BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sectio caesarea 1. Pengertian - APRIANI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sectio caesarea 1. Pengertian Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan cara

  membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut / vagina ( amru sofian, 2012).

  Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim ( Mansjoer , 2001).

2. Jenis – jenis sectio caesarea a.

  Sectio caesarea abdomen Sectio caesarea transperitonealis.

  b.

  Sectio caesarea vaginalis Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :

  Sayatan memenjang ( longitudinal) menurut kronig

  • Sayatan melintang ( transversal) menurut kerr
  • Sayatan huruf T ( T – incision)
  • c.

  Sectio caesarea klasik Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira – kira sepanjang 10 cm. Tetapi saat ini teknik ini jarang dilakukan karena memiliki banyak kekurangan namun kasusseperti persai berulang yang memiliki banyak perlengketan organ cara ini dapat dipertimbangkan.

  Sectio caesarea ismika Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira – kira sepanjang 10 cm.

3. Etiologi sectio caesarea 1.

  Etiologi yang bersal dari ibu Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primiparatua disertai kelainan letak ada : disproporsi sefalo pelvik, ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II., komplikasi kehamilan yaitu preeklamsia- eklampsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit ( jantung , DM), gangguan perjalanan persalinan ( kista, ovarium, mioma uteri dan sebagainya).

  2. Etiologi yang berasal dari janin Fetal distres / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, plolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps ektraksi.

  3. Etiologi yang berasal dari kontra a.

  Infeksi intrauterine.

  b.

  Janin mati.

  c.

  Syok / anemia berat yang belum diatasi dan kelainan berat

4. Konsep Sectio caesarea 1.

  c) Disporposi Cepalo Pelvik.

  Mal presentasi janin

  h) Pre eklamsia dan hipertensi. i)

  g) Distosia serviks.

  f) Partus tak maju.

  e) Partus lama.

  d) Ruptur uteri mangancam.

  Indikasi dilakukan sectio caesarea antara lain : a) Desporposi Cepalo Pelvik.

  b) Gawat janin.

  2. Sedangkan menurut Mochtar ( 1998) , indikasi dilakukan sectio caesarea antara lain : a) Plesenta previa sentralis dan lateralis.

  h) Hipertensi.

  g) Eklamsi.

  f) Incoordinate uterine action.

  e) Kelainan letak.

  d) Pernah dilakukan tindakan sectio caesarea sebelumnya.

  c) Plasenta previa.

  b) Panggul sempit.

5. Anatomi Genetalia Interna 1.

  Uterus dan serviks Uterus merupakan organ fibromuskuler yang terletak antara vesika urinaria dan rektum. Bentuk dan ukuran uterus bervariasi, tergantung pada paritas dan stimulasi estrogen. Pada wanita dewasa yang tidak hamil, berat uterus kira –kira 30 – 40 gram dengan panjang kira – kira 7 cm dan lebar 5 cm. Bagian –bagian uterus yaitu : a.

  Fundus uteri, merupakan bagian uterus yang cembung dan terletak di sebelah ventrokranial dari tempat masuknya tuba ke dalam uterus.

  b.

  Korpus uteri, merupakan bagian utama uterus yang makin ke arah dorsokaudal makin mengecil dan berakhir pada isthmus.

  c.

  Ishtmus uteri, merupakan bagian uterus yang sempit dan terletak diantara korpus dan serviks. Pada wanita hamil, isthmus ini menghilang dan menjadi satu dengan korpus yang disebut sebagai segmen bawah rahim.

  d.

  Serviks uteri, dimulai dari bagian bawah isthmus uteri sepanjang kira –kira 2 cm. Dindingnya sebagian besar tersusun dari jaringan ikat dan sisanya berupa otot polos. Penyatuan dinding vagina dengan serviks dibagi menjadi porsio supravaginalis dan vaginalis.

  Parametrium yang dibentuk oleh perineum, merupakan lapisan terluar yang melekat pada fundus dan korpus uteri, serta Gambar 1: anatomi uterus ( dikutip dari : sabotta , atlas anatomi manusia . jakarta . EGC. 2000)

  Di ventral uterus, antara uterus dan vesika urinaria, terdapat lekukan perioneum yang menutupi fundus dan fasies dorsalis vesika urinaria sehingga membentuk suatu cekungan yang disebut ekskavasio vesikouterina.

  Di dorsal uterus, antar uterus dan rektum, terdapat suatu cekungan yang disebut ekskavasio rektouterina.

2. Vaskularisasi uterus a.

  Arteri uterina, berjalan dari dinding pelvis ke arah medial menuju serviks. Setelah mencapai serviks, arteri ini bercabang ke serviks dan vagina bagian atas. Selanjutnya, berjalan ke kranial diantara kedua lapisan ligamen latum sepanjang margo lateralis uteri sambil memberikan cabang – cabang untuk korpus uteri.

  Arteri ovarika 3. Tuba falopi

  Merupakan organ berbentuk tubular dengan panjang kira – kira 8 cm. Tuba falopi terdiri dari beberapa bagian yaitu : a)

  Pars uterina, yaitu bagian tuba yang berjalan di dalam dinding uterus.

  b) Isthmus, yaitu bagian tuba yang menyempit

  c) Ampula, yaitu bagian dari tuba yang paling lebar

  d) Infundibulum, yaitu bagian ujung dari tuba yang bentuknya seperti terompet dan mempunyai lubang yang disebut ostium abdominalis, yang marupakan jalan masuk ovum ke dalam tuba.

  Lubang ini menyebabkan adanya hubungan antara kavum peritoneum dan udara luar. Diameter ostium abdominalis ini sekitar 2mm.

  Gambar 2 : anatomi dan vaskularisasi ovarium 4. Vaskularisassi tuba falopi Berasal dari cabang – cabang arteri dan vena ovarika.

  5. Ovarium Bentuk oval, berukuran kira – kira 3 x 2 x 1 cm. Letak ovarium berada di fossa waldeyer, yaitu bagian pelvis yang berada pada sudut antara vena iliaka eksterna dan ureter.

  6. Vaskularisasi orium a.

  Arteri ovarika Yang berawal dari permukaan anterior aorta abdominalis di bawah arteri renalis.

  b.

  Cabang ovarium dari arteri uterina c. Vena ovarika

  Menuju daerah retroperitoneum mengikuti perjalanan arteri ovarika.

B. Chepalo Pelvik Disproporsi 1. Pengertian

  menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina (Prawirohardjo, 2010)

  Chepalo Pelvik Disproporsi adalah ketidakmampuan janin untuk

  melewati panggul. Disproporsi dapat absolut atau relatif. Absolut apabila janin sama sekali tidak akan dengan selamat dapat melewati jalan lahir. Disproporsi relatif terjadi apabila faktor – faktor lain ikut berpengaruh. (Oxorn Harry, 2010)

2. Etiologi

  Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut : a. Kelainan karena gangguan pertumbuhan

  1) Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil 2) Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa 3) Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebih ukuran muka belakang 4) Panggul corong : pintu atas panggul biasa, pintu bawah panggul sempit.

  5) Panggul belah : symphyse terbuka b. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya 1) Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruh panggul 2) Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang 3) Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring

  c. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang 1) Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong 2) Sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring.

  d. Kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah Coxitis, luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring.

3. Klasifikasi Chepalo Pelvic Disproporsi

  Menurut Prawirohardjo (2010) ada beberapa kemungkinan : 1) Imbang Chepalopelvic baik, partus dapat direncanakan pervaginam, namun demikian his,posisi kepala dan keadaan serviks harus diperhatikan selama partus. 2) Chepalo Pelvik Disproporsi , artinya bahwa janin tidak dapat dilahirkan secara normal pervaginam, bila anak hidup lakukan seksio sesaria (SC). 3) Kemungkinan Disproporsi, mengandung arti yaitu imbang baik atau dapat terjadi disproporsi. untuk mendapatkan kepastian maka harus dilakukan pemeriksaan radiologi dan atau partus cobaan.

   Anatomi panggul

  Meskipun persoalannya adalah hubungan antara panggul dengan janin tertentu, pada beberapa kasus panggul sedemikian sempitnya sehingga janin normal tidak akan dapat lewat. Ukuran yang sempit dapat berada pada setiap bidang : Pintu Atasn Panggul, Pintu Tengah Panggul, atau Pintu Bawah Panggul. Kadang – kadang seluruh bidangnya sempit panggul sempit menyeluruh. Panggul yang dikenal penting adalah panggul kecil ( pelvis minor) yang merupakan wadah alat kandungan dan menentukan bentuk jalan lahir. Sedangkan panggul besar (pelvis mayor) berfungsi untuk mendukung isi perut dan bisa menggambarkan keadaan panggul kecil.

  a.

  Tulang – tulang panggul Tulang – tulang panggul terdiri atas 3 buah tulang yaitu (1) os koksa ( disebut juga tulang innominata) 2 buah kiri dan kanan, (2) os sakrum, dan (3) os koksigis, Os koksis merupakan fusi dari os ilium, os iskium, dan os pubis

  Tulang – tulang ini satu dengan yang lain saling berhubungan dalam suatu persendian panggul. Di depan terdapat hubungan antara os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Simfisis terdiri atas jaringan fibrokartilago dan ligamentum pubikum superior di bagian atas ligamentum pubikum inferior di bagian bawah. Apabila jari dimasukan ke dalam vagina seorang perempuan hamil dan perempuan ini di minta berjalan, maka akan teraba tulang pubis Gambar 3 : potongan sagital panggul, menunjukan pelvis mayor dan minor ( Prawirohardjo, 2010)

  Secara fungsional panggul terdiri atas 2 bagian yang disebut pelvis mayor dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di atas linea terminalis disebut pula false pelvis. Bagian yang terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis. Bagian akhir ini adalah bagian yang mempunyai peranan penting dalam obstetri dan harus dapat di kenal dan di nilai sebaik- baiknya untuk dapat meramalkan dapat tidaknya bayi melewatinya.

  Bentuk pelvis minor ini menyerupai suat saluran yang mempunyai sumbu melengkung ke depan (sumbu Carus). Sumbu ini secara klasik adalah garis yang menghubungkan titik persekutuan antara diameter transferta dan konjugata vera pada

  IV. Sampai dekat Hodge sumbu itu lurus, sejajar dengan sakrum, untuk seterusnya melengkung ke depan, sesuai dengan lengkungan sakrum. Hal ini penting untuk di ketahui bila kelak mengakhiri persalinan dengan cunam agar arah penarikan cunam ini di sesuaikan dengan arah sumbu jalan lahir tersebut.

  Gambar 4 : sumbu panggul b. Pintu Atas panggul

  Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium korpus verteba sakral 1 , linea innominata ( terminalis), dan pinggir atas simfisis. Terdapat diameter pada pintu atas panggul, yaitu diameter anteroposterior, diameter transvera, dan 2 diameter oblikua.

  Panjang jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium lebih kurang 11 cm, disebut konjungata vera. Jarak terjauh garis Disebut diameter transversa. Bila di tarik daris dari artikulasio sakro – iliaka linea innominata, di temukan diameter yang disebut diameter oblikus sepanjang lebih kurang 13 cm.

  Gambar 5 : bidang pintu atas panggul Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, selisih antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.

  Gambar 6 : pintu atas panggul dengan konjugata vera Dalam obstetri dikenal 4 jenis panggul yang mempunyai ciri

  • – ciri pintu atas panggul sebagai berikut : 1.

  Jenis genekoid : panggul paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu atas panggul hampir bulat. Panjang diamterantero- posterior kira – kira sama dengan diameter transversa. Jenis ini ditemukan pada 45% perempuan.

2. Jenis android : bentuk pintu atas panggul hampir segitiga.

  Umumnya pria mempunyai jenis seperti ini. Panjang diameter anteroposterior hampir sama dengan diameter transversa, akan tetapi yang terakhir ini jauh lebih mendekati sakrum. Dengan demikian, bagian belakangnya pendek dan gepeng, sedangkan bagian depannya menyempit ke depan. Jenis ini ditemukan pada 15 % perempuan.

  3. Jenis antropoid : bentuk pintu atas panggul agak lonjong, seperti telur. Panjang diameter antero-posterior lebih besar daripada diameter transversa. Jenis ini ditemukan pada 35 % perempuan.

  Jenis platipelloid : sebenarnya jens ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada arah muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar daripada ukuran muka belakang. Jenis ini ditemukan pada 5 % perempuan.

  c.

  Panggul Tengah (Pelvic Cavity) Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas.

  Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak panggul terkecil.

  d.

  Pintu bawah panggul Seperti telah dijelaskan, pintu bawah panggul tidak merupakan suatu bidang datar , tetapi tersusun atas 2 bidang datar yang masing – masing berbentuk segitiga, yaitu bidang yang dibentuk oleh garis antara kedua buah tuber os iskii dengan ujung os sakrum dan segitiga lainnya yang alasnya juga garis antara kedua tober os iski dengan bagian bawah simfisis. Pinggir bawah simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan merupakan sudut disebut arkus pubis. Dalam keadaan normal besarnya susut ini ± 90 ̊, atau lebih besar sedikit.bila kurang sekali dari 90 ̊ , maka kepala janin akan lebih sulit dilahirkan karena memelurkan tempat lebih banyak ke dorsal. Dalam hal ini perlu diperhatikan apakah kepala janin tidak dapat dilahirkan.

  e.

  Ukuran panggul Meskipun persoalannya adalah hubungan antara panggul dengan janin tertentu, pada beberapa kasus panggul sedemikian sempitnya sehingga janin normal tidak akan dapat lewat. Ukuran yang sempit dapat berada pada setiap bidang : Pintu Atas Panggul, Pintu Tengah Panggul, atau Pintu Bawah Panggul. Kadang – kadang seluruh bidangnya sempit panggul sempit menyeluruh.

C. Konsep Dasar Nifas 1. Pengertian

  Nifas adalah masa pulih kembali dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pre hamil selama 6 minggu (Mochtar, 1998). Sedangkan menurut Farrer (2000) nifas adalah periode waktu atau masa dimana organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil dibutuhkan waktu selama 6 minggu. Periode nifas terdiri dari nifas dini, nifas intermedial, nifas remote. Nifas dini merupakan kepulihan ibu dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan. Nifas intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu. Nifas remote yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil dan saat persediaan mengalami gangguan (Mochtar, 1998).

   Perubahan Fisiologi

  Menurut Mochtar (1998), Wiknjosastro (2005) dan Bobak (2000) perubahan fisiologis pada masa nifas antara lain : sistem reproduksi terdiri dari vulva dan vagina, uterus, lochea, serviks, perinium.

  Sistem reproduksi yang terdiri dari vulva dan vagina, uterus, lochea, serviks, perinium. Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendor setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil. Semua alat reproduksi berangsur-angsur akan kembali semula dari yang tadinya kendor.

  Uterus, pada akhir kala III persalinan, fundus uteri setinggi umbilikus atau berada pada garis tengah kira-kira sama dengan umur kehamilan 10 minggu (kira-kira sama dengan buah jeruk). Uterus mempunyai panjang kira-kira 14 cm, lebar 12 cm dan tebal 10 cm, serta berat kira- kira 1000 gram setelah 12 jam persalinan fundus berada kurang lebih 1 cm di atas umbilikus dan simfisis pubis setelah 9 hari post partum uterus sudah tidak berada lagi di abdomen. Lochea merupakan cairan sekret yang berasal dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas.

  Jenis-jenis lochea yaitu : lochea rubra, berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban selama 2 hari post partum. Lochea sanguinoleta, berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3-7 post partum. Lochea serosa, berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, Lochea purulenta, bila terjadi infeksi keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk. Lochea statis, lochea tidak lancar. Serviks, setelah persalinan bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak kadang-kadang terdapat perlukaan kecil setelah melahirkan, tangan masih bisa masuk karena rahim setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari dapat dilalui 1 jari. Perinium, segera setelah melahirkan perinium kembali menjadi kendor karena sebelum teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju.

  Payudara dan laktasi yaitu payudara mencapai maturitas yang penuh selama masa nifas terkecuali jika laktasi disupresi payudara akan menjadi lebih besar lebih kencang dan mula-mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi. Traktus urinarius merupakan buang air kecil sulit selama 24 jam pertama, kemungkinan terjadi spasme spinger edeme leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Sistem gastointestinal, kerap kali diperlukan waktu 3-4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1 atau 2 hari. Gerak tubuh berkurang dan unsur bagian bawah sering kosong jika sebelum melahirkan diberikan enema. Sistem kardiovaskuler, setelah kembali kepada keadaan tidak hamil, jumlah sel darah merendah kadar HB kembali pada hari ke 3. After pain, after pain atau mules sesudah melahirkan akibat reaksi usus kadang-kadang sangat mengganggu selama 3-4 hari post partum. Perasaan saat itu timbul bila masih terdapat sisa selaput ketuban sisa-sisa plasenta atau gumpalan darah dalam cavum urteri.

3. Perubahan Psikologis

  Perubahan patologis yang sering terjadi adalah depresi post partum dimana hal ini dipengaruhi oleh faktor emosi ibu. Dengan penurunan emosi ibu yang drastis terjadi penurunan estrogen dan progesteron dalam tubuh sering kali ibu merasa keletihan post partum, nyeri perinium, pembengkakan payudara, after pain dan tekanan-tekanan yang lain.

  Untuk menunjang keberhasilan situasi psikologis, perlu ditegaskan juga hubungan interaksi antara orang tua dan bayi atau yang disebut dengan proses bonding (Hamilton. 1998). Ini perlu ditegakkan sejak di ruang persalinan, dengan cara ayah dan ibu berusaha menerima dan mengenali bayi barunya dan berusaha melakukan komunikasi.

  Tahap ketergantungan (taking in), hari ke 1 dan 2 setelah melahirkan dimana ibu siap membutuhkan perlindungan dan pelayanan ibu memfokuskan energinya pada bayinya yang baru. Tahap ketergantungan (taking hold), hari ke 3 sampai minggu ke 4 semua hal-hal baru dan tubuh mengalami perubahan yang signifikan.

  Tahap saling ketergantungan (letting go), minggu ke 5 sampai 6 setelah kelahiran dimana keluarga secara sistem sudah menyesuaikan diri dengan anggotanya yang baru.

D. Konsep Dasar Nyeri

  1. Pengertian Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial

  ( Brunner dan Suddarth, 2001 ).

  Nyeri adalah suatu mekanisme proktektif bagi tubuh, nyeri timbul ketika jaringan rusak, menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri ( Chaerudin, 2007).

  Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti ( internatioanal assotiation for the

  

study of pain ):awitan yang tiba – tiba atau perlahan dengan intensitas

  ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan.

  2. Fisiologi nyeri Reseptor nyeri yang ada dalam tubuh manusia adalah berupa ujung stimulus kuat yang secara potensial dapat merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri ada yang bermielien ada juga yang tidak bermielien ( Ramali, 2000).

  Reseptor jaringan kulit terbagi dalam dua golongan yaitu : a. Reseptor A delta

  Merupakan serabut komponen cepat ( kecepatan transmisi 6-30 m/detik) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.

  b.

  Serabut C Merupakan serabut komponen lambat ( kecepatan transmisi 0,5 m/detik) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.

  3. Karakteristik nyeri Menurut Tamsuri (2007), klasifikasi nyeri dibedakan menjadi 4 yaitu : a.

  Klasifikasi nyeri Berdasarkan waktu kejadian, nyeri dapat dikelompokan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis.

  1) Nyeri akut

  Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu kurang dari enam bulan. Umumnya terjadi pada cedera , penyakit akut, atau pembedahan. Dapat hilang dengan sendirinya dengan atau tanpa tindakan setelah kerusakan jaringan sembuh.

  Nyeri kronis Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih dari enam bulan. Umunya timbul tidak teratur, intermiten, atau bahkan persisten. Nyeri kronis dapat menyebabkan putus asa dan frustasi, nyeri ini dapat menimbulkan kelelahan mental dan fisik.

  b.

  Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi Berdasarkan lokasi nyeri , nyeri dibedakan menjadi 6 yaitu :

  1) Nyerisuperfisial

  Biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit seperti pada laserasi, luka bakar, dan sebagainya. Memiliki durasi pendek, terlokalisir, dan memiliki sensasi yang tajam. 2)

  Nyeri somatik Nyeri yang terjadi pada otot dan tulang serta struktur penyokong, umumnya bersifat tumpul dan stimulasi dengan adanya peregangan dan iskemia. 3)

  Nyeri viseral Nyeri yang disebabkan kerusakan organ internal, durasinya cukup lama, dan sensasi yang timbul biasanya tumpul.

  4) Nyeri sebar ( radiasi )

  Nyeri sebar ( radiasi) adalah sensasi nyeri yang meluas dari daerah asal ke jaringan sekitar. Nyeri dapat bersifat intermiten atau konstan.

  5) Nyeri fantom

  Nyeri fantom adalah khusus yang dirasakan oleh klien yang 6)

  Nyeri alih Nyeri alih adalah nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viresal yang menjulur ke organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi.

  c.

  Deskripsi verbal tentang nyeri Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatnya.

  Informasi yang diperlukan harus menggambarkan nyeri individual dalam beberapa cara yang berikut : 1)

  Intensitas nyeri : individu dapat meminta untuk membuat tingkatan nyeri pada skala verbal ( misalnya ; tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat, atau 0 sampai 10 : 0 = tidak ada nyeri, 10 = nyeri sangat hebat ).

  2) Karakteristik nyeri :termasuk letak, durasi ( menit, jam, jam,hari, bulan), irama ( terus- menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurang intensitas atau keberadaan dari nyeri ) kualitas ( nyeri seperti tertusuk – tusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digancet)

  3) Faktor - faktor yang meredakan nyeri ( gerakan, kurang bergerak, pengerahan tenaga , istirahat, obat – obat bebas dan sebagainya).

  4) Efek nyeri terhadap aktivitas kehidupan sehari – hari ( tidur, napsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja dan aktivitas – aktivitas santai.

  5) Kekhawatiran individu tentang nyeri. Dapat meliputi berbagai masalah yang luas, seperti beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri.

  Respon perilaku terhadap nyeri. Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal, ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan respons terhadap lingkungan . Individu yang mengalami nyeri akut dapat menangis , merintih, merengut, tidak menggerakan bagian tubuh, mengepal, atau menarik diri. Orang dapat menjadi marah dan mudah tersinggung dan meminta maaf saat nyerinya hilang.

  Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis jika perilaku demikian merupakan respon normal terhadap nyeri.

  4. Penilaian rentang skala nyeri

  a. face Pain rating Scale Menurut Wong dan baker ( 1998) pengukuran skala nyeri untuk anak usia pra sekolah dan sekolah, pengukuran skala nyeri menggunakan face Pain Rating Scale yaitu terdiri dari 6 wajah kartun mulai dari wajah tersenyum untuk “ tidak ada nyeri “ hungga wajah yang menangis untuk “ nyeri hebat”.

  Gambar 7 : visual Face Rating Scale ( Wong & Baker, 1998) b.Word Grapic Rating Scale Menggunakan deskripsi kata untuk menggambarkan intensitas nyeri, biasanya untuk anak 4 – 17 tahun.

  0 1 2 3 4 5 Tidak nyeri ringan sedang cukup sangat nyeri nyeri hebat Gambar 8 : Skala Nyeri Word grapic Rating Scale ( Wong & Whaleys, 1996) c.Skala intensitas nyeri numerik Gambar 9 : skala intensitas nyeri numerik ( Wong & Whaleys, 1996) d. Skala nyeri menurut bourbanis Gambar 10 : Skala nyeri menurut bourbanis ( Wong & Whaleys, 1996).

  Perawat dapat menanyakan kepada individu tentang nilai nyerinya dengan enggunakan skala 0 sampai 10 atau skala yang serupa lainya yang membantu menerangkan bagaimana intensitas nyerinya. Nyeri yang ditanyakan pada skala tersebut adalah sebelum dan sesudah dilakukan intervensi nyeri untuk mengevaluasi keefektifannya .

E. Patofisiologi

  Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh.

  Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distoria jaringan lunak, placenta previa, dan lain – lain untuk ibu.

  Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan Sectio Caesarea ibu akan mengalami adapatasi post salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman. Biasanya terdapat keluhan janin besar dan pelvis terlalu kecil maka akan terjadi cephaloevit disproportion, persalinan macet, persalinan kala lama, dan percobaan persalinan. Jika tidak ada peningkatan dilatasi servik setelah lebih dari 4 jam maka dilakukan sectio caesarea dengan dilakukan sayatan dinding abdomen dan dinding uterus. Disertai atau tanpa disertai rasa nyeri akibat sayatan. Perlu juga di cari fakror masalah yang muncul seperti syok akibat perdarahan dan resiko infeksi D.

   Pemeriksaan penunjang

  Pemeriksaan darah lengkap rutin : hemoglobin , leukosit, golongan darah , hematrokrit, dan pemeriksaan darah sesuai indikasi.

E. Komplikasi 1.

  Syok 2. Hemorhagi 3. Retensio urine 4. Infeksi jalan kencing 5. Distensi perut 6. Terbukanya luka operasi

F. Diagnosa

  Nyeri (akut) berhubungan dengan agen cedera fisik (luka bekas insisi)

  • Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (sectio caesar)
  • G.

   Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan Umum

  Penatalaksanan umum pre-operasi yaitu puasa, percukuran pada pubis dan perineal dari garis nipple sampai pubis, pemasangan kateter untuk drainase independent, penandatanganan izin operasi, pemasangan infus, perawatan bayi, penghangat dan perlengkapan.

  Sedangkan penatalaksanaan post-operasi menurut (Mochtar, 1998) yaitu perawatan luka insisi : luka insisi dibersihkan dengan larutan cuci hama (larutan betadin) lalu tutup dengan kassa, luka dibersihkan dan pembalut luka diganti secara periodik, pemberian cairan : selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi sehingga pemberian infus harus banyak yang mengandung elektrolit, biasanya D 5%-10% dan RL secara bergantian, diit : cairan infus dihentikan setelah penderita Flatus, berikan makanan peroral secara bertahap mulai dari bubur halus, bubur kasar, makanan biasa.Untuk tahap selanjutnya mobilisasi dilakukan secara bertahap mulai dari miring kanan, kiri setelah penderita sadar, hari kedua didudukan selama 5 menit dan bernafas dalam lalu menghembuskannya disertai batuk-batuk kecil untuk melonggarkan pernafasan secara berturut-turut belajar duduk, belajar berjalan dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke tiga sampai ke lima pasca bedah, katerisasi : kandung kemih yang menimbulkan rasa 48 jam atau lebih menurut keadaan normal, pemberian obat-obatan : obat-obatan anti biotik dan anti inflamasi, obat-obatan pencegah perut kembung untuk memperlancar kerja saluran pencernaan, obat-obatan lainnya seperti analgetik

2. Penatalaksanaan keperawatan a. pathways keperawatan

  Syok pk : perdarahan MK : Nyeri akut Resiko infeksi Resiko kekurangan Gangguan pola tidur volumecairan

  Janin terlalu besar Pelvis terlalu kecil

Cephaloelvic disproportion

Persalinan macet Persalinan lama Percobaan persalinan

  • Tidak ada peningkatan dilatasi servic setelah lebih dari 4 jam
  • Timbul gawat janin
  • Dilatasi servic lengkap tidak tercapai setelah 12 jam persalinan Sectio caesarea

    Dilakukan sayatan dinding abdomen dan dinding uterus

    Pembuluh darah Jaringan saraf Diskontinuitas prosedur terputus jaringan terstimulus post de entri kuman Perdarahan saat OP Nyeri abdomen

b. Fokus intervensi ( Nanda NIC NOC 2013)

  1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera/ injuri fisik Intervensi :

  Pain Managemen

  − Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif − Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan − Tingkatkan istirahat − Ajarkan tentang teknik non farmakologi − Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

  Analgesic administration

  − Tentukan lokasi , karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat − Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali − Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat − Cek riwayat alergi

  2) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake output berlebih

  Intervensi :

  Fluid Management

  Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

  • Monitor vital sign
  • >Monitor status nutrisi

  • Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
  • Dorong pasien untuk menambah intake oral

  Monitor status dehidrasi

  3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invansif

  Intervensi :

  Infection Control ( kontrol infeksi)

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
  • Pertahankan teknik isolasi
  • Monitor tanda dan gejala infeksi siskemik dan lokal
  • Tingkatkan intake nutrisi
  • Batasi pengunjung
  • Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
  • Dorong istirahat

  4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur

  Intervensi :

   Slepp Enchancement