HALAMAN SAMPUL KONVERSI PENTOSAN DALAM SEKAM PADI MENJADI FURFURAL DENGAN TEKNIK REFLUK SEDERHANA : “ APLIKASI PEMISAHAN DENGAN TEKNIK EKSTRAKSI BERTAHAP “ SKRIPSI

HALAMAN SAMPUL

  

KONVERSI PENTOSAN DALAM SEKAM PADI MENJADI FURFURAL

DENGAN TEKNIK REFLUK SEDERHANA :

“ APLIKASI PEMISAHAN DENGAN TEKNIK EKSTRAKSI BERTAHAP “

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

  Program Studi Ilmu Farmasi Diajukan Oleh

  Florentina Dewi Susianti NIM : 058114019

  FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

HALAMAN JUDUL

KONVERSI PENTOSAN DALAM SEKAM PADI MENJADI FURFURAL

DENGAN TEKNIK REFLUK SEDERHANA :

“ APLIKASI PEMISAHAN DENGAN TEKNIK EKSTRAKSI BERTAHAP “

  

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

  Program Studi Ilmu Farmasi Diajukan Oleh

  Florentina Dewi Susianti NIM : 058114019

  FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

PERSETUJUAN PEMBIMBING

  Skripsi

  

KONVERSI PENTOSAN DALAM SEKAM PADI MENJADI FURFURAL

DENGAN TEKNIK REFLUK SEDERHANA :

“ APLIKASI PEMISAHAN DENGAN TEKNIK EKSTRAKSI BERTAHAP “

  Yang diajukan oleh Florentina Dewi Susianti

  NIM : 058114019 Telah disetujui oleh

  Pembimbing Christine Patramurti, M. Si., Apt.

  Tanggal 17 Desember 2008

  HALAMAN PENGESAHAN

  PERSEMBAHAN

Marilah datang kepada-Ku semua yang letih

lesu dan berbeban berat,

  

Aku akan memberi kelegaan kepadamu

Matius 11:28

  Untuk sumber kekuatanku Jesus Christ atas rencana-Nya yang indah Untuk Mamih dan Dedih atas doa, pengorbanan dan cinta kasihnya

  Untuk almamaterku

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama: Florentina Dewi Susianti Nomor mahasiswa: 058114019 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  

Konversi Pentosan dalam Sekam Padi Menjadi Furfural dengan Teknik Refluk

Sederhana : ” Aplikasi Pemisahan dengan Ekstraksi Bertahap”

  Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

  Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 27 Januari 2009 Yang menyatakan (Florentina Dewi Susianti)

  

PRAKATA

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Baik atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Konversi Pentosan dalam Sekam Padi dengan Teknik Refluk Sederhana : “Aplikasi Pemisahan dengan Ekstraksi Bertahap “ sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari banyak pihak, Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

  1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

  2. Christine Patramurti, M. Si. selaku dosen pembimbing atas bimbingan , bantuan, masukkan serta kesabarannya baik selama penelitian maupun penyusunan skripsi ini.

  3. Lucia Wiwid Wijayanti, M. Si. selaku penguji atas pendampingan, kesabaran serta segala masukan, kritik, dan sarannya.

  4. Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. selaku penguji atas segala masukkan, kritik dan sarannya.

  5. Yohanes Dwiatmaka, M. Si., selaku Kepala Laboratorium Farmasi atas bantuannya sehingga penulis dapat bekerja di laboratorium dengan lancar.

  6. Bapak Supardjan, Bapak Pudjono, dan Pak Jeffry atas segala masukkan dan bantuan yang diberikan.

  7. Mas Parlan, Mas Kunto, Mas Bim-bim, Mas Wagiran, dan Mas Bimo atas bantuannya selama peneliti bekerja di laboratorium Kimia Organik, Kimia Analisis, Kimia Analisis Instrumen, Farmakognosi Fitokimia, dan Analisa Pusat.

  8. Mamih dan dedihku tercinta, untuk segala pengorbanan, doa, kasih sayang dan dukungan yang selalu diberikan kepada penulis,untuk Danny, adikku tersayang, untuk keceriaan yang selalu bisa kita bagi bersama.

  9. Vicky ariestya Chandra untuk rasa sayang, dukungan, kritik dan sarannya

  10. Teman-teman terbaikku, my sister, Yosephine Ratih Ismayanti dan Ermin Setyaningsih, untuk sebuah persahabatan yang tulus, ceria, hangat, dan menguatkan.

  11. Adrian dan Happy untuk semua cerita seru dan menyenangkan yang kita alami, dukungan semangat dan masukkan yang diberikan

  12. Boris, Probo, Robby, dan Vita, rekan seperjuangan dalam penelitian ini yang selalu membantu.

  13. Donk-donk, Lista, dan Pipit untuk dukungan, semangat, dan keceriaan di akhir tahun yang tidak akan terlupakan dan selalu penulis nantikan.

  14. Linna”laofoye”, Widia, Henny, David, Primbon, Nixon, Imel, Erlin, Yoyok, Berto, Sinta, Inus, Made, Widdy, Tyas, dan anak UKKA yang lain untuk

  15. Pipi, Lili, Depot, Lilik, Lucia, Dita, Hardian, Lucky, Udjo dan Mba Esti (KKN Wonorejo) untuk sebuah keluarga baru dan hari-hari menyenangkan selama KKN.

  16. Anak-anak kost Dewi dan Gracia khususnya Ci Reni untuk bantuan dan dukungannya.

  17. Mas Dwi, Mas Narto, Pak Mukmin, Mas Tri, Mas Ottok, seluruh staf kebersihan dan karyawan untuk semua bantuan yang diberikan pada penulis.

  18. Segenap rekan dan pihak-pihak yang membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

  Akhir kata penulis menyadari bahwa karya penulisan skripsi ini jauh dari sempurna mengingat keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diperlukan oleh penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih yang bermanfaat pada perkembangan ilmu pengetahuan.

  Yogyakarta,

  17 Desember 2008 Penulis

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.

  Yogyakarta, 17 Desember 2008 Penulis,

  Florentina Dewi Susianti

  

INTISARI

  Kebutuhan furfural di dalam negeri jumlahnya terus meningkat. Furfural memiliki beberapa kegunaan antara lain: pelarut industri minyak bumi, pelarut aktif untuk resin fenol, disinfektan dan sebagai starting material dalam pembuatan obat anti bakteri notrofurazon. Hingga saat ini seluruh kebutuhan furfural untuk dalam negeri diperoleh melalui impor. Furfural dapat diperoleh dari proses konversi pentosan yang terdapat dalam limbah pertanian seperti sekam padi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase furfural yang diperoleh dari proses konversi pentosan yang terdapat dalam sekam padi dengan teknik refluk sederhana “aplikasi pemisahan dengan ekstraksi berulang”

  Proses konversi pentosan dilakukan dengan pereaksi H SO

  2 4 10 %

  menggunakan teknik refluk sederhana. Hasil proses konversi dipisahkan dari campuran dengan ekstraksi bertahap menggunakan eter. Analisis hasil yang dilakukan adalah uji pendahuluan yang meliputi uji organoleptis dan uji kelarutan, uji kemurnian yang meliputi uji indeks bias dan kromatografi gas, identifikasi struktur dengan kromatografi gas-spektrometri massa (GC-MS), dan perhitungan persentase furfural yang dihasilkan dari proses konversi. Proses konversi direplikasi sebanyak 3 kali.

  Hasil dari uji-uji yang dilakukan menunjukkan bahwa dalam isolat tidak murni mengandung satu senyawa. Identifikasi struktur menggunakan kromatografi gas-spektrometri massa menunjukkan adanya 2 peak dalam kromatogram, yaitu peak dari senyawa furfural dan etil levulinat. Berdasarkan hasil analisis tersebut, persentase furfural dari proses konversi tidak dapat diperoleh Kata kunci : furfural, sekam padi, konversi pentosan

  

ABSTRACT

  The level of furfural needs in Indonesia is always increase. Furfural has many uses such as: solvent for petroleum industry, reactive solvent for phenol resin, disinfectant and as a starting material for nitrofurazone (antibacterial drug) synthesis.Until this time, all of the furfural needs in this country was fullfiled by import. Furfural can be obtained from converting pentosan in agricultural waste like rice husk . The goal of this research is to know the percentage of furfural gained from the conversion process of pentosan available in rice husk using the simple reflux technique and the multi-stage extraction.

  The conversion process of pentosan was done by H SO

  2 4 10% using the

  simple reflux technique and the multi-stage extraction with ether solvent. The result from this process isolated by multistage extraction using diethyl ether and analyzed with several test sush as preliminary tests including organoleptic test and solubility test; purity tests including refractive index test and gas chromatographic test; and structural identification test using gas chromatography-mass spectrometry. Furfural precentage that produced from this process was counted.

  The result from several test above showed that the the liquid possessed from the conversion process is not contain a single compound: Structural identification using gas chromatography-mass spectrometry showed 2 peaks from the chromatrogram: furfural and ethyl levulinic. Based on the analysis result, the precentage of furfural gained from the conversion process is unavailable. Keywords : furfural, rice husk, pentosan conversion

  DAFTAR ISI

  HALAMAN SAMPUL .................................................................................... ..i HALAMAN JUDUL...........................................................................................ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................iii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... .iv HALAMAN PERSEMBAHAN.........................................................................v PRAKATA.........................................................................................................vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... .ix

  INTISARI...........................................................................................................x

  

ABSTRACT …................................................................................................... .xi

  DAFTAR ISI .....................................................................................................xii DAFTAR TABEL..............................................................................................xvi DAFTAR GAMBAR.........................................................................................xvii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xix

  BAB I. PENGANTAR......................................................................................1 A. Latar Belakang............................................................................................1

  1. Permasalahan.....................................................................3

  2. Keaslian penelitian .............................................................4

  3. Manfaat penelitian...............................................................4

  B. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4

  BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA.............................................................. 5 A. Sekam Padi..................................................................................... 5

  1. Tanaman asal............................................................................ 5

  2. Sekam padi ............................................................................... 7

  B. Furfural........................................................................................... 8

  C. Teknik Refluk ................................................................................ 10

  D. Ekstraksi Pelarut............................................................................. 12

  1. Definisi umum.......................................................................... 13

  2. Prinsip dasar ekstraksi pelarut.................................................. 14

  3. Teknik ekstraksi ....................................................................... 15

  E. Identifikasi Senyawa Organik ........................................................ 16

  1. Uji pendahuluan ....................................................................... 16

  a. Uji organoleptis .................................................................. 16

  b. Uji kelarutan .................................................................. 16

  2. Uji kemurnian .......................................................................... 17

  a. Indeks bias ......................................................................... 17

  b. Kromatografi gas................................................................ 18

  3. Identifikasi struktur menggunakan spektrometri massa........... 24

  a. Pengertian dan mekanisme kerja spektrometri massa........ 24

  b. Kombinasi kromatografi gas dan spektrometri massa ....... 27

  BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 29 A. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................. 29 B. Definisi Operasional .................................................................. 29 C. Alat dan Bahan Penelitian.......................................................... 29

  1. Alat....................................................................................... 29

  2. Bahan ................................................................................... 30

  D. Tata Cara Penelitian ................................................................... 30

  1. Pengambilan bahan .............................................................. 30

  2. Penyiapan bahan ................................................................... 30

  3. Konversi pentosan menjadi furfural dengan teknik refluk.... 30

  4. Isolasi furfural dengan ekstraksi bertahap............................. 31

  5. Identifikasi senyawa organik................................................. 31

  a. Uji pendahuluan ............................................................... 31 1). Uji organoleptis .......................................................... 31 2). Uji kelarutan ............................................................... 31

  b. Uji kemurnian................................................................... 32 1). Indeks bias ............................................................ 32 2). Kromatografi gas ........................................................ 32

  c. Identifikasi struktur menggunakan spektrometri massa... 33

  E. Analisis Hasil............................................................................... 34

  B. Penyiapan bahan ........................................................................ 36

  C. Konversi pentosan menjadi furfural dengan teknik refluk......... 37

  D. Isolasi furfural dengan ekstraksi bertahap.................................. 43

  E. Uji pendahuluan.......................................................................... 45

  1. Uji organoleptis...................................................................... 45

  2. Uji kelarutan........................................................................... 46

  F. Uji kemurnian ............................................................................. 47

  1. Indeks bias……….................................................................. 47

  2. Kromatografi gas.................................................................... 49

  G. Identifikasi struktur menggunakan spektrometri massa............. 57

  H. Perhitungan persentase furfural dalam sekam padi.................... 62

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN …................................................... 64 A. Kesimpulan ................................................................................ 64 B. Saran........................................................................................... 64 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................65 LAMPIRAN.......................................................................................................67 BIOGRAFI PENULIS.......................................................................................82

  

DAFTAR TABEL

  Tabel 1. Istilah kelarutan menurut Farmakope Indonesia III (1979)...........................17 Tabel 2. Perbandingan organoleptis isolat dengan furfural baku…………………....46 Tabel 3. Perbandingan kelarutan isolat dengan kelarutan furfural baku…………….47 Tabel 4. Hasil pengukuran indeks bias........................................................................48 Tabel 5. Perhitungan persentase isolat hasil konversi.................................................62

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Struktur molekul furfural………………………….………………………8 Gambar 2. Alat refluk sederhana…………………………..……....…………….…..10 Gambar 3. Air condenser………………………………………………………….....11 Gambar 4. Water jacket condenser………………………………….………....…...12 Gambar 5. Corong pisah………………………………………………………....…..14 Gambar 6. Refraktometer……………………………………………………………18 Gambar 7. Skema alat kromatografi gas…………………………………..…………20 Gambar 8. Diagram mekanisme kerja spektrometer massa ……………...……….....25

  38 Gambar 10. Ikatan arabinoxilosida dan xilosida....................……..……...........……39 Gambar 11. Reaksi hidrolisis arabinoxylan menjadi arabinosa dan xilosa.................40 Gambar 12. Dehidrasi xilosa menghasilkan furfural……………………….………..41 Gambar 13. Dehidrasi arabinosa menghasilkan furfural.............................................42 Gambar 14. Ikatan hidrogen yang terjadi antara furfural dengan air……………..….45 Gambar 15. Kromatogram furfural baku.....................................................................51 Gambar 16. Kromatogram eter………………………………………………………52 Gambar 17. Kromatogram isolat 1……………………………………………….….53 Gambar 18. Kromatogram isolat 2………………………………………………..…55

  ..………………………….…………………….… Gambar 9. Struktur arabinoxylan..............

  Gambar 20. Kromatogram GC untuk analisis GC-MS………………………….…..58 Gambar 21. Spektra massa untuk peak pertama……………………………………..60 Gambar 22. Spektra massa untuk peak kedua……………..………………….……..61

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Sekam padi………………………………………………………….….67 Lampiran 2. Gambar isolat………………………………………….……………….68 Lampiran 3. Gambar hasil uji kelarutan …………………………………………….69 Lampiran 4. Data kromatogram……………………………………………………...72 Lampiran 5. Hasil analisis kromatografi gas-spektrometri massa…………………...77 Lampiran 6. Perhitungan persentase isolat yang diperoleh………………………….80

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Kebutuhan furfural dan produk turunannya seperti tetrahidrofurfuril alkohol, tetrahidrofuran dan asam furoat di dalam negeri jumlahnya terus meningkat. Hingga saat ini seluruh kebutuhan furfural untuk dalam negeri diperoleh melalui impor (Anonim b, 2007). Furfural digunakan sebagai pelarut dalam penyulingan minyak bumi untuk

  mengekstraksi diena (yang digunakan untuk membuat karet sintesis) dari hidrokarbon (Anonim d, 2007), sebagai starting material dalam sintesis nitrofurazon (obat golongan nitroheterosiklik yang memiliki khasiat sebagai anti bakteri) dan dapat disintesis menjadi senyawa turunannya seperti tetrahidrofurfuril alkohol, tetrahidrofuran, dan asam furoat yang berguna dalam dunia farmasi.

  Cina sebagai negara pengekspor furfural terbesar di dunia melakukan proses produksi furfural dengan memanfaatkan limbah pertanian. Berdasarkan saran dari penelitian yang dilakukan oleh Witono, J. A. (2007) serta dalam situs yang dikeluarkan oleh International Furan Chemical B. V (Anonim d, 2006), diketahui bahwa limbah pertanian seperti sekam padi dapat dijadikan sebagai sumber pentosa dalam produksi furfural. Sekam padi mengandung pentosa yaitu xilosa dan arabinosa

  Indonesia merupakan negara agraris yang menghasilkan produk pertanian utama seperti padi dalam jumlah yang melimpah. Pengolahan padi menghasilkan sekam padi sebagai limbah pertanian dalam jumlah besar. Industri pengolahan padi (sederhana, kecil, menengah dan besar) menghadapi permasalahan penanganan limbah produk agrikultur ini. Hampir semua tempat penggilingan padi menumpuk sekam hasil penggilingan di sekitar bangunan. Pembuangan sulit dilakukan karena keterbatasan tempat dan biaya yang besar. Penggunaan untuk bahan bakar (bata, pengering) masih sangat terbatas. Akibatnya, muncul berbagai persoalan lingkungan seperti estetika, bau dan sumber penyakit (Bantacut, 2008). Untuk mengatasi hal ini salah satunya dapat dilakukan dengan menjadikan sekam padi sebagai sumber pentosa dalam proses produksi furfural.

  Pemanfaatan sekam padi sebagai sumber pentosan dalam produksi furfural memberikan 3 keuntungan sekaligus yaitu dapat mengurangi permasalahan lingkungan yang timbul karena penumpukan sekam padi, dapat meningkatkan nilai ekonomis sekam padi dan dapat meningkatkan produksi furfural karena bahan baku mudah diperoleh. Nilai ekonomis sekam padi meningkat karena meningkatnya kebutuhan sekam padi sehingga nilai jual sekam padi juga akan naik.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah persentase furfural yang diperoleh dari konversi pentosan dalam sekam padi dengan teknik refluk sederhana, aplikasi pemisahan dengan ekstraksi bertahap. Furfural diperoleh dari reaksi asam sulfat atau uap senyawa hasil reaksi yang mungkin terbentuk akan terkondensasi kembali ke dalam sistem campuran reaksi sehingga reaksi dapat belangsung terus menerus hingga diperoleh hasil optimum. Panas yang dihasilkan dalam sistem ini berfungsi untuk menaikkan tenaga kinetik dalam sistem sehingga mempercepat reaksi yang terjadi.

  Furfural yang terbentuk dari reaksi akan berada dalam fase air. Untuk memisahkannya, dapat dilakukan dengan teknik ekstraksi menggunakan pelarut organik yang tidak campur dengan air. Kelarutan furfural dalam pelarut tersebut juga harus lebih besar daripada kelarutan furfural dalam air. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi adalah eter, karena tidak campur dengan air dan furfural sangat mudah larut dalam eter dibandingkan dalam air. Ekstraksi bertahap dipilih karena teknik ini sangat menguntungkan untuk memisahkan furfural yang larut sebagian dalam kedua pelarut yang tidak saling campur. Sehingga diharapkan dengan teknik ini seluruh furfural dapat dipisahkan.

  1. Permasalahan

  Berapakah persentase furfural yang diperoleh dari hasil konversi pentosan yang terdapat dalam sekam padi dengan teknik refluk sederhana: “aplikasi pemisahan dengan ekstraksi bertahap “?

  2. Keaslian penelitian

  Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan peneliti tentang penelitian konversi pentosa dalam sekam padi menjadi furfural dengan teknik refluk : “aplikasi pemisahan dengan ekstraksi bertahap “ belum pernah dilakukan .

  Penelitian mengenai produksi furfural dari sekam padi yang sudah ada dilakukan dengan menggunakan hidrolisis asam dengan ekstraksi menggunakan CO

  2

  supercritical yang dilakukan oleh Ngamprasertsith, Piumsomboon, Sangalunlert (2007) serta dengan metode teknologi Westpro Huaxia (Win, 2005) yang menggunakan suatu reaktor dan sistem pemurnian kontinyu.

3. Manfaat

  Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menemukan metode konversi pentosan dalam sekam padi menjadi furfural dengan teknik yang sederhana.

B. Tujuan penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah persentase furfural yang diperoleh dari proses konversi pentosan yang terdapat dalam sekam padi dengan teknik refluk sederhana“aplikasi pemisahan dengan ekstraksi bertahap”.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Sekam Padi

1. Tanaman asal

  Tanaman padi dengan nama spesies Oryza sativa L. berasal dari famili

  

Poaceae atau suku rumput-rumputan. Padi memiliki banyak varietas yang ditanam di

  sawah dan di ladang, sampai ketinggian 1.200 m dari permukaan laut. Tanaman semak semusim ini berbatang basah, tingginya 50 cm - 1,5 m. Batang tegak, lunak, beruas, berongga, kasar, warna hijau. Daun tunggal berbentuk pita yang panjangnya 15-30 cm, lebar mencapai 2 cm, permukaan kasar, ujung runcing, tepi rata, berpelepah, pertulangan sejajar, hijau. Bunga rnajemuk berbentuk malai. Buahnya buah batu, terjurai pada tangkai, warna hijau, setelah tua menjadi kuning. Biji keras, bulat telur, putih atau merah. Butir-butir padi yang sudah lepas dari tangkainya disebut gabah, dan yang sudah dibuang kulit luarnya disebut beras. Umumnya beras berwarna putih, walaupun ada beras yang berwarna merah. Tangkai butir padi setelah dirontokkan gabahnya dan dijemur sampai kering, disebut merang. Padi yang termasuk keluarga rumput-rumputan ini ditanam dari bijinya secara langsung atau melalui persemaian dahulu (Anonim f, 2007).

  Dari komposisinya bulir padi mengandung karbohidrat, dextrin, arabinoxylan, xylan, phytin, glutelin, enzim (phytase, lypase, diastase), dan vitamin B (Anonim f, 2007).

  Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan manusia yaitu Oryza sativa yang berasal dari daerah hulu sungai di kaki Pegunungan dan ).

  Tanaman padi terdiri dari dua indica dan japonica (sinonim

  

sinica ). Varietas japonica umumnya berumur panjang, postur tinggi namun mudah

  rebah, paleanya memiliki "bulu" (Ing. awn), bijinya cenderung panjang. Varietas , sebaliknya, berumur lebih pendek, postur lebih kecil, paleanya tidak ber-

  indica

  "bulu" atau hanya pendek saja, dan biji cenderung oval. Walaupun kedua varietas dapat saling membuahi, persentase keberhasilannya tidak tinggi. Contoh terkenal dari hasil persilangan ini adalah

  (kultivar 'Peta' dari ). Selain kedua varietas ini, dikenal pula

  indica

  sekelompok padi yang tergolong varietas minor javanica yang memiliki sifat antara dari kedua varietas utama di atas. Varietas javanica hanya ditem

  Budidaya padi yang telah berlangsung lama telah menghasilkan berbagai macam

2. Sekam padi

  Sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza sativa) hasil penggilingan gabah kering. Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butir gabah, yang terdiri atas dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses penggilingan gabah, akan diperoleh sekam yang terpisah dari butir beras dan menjadi sisa atau limbah penggilingan. Dari proses penggilingan dihasilkan 16,3-28% sekam. Sekam di kategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai macam kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, dan energi (Anonim e, 2007).

  Menurut Suharmo (1979) komposisi kimia sekam adalah air 9,02%, protein kasar 3,03%, serat kasar (selulosa) 35,68%, silika 16,98%, karbohidrat kasar 33,71%, dan lemak 1,18%. Ditinjau dari komposisi kimianya ini, sekam dapat dimanfaatkan untuk : a. Bahan baku industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfuralnya.

  b. Bahan baku industri bangunan, terutama karena kandungan silikanya yang dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk- board dan campuran pada industri bata merah.

  c. Sumber energi panas,karena kadar selulosa cukup tinggi sehingga dapat memberikan pembakaran yang merata dan stabil (Anonim e, 2007).

  Sekam padi merupakan suatu produk alam yang tersusun atas lignoselulosa. Salah satu komponen dari lignoselulosa adalah hemiselulosa (Anonim f, 2008). Hemiselulosa paling banyak terkandung dalam dinding sel sekam padi, fungsinya adalah untuk menjaga integrasi dari dinding sel. Hemiselulosa ini tersusun atas 2 konstituen utama dari hetero-polisakarida yaitu xylosa dan arabinosa yang merupakan pentosa (Anonim d,2006).

  B.

  

Furfural

  Furfural (C H O ) atau sering disebut dengan 2-furankarboksaldehid,

  5

  4

  2

  furaldehid, furanaldehid, 2-Furfuraldehid, merupakan senyawa organik turunan dari golongan furan. Senyawa ini berfase cair berwarna kuning hingga kecoklatan dengan

  o o

  3

  titik didih 161,7

  C, densitas (20

  C) adalah 1,16 g/cm . Furfural merupakan senyawa yang kurang larut dalam air namun larut dalam alkohol, eter, dan benzena. Gambar 1 menunjukkan struktur molekul dari furfural (Anonim d,2007).

  Gambar 1. Struktur molekul Furfural

  Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas terutama untuk mensintesis furoat dan lain-lain. Di dunia hanya 13% saja yang langsung menggunakan furfural sebagai aplikasi, selebihnya disintesis menjadi produk turunannya (Anonim d,2007).

  Secara langsung furfural dipergunakan sebagai starting material untuk sintesis obat golongan nitrofuran yang berfungsi sebagai obat anti bakteri dan sebagai solven pada penyulingan minyak bumi untuk mengekstrak diena (yang dipakai untuk pembuatan karet sintetis) dari hidrokarbon lain. Sedangkan produk-produk turunannya seperti furfural alkohol berguna dalam industri pencetakan logam, tetrahidrofurfuril alkohol digunakan sebagai pelarut dan campuran dalam bahan bakar, tetrahidrofuran digunakan sebagai pelarut dalam ekstraksi butadiena dan sintesis parfum, asam furoat digunakan untuk sintesis sediaan farmasi, dan sebagainya. (Witono, 2007).

  Beberapa residu atau limbah agrikultur seperti ampas tebu,, tongkol jagung, kulit kayu, sekam dari biji kapas, gandum dan padi merupakan suatu sumber alam untuk produksi furfural yang tersedia dalam jumlah yang melimpah (Anonim d, 2006).

  Reaksi utama pada konversi pentosa menjadi furfural adalah sebagai berikut :

  1. Hidrolisis pentosan menjadi pentosa :

  asam xC H O (C H O ) + xH O

  5

  10

  5

  5

  8 4 n

  2

  2. Dehidrasi pentosa membentuk Furfural :

  asam O xC H O + 3xH C H O

  2

  5

  4

  2

  5

  10

  5 air pentosa furfural

  .....................................................................(2) Keterangan : n menunjukkan jumlah monomer dan x menunjukkan koefisien reaksi C.

  

Teknik Refluk

  Refluk adalah proses yang dilakukan dalam kimia organik dimana suatu cairan yang berasal dari kondensasi uap air kembali ke bagian atas kolom fraksinasi dan kemudian mengalir kembali ke column conter untuk dialirkan menjadi uap air menaik (Kaustik dan Yadav, 1994).

  

Gambar 2. Alat refluks sederhana Pada umumnya senyawa-senyawa organik direaksikan dalam suatu pelarut dan untuk menaikkan tenaga kinetik sistem perlu dilakukan pemanasan. Salah satu cara yang digunakan adalah refluk. Agar senyawa-senyawa yang mudah menguap tidak keluar dari sistem, maka diperlukan pendingin untuk menjaga agar uap yang terbentuk tidak keluar dan akan terkondensasi kembali kedalam sistem campuran reaksi. Pendingin yang digunakan dalam refluk salah satunya adalah pendingin bola, dimana permukaan dalam pendingin yang berbentuk bola ini akan menyebabkan aliran uap lebih turbulen sehingga diperoleh efek pendinginan yang makin baik (Achmad,1994).

  Terdapat 2 tipe pipa pendingin dalam refluk, yaitu air condenser dan . Pendingin dengan tipe air condenser berbentuk pipa panjang

  water jacket condenser

  sederhana. Udara dari lingkungan sepanjang pipa pendingin akan mendinginkan uap panas yang terdapat dalam pipa sehingga uap panas tersebut akan terkondensasi menjadi bentuk cair. Pendingin jenis air condenser cocok digunakan untuk senyawa yang memiliki titik didih yang tinggi atau bila senyawa yang dipanaskan jumlahnya sedikit (Pavia,1995).

  

Gambar 3. Air condenser

  Tipe pendingin yang kedua adalah water jacket condenser, pendingin jenis ini terdiri dari 2 pipa yaitu pipa bagian dalam dan pipa bagian luar yang mengelilingi pipa bagian dalam. Pada bagian bawah pipa luar terdapat lubang tempat masukya air, dan di bagian atas pipa terdapat lubang tempat keluarnya air. Sirkulasi air ini berfungsi untuk mendinginkan. Uap panas akan mengalir pada pipa bagian dalam dan sirkulasi air yang mengalir melalui pipa luar akan mendinginkan uap panas sehingga terkondensasi kembali ke dalam sistem . Tipe pendingin ini cocok digunakan bila uap yang terbentuk sulit diembunkan, biasanya dikarenakan senyawa tersebut sangat mudah menguap (volatile) (Pavia,1995).

  

Gambar 4. Water jacket condenser

D.

  

Ekstraksi Pelarut

1. Definisi umum

  Ekstraksi didefinisikan sebagai metoda pemisahan komponen dari suatu untuk memisahkan senyawa organik dari larutan air atau suspensi. Langkahnya adalah dengan mengocok larutan air atau suspensi dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air kemudian didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan dan selanjutnya dipisahkan (Achmad, 1994).

  Solut (zat terlarut) atau bahan yang akan dipisahkan terdistribusi diantara kedua lapisan (organik dan air) berdasarkan kelarutan relatifnya. Dengan demikian garam anorganik akan berada dalam lapisan air dan senyawa organik yang tidak membentuk ikatan hidrogen seperti hidrokarbon atau derivat halogen akan berada dalam lapisan organik. Untuk solut jenis ini sekali ekstraksi sudah cukup untuk memisahkannya. Untuk senyawa organik yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air seperti alkohol,aldehid, keton, asam, amina, dan lain-lain yang hanya larut sebagian dalam kedua pelarut diperlukan beberapa kali ekstraksi untuk mengambil solut. Dengan demikian terjadi distribusi solut dalam kedua pelarut (Achmad, 1994).

  Di antara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Tidak diperlukan alat yang khusus atau canggih kecuali corong pemisah.. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, pemisahan serta analisis pada semua skala kerja (Khopkar,1990).

  

Gambar 5. Corong pisah

2. Prinsip dasar ekstraksi pelarut

  Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling campur (Khopkar,1990).

  Perbandingan konsentrasi solut dalam kedua pelarut dalam kesetimbangan disebut dengan koefisien distribusi (K D ).

  C organik KD = C air

  Keterangan : C organik = konsentrasi solut dalam pelarut organik C = konsentrasi solut dalam air

  air

  Suatu senyawa polar seperti garam-garam ionik larut dalam air namun tidak larut dalam pelarut organik, sehingga senyawa ini memiliki harga koefisien distribusi yang kecil. Sebaliknya, senyawa- senyawa non polar seperti senyawa hidrokarbon tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik sehingga memiliki harga koefisien distribusi yang besar.

3. Teknik Ekstraksi

  Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah: ekstraksi bertahap (batch), ekstraksi kontinyu, dan ekstraksi counter current. Ektraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian dilakukan pengocokkan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah kondisi ini tercapai, lapisan didiamkan dan dipisahkan. Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknya jumlah ekstraksi yang dilakukan. Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit. Ektraksi bertahap baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat yang digunakan pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah (Khopkar,1990).

  Ekstraksi kontinyu digunakan bila perbandingan distribusi relatif kecil sehingga untuk pemisahan yang kuantitatif diperlukan beberapa tahap ekstraksi.

  Efisiensi yang tinggi pada ekstraksi kontinyu tergantung pada viskositas fase dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kecepatan tercapainya kesetimbangan seperti nilai D, volume ralatif dari dua fase dan beberapa faktor lainnya (Khopkar 1990).

  Pada ekstraksi kontinyu counter current, fase cair pengekstraksi dialirkan dengan arah yang berlawanan dengan larutan yang mengandung zat yang akan diekstraksi. Biasanya digunakan untuk memisahkan zat, isolasi atau pemurnian

  Secara umum, pemilihan metode yang digunakan tergantung pada perbandingan distribusi zat terlarut dan zat-zat lain yang bercampur dan mengganngu pemisahan (Khopkar 1990).

  E.

  

Identifikasi Senyawa Organik

1. Uji pendahuluan

  Uji pendahuluan dilakukan dengan tujuan mengetahui karakteristik dari senyawa hasil reaksi, biasanya meliputi pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan titik lebur, dan pemeriksaan kelarutan.

  a. Uji organoleptis. Uji ini dilakukan untuk melihat bentuk,warna dan bau dari senyawa hasil reaksi. Uji ini merupakan uji paling sederhana tanpa bantuan alat. b Uji kelarutan. Untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan dalam pengertian umum kadang-kadang perlu untuk digunakan, tanpa mengindahkan perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan tersebut. Pernyataan kelarutan

  o

  zat dalam bagian tertentu pelarut kelarutan pada suhu 20 C dan kecuali dinyatakan lain menunjukkan bahwa, 1 bagian bobot zat pada atau 1 bagian volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut. Pernyataan kelarutan yang tidak disertai angka adalah kelarutan pada suhu kamar. Kecuali dinyatakan lain, zat jika dilarutkan boleh butiran debu. Pernyataan bagian dalam kelarutan berarti bahwa 1 g zat padat atau 1 ml zat cair dalam sejumlah ml pelarut (Anonim, 1979).

  Jika kelarutan suatu zat tidak dapat diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan istilah berikut :

  Tabel 1. Istilah kelarutan menurut Farmakope Indonesia III (1979)

  Jumlah bagian pelarut diperlukan Istilah kelarutan untuk melarutkan 1 bagian zat

  Sangat mudah larut Kurang dari 1 Mudah larut 1 sampai 10 Larut 10 sampai 30 Agak sukar larut 30 sampai 100 Sukar larut 100 sampai 1000 Sangat sukar larut 1000 sampi 10.000 Praktis tidak larut Lebih dari 10.000

2. Uji kemurnian

  a. Indeks bias. Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berguna untuk identifikasi zat dan deteksi ketidakmurnian (Anonim 1995).

  Indeks bias dapat ditentukan dengan alat refraktometer dan alat standar yang banyak digunakan di laboratorium kimia organik adalah refraktometer Abbe.

  Keuntungan dari alat ini adalah senyawa yang digunakan hanya beberapa tetes dan indeks bias (biasanya dari skala 1,3000 sampai 1,7000) dapat dibaca secara langsung adalah sudut refleksi total antara gelas dengan indeks bias tinggi dengan zat yang akan diamati (Achmad,1994).

  Indeks bias sangat tergantung pada suhu. Untuk senyawa- senyawa

  • 4

  organik, indeks bias akan turun dengan naiknya suhu, kira-kira sebesar 4-5 x 10 per derajat celcius. Indeks bias juga bergantung pada panjang gelombang yang digunakan. Pada umumnya indeks bias diperoleh dengan menggunakan panjang gelombang garis spektra dari cahaya kuning natrium (garis D ; 589,3 nm) (Achmad,1994).

  

Gambar 6. Refraktometer

  b. Kromatografi gas. Kromatografi adalah suatu metode pemisahan campuran yang terdiri dari dua macam komponen atau lebih, berdasarkan distribusi diferensial antara dua fase yaitu fase diam (stationary phase) dan fase bergerak (mobile phase). Disebut kromatografi gas bila fase diam berupa padatan atau cairan sedangkan fase geraknya berupa gas (Achmad,1994).

  Berdasarkan kombinasi antara fase diam dan fase gerak maka fase diam yang berupa padatan, dan kromatografi gas cair dengan fase diam yang berupa cairan. Pada kromatografi gas padat pemisahan suatu campuran didasarkan pada perbedaan adsorbsi suatu komponen pada fase diam, contoh fase diam yang sering digunakan adalah karbon, molekular sieve, dan silika gel. Sedangkan pada kromatografi gas cair yang menjadi dasar pemisahan senyawa dalam campuran adalah perbedaan partisi komponen di dalam fase diam. Pada perkembangannya kemudian sistem kromatografi gas cair lebih banyak digunakan dibandingkan kromatografi gas padat hal ini dikarenakan jenis cairan yang digunakan sebagai fasa diam sangat banyak sedangkan padatan yang digunakan dalam fasa diam jumlah dan jenisnya terbatas (Achmad, 1994).

  Kromatografi gas merupakan cara analisa yang dapat digunakan untuk menganalisa senyawa organik. Kromatografi gas cair memiliki beberapa keuntungan diantaranya kecepatan pemisahan senyawa, memiliki sensifitas yang tinggi, dapat digunakan untuk analisa kualitatif dengan melihat waktu retensi senyawa dan untuk analisa kuantitatif dengan menghitung luar area dibawah puncak.

  

Gambar 7. Skema alat kromatografi gas (Christian, 2004)

  Pada kromatografi gas, sampel diubah ke dalam bentuk gas (bila bentuk awal sampel bukan berupa gas) dengan menginjeksikannya ke dalam injektor dan akan menghasilkan eluen yang berupa gas. Eluen akan terbawa fase gerak melewati kolom yang berisi fase diam, pada proses ini eluen akan terdistribusi antara fase diam dan fase gerak (Christian,2004).