J00859

HUBUNGAN ANTARA DETERMINASI DIRI DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL MAHASISWA BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UKSW
Siti Fira Septiyana, Sumardjono Pm. dan Setyorini
Program Studi Bimbingan dan Konseling – FKIP
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan
antara determinasi diri dan komunikasi interpersonal mahasiswa Program
Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2009, FKIP-UKSW Salatiga. Digunakan Skala Determinasi Diri yang mengacu pada teori Chirkov et al
(2003), dan Skala Komunikasi Interpersonal yang merujuk pada teori DeVito
(1997). Subjek penelitian yaitu seluruh mahasiswa Program Studi Bimbingan
dan Konseling Angkatan 2009 yang aktif kuliah berjumlah 101 mahasiswa.
Diperoleh hasil ada hubungan yang signifikan antara determinasi diri dan
komunikasi interpersonal mahasiswa Program Studi Bimbingan dan
Konseling Angkatan 2009 dengan koefisien korelasi rxy = 0,266* pada taraf
signifikansi 0,003 < 0,05. Artinya makin tinggi skor determinasi diri
mahasiswa, maka skor komunikasi interpersonal mahasiswa juga makin
tinggi, sebaliknya bila skor determinasi diri mahasiswa rendah maka skor
komunikasi interpersonal mahasiswa juga rendah.
Kata kunci: Determinasi Diri, Komunikasi Interpersonal, Mahasiswa Prodi
Bimbingan dan Konseling Angkatan 2009


PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dan komunikan. DeVito (dalam Effendi, 2006) mendefinisikan komunikasi interpersonal
sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di
antara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan
balik seketika. Komunikasi interpersonal merupakan proses dua arah yang menghasilkan pertukaran informasi dan pengertian antara tiap individu yang terlibat.
Komunikasi interpersonal merupakan dasar dari seluruh interaksi antar manusia.
Komunikasi merupakan kebutuhan hakiki dalam kehidupan manusia untuk saling
tukar informasi. Sebagian besar interaksi manusia berlangsung dalam situasi
komunikasi interpersonal (Effendy, 2006).
Proses komunikasi yang terjadi di dalam kampus khususnya yang menyangkut komunikasi antara dosen dan mahasiswa merupakan faktor penting agar

1

berlangsung proses belajar yang efektif. Komunikasi efektif tergantung pada keselarasan relasi dosen dan mahasiswa yang dibangun berdasarkan iklim saling
percaya dan suasana yang positif. Agar hubungan ini berhasil, perlu ada kepercayaan dan keterbukaan antara mahasiswa dan dosen (Ali dan Asrori, 2004).
Teori determinasi diri/self determination theory yang dikemukakan Ryan
& Deci (Zinkiewicz, Hammond & Trapp, March 2003) memandang individu dari
berbagai kebudayaan memiliki kebutuhan


dasar seperti kebutuhan otonomi,

kebutuhan bersekutu dan kebutuhan berkompetensi. Teori determinasi diri menyatakan bila terpenuhinya ketiga kebutuhan dasar itu didukung konteks sosial serta
dapat terpenuhinya kebutuhan individu dengan leluasa, maka akan tercapai kesehatan jiwa. Dengan kata lain, motivasi intrinsik perlu dipelihara mahasiswa melalui menstimulasi dan menerima tantangan pencapaian tugas yang membuatnya
merasa otonom dan kompeten. Motivasi intrinsik memudahkan belajar optimal
sedangkan motivasi ekstrinsik menghambat semangat dan kinerja belajar. Ketiga
kebutuhan psikologik dasar itu menghendaki berlangsungnya keselarasan komunikasi interpersonal agar tertercapai kesehatan jiwa mahasiswa. Artinya, kesejahteraan jiwa dan perkembangan kepribadian yang sehat tergantung pada pemenuhan ketiga kebutuhan itu. Sebaliknya jika budaya, lingkungan dan kondisi
psikologis mahasiswa menghambat pemenuhan kebutuhan dasar itu, maka kesehatan jiwa mahasiswa merana.
Chirkov et al (2003) menunjukkan melalui penelitiannya di satu pihak
bahwa orangtua dan dosen yang menetapkan pilihan bagi studi dan konteks sosial
mahasiswa Asia dan mahasiswa Amerika Serikat menyebabkan melemahnya motivasi intrinsik mahasiswa. Namun di pihak lain, mengadopsi pilihan yang telah
ditetapkan oleh orang-orang penting seperti orangtua dan dosen yang dipercayai
secara unik mengembangkan motivasi intrinsik mahasiswa Asia. Otonomi yang
diukur melalui tata-nilai individualistik pada beberapa masyarakat di luar masyarakat barat yang sangat individualistik, justru pada masyarakat oriental, ditemukan
individu yang lebih otonom tidak lebih bahagia hidupnya dibanding dengan mahasiswa yang kurang otonom. Pandangan yang bertentangan mengenai determinasi

2

diri dan komunikasi interpersonal sebagai konsep yang melintas-batas lingkup
budaya ini menarik dikaji lebih lanjut.

Permasalahan
Berdasarkan latar belakang, permasalahan penelitian dirumuskan sebagai
berikut:
“Adakah hubungan yang signifikan antara determinasi diri dan komunikasi
interpersonal mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan
2009, FKIP-UKSW Salatiga?
KAJIAN PUSTAKA
Komunikasi Interpersonal Mahasiswa
DeVito (2009) mengemukakan komunikasi interpersonal adalah proses
selektif, sistemik, unik dan interaksi berkelanjutan antara orang-orang yang mencerminkan dan membangun pengetahuan pribadi satu sama lain serta menciptakan
makna bersama. Tiap kali individu melakukan komunikasi, individu tidak hanya
menyampaikan isi dari pesan tersebut tetapi juga harus menentukan dari seberapa
jauh kadar hubungan interpersonal yang dapat diambil dari komunikasi yang
dilakukan. Artinya, setiap komunikasi mampu memberikan dampak relationship
terhadap orang lain sehingga memudahkan individu untuk diterima dalam masyarakat maupun lingkungan. Makin baik hubungan interpersonal, makin terbuka
orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang
lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di
antara orang-orang yang saling berkomunikasi.
Salah satu bentuk komunikasi yang diperlukan dalam pembelajaran adalah
komunikasi interpersonal mahasiswa. Gardner (2003) mengemukakan salah satu

kecerdasan yang dimiliki oleh tiap individu yaitu kecerdasan interpersonal. Mahasiswa yang taraf kecerdasan interpersonal tinggi menunjukkan beberapa ciri yaitu
punya banyak teman, suka bersosialisasi di kampus dan di lingkungan sekitar,
banyak terlibat dalam kegiatan positif di luar kampus dan berprestasi di kampus.
Padahal komunikasi interpersonal merupakan salah satu segi dalam kecerdasan

3

interpersonal yang dimiliki individu, dengan komunikasi interpersonal yang baik
diharapkan individu dapat berinteraksi selaras dengan lingkungannya.
Komunikasi interpersonal sangatlah perlu dalam studi mahasiswa. Komunikasi interpersonal mahasiswa dalam studi mengandung arti adanya kegiatan
komunikasi antara mahasiswa dengan dosen, komunikasi antar mahasiswa dan
komunikasi antara mahasiswa dengan orang tua. Komunikasi interpersonal antara
mahasiswa dengan dosen terjadi di dalam kampus dan di luar kampus. Mahasiswa
yang taraf komunikasi interpersonalnya tinggi lebih aktif dalam bertanya ketika
mengalami kesulitan belajar baik kepada dosen dan teman yang lebih mengerti.
Hal ini menunjukkan adanya motivasi mahasiswa untuk belajar sehingga tujuan
dari belajar akan tercapai. Maka dari itu adanya komunikasi interpersonal yang
efektif sangat membantu dalam pembelajaran (Eka, 2010).
Determinasi Diri Mahasiswa
Ryan & Deci (Zinkiewicz, Hammond & Trapp, 2003) menyatakan individu memiliki tiga kebutuhan dasar, yaitu otonomi, bersekutu dan berkompetensi

seperti yang tercakup dalam Self Determination Theory (STD). STD membedakan
sumber motivasi/alasan mahasiswa mencurahkan enerji pada pencapaian tugas
dalam memenuhi kebutuhan psikologis dasar tesebut. Aktivitas yang ditempuh
demi kesenangan karena tercapainya tugas (motivasi intrinsik) diasosiasikan dengan otonomi dan efisiensi. Di lain pihak, aktivitas yang dilakukan demi alasan
instrumental mengejar hadiah/menghindari hukuman (motivasi ekstrinsik) berhubungan dengan dorongan yang terkendali oleh lingkungan.
Teori Determinasi Diri (Self Determination Theory/STD ) Deci & Ryan
(2002, dalam Muller et al, 2006) adalah teori motivasi yang komprehensif melalui membedakan motivasi intrinsik dengan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik
ditetapkan sendiri oleh individu yang tidak dicampuri oleh pengaruh dari luar dirinya. Sebaliknya, motivasi ekstrinsik bersifat instrumental karena tindakan individu dilakukan dalam kendali pihak di luar diri individu. Konsepsi motivasi yang
dikotomis ini, yaitu pemilahan motivasi intrinsik dengan ekstrinsik, digantikan
dengan konsepsi Self Determination Theory.
4

Teori determinasi diri membuat perbedaan antara motivasi ekstrinsik yang
ditetapkan pribadi/self determined atau otonomik dengan motivasi ekstrinsik yang
terkendali/controlled beserta dampaknya yang berbeda pada kualitas pengalaman
belajar. Motivasi ekstrinsik yang terkendali bergantung pada ganjaran/sanksi serta
pada pandangan pribadi tentang apa yang diharapkan dari diri sendiri yang menghasilkan perilaku sebagai tanggapan terhadap tekanan karena perilaku itu dikendalikan dari luar individu. Selanjutnya, motivasi ekstrinsik yang otonomik berubah
menjadi motivasi intrinsik yang dideterminasikan diri, yang disetujui diri sendiri,
merefleksikan diri hingga menarik, menyenangkan dan penting bagi diri sendiri.
Motivasi ekstrinsik yang jadi milik sendiri ini memunculkan perilaku sukarela

berprestasi.
Lingkungan yang mengembangkan ketiga kebutuhan dasar itu menghasilkan perilaku berdeterminasi diri atau individu yang bermotivasi intrinsik.
Konteks sosial keluarga, kampus dan profesi memudahkan terpenuhinya ketiga
kebutuhan itu melalui menyediakan tantangan optimal untuk berkembang, memberi loloh-balik dan keterlibatan antar pribadi. Deci et al (Zinkiewicz, Hammond
& Trapp, 2003) menyatakan faktor kontekstual yang mendukung otonomi seperti
menyediakan landasan rasional makna giat belajar, mengakui perasaan mahasiswa
dan menawarkan pilihan bahan dan tagihan belajar. Belajar berbasis proyek
misalnya memberi mahasiswa pilihan wujud akhir tugas sebagai basis penilaian
dalam kuliah.
Chirkov, Ryan & Willness (2005) menemukan praktik budaya dan frek-

wensi penerapan tata nilai yang berorientasi individualisme  kolektivisme dan

orientasi horizontal  vertikal pada mahasiswa Brazil dan Canada. Ditemukan rasa
otonomik yang lebih tinggi beserta kebutuhan mendapat dukungan orang tua dan
dosen berkorelasi dengan kesehatan jiwa dan identitas budaya yang lebih tinggi
serta orientasi budaya secara vertikal kurang diinternalisasikan pada kedua
kelompok mahasiswa itu.
Noorman (2010) dalam penelitiannya menyatakan ada hubungan yang
signifikan antara komunikasi interpersonal dengan motivasi berprestasi, makin

memuaskan komunikasi interpersonalnya maka makin tinggi juga motivasi
5

berprestasinya. Karenanya komunikasi interpersonal sangat penting dalam meningkatkan motivasi berprestasi mahasiswa.
Anggraeni (2008) menelusuri determinasi beberapa faktor afektif yang
mempengaruhi keberhasilan belajar mahasiswa dan mengungkap bagaimana
secara psikologis faktor-faktor tersebut dirasakan oleh mahasiswa. Untuk menentukan determinasi tiap faktor efektif dalam membedakan antara mahasiswa yang
berprestasi tinggi dengan mahasiswa yang berprestasi rendah. Hasil penelitian
menunjukkan tingkat anxiety dan learned helplessness mahasiswa berprestasi
tinggi lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan mahasiswa berprestasi
rendah, sementara tingkat self efficacy, locus of control, interest, dan integrativeness mahasiswa berprestasi tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan

mahasiswa berprestasi rendah.
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini sebanyak 101 mahasiswa Bimbingan dan Konseling
Angkatan 2009 yang aktif kuliah pada tahun akademik 2011/2012. Subjek
penelitian ini diperlakukan sebagai sampel total.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan Skala Komunikasi Interpersonal yang

dimodifikasi Indra (2000) sesuai teori Komunikasi Interpersonal DeVito (1997),
yang mengukur aspek keterbukaan/openness, empati/empathy, sikap mendukung/
supportiveness, sikap positif/positiveness, dan kesetaraan/equality. Digunakan

pula Skala Determinasi Diri yang dimodifikasi oleh Padmomartono (2011) sesuai
teori Determinasi Diri Deci dan Ryan (Chirkov et al, 2003).
HASIL
Analisis deskriptif kedua variabel penelitian dikemukakan sebagai berikut.

6

Kategori Komunikasi Interpersonal Mahasiswa
Prodi Bimbingan dan Konseling FKIP UKSW Angkatan 2009
Kategori
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Jumlah


Rentang Skor
136 — 160
112 — 135
88 — 111
64 — 87
40 — 63

Frekuensi
8
18
45
19
11
101

Prosentase (%)
8%
17,8%
44,6%

18,8%
10,8%
100%

Disimpulkan sebagian terbesar komunikasi interpersonal mahasiswa pada
kategori sedang (45 orang/44,6%). Sebagian lebih kecil mahasiswa komunikasi
interpersonalnya berkategori tinggi sampai dengan sangat tinggi (24 orang/25,8%).
Kategori Determinasi Diri Mahasiswa
Prodi Bimbingan dan Konseling FKIP UKSW Angkatan 2009
Kategori
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Jumlah

Rentang Skor
100 — 120
81 — 99

62 — 80
43 — 61
24 — 42

Frekuensi
12
20
42
18
9
101

Prosentase (%)
11.9%
19,8%
41,6%
17,8%
8,9%
100%

Disimpulkan sebagian terbesar determinasi diri mahasiswa pada kategori
sedang (42 orang/41,6%). Sebagian lebih kecil mahasiswa determinasi dirinya
berkategori tinggi sampai dengan sangat tinggi (32 orang/31,7%).
Hasil analisis korelasional menunjukkan rxy= 0,266* pada signifikansi p =
0,003 < 0,05. Dengan demikian disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara
determinasi diri dan komunikasi interpersonal mahasiswa Program Studi
Bimbingan dan Konseling Angkatan 2009, FKIP-UKSW Salatiga.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menghasilkan koefisien korelasi sebesar rxy = 0,266* pada
signifikansi p = 0,003

Dokumen yang terkait