Wangsajaya's Weblog | Semangat berbagi untuk peningkatan kompetensi para siswa, guru dan masyarakat umum. Salam sukses dan tetap semangat

http://tookick.blogspot.com/2011/01/mitigasi-bencana-definisi-mitigasi.html

MITIGASI BENCANA
DEFINISI
Mitigasi Bencana :
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana.

UMUM
Di Indonesia, saat ini terdapat fenomena peningkatan kejadianbencana. Badan
Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana(BAKORNAS PB) Indonesia
mencatat bahwa terdapat 1.429 kejadian bencana pada kurun waktu 2003 – 2005,
dimana nilai ini jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya
(national_action_plan_for_disaster_reduction_2006_2009_2006). Adanya
peningkatan kejadian bencana ini menunjukkan bahwa fenomena ini semakin lama
akan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Untuk itu
pemahamanbencana menjadi suatu yang penting dalam
penyelenggaraanpenataan ruang di Indonesia.

PENGERTIAN BENCANA

Bencana pada dasarnya adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No.
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana). Beberapa ahli
mengartikan bencana sebagai berikut :
1.
bencana merupakan kerusakan yang serius dari fungsi masyarakat
yang menyebabkan hilangnya nyawa, materi, aset ekonomi, dan lingkungan
yang mengurangi kemampuan komunitas atau masyarakat untuk
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki (United Nation, 2007; Arambepola,
2005; Carter, 1992)

2.
suatu kejadian dikatakan sebagai suatu bencana apabila kerusakan
yang ditimbulkan menyebabkan perubahan yang permanen terhadap
kehidupan sosial, ekosistem, dan lingkungan masyarakat, serta
melumpuhkan ekonomi baik pada skala rumah tangga (ketika ternak, rumah,
lahan pertanian, dan sumber-sumber aktivitas rumah tangga lainnya rusak)

maupun pada skala nasional (ketika jalan, jembatan, rumah sakit, sekolah,
dan fasilitas lainnya rusak) (Quarantelli, 1998 dalam Eshghi dan Larson,
2008, Wisner dkk, 2004.

JENIS-JENIS BENCANA
UU No. 24 Tahun 2007tentang Penanggulangan Bencana yang menjadi dasar dalam
pegangan dalam pemahaman kebencanaan di Indonesia,
mengkategorikan bencana berdasarkan sumbernya dalam tiga kategori,
yaitu bencana alam, bencana non-alam, danbencana sosial.

Kategori

Deskripsi

Contoh

adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
BencanaAlam alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,

dan tanah langsor
BencanaNon
Alam

antara lain kebakaran hutan/lahan yang disebabkan
oleh manusia, kecelakan transportasi, kegagalan
konstruksi/teknologi, dampak industri, ledakan
nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan
keantariksaan

Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial
BencanaSosial dan konflik sosial dalam masyarakat yang sering
terjadi

MENGAPA MITIGASIBENCANA MEM
ERLUKAN
PELAKSANAAN PENATAANRUANG
UU no 24 tahun 2007 Pasal 47 menyebutkan :
(1) Mitigasi Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan
untuk mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan

rawan bencana.
(2) Kegiatan mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

a. pelaksanaan penataan tata ruang;
b. pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan
c. penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara
konvensional maupun modern;
Dengan penataan ruang, kerugian dan korban akibat kerusakanruang tinggal
manusia akibat bencana bisa dikurangi.
Telah dikaji pedoman penataan ruang untuk daerah rawanbencana sesuai dengan
kategori bencananya, diantaranya yaitu
1.
Pedoman Penataan ruang untuk daerah yang rawanbencana letusan
gunung berapi dan gempa bumi
2.
Pedoman Penataan ruang untuk daerah yang rawanbencana tanah
longsor
3.
Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik Dan Lingkungan, Ekonomi, serta
Sosial Budaya Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang


MITIGASI BENCANA DALAM UU no
26 Tahun 2007
UU terbaru penataan ruang secara eksplisit menyebutkan
perlunya mitigasi bencana sebagai bagian dari proses pembangunan. Rincian pasal
dan ayatnya adalah sebagai berikut (klik disini)

KETERKAITAN PERUBAHAN IKLIM
DENGAN BENCANAEKOLOGIS
Konferensi pada pertengahan september 2009 yang bertema“Climate Forcing of
Geological and Geomorphological Hazards.” yang dihadiri oleh banyak ilmuwan
terkenal seperti BillMcGuire dari University College London (UCL), Simon Dya dari
Universitas Oxford, serta McGuire dan Serge Guillas dari UCL, mengeluarkan
pernyataan bahwa bumi kita ini sangat peka terhadap perubahan cuaca dan iklim.
Sedikit saja perubahan terjadi pada cuaca atau iklim maka kerak bumi akan bereaksi

menghadiahi manusia bencana ekologis seperti letusan vulkanik, gempa bumi dan
longsor yang semuanya dahsyat.

Pengaruh Perubahan Permukaan Laut

Simon Dya dari Universitas Oxford, serta McGuire dan Serge Guillas dari UCL,
memaparkan bukti bahwa bagaimana perubahan halus pada tingkat permukaan laut
mempengaruhi kegempaan di Patahan Pasifik Timur, salah satu batas lempeng
benua yang memekar paling cepat. Para ilmuwan memfokuskan perhatian pada
lempeng mini Easter –lempeng tektonik yang menghampar di bawah samudera di
lepas pantai Pulau Easter– karena lempeng ini relatif terisolir dari sesar-sesar lain.
Fokus ini mempermudah upaya membedakan perubahan-perubahan dalam
lempeng tektonik yang terjadi karena sistem iklim, dari yang tercipta akibat
tumbukan. Sejak 1973, datangnya gelombang El Nino setiap sekian tahun
berkorelasi dengan frekuensi gempa bawah laut berkekuatan magnitudo 4 dan 6.
Ilmuwan yakin, kemunculan El Nino dan terjadinya gempa bawah laut itu berkaitan.
El Nino menaikkan permukaan air laut sampai puluhan centimeter. Ilmuwan juga
yakin berat air ekstra bisa meningkatkan tekanan aliran fluida dalam pori-pori batuan
dasar laut. Tekanan ini cukup menetralisir energi geseran yang menyangga batuan
agar tetap di tempatnya, sehingga sesar-sesar menjadi mudah bergeser.
David Pyle dari Universitas Oxford. telah meneliti letusan-letusan vulkanik dalam 300
tahun terakhir dan menyatakan penilaiannya bahwa karakter vulkanisme (aktivitas
vulkanik) berbeda-beda, tergantung musim.Dari penelitian yang dilakukan
disimpulkan bahwa letusan vulkanik di seluruh dunia 20 persen lebih sering terjadi di
musim dingin (belahan bumi utara) ketimbang di musim panas.Itu karena tingkat

permukaan air laut global turun perlahan selama musim dingin, dan berhubung
daratan lebih banyak di belahan utara, maka air menjadi lebih banyak membeku
menjadi es dan salju selama musim dingin (belahan selatan).
Sementara itu, kebanyakan gunung api teraktif di dunia hanya puluhan kilometer dari
pantai. Ini menunjukkan, penyusutan bobot samudera di tepi benua yang terjadi
secara musiman akibat menurunnya permukaan air laut, bisa memicu letusan
vulkanik di seluruh dunia.
Pandangan bahwa beberapa gunung api meletus saat permukaan air laut turun, tak
berarti bahwa naiknya permukaan laut akibat perubahan iklim, akan menekan
aktivitas vulkanik.Di Alaska, Gunung Pavlof lebih sering meletus pada bulan-bulan di
musim dingin, sementara penelitian awal Steve McNutt dari Observatorium Gunung
Api menyimpulkan, naiknya permukaan laut 30 cm setiap musim dingin, terjadi
karena rendahnya tekanan udara dan kuatnya gelombang badai.Lokasi Gunung Api

Pavlof berada menunjukkan, bobot tambahan di samudera terdekat bisa menekan
magma ke permukaan.Di wilayah lain, berat esktra samudera saat tingkat
permukaan laut naik, bisa melengkungkan kerak bumi dan mengurangi pemampatan
sehingga magma menjadi lebih mudah mencapai permukaan di gunung-gunung api
terdekat, kata McGuire.
Semua contoh itu agaknya saling bertentangan, namun intinya setiap perubahan

permukaan laut bisa mengubah tekanan di tepi benua yang cukup untuk memicu
letusan gunung berapi yang sudah siap meletus.

Pengaruh Curah Hujan
Perubahan kecil dalam curah hujan bisa juga memicu letusan vulkanik. Pada 2001,
letusan besar di gunung api Soufriere Hills di Pulau Montserrat di Karibia terjadi
karena tingginya curah hujan. Curah hujan yang tinggi ini menggoyahkan kubah
gunung api hingga cukup untuk memuntahkan magma dalam perut gunung api.Kini,
hujan tropis tampaknya sudah umum dianggap bisa memicu letusan gunung api,
sedangkan menurut model ilmiah iklim, banyak kawasan, termasuk daerah tropis,
bertambah panas akibat perubahan iklim.
Adrian Matthews dari Universitas East Anglia dan para koleganya, meneliti respons
menit ke menit gunung berapi Montserrat setelah dikenai lebih dari 200
“rangsangan” selama tiga tahun. Tim peneliti menemukan, respons itu terlihat dari
meningkatnya aktivitas vulkanik selama dua hari.Hujan harian meningkatkan
kemungkinan keroposnya kubah gunung api dari 1,5 sampai 16 persen sehingga tak
perlu menunggu hujan besar.

Pengaruh Perubahan Lapisan Es
Andrew Russell dari Universitas Newcastle menyatakan bahwa mungkin hambatan

geologis terbesar selama perubahan iklim adalah dampak mencairnya lapisan es. Di
samping risiko bahwa sedimen-sedimen goyah yang muncul karena es mencair bisa
menyelinap masuk laut sebagai longsor pemicu tsunami, tanggalnya lapisan es juga
bisa memicu letusan gunung api.”Bahkan penciutan (lapisan es) puluhan centimeter
saja sudah cukup menciptakan perubahan,”
Contohnya glasier Vatnajokull di Islandia yang berdiri di atas batas lempeng dan
sejumlah gunung api yang kemungkinan sirna dua abad nanti. Jika itu sirna, maka
beban (samudera) akan membesar yang akan meningkatkan aktivitas vulkanik,”
Di awal zaman es terakhir, aktivitas vulkanik di Islandia utara meningkat hingga 30
kali lebih besar dibandingkan sekarang. Dan jika nanti gunung-gunung api di
belahan utara yang tertutup es itu meletus, maka hamburan letusan akan menebari
dunia. Ilustrasinya terjadi pada 1783 saat Gunung Berapi Laki di Islandia

memuntahkan debu belerang ke seluruh Eropa sehingga benua ini mengalami satu
musim dingin maut yang membunuh ribuan orang.
Saat ini memang belum jelas berapa besar perubahan iklim akan mempengaruhi
frekuensi dan intensitas gempa bumi serta letusan gunung api mengingat kepekaan
Planet Bumi terhadap iklim baru teramati intens belakangan ini. Selain itu, belum
cukup data untuk menciptakan model pemrakira cuaca yang mengaitkan kedua
sistem. Tapi yang pasti, aksi manusia semakin mudah memprovokasi Planet Bumi.

(Sumber : www.akarfoundation.org dikutip dari New Scientist, edisi 23
September 2009.}

MITIGASI BENCANA
DEFINISI
Mitigasi Bencana :
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan
fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
UMUM
Di Indonesia, saat ini terdapat fenomena peningkatan kejadian bencana. Badan
Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BAKORNAS PB) Indonesia mencatat
bahwa terdapat 1.429 kejadian bencana pada kurun waktu 2003 – 2005, dimana nilai ini
jauh
lebih
besar
dibandingkan
sebelumnya
(national_action_plan_for_disaster_reduction_2006_2009_2006). Adanya peningkatan
kejadian bencana ini menunjukkan bahwa fenomena ini semakin lama akan menjadi
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Untuk itu pemahaman

bencana menjadi suatu yang penting dalam penyelenggaraan penataan ruang di
Indonesia.
PENGERTIAN BENCANA
Bencana pada dasarnya adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor
alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana). Beberapa ahli mengartikan bencana sebagai berikut :
bencana merupakan kerusakan yang serius dari fungsi masyarakat yang menyebabkan
hilangnya nyawa, materi, aset ekonomi, dan lingkungan yang mengurangi kemampuan
komunitas atau masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki (United
Nation, 2007; Arambepola, 2005; Carter, 1992)
suatu kejadian dikatakan sebagai suatu bencana apabila kerusakan yang ditimbulkan
menyebabkan perubahan yang permanen terhadap kehidupan sosial, ekosistem, dan
lingkungan masyarakat, serta melumpuhkan ekonomi baik pada skala rumah tangga

(ketika ternak, rumah, lahan pertanian, dan sumber-sumber aktivitas rumah tangga
lainnya rusak) maupun pada skala nasional (ketika jalan, jembatan, rumah sakit, sekolah,
dan fasilitas lainnya rusak) (Quarantelli, 1998 dalam Eshghi dan Larson, 2008, Wisner
dkk, 2004.
JENIS-JENIS BENCANA
UU No. 24 Tahun 2007tentang Penanggulangan Bencana yang menjadi dasar dalam
pegangan dalam pemahaman kebencanaan di Indonesia, mengkategorikan bencana
berdasarkan sumbernya dalam tiga kategori, yaitu bencana alam, bencana non-alam, dan
bencana sosial.
Kategori
Deskripsi
Contoh
Bencana Alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah langsor
Bencana Non Alam antara lain kebakaran hutan/lahan yang disebabkan oleh manusia,
kecelakan transportasi, kegagalan konstruksi/teknologi, dampak industri, ledakan nuklir,
pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan
Bencana Sosial
Bencana sosial antara lain berupa kerusuhan sosial dan konflik
sosial dalam masyarakat yang sering terjadi
MENGAPA MITIGASI BENCANA MEMERLUKAN PELAKSANAAN PENATAAN
RUANG
UU no 24 tahun 2007 Pasal 47 menyebutkan :
(1) Mitigasi Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk
mengurangi risiko bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana.
(2) Kegiatan mitigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. pelaksanaan penataan tata ruang;
b. pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan
c. penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional
maupun modern;
Dengan penataan ruang, kerugian dan korban akibat kerusakan ruang tinggal manusia
akibat bencana bisa dikurangi.
Telah dikaji pedoman penataan ruang untuk daerah rawan bencana sesuai dengan kategori
bencananya, diantaranya yaitu
Pedoman Penataan ruang untuk daerah yang rawan bencana letusan gunung berapi dan
gempa bumi
Pedoman Penataan ruang untuk daerah yang rawan bencana tanah longsor
Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik Dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya
Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang

MITIGASI BENCANA DALAM UU no 26 Tahun 2007
UU terbaru penataan ruang secara eksplisit menyebutkan perlunya mitigasi bencana
sebagai bagian dari proses pembangunan. Rincian pasal dan ayatnya adalah sebagai
berikut (klik disini)
KETERKAITAN PERUBAHAN IKLIM DENGAN BENCANA EKOLOGIS
Konferensi pada pertengahan september 2009 yang bertema “Climate Forcing of
Geological and Geomorphological Hazards.” yang dihadiri oleh banyak ilmuwan terkenal
seperti Bill McGuire dari University College London (UCL), Simon Dya dari Universitas
Oxford, serta McGuire dan Serge Guillas dari UCL, mengeluarkan pernyataan bahwa
bumi kita ini sangat peka terhadap perubahan cuaca dan iklim. Sedikit saja perubahan
terjadi pada cuaca atau iklim maka kerak bumi akan bereaksi menghadiahi manusia
bencana ekologis seperti letusan vulkanik, gempa bumi dan longsor yang semuanya
dahsyat.
Pengaruh Perubahan Permukaan Laut
Simon Dya dari Universitas Oxford, serta McGuire dan Serge Guillas dari UCL,
memaparkan bukti bahwa bagaimana perubahan halus pada tingkat permukaan laut
mempengaruhi kegempaan di Patahan Pasifik Timur, salah satu batas lempeng benua
yang memekar paling cepat. Para ilmuwan memfokuskan perhatian pada lempeng mini
Easter –lempeng tektonik yang menghampar di bawah samudera di lepas pantai Pulau
Easter– karena lempeng ini relatif terisolir dari sesar-sesar lain.
Fokus ini mempermudah upaya membedakan perubahan-perubahan dalam lempeng
tektonik yang terjadi karena sistem iklim, dari yang tercipta akibat tumbukan. Sejak
1973, datangnya gelombang El Nino setiap sekian tahun berkorelasi dengan frekuensi
gempa bawah laut berkekuatan magnitudo 4 dan 6.
Ilmuwan yakin, kemunculan El Nino dan terjadinya gempa bawah laut itu berkaitan. El
Nino menaikkan permukaan air laut sampai puluhan centimeter. Ilmuwan juga yakin
berat air ekstra bisa meningkatkan tekanan aliran fluida dalam pori-pori batuan dasar laut.
Tekanan ini cukup menetralisir energi geseran yang menyangga batuan agar tetap di
tempatnya, sehingga sesar-sesar menjadi mudah bergeser.
David Pyle dari Universitas Oxford. telah meneliti letusan-letusan vulkanik dalam 300
tahun terakhir dan menyatakan penilaiannya bahwa karakter vulkanisme (aktivitas
vulkanik) berbeda-beda, tergantung musim.Dari penelitian yang dilakukan disimpulkan
bahwa letusan vulkanik di seluruh dunia 20 persen lebih sering terjadi di musim dingin
(belahan bumi utara) ketimbang di musim panas.Itu karena tingkat permukaan air laut
global turun perlahan selama musim dingin, dan berhubung daratan lebih banyak di
belahan utara, maka air menjadi lebih banyak membeku menjadi es dan salju selama
musim dingin (belahan selatan).
Sementara itu, kebanyakan gunung api teraktif di dunia hanya puluhan kilometer dari
pantai. Ini menunjukkan, penyusutan bobot samudera di tepi benua yang terjadi secara

musiman akibat menurunnya permukaan air laut, bisa memicu letusan vulkanik di seluruh
dunia.
Pandangan bahwa beberapa gunung api meletus saat permukaan air laut turun, tak berarti
bahwa naiknya permukaan laut akibat perubahan iklim, akan menekan aktivitas
vulkanik.Di Alaska, Gunung Pavlof lebih sering meletus pada bulan-bulan di musim
dingin, sementara penelitian awal Steve McNutt dari Observatorium Gunung Api
menyimpulkan, naiknya permukaan laut 30 cm setiap musim dingin, terjadi karena
rendahnya tekanan udara dan kuatnya gelombang badai.Lokasi Gunung Api Pavlof
berada menunjukkan, bobot tambahan di samudera terdekat bisa menekan magma ke
permukaan.Di wilayah lain, berat esktra samudera saat tingkat permukaan laut naik, bisa
melengkungkan kerak bumi dan mengurangi pemampatan sehingga magma menjadi lebih
mudah mencapai permukaan di gunung-gunung api terdekat, kata McGuire.
Semua contoh itu agaknya saling bertentangan, namun intinya setiap perubahan
permukaan laut bisa mengubah tekanan di tepi benua yang cukup untuk memicu letusan
gunung berapi yang sudah siap meletus.
Pengaruh Curah Hujan
Perubahan kecil dalam curah hujan bisa juga memicu letusan vulkanik. Pada 2001,
letusan besar di gunung api Soufriere Hills di Pulau Montserrat di Karibia terjadi karena
tingginya curah hujan. Curah hujan yang tinggi ini menggoyahkan kubah gunung api
hingga cukup untuk memuntahkan magma dalam perut gunung api.Kini, hujan tropis
tampaknya sudah umum dianggap bisa memicu letusan gunung api, sedangkan menurut
model ilmiah iklim, banyak kawasan, termasuk daerah tropis, bertambah panas akibat
perubahan iklim.
Adrian Matthews dari Universitas East Anglia dan para koleganya, meneliti respons
menit ke menit gunung berapi Montserrat setelah dikenai lebih dari 200 “rangsangan”
selama tiga tahun. Tim peneliti menemukan, respons itu terlihat dari meningkatnya
aktivitas vulkanik selama dua hari.Hujan harian meningkatkan kemungkinan keroposnya
kubah gunung api dari 1,5 sampai 16 persen sehingga tak perlu menunggu hujan besar.
Pengaruh Perubahan Lapisan Es
Andrew Russell dari Universitas Newcastle menyatakan bahwa mungkin hambatan
geologis terbesar selama perubahan iklim adalah dampak mencairnya lapisan es. Di
samping risiko bahwa sedimen-sedimen goyah yang muncul karena es mencair bisa
menyelinap masuk laut sebagai longsor pemicu tsunami, tanggalnya lapisan es juga bisa
memicu letusan gunung api.”Bahkan penciutan (lapisan es) puluhan centimeter saja
sudah cukup menciptakan perubahan,”
Contohnya glasier Vatnajokull di Islandia yang berdiri di atas batas lempeng dan
sejumlah gunung api yang kemungkinan sirna dua abad nanti. Jika itu sirna, maka beban
(samudera) akan membesar yang akan meningkatkan aktivitas vulkanik,”

Di awal zaman es terakhir, aktivitas vulkanik di Islandia utara meningkat hingga 30 kali
lebih besar dibandingkan sekarang. Dan jika nanti gunung-gunung api di belahan utara
yang tertutup es itu meletus, maka hamburan letusan akan menebari dunia. Ilustrasinya
terjadi pada 1783 saat Gunung Berapi Laki di Islandia memuntahkan debu belerang ke
seluruh Eropa sehingga benua ini mengalami satu musim dingin maut yang membunuh
ribuan orang.
Saat ini memang belum jelas berapa besar perubahan iklim akan mempengaruhi frekuensi
dan intensitas gempa bumi serta letusan gunung api mengingat kepekaan Planet Bumi
terhadap iklim baru teramati intens belakangan ini. Selain itu, belum cukup data untuk
menciptakan model pemrakira cuaca yang mengaitkan kedua sistem. Tapi yang pasti, aksi
manusia semakin mudah memprovokasi Planet Bumi.
(Sumber : www.akarfoundation.org dikutip dari New Scientist, edisi 23 September
2009.}