KOADSORPSI Cr Fe OLEH KITOSAN

Koadsorpsi Cr-Fe oleh Kitosan (Endang Widjajanti Laksono, dkk)

KOADSORPSI Cr-Fe OLEH KITOSAN
Oleh:
Endang Widjajanti Laksono, AK Prodjosantoso, Jaslin Ikhsan
Staf Pengajar FMIPA UNY

Abstract
Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan adsorpsi kitosan
terhadap ion Cr(III) dan Fe(III) secara simultan pada berbagai
variasi konsentrasi.
Sebagai subyek penelitian adalah kitosan yang diisolasi dari
cangkang kepiting dan dibuat melalui tiga tahap yakni tahap
deproteinasi, demineralisasi dan deasetilasi. Sebagai obyek penelitian
adalah daya adsorpsi kitosan terhadap ion logam Cr(III) dan Fe(III),
baik untuk masing- masing ion maupun secara simultan. Proses
adsorpsi menggunakan sistem batch dilakukan selama 24 jam pada
suhu kamar pada kondisi pH sistem optimum dengan perbandingan
adsorben- adsorbat 1:100(b/v) pada konsentrasi 100 ppm hingga
1000 ppm. Daya adsorpsi kitosan merupakan perbandingan antara
banyaknya ion logam yang teradsorpsi per gram kitosan, konsentrasi

adsorbat ditentukan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kemampuan adsorpsi
kitosan terhadap Fe (III) lebih kuat dibandingkan terhadap Cr (III)
baik pada adsorpsi tunggal maupun adsorpsi simultan, dan prosesnya
tergolong sebagai koadsorpsi.
Kata kunci : kitosan, koadsorpsi

PENDAHULUAN
Keberadaan logam dalam perairan umumnya merupakan
limbah industri, jarang ada industri yang menghasilkan hanya satu
jenis logam. Dalam limbah biasanya dijumpai lebih dari satu macam logam, misalnya limbah industri baja anti karat mengandung
mangan dan krom. Industri pengecatan logam (perchrom)

95

Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 13, No. 1, April 2008: 95-109

menggunakan krom, nikel dan zink, dalam limbah tekstil adalah
arsenik, kadmium (Cd), kromium (Cr), timbal (Pb), tembaga (Cu),
zink (Zn) (Agus Widodo, Mardiah dan Andy Prasetyo, 2006 : 3).

Limbah industri logam mengandung krom (Cr) dan besi (Fe).
Keberadaan beberapa logam dalam limbah, tentu saja membutuhkan penangan khusus sebelum melakukan pengolahan limbah.
Tidak semua logam dapat ditangani dengan cara yang sama. Untuk
itu diperlukan suatu cara untuk menangani limbah tanpa harus memisahkan terlebih dahulu. Adsorben kitosan telah banyak digunakan untuk mengadsorpsi bermacam- macam logam secara individual, diantaranya terhadap logam Cr(III),Ni(II), Zn(II) dan Cu(II)
(Endang W Laksono dkk, 2006, 915), namun belum ada yang
melaporkan tentang kemampun adsorpsi kitosan terhadap beberapa
macam logam secara simultan. Untuk itu perlu diketahui juga
kemampuan adsorpsi kitosan terhadap ion Cr(III)- Fe(III).
Cangkang kepiting yang mengandung senyawa kimia kitin
dan kitosan merupakan limbah yang mudah didapat dan tersedia
dalam jumlah yang banyak, yang selama ini belum termanfaatkan
secara optimal. Kitosan yang diisolasi dari cangkang kepiting dapat
digunakan sebagai adsorben, sebagai adsorbat dipilih. Gugus –NH2
mempunyai sepasang elektron bebas, itu berarti mempunyai sifat
basa, atau dalam larutan (air) akan meningkatkan pH sistem. Peningkatan pH sistem tentu saja dapat mengubah sifat asam basa
96

Koadsorpsi Cr-Fe oleh Kitosan (Endang Widjajanti Laksono, dkk)

permukaan yang berarti juga akan mempengaruhi kekuatan ikatan

atau selektifitas pengikatan ion logam (Endang Widjajanti, 2003:
51). Kitosan memiliki dua gugus aktif yaitu –NH2 dan –OH pada
pH tertentu kedua gugus aktif ini dapat saja mengalami protonasi
ataupun deprotonasi yang mestinya akan menghasilkan muatan
permukaan yang berbeda.
Ion besi(III) dalam air membentuk kompleks {Fe(H2O)6]3+,
besi(III) lebih stabil dibandingkan dengan besi(II). Kadar besi yang
tinggi dalam air dapat menyebabkan beberapa gangguan pada
syaraf perasa. Dalam banyak industri, umumnya besi digunakan
bersama-sama dengan logam- logam yang lain. Dalam air, Cr(III)
terdapat dalam bentuk [Cr(H2O)6]3+ dan berwarna ungu. Menurut
Lewis (Sugiyarto, 2000, 4.11) Cr(III) dan Fe(III) tergolong sebagai
asam keras, sedangkan gugus NH2 dalam kitosan dan gugus OH
merupakan basa keras, artinya secara teoritis Cr(III) dan Fe(III)
sama mudahnya berikatan dengan gugus aktif kitosan karena samasama keras.
METODE PENELITIAN
Kitosan yang digunakan diisolasi dari cangkang kepiting
hijau dan dilanjutkan dengan proses asetilasi tetapi tidak dimurnikan, sehingga dalam kitosan masih terkandung kitin sekitar 20
sampai 30%. Sebagai adsorbat digunakan CrCl3. 6H2O (p.a Merck)
97


Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 13, No. 1, April 2008: 95-109

dan Fe(NO3)3. 9 H2O (p.a. Merck) sebagai pengatur pH digunakan
asam nitrat 1N.
Optimasi pH sistem dilakukan cara kitosan dikondisikan
terlebih dahulu pada berbagai pH, kemudian dilakukan proses
adsorpsi. Pengkondisian pH kitosan dengan cara merendam kitosan
pada larutan asam nitrat pada pH tertentu selama 24 jam. Logam
yang dipilih untuk optimasi pH adalah krom, yaitu digunakan
larutan Cr(III) 500 ppm.
Proses adsorpsi untuk masing-masing ion dilakukan pada
suhu kamar selama 24 jam dengan perbandingan adsorben dan
adsorbat 1:100 (b/v), pada pH optimum dan variasi konsentrasi dari
100 ppm sampai 1000 ppm. Sedangkan untuk adsorpsi simultan
digunakan Cr(III) dan Fe(III) pada berbagai variasi konsentrasi,
pada suhu kamar selama 24 jam dengan perbandingan adsorben:
adsorbat 1:100; perbandingan volume larutan adsorbat 1:1. Analisis
kandungan ion yang teradsorpsi ditentukan secara spektrofotometri
serapan atom, sedangkan karakterisasi kitosan sebelum dan setelah

digunakan untuk adsorpsi dianalisis menggunakan FTIR
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakter kitosan hasil isolasi
Kitosan dalam cangkang kepiting diisolasi melalui tiga tahapan yaitu deproteinasi untuk menghilangkan protein yang berada
98

Koadsorpsi Cr-Fe oleh Kitosan (Endang Widjajanti Laksono, dkk)

dalam cangkang, demineralisasi untuk menghilangkan kandungan
logam dalam cangkang dan deasetilasi untuk mentransformasi kitin
menjadi kitosan. Setelah proses demineralisasi, dilakukan netralisasi dan diperoleh senyawa berwarna putih yaitu kitin. Untuk memastikan bahwa senyawa hasil isolasi adalah kitin, dilakukan
analisis gugus fungsi dari senyawa tersebut secara spektrofotometri
FTIR.
Deasetilasi senyawa kitin hasil isolasi dengan larutan natrium
hidroksida jenuh, menghasilkan kitosan. Kitosan yang dihasilkan
tidak dimurnikan, sehingga kitosan masih mengandung kitin sebesar 20-40%. Karakterisasi kitin dan kitosan secara FTIR dapat
dilihat pada Gambar 1, sedangkan interpretasi gugus fungsional
spektra inframerah kitin didasarkan pada hasil penelitian Gatot TR
(2006, 56) sedangkan interpretasi kitosan didasarkan hasil penelitian Darjito (2006, 241) secara ringkas dapat dilihat pada tabel 1


99

Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 13, No. 1, April 2008: 95-109

Gambar 1. Spektra inframerah senyawa kitin dan kitosan hasil
isolasi
Tabel .1 Interpretasi Gugus Fungsi Spektra Inframerah Kitin,
Kitosan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
2


Bilangan Gelombang (cm-1)
Interpretasi Gugus Fungsional
Kitosan Kitosan 2
Kitin
Kitin1
3446,01
3450
3444,2
3422
–OH
Vibrasi rentangan ––CH
2950
2939
2923,11
2918,5
(metilen)
1653,12
1650
1651,9

1650
–CO=
1550
1541
Vibrasi tekuk –NH- amida
1558,39
1574,69
1400
1448
Vibrasi –NH (amina)
1430,60
1423,15
1314,15
1317
1318,08
Vibrasi tekuk –CH2
1261,21
1261
1260,43
Vibrasi metil (-CH3)

1156,81
1150
1155,60
1150
Vibrasi rentangan –CO1028,00
953
1029,4
1032
Vibrasi C-N (amina)

hasil isolasi Gatot TR (2006)
hasil Isolasi Darjito dkk (2006, 241)

100

Koadsorpsi Cr-Fe oleh Kitosan (Endang Widjajanti Laksono, dkk)

Karakterisasi kitin dan kitosan dilakukan secara kualitatif,
yaitu menggunakan spektrofotometer inframerah dengan cara
mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat dalam kitin dan

kitosan. Secara umum spektra inframerah kitin dan kitosan hasil
isolasi tidak menunjukkan perbedaan letak gugus fungsional bila
dibandingkan dengan senyawa kitin dan kitosan referensi. Antara
kitin dan kitosan hasil isolasi memperlihatkan terjadi pergeseran
vibrasi tekukan –NH- amina yang pada senyawa kitin terlihat pada
pita serapan 1430,60 ke 1423,15 cm-1 untuk kitosan. Demikian
vibrasi tekuk –NH2 amida pada kitin terlihat di daerah 1558,39
bergeser pada 1574,69 cm-1. Pita vibrasi rentangan ––CH (metilen)
pada kitosan juga bergeser bila dibandingkan pada senyawa kitin
yaitu dari 2923,11 ke 2918,50 cm-1.
Optimasi pH sistem.
Kitosan yang telah dikondisikan pada pH tertentu diuji
kemampuan adsorpsinya, menggunakan logam Cr(III). Tabel. 2
memperlihatkan daya adsorpsi kitosan terhadap Cr(III) 500 ppm
pada berbagai pH sistem. Sedangkan hubungan antara pH sistem
dan daya adsorpsi kitosan terhadap ion Cr(III) digambarkan pada
grafik gambar 2.

101


Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 13, No. 1, April 2008: 95-109

Tabel. 2. Daya Adsorpsi Kitosan berbagai pH terhadap Cr(III)
pH
sistem
3,6
4,1
4,7
5,6

pH kitosan
2
3
4
5

C setimbang
(ppm)
474,765
421,667
312,746
338,615

Daya adsorpsi
(mg/g)
2,523
7,833
18,725
16,138

Daya adsorpsi

22,00
18,00
14,00
10,00
6,00
2,00
3

3,5

4

pH 4,5

5

5,5

6

Gambar. 2. Daya adsorpsi kitosan terhadap Cr(III) pada berbagai
pH sistem
Menggunakan grafik pada gambar 2 dapat ditentukan bahwa
pH sistem optimum adalah 4,7 (ditandai oleh anak panah) untuk
adsorpsi kitosan terhadap ion. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Endang W Laksono dkk (2006, 245) yang melakukan optimasi pH
sistem kitosan dengan ion Ni(II), Pb(II) dan Fe(II) yang mempunyai nilai optimum pada pH sistem 5.

102

Koadsorpsi Cr-Fe oleh Kitosan (Endang Widjajanti Laksono, dkk)

Kitosan hasil isolasi dan kitosan yang dioptimasi pada
berbagai pH dianalisis menggunakan FTIR, hasilnya ditabelkan
seperti pada tabel 3. Nampak terlihat adanya pergeseran pita vibrasi
dari kitosan awal dengan kitosan pada vibrasi rentangan –CH
metilen dan vibrasi –NH amina . Kemungkinan pergeseran pita
terjadi karena reaksi berikut
R-NH2 + H+

R- NH3+ (Li Jin dan Renbi Bai , 2002, 9767)

Tabel 3 Pergeseran Bilangan Gelombang Gugus Fungsi Kitosan
pada Berbagai pH
No.

Bilangan Gelombang (cm-1)
pH 2
pH 3
pH 4
pH 5

1

2960,99

2960,90

2918,89

2917,46

2
3

1557,62
1430,07

1557,51
1429,75

1558,70

1557,96

1419,22

1418,39

Interpretasi Gugus Fungsi
Vibrasi rentangan ––CH
(metilen)
Vibrasi tekuk –NH- amida
Vibrasi –NH (amina)

Adsorpsi kitosan terhadap ion logam

Daya Adsorpsi

60.0

40.0

20.0

0.0
0

200

400

600

800

1000

C setimbang

Cr(III)

Fe(III)

103

daya adsorpsi (mg/g)

Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 13, No. 1, April 2008: 95-109

60.0

30.0

0.0
0.0

200.0

400.0

600.0

C setimbang (ppm)
Cr(III)

Fe(III)

Gambar 3. Adsorpsi Kitosan terhadap ion Cr(III) dan Fe(III)
tunggal (kiri), kanan koadsorpsi kitosan terhadap ion Cr(III) dan
Fe(III)
Daya adsorpsi kitosan terhadap ion logam Cr(III) ternyata
lebih rendah dibandingkan daya adsorpsi kitosan terhadap ion
Fe(III). Adsorpsi kitosan terhadap kedua logam secara individual
ternyata mengikuti pola Freundlich yaitu membentuk kurva S.
Daya tarik kitosan terhadapion Fe(III) lebih kuat dibandingkan
terhadap ion Cr(III). Jika dilihat dari kekuatan ion maka potensial
oksidasi ion Cr(III) lebih besar dibandingkan Fe(III), tetapi
ternyata kompleks yang terbentuk tidak mengikuti kekuatan ion ini.
Ini berarti kompleks yang terbentuk bukan tipe elektrostatis, seperti
pada reaksi berikut :

104

Koadsorpsi Cr-Fe oleh Kitosan (Endang Widjajanti Laksono, dkk)

R- NH3+ + M2+
R- NH2M2+ + H+ ....................................1
(Li Jin dan Renbi Bai, 2002 : 9767)
Reaksi ini dibuktikan dengan penurunan pH sistem setelah
adsorpsi. Ini memperlihatkan bahwa selama proses adsorpsi terjadi
pelepasan ion H+.. Tabel 4 memperlihatkan penurunan pH sistem
setelah proses adsorpsi. Ternyata penurunan pH pada sistem Fe(III)
lebih tajam dibandingkan terhadap sistem Cr(III), ini berarti reaksi
(1) lebih dominan terbentuk. Dan ini ditunjukkan dengan meningkatnya daya adsorpsi kitosan terhadap ion logam.
Tabel.4. pH sistem kitosan-ion logam sebelum dan setelah adsorpsi
Ion yang
diadsorpsi
Cr(III)
Fe(III)

Konsentrasi
Ion
500
800
500
800

pH sistem
Awal
Akhir
4,9
3,5
4,4
2,9
4,5
1,8
4,5
1,7

Daya Adsorpsi
(mg/g)
13,8
9,8
21,7
46,1

Pada adsorpsi simultan antara Cr(III) dan Fe(III) oleh kitosan
juga memperlihatkan bahwa Fe(III) lebih besar dibandingkan
Cr(III). Antara adsorpsi tunggal dan adsorpsi simultan ternyata
tidak memperlihatkan perbedaan kemampuan adsorpsi kitosan
artinya antara Cr(III) dan Fe(III) dalam sistem yang sama tidak
terjadi kompetisi untuk mengikat situs aktif kitosan. Yang terjadi
dalam sistem cenderung sebagai koadsorpsi, sehingga daya

105

Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 13, No. 1, April 2008: 95-109

adsorpsi kitosan terhadap Fe(III) tetap lebih tinggi dibandingkan
daya adsorpsi kitosan terhadap Cr(III).
Secara skematis koadsorpsi ini dapat digambarkan seperti
gambar 5. Ion logam Cr(III) dan Fe(III) dijatuhkan secara acak
pada permukaan adsorbat. Kedua ion bersama- sama mengikat
permukaan. Bila bertemu dengan situs –OH, maka ion akan
membentuk kluster seperti gambar 4, sedangkan bila bertemu –
NH2 akan membentuk ikatan elektrostatis (reaksi 1). Pada
koadsorpsi Cr(III)-Fe(III) oleh kitosan pengurangan kandungan ion
logam lebih disebabkan oleh pembentukan kluster (Jean –Pierre
J,1994 ,345-347)

Gambar. 4 Pembentukan Kluster Permukaan Kitosan-ion Logam

106

Koadsorpsi Cr-Fe oleh Kitosan (Endang Widjajanti Laksono, dkk)

Gambar 5. Model pembentukan kompleks kitosan- ion logam
Pertumbuhan permukaan-adsorbat nampaknya tidak hanya
bergantung pada reaktifitas situs aktif permukaan. Tegangan
permukaan adsorbat juga mempunyai peran penting dalam
pembentukan monolayer. Kelebihan energi akibat adanya ikatan
antara adsorbat dengan permukaan dapat menyebabkan pertumbuhan permukaan-adsorbat tidak hanya sebatas satu layer saja, tetapi
berkembang menjadi tiga dimensi atau bahkan mampu membentuk
kristalin pada permukaan.
SIMPULAN
Hasil

penelitian

memperlihatkan

bahwa

kemampuan

adsorpsi kitosan terhadap Fe (III) lebih kuat dibandingkan terhadap
Cr (III) baik pada adsorpsi tunggal maupun adsorpsi simultan, dan
prosesnya tergolong sebagai koadsorpsi.
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, Mudjiati, Selvy Elvira, dan Vera Setijawati. (2001).
Adsorpsi Cr(VI) dengan Adsorben Khitosan. Jurnal Kimia
Lingkungan. 3(1) : 32-34.
107

Jurnal Penelitian Saintek, Vol. 13, No. 1, April 2008: 95-109

Agus Widodo, Mardiah dan Andy Prasetyo. (2006). Potensi
Kitosan dari Sisa Udang Sebagai Koagulan Logam Berat
Limbah
Cair
Industri
Tekstil.
[http://www.kemahasiswaan.its.ac.id/files/PKMI%202006%
20ITS%20Agus%20&%20Mardiah.pdf] dikunjungi 9 Maret
2007
Darjito. (2001). Karakteristik Adsorpsi Co(II) dan Cu(II) pada
Adsorben Kitosan Sulfat. Tesis S-2. Yogyakarta : FMIPA
UGM.
Ebru B, Arzu E, Adil D, Ridvan S, (2006), Preconcentration of
copper using doble imprited polymer via solid phase
extraction. Analytica Chemica Acta, 565, 2, 145-151
Endang W. Laksono. (2002). Studi Keasaman Permukaan Nikel
Berhidroksil secara Spektroskopi Inframerah. Prosiding
Seminar Nasional Kimia : 49-54.
Endang W Laksono, Jaslin Ikhsan dan AK. Prodjosantoso (2006) ,
Efek pH terhadap Kemampuan Adsorpsi Kitosan dengan
Logam, Proseding Seminar Nasional Kimia: 243-247
Endang W Laksono, Jaslin Ikhsan dan AK. Prodjosantoso (2006).
Complex Surface Formation Model On Chitosan Adsorption
to Metals , Proceeding International Conference of
Mathematics and Natural Scinces, Bandung : November
2006
Gatot Trimulyadi Rekso. (2004). Kopolimerisasi Cangkok Pada
Kitin Dengan Teknik Iradiasi Sebagai Bahan Pengkelat Ion
Logam. Disertasi. Bandung : ITB.
Jaslin Ikhsan. (2005). Memahami Proses Adsorpsi Ion Logam oleh
Clay Mineral. Prosiding Seminar Nasional Penelitian :1019.

108

Koadsorpsi Cr-Fe oleh Kitosan (Endang Widjajanti Laksono, dkk)

McCash, E.M. (2001). Surface Chemistry. New York : Oxford
University Press
Jean-Pierre Jolivet. (1994). De la Solution a l’oxyde. Paris : Savoirs
Actuels.
Jin, L and Bai, R. (2002). Machanisms of Lead Adsorption on
Chitosan/PVA Hydrogel Beads. Langmuir. 18(25) : 97659770.
Sabarudin A, Oshima M, Takayanagi T, et al, 2006,
Functionalization of chitosan with 3,4-dihydroxybenzoic
acid for the adsorption/ collection of uranium in water
sample and its determination by inductively coupled plasmamass spectrometry, Analytica Chemica Acta, In Press, online
18 August 2006
Sugiyarto, KH, 2000, Kimia Anorganik I, Jurdik Kimia, FMIPA
UNY Yogyakarta
Warlan Sugiyono. (2002). Keberadaan Garam Natrium Dalam
Adsorpsi Logam Nikel(II) Dengan Adsorben Khitosan dari
Cangkang Kepiting Hijau dalam Medium Air. Jurnal MIPA
(4):26-39. Universitas Negeri Semarang.

109