Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta - USD Repository

  

PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004

DI KOTA YOGYAKARTA

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

  

Oleh:

Monica Arum Sukmajati

NIM : 038114022

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

  

Kesuksesan berarti melakukan yang terbaik yang dapat kita lakukan

dengan apa yang kita miliki. Kesuksesan adalah suatu proses, bukan

hasil akhir - mengenai mengusahakan-nya, bukan keberhasilannya.

  Wynn Davis ku persembahkan kepada Bapa, Putra dan Roh Kudus, kepada keluargaku, kepada kekasihku,

  .

  dan kepada almamaterku

  

PRAKATA

  Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta”.

  Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Sanata Dharma.

  Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

  2. Bapak Drs. Sulasmono, Apt. selaku pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, memberikan kritik dan saran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  3. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku pembimbing II yang juga telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memotivasi, memberikan kritik dan saran hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku pencetus ide awal penelitian ini dan selaku dosen penguji. Terimakasih atas kritik dan saran yang telah diberikan.

  5. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji. Terima kasih atas kritik dan saran yang telah diberikan.

  6. Pemerintah Kota Yogyakarta yang telah memberikan izin sehingga penelitian ini dapat terlaksana.

  7. Bapak dan Ibu Apoteker Kota Yogyakarta yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

  8. Keluarga, terutama kedua orang tua, Bapak St. Kasidjan dan Ibu R. Sumaryati atas segala dukungan dan pengorbanan yang telah diberikan. Kakak Wahyu dan Adik Agung atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan selama ini.

  9. Made Arthawan Putra. There are lots of things that we’ve been through together n I would like to say thank you, for being everything to me.

  10. Ozza, my brother. Terima kasih atas bantuannya sehingga komputer bisa kembali normal dan bisa digunakan untuk menyelesaikan skripsi ini.

  11. Teman-teman seperjuangan : Adi, Totok, Bambang dan Bangun atas kerjasama, bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama ini.

  12. Teman-teman The Sindens : Dee, Vera, Dita, Ana, Tata, Rosa, Sari dan Angger. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

  13. Teman-teman Fakultas Farmasi Sanata Dharma angkatan 2003 kelas A atas kebersamaan dan keceriaan selama empat tahun ini.

  14. Teman-teman Kost Difa. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

  15. Sifa, Ria, Livie dan Ami. Terima kasih atas bantuan dan dukungan kalian selama ini.

  DAFTAR ISI Hal.

  HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………….. ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………... iii HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………… iv PRAKATA………………………………………………………………… v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………... viii DAFTAR ISI………………………………………………………………. ix DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xiii DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xvi DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xvii

  INTISARI………………………………………………………………….. xviii

  

ABSTRACT ……………………………………………………………….. xix

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang………………………………………………………….

  1 1. Rumusan masalah…………………………………………………..

  3 2. Keaslian penelitian………………………………………………….

  4 3. Manfaat penelitian…………………………………………………..

  5 B. Tujuan Penelitian……………………………………………………….

  6 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Apotek……………………………………….

  7

  1. Peraturan perundang-undangan…………………………………….

  8 2. Apoteker sebagai suatu profesi……………………………………..

  11

  3. Peran apoteker………………………………………………………

  14 C. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek……………………………..

  17 1. Asuhan kefarmasian………………………………………………...

  17

  2. Akuntabilitas praktek farmasi………………………………………

  17

  3. Manajemen praktis farmasi…………………………………………

  18 4. Komunikasi farmasi………………………………………………..

  18 5. Pendidikan dan pelatihan farmasi………………………………….

  19 6. Penelitian dan pengembangan kefarmasian………………………..

  19

  7. Peraturan perundang-undangan……………………………………

  20 D. Sumpah Apoteker……………………………………………………….

  24 E. Kode Etik Apoteker…………………………………………………….

  24 F. Keterangan Empiris…………………………………………………….

  27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………………

  28 B. Batasan Operasional Penelitian…………………………………………

  28 C. Instrumen Penilitian……………………………………………………..

  29 D. Populasi dan Sampel…………………………………………………….

  29 1. Populasi……………………………………………………………..

  29

  2. Sampel……………………………………………………………… 30 E. Tata Cara Penelitian………...…………………………………………..

  32

  2. Pengujian kuesioner………………..……………………………….

  32

  3. Penyebaran kuesioner………………………………………………

  34 4. Pengumpulan kuesioner…………………………………………….

  34

  5. Wawancara…………………………………………………………

  35 F. Tata Cara Analisis Data…………………………………………………

  35 G. Kesulitan Penelitian…………………………………………………….

  36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Data Deskripsi Responden……………………………………………...

  37 1. Umur responden…………………………………………………….

  37 2. Posisi responden di apotek………………………………………….

  38 3. Pengalaman kerja responden sebagai apoteker di apotek…………..

  39

  4. Adanya pekerjaan lain dari responden………………………………

  40

  5. Waktu kerja responden di apotek dalam seminggu…………………

  41 6. Waktu kerja responden di apotek dalam sehari…………………….

  41 B. Pengelolaan Sumber Daya……………………………………………..

  42

  1. Sumber daya manusia………………………………………………

  42 2. Sarana dan prasarana……………………………………………….

  44 3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya…..

  52 4. Administrasi………………………………………………………..

  59 C. Pelayanan……………………………………………………………….

  65

  1. Skrining resep………………………………………………………

  65 2. Penyiapan obat……………………………………………………..

  71 D. Evaluasi Mutu Pelayanan……………………………………………….

  81 1. Tingkat kepuasan konsumen………………………………………..

  82 2. Dimensi waktu……………………………………………………...

  83

  3. Prosedur tetap………………………………………………………

  83 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……………………………………………………………..

  87 B. Saran……………………………………………………………………

  87 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................

  89 LAMPIRAN………………………………………………………………

  92 BIOGRAFI PENULIS…………………………………………………… 111

  

DAFTAR TABEL

Hal.

  Tabel I Posisi Responden di Apotek……………………….....

  38 Tabel II Ada Tidaknya Pekerjaan Lain dari Responden……....

  40 Tabel III Waktu Kerja Responden di Apotek dalam Seminggu..

  41 Tabel

  IV Pengambilan Keputusan di Apotek Selalu Berdasarkan Persetujuan APA………………………..

  43 Tabel V Adanya Papan yang Tertulis Kata Apotek……………

  45 Tabel

  VI Apotek yang Memisahkan Produk Kefarmasian dengan Produk Lainnya. ……………………..............

  46 Tabel VII Adanya Ruang Tunggu Bagi Pasien………………….

  47 Tabel VIII Adanya Informasi Bagi Pasien……………………….

  47 Tabel IX Adanya Tempat Khusus untuk Mendisplay Informasi.

  48 Tabel X Adanya Ruang Tertutup untuk Konseling……………

  48 Tabel XI Adanya Ruang Racikan di Apotek…………………...

  49 Tabel XII Tersedianya Keranjang Sampah untuk Staf dan Pasien

  50 Tabel

  XIII Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi di Apotek…………………………………….

  53 Tabel XIV Sumber Perolehan Obat di Apotek……………………

  54 Tabel

  XV Apotek yang Pernah Memindahkan Isi Obat ke Wadah Lain…………………………………………...

  55 Tabel XVI Informasi yang Disertakan Pada Wadah Baru ……….

  56

  Tabel

  XVII Apotek yang Mempunyai Tempat Penyimpanan Khusus………………………………………………..

  57 Tabel

  XVIII Apotek yang Selalu Menyertakan Bukti/Faktur Pembelian dan Mencatat Setiap Obat yang Mereka Beli……………………………………………………

  59 Tabel

  XIX Apotek yang Selalu Menyertakan Faktur/Nota Penjualan……………………………………………..

  60 Tabel XX Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Penjualan Dalam Buku Penjualan……………………………………….

  61 Tabel XXI Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Pengeluaran Narkotika dan Psikotropika…………………………..

  61 Tabel

  XXII Apotek yang Selalu Menyimpan Resep Secara Berurutan……………………………………………... 62

  Tabel XXIII Apotek yang Selalu Melakukan Pengisian Medication

  Record……………………………………

  63 Tabel

  XXIV Apotek yang Selalu Melakukan Skrining Resep Persyaratan Administratif…………………………….

  66 Tabel XXV Skrining Kesesuaian Farmasetik…………………….

  67 Tabel XXVI Skrining Pertimbangan Klinis……………………….

  68 Tabel XXVII Apotek yang Selalu Melakukan Konsultasi dengan Dokter Apabila Ada Ketidakjelasan Pada Resep……..

  69 Tabel XXVIII Apotek yang Pernah Menerima Keluhan Tentang Tabel XXIX Apotek yang Selalu Melakukan Pengecekan Resep Sebelum Diserahkan ke Pasien……………………….

  72 Tabel XXX Apotek yang Apotekernya Selalu Terlibat Langsung Dalam Penyerahan Obat ke Pasien…………………...

  73 Tabel XXXI Informasi Obat yang Diberikan Apoteker……………

  74 Tabel XXXII Apoteker yang Selalu Menyediakan Jam Konseling Setiap Hari di Apotek…………………………………

  76 Tabel

  XXXIII Apoteker yang Memberikan Konseling Secara Berkelanjutan…………………………………………

  77 Tabel XXXIV Apoteker yang Pernah Melakukan Diseminasi Informasi Kesehatan …................................................

  79 Tabel XXXV Apoteker yang Melakukan Tindak Lanjut Terapi ……

  80 Tabel XXXVI Apotek yang Pernah Melakukan Survey……………...

  82 Tabel XXXVII Apotek yang Menetapkan Lama Pelayanan…………..

  83 Tabel XXXVIII Apotek yang Mempunyai Prosedur Tertulis dan Tetap

  84

  

DAFTAR GAMBAR

Hal.

  Gambar 1. Diagram Umur Responden…………………………………

  37 Gambar 2. Diagram Pengalaman Kerja Responden sebagai Apoteker di Apotek yang Sekarang…………………………………...

  39 Gambar 3. Diagram Waktu Kerja Responden di Apotek Dalam Sehari……………………………………………………….

  42 Gambar 4. Pengambilan Keputusan di Apotek Selalu Berdasarkan Persetujuan APA……………………………………………

  44 Gambar 5. Adanya Ruang Racikan di Apotek………………………….

  50 Gambar 6. Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek……………..

  51 Gambar 7. Pelaksanaan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya………………………………………….

  58 Gambar 8. Pelaksanaan Kegiatan Administrasi………………………..

  64 Gambar 9. Pelaksanaan Skrining Resep………………………………..

  70 Gambar 10. Pelaksanaan Penyiapan Obat……………………………….

  78 Gambar 11. Pelaksanaan Promosi, Edukasi dan Tindak Lanjut Terapi……………………………………………………….

  81 Gambar 12. Bentuk Survey………………………………………………

  82 Gambar 13. Pelaksanaaan Evaluasi Mutu Pelayanan……………………

  84 Gambar

  14. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota Yogyakarta…………………………………...

  86

  DAFTAR LAMPIRAN Hal.

  Lampiran 1. Surat Pengantar Kuisioner Penelitian……………………….

  92 Lampiran 2. Kuesioner Penelitian………………………………………..

  93 Lampiran 3. Surat Izin Penelitian………………………………………..

  99 Lampiran 4. Sumpah/Janji Apoteker……………………………………. 100 Lampiran 5. Kode Etik Apoteker Indonesia…………………………….. 102 Lampiran 6. Jalur Distribusi Obat……………………............................. 105 Lampiran 7. Hasil Wawancara ………………………………………….. 106 Lampiran 8. Contoh Angket/Kuesioner Mengenai Tingkat Kepuasan Konsumen…………………………………………………. 109 Lampiran 9. Contoh Alur Pelayanan Resep…………………………….. 110

  

INTISARI

  Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Apoteker juga harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai standar yang ada untuk menghindari terjadinya hal tersebut.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta dan sedikit mengkaji pemahaman apoteker mengenai pengertian medication record dan konseling.

  Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Responden dalam penelitian ini adalah Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pendamping yang bersedia mengisi kuesioner yang merupakan instrumen penelitian ini. Analisis yang dilakukan adalah statistik deskriptif.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kota Yogyakarta.

  Kata kunci : Standar Pelayanan Kefarmasian, Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, Apotek.

  

ABSTRACT

  Pharmaceutical care orientation has changed from drug oriented to patient oriented which refers to pharmaceutical care. The Pharmaceutical care activities has, which previously only focused on the drugs management as a commodity, become more focused in to a comprehensive care that aimed at increasing the quality of patient’s life. As the consequences of the orientation change, pharmacist are demanded to improving their knowledge, skill and attitude in the course of direct interaction with patient. Pharmacist also have to understand and realize the possibility of medication error happen in service process. Therefore the pharmacist, in their practices, has to conform with the specified standard in order to prevent injurious event.

  This research aimed at knowing the description of the implementation of Pharmaceutical Care Standards in Dispensary based on the Kepmenkes RI Number 1027/MENKES/SK/IX/2004 in Yogyakarta and briefly studying the pharmacist’s comprehension concerning the definition of medication record and counseling. This respondent’s were Administrator Pharmacist or Co-Pharmacist who willing to fills the questionnaire, which was instruments of the research. The analysis performed was descriptive statistic.

  Result of the study suggesting that the Pharmaceutical Care Standards in Dispensary based on the Kepmenkes RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 in Yogyakarta was not well performed yet by pharmacists in dispensaries in Yogyakarta.

  Key words : Pharmaceutical Care Standard, Kepmenkes RI Number 1027/MENKES/SK/IX/2004, Dispensary.

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan

  obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Apoteker juga harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai standar yang ada untuk menghindari terjadinya hal tersebut. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (Anonim, 2004a).

  Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat yaitu Kepmenkes RI

  Apoteker di apotek dalam menjalankan profesinya harus berpedoman pada Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Menurut Standar Kompetensi Farmasis Indonesia tahun 2004, salah satu standar prosedur operasional apoteker di apotek hal manajemen praktis farmasi adalah merancang, membuat, mengetahui, memahami dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi. Penjabaran dari kompetensi tersebut adalah dengan menampilkan semua kegiatan operasional kefarmasian di apotek berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku dari tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu kewajiban apoteker di apotek adalah melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada semua kegiatan operasional kefarmasian di apotek, termasuk di dalamnya melaksanakan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 sebagai pedoman praktek apoteker di apotek.

  Apoteker di apotek harus memberikan pelayanan yang profesional pada masyarakat sesuai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang- undangan. Bila melanggar ketentuan tersebut, maka sesuai pasal 62 ayat 1 akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Berdasarkan keterangan kefarmasian sesuai standar yang berlaku, yaitu Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 sehingga masyarakat terhindar dari pelayanan yang tidak profesional.

  Apoteker di apotek dalam menjalankan praktek kefarmasian mendapatkan perlindungan hukum bila praktek kefarmasian tersebut dijalankan sesuai standar yang berlaku, yaitu Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004. Menurut pasal 24 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan, perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan.

  Berdasarkan keterangan di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 yang telah ditetapkan tersebut telah sepenuhnya dilaksanakan oleh apoteker di apotek, terutama apoteker di apotek-apotek Kota Yogyakarta.

1. Rumusan masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut : Apakah Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 telah dilaksanakan secara menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kota Yogyakarta?

2. Keaslian penelitian

  Sejauh yang peneliti ketahui belum pernah dilakukan penelitian mengenai Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta.

  Beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu :

  a. Pemahaman Apoteker Tentang Pelayanan Apoteker dalam Praktek Kefarmasian Sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan Apotek di Apotek-Apotek Kota Yogyakarta (Tobondo, 2000).

  Penelitian dari Tobondo ini menekankan pada pemahaman apoteker tentang pelayanan apoteker dalam praktek kefarmasian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan apoteker di apotek. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah pada penelitian Tobondo tidak mengkhususkan diri atau berpedoman pada suatu undang- undang tertentu, sedangkan pada penelitian ini berpedoman pada Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.

  b. Pendapat Dokter Umum di Rumah Sakit Umum Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta Terhadap Peran Apoteker (Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit) (Regziana, 2007).

  Penelitian dari Regziana ini menekankan pada penerimaan dokter umum terhadap peran apoteker berdasarkan Kepmenkes Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 dan harapan dokter umum terhadap peran pada penelitian Regziana subyek penelitian merupakan dokter umum, sedangkan pada penelitian ini subyek penelitian adalah apoteker di apotek.

  Penelitian Regziana meneliti mengenai peran apoteker di Rumah Sakit berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, sedangkan penelitian ini meneliti mengenai pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004.

3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis Memberikan gambaran mengenai pelaksanaan Standar Pelayanan

  Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta.

  b. Manfaat praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai :

  1) bahan evaluasi bagi Apoteker Pengelola Apotek (APA) dalam pengelolaan apotek.

  2) bahan acuan bagi mahasiswa farmasi atau para calon apoteker yang tertarik dalam pelayanan perapotekan.

  3) bahan evaluasi bagi pihak-pihak yang terkait berkenaan dengan pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek.

B. Tujuan Penelitian

  Mengetahui apakah Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 telah dilaksanakan secara menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kota Yogyakarta.

  .

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Apotek Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 pasal 1 menyebutkan bahwa

  yang dimaksud dengan apotek ialah suatu tempat dimana dilakukan usaha-usaha dalam bidang farmasi dan pekerjaan kefarmasian. Pasal 2 menyebutkan bahwa tugas dan fungsi apotek, ialah :

  a. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.

  b. penyaluran perbekalan kesehatan di bidang farmasi yang meliputi : obat, obat asli Indonesia, kosmetika, alat-alat kesehatan dan sebagainya.

  (Anonim, 1965) Pada perkembangannya fungsi apotek yang diatur pada Peraturan

  Pemerintah tersebut mengalami perubahan. Hal ini terlihat dengan adanya Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 1980 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965.

  Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Pasal 2 mengatur tugas dan fungsi apotek yaitu : a. tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.

  b. sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.

  c. sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

  Menurut Permenkes Nomor 922 tahun 1993 pasal 10 menyebutkan, yang dimaksud dengan pengelolaan apotek adalah meliputi : a. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.

  b. pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.

  c. layanan informasi mengenai perbekalan farmasi.

  (Anonim, 1993b) Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Anonim, 2004a).

  B.

  

Tinjauan UmumTentang Apoteker

  1. Menurut peraturan perundang-undangan Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker (Anonim, 2004a).

  Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin (Anonim, 2002). Apoteker pengelola apotek adalah apoteker yang telah diberi surat izin apotek (Anonim, 1993b). Apabila apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, apoteker pengelola apotek harus menunjuk apoteker pendamping (Anonim, 2002). Apabila apoteker pengelola melakukan tugasnya, apoteker pengelola apotek menunjuk apoteker pengganti. Apoteker pengganti adalah apoteker yang menggantikan apoteker pengelola apotek selama apoteker pengelola apotek tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus dan telah memiliki surat izin kerja serta tidak bertindak sebagai apoteker pengelola apotek di apotek lain (Anonim, 2002).

  Pasal 53 Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien (Anonim, 1992). Hal ini juga ditegaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 pasal 22 ayat 1 (c) yang menyebutkan bahwa bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk : a. menghormati hak pasien

  b. memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan.

  (Anonim, 1996) Kode Etik Apoteker Indonesia pasal 7 menyebutkan bahwa seorang apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.

  Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menyatakan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang pemeliharaan (Anonim, 1999). Permenkes Nomor 922 tahun 1993 menyebutkan bahwa apoteker wajib memberikan informasi : a. yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien.

  b. penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.

  (Anonim, 1993) Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang- kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Anonim, 2004a).

  Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu tugas apoteker adalah memberikan informasi kepada pasien yang datang ke apotek, sehingga kewajiban apoteker, baik apoteker pengelola apotek atau apoteker pendamping atau apoteker pengganti adalah berada di apotek selama jam buka apotek dan memberikan informasi kepada pasien yang datang ke apotek. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 menyatakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pada

  pasal 86 yaitu barang siapa dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 1, telah diuraikan sebelumnya, dipidana denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

  2. Apoteker sebagai suatu profesi Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut suatu pengetahuan dan keterampilan yang sangat khusus yang diperoleh melalui pelajaran yang bersifat teoritis dan praktek dan diuji oleh lembaga perguruan tinggi dan kepada yang bersangkutan diberi kewenangan guna pemberian layanan konsumen atau kliennya (Harding, 1993). Banyak kriteria untuk menentukan suatu pekerjaan adalah suatu profesi, menurut Sulasmono (1997) antara lain : 1. unusual learning, yaitu di didik dan menerima pengetahuan yang khas dan merupakan lulusan dari perguruan tinggi, sehingga tidak diperoleh di tempat lain atau bidang yang berbeda. 2. pelayanannya bersifat altruistik (tidak mementingkan diri sendiri dan mementingkan kepentingan orang lain).

  3. telah mengucapkan sumpah. 4. memiliki kode etik 5. memiliki standar profesi, yaitu pedoman yang harus digunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik (Anonim, 1992).

  6. memiliki pengakuan hukum (adanya undang-undang maupun ketentuan peraturan perundang-undangan lain).

  7. memiliki perijinan (Surat Ijin Praktek atau Surat Ijin Kerja). 8. memiliki wadah profesi yang menunjukkan jati diri profesional 9. bersifat otonomi dan independensi.

  10. bertemu dan berinteraksi dengan klien atau penderita.

  Menurut ISFI (2004), profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas.

  2. pendidikan khusus berbasis “keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi. 3. memberi pelayanan kepada masyarakat, praktek dalam bidang keprofesian. 4. memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom. 5. memberlakukan kode etik keprofesian. 6. memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan. 7. proses pembelajaran seumur hidup. 8. mendapat jasa profesi.

  Menurut Trait Theory, Apoteker dapat digolongkan sebagai suatu profesi karena menunjukkan beberapa ciri khusus, yaitu :

  

1. memiliki ilmu pengetahuan khusus yang berasal dari pelatihan

jangka panjang (specialized knowledge and lengthy training). Agar

  dapat diterima menjadi salah satu anggota profesi, seseorang harus menjalani pendidikan intensif yang bervariasi dengan spesialisasi tinggi.

  Untuk menjadi seorang apoteker, seseorang harus menempuh pendidikan di perguruan tinggi farmasi baik di jenjang S-1 maupun jenjang pendidikan profesi. Pada saat menempuh masa pendidikan, apoteker dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan khusus yang disesuaikan dengan tugasnya dalam mempersiapkan dan menerapkan penggunaan obat secara klinis (Harding, 1993). Lembaga Pendidikan Tinggi Farmasi mempunyai andil yang besar bagi perkembangan sejarah kefarmasian pada

  

2. monopoli dalam praktek (monopoly of practice). Monopoli pekerjaan

  yang dilakukan profesi dijamin dan dilindungi oleh Negara (Harding, 1993). Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 menyebutkan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pada pasal 63 ayat (1) disebutkan bahwa pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Berdasarkan keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa profesi farmasi dan pekerjaan kefarmasian memiliki pengakuan secara hukum di Indonesia, dan bahwa pekerjaan kefarmasian tersebut hanya apoteker yang memiliki kewenangan untuk menjalankannya.

  

3. pengaturan diri (self regulation). Organisasi profesi diperbolehkan untuk

  mengatur sistem pendidikan, memutuskan seseorang yang memenuhi persyaratan untuk menjadi anggota profesi dan memperkirakan seseorang yang berkompeten dalam menjalankan pekerjaannya (Harding, 1993).

Dokumen yang terkait

Analisis Implementasi Pemenuhan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Berbasis Kepmenkes RI No.1087/Menkes/SK/VIII/2010 di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan

36 299 178

KEPUASAN KLIEN TERHADAP PELAYANAN INFORMASI OBAT SECARA SWAMEDIKASI (Studi beberapa apotek di Wilayah Kec. Klojen Kota Malang)

1 29 22

Pemodelan enterprise architecture planning berdasarkan framework Zachman pada pelayanan satu pintu di Direktorat Metrologi Kementrian Perdangangan

1 12 38

Tinjauan Yuridis terhadap Putusan Nomor 900/PID.B/2013/PN.BDG tentang Peredaran DVD Porno di Kota Bandung berdasarkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Juncto Perda Kota Bandung Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pornografi

0 7 68

Pelaksanaan pelayanan restitusi pajak pertambahan nilai dan analisis permasalahnnya di kantor pelayanan pajak Bandung Karees

3 13 1

Evaluasi Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Perusahaan Konstruksi Pemeliharaan Jalan di Dinas Kimpraswil Kota Yogyakarta

0 0 5

Pilihan Lokasi Perumahan di Pinggiran Kota Yogyakarta

0 1 7

Kinerja Apotek dan Harapan Pasien Terhadap Pemberian Informasi Obat pada Pelayanan Swamedikasi di Beberapa apotek di Surabaya Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 6

Perbedaan Hasil Pemeriksaan Kadar PM2.5 di Kota Surabaya berdasarkan Jenis Sarana Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 5

Analisis kepuasan pelayanan publik dibidang kesehatan berdasarkan karakteristik pengguna layanan (studi kasus di RSUD Wonogiri) tahun 2016 - UNS Institutional Repository

0 0 18