastava
(1999)
Suatu kontrol terhadap
lingkungan sosial,
berpikir sebelum
bertindak, menunda
kepuasan, mengikuti
peraturan dan norma,
terencana, terorganisir,
dan memprioritaskan
tugas.
 Perencanaan yang
matang
 Disiplin diri
 Patuh pada peraturan
 Teratur
 Efisien
 Mementingkan
kebutuhan daripada
keinginan
Tabel 3.1 Pengukuran Konsep (Lanjutan)
Konsep
Definisi Konsep
Suatu studi yang
Demografis
(Robb&Sharpe, 2009) mempelajari
Indikator
 Penuh pertimbangan
 Usia
12
Alokasi Dana
Masassya (2006)
karakteristik, sikap, dan
perilaku seseorang yang
dipengaruhi oleh
beberapa faktor misalnya
jenis kelamin, status
pendidikan, usia dan
pendapatan.
Penggunaan dana di
alokasikan untuk tiga
komponen utama, yaitu :
konsumsi, tabungan, dan
investasi.
 Pendapatan
 Konsumsi
 Investasi
 Tabungan
Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan, selanjutnya dilakukan pengujian validitas dan
reliabilitas. Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, maka selanjutnya
membuat statistik deskriptif dari masing – masing variabel. Untuk menentukan
rentang skala likert kategori dari rata-rata jawaban responden maka dapat
menggunakan rumus (Dwi Santosa&Ariany, 2012) :
=
5 −
5
= ,8� �
� =
� �
�
−
�
�ℎ � �
Dari uraian diatas, maka dapat diperoleh kategori tingkat variabel sebagai berikut:
Tabel 3.2
Tingkat Kategori Variabel
Range
4.20 – 5.00
3.40 – 4.19
2.60 – 3.39
1.80 – 2.59
1.00 – 1.79
Keterangan
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Setelah itu data diolah dengan menggunakan regresi linier berganda untuk
mengetahui hubungan antar variabel. Akan tetapi, sebelum dilakukan analisis
regresi linier berganda terlebih dahulu dilakukakan uji normalitas Model persamaan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
13
IB = β0 - β1C - β2U + β3P + β4K - β4T - β4I + ei
……………………….. (1)
Keterangan :
IB = Impulsive Buying
C = Conscientiousness
K = Konsumsi
ei = Error Term
β0 = Konstanta
U = Usia
T = Tabungan
β1 – β4 = Koefisien Regresi
P = Pendapatan
I = Investasi
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dengan menyebarkan
kuesioner kepada responden, didapatkan hasil sebagai berikut :
Analisis
Karakteristik Responden
Pada bagian ini akan dibahas mengenai gambaran umum responden yang meliputi
jenis kelamin, usia, lama kerja, golongan atau pangkat, jabatan, jumlah pendapatan
bulanan sebelum mendapatkan tunjangan sertifikasi, pendapatan bulanan setelah
mendapatkan tunjangan sertifikasi, pendapatan suami atau istri dan jumlah anggota
keluarga. Analisis dari karakteristik responden ini digunakan untuk memperoleh
gambaran sampel dan dapat digunakan sebagai informasi tambahan untuk
menunjang hasil penelitian. Untuk selengkapnya akan dipaparkan pada tabel
dibawah ini.
Karakteristik
Jenis Kelamin
Usia (Tahun)
Tabel 4.1
Karakteristik Responden
Kategori
Jumlah Persentase
Pria
47
48.45%
Wanita
50
51.55%
Total
97
100.00%
30 - 39
10
10.31%
40 - 49
36
37.11%
50 - 59
51
52.58%
Total
97
100.00%
Lama Kerja
(Tahun)
8 – 19
20 – 31
32 – 43
Total
31
42
24
97
31.96%
43.30%
24.74%
100.00%
14
Tabel 4.1
Karakteristik Responden (Lanjutan)
Karakteristik
Kategori
Jumlah Persentase
Golongan atau
III A / Penata Muda
9
9.28%
Pangkat
III B / Penata Muda TK I
8
8.25%
III C / Penata
8
8.25%
III D / Penata TK I
7
7.22%
IV A / Pembina
59
60.82%
IV B / Pembina TK I
6
6.19%
97
100.00%
Total
Guru
83
85.57%
Jabatan
Kepala Sekolah
13
13.40%
Pengawas Sekolah
1
1.03%
97
100.00%
Total
Status Pernikahan
Sudah Menikah
93
95.88%
Belum Menikah
4
4.12%
Total
97
100.00%
1–2
13
13.40%
Jumlah Anggota
3–4
59
60.82%
Keluarga
5–6
25
25.77%
97
100.00%
Total
< Rp 1,5 juta
8
8.25%
Pendapatan Bulanan
Rp 1,5 juta - < Rp 3 juta
14
14.43%
Rp 3 juta - < Rp 4,5 juta
61
62.89%
Rp 4,5 juta - < Rp 6 juta
14
14.43%
> Rp 6 juta
0
0.00%
97
100.00%
Total
< Rp 1,5 juta
0
0.00%
Pendapatan Bulanan
Rp 1,5 juta - < Rp 3 juta
7
7.22%
Setelah
Rp 3 juta - < Rp 4,5 juta
9
9.28%
Mendapatkan
Rp
4,5
juta
<
Rp
6
juta
31
31.96%
Tunjangan
> Rp 6 juta
50
51.55%
Total
97
100.00%
Sumber : Data Primer Diolah, 2014
Tabel 4.1
Karakteristik Responden (Lanjutan)
Karakteristik
Kategori
Jumlah Persentase
15
Pendapatan
Bulanan
Suami atau Istri
< Rp 1,5 juta
25
25.77%
Rp 1,5 juta - < Rp 3 juta
21
21.65%
Rp 3 juta - < Rp 4,5 juta
36
37.11%
Rp 4,5 juta - < Rp 6 juta
6
6.19%
> Rp 6 juta
1
1.03%
8
8.25%
Tidak Mengisi
97
100.00%
Total
Sumber : Data Primer Diolah, 2014
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa jumlah antara responden pria (48,5
%) dan wanita (51,5%) adalah seimbang. Dari 97 responden yang ada ternyata
sebagian besar dari mereka memiliki usia diatas 40 tahun dan sebagian dari mereka
telah memiliki masa kerja diatas 20 tahun. Karakteristik antara usia dan masa kerja
ini memiliki hubungan dengan golongan atau pangkat dari responden. Hal ini
tercermin pada golongan atau pangkat yang dimiliki oleh responden. Karena
sebagian besar dari responden telah memiliki masa kerja yang cukup lama, maka
golongan atau pangkat yang dimiliki oleh sebagian besar responden juga termasuk
dalam tingkatan yang tinggi. Seperti yang telah kita lihat pada tabel 4.1 diatas,
sebagian besar dari mereka berada pada golongan IV A / Pembina dengan kisaran
pendapatan perbulan setelah mendapat tunjangan sertifikasi, tunjangan hari raya
dan gaji ke - 13 sebesar diatas Rp 6.000.00000. Dalam hal ini, sebagian besar
responden telah mengalami kenaikan pendapatan, karena sebelumnya sebagian
besar dari perdapatan mereka hanya berkisar antara Rp 3.000.000,00 hingga kurang
dari Rp 4.500.000,00. Kemudian 83 dari 97 responden yang ada memiliki jabatan
sebagai guru. Selanjutnya, untuk karakteristik status pernikahan, mayoritas
responden dalam penelitian ini sudah menikah. Hanya terdapat 4 responden saja
yang belum menikah. Karakteristik status pernikahan ini juga memiliki hubungan
dengan karakteristik jumlah anggota keluarga. Sebesar 60,82% atau setara dengan
59 responden dalam penelitian ini memiliki anggota keluaga antara 3 sampai 4
orang dalam satu keluarga. Kemudian yang terakhir adalah mengenai karakteristik
pendapatan dari pasangan (suami atau istri). Berdasarkan data yang diperoleh
menunjukkan bahwa pendapatan pasangan (suami atau istri) terbanyak adalah
berada pada kisaran Rp 3.000.000,00 hingga kurang dari Rp 4.500.000,00. Disisi
lain, dari 97 responden yang ada ternyata terdapat 8 responden yang tidak mengisi
jumlah pendapatan pasangan. Hal ini dapat diduga adanya kemungkinan pasangan
yang tidak bekerja dan juga mengingat terdapat pula responden yang belum
menikah.
Kemudian selanjutnya akan diuraikan deskripsi dari masing – masing variabel yang
meliputi impulsive buying, conscientiousness, alokasi dana yang terdiri dari :
konsumsi, tabungan, dan investasi.
Tabel 4.2
Deskripsi Variabel Penelitian
Variabel
Rata - Rata
Skor
Keterangan
16
Impulsive Buying
1.88
Rendah
Conscientiousness
4.12
Tinggi
Konsumsi
63%
Cukup Baik
Tabungan
21%
Baik
Investasi
16%
Cukup Baik
Sumber : Data Primer Diolah, 2014
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, deskripsi kategori skor pada variabel impulsive
buying adalah rendah, artinya secara keseluruhan guru yang telah bersertifikasi di
Kabupaten Jepara memiliki kecenderungan impulsive yang rendah. Hal ini berarti
meskipun mereka telah mengalami kenaikan pendapatan akan tetapi mereka tetap
melakukan pembelian secara terencana dan melakukan pembelian sesuai dengan
kebutuhan mereka.
Kemudian untuk kategori skor pada variabel conscientiousness adalah tinggi. Skor
yang tinggi pada variabel ini mencerminkan bahwa sebagian besar guru yang sudah
bersertifikasi di Kabupaten Jepara memiliki karakteristik kepribadian yang baik
karena mereka memiliki perencanaan yang matang sebelum mengambil keputusan,
selain itu mereka juga tergolong dalam seseorang yang patuh terhadap setiap
peratutan yang ada serta dapat menunda keinginan yang kurang penting.
Selanjutnya adalah kategori presentase rata – rata untuk kegiatan konsumsi,
tabungan, dan investasi. Kategori untuk rata – rata presentase alokasi dana yang
digunakan dalam kegiatan konsumsi adalah sangat baik. Hal ini dikarenakan
presentasenya tidak melebihi 65%, artinya sebagian besar dari mereka masih
memiliki yingkat konsumsi dalam batas yang wajar. Kemudian pada tabel diatas
dapat dilihat bahwa presentase rata – rata alokasi dana untuk kegiatan menabung
masih lebih besar dari pada kegiatan investasi.
Hasil Uji Regresi
Tabel 4.4
Hasil Uji Regresi
No.
Keterangan
1 Coefficients
(Constant)
Conscientiousness
Konsumsi
Tabungan
Investasi
Pendapatan
Usia
Nilai Koefisien
3.776
-0.676
0.954
-0.347
-0.081
0.096
-0.022
Sig.
0.111
0.000
0.679
0.882
0.972
0.106
0.769
17
2
Model Summary
R Square
Sumber : Data Primer Diolah, 2014
0.554
Berdasarkan hasil R Square diatas sebesar 0,554, menunjukkan bahwa 55,4%
perilaku impulsive buying para guru bersertiikasi di Kabupaten Jepara dipengaruhi
oleh dimensi conscientiousness, usia, pendapatan, dan alokasi dana yang terdiri dari
kegiatan konsumsi, tabungan, dan investasi. Sedangkan 44,6 % dipengaruhi oleh
variabel lain selain variabel diatas.
Kemudian jika diliat pada bagian anova diatas, dapat diketahui bahwa nilai p-value
sebesar 0,000< alpha(0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi
tersebut dapat digunakan untuk memprediksi perilaku impulsive buying pada guru
yang sudah bersertifikasi di Kabupaten Jepara.
Sehingga jika dilihat berdasarkan pada bagian coefficient pada tabel 4.4 diatas,
maka dapat dijumpai bentuk persamaan regresi sebagai berikut :
IB = 3,776 - 0,676C + 0,954K – 0,347T – 0,081I + 0,096P - 0,022U + e
Dari hasil persamaan regresi diatas, ditunjukkan bahwa conscientiousness,
tabungan, investasi dan usia memiliki hubungan yang negatif dengan impulsive
buying. Sedangkan konsumsi dan pendapatan memiliki hubungan positif dengan
impulsive buying.
Akan tetapi jika dilihat pada kolom signifikasi, ternyata tidak semua variabel
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying. Lebih tepatnya
hanya ada satu variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap impulsive
buying, yaitu variabel conscientiousness. Hal ini dikarenakan variabel tersebut
memiliki nilai sig. 0,000 < 0,05.
Pembahasan
Hasil analisis membuktikan bahwa variabel konsumsi dan pendapatan memiliki
arah hubungan yang positif terhadap perilaku impulsive buying. Pada umumnya
jika semakin besar pendapatan yang dimiliki oleh seseorang maka biasanya mereka
akan lebih cenderung untuk mengalokasikan dana yang dimilikinya untuk kegiatan
konsumsi, sehingga tingkat konsumsi mereka semakin tinggi. Semakin tingginya
tingkat konsumsi ini akan mengindikasikan bahwa orang tersebut memiliki
kecenderungan impulsive buying yang tinggi. Akan tetapi, presentase rata – rata
dana yang dialokasikan oleh responden untuk kegiatan konsumsi dalam penelitian
ini masih dalam batasan yang wajar yaitu sebesar 63%, tidak melebihi 65%. Dan
sebagian besar hal yang diprioritaskan dalam kegiatan konsumsi adalah makanan
dan pendidikan. Hal ini dikarenakan mengingat makanan merupakan kebutuhan
pokok manusia yang harus dipenuhi, kemudian pendidikan juga termasuk hal yang
penting bagi para responden dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini sebagian
18
besar responden memiliki pendapatan diatas Rp 6.000.000,00. Angka ini tergolong
tinggi untuk pendapatan yang dihasilkan di wilayah Kabupaten Jepara dengan
UMR sekitar Rp 1.000.000,00.
Kemudian hasil analisis dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa dimensi
conscientiousness, tabungan, investasi, dan usia memiliki arah hubungan yang
negatif terhadap impulsive buying. Jika dilihat dari faktor usia, sebagian besar
responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah para guru bersertifikasi yang
rata – rata memiliki usia diatas 40 tahun. Usia ini termasuk dalam golongan usia
tua. Beberapa penelitian memperlihatkan fakta bahwa semakin tua usia seseorang
(batasannya 35 tahun keatas pada dua penelitian), maka semakin berkurang
kecenderungan pembelian impulsifnya (Kacen&Lee, 2002). Orang tua biasanya
cenderung menggunakan uangnya untuk ditabung atau diinvestasikan. Sehingga
hal tersebut akan membuat perilaku impulsive buying nya rendah. Berkaitan
dengan investasi, sebagian besar dari responden cenderung memprioritaskan tanah
dan emas sebagai pilihan utama mereka. Para responden ini berfikir bahwa adanya
kemudahan dalam transaksi jual beli tanah dan emas. Kemudian harga tanah dan
emas juga terus mengalami peningkatan, sehingga bagi mereka berinvestasi di dua
hal tersebuat adalah yang paling menguntungkan.
Selanjutnya berkaitan dengan conscientiousness, yaitu suatu kepribadian seseorang
yang memiliki ciri berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti
peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas
(John&Srivastava, 1999). Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
dimensi conscientiousness memiliki pengaruh yang signifikan serta memiliki arah
hubungan yang negatif terhadap perilaku impulsive buying para guru bersertiikasi
di Kabupaten Jepara. Mengingat bahwa jika dilihat dari segi usia, sebagian besar
dari responden dalam penelitian ini adalah orang yang sudah tua, maka wajarlah
jika para responden memiliki kebiasaan berpikir sebelum bertindak dan memiliki
perencanaan yang matang. Sebagian besar orang yang berusia tua berhati – hati
terhadap pengelolaan uang dan memantau pengeluaran mereka dengan cermat.
Sehingga dengan adanya kenaikan pendapatan yang diterimanya mereka tetap
membuat perencanaan yang matang tentang keputusan keuangan mereka. Hasil
penelitian ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Verplanken &
Herabadi (2001) yang menyatakan bahwa seseorang dengan dimensi
conscientiousness cenderung memiliki perilaku impulsive buying yang rendah.
Berdasarkan dari hasil penenlitian yang telah ada dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar guru bersertifikasi di Jepara telah memiliki usia yang cukup tua, oleh
karena itu mereka telah memiliki pemikiran dan perencanaan yang matang.
Sehingga meskipun mereka mengalami kenaikan pendapatan akan tetapi mereka
tetap dapat mengalokasikan pendapatannya tersebut dengan baik, sehingga mereka
memiliki kecenderungan impulsive buying yang rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN
19
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
pengujian hipotesis (H1, H2, H3, H4a, H4b, dan H4c) yang terdiri dari
conscientiousness, usia, pendapatan, konsumsi, tabungan, dan investasi, hanya
terdapat satu hipotesis yang dapat diterima yaitu hipotesis pertama (H1). Hasil
analisis tersebut menunjukkan bahwa hanya variabel conscientiousness yang
memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku impulsive buying, karena memiliki
nilai sig. 0,000 < 0,05. Sedangkan variabel lainnya hanya memiliki arah hubungan
yang sesuai dengan pengembangan hipotesis yang telah dibuat, akan tetapi variabelvariabel tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
impulsive buying.
Hal ini dapat terjadi karena sebagian responden dalam penelitian ini adalah para
guru bersertifikasi yang tergolong memiliki usia cukup tua. Sehingga sebagian
besar dari mereka telah memiliki perencanaan yang matang dalam setiap
pengambilan keputusannya. Selanjutnya, faktor usia juga memiliki hubungan
dengan bagaimana seseorang dalam mengalokasikan dana yang dimilikinya.
Sebagian besar dari responden ini memiliki usia yang cukup tua. Jika dilihat dari
proporsi alokasi dana yang dimilikinya, rata – rata proporsi terbesar memang
dialokasikan untuk konsumsi dari pada tabungan dan investasi. Sebagian besar
responden memiliki anggapan bahwa makanan dan pendidikan merupakan hal
utama yang harus dipenuhi dari segi konsumsi. Sedangakan jika dilihat dari segi
investasi mereka lebih mempriotitaskan tanah dan emas sebagai pilihan alternatif
investasi mereka. Mereka berpendapat bahwa tanah dan emas merupakan pilihan
investasi yang aman serta pengembaliannya pun juga sudah pasti. Namun
pengalokasian sebagian pendapatan untuk kegiatan konsumsi tersebut masih dalam
batas yang wajar. Sehingga mereka tetap memiliki tingkat impulsive buying yang
rendah.
Kemudian bersarkan hasil yang ada pendapatan memiliki arah hubungan yang
positif terhadap impulsive buying, akan tetapi variabel pendapatan tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap perilaku impulsive buying Sehingga dengan
adanya kenaikan pendapatan yang dialami oleh responden tidak mempengaruhi
kenaikan tingkat impulsive buying nya.
Keterbatasan dan Saran Penelitian
Penelitian ini sebenarnya masih memiliki keterbatasan, terutama yang berkaitan
dengan teknik analisisnya. Pada penelitian ini masih menggunakan metode analisis
regresi linier berganda. Untuk penelitian selanjutnya, mungkin bisa dikembangkan
dengan memasukkan variabel tertentu sebagai variabel intervening dalam model
penelitian ada dugaan sesorang yang memiliki pendapatan tinggi dengan usia yang
20
masih muda akan memiliki kecenderungan impulsive buying yang berbeda dengan
sesorang yang memiliki pendapatan tinggi tetapi sudah berusia tua
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rafi, Yoga. 2004. Kamus Ungkapan Psikologi. Restu Agung.
Ayoeb, Hazeline, dkk,. 2008. Forever Rich. Jakarta: PT Mizan Publika.
Benson, D. 2004. 12 Kesalahan bodoh yang dilakukan orang terhadap uang
mereka dan bagaimana cara mengatasinya. Batam :Gospel Press.
Buendicho, Patricia. 2003. Impulse Purchasing: Trend Or Trait?. Diunduh
tanggal 28 Januari 2014, dari
http://www.bus.ucf.edu/mdickie/Research%20Methods/Student%20Papers
/Other/Buendicho%20Impulse%20Purchasing.pdf.
Chaplin, J. 2001. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Dr. Kartini Kartono.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Costa&McCrae. 1997. Big Five Personality. Diunduh tanggal 2 Maret 2014, dari
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/big-5-p.html.
Dwi Santosa, Y., & Ariany Mahastanti, L. 2012. Pengaruh Personality Traits
Terhadap Penggunaan Kartu Kredit Dengan Locus Of Control Sebagai
Variabel Intervening (Studi Terhadap Karyawan Pt. Kinocare Era
Kosmetindo Jakarta). In Seminar Nasional Dan Call For Papers. Fakultas
Ekonomi Unisbank.
Engel, J., and Blackwell, R. 1995. Consumer Behaviour. Dryden Press, Chicago,
IL.
Feist, Jess. Feist, Gregory.J. 2010. Teori Kepribadian “Theories Of
Personality”. Jakarta: Salemba Humanika.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IMB
SPSS 19. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gutierrez, Ben PaulB. 2004. Determinants of Planned and Impulse Buying : the
Case of the Philippines. Asia Pacific Management Review, 9(6), pp. 1061
- 1078.
21
Haning, Victoria. 2012. Perilaku Self-Control dalam Mengelola Keuangan
Pribadi : Berdasarkan Theory of Planned Behavior dan
Conscientiousness. Tesis. Salatiga : Program Pascasarjana Universitas
Kristen Satya Wacana.
Induksi Guru. 2013. Guru. Diunduh tanggal 3 Maret 2014, dari
http://induksiguru.wordpress.com/guru/.
John, O. P., & Srivastava, S. 1999. The Big Five trait taxonomy: History,
measurement, and theoretical perspectives. Handbook of personality:
Theory and research, 2(1999), 102-138.
Kacen, Jaqueline, and Julie Anne Lee. 2002. The Influence of Culture on Consumer
Impulsive Buying Behavior. Journal of Consumer Psychology, 12 (2), pp.
163-176.
Kapoor, J. R., L. R. Dlabay, dan R. J. Hughes. 2001. Personal Finance. Edisi
Keenam. McGrawHill Book, Co., Singapore.
Krishna, A. Rofaida, R. & Sari, M. 2010. Analisis tingkat literasi keuangan di
kalangan mahasiswa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
(Survey pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia).
Proceedings of The 4th International Conference on Teacher Education;
Join Conference UPI & UPSI Bandung, Indonesia, 8-10 November 2010.
Loudon, D.L. & Bitta, A.J. 1993. Consumer Behavior Concept and Aplication
Fourt Edition. Singapore : McGraw‐Hill Book co.
Mai, Nguyen Thi Tuyet, and Kwon Jung, and Garold Lantz, and Sandra G. Loeb.
2003. An Exploratory Investigation into Impulse Buying Behavior in a
Transitional Economy : a Study of Urban Consumers in Vietnam. Journal
of International Marketing, Vol. 11, no. 2, Special Issue on Marketing in
Tranbsitional Economies, pp. 13-35.
Mahastanti, L. A., & Wiharjo, K. K. 2012. Mental Accounting dan Variabel
Demografi: Sebuah Fenomena pada Penggunaan Kartu Kredit. Kinerja
Volume 16 (2), 89-102.
Masassya, E. G. 2006. Arsitektur Keuangan Pekerja Profesi. Kompas, Edisi 7
Agustus.
Maymand, M. M., & Ahmadinejab, M. 2011. Impulse Buying: The Role of Store
Environmental Stimulation and Situational Factors (An Empirical
Investigation). African Journal of Business Management. Vol. 5.
22
Mostafa, dkk. 2013. The Effect of Personality on Compulsive Buying and
Impulsive Buying Behavior. International Journal of Science
Innovations and Discoveries. Volume 3.
Mowen, John C., Nancy Spears. 2000. Compulsive Buying Among Collage
Student: A Hierarchical Model Approach. Jurnal Of Consumer
Psychologi, 8 (4): 407-430.
Mulyono, F. 2013. Faktor Demografis Dalam Perilaku Pembelian Impulsif. Jurnal
Administrasi Bisnis, 8(1).
Pattipeilohy & Rofiaty. 2013. The Influence of the availability of Money and Time,
Fashion Involvement, Hedonic Consumption Tendency and Positive
Emotions towards Impulse Buying Behavior in Ambon City (Study on
Purchasing Products Fashion Apparel), International Journal of Business
and Behavioral Sciences. Vol. 3.
Pervin, Cervone, John. 2005. Personality Theory and Research. 9th Ed. New York
: John Willey&Sond, Inc.
Robb, Cliff: Deanna L Sharpe. 2009. Effect of Personal Financial Knowledge on
College Student’s Credit Card Behavior, Journal of Financial and
Planning, vol. 20.
Rook, D dan Fisher, J.R. 1995. Normative influences on impulsive buying
behavior dalam Bearden, W. dan Netemeyer, G.R. (Eds), Handbook of
Marketing Scales, 2nd ed, pp.55-56.
Samuelson, Paul A, william D. Nordhaus. 1996. Makro Ekonomi. Edisi Keempat
belas. Cetakan Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Shani, Rhobi. 2014. Di Jepara 4.053 Guru Swasta Belum Sertifikasi. Diunduh
tanggal
6
Juli
2014
dari
http://jaringnews.com/politikperistiwa/umum/57704/di-jepara-guru-swasta-belum-sertifikasi.
Sigit, Agus. 2013. Tunjangan Sertifikasi Guru. Diunduh tanggal 9 April 2014,
dari http://krjogja.com/read/196963/tunjangan-sertifikasi-guru-triwulan-ivcair-rp-97-miliar.kr.
Sinarharapan. 2013. Tak Sekedar Kesejahteraan Guru. Diunduh tanggal 2
Maret 2014, dari http://sinarharapan.co/index.php/news/read/24976/taksekadar-kesejahteraan-guru.html.
Sunariyah. 2003. Dasar – Dasar Investasi. Jakarta: Indonesia.
Supramono, S., & Sugiarto, I. R. (1993). Statistika. Yogyakarta : Andi Offset.
23
Verplanken & Herabadi, A. 2001. Individual differences in impulse buying
tendency: Feeling and No Thinking. European Journal of Consumer
Research.
Warsono, Hardi. 2010. Prinsip – Prinsip dan Praktik Keuangan Pribadi. Journal of
Science. Volume 13 Nomor 2 Juli – Desember 2010.
Yulis, Indriani. 2010. Kecerdasan Finansial dan Kecerdasan Emosional dalam
Pengelolaan Keuangan (Studi pada Ibu Rumah Tangga Wilayah
Kentangan, Jagalan di Semarang). Tesis (tidak diterbitkan). Salatiga :
Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana.
                                            
                ALOKASI DANA, KEPRIBADIAN DAN FAKTOR
DEMOGRAFIS TERHADAP IMPULSIVE BUYING
(Studi pada Guru bersertifikasi di Jepara)
Sara Fransisca Setiawan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Linda Ariany Mahastanti
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRACT
The purpose of this study is studying the influence between allocation of funds,
personality (conscientiousness), income, age, against impulsive buying. The
methods used in this research is quantitative methods by means of spreading
questionnaires to teachers who have been certified in Jepara district as much as 97
respondents. Techniques used in taking sampling was Simple Random Sampling.
To analysis the primary data, used regression test . The result of this research shows
that personality (conscientiousness) has significant influence to impulsive buying
behavior of certified teachers in the district of Jepara. While the allocation of funds,
income, and age did not have significant influence to impulsive buying behavior of
certified teachers in the district of Jepara.
Keywords:
allocation of funds, personality (conscientiousness), income, age,
and impulsive buying
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini banyak sorotan masyarakat yang ditujukan kepada guru. Sejak
tahun 2008 terdapat peraturan bahwa guru yang sudah mendapatkan sertifikasi
berhak menerima tambahan insentif satu kali gaji pokok setiap bulannya. Semula
gaji guru pas-pasan sekarang menjadi lebih tinggi dibanding penghasilan pegawai
negeri lainnya. Sebenarnya kenaikan insentif tersebut tidak melekat begitu saja
kepada guru, akan tetapi lebih condong ke penghargaan pemerintah yang diberikan
kepada guru.
Akan tetapi, program sertifikasi guru yang mengalami kenaikan gaji ini malah
dijadikan sebagai proyek pendapatan kekayaan tanpa tuntutan kinerja yang lebih
baik (pemudapembaharu.wordpress.com). Kenaikan gaji yang diberikan tersebut
membuat guru memiliki pola hidup yang cenderung lebih konsumtif, sehingga
2
jumlah gaji sebesar apapun akan habis untuk pengeluaran konsumtif
(www.sinarharapan.com).
Perilaku konsumtif erat kaitannya dengan perilaku impulsive buying yang saat ini
kerap dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Perilaku impulsive buying merupakan
pembelian barang - barang yang tidak direncanakan terlebih dahulu
(Rook&Fisher,1995). Banyak orang meyakini bahwa pembelian impulsif pada
dasarnya dapat dikategorikan sebagai perilaku yang salah, tetapi bukti dilapangan
menunjukkan bahwa banyak pembelian atas serangkaian produk yang dibeli atas
dasar pembelian impulsif (Gutierrez, 2004).
Berdasarkan pada beberapa fakta serta penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa memang benar jika terjadi kenaikan pendapatan pada seseorang maka akan
menyebabkan orang tersebut menjadi lebih konsumtif yang kemudian mendorong
kearah perilaku impulsive buying. Hal ini diduga dapat terjadi karena adanya
ketidakmampuan seseorang dalam mengelola kondisi keuangannya saat terjadi
kenaikan pendapatan secara tiba-tiba.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan pembelian impulsif
menurut Loudon&Bitta (1993) yaitu meliputi : produk, pemasaran dan marketing,
serta karakteristik individu yang termasuk didalamnya adalah kepribadian individu.
Kepribadian merupakan respon yang konsisten terhadap stimulus lingkungan
(Engel & Blackwell, 1995). Abdul Rafi (2004) menyatakan bahwa kepribadian
adalah sifat dan tingkah laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang
lain, integrasi karakteristik dari struktur-struktur pola tingkah laku, minat,
pendirian, kemampuan dan potensi yang dimiliki seseorang, segala sesuatu
mengenai diri seseorang sebagaimana diketahui oleh orang lain. Kepribadian
individu akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan keputusan dalam membeli
(Anwar, 2005).
Maenpa dan Dittmar (dalam Buendicho, 2003), mengusulkan
bahwa identitas kepribadian dapat dihubungkan dengan pembelian impulsif.
Pada penelitian ini akan menggunakan metode pengukuran kepribadian
berdasarkan dimensi big five personality yang sebelumnya telah dilakukan oleh
Mostafa, dkk (2013), yaitu terdiri dari neuroticism, extraversion, openness,
agreeableness, dan conscientiousness. Berdasarkan penelitian tersebut hanya ada
dua dimensi yaitu extraversion dan agreeableness yang dapat berpengaruh terhadap
pembelian impulsif. Disamping itu berdasarkan karakteristik – karakteristik yang
ada ternyata tidak semua dimensi memiliki hubungan dengan perilaku impulsive
buying. Hanya ada satu dimensi, yaitu dimensi conscientiousness yang dianggap
memiliki karakteristik yang dapat memiliki hubungan dengan impulsive buying.
Oleh karena itu, pada penelitian ini ingin mencoba menguji kembali bagaimana
pengaruh kepribadian yang diukur berdasarkan big five personality, khususnya
dimensi conscientiousness terhadap impulsive buying dengan menggunakan
sampel yang berbeda.
3
Kemudian selain faktor kepribadian, faktor internal lainnya yang tergolong dalam
faktor demografis yang dapat berpengaruh terhadap pembelian impulsif adalah usia
dan pendapatan (Mulyono, 2013). Beberapa penelitian mengatakan bahwa semakin
tua usia seseorang, maka semakin rendah pula kecenderungan mereka untuk
melakukan pembelian impulsif. Sebagian besar dari mereka biasanya telah
memiliki perencanaan yang matang sebelum melakukan pembelian dan juga
biasanya mereka lebih memilih menggunakan pendapatnnya untuk ditabung.
Kemudian jika dilihat dari sisi pendapatan, adalah hal yang wajar jika seseorang
yang berpenghasilan tinggi akan cenderung lebih impulsif. Dalam penelitian Babin
(2011) (dalam Pattipeilohy & Rofiaty,2013) menyatakan bahwa pendapatan
menjadi variabel penting yang dapat menciptakan pembelian impulsif. Namun,
penelitian yang dilakukan oleh Babin (2011) bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Maymand & Ahmadinejab (2011) yang menyatakan bahwa tidak
ada pengaruh antara pendapatan terhadap pembelian impulsif.
Setelah seseorang menerima dana dari pendapatan pribadinya, hal lain yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana cara dalam melakukan pengalokasian dana dari
pendapatan tersebut. Bagaimanapun pengalokasian dana pribadi merupakan
sebuah kenyataan yang harus dihadapi oleh tiap individu dalam kehidupan seharihari. Kemampuan dalam melakukan alokasi dana yang baik akan membuat
seseorang mendapatkan manfaat maksimal dari pendapatan yang dimilikinya saat
ini serta menjauhkan seseorang dari sifat konsumtif yang erat kaitannya dengan
perilaku impulsive buying (Haning, 2012).
Penelitian ini akan mengambil obyek guru yang sudah bersertifikasi yang berada
diwilayah Kabupaten Jepara. Hal ini dikarenakan fenomena tersebut terjadi dikota
Jepara dan sebagian besar guru di Jepara telah memperoleh sertifikasi. Berdasarkan
uraian latar belakang diatas, maka persoalan yang akan dikaji dalam penelitian ini
adalah :
1.
2.
3.
4.
Apakah dimensi conscientiousness berpengaruh terhadap impulsive buying ?
Apakah usia berpengaruh terhadap impulsive buying ?
Apakah pendapatan berpengaruh terhadap impulsive buying ?
Apakah alokasi dana berpengaruh terhadap impulsive buying ?
TINJAUAN PUSTAKA
Impulsive Buying
Konsep mengenai pembelian impulsif (impulsive buying) dan pembelian tidak
direncanakan (unplanned buying) oleh beberapa peneliti dianggap tidak ada
perbedaan. Unplanned buying merupakan suatu tidakan pembelian yang dibuat
tanpa direncanakan terlebih dahulu sebelumnya atau keputusan pembelian pada saat
berada didalam toko (Engel&Blacwell, 1995).
4
Menurut Loudon&Bitta (1993) pembelian impulsif merupakan pembelian yang
tidak direncanakan secara khusus. Pembelian impulsif sering diidentikkan dengan
pembelian yang dilakukan dengan tiba-tiba dan tidak direncanakan, dilakukan
ditempat kejadian, dan disertai dengan timbulnya dorongan yang besar serta
perasaan senang dan bergairah (Rook&Fisher, 1995). Perilaku pembelian ini
dikaitkan dengan pembelian yang tidak memikirkan konsekuensi teradap barang
yang telah dibeli, misalnya uang yang dihabiskan untuk pembelian barang yang
sebenarnya tidak diperlukan.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
impulsive buying merupakan salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana
perilaku pembelian ini berhubungan dengan adanya dorongan yang menyebabkan
konsumen melakukan pembelian dengan tidak melakukan perencanaan
sebelumnya, serta terjadi dengan cepat dan spontan.
Kepribadian
Kepribadian adalah gaya hidup individu atau cara yang karakteristik mereaksinya
seseorang terhadap masalah-masalah hidup, termasuk tujuan hidup (Chaplin, 2001).
Big five personality merupakan salah satu teori yang menggambarkan kepribadian
individu yang terdiri dari lima dimensi. Kelima dimensi ini mewakili karakteristikkarakteristik khas yang terdapat dalam diri individu. Big Five Personality oleh
Costa & McRae dibuat berdasarkan pendekatang yang lebih sederhana. Dalam hal
ini peneliti berusaha untuk menemukan unit dasar kepribadian seseorang dengan
menganalisa bahasa yang digunakan sehari-hari, yang mudah untuk dimengerti baik
oleh para psikolog maupun masyarakat awam (Pervin, 2005).
Kelima dimensi yang tersusun dalam Big Five Personality menurut Costa & McRae
(1997) adalah sebagai berikut : Neuroticisim yang mencakup perasaan-perasaan
negatif, seperti kecemasan, kesidihan, mudah marah, dan tegang. Openness to
Experience yang menelaskan tentang keleluasaan, kedalaman, serta kompleksitas
dari aspek mental dan pengalaman hidup. Extraversion dan Agreeableness yang
mencakup tentang sifat-sifat interpersonal, yaitu mengenai apa yang dilakukan
seseorang dengan dan kepada orang lain. Dimensi yang kelima sekaligus menjadi
yang terakhir adalah Conscientiousness yang menjelaskan perilaku mengenai
pencapaian tujuan serta kemampuan untuk mengendalikan dorongan yang
diperlukan dalam kehidupan sosial.
Berdasarkan kelima dimensi yang terdapat didalam Big Five Personality tidak
semua dimensi dapat dikatakan memiliki hubungan dengan impulsive buying.
Dimensi yang dianggap paling memiliki hubungan dengan impulsive buying dan
sekaligus akan digunakan untuk mengukur kepribadian dalam penelitian ini adalah
dimensi Conscientiousness. Hal ini dikarenakan dimensi Conscientiousness
menjelaskan tentang kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya.
5
Conscientiousness merupakan salah satu dimensi dari big five personality yang
dikembangkan oleh Mowen (2000), dimana beliau mengungkapkan bahwa
Conscientiousness kepribadian dasar seseorang yang tercermin dalam tindakan
yang terorganisir, teliti dan rapi, suka bekerja keras dan juga dapat dipercaya.
Conscientiousness menggambarkan orang-orang yang teratur, terkontrol,
terorganisasi, ambisius, terfokus pada pencapaian, dan memiliki disiplin diri (Feist
and Feist, 2010). Menurut John and Srivastava (1999), Conscientiousness
menggambarkan suatu kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum
bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana,
terorganisir, dan memprioritaskan tugas.
Dalam konteks keuangan, Conscientiousness merupakan kepribadian dasar
seseorang yang menunjukkan pertimbangan mendalam sebelum menggunakan
uang yang dimilikinya atau dapat dikatakan cenderung untuk berpikir sebelum
bertindak. Conscientiousness menunjukkan preferensi perilaku yang terencana
daripada perilaku spontan.
Sehingga berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
conscientiousness dalam penelitian ini adalah kepribadian dasar seseorang yang
tercermin dalam tindakan yang terorganisir, teliti dan rapi, suka bekerja keras dan
juga dapat dipercaya. Conscientiousness menggambarkan orang-orang yang
teratur, terkontrol, terorganisasi, ambisius, terfokus pada pencapaian, dan memiliki
disiplin diri, , berpikir sebelum bertindak, serta memprioritaskan tugas.
Faktor Demografis
Demografis merupakan suatu studi yang mempelajari karakteristik, sikap, dan
perilaku seseorang yang dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya jenis kelamin,
status pendidikan, usia dan pendapatan (Robb&Sharpe, 2009). Faktor demografis
ini biasanya akan berpengaru terhadap perilaku seseorang, termasuk dalam perilaku
keuangan. Pria dianggap memiliki pengetahuan yang lebih tentang uang dan lebih
percaya diri dalam kecerdasan finansial mereka jika dibandingkan dengan wanita.
Kemudian jika dilihat dari sisi usia, seseorang yang berusia tua cenderung suka
menabung dari pada membelanjakan uangnya untuk berbagai kebutuhan yang
siatnya kurang penting, sehingga dapat dikatakan bahwa kecenderungan pembelian
impulsif mereka rendah. Berbeda dengan orang berusia muda yang masih
menyukai perilaku konsumtif yang erat kaitannya dengan pembelian impulsif.
Alokasi Dana
Pengelolaan pendapatan merupakan proses meramalkan, mengumpulkan,
mengeluarkan, menginvestasikan, dan merencanakan kas yang diperlukan oleh
perusahaan maupun individu agar dapat beroperasi dengan lancar
(Zimmerere&Scarborough, 2008). Menurut Ayoeb (2008) dalam Yulis (2010)
menjelaskan bahwa pengelolaan pendapatan merupakan sebuah proses bagaimana
individu memenuhi kebutuhan hidupnya melalui pengelolaan sumber-sumber
6
pendapatannya secara tersusun dan sistematis.
Pengelolaan pendapatan
menyangkut bagaimana kita mengelola pendapatan yang ada untuk mendapatkan
suatu penghasilan yang maksimal atau disebut dengan manajemen keuangan.
Penelitian ini akan berfokus kepada bagaimana menggunakan dana (allocation of
funds). Alokasi pendanaan yang baik dilakukan dengan membiasakan membuat
anggaran pengeluaran setiap bulan, menentukan dan menetapkan tujuan serta tugas
masing-masing keuangan, melakukan kegiatan keuangan sesuai dengan besaran
jumlah pendapatan, dan yang tak kalah penting adalah dapat memisahkan antara
kebutuhan dan keinginan.
Setiap orang bekerja untuk memperoleh pendapatan, yang nantinya dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Masassya (2006), pada
umumnya penggunaan dana dialokasikan untuk tiga komponen utama, yaitu:
1.
Konsumsi
Konsumsi merupakan bagian dari pendapatan yang dibelanjakan untuk
pembelian barang dan jasa guna mendapatkan kepuasan dan memenuhi
kebutuhan hidup ( Deliarnov, 1995 ). Konsumsi terdiri dari barang tidak tahan
lama (non durable goods), seperti makanan dan pakaian. Yang kedua adalah
barang tahan lama (durable goods) atau barang yang memiliki usia panjang,
seperti mobil, televisi, alat-alat elektronik, ponsel, dan lain sebagainya. Dan
yang ketiga adalah jasa (services) seperti jasa potong rambut dan berobat ke
dokter. Menurut pandangan klasik prioritas konsumsi seharusnya didasarkan
pada skala kebutuhan, yaitu terdiri dari kebutuhan primer (pangan, sandang dan
papan), kebutuhan sekunder (kendaraan, fasilitas komunikasi, hiburan dan lain
sebagainya), lalu yang terakhir adalah kebutuhan tersier (kendaraan mewah,
wisata ke luar negeri, dan lain sebagainya). Keputusan pembelian hendaknya
didasarkan pada logika yang sehat, bukan pada emosi semata. Prinsip yang
seharusnya digunakan dalam pembelian barang dan jasa adalah belilah barang
dan jasa yang memang dibutuhkan (need), bukan yang diinginkan (want).
2.
Tabungan
Tabungan merupakan bagian dari pendapatan yang tidak digunakan untuk
konsumsi (Samuelson & Nordhaus, 1996). Bagian dari pendapatan yang
dialokasikan untuk kegiatan tabungan pada umunya digunakan untuk
kepentingan berjaga-jaga dan spekulasi.
Tabungan pada umumnya
ditempatkan di bank dalam bentuk rekening ang sewaktu-waktu dapat
dicairkan ketika kita membutuhkan. Menurut Kapoor (2001) ada enam faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam rencana pemilihan tabungan, yaitu : tingkat
pengembalian, inflasi, pertimbangan yang berkenaan dengan pajak, likuiditas,
keamanan, serta pembatasan-pembatsan dan fee.
3.
Investasi
7
Investasi merupakan penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang
dimiliki dan biasanya berjangka aktu lama dengan harapan mendapatkan
keuntungan dimasa yang akan datang (Sunariyah, 2003). Banyak instrument
yang dapat dipilih oleh individu untuk kegiatan investasi baik dalam bentuk
aset riel (tanah, property dan real estate serta emas) maupun dalam bentuk aset
keuangan (saham, obligasi, sertifikat deposito dan reksa dana). Ada lima faktor
yang mempengaruhi pilihan investasi, yaitu : keamanan dan resiko, komponen
faktor resiko, pendapatan investasi, pertumbuhan investasi, dan likuiditas
(Kapoor, 2001). Salah satu prinsip dari investasi adalah high risk high return.
Sedangkan perilaku yang harus dihindari saat melakukan investasi adalah
ketamakan dan ketakutan.
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Dimensi Conscientiousness terhadap Impulsive Buying
Dimensi Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial,
berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma,
terencana terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Individu yang memiliki sifat
berpikir sebelum bertindak sangat memperhatikan langkah-langkah yang diambil
terutama dalam melakukan pembelian. Individu ini sangat berhati-hati dalam
memilih segala sesuatu yang akan ia beli. Orang-orang dengan dimensi ini
memiliki tujuan dan perencanaan yang matang akan sesuatu. Hal ini dapat
dikatakan berhubungan dengan kecenderungan pembelian impulsif.
Rook (1995), mengatakan pembelian impulsif sebagai pembelian yang tidak
terencana. Individu yang memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang tinggi
akan melakukan pembelian dengan tidak terencana. Hal ini berhubungan negatif
dengan dimensi conscientiousness, dimana orang-orang dengan dimensi ini
memiliki perencanaan pada setiap tindakan yang akan dilakukan. Orang-orang
dengan dimensi ini memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang rendah
(Verplanken & Herabadi, 2001). Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang
dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
H1: Dimensi conscientiousness berpengaruh negatif terhadap impulsive
buying.
Pengaruh Usia terhadap Impulsive Buying
Seseorang dengan usia tua biasanya akan cenderung suka menabung dan
menghindari perilaku boros sehingga mencerminkan bahwa mereka bukan pembeli
impulsif. Sebagian besar orang tua memiliki perencanaan keuangan yang matang,
mereka berhati – hati terhadap setiap transaksi yang dilakukannya
(Mahastanti&Wiharjo, 2012). Penyataan ini sejalan dengan penelitian Kacen&Lee
(2002) yang menyatakan bahwa semakin tua usia seseorang, maka semakin kurang
8
kecenderungan pembelian impulsifnya. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis
yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
H2 : Usia berpengaruh negatif terhadap impulsive buying.
Pengaruh Pendapatan tehadap Impulsive Buying
Dalam penelitian Babin (2011) (dalam Pattipeilohy & Rofiaty,2013) menyatakan
bahwa pendapatan menjadi variabel penting yang dapat menciptakan pembelian
impulsif. Penelitian ini didukung dengan pernyataan Mai,dkk (2003) yang
menyatakan bahwa seseorang yang memiliki pendapatan lebih tinggi terbukti lebih
impulsif dibandingkan dengan mereka yang memiliki pendapatan lebih rendah.
Pernyataan ini sangatlah wajar, karena pembelian impulsif sangat erat kaitannya
dengan uang yang dimiliki seseorang. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis
yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
H3 : Pendapatan berpengaruh positif terhadap impulsive buying.
Pengaruh Alokasi Dana terhadap Impulsive Buying
Pengelolaan pendapatan menyangkut bagaimana kita mengelola pendapatan yang
ada untuk mendapatkan suatu penghasilan yang maksimal atau disebut dengan
manajemen keuangan. Menurut Gitman (2004)(dalam Krisna, Rofaida & Sari,
2010) manajemen keuangan merupakan proses perencanaan, analisis, dan
pengendalian kegiatan keuangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu
keputusan utama dalam manajemen keuangan adalah bagaimana penggunaan dana
(allocation of funds).
Alokasi pendanaan yang baik dilakukan dengan membiasakan membuat anggaran
pengeluaran setiap bulan, menentukan dan menetapkan tujuan serta tugas masingmasing keuangan, melakukan kegiatan keuangan sesuai dengan besaran jumlah
pendapatan, dan yang tak kalah penting adalah dapat memisahkan antara kebutuhan
dan keinginan. Pembuatan anggaran dengan mengelompokkan dana yang kita
peroleh kedalam pos-pos tertentu dapat mencegah pemanfaatan dana untuk
kepentingan bersifat konsumtif yang erat kaitannya dengan perilaku impulsive
buying. Hal ini dikarenakan dana yang diperoleh sudah dikelompokkan kedalam
pos-pos tertentu seperti konsumsi, tabungan dan investasi sehingga dana tersebut
tidak mudah digunakan untuk kepentingan-kepentingan lain yang sifatnya tidak
penting.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Haning (2012) yang mengemukakan bahwa
kemampuan dalam melakukan alokasi dana yang baik akan membuat seseorang
mendapatkan manfaat maksimal dari pendapatan yang dimilikinya saat ini serta
menjauhkan seseorang dari sifat konsumtif yang erat kaitannya dengan perilaku
impulsive buying. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang dapat
dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
9
H4a : Konsumsi berpengaruh terhadap impulsive buying.
H4b : Tabungan berpengaruh terhadap impulsive buying.
H4c : Investasi berpengaruh terhadap impulsive buying.
Model Penelitian
Tipe Kepribadian
Conscientiouness
Impulsive
Buying
Usia
Alokasi Dana
Pendapatan
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi merupakan keseluruhan elemen yang menjadi perhatian dalam suatu
penelitian (Supramono&Sugiarto, 1993). Dalam penelitian ini yang menjadi
populasi adalah seluruh guru yang telah memperoleh tunjangan sertifikasi di
wilayah Kabupaten Jepara yang berjumlah kurang lebih 3.212 orang
(www.jaringnews.com), namun tidak semua anggota populasi diteliti, akan tetapi
dengan menggunakan sampel. Metode penetapan sampel yang akan digunakan
peneliti adalah Simple Random Sampling, yaitu pemilihan sampel secara acak
sederhana yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anggota
populasi. Ukuran sampel di tentukan dengan menggunakan rumus Slovin, yaitu :
N
Keterangan :
n=
1 + Ne2
n = Ukuran Sampel
N = Ukuran populasi
e = Presentase kelonggaran ketidaktelitian
karena kesalahan pengambilan sampel
yang masih bisa ditolerir (10%)
10
=
3.212
1+(3.212)(0,1)2
= 96,98 responden
Berdasarkan perhitungan rumus tersebut, dengan menggunakan toleransi tingkat
kesalahan 10%, maka didapatkan jumlah sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah 96,98 responden atau dibulatkan menjadi 97 responden.
Pengukuran Konsep
Teknik pengumpulan data untuk penelitian ini adalah dengan menyebarkan
kuesioner kepada guru yang termasuk dalam kategori yang telah ditentukan.
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah impulsive buying. Sedangkan
variabel independent dalam penelitian ini adalah kepribadian yang diukur dengan
menggunakan salah satu dari dimensi big five personality yaitu dimensi
conscientiousness, faktor demografis yang terdiri dari usia dan pendapatan, dan
alokasi dana yang tercermin dalam konsumsi, tabungan, dan investasi.
Untuk konsep impulsive buying dan conscientiousness akan diukur dengan
menggunakan skala likert 5 skor, yaitu skor 1 untuk sangat tidak setuju, skor 2 untuk
tidak setuju, skor 3 untuk netral, skor 4 untuk setuju, dan skor 5 untuk sangat setuju.
Kemudian untuk variabel usia dan pendapatan tidak diukur menggunakan alat ukur
khusus. Informasi ini diperoleh melalui identitas responden pada kuesioner.
Pendapatan yang dimaksud disini adalah pendapatan setelah mendapatkan
tunjangan sertifikasi.
Selanjutnya konsep yang terakhir adalah alokasi dana. Konsep ini diukur
berdasarkan nilai presentase seseorang dalam mengalokasikan dananya untuk tiga
kegiatan, yaitu konsumsi, investasi, dan tabungan. Warsono (2010) mengatakan
bahwa proporsi pengalokasidan dana yang baik adalah 60% untuk kegiatan
konsumsi, 10% tabungan, dan 30% untuk kegiatan investasi. Akan tetapi beliau
menyarankan bahwa setidaknya konsumsi tidak melebihi dari 65%. Adapun
definisi dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 3.1 Pengukuran Konsep
Konsep
Definisi Konsep
Indikator
11
Impulsive Buying
(Rook&Fisher, 1995)
Perilaku pembelian ini
berhubungan dengan
adanya dorongan yang
menyebabkan konsumen
melakukan pembelian
dengan tidak melakukan
perencanaan
sebelumnya, dilakukan
ditempat
 Melakukan pembelian
tidak terencana
 Melakukan pembelian
tanpa pemikiran yang
matang
 Gegabah dalam
melakukan pembelian
 Tidak memikirkan
Tabel 3.1 Pengukuran Konsep (Lanjutan)
Definisi Konsep
Indikator
kejadian, terjadi dengan  kegunaan akan produk
cepat dan spontan, dan
yang dibeli
disertai dengan
 Spontanitas membeli
timbulnya dorongan
 Adanya perasaan
yang besar serta perasaan
antusias ketika melihat
senang dan bergairah.
barang yang ingin dibeli
 Timbul perasaan senang
setelah melakukan
pembelian
Konsep
Conscientiousness
John&Srivastava
(1999)
Suatu kontrol terhadap
lingkungan sosial,
berpikir sebelum
bertindak, menunda
kepuasan, mengikuti
peraturan dan norma,
terencana, terorganisir,
dan memprioritaskan
tugas.
 Perencanaan yang
matang
 Disiplin diri
 Patuh pada peraturan
 Teratur
 Efisien
 Mementingkan
kebutuhan daripada
keinginan
Tabel 3.1 Pengukuran Konsep (Lanjutan)
Konsep
Definisi Konsep
Suatu studi yang
Demografis
(Robb&Sharpe, 2009) mempelajari
Indikator
 Penuh pertimbangan
 Usia
12
Alokasi Dana
Masassya (2006)
karakteristik, sikap, dan
perilaku seseorang yang
dipengaruhi oleh
beberapa faktor misalnya
jenis kelamin, status
pendidikan, usia dan
pendapatan.
Penggunaan dana di
alokasikan untuk tiga
komponen utama, yaitu :
konsumsi, tabungan, dan
investasi.
 Pendapatan
 Konsumsi
 Investasi
 Tabungan
Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan, selanjutnya dilakukan pengujian validitas dan
reliabilitas. Setelah melakukan uji validitas dan reliabilitas, maka selanjutnya
membuat statistik deskriptif dari masing – masing variabel. Untuk menentukan
rentang skala likert kategori dari rata-rata jawaban responden maka dapat
menggunakan rumus (Dwi Santosa&Ariany, 2012) :
=
5 −
5
= ,8� �
� =
� �
�
−
�
�ℎ � �
Dari uraian diatas, maka dapat diperoleh kategori tingkat variabel sebagai berikut:
Tabel 3.2
Tingkat Kategori Variabel
Range
4.20 – 5.00
3.40 – 4.19
2.60 – 3.39
1.80 – 2.59
1.00 – 1.79
Keterangan
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Setelah itu data diolah dengan menggunakan regresi linier berganda untuk
mengetahui hubungan antar variabel. Akan tetapi, sebelum dilakukan analisis
regresi linier berganda terlebih dahulu dilakukakan uji normalitas Model persamaan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
13
IB = β0 - β1C - β2U + β3P + β4K - β4T - β4I + ei
……………………….. (1)
Keterangan :
IB = Impulsive Buying
C = Conscientiousness
K = Konsumsi
ei = Error Term
β0 = Konstanta
U = Usia
T = Tabungan
β1 – β4 = Koefisien Regresi
P = Pendapatan
I = Investasi
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti dengan menyebarkan
kuesioner kepada responden, didapatkan hasil sebagai berikut :
Analisis
Karakteristik Responden
Pada bagian ini akan dibahas mengenai gambaran umum responden yang meliputi
jenis kelamin, usia, lama kerja, golongan atau pangkat, jabatan, jumlah pendapatan
bulanan sebelum mendapatkan tunjangan sertifikasi, pendapatan bulanan setelah
mendapatkan tunjangan sertifikasi, pendapatan suami atau istri dan jumlah anggota
keluarga. Analisis dari karakteristik responden ini digunakan untuk memperoleh
gambaran sampel dan dapat digunakan sebagai informasi tambahan untuk
menunjang hasil penelitian. Untuk selengkapnya akan dipaparkan pada tabel
dibawah ini.
Karakteristik
Jenis Kelamin
Usia (Tahun)
Tabel 4.1
Karakteristik Responden
Kategori
Jumlah Persentase
Pria
47
48.45%
Wanita
50
51.55%
Total
97
100.00%
30 - 39
10
10.31%
40 - 49
36
37.11%
50 - 59
51
52.58%
Total
97
100.00%
Lama Kerja
(Tahun)
8 – 19
20 – 31
32 – 43
Total
31
42
24
97
31.96%
43.30%
24.74%
100.00%
14
Tabel 4.1
Karakteristik Responden (Lanjutan)
Karakteristik
Kategori
Jumlah Persentase
Golongan atau
III A / Penata Muda
9
9.28%
Pangkat
III B / Penata Muda TK I
8
8.25%
III C / Penata
8
8.25%
III D / Penata TK I
7
7.22%
IV A / Pembina
59
60.82%
IV B / Pembina TK I
6
6.19%
97
100.00%
Total
Guru
83
85.57%
Jabatan
Kepala Sekolah
13
13.40%
Pengawas Sekolah
1
1.03%
97
100.00%
Total
Status Pernikahan
Sudah Menikah
93
95.88%
Belum Menikah
4
4.12%
Total
97
100.00%
1–2
13
13.40%
Jumlah Anggota
3–4
59
60.82%
Keluarga
5–6
25
25.77%
97
100.00%
Total
< Rp 1,5 juta
8
8.25%
Pendapatan Bulanan
Rp 1,5 juta - < Rp 3 juta
14
14.43%
Rp 3 juta - < Rp 4,5 juta
61
62.89%
Rp 4,5 juta - < Rp 6 juta
14
14.43%
> Rp 6 juta
0
0.00%
97
100.00%
Total
< Rp 1,5 juta
0
0.00%
Pendapatan Bulanan
Rp 1,5 juta - < Rp 3 juta
7
7.22%
Setelah
Rp 3 juta - < Rp 4,5 juta
9
9.28%
Mendapatkan
Rp
4,5
juta
<
Rp
6
juta
31
31.96%
Tunjangan
> Rp 6 juta
50
51.55%
Total
97
100.00%
Sumber : Data Primer Diolah, 2014
Tabel 4.1
Karakteristik Responden (Lanjutan)
Karakteristik
Kategori
Jumlah Persentase
15
Pendapatan
Bulanan
Suami atau Istri
< Rp 1,5 juta
25
25.77%
Rp 1,5 juta - < Rp 3 juta
21
21.65%
Rp 3 juta - < Rp 4,5 juta
36
37.11%
Rp 4,5 juta - < Rp 6 juta
6
6.19%
> Rp 6 juta
1
1.03%
8
8.25%
Tidak Mengisi
97
100.00%
Total
Sumber : Data Primer Diolah, 2014
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa jumlah antara responden pria (48,5
%) dan wanita (51,5%) adalah seimbang. Dari 97 responden yang ada ternyata
sebagian besar dari mereka memiliki usia diatas 40 tahun dan sebagian dari mereka
telah memiliki masa kerja diatas 20 tahun. Karakteristik antara usia dan masa kerja
ini memiliki hubungan dengan golongan atau pangkat dari responden. Hal ini
tercermin pada golongan atau pangkat yang dimiliki oleh responden. Karena
sebagian besar dari responden telah memiliki masa kerja yang cukup lama, maka
golongan atau pangkat yang dimiliki oleh sebagian besar responden juga termasuk
dalam tingkatan yang tinggi. Seperti yang telah kita lihat pada tabel 4.1 diatas,
sebagian besar dari mereka berada pada golongan IV A / Pembina dengan kisaran
pendapatan perbulan setelah mendapat tunjangan sertifikasi, tunjangan hari raya
dan gaji ke - 13 sebesar diatas Rp 6.000.00000. Dalam hal ini, sebagian besar
responden telah mengalami kenaikan pendapatan, karena sebelumnya sebagian
besar dari perdapatan mereka hanya berkisar antara Rp 3.000.000,00 hingga kurang
dari Rp 4.500.000,00. Kemudian 83 dari 97 responden yang ada memiliki jabatan
sebagai guru. Selanjutnya, untuk karakteristik status pernikahan, mayoritas
responden dalam penelitian ini sudah menikah. Hanya terdapat 4 responden saja
yang belum menikah. Karakteristik status pernikahan ini juga memiliki hubungan
dengan karakteristik jumlah anggota keluarga. Sebesar 60,82% atau setara dengan
59 responden dalam penelitian ini memiliki anggota keluaga antara 3 sampai 4
orang dalam satu keluarga. Kemudian yang terakhir adalah mengenai karakteristik
pendapatan dari pasangan (suami atau istri). Berdasarkan data yang diperoleh
menunjukkan bahwa pendapatan pasangan (suami atau istri) terbanyak adalah
berada pada kisaran Rp 3.000.000,00 hingga kurang dari Rp 4.500.000,00. Disisi
lain, dari 97 responden yang ada ternyata terdapat 8 responden yang tidak mengisi
jumlah pendapatan pasangan. Hal ini dapat diduga adanya kemungkinan pasangan
yang tidak bekerja dan juga mengingat terdapat pula responden yang belum
menikah.
Kemudian selanjutnya akan diuraikan deskripsi dari masing – masing variabel yang
meliputi impulsive buying, conscientiousness, alokasi dana yang terdiri dari :
konsumsi, tabungan, dan investasi.
Tabel 4.2
Deskripsi Variabel Penelitian
Variabel
Rata - Rata
Skor
Keterangan
16
Impulsive Buying
1.88
Rendah
Conscientiousness
4.12
Tinggi
Konsumsi
63%
Cukup Baik
Tabungan
21%
Baik
Investasi
16%
Cukup Baik
Sumber : Data Primer Diolah, 2014
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, deskripsi kategori skor pada variabel impulsive
buying adalah rendah, artinya secara keseluruhan guru yang telah bersertifikasi di
Kabupaten Jepara memiliki kecenderungan impulsive yang rendah. Hal ini berarti
meskipun mereka telah mengalami kenaikan pendapatan akan tetapi mereka tetap
melakukan pembelian secara terencana dan melakukan pembelian sesuai dengan
kebutuhan mereka.
Kemudian untuk kategori skor pada variabel conscientiousness adalah tinggi. Skor
yang tinggi pada variabel ini mencerminkan bahwa sebagian besar guru yang sudah
bersertifikasi di Kabupaten Jepara memiliki karakteristik kepribadian yang baik
karena mereka memiliki perencanaan yang matang sebelum mengambil keputusan,
selain itu mereka juga tergolong dalam seseorang yang patuh terhadap setiap
peratutan yang ada serta dapat menunda keinginan yang kurang penting.
Selanjutnya adalah kategori presentase rata – rata untuk kegiatan konsumsi,
tabungan, dan investasi. Kategori untuk rata – rata presentase alokasi dana yang
digunakan dalam kegiatan konsumsi adalah sangat baik. Hal ini dikarenakan
presentasenya tidak melebihi 65%, artinya sebagian besar dari mereka masih
memiliki yingkat konsumsi dalam batas yang wajar. Kemudian pada tabel diatas
dapat dilihat bahwa presentase rata – rata alokasi dana untuk kegiatan menabung
masih lebih besar dari pada kegiatan investasi.
Hasil Uji Regresi
Tabel 4.4
Hasil Uji Regresi
No.
Keterangan
1 Coefficients
(Constant)
Conscientiousness
Konsumsi
Tabungan
Investasi
Pendapatan
Usia
Nilai Koefisien
3.776
-0.676
0.954
-0.347
-0.081
0.096
-0.022
Sig.
0.111
0.000
0.679
0.882
0.972
0.106
0.769
17
2
Model Summary
R Square
Sumber : Data Primer Diolah, 2014
0.554
Berdasarkan hasil R Square diatas sebesar 0,554, menunjukkan bahwa 55,4%
perilaku impulsive buying para guru bersertiikasi di Kabupaten Jepara dipengaruhi
oleh dimensi conscientiousness, usia, pendapatan, dan alokasi dana yang terdiri dari
kegiatan konsumsi, tabungan, dan investasi. Sedangkan 44,6 % dipengaruhi oleh
variabel lain selain variabel diatas.
Kemudian jika diliat pada bagian anova diatas, dapat diketahui bahwa nilai p-value
sebesar 0,000< alpha(0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi
tersebut dapat digunakan untuk memprediksi perilaku impulsive buying pada guru
yang sudah bersertifikasi di Kabupaten Jepara.
Sehingga jika dilihat berdasarkan pada bagian coefficient pada tabel 4.4 diatas,
maka dapat dijumpai bentuk persamaan regresi sebagai berikut :
IB = 3,776 - 0,676C + 0,954K – 0,347T – 0,081I + 0,096P - 0,022U + e
Dari hasil persamaan regresi diatas, ditunjukkan bahwa conscientiousness,
tabungan, investasi dan usia memiliki hubungan yang negatif dengan impulsive
buying. Sedangkan konsumsi dan pendapatan memiliki hubungan positif dengan
impulsive buying.
Akan tetapi jika dilihat pada kolom signifikasi, ternyata tidak semua variabel
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impulsive buying. Lebih tepatnya
hanya ada satu variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap impulsive
buying, yaitu variabel conscientiousness. Hal ini dikarenakan variabel tersebut
memiliki nilai sig. 0,000 < 0,05.
Pembahasan
Hasil analisis membuktikan bahwa variabel konsumsi dan pendapatan memiliki
arah hubungan yang positif terhadap perilaku impulsive buying. Pada umumnya
jika semakin besar pendapatan yang dimiliki oleh seseorang maka biasanya mereka
akan lebih cenderung untuk mengalokasikan dana yang dimilikinya untuk kegiatan
konsumsi, sehingga tingkat konsumsi mereka semakin tinggi. Semakin tingginya
tingkat konsumsi ini akan mengindikasikan bahwa orang tersebut memiliki
kecenderungan impulsive buying yang tinggi. Akan tetapi, presentase rata – rata
dana yang dialokasikan oleh responden untuk kegiatan konsumsi dalam penelitian
ini masih dalam batasan yang wajar yaitu sebesar 63%, tidak melebihi 65%. Dan
sebagian besar hal yang diprioritaskan dalam kegiatan konsumsi adalah makanan
dan pendidikan. Hal ini dikarenakan mengingat makanan merupakan kebutuhan
pokok manusia yang harus dipenuhi, kemudian pendidikan juga termasuk hal yang
penting bagi para responden dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini sebagian
18
besar responden memiliki pendapatan diatas Rp 6.000.000,00. Angka ini tergolong
tinggi untuk pendapatan yang dihasilkan di wilayah Kabupaten Jepara dengan
UMR sekitar Rp 1.000.000,00.
Kemudian hasil analisis dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa dimensi
conscientiousness, tabungan, investasi, dan usia memiliki arah hubungan yang
negatif terhadap impulsive buying. Jika dilihat dari faktor usia, sebagian besar
responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah para guru bersertifikasi yang
rata – rata memiliki usia diatas 40 tahun. Usia ini termasuk dalam golongan usia
tua. Beberapa penelitian memperlihatkan fakta bahwa semakin tua usia seseorang
(batasannya 35 tahun keatas pada dua penelitian), maka semakin berkurang
kecenderungan pembelian impulsifnya (Kacen&Lee, 2002). Orang tua biasanya
cenderung menggunakan uangnya untuk ditabung atau diinvestasikan. Sehingga
hal tersebut akan membuat perilaku impulsive buying nya rendah. Berkaitan
dengan investasi, sebagian besar dari responden cenderung memprioritaskan tanah
dan emas sebagai pilihan utama mereka. Para responden ini berfikir bahwa adanya
kemudahan dalam transaksi jual beli tanah dan emas. Kemudian harga tanah dan
emas juga terus mengalami peningkatan, sehingga bagi mereka berinvestasi di dua
hal tersebuat adalah yang paling menguntungkan.
Selanjutnya berkaitan dengan conscientiousness, yaitu suatu kepribadian seseorang
yang memiliki ciri berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti
peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas
(John&Srivastava, 1999). Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
dimensi conscientiousness memiliki pengaruh yang signifikan serta memiliki arah
hubungan yang negatif terhadap perilaku impulsive buying para guru bersertiikasi
di Kabupaten Jepara. Mengingat bahwa jika dilihat dari segi usia, sebagian besar
dari responden dalam penelitian ini adalah orang yang sudah tua, maka wajarlah
jika para responden memiliki kebiasaan berpikir sebelum bertindak dan memiliki
perencanaan yang matang. Sebagian besar orang yang berusia tua berhati – hati
terhadap pengelolaan uang dan memantau pengeluaran mereka dengan cermat.
Sehingga dengan adanya kenaikan pendapatan yang diterimanya mereka tetap
membuat perencanaan yang matang tentang keputusan keuangan mereka. Hasil
penelitian ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Verplanken &
Herabadi (2001) yang menyatakan bahwa seseorang dengan dimensi
conscientiousness cenderung memiliki perilaku impulsive buying yang rendah.
Berdasarkan dari hasil penenlitian yang telah ada dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar guru bersertifikasi di Jepara telah memiliki usia yang cukup tua, oleh
karena itu mereka telah memiliki pemikiran dan perencanaan yang matang.
Sehingga meskipun mereka mengalami kenaikan pendapatan akan tetapi mereka
tetap dapat mengalokasikan pendapatannya tersebut dengan baik, sehingga mereka
memiliki kecenderungan impulsive buying yang rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN
19
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
pengujian hipotesis (H1, H2, H3, H4a, H4b, dan H4c) yang terdiri dari
conscientiousness, usia, pendapatan, konsumsi, tabungan, dan investasi, hanya
terdapat satu hipotesis yang dapat diterima yaitu hipotesis pertama (H1). Hasil
analisis tersebut menunjukkan bahwa hanya variabel conscientiousness yang
memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku impulsive buying, karena memiliki
nilai sig. 0,000 < 0,05. Sedangkan variabel lainnya hanya memiliki arah hubungan
yang sesuai dengan pengembangan hipotesis yang telah dibuat, akan tetapi variabelvariabel tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
impulsive buying.
Hal ini dapat terjadi karena sebagian responden dalam penelitian ini adalah para
guru bersertifikasi yang tergolong memiliki usia cukup tua. Sehingga sebagian
besar dari mereka telah memiliki perencanaan yang matang dalam setiap
pengambilan keputusannya. Selanjutnya, faktor usia juga memiliki hubungan
dengan bagaimana seseorang dalam mengalokasikan dana yang dimilikinya.
Sebagian besar dari responden ini memiliki usia yang cukup tua. Jika dilihat dari
proporsi alokasi dana yang dimilikinya, rata – rata proporsi terbesar memang
dialokasikan untuk konsumsi dari pada tabungan dan investasi. Sebagian besar
responden memiliki anggapan bahwa makanan dan pendidikan merupakan hal
utama yang harus dipenuhi dari segi konsumsi. Sedangakan jika dilihat dari segi
investasi mereka lebih mempriotitaskan tanah dan emas sebagai pilihan alternatif
investasi mereka. Mereka berpendapat bahwa tanah dan emas merupakan pilihan
investasi yang aman serta pengembaliannya pun juga sudah pasti. Namun
pengalokasian sebagian pendapatan untuk kegiatan konsumsi tersebut masih dalam
batas yang wajar. Sehingga mereka tetap memiliki tingkat impulsive buying yang
rendah.
Kemudian bersarkan hasil yang ada pendapatan memiliki arah hubungan yang
positif terhadap impulsive buying, akan tetapi variabel pendapatan tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap perilaku impulsive buying Sehingga dengan
adanya kenaikan pendapatan yang dialami oleh responden tidak mempengaruhi
kenaikan tingkat impulsive buying nya.
Keterbatasan dan Saran Penelitian
Penelitian ini sebenarnya masih memiliki keterbatasan, terutama yang berkaitan
dengan teknik analisisnya. Pada penelitian ini masih menggunakan metode analisis
regresi linier berganda. Untuk penelitian selanjutnya, mungkin bisa dikembangkan
dengan memasukkan variabel tertentu sebagai variabel intervening dalam model
penelitian ada dugaan sesorang yang memiliki pendapatan tinggi dengan usia yang
20
masih muda akan memiliki kecenderungan impulsive buying yang berbeda dengan
sesorang yang memiliki pendapatan tinggi tetapi sudah berusia tua
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rafi, Yoga. 2004. Kamus Ungkapan Psikologi. Restu Agung.
Ayoeb, Hazeline, dkk,. 2008. Forever Rich. Jakarta: PT Mizan Publika.
Benson, D. 2004. 12 Kesalahan bodoh yang dilakukan orang terhadap uang
mereka dan bagaimana cara mengatasinya. Batam :Gospel Press.
Buendicho, Patricia. 2003. Impulse Purchasing: Trend Or Trait?. Diunduh
tanggal 28 Januari 2014, dari
http://www.bus.ucf.edu/mdickie/Research%20Methods/Student%20Papers
/Other/Buendicho%20Impulse%20Purchasing.pdf.
Chaplin, J. 2001. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah Dr. Kartini Kartono.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Costa&McCrae. 1997. Big Five Personality. Diunduh tanggal 2 Maret 2014, dari
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/big-5-p.html.
Dwi Santosa, Y., & Ariany Mahastanti, L. 2012. Pengaruh Personality Traits
Terhadap Penggunaan Kartu Kredit Dengan Locus Of Control Sebagai
Variabel Intervening (Studi Terhadap Karyawan Pt. Kinocare Era
Kosmetindo Jakarta). In Seminar Nasional Dan Call For Papers. Fakultas
Ekonomi Unisbank.
Engel, J., and Blackwell, R. 1995. Consumer Behaviour. Dryden Press, Chicago,
IL.
Feist, Jess. Feist, Gregory.J. 2010. Teori Kepribadian “Theories Of
Personality”. Jakarta: Salemba Humanika.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IMB
SPSS 19. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gutierrez, Ben PaulB. 2004. Determinants of Planned and Impulse Buying : the
Case of the Philippines. Asia Pacific Management Review, 9(6), pp. 1061
- 1078.
21
Haning, Victoria. 2012. Perilaku Self-Control dalam Mengelola Keuangan
Pribadi : Berdasarkan Theory of Planned Behavior dan
Conscientiousness. Tesis. Salatiga : Program Pascasarjana Universitas
Kristen Satya Wacana.
Induksi Guru. 2013. Guru. Diunduh tanggal 3 Maret 2014, dari
http://induksiguru.wordpress.com/guru/.
John, O. P., & Srivastava, S. 1999. The Big Five trait taxonomy: History,
measurement, and theoretical perspectives. Handbook of personality:
Theory and research, 2(1999), 102-138.
Kacen, Jaqueline, and Julie Anne Lee. 2002. The Influence of Culture on Consumer
Impulsive Buying Behavior. Journal of Consumer Psychology, 12 (2), pp.
163-176.
Kapoor, J. R., L. R. Dlabay, dan R. J. Hughes. 2001. Personal Finance. Edisi
Keenam. McGrawHill Book, Co., Singapore.
Krishna, A. Rofaida, R. & Sari, M. 2010. Analisis tingkat literasi keuangan di
kalangan mahasiswa dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
(Survey pada Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia).
Proceedings of The 4th International Conference on Teacher Education;
Join Conference UPI & UPSI Bandung, Indonesia, 8-10 November 2010.
Loudon, D.L. & Bitta, A.J. 1993. Consumer Behavior Concept and Aplication
Fourt Edition. Singapore : McGraw‐Hill Book co.
Mai, Nguyen Thi Tuyet, and Kwon Jung, and Garold Lantz, and Sandra G. Loeb.
2003. An Exploratory Investigation into Impulse Buying Behavior in a
Transitional Economy : a Study of Urban Consumers in Vietnam. Journal
of International Marketing, Vol. 11, no. 2, Special Issue on Marketing in
Tranbsitional Economies, pp. 13-35.
Mahastanti, L. A., & Wiharjo, K. K. 2012. Mental Accounting dan Variabel
Demografi: Sebuah Fenomena pada Penggunaan Kartu Kredit. Kinerja
Volume 16 (2), 89-102.
Masassya, E. G. 2006. Arsitektur Keuangan Pekerja Profesi. Kompas, Edisi 7
Agustus.
Maymand, M. M., & Ahmadinejab, M. 2011. Impulse Buying: The Role of Store
Environmental Stimulation and Situational Factors (An Empirical
Investigation). African Journal of Business Management. Vol. 5.
22
Mostafa, dkk. 2013. The Effect of Personality on Compulsive Buying and
Impulsive Buying Behavior. International Journal of Science
Innovations and Discoveries. Volume 3.
Mowen, John C., Nancy Spears. 2000. Compulsive Buying Among Collage
Student: A Hierarchical Model Approach. Jurnal Of Consumer
Psychologi, 8 (4): 407-430.
Mulyono, F. 2013. Faktor Demografis Dalam Perilaku Pembelian Impulsif. Jurnal
Administrasi Bisnis, 8(1).
Pattipeilohy & Rofiaty. 2013. The Influence of the availability of Money and Time,
Fashion Involvement, Hedonic Consumption Tendency and Positive
Emotions towards Impulse Buying Behavior in Ambon City (Study on
Purchasing Products Fashion Apparel), International Journal of Business
and Behavioral Sciences. Vol. 3.
Pervin, Cervone, John. 2005. Personality Theory and Research. 9th Ed. New York
: John Willey&Sond, Inc.
Robb, Cliff: Deanna L Sharpe. 2009. Effect of Personal Financial Knowledge on
College Student’s Credit Card Behavior, Journal of Financial and
Planning, vol. 20.
Rook, D dan Fisher, J.R. 1995. Normative influences on impulsive buying
behavior dalam Bearden, W. dan Netemeyer, G.R. (Eds), Handbook of
Marketing Scales, 2nd ed, pp.55-56.
Samuelson, Paul A, william D. Nordhaus. 1996. Makro Ekonomi. Edisi Keempat
belas. Cetakan Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Shani, Rhobi. 2014. Di Jepara 4.053 Guru Swasta Belum Sertifikasi. Diunduh
tanggal
6
Juli
2014
dari
http://jaringnews.com/politikperistiwa/umum/57704/di-jepara-guru-swasta-belum-sertifikasi.
Sigit, Agus. 2013. Tunjangan Sertifikasi Guru. Diunduh tanggal 9 April 2014,
dari http://krjogja.com/read/196963/tunjangan-sertifikasi-guru-triwulan-ivcair-rp-97-miliar.kr.
Sinarharapan. 2013. Tak Sekedar Kesejahteraan Guru. Diunduh tanggal 2
Maret 2014, dari http://sinarharapan.co/index.php/news/read/24976/taksekadar-kesejahteraan-guru.html.
Sunariyah. 2003. Dasar – Dasar Investasi. Jakarta: Indonesia.
Supramono, S., & Sugiarto, I. R. (1993). Statistika. Yogyakarta : Andi Offset.
23
Verplanken & Herabadi, A. 2001. Individual differences in impulse buying
tendency: Feeling and No Thinking. European Journal of Consumer
Research.
Warsono, Hardi. 2010. Prinsip – Prinsip dan Praktik Keuangan Pribadi. Journal of
Science. Volume 13 Nomor 2 Juli – Desember 2010.
Yulis, Indriani. 2010. Kecerdasan Finansial dan Kecerdasan Emosional dalam
Pengelolaan Keuangan (Studi pada Ibu Rumah Tangga Wilayah
Kentangan, Jagalan di Semarang). Tesis (tidak diterbitkan). Salatiga :
Program Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana.