PENGARUH WAKTU AGING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al-Cu

  PENGARUH WAKTU AGING TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PADUAN Al-Cu TUGAS AKHIR

  Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

  Jurusan Teknik Mesin

  Disusun oleh :

  I Gede Sinarbawa NIM : 005214020 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

  THE EFFECT OF AGING TIME ON THE PHYSICAL AND MECHANICAL PROPERTIES OF Al-Cu ALLOYS FINAL PROJECT

  Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain the Sarjana Teknik Degree

  In Mechanical Engineering

  By :

  I Gede Sinarbawa Student Number : 005214020 MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2007

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

  Yogyakarta, 16 Maret 2007

  I Gede Sinarbawa

  

kupersembahkan karya ini

kepada :

Ayah dan Ibu tercinta, kakakku

tersayang,

  

Dan Dewa Ayu kekasihku

  

INTISARI

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu aging terhadap sifat fisis dan mekanis dari paduan aluminium tembaga (Al-Cu). Bahan utama pada penelitian ini adalah paduan aluminium tembaga (Al-Cu) yang didapatkan dari pelek motor bekas. Bahan utama ini kemudian dicor ulang dan diberi tembaga (Cu) dengan kadar Cu diharapkan sekitar 4%. Bahan selanjutnya di aging pada temperatur 200ºC, dengan variasi waktu aging mulai dari 12 jam, 24 jam, sampai dengan 36 jam.

  Pengujian yang dilakukan meliputi : pengujian kekerasan, pengujian tarik, pengamatan struktur mikro, dan bentuk patahan. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa waktu aging berpengaruh pada struktur mikro dari paduan aluminium tembaga (Al-Cu) yakni menjadi lebih rapat. Kekerasan meningkat sekitar 30% yaitu terjadi pada paduan aluminium tembaga (Al-4%Cu) yang diaging selama 36 jam pada temperatur 200ºC. Kekerasan mula mula : 71,12 BHN dan kekerasan setelah diaging 36 jam : 92,99 BHN. Sedangkan kekuatan tarik turun sekitar 15,4% yaitu dari kekuatan tarik

  2

  mula-mula sebesar 15 kg/mm ke kekuatan tarik setelah di aging 36 jam sebesar

  2 13 kg/mm .

KATA PENGANTAR

  Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih ( Ida Sang Hyang Widhi Wa

  Ç

  a ) atas berkat dan bimbingan-Nya sehingga tugas akhir ini terselesaikan dengan baik, untuk mencapai derajat strata satu pada Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam kurun waktu perjalanan yang cukup lama di kota yang sarat dengan segala nuansa romantisme dan kenangan, banyak pihak yang mewarnai persinggahan hidupku yang sementara ini. Untuk itu dalam kesempatan ini ijinkanlah saya untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada :

  1. Tuhan Yang Maha Esa “Ida Sang Hyang Widhi Wa

  Ç

  a” yang selalu menyertai, dan selalu memberikan kesempatan kepada penulis untuk selalu berubah menjadi lebih baik dan mempunyai arti dalam kehidupan ini.

  2. Bapak Ir. Greg. Heliarko, SJ., SS., B.ST., MA., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma.

  3. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma

  4. Bapak I Gusti Ketut Puja, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Tugas Akhir

  5. Bapak Doddy Purwadianto, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing mata kuliah Kerja Praktek.

  6. Bapak Budi Setyahandana, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing Tugas Rancang Bangun Mesin

  7. Bapak Y.B. Lukiyanto, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing akademik angkatan 2000

  8. Segenap dosen FT USD, Bapak Budi Sugiharto, Bapak Wihadi, S.T., M.T., Bapak Rinnes Alapan, Bapak Rusdi Sambada dan yang lainnya, terima kasih untuk bimbingan dan arahannya selama ini.

  9. Keluargaku yang tercinta, Ayahanda Drs. I Ketut Ariana, Ibunda Ni Wayan Sri, Kakakku Ni Putu Triasih, Spd terima kasih atas dukungan dan segala bantuannya baik materiil maupun doanya selama ini.

  10. Kekasihku tercinta, Dewa Ayu R. Yanti , terimakasih atas semangat dan dukungannya yang tak akan telupakan.

  11. Keluarga di Semarapura (Bali), Bapak Dewa Rama, Ibu Ratna, Om Mifta, Jegek dan Dewi terimakasih atas dukungan semangatnya.

  12. Segenap karyawan dan laboran FT USD, Mas Martono, Mas Intan, Mas Ronny dan yang lainnya, terima kasih untuk kerjasamanya selama ini.

  13. Rekan-rekan Tugas Akhir yang telah berbagi suka dan duka serta pendorong dalam penyelesaian Tugas Akhir ini : Ikana Ebda Kurniawan, Ken-ken, Matius, Landung, Willy, dll.

  14. Rekan-rekan Teknik Mesin Seluruhnya.

  15. Teman- temanku : I Gusti Ngurah Dwi Mahendra, S.T., Cokorda Gde Putra Pemayun, S.T., Jabrik, Tut Adi, Yoby, Nyoman Parwata, S.kom., Komenk, Dharma, Jebing, Angga, Sidhi, Wandi, Coy, Rendra, Gede, Kadek, Wawan,

  Andika, Eko, Pasek, Willy, dan semua teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu terimakasi banyak “matur suksma” atas dukungannya.

  16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  Akhir kata teriring dengan harapan dari penulis semoga tugas akhir ini dapat berguna sebagai masukan bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.

  Yogyakarta, 17 Agustus 2007

  I Gede Sinarbawa Penulis

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iii HALAMAN PERNYATAAN........................................................................ v HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi

  INTISARI ....................................................................................................... vii KATA PENGANTAR.................................................................................... ix DAFTAR ISI................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xv DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvii DAFTAR NOTASI LAMBANG ................................................................... xviii

  BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1 I.1. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1 I.2. Rumusan Masalah ............................................................................. 2 I.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 2 I.4. Pembatasan Masalah ........................................................................ 3 BAB II DASAR TEORI.............................................................................. 4 II.1. Sejarah Pengecoran .......................................................................... 4 II.2. Proses pengecoran ............................................................................ 6 II.2.1. Tahap-tahap pengecoran...................................................... 6 II.2.2. Pencairan logam .................................................................. 10 II.2.3. Pembuatan cetakan .............................................................. 11 II.3. Logam Alumunium dan Paduannya .................................................. 14 II.3.1. Produksi Aluminium ........................................................... 14 II.3.2. Aluminium Murni................................................................ 17 II.3.3. Paduan Aluminium.............................................................. 19 II.3.4. Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium .................. 24

  II.5. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 29

  

BAB III METODELOGI PENELITIAN.................................................. 30

III.1. Diagram Alir Penelitian ................................................................... 30 III.2. Jenis Penelitian ................................................................................ 31 III.3. Metode Penelitian ............................................................................ 31 III.4. Data yang Dikumpulkan .................................................................. 32 III.5. Pelaksanaan Pengecoran .................................................................. 33 III.5.1. Bahan coran........................................................................ 33 III.5.2. Alat-alat yang digunakan ................................................... 33 III.5.3. Proses peleburan logam...................................................... 34 III.5.4. Pelepasan hasil coran ......................................................... 36 III.6. Pembuatan Spesimen Benda Uji ...................................................... 37 III.7. Proses Aging ................................................................................... 40 III.8. Peralatan Pengujian.......................................................................... 41 III.9. Pengujian Hasil Coran...................................................................... 42 III.7.1. Pengujian Tarik .................................................................. 42 III.7.2. Uji Kekerasan..................................................................... 44 III.7.3. Pengamatan Struktur Mikro .............................................. 47 III.7.4. Pengamatan Struktur Makro .............................................. 49 III.7.5. Pengujian Komposisi Kimia .............................................. 50

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................ 52

IV.1. Persiapan Pengecoran ...................................................................... 52 IV.1.1. Perhitungan Bahan Coran .................................................. 52 IV.1.2. Perbandingan Komposisi Bahan Coran ............................. 53 IV.2. Data Pengecoran .............................................................................. 54 IV.3. Hasil Pengujian Tarik ...................................................................... 55 IV.4. Hasil Pengujian Kekerasan Brinell .................................................. 58 IV.5. Pengamatan Struktur Mikro............................................................. 59 IV.6. Pengamatan Struktur Makro ............................................................ 63

  

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 66

V.1. Kesimpulan ....................................................................................... 66 V.2. Saran.................................................................................................. 67

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 69

LAMPIRAN.................................................................................................... 70

  ™ Lampiran Perhitungan.......................................................................... 70 ™ Lampiran Gambar ................................................................................ 80

  DAFTAR GAMBAR

  2.1. Tanur Krus .............................................................................................. 10

  2.2. Bagian-Bagian Sistem Saluran dalam Cetakan....................................... 14

  2.3. Mikrostruktur pada Aging....................................................................... 29

  3.1. Burner dan Tangki Minyak Bertekanan serta Kompresor ...................... 34

  3.2. Kowi dan Tungku Tanah Liat ................................................................. 34

  3.3. Cetakan Logam dilengkapi Baut dan Tang Penjepit............................... 35

  3.4. Mesin Milling.......................................................................................... 37

  3.5. Mesin Sekrap........................................................................................... 38

  3.6. Bentuk dan Geometri Spesimen Benda Uji Tarik................................... 39

  3.7. Mesin Uji Tarik ....................................................................................... 43

  3.8. Mesin uji kekerasan "Brinell Hardness Tester MOD 100 MR".............. 47

  3.9. Proses Pengamatan Struktur Mikro......................................................... 48

  3.10. Mikroskop Mikro dilengkapi dengan Kamera ........................................ 49

  3.11. Mesin uji komposisi (Spektrometer)....................................................... 49

  4.1. Hasil waktu pembekuan Al-Si-Cu .......................................................... 54

  4.2. Hasil pengujian kekuatan tarik................................................................ 55

  4.3. Hasil pengujian regangan........................................................................ 57

  4.4. Hasi pengujian kekerasan........................................................................ 58

  4.5. Struktur Mikro aluminium paduan.......................................................... 59

  4.6. Struktur Mikro aluminium paduan + 2% Cu .......................................... 60

  4.7. Struktur Mikro Al-4%Cu, Aging 12jam ,T:200ºC.................................. 60

  4.8. Struktur Mikro Al-4%Cu, Aging 24jam ,T:200ºC.................................. 60

  4.9. Struktur Mikro Al-4%Cu, Aging 36jam ,T:200ºC.................................. 61

  4.11. Struktur Mikro aluminium paduan setelah dietsa ................................. 61

  4.12. Struktur Mikro aluminium paduan+2%Cu setelah dietsa ..................... 61

  4.13. Struktur Mikro Al-4%Cu, Aging 12jam ,T:200ºC (etsa) ...................... 62

  4.14. Struktur Mikro Al-4%Cu, Aging 24jam ,T:200ºC (etsa) ...................... 62

  4.15. Struktur Mikro Al-4%Cu, Aging 36jam ,T:200ºC (etsa) ...................... 62

  4.16. Struktur Makro Aluminium Paduan...................................................... 63

  4.17. Struktur Makro Al-4%Cu, Aging 12jam ,T:200ºC ............................... 63

  4.18. Struktur Makro Al-4%Cu, Aging 24jam ,T:200ºC ............................... 64

  4.19. Struktur Makro Al-4%Cu, Aging 36jam ,T:200ºC ............................... 64

  DAFTAR TABEL

  2.1. Sifat-sifat fisik Aluminium ..................................................................... 18

  2.2. Sifat-sifat mekanik Aluminium............................................................... 21

  3.1. Dimensi Benda Uji Tarik yang Digunakan............................................. 39

  3.2. Pemilihan Diameter Penetrator Uji Kekerasan Brinell ........................... 46

  4.1. Komposisi Bahan Coran Paduan Al-Cu.................................................. 53

  4.2. Data yang diperoleh pada Pengecoran Paduan Al-Cu ............................ 54

  4.3. Data Pengujian Tarik .............................................................................. 56

  4.4. Data Pengujian Regangan ....................................................................... 57

  4.5. Data Pengujian kekerasan ....................................................................... 59

  

DAFTAR NOTASI LAMBANG

  2 A = Luas penampang ................................................................................ mm

  t = Tebal .................................................................................................. mm l = Lebar .................................................................................................. mm

  2

  σ = Kekuatan tarik..................................................................................... kg/mm

  2 P = Beban .................................................................................................. kg/mm

  Lo = Panjang ukur mula-mula .................................................................... mm L = Panjang ukur akhir.............................................................................. mm

  3 ρ = Massa jenis ...................................................................................... kg/mm

  ΔL = Pertambahan panjang......................................................................... mm ε = Regangan............................................................................................ %

  3

  v = Volume............................................................................................... mm m = Massa ................................................................................................. kg

  2 BHN

  = Angka kekerasan binell...................................................................... kg/mm D = Diameter bola penetrator.................................................................... mm d = Diameter bekas injakan...................................................................... mm

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pada jaman sekarang ini pemanfaatan barang-barang usang atau barang

  bekas sangat maju pesat, terlebih pada barang yang mempunyai kemampuan untuk dibentuk kembali. Aluminium merupakan salah satu bahan yang paling diminati, selain sifatnya yang tahan terhadap korosi, kekuatan aluminium juga baik. Sifat aluminium tersebut juga dapat diperbaiki dengan memadukan unsur lain dengan cara pengecoran. Pemanfaatan aluminium sudah banyak hasilnya, salah satunya adalah peleg untuk kendaraan bermotor, tetapi untuk mendapatkan komposisi yang baik harus dilakukan penelitian.

  Adapun judul dari penelitian saya adalah Pengaruh Waktu Aging Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Paduan Al-Cu. Pada penelitian kali ini akan dibahas mengenai pemanfaatan aluminium paduan bekas yang mungkin hasil dari penelitian ini dapat digunakan. Aluminium paduan yang akan digunakan didapat dari peleg motor bekas yang akan ditambahkan dengan unsur tembaga (Cu).

  Unsur tembaga (Cu) yang akan dipadukan adalah 2%, dimana setelah dipadukan akan dilakukan perlakuan ”aging” dengan variasi waktu 12 jam, 24 jam, 36 jam.

  I.2. Rumusan Masalah

  Dalam penyusunan tugas akhir ini, penyusun melakukan proses pengecoran ulang dimana coran yang ingin dibuat terdiri dari empat jenis coran, yaitu :

  1. Coran Aluminium paduan 2.

  Coran aluminium paduan + Tembaga (2% Cu) sebanyak tiga buah coran.

  Kemudian dilanjutkan pengujian komposisi bahan. Setelah diperoleh komposisi Aluminium paduan yang tepat (Al-4%Cu), dilanjutkan dengan proses Aging dengan Variasi waktu 12jam, 24jam, 36jam. Hasil dari setiap coran akan dibandingkan dan dilihat akibat pengaruh waktu aging yang dilakukan, yaitu dengan melakukan pengujian fisis (pengujian struktur mikro dan makro) dan pengujian mekanis (pengujian kekuatan tarik dan pengujian kekerasan).

  Diperkirakan pengaruh dari waktu Aging akan membuat aluminium paduan menjadi lebih kuat, kekerasan bahannya akan meningkat dan mempermudah proses pengerjaan mesin.

  I.3. Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk membuat aluminium paduan agar menjadi lebih baik, yaitu dengan melakukan proses Aging dengan variasi waktu. Untuk mengetahui bahwa Aluminium paduan menjadi lebih baik atau tidak, maka dilakukan beberapa penguian sebagai berikut :

  1. Pengujian tarik (tegangan dan regangan) hasil coran

2. Pengujian kekerasan Brinell

  3. Pengamatan struktur mikro hasil coran 4.

  Pengamatan struktur makro hasil coran

I.4. Batasan Masalah

  Agar penelitian ini tidak terlalu luas dan tetap berada dalam jangkauan penulis, maka perlu adanya batasan masalah. Dalam penelitian tentang “ Pengaruh waktu aging terhadap sifat fisis dan mekanis paduan Al-Cu”, penulis memberikan batasan-batasan supaya penulisan ini tidak terlalu luas serta mengenai sasaran yang dituju. Pembatasan penulisan adalah sebagai berikut : 1.

  Bahan yang akan diteliti adalah Al-Si-Cu maka bahan-bahan lainnya hanya akan dibahas sekilas saja.

  2. Pengecoran aluminium menggunakan cetakan yang terbuat dari logam (permanent moulding), maka bentuk cetakan yang lainya tidak akan dibahas di sini

  3. Tidak adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kecacatan yang terjadi pada penelitian karena penulis lebih menitik beratkan pada aspek pengaruh waktu aging terhadap hasil coran

  4. Pengujian porositas dan Pengujian berat jenis tidak dibahas dalam penelitian ini

  5. Pengujian hasil coran dilakukan sesuai standar yang ada dan umum dipakai.

BAB II DASAR TEORI II.1. Sejarah Pengecoran Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang ke dalam cetakan,

  kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Oleh karena itu sejarah pengecoran dimulai ketika manusia mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kira-kira 4000 sebelum Masehi, sedangkan tahun yang pasti tidak diketahui. Awal penggunaan logam adalah ketika manusia membuat perhiasan atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata bajak dengan menempa tembaga. Hal itu dimungkinkan karena logam-logam ini terdapat di alam dalam keadaan murni, sehingga dengan mudah dapat menempanya. Kemudian secara kebetulan manusia menemukan tembaga mencair, selanjutnya mengetahui cara untuk menuang logam cair ke dalam cetakan, dengan demikian untuk pertama kalinya manusia dapat membentuk coran yang rumit, umpamanya perabot rumah, perhiasan atau hiasan makam. Coran tersebut dibuat dari perunggu yaitu suatu paduan tembaga, timah dan timbal yang titik-cairnya lebih rendah dari tembaga.

  Pengecoran perunggu pertama kali dilakukan di Mesopotamia kira-kira 3000 tahun sebelum Masehi, teknik ini diteruskan ke Asia Tengah, India dan Cina. Penerusan ke Cina kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi, dan dalam zaman Cina kuno semasa Yin, yaitu kira-kira 1500-1000 tahun sebelum Masehi. Pada teknik pengecoran Mesopotamia juga diteruskan ke Eropa, dan dalam tahun 1500- 1400 sebelum Masehi barang-barang sepeti mata bajak, pedang, mata tombak, perhiasan, tangki, dan perhiasan makan dibuat di Spanyol, Swiss, Jerman, Austria, Norwegia, Denmark, Swedia, Inggris dan Prancis. Teknik pengecoran perunggu di India dan Cina diteruskan ke Jepang dan Asia Tenggara, sehingga Jepang banyak arca-arca Budha dibuat antara tahun 600 dan 800.

  Penggunaan besi dimulai dengan penempaan, sama halnya dengan tembaga. Orang-orang Asiria dan Mesir mempergunakan perkakas besi dalam tahun 2800-2700 sebelum Masehi. Kemudian di Cina dalam tahun 800-700 sebelum Masehi, ditemukan cara membuat coran dari besi kasar yang mempunyai titik-cair rendah dan mengandung fosfor tinggi dengan mempergunakan tanur beralas datar. Teknik produksi ini kemudian diteruskan ke Negara-negara di sekitar Laut Tengah. Di Yunani 600 tahun sebelum Masehi, arca-arca raksasa Epaminondas atau Hercules, berbagai senjata, dan perkakas dibuat dengan jalan pengecoran. Di India zaman itu pengecoran besi kasar dilakukan dan diekspor ke Mesir dan Eropa. Walaupun demikian baru pada abat ke 14 saja pengecoran besi kasar dilakukan secara besar-besaran, yaitu ketika Jerman dan Itali meningkatkan tanur beralas datar yang primitif itu menjadi tanur tiup berbentuk silinder, di mana pencairan dilakukan dengan jalan meletakan biji besi dan arang batu berselang- seling. Produk-produk yang dihasilkan pada waktu itu adalah : meriam, peluru meriam, tungku, pipa, dan lain-lain. Cara pengecoran pada zaman itu ialah menuangkan secara langsung logam cair yang didapat dari biji besi ke dalam cetakan. Kokas ditemukan di Inggris pada abad 18, yang kemudian di Prancis disahkan agar kokas dapat dipakai untuk mencairkan kembali besi kasar dalam tanur kecil pada pembuatan coran. Kemudian tanur yang serupa dengan tanur kupola yang ada sekarang dibuat di Inggris, dan cara pencairan besi kasar yang dilakukan sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang. Walaupun sejak masa kuno baja dipakai dalam bentuk tempaan, namun sejak H. Bessemer atau W.

  Siemens sajalah telah diusahakan untuk membuat baja dari besi kasar, dan coran

  baja diproduksi pada akhir pertengahan abad 19. Coran paduan aluminium dibuat pada akhir abad 19 dengan cara pemurnian dengan elektrolisa ditemukan.

  II.2. Proses Pengecoran

  II.2.1. Perencanaan Pengecoran

  Proses pengecoran meliputi: pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembongkaran coran, pembersihan dan proses daur ulang pasir cetakan, dan hasilnya disebut coran. Berdasarkan proses pencetakan dan bahan cetakannya, pengecoran dibedakan menjadi :

  1. Pengecoran menggunakan cetakan pasir (Sand Mould).

  2. Pengecoran menggunakan cetakan pasir dengan pengikat khusus.

  3. Pengecoran menggunakan cetakan dengan model lilin (Investment Moulding).

  4. Pengecoran dengan cetakan logam (Permanent Moulding).

  5. Pengecoran dengan penuangan cetak (Die Casting). Coran dibuat dari logam yang dicairkan dan dituang ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan dingin dan membeku. Untuk mencairkan logam digunakan bermacam-macam tanur, memilih tanur yang tepat bisa mempercepat pengecoran. Oleh karena itu sebelum membuat coran harus dibuat perencanaan yang matang untuk mencapai keberhasilan akan hasil coran. Adapun perencanaan proses pengecoran adalah sebagai berikut :

  1. Penentuan pola Pola adalah tiruan benda coran (tidak sama dengan benda coran, baik dari bahan maupun ukurannya). Perbedaan pola dengan benda coran diakibatkan oleh beberapa alasan, yaitu : • Benda coran pasti menyusut.

  • Benda coran bukan produk akhir, masih melalui proses permesinan.
  • Bentuk pola biasanya terjadi penirusan yang dimaksudkan untuk mempermudah pengangkatan coran dari cetakan.

  Pola dibuat dengan proses permesinan secara langsung pada cetakan logam, yaitu dengan memakai mesin milling.

  2. Menetapkan kup, drag, dan permukaan pisah Untuk mendapatkan hasil coran yang baik penentuan kup, drag, dan permukaan pisah harus memperhatikan ketentuan dibawah ini :

  • Pola harus mudah dikeluarkan dari cetakan. Permukaan pisah harus satu bidang, pada dasarnya kup dibuat agak lebih dangkal.
  • Penempatan inti harus mudah. Tempat inti dalam cetakan utama harus ditentukan dengan teliti.
  • Sistim saluran harus dibuat sempurna untuk mendapatkan aliran logam cair yang optimal.
  • Terlalu banyak permukaan pisah akan mengambil banyak waktu dalam proses pembuatan cetakan.

  3. Penentuan penambahan penyusutan Untuk menentukan tambahan penyusutan digunakan mistar susut, adanya tambahan penyusutan karena coran menyusut pada waktu pembekuan dan pendinginan. Besarnya penyusutan tergantung dari : bahan coran, bentuk coran, tempat, tebalnya coran.

  4. Penuangan logam cair.

  Setelah peleburan logam dan cetakan sudah siap, maka proses penuangan logam cair dapat dilaksanakan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses penuangan, yaitu :

  • Pengeringan ladel. Ladel yang digunakan harus benar-benar kering, sebab jika tidak benar-benar kering bisa menurunkan temperatur logam cair sehimgga dapat nmenimbulkan cacat pada coran.
  • Pembuangan terak. Sebelum penuangan, terak yang ada di atas cairan logam yang ada dalam ladel harus dibuang. Supaya pada saat penuangan tidak ikut ke dalam cetakan.
  • Temperatur penuangan. Temperatur logam cair harus dijaga agar logam cair tidak cepat membeku dan untuk mendapatkan coran berkualitas tinggi.
  • Waktu penuangan. Penuangan harus dilakukan dengan tenang, capat dan cermat.

5. Pembongkaran cetakan Pembongkaran cetakan dilakukan untuk mengetahui hasil coran.

  Pembongkaran cetakan dengan cara memukul cetakan hingga coran lepas dari cetakan.

  6. Pemeriksaan hasil coran Tujuan dari pemeriksaan coran adalah :

  • Penyempurnaan teknis. Cacat pada coran harus dideteksi sebaik mungkin sehingga dapat dengan cepat dilakukan penyempurnaan teknis dan selanjutnya kualitas coran tersebut dapat dipelihara.
  • Memlihara kualitas. Kualitas hasil coran harus tetap dipertahankan, karena akan berpengaruh langsung pada konsumen. Pemeriksaan yang kontinyu dimaksudkan untuk mengawasi coran yang mengalami kegagalan dalam pengecoran.

II.2.2. Pencairan logam Untuk mencairkan logam dapat menggunakan berbagai macam tanur.

  Pada umumnya dapur kupola atau tanur frekuensi rendah dipergunakan untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekuensi tinggi untuk baja tuang, dan tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan karena tanur-tanur ini dapat menghasilkan logam cair yang baik dan ekonomis untuk logam-logam tersebut. Karena pengecoran yang akan dilakukan menggunakan aluminium yang termasuk logam paduan ringan sebagai bahan dasar maka tanur yang dibahas hanya tanur krus saja.

Gambar 2.1 Tanur Krus Tampak Atas (kiri) dan Tampak Samping (kanan) Peleburan dengan krus besi cor dan krus karbon dilakukan sebagai berikut.

  Pertama diisikan sekrap , kemudian logam baru dan paduan dasar. Magnesium harus ditenggelamkan ke dasar cairan dengan mempergunakan alat yang khusus seperti alat untuk pemberi fosfor. Magnesium yang tenggelam kemudian mencair sedangkan magnesium yang terapung akan hilang karena oksidasi.

  Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan karena oksidasi, lebih baik memotong logam menjadi potongan kecil yang kemudian dipanaskan. Kalau bahan sudah mulai mencair, fluks harus ditambahkan untuk mencegah oksidasi dan absorpsi gas. Selama pencairan permukaan harus ditutup dengan fluks dan cairan diaduk pada jangka waktu tertentu untuk mencegah segregasi.

II.2.3. Pembuatan cetakan

  Cetakan biasanya dibuat dengan jalan memadatkan pasir. Pasir yang dipakai kadang-kadang pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempung. Cetakan pasir mudah dibuat dan tidak mahal asal dipakai pasir yang cocok, kadang-kadang dicampurkan juga pengikat khusus, umpamanya air kaca, semen, resin furan, resin fenol atau minyak pengering karena pengunaan zat-zat tersebut dapat memperkuat cetakan. Tentu saja penggunaan zat-zat tersebut mahal, sehingga perlu memilih dengan mempertimbangkan bentuk, bahan dan jumlah produk hasil coran.

  Dalam pengecoran menggunakan cetakan dari pasir. Cetakan dibuat dalam rangka cetak (flask) yang terdiri atas dua bagian, bagian atas disebut Kup dan bagian bawah disebut Drag. Belahan pola diletakkan diatas papan kayu yang rata, drag diletakkan di atas papan kemudian diisi penuh pasir dan ditekan keras.

  Bila pasir kurang padat cetakannya mudah rusak pada waktu pengerjaan atau rusak akibat aliran logam cair. Bila terlalu padat, gas dan uap sulit menguap, hal ini dapat mengakibatkan cacat pada benda cor. Drag dan kup dipasang jadi satu sesudah diberi grafit, kegunaan grafit adalah untuk mencegah melekatnya pasir dari kedua bagian cetakan dan memperhalus permukaan hasil cor. Penampang saluran masuk dekat cetakan jangan terlalu besar untuk memudahkan pematahannya dan untuk memudahkan penyusutan aluminium, pada kup juga biasanya dibuat saluran cadangan atau riser (penambah). Fungsi saluran masuk perlu dirancang dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini :

  1. Aliran logam hendaknya memasuki rongga cetakan dekat dasarnya dengan turbulensi seminimal mungkin, khususnya pada benda tuang yang berukuran kecil

  2. Pengikisan dinding saluran masuk dan permukaan rongga cetakan harus ditekan dengan mengatur aliran logam cair

  3. Aliran logam cair yang masuk harus diatur sedemikian rupa sehingga terjadi solidifikasi yang terarah. Solidifikasi hendaknya dimulai dari permukaan cetakan ke arah logam cair sehingga selalu ada logam cair cadangan untuk menutupi kekurangan akibat penyusutan

  4. Usahakan kotoran dan partikel asing tidak dapat masuk ke dalam rongga cetakan Dalam sebuah cetakan terdapat sistem saluran yang berfungsi sebagai jalan untuk logam cair ke dalam cetakan. Saluran turun berfungsi untuk mengalirkan logam cair ke dalam cetakan. Selain itu ada saluran penambah yang berfungsi untuk menambahkan logam cair pada saat logam cair membeku.

  Besarnya penambahan tergantung pada besar kecilnya penyusutan. Adapun urutan-urutan dari sistem saluran adalah :

1. Cawan tuang

  Cawan tuang adalah penerima pertama yang menerima logam cair langsung dari ladel. Cawan ini biasanya berbentuk corong, cawan ini harus mempunyai kontruksi yang tidak dapat melewatkan kotoran/terak yang terbawa logam cair dari ladel.

  Cawan tuang tidak boleh terlalu dangkal, perbandingan kedalaman dan diameter yang terlalu kecil akan menjadi pusaran yang akan menampung kotoran/terak sisa pada logam cair, sehingga tidak ikut masuk kedalam cetakan.

  2. Saluran turun Saluran turun saluran yang pertama membawa logam cair dari cawan tuang kedalam pengalir dan saluran masuk. Saluran ini dibuat tegak lurus dengan irisan yang berupa lingkaran, biasanya irisannya sama dari atas sampai bawah atau sebaliknya. Saluran turun dibuat dengan melubangi cetakan dengan mempergunakan satu batang atau dengan memasang bumbung tahan panas.

  3. Pengalir Pengalir adalah saluran yang membawa logam cair dari saluran turun kebagian-bagian pada cetakan. Bagian ini mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran karena mudah dibuat pada permukaan pisah. Pengalir lebih baik dibuat sebesar mungkin, karena untuk memperlambat pendinginan logam cair.

4. Saluran masuk

  Saluran masuk adalah saluran yang mengisikan logam cair dari pengalir kedalam rongga cetakan. Saluran masuk dibuat dengan irisan yang lebih kecil dari pada pengalir. Bentuk irisan biasanya berupa bujur sangkar, trapesium, segitiga, atau setengah bola yang membesar ke arah rongga cetakan.

Gambar 2.2 Bagian-Bagian Sistem Saluran dalam Cetakan

  II.3. Aluminium Dan Paduannya

  II.3.1. Produksi Aluminium

  Aluminium diproduksi dari bauksit yang merupakan campuran mineral gibbsite [Al(OH)

  3 ], diaspore [AlO(OH)] dan mineral lempung seperti kaulinit

  [Al

  2 Si

  2 O

  5

  (OH)

  4

  ]. Proses produksi aluminium dari bauksit meliputi dua tahap, yaitu : proses pengolahan alumina (Al

  

2 O

3 ) dan proses elektrolisa alumina menjadi

  aluminium. Kedua proses tersebut merupakan proses awal terbentuknya aluminium. Proses pengolahan bauksit menjadi alumina melalui suatu rangkaian proses yang disebut proses Bayer. Bauksit dimasukan ke dalam larutan NaOH dan alumina didalamnya membentuk sodium alumina.

  Al O + 2NaOH + H O (160

  2

  3

  2

  2

  → 2NaAlO ˚ - 170˚ C) Setelah pemisahan sodium aluminat dari zat cair lainnya, lalu didinginkan secara perlahan sampai temperature 25

  ˚- 35˚ C untuk mengendapkan aluminium hidroksida [Al(OH)

  3 ] menurut reaksi.

  NaAlO

  2 + 2H

  2 O 3 + NaOH

  → Al(OH) Kemudian Al(OH) dicuci dan selanjutnya dipanaskan sampai temperatur

  3

  1100

  2 O 3 ) menurut reaksi

  ˚ - 1200˚C untuk menghasilkan aluminium oksida (Al berikut. 2Al(OH)

  3

  2 O 3 + 3H

  2 O

  → Al Alumina yang diperoleh melalui proses pengolahan bauksit, diproses lagi secara elektrolisa pada temperatur tinggi dengan proses Hall-Herlout karena alumina mempunyai titik leleh yang tinggi (2000

  ˚C), maka alumina tersebut dilarutkan ke dalam cairan cryolite (Na

  3 AlF 6 ) yang bertindak sebagai elektrolit sehingga titik

  leleh menjadi lebih rendah (1000 ˚C).

  Aluminium merupakan logam non-ferro yang banyak digunakan karena memiliki sifat-sifat yang baik, yaitu :

  1. Kerapatan (density).

  3 2. Berat jenis dari suatu Aluminium adalah 2700 kg/m .

  3. Tahan terhadap korosi (corrosion resistance).

  4. Salah satu ciri dari logam non ferro adalah jika suatu logam non ferro mempunyai kerapatan yang tinggi maka daya tahan terhadap korosi yang dimiliki logam tersebut juga semakin baik.

  Hal tersebut tidak berlaku untuk aluminium, walaupun aluminium merupakan alah satu jenis logam non ferro. Karena aluminium memiliki lapisan atau selaput tipis oksida transparan dan jenuh terhadap oksigen di seluruh permukaan. Lapisan tersebut dapat mengendalikan laju korosi serta sekaligus melindungi lapisan di bawahnya.

  5. Sifat mekanis (mechanical properties).

6. Aluminium mempunyai sifat mekanis yang sebanding dengan paduan bukan besi (non ferrous alloy) juga beberapa jenis baja.

  Adapun sifat mekanis tersebut adalah kekuatan tarik, dan kekerasan.

  7. Penghantar panas dan listrik yang baik (heat and electrical conductivity).

  8. Aluminium mempunyai daya hantar listrik yang tinggi. Daya hantar listrik yang dimiliki aluminium adalah sekitar 65% dari daya hantar tembaga. Dalam hal ini digunakan Al dengan kemurnian 99,0%. Selain sifat-sifat di atas, aluminium juga mempunyai sifat anti magnet.

  9. Tidak beracun (nontoxicity).

  10. Aluminium merupakan bahan yang tidak beracun. Maka dari itu aluminium sering digunakan sebagai bahan pembungkus atau kaleng makan dan minuman. Hal ini disebabkan reaksi kimia antara makanan dan minuman dengan aluminium tidak menghasilkan zat beracun yang dapat membahayakan manusia.

11. Sifat mampu bentuk (formability).

  12. Sifat mampu bentuk aluminium yang baik memungkinkan aluminium dapat dibuat menjadi lembaran tipis atau plat. Sifat mampu bentuk ini disebut juga mampu tempa (malleability).

  13. Titik lebur rendah.

  14. Titik lebur aluminium adalah ± 660 ºC sehingga aluminium sangat baik untuk proses penuangan dengan waktu peleburan relatif singkat dan dengan biaya operasi relatif murah.

II.3.2. Aluminium Murni

  Alumnium didapat dalam keadaan cair dengan elektrolisa, pada umumnya mencapai kemurnian 99,85 % berat. Dengan mengelektrolisa kembali dapat dicapai kemurnian 99,99 yakni dicapai bahan dengan angka sembilan berjumlah empat.

Tabel 2.1 Sifat-sifat fisik aluminium

  Sifat-sifat Kemurnian Al (%) 99,996 >99,0

  Massa jenis (20ºC) 2,6989 2,71 Titik cair 660,2 653-657 Panas jenis (cal/gr ºC) (100ºC) 0,2226 0,2297 Hantaran listrik (%) 64,94 59 (dianil) Tahanan listrik koefisien temperatur (/ºC) 0,00429 0,0115

  − 6 − 6 Koefisien pemuaian (20-100ºC)

  23 , 86 ×

  10 23 , 5 ×

  10 Jenis kristal, konstanta kisi Fcc, Fcc, α=4,013 α=4,04 kX kX

  Catatan : fcc : face centered cubic = kubik berpusat muka

Tabel 2.2 Sifat-sifat mekanik aluminium

  Sifat-sifat Kemurnian Al (%) 99,996 >99,0

  Dianil 75% dirol dingin Dianil H18 Kekuatan tarik (kg/mm²) 4,9 11,6 9,3 16,9 Kekuatan mulur (0,2%) 1,3 11,0 3,5 14,8 (kg/mm²) Perpanjangan (%) 48,8 5,5

  35

  5 Kekerasan Brinell

  17

  27

  23

  44 Catatan : fcc : face centered cubic = kubik berpusat muka

  Sumber : Surdia T, Saito S : Pengetahuan Bahan Teknik, hal : 134

II.3.3. Paduan Aluminium

  Penggunaan aluminium murni terbatas pada aplikasi yang tidak terlalu mengutamakan faktor kekuatan, seperti : penghantar panas dan listrik, perlengkapan bidang kimia, lembaran (plat) dan sebagainya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan aluminium adalah dengan proses pengerasan regangan, tetapi cara ini tidak senantiasa memuaskan bila tujuan utamanya adalah untuk menaikan kekuatan bahan. Pada perkembangan selanjutnya peningkatan kekuatan aluminium dapat dicapai dengan penambahan unsur-unsur paduan ke dalam aluminium. Unsur-unsur yang biasa dipakai dalam paduan aluminium adalah : tembaga (Cu), mangan (Mn), silikon (Si), magnesium

  (Mg), seng (Zn), dan lain sebagainya, serta sifat lainnya seperti mampu cor dan mampu mesin juga bertambah baik. Dengan demikian penggunaan aluminium paduan lebih luas dibandingkan dengan aluminium murni. Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar oleh berbagai negara di dunia. Saat ini klasifikasi yang sangat terkenal dan sangat sempurna adalah standar Aluminium Association di Amerika (AA) yang didasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa (Aluminium Company of America). Paduan aluminium diklasifikasikan menjadi dua kelompok umum, yaitu : paduan aluminium tuang/cor (cast aluminium alloys) dan paduan aluminium tempa (wrought aluminium alloys). Setiap kelompok tersebut dibagi lagi menjadi dua kategori, yaitu dengan perlakuan panas (heat

  treatable alloys) dan paduan tanpa perlakuan panas (non heat treatable alloys).

  Struktur mikro paduan aluminium (berhubungan erat dengan sifat-sifat mekanisnya) terutama tergantung pada laju pendinginan saat pengecoran dilakukan. Laju pendinginan ini tergantung pada jenis cetakan yang digunakan. Dengan cetakan logam, laju pendinginan akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan cetakan pasir sehingga struktur logam cor yang dihasilkan akan lebih halus dan menyebabkan peningkatan sifat mekanisnya. Berikut ini adalah beberapa contoh aluminium paduan:

  1. Paduan Al-Cu.

  Paduan Al-Cu sangat jarang digunakan karena tingkat kecairannya jelek. Sebagai coran dipergunakan paduan yang mengandung 4 – 5 %Cu, ternyata dari fasanya paduan ini mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi retakan pada coran. Paduan ini juga memiliki sifat-sifat mekanis dan mampu mesin yang baik sedangkan mampu cor bahan ini agak jelek. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi keadaan itu dan penambahan Ti sangat efektif untuk memperhalus butir, dan juga dapat memperbaiki mempu cornya.

  Dengan perlakuan panas pada coran dapat dibuat bahan yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi.

  2. Paduan Al-Si, Al-Si-Mg, dan Al-Si-Cu.

  Paduan Al-Si merupakan paduan aluminium yang paling banyak digunakan dengan kadar Si bervariasi dari 5 – 20 %.

  Kebanyakan paduan ini memiliki struktur mikro eutektik atau hypoeutektik (komposisi eutektik 12,7 % Si). Paduan ini mempunyai visikositas yang baik dan tahan terhadap korosi serta memiliki mampu cor yang baik, sehingga dipakai untuk elemen- elemen utama mesin. Paduan ini relatif ringan, koefisien pemuaian rendah, penghantar panas dan listrik yang baik. Bila Paduan ini dicor, akan mempunyai sifat mekanis yang rendah karena butiran-butiran Si cukup besar, sehingga pada saat pengecoran perlu ditambahkan natrium untuk membuat kristal halus dan memperbaiki sifat-sifat mekanisnya, tetapi cara ini tidak efektif untuk coran tebal. Sifat-sifat mekanik paduan Al-Si dapat diperbaiki dengan menambahkan Mg, Cu, atau Mn, dan selanjutnya diperbaiki dengan perlakuan panas. Penambahan unsur Mg ( 0,3 - 1 % ) pada paduan Al-Si akan menghasilkan peningkatan cukup besar terhadap sifat-sifat mekanisnya. Dalam hal ini unsur Mg meningkatkan respon terhadap perlakuan panas bahan. Peningkatan tersebut karena adanya presipitasi Mg 2 Si. Penambahan unsur Cu ( 3 – 5 %) pada paduan AL-Si dapat juga meningkatkan sifat-sifat mekanis paduan. Paduan AL-Si-Cu, dengan komposisi Si mendekati komposisi eutektik, dapat digunakan pada suhu tinggi dengan koefisien muai panjang relatif kecil. Paduan ini banyak digunakan untuk bahan piston mesin motor bakar (internal combustion engine). Duralumin merupakan salah satu paduan popular dari Al dengan komposisi standar Al – 4 % Cu – 0,5 % Mg – 0,5 % Mn. Bila kandungan unsur Mg ditingkatkan sehingga komposisi standarnya berubah menjadi Al – 4,5 % Cu – 1,5 % Mg – o,5 % Mn dinamakan paduan duralumin super.

  3. Paduan Al-Mg.

  Paduan aluminium dengan kadar Mg sekitar 4 – 10 % mempunyai ketahanan korosi dan sifat-sifat mekanis yang baik.

  Paduan ini mempunyai kekuatan tarik di atas 300 Mpa dan perpanjangan di atas 12 % setelah perlakuan panas. Paduan Al- Mg (disebut juga hidronalium) dipakai untuk bagian-bagian dari alat-alat industri kimia, kapal laut, kapal terbang yang membutuhkan daya tahan yang baik terhadap korosi. Paduan ini mempunyai daya tahan yang sangat baik terhadap korosi dalam air laut dan udara dengan kadar garam relatif tinggi. Paduan Al dengan 2 – 3 % Mg dapat dengan mudah ditempa, dirol dan diekstrusi. Paduan Al dengan 4,5 % Mg setelah dianil merupakan paduan cukup kuat dan mudah dilas. Paduan ini banyak dipakai sebagai bahan tangki LNG.

  4. Paduan Al-Mn.

  Mangan (Mn) merupakan unsur yang memperkuat aluminium tanpa mengurangi ketahanan terhadap korosi, dan dipakai untuk membuat paduan tahan korosi.

  5. Paduan Al-Mg-Zn.