IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN JENIS KERANG (Bivalvia) DAERAH PASANG SURUT DI PERAIRAN PANTAI PULAU GOSONG SANGKALAN ACEH BARAT DAYA SKRIPSI

  IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN JENIS KERANG (Bivalvia) DAERAH PASANG SURUT DI PERAIRAN PANTAI PULAU GOSONG SANGKALAN ACEH BARAT DAYA SKRIPSI YUSRAN

  07CI0432051

PROGRAM STUDI PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH 2014

  

IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN JENIS KERANG

(Bivalvia) DAERAH PASANG SURUT DI PERAIRAN

PANTAI PULAU GOSONG SANGKALAN

ACEH BARAT DAYA

SKRIPSI

YUSRAN

  

07CI0432051

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Melaksanakan Penelitian Pada Fakultas

Perikanandan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar

  

PROGRAM STUDI PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

MEULABOH

2014

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas dan kurang terjaga sehingga mudah mendatangkan ancaman sengketa batas wilayah dengan negara tetangga. Untuk landas kontinen negara kita berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat di laut sampai dengan kedalaman 200 meter. Batas laut teritorial sejauh 12 mil dari garis dasar lurus dan perbatasan laut zona ekonomi ekslusif sejauh 200 mil dari garis dasar laut. (Hutomo, Malikusworo & Moosa.

  2005).

  Sumberdaya alam yang ada di wilayah pesisir dan lautan ini telah dimanfaatkan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan manusia, baik sebagai mata pencaharian sumber pangan, mineral, energi, laut juga merupakan sumber hayati yang kaya hasil alam karna sumber daya laut tidak akan habis di ambil ole h manusia, baik secara hasil alam maupun sumber devisa Negara dan lain - lain. Agar potensi sumberdaya alam ini dapat di manfaatkan sepanjang masa dan diperlukan supaya pengelolaan yang memperhatikan aspek - aspek lingkungan dalam arti memperoleh manfaat yang optimal secara ekonomi akan tetapi juga sesuai dengan daya dukung dan kelestarian lingkungan. Sehingga dalam pengelolaan tidak hanya memanfaatkan akan tetapi juga memelihara dan jugak melestarikan. spesies dari kelas Bivalvia yang sudah dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan alternatif (Hutomo, Malikusworo & Moosa. 2005).

  Wilayah persisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut yang masih di pengaruhi sifat - sifat laut sepeti pasang surut dan proses alami yang terjadi di darat sepeti aliran air tawar maupun yang di sebabkan oleh kegiatan manusia di darat Laut merupakan ekosistem yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, hampir dari setiap filum hewan dapat di temukan dilaut. Organisme yang hidup dilaut dipengaruhi oleh sifat air laut untuk sekeliling nya, baik berupa tumbuhan ataupun hewan sehingga banyak bentuk umum yang di jumpai merupakan hasil adaptasi terhadap medium cair dan penggerakanya (Bengen, 2009)

  Kerang merupakan hewan aquatik yang hidup pada substrat dasar perairan dan ada juga yang menempel pada substrat keras pada badan perairan.

  Kerang termasuk dalam kelas Pelecypoda dalam kelompok Moluska berdasarkan karakteristik yang dimiliki seperti kaki, insang dan dua keping cangkang. Kerang hidup pada semua tipe perairan yaitu air tawar, estuari dan perairan laut. Kerang laut terdistribusi dari daerah intertidal, perairan laut dangkal dan ada yang mendiami perairan laut dalam (Bachok, Mfilinge & Tsuchiya, 2006).

  Faktor biologi yang mempengaruhi kehidupan kerang laut adalah fitoplankton, zooplankton, zat organik tersuspensi dan makhluk hidup di lingkungannya. Kerang laut mendapatkan makanan dengan feeding filter menggunakan sifons. Secara ekologi, filtrasi yang dilakukan oleh kerang laut digunakan untuk menghindari kompetisi makanan sesama spesies (Bachok, Mfilinge & Tsuchiya, 2006).

  Bivalvia meliputi kerang, tiram, remis dan sebangsanya. Tubuh lateral

  

compresses (pipih pada salah satu sisi), dan tubuh moluska tertutup oleh

  cangkang yang berasal dari sekretnya sendiri dengan dua bagian yang disebut

  

valves . Bivalvia tidak mempunyai kepala dan radula (Castro & Huber, 2007).

  Moluska tersebar luas dalam habitat laut, air tawar dan darat, tetapi lebih banyak terdapat di lautan (Brotowidjoyo, 1994).

  Kerang yang hidup pada masing - masing habitat memiliki organ khusus yang sudah teradaptasi seperti byssus, kaki dan sifons. Kerang yang hidup menempel di substrat akan mengembangkan organ byssus, sedangkan kaki tidak berkembang. Kerang yang hidup di substrat dasar perairan, organ kaki akan lebih berkembang dan tidak memiliki byssus. Kakinya berupa suatu sol atau telapak kaki yang lebar untuk melata dan mendorong hewan ini dengan gerakan otot atau gerakan bulu getar atau dengan kedua - duanya. Selain itu, organ kaki mengalami perkembangan, tergantung pada kedalaman kerang tersebut hidup dalam substrat.

  Salah satu spesies kerang laut yang hidup pada substrat dasar adalah kerang darah

  

Anadara antiquate L . (Brotowidjoyo, 1994). O leh karena itu setiap jenis kerang

  yang terdapat setiap pantai pasti berbeda. Maka penelitian ingin mengetahui ada berapa jenis kerang (Bivalvia) yang terdapat di Pulau Gosong Sangkalan, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya.

  1.2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka telah di ungkapkan bahwa, permasalahannya jenis - jenis kerang (bilvavia) apa saja yang terdapat di Pulau Gosong Sangkalan, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya.

  1.3. Tujuan Penelitan

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis - jenis kerang (Bivalvia) yang terdapat di Pulau Gosong Sangkalan, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya.

1.4. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai jenis - jenis kerang kepada masyarakat dan bermafaat bagi Dinas Perikanan dan Kelautan. Dapat memberikan manfaat pula dalam menambah ilmu pengetahuan serta wawasan bagi saya sendiri serta dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam melakukan penelitian yang selanjutnya.

  Penelitan ini di harapkan dapat menambahkan infomasi tentang jenis Kerang (bilvavia) yang terdapat di Pulau Gosong Sangkalan, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Moluska

  Moluska adalah hewan lunak dan tidak memiliki ruas, Tubuh hewan ini tripo blastik, bilateral simentri, umumnya memiliki mantel yang dapat meng hasilkan bahan cangkok berupa kasium karbornat. Cangkang tersebut berfungsi sebagai rumah (rangka luar) yang terbuat dari zat kapur misalnya kerang, tiram, siput, sawah dan bekicot. Namun ada juga moluska yang tidak memiliki cangkok, sepeti cumi - cumi, sotong, gurita atau siput telanjang. Molluska memiliki struktur berotot yang disebut kaki yang bentuk dan fungsinya berbeda untuk setiap kelasnya. (Setyono, 2006).

  Bivalvia adalah (nama "Bivalvia" berarti dua cangkang).

  Nama lainnya adalah Lamelli branchia, Pelecypoda, atau Bivalva. Ke dalam kelompok ini termasuk berbagai meskipun variasi di dalam Bivalvia sebenarnya sangat luas (Razak, 2002).

  Cangkang kerang ini terdiri dari dua belahan, sedang kan cangkang siput berbentuk sepeti kerucut yang melingkar. Perbedaan lainya, kaki siput tipis dan rata. Fungsinya adalah untuk berjalan dengan cara kontraksi otot. Lain halnya dengan kerang yang mempunyai kaki sepeti mata kapak yang di pengunakan untuk berjalan di lumpul atau pasir (Afiati, 2005).

  Filum kerang adalah suatu kelompok besar dari yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu Kelompok ini mencakup hewan - hewan yang cukup dikenal seperti walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti dan hidup dengan menumpang pada inangnya. (Setyono, 2006).

2.2. Bivalvia

  Kerang (Bivalvia) adalah dalam (nama Bivalvia berarti dua cangkang). Nama lain Bivalvia adalah Lamelli Branchia, Bivalvia. Kedalam kelompok ini termasuk berbagaiupang, Remis, K ijing, Lokan, Simping, Tiram, serta K ima. Meskipun demikian variasi di dalam Bivalvia sebenarnya sangat luas. Bivalvia merupakan salah satu kelompok organisme invertebra seterusnya, yang banyak ditemukan dan hidup di daerah intertidal. Hewan ini memiliki adaptasi khusus yang memungkinkan dapat bertahan hidup pada daerah yang memperoleh tekanan fisik dan kimia seperti terjadi pada daerah intertidal. Organisme ini juga memiliki adaptasi untuk bertahan terhadap arus dan gelombang. Namun Bivalvia tidak memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga menjadi organisme yang sangat mudah untuk ditangkap (dipanen). (Setyono, 2006).

  Bivalvia banyak bermanfaat dalam kehidupan manusia sejak masa purba, dagingnya dimakan sebagai sumber protein. Cangkangnya di manfaatkan sebagai perhiasan, bahan kerajinan tangan, bekal kubur, serta alat pembayaran pada masa lampau. Mutiara di hasilkan oleh beberapa jenis tiram. Pemanfaatan moderen juga menjadikan kerang - kerangan sebagai biofilter terhadap polutan (Ketut dian, 2008).

  Menurut (Putri, 2005). Bivalvia merupakan salah satu dari lima anggota dari Fillum molusca yang memilik nilai ekonomis, Bivalvia (Pelecypoda) terdiri dari clams, mussels, oyster dan scallops. Sejumlah dari mereka merupakan komersial yang penting.

  Bivalvia mempunyai dua keping cangkang yang setangkup. Diperkirakan

  terdapar sekitar 1000 jenis yang hidup di perairan Indonesia. Mereka menetap di dasar laut, membenam di dalam pasir, lumpur maupun menempel pada batu karang. Bivalvia meletakkan diri pada seubstrat dengan menggunakan byssus yang berupa benang - benang yang sangat kuat. Cangkang Bivalvia berfungsi untuk melindungi diri dari lingkungan dan predator serta sebagai tempat melekatnya otot. (Putri, 2005).

2.3. Biologi Ke rang Bivalvia

  Hewan ini memiliki alat pencernaan sempurna mulai dari mulutnya yang mempunyai lidah perut (Radula) sampai dengan anus terbuka di daerah rongga mantel. Di samping itu juga terdapat kelenjar pencernaan yang sudah berkembang biak. Peredaran darah terbuka ini terjadi pada semua kelas Bivalvia kecuali kelas

  Cephalopoda . Perrnafasan dilakukan dengan menggunakan ins

  ang atau “paru - paru”, mantel atau oleh bagian epidermis. Alat ekskresi berupa ginjal dan sistem saraf terdiri dari atas tiga pasang ganglion yaitu cerebral, ganglion visceral dan ganglion pedal yang ketiganya dihubungkan oleh tali - tali saraf longi tudinal. Alat reproduksi umumnya terpisah atau bersatu dan pembuahan internal atau eksternal (Soegianto & Supriyanto. 2008).

  Bivalvia biasanya melepaskan sperma dan telur ke air pada malam hari. Pembuahan atau fertilisasi terjadi di luar tubuh atau di kola m air. Kebiasaan memijah pada malam hari dan pada saat air laut pasang, ada kaitannya dengan naluri keamanan, yaitu untuk menghindarkan telur dari ancaman Faktor biologi yang mempengaruhi kerang adalah fitoplankton dan zooplankton, zat organik tersuspensi yang ada di lingkungannya. Kerang mendapatkan makanan dengan menggunakan feeding filter yang menggunakan siphon untuk mendapatkan makanan (Afiati, 2007).

  Keanekaragaman kerang tidak hanya menunjukkan keanekaragaman jumlah spesies, tetapi memiliki keanekaragaman bentuk, ukuran, struktur tigkatan tropik dan keanekaragaman makro dan mikro dalam komunitas alami. (Suwanjarat, 2009).

  Keanekaragaman spesies Bivalvia telah diekploitasi sebagai sumber makanan dan hiasan. Bivalvia secara umum dipanen untuk kebutuhan protein dan komersil. Sekarang cangkang kerang telah digunakan bahan campuran alami untuk menghasilkan semen dan kapur. Daging kerang telah digunakan sebagai suplement protein untuk budidaya udang - udangan dan makanan burung.

  Beberapa jenis kerang seperti famili Cardidae, Spndylidae telah lama digunakan sebagai bahan campuran beberapa jenis kosmetik. Beberapa jenis kerang menghasilkan perhiasan yang sangat berharga yaitu mutiara. Jenis kerang yang menghasilkan mutiara yaitu Pinctada margaratifera dan Pinctada maxima (Nurdin et al., 2008).

2.4. Habitat dan Penyebaran

  Menurut (Setyono, 2006) jenis - jenis kekerangan laut ada yang hidup di dasar perairan (Benthic) maupun di permukaan (Pelagic). Mayoritas kekerangan adalah benthik, baik hidup diperairan dangkal (Littoral) maupun perairan dalam (Deep zone). Sedangkan menurut. (Oemarjati & Wardhana, 1990) manyatakan bahwa jenis bivalve umumnya terdapat pada habitat perairan litoral sampai bertahan pada kedalaman kurang lebih 500 m. Hewan ini sebagian besar membenamkan diri dalam pasir atau lumpur. Keanekaragaman kerang di daerah yang mendiami habitat berpasir dan berlumpur di kawasan pesisir sebagai penyusun komunitas macrozoo bentos. Kerang ini juga merupakan salah satu komponen utama dikomunitas sedimen lunak di kawasan pesisir. Kerang mempunyai bentuk dan ukurang cangkang yang bervariasi. Variasi bentuk cangkang ini sangat penting dalam menentukan jenis - jenis Bivalva.

  (Romimohtarto & Juwana., 2001) ditinjau dari cara hidupnya, jenis - jenis kerang mempunyai habitat yang berlainan walaupun mereka termasuk dalam satu suku dan hidup dalam satu ekosistem. Kerang pada umumnya hidup membenamkan dirinya dalam pasir atau pasir berlumpur dan beberapa jenis diantaranya ada yang menempel pada benda - benda keras dengan semacam yang dinamakan byssus. Habitat kerang bisanya hidup pada tanah atau pasir yang menetap didasar laut dengan cara membenamkan diri di dalam pasir atau lumpur bahkan pada karang - karang batu.

  Akan tetapi pada beberapa spesies kerang seperti Mytillus edulis dapat hidup di daerah intertidal karena mampu menutup rapat cangkang nya untuk mencegah kehilangan air. Ba hwa binatang infauna seringkali memberikan reaksi yang mencolok terhadap ukuran butir atau tekstur dasar laut, sehingga habitat Molusca dari berbagai lereng pasir lumpur akan berbeda. (Nybakken,1982).

  Pada ekologi kerang dibutuhkan kondisi alami dengan air yang tenang dengan sirkulasi air dan salinitas yang cukup mendukung, beberapa faktor seperti iklim, kedalaman perariran, salinitas dan jenis substar merupakan bebrapa variabel lingkungan yang dapat mendukung kehidupan moluska dengan habitat yang ditempati, dimana hal ini terkait dengan suplai makanan bagi Bivalvia. Di estuaria berbagai hal merupakan salah satu yang diperlukan untuk kelangsungan hidup kerang salah satunya yang paling penting adalah adaptasi yang mempertahankan keseimbangan cairan ion tubuh menghadapi fluktuasi salinitas eksternal.

  Pengaturan osmosis pada kerang merupakan salah satu cara mempertahankan keseimbangan ion tubuh terhadap salinitas yang rendah. (Putri, 2005).

  Menurut (Putri, 2005) mengatakan bahwa kerang yang hidup pada estuaria akan menyaring partikel yang masuk dalam tubuh melalui inhalant dan ek halant, siphon, insang, silia, umumnya partikel ini masuk ke mulut dan ada juga yang tidak masuk ke mulut. Beberapa peran utama silia lain adalah sebagai pembangkit aliran air serta sebagai penyaring partikel makanan, sebagai penggerak makanan, serta menolak benda - benda asing yang diperlukan oleh tubuh. Gerakan simultan dari miliaran silia pada insang dan mantel akan menimbulkan arus yang kuat dan aliran ini penting sebagai pembawa partikel makanan,

2.5. Reproduksi Kerang

  Menurut (Afiati, 2007) menyatakan bahwa aktivitas reproduksi merupakan suatu siklus dan mengikuti pola tahunan atau perubahan musim, siklus gamet ogenesis terdiri atas akumulasi nutrisi untuk digunakan selama gametogenesis, deferensiasi gamet, pemijahan dn waktu istirahat reprod uksi (Resting Periode).

  Gonad melalui tahap awal, pembentukan gamet, pembentukan sel kelamin dan berakhir dengan pemijahan. Proses ini pada dasarnya berkaitan dengan tahap pembentukan dan penyimpanan antara lain karbohidrat, lemak dimana hasilnya akan dimanfaatkan oleh bivalvia selama proses perkembangan gonad. (Afiati, 2007).

  Sel telur yang telah matang akan dikeluarkan dari ovarium kemudian masuk ke dalam ruangan supra branchial, di sini terjadi pembuahan oleh sperma yang dilepaskan oleh hewan jantan, telur yang telah dibuahi berkembang menjadi larva glochidium, larva ini pada beberapa jenis ada yang memiliki alat kait dan ada pula yang tidak, selanjutnya larva akan keluar dari induknya dan menempel pada ikan sebagai parasit, lalu menjadi kista. Setelah beberapa hari kista tadi akan membuka dan keluarlah Mollusca muda. Akhirnya kerang ini hidup bebas di alam (Baron, 2006)

  Kerang dewasa akan menghasilkan telur dan spermatozoa. Kelamin kerang dewasa dapat diketahui dengan ukuran panjang cangkang kerang tersebut, selanjutnya kelamin kerang dewasa apabila terdapat di dalam folikel telah berbentuk sel telur dan spermatozoa dalam jumlah yang kecil namun kerang dalam keadaan yang demikian sangat mudah memijah apabila ada rangsangan, pada kerang gonad biasanya terdapat pada bagian yang berkaitan dengan usus di bagian basal dari kaki atau antara stomach, instestin dan digestive gland, saluran pencernaan dari bivalvia tersedia hanya untuk menyalurkan gamet ke saluran

  

exhalant dan sistem reproduksi juga berhubungan langsung dengan sistem

pencernaan (Putri, 2005).

  Kerang dan siput laut biasanya melepaskan sperma dan telur ke air pada malam hari, pembuahan atau fertilisasi terjadi di luar tubuh atau di kolam air.

  Kebiasaan memijah pada malam hari dan pada saat air laut pasang, ada kaitannya dengan naluri keamanan, yaitu untuk menghindarkan telur dari ancaman predator dan upaya penyebaran zygot secara luas melalui arus air pasang. Semua tingkat pada fase - fase reproduksi kerang dikontrol oleh sistem hormonal dan peningkatan kadar hormonal di dalam tubuh kerang dipengaruhi oleh faktor lingkungan termasuk lama penyinaran (Photopheriod), suhu air (Temperature) dan nutrisi (Setyono, 2006).

  2.5.1. Kebiasaan Makan

  Bedasarkan pada makanan dan kebiasaan makanya jenis - jenis kerang dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu pemakan suspensi dan pemakan endapan. Kerang umunya memperoleh makanannya dengan cara menyaring pratiker - pratiker yang ada dalam air laut. (Nybakken, 1982). Pada golongan pemakan endapan kerang ini membenamkan diri dalam lumpur atau pasir yang mengandung sisa - sisa zat organik dan fitoplanton yang hidup di dasar laut.

  Makanan tersebut dihisap dari dasar perairan melalui siphon. Semakin dalam kerang membenamkan diri syphonnya semakin panjang. Secara ekologi, filtrasi yang dilakukan oleh kerang laut bertujuan untuk menghindari kompetisi makanan sesama spesies (Bachok, Mfilinge & Tsuchiya, 2006)

  2.5.2. Kedalaman Perairan

  Pada perairan dangkal interaksi ombak dan harus akan menimbulkan terbulensi. Pengerakan ombak adalah menjadi paktor utama pada daerah ini, ombak dapat menimbulkan gelombang yang besar yang dapat menimbulkan starbilitas sutrat. Kerang menyukai daerah perairan dangkal dengan kedalaman lebih kurang dua meter. (N ybakken, 1982)

2.5.3. Suhu dan pH

  Perubahan suhu akan berpengaruh terhadap pola kehidupan organisme perairan. Pengaruh suhu yang utama adalah mengo ntrol penyebaran hewan dan tumbuhan. Suhu mempengaruhi secara lansung aktifitas organisme seperti pertubuhan dan metebolisme bahkan menyebabkan kematian terhadap organisme.

  Sedangkan pengaruh tidak lansung meningkatkan daya akumulasi berbangai zat kimia dan menurunkan kadar oksigen dalam air. Suhu juga merupakan merupakan faktor bagi beberapa hewan biologis air sepeti mingrasi, pemijahan, kecepatan proses, pekembangan embrio, seta kecepatan begerak. Setiap hewan Mollusca mempunyai toleransi yang berbeda terhadap suhu. Suhu yang optimum bagi

  0C

  0C Mollusca berkisar antara 25 samapai 28 (Dance, 1977).

  Sedangkan kadar pH dalam perairan merupakan parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap lingkungan terhadap kehidupan organisme. Setiap organisme mempunyai pH yang optimal pada Molusca berkisar antara 6,5 - 7,5 (Dance, 1977).

BAB III METODE PENELITIAN

  3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

  Kabupaten Aceh Barat Daya terletak antara 3 Lintang 34’24” - 4 05’37

  ”

  Utara dan 96 Bujur Timur, sebelah utara berbatasan dengan 34’57” - 97 09’19

  Kabupaten, Seribu Bukit atau dengan nama lain Kabupaten Gayo Lues. Sebelah selatan berbatasan dengan samudra Indonesia sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Nagan Raya menjadi batasan wilayah bagain barat wilayah ini termasuk dalam gugusan pengunungan Bukit Barisan. Penelitianini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2013 di Pulau Gosong Sangkalan, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya. Pemilihan lokasi di dasarkan pada karakteristik kawasan dan kemudahan dalam menegak lokasi yang dipilih.

  3.2. Alat dan Bahan

  Alat dan bahan yang disiapkan yaitu: Alat

  Kamera. Perahu motor. Rol jangkar. Sepatu. Pinset. Meteran. Kaca mata air, Buku kunci identifikasi atau kunci determinasi.

  Bahan Buku. Balpoint dan pensil. Kayu patok. Tali rafia dan Kantong Plastik.

  3.3. Metode Penelitian

  Penelitian ini menggunakan metode observasi yaitu metode penglihatan secara lansung. Menurut Singarimbun dan (Effendi, 2011) observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang diselidiki. Metode observasi dalam penelitian ini, digunakan untuk melihat daerah habitat kerang, kedalaman kerang serta melakukan dokumentasi dan dilanjutkan dengan studi pustaka untuk mengidentifikasi kerang.

3.4. Prosudur Penelitian

  3.4.1. Jarak Pengambilan Data

  Jarak pengambilan data didasarkan pada karakteristik kawasan, kenampakan secara jelas dalam menegak lokasi yang dipilih yang berjarak sekitar 15 meter dari bibir pantai, penelitian akan dilakukan di sekeliling Pantai Pulau Gosong dengan membuat lima buah Stasiun. Tujuan pengamatan cara kenampakan cara jelas agar pengamatan tidak terlalu rumit bagi peneliti.

  3.4.2. Waktu Pengambilan Data

  Pengambilan data dilakukan pada siang hari, karena siang hari air laut sedang surut dan apabila air sedang surut maka Kerang, mudah didapatkan di sekitar bibir pantai atau yang menepel pada karang.

  3.4.3. Penetapan Stasiun

  Aceh Barat Daya, terletak antara 3 Lintang Utara dan ’ 34’ 24” - 40 5’37

  ”

  96 . Bujur Timur. Lokasi penelitian meliputi satu lokasi dan 34’ 57” - 97 09’19 lima Stasiun yaitu: Stasiun I, Stasiun II, Stasiun III, Stasiun IV, dan Stasiun V.

  Tali transek ditarik tegak lurus dari posisi titik surut terendah kearah tubir pantai sepanjang 10 meter, dengan plot pengamatan (sampling) digunakan kerangka berukuran 4x3 meter. Titik plot pengamatan dilakukan setiap jarak 5 meter sepanjang garis transek.

  3.4.4. Metode Pengambilan Data

  Metode pengambilan data dalam penelitian ini mengunakan metode

  

purposive sampling , dimana pengambilan data dilakukan dengan secara sengaja

  tanpa memperhatikan strata yang ada maka sampel yang diambil secara purposive

  

sampling bertujuan untuk mengetahui jenis kerang (bivalvia), dan kedalaman

  yang ada. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh dilapangan sedangkan data sekunder diperoleh dari acuan buku yang berkaitan identifikasi kerang.

  Data Primer Data Primer merupakan data yang sacara langsung di dapat dari lapangan dengan cara pengamatan langsung dengan keanekaragam jenis kerang (Bivalvia)

  Data sekunder Data sekunder adalah data tidak langsung, tetapi data tersebut yang dikumpulkan dari buku, media pelantara atau dari dinas DKP.

  3.4.5. Indek Keanekaragaman (H’)

  Keanekaragaman bivalvia dihitung dengan menggunakan indeks keanekaragaman dari ( Shannon Wiener, 1963) d a l a m ( Odum, 1994) Seringkali peneliti menggunakan formula Shannon - Wiener menggunakan Log 10. dengan formula berikut :

  ′ = − Pi (In Pi)

  =1

  Keterangan: Dimana: Pi = ∑ni/N H : Indeks Keragaman Shannon-Wiener Pi : Jumlah individu suatu spesies/jumlah total seluruh spesies ni : Jumlah individu spesies ke-i N : Jumlah total individu

  Angka indeks keanekaragaman tersebut selanjutnya dinilai sebagai berikut: H’ yaitu: H’ < 1,0 = Keanekaragaman rendah 1,0 < H’ < 3,322

  = Keanekaragaman sedang H’ > 3,322

  = Keanekaragaman tinggi

  • – Indeks keanekaragaman Shannon - Wiener (H’) disamping dapat menggambarkan keanekaragaman species, juga dapat menggambarkan produktivitas ekosistem, tekanan pada ekosistem, dan kestabilan ekosistem.
  • – Semakin tinggi nilai indeks H’ maka semakin tinggi pula keanekaragaman spesies, produktivitas ekosistem, tekanan pada ekosistem, dan kestabilan ekosistem Nilai tolok ukur indeks keanekaragaman H’:

  H’ < 1,0 :

   Keanekaragaman rendah,  Miskin (produktivitas sangat rendah) sebagai indikasi adanya tekanan ekologis yang berat ,dan  Ekosistem tidak stabil 1,0 < H’ < 3,322 :  Keanekaragaman sedang,  Produktivitas cukup,  Kondisi ekosistem cukup seimbang,  Tekanan ekologis sedang. H’ > 3,322 :

  • – Keanekaragaman tinggi,
  • – Stabilitas ekosistem mantap,
  • – Produktivitas tinggi,

3.4.6. Analisa Data

  Analisa data yang digunakan adalah metode deskriptif. Menurut (Whitney, 1960) di acuan dalam deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Analisa deskriptif digunakan untuk mengetahui jenis kerang, kedalaman kerang, habitat kerang (bivalvia) yang diperoleh dari data primer dan data sekunder.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

  4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

  Kabupaten Aceh Barat Daya terletak antara 3 Lintang 34’24” - 4 05’37

  ”

  Utara dan 96 Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan 34’57” - 97 09’19

  Kabupaten Seribu B ukit’ atau dengan nama lain Kabupaten Gayo Lues. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan dan Samudra Indonesia. Dan menjadi batasan wilayah bagian Barat dengan Kabupaten Nagan Raya. Sedangkan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues. Luas wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya ± 2.334.01 km². Dan Jumlah Penduduk 137,661 Jiwa (2010) dengan 9 Kecamatan, dan 22 Mukim, 134 Desa. (Aceh Barat Daya dalam angka, 2012)

  4.2. Keadaan Umum Pulau Gosong

  Sejarah pulau Gosong Sangkalan, Pulau Gosong yang terletak dekat dengan Desa Sangkalan, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya, luas pulau Gosong sekitar Tiga hektar (3 ha), dan jarak dari bibir pantai sekitar satu kilo meter (1 km), Pulau Gosong Sangkalan mempunyai dua masa air, yang bergerak dari Samudra Hindia (selatan). Kemudian masa air yang kedua, bergerak dari arah darat (desa). Wilayah perairan pulau Gosong lumanyan luas, agak tertutup dan relatif terlindung dari pengaruh gelombang yang besar karena terhalang oleh batu karang di sekeliling pantai.

  Sedangkan pasang surut yang terjadi di perairan sekitar pulau Gosong Sangkalan adalah dalam sehari satu kali air pasang dan satu kali air surut. Pulau Gosong Sangkalan mempunyai sejarah bagi masyarakat Sangkalan, bahkan bagi warga Aceh Barat Daya.

  Timbul nama pulau Gosong Sangkalan karena masyarakat Desa Sangkalan dari zaman ke zaman mereka yang membuang tenaga untuk di jadikan pulau Gosong Sangkalan jadi indah, bahkan tempat itu bisa di jadikan sebagai tempat wisata, karena pulau tersebut hanya nampak hamparan batu karang dan pasir putih disaat itulah masyarakat Desa Sangkalan mulai membawa satu batang pohon kelapa dan beberapa jenis pohon lainnya, bahkan sampai satu semut serangga di bawa ke pulau tersebut agar masyarakat tidak bisa menebang pohon yang sudah tumbuh di pulau Gosong Sangkalan Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya.

  Pulau tersebut bukan hanya orang biasa yang datang tapi sampai para kelompok anak sekolah untuk berlibur, karena pulau tersebut sangat indah sebagai tempat wisata atau tempat berlibur. 26 - Desember - 2004 Aceh dilanda musibah besar yaitu Tsunami. Menurut informasi masyarakat sekitar pulau Gosong Sangkalan, sebelum Tsunsmi pulau tersebut luas dan saat air laut sedang surut hamparan terumbu karang sangat luas tapi saat kejadian Tsunami pulau Gosong Sangkalan jadi kecil karna diperkirakan saat gempa bumi pulau Gosong Sangkalan turun sekitar satu meter kebawah. Setelah kejadian gempa bumi masyarakat semua mendekati bibir pantai untuk melihat air laut surut disaat itulah ada masyarakat melihat bahwa pulau Gosong Sangkalan bentuk seperti batang pohon yang besar dan sekeliling pulau tersebut di tutupi oleh batu karang.

  Tinggi pulau Gosong sekitar lima meter dari tanah sampai ke permukaan pulau Gosong Sangkalan. Pada saat pimpinan dinas setempat meninjau pulau Gosong Sangkalan setelah meraka tinjau para pejabat Aceh Barat Daya langsung membangun sebuah bangunan kayu yang memiliki ruangan yang luas, mempunyai satu kamar, dan satu pelabuhan kecil untuk tempat berlabuh para pendatang serta dilengkapi satu tower lampu sinar cahaya matahari, agar saat malam tiba pulau tersebut mempunyai cahaya lampu seperti ada penghuninya. Bahkan para pejababat Aceh Barat Daya sering ketempat tersebut untuk dijadikan sebagai tempat rapat tertutup, namun saat ini bangunan tersebut sudah mulai terawat lagi.

  Tabel 1 : Profil Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2011

  

Profil Kabupate n Aceh Barat Daya Tahun 2011

  1 Ibukota : Blang Pidie

  2 Batas Daerah : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten seribu bukit’ atau dengan nama lain Kabupaten Gayo Lues. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan dan Samudra Indosesia. Dan menjadi batasan wilayah bagian Barat dengan Kabupaten Nagan Raya. Sedangkan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues.

  3 Luas : ±2.334.01km²

  4 Letak Koordinat : 3°3 4’24”-

  4°05 ’37” LU dan 96°34’ 57” 97°09’19”30 BT

  5 Jumlah Penduduk : 137.661 Jiwa(2010)

  6 Kecamatan : 9

  7 Mukim : 22

  8 Desa/kelurahan : 134/0

  9 Kode area telepon : -

  10 Situs webresmi : - Sumber : Aceh Barat Daya dalam angka Tahun 2011

  Tabel 2 : Rata - Rata Curah Hujan dan Hari Hujan di Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2009 - 2011

  Daya

  9 Rumah Tangga : 2,870 Unit

  8 Banyaknya/Unit

  

IV Banyaknya Penduduk, Gampong dan R umah Tangga Kecamatan

Susoh Tahun 2011

  7 Sarana Wisata : Pantai Cemara Indah : Pantai Gosong Sangkalan

  6 Sarana Transportasi : Pelabuhan Susoh

  III Sarana Transportasi dan Sarana Wisata di Kecamatan Susoh

  5 Gampong : 29 Gampong

  4 Mukim : 5 Mukim

  II Jumlah Muki m dan Gampong Dirinci Kecamatan Susoh Tahun 2010

  3 Banyak Gampong : 29 Gampong

  2

  2 Luas area (km 2) : 32, 01 km

  1 Kecamatan : Susoh

  

I Luas Daerah Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya di perinci menurut

Tahun 2011

  Sumber : Aceh Barat Daya dalam angka Tahun 2012 Tabel 3 : Propil dan Sarana Prasarana Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya. No Propil dan Sarana Prasarana Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat

  Bulan Keadaan Hujan Curah Hujan Hari Hujan

  15,00 9,70 8,67 5,00

  2009 2010 2011 2009 2010 2011 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember

  328 119,70 347,70 192,70 282,00

  58,70 244,90 325,30 241,20 179,23 695,30 271,00

  295,50 317,30 524,80 439,00 266,00 255,00 136,60 251,90 503,70 447,68 592,20 193,30

  293,70 262,40 451,70 470,00 203,30 132,00 123,20 316,60 407,40 459,53 439,40 436,60

  11,33 5,00

  11,00 13,67 10,70 13,70 19,30 17,67

  168 mm 169,2 mm

  14,75 14,00 18,30 17,00 10,50 12,00 10,80

  9,50 15,30 12,80 20,30 12,75

  14,25 13,75 19,00 18,00 11,50 10,50

  7,00 13,00 11,00 16,00 18,40 16,80

  3285,73 mm 4222,98 mm

  3995,83 mm 140,74 mm

  10 Penduduk : 23,157 Jiwa

  Tabel 3 . (Lanjutan)

  22 Kecil : 25 Unit

  Pada penelitian ini di fokuskan pada satu wilayah yang terdiri lima Stasiun yang terletak di pulau Gosong Sangkalan, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh Barat Daya. Kondisi lingkungan perairan pulau Gosong Sangkalan masih dalam keadaan normal karena tidak ada pencemaran baik itu pembuangan limbah rumah tangga maupun limbah industri. Kondisi di sekitar perairan bibir pantai pulau Gosong Sangkalan masih sangat jernih saat di lihat, apalagi saat siang hari dan masih banyak di tumbuhi batu karang, diikuti dengan gelombang yang tidak terlalu besar. Pulau Gosong Sangkalan yang luas sekitar tiga hektar (3 ha) dan

  28 Jumlah : 6,038.96 Ton Sumber : Aceh Barat daya dalam angka Tahun 2011

  27 Perairan : 11,22 Ton

  26 Budidaya : 24,85 Ton

  25 Laut : 6,002.89 Ton

  

X Produksi Perikanan (Laut, Budidaya dan Perairan) Dalam

Kecamatan Susoh Tahun 2011

  24 Besar : 0 Unit

  23 Sedang : 0 Unit

  21 Jekung : 0 Unit

  

V Jumlah Nelayan Menurut Kecamatan dalam Kabupaten Aceh Barat

Daya Tahun 2011

  

VII Jumlah Armada Perahu Tanpa Motor Dalam Kecamatan Susoh

Tahun 2011

  20 Jumlah : 423 Unit

  15 Kapal Motor 16 0-5 GT : 39 Unit 17 5-10GT : 137 Unit 18 10-20GT : 13 Unit 19 20-30GT : 19 Unit

  14 Motor : 215 Unit

  

VI Jumlah Armada Kapal motor dan Perahu motor dalam Kecamtan

Susoh

  13 Jumlah : 2,935 Jiwa

  12 Sambilan : 220 Jiwa

  11 Tetap : 2,715 Jiwa

4.3. Karakteristik Lokasi Penelitian

  jarak dari bibir pantai Sangkalan sekitar satu kilo meter ke perairan bibir pantai pulau Gosong Sangkalan. Kondisi perairan yang cukup baik hal ini terlihat dari letak penelitian dengan perairannya terlihat sangat jelas, lokasi penelitian memiliki gelombang yang tidak telalu besar. Hal ini perairan pulau Gosong Sangkalan masih bisa di jadikan tempat penelitian ataupun tempat praktikum lainnya.

4.4. Deskripsi Lokasi Penelitian

  Wilayah perairan pulau Gosong lumanyan luas, agak tertutup dan relatif terlindung dari pengaruh gelombang yang besar karena terhalang oleh batu Karang di sekeliling pantai. Sedangkan pasang surut yang terjadi di perairan sekitar pulau Gosong Sangkalan adalah dalam sehari satu kali air pasang dan satu kali air surut. Luas pulau Gosong sekitar Tiga hektar (3 ha), da n jarak dari bibir pantai sekitar satu kilo meter (1 km), Pulau Gosong Sangkalan mempunyai dua masa air, yang bergerak dari Samudera Hindia (selatan). Kemudian masa air yang kedua, bergerak dari arah darat (desa). Pulau Gosong Sangkalan bentuk sperti batang pohon yang besar dan sekeliling pulau tersebut di tutupi oleh batu karang. Tinggi pulau Gosong sekitar lima meter dari tanah sampai ke permukaan pulau Gosong Sangkalan. Pulau Gosong tidak ada penghuni baik dari masyarakat setempat dan mahluk - mahluk lainnya. Maka dari hasil yang kami lihat daerah pulau Gosong Sangkalan mempunyai sebuah bangunan kayu yang memiliki ruangan yang luas, mempunyai satu kamar, dan satu pelabuhan kecil untuk tempat berlabuh para pendatang serta dilengkapi satu tower lampu sinar cahaya matahari, Kondisi lingkungan perairan pulau Gosong Sangkalan masih dalam keadaan normal karena tidak ada pencemaran baik itu pembuangan limbah rumah tangga maupun limbah industri. Kondisi di sekitar perairan bibir pantai pulau Gosong Sangkalan masih sangat jernih saat di lihat, apalagi saat siang hari dan masih banyak di tumbuhi batu karang, diikuti dengan gelombang yang tidak terlalu besar. Pulau Gosong Sangkalan yang luas sekitar tiga hektar (3 ha) dan jarak dari bibir pantai Sangkalan sekitar satu kilo meter ke perairan bibir pantai pulau Gosong Sangkalan.

  Kondisi perairan dangkalnya yang cukup baik hal ini terlihat dari letak penelitian dengan perairannya terlihat sangat jelas, lokasi penelitian memiliki gelombang yang tidak besar. Hal ini peraira n pulau Gosong Sangkalan masih bisa di jadikan tempat Penelitian ataupun tempat praktikum lainnya. Pada lokasi Pantai Pulau Gosong Sangkalan mempunyai subtrat pasir halus yaitu dimulai dengan zona pasir, diikuti oleh zona pertumbuhan terumbu karang. Pada lokasi pantainya memiliki pemandangan yang indah dengan pasir putihnya yang landai dan air lautnya yang jernih.

  Hasil yang di dapatkan selama penelitian baik dari Stasiun I sampai Stasiun V, maka jumlah spesies Bivalvia yang di kumpulkan ada enam jenis yaitu : Kerang Kima (Pincatada maxima), Kerang Tiram (Hippopus pocellanus), Kupang Putih (Carbulu fabahinds), Kerang Kipah, (Trachicardium Subrugosum), Kerang Putih (Periglypta puerpera) Kerang Samping (Periglypta Reticulate).

  Maka hasil pengamatan lebih rinci dapat di uraikan di setiap Stasiun pengamatan di bawah ini.

4.4.1. Stasiun I

  Pada Staiun satu yang teletak di Pulau Gosong yang di beri tanda pancang kayu dengan di ikat tali ravia yang berwarna hitam terletak di ujung bibir pantai sebangaitanda stasiun pertama, jarak Stasiun ini dari bibir pantai berukuran 15 Meter. Dengan keadaan lokasi banyak di tumbuhi terumbu karang yang masih hidup, dengan tanah yang berpasir yang bercampur batu karang dan banyak hidup biota - biota lainnya yang hidup di dalam terumbu karang. Maka pada Stasiun satu spesies yang saya dapatkan adalah K ima (Pincatada maxima), Tiram (Hippopus

  Porcelanus ), dengan kedalaman 30 - 70 cm.

  4.4.2. Stasiun II

  Setelah dilakukan Penelitian pada Stasiun satu yang di beri tanda pancang kayu yang di ikat dengan tali ravia yang berwarna hitam sebagai tanda Stasiun pertama dengan jarak sekitar 5 meter dari Stasiun pertama. Maka pada starsiun dua ini yang di beri tanda yang berbeda dengan Stasiun pertama maka pada Stasiun dua ini dengan jarak 15 meter dari bibir pantai, dengan pengamatan lokasi tidak di tumbuhi terumbu karang, dan subtrat nya tanah berpasir, maka setelah di lakukan penelitian pada Stasiun dua kerang ya ng di dapatkan yaitu Kupang Putih (Carbulu fabahinds), Kerang K ipah, (Trachicardium Subrugosum), Kerang Putih (Periglypta puerpera) Kerang Samping (Periglypta Retikulate), dengan kedalaman 30 - 80 Cm.

  4.4.3. Stasiun III

  Stasiun tiga yang berada ditegah diantara Stasiun satu dan Stasiun dua dengan jarak 3 meter, maka pada Stasiun tiga dengan diberi tanda tali ravia yang di pancang kayu yang berwarna hijau dengan posisi yang berukuran jauh dari bibir pantai sekitar 15 meter yang beruk uran sama. dengan keadaan lokasi yang banyak tumbuhi terumbu karang maka dengan kedalaman lokasi sekitar 30 - 70 cm. Maka dilokasi tersebut banyak di temui kerang (Bivalva) di antaranya Kerang Kima (Pincatada maxima), Kerang Tiram (Hippopus pocellanus), Kupang Putih (Carbulu fabahinds), Kerang kipah, (Trachicardium Subrugosum), Kerang Samping (Periglypta Retikulate). dengan kedalaman 30 - 70 cm.

  4.4.4. Stasiun IV

  Setelah di lakukan Penelitian pada Stasiun tiga, pada Stasiun empat yang jarak sekitar 5 meter dari Stasiun tiga dengan jauh sekitar 15 meter dar i bibir pantai, maka di setiap Stasiun dengan lokasi yang berbeda dengan diberi tanda tali ravia warna merah, dan keadaan lokasi pada Stasiun empat tidak banyak ditumbuhi karang karena distasiun empat banyak karang yang sudah mati dengan tanah yang bercampur pasir. Maka spesies yang ditemukan pada Stasiun empat adalah Kerang Kima (Pincatada maxima), Kerang Tiram (Hippopus pocellanus), Kupang Putih (Carbulu fabahinds), Kerang Putih (Periglypta puerpera), Kerang Kipah (Trachicardium Subrugosum), dengan kedalaman sekitar 40 - 60 cm.

  4.4.5. Stasiun V

  Stasiun lima sangat berbeda dengan Stasiun satu sampai empat karena di Stasiun lima arus gelombangnya agak sedikit besar karena Stasiun lima sangat dekat dengan muara dan pada Stasiun lima di beri tanda pancang kayu dengan tanda tali ravia warna putih, pada keadaan lokasi pada Stasiun lima tidak ada tumbuh karang tetapi batu berpasir dengan kedalaman lokasi 30 - 50 cm, maka dari hisil pengamatan penelitan sangat sedikit ditemukan kerang karena di sebabkan arus gelombang yang agak sedikit besar, maka spesies yang terdapat pada Stasiun lima adalah K upang Putih (Carbulu fabahinds), Kerang Putih (Periglypta puerpera), Kerang Samping (Periglypta Retikulate),

4.5. Hasil Penelitian

  Setelah melakukan penelitian selama bulan April - bulan Juni 2014 berdasarkan hasil kegiatan penelitian yang telah saya lakukakan di Pulau Gosong Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya. Hasil pengamatan dan koleksi fauna Bivalvia pada lima Stasiun yaitu : 19 individu Kerang Kima (Pincatada

  

maxima ), 20 individu Kerang Tiram (Hippopus pocellanus), 20 individu Kupang

  Putih (Carbulu fabahinds), 23 individu Kerang K ipah, (Trachicardium

  

Subrugosum ), 12 individu Kerang Putih (Periglypta puerpera) 22 individu Kerang

Samping (Periglypta Retikulate). (Sugiati Suwingnyo, 2005).

  Hal ini disebabkan biota tersebut biasanya tempat hidupnya di daerah pasir sehingga sulit untuk di temukan. Seperti di kemukakan oleh (Jaswir. 2009).

  Hewan ini sering ditemukan pada bagian pasir pada bagian dasar laut. Aktifitas makanan dilakukan terutama di malam hari, siang hari kebanyakan kerang bersembunyi dibawah pasir, atau pada tanah berpasir. Pada waktu aktifitas makan kerang ini tidak semuannya bergerombolan hanya sebagian saja dan ketika berjalan berbentuk semacam barisan dan posisi tangan berkembang seperti kipas dan mengarah kepada pasir, (Jaswir. 2009). Kerang juga memiliki cangkang yang mempunyai rib-rib yang sangat besar arah radial, di bagian cangkang yang terbuka.

  Bivalvia ini biasanya di temukan di daerah tanah bercanpur pasir, merayap

  melewati pasir-pasir dan tinggal dalam pasir. Secara kusus Bivalvia me nyembunyika n dirinya diba gian bawah pasir se lama sia ng hari, dan aktif lagi pada sore dan malam hari. (Lutaenko, 2007).