BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - MUKTI AMIN BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya tujuan dari dibangunnya suatu waduk atau bendungan

  adalah untuk melestarikan sumber daya air dengan cara menyimpan air disaat kelebihan yang biasanya terjadi saat musim penghujan. Air yang melimpah pada musim penghujan tersebut, ditampung dan disimpan serta dipergunakan secara tepat sepanjang tahun. Diharapkan pula banjir dapat dicegah serta kekurangan air pada saat musim kemarau tiba dapat diatasi.

  Pada paro abad ke-19, pemerintah Belanda mulai membangun jaringan irigasi besar dan modern. Pembangunan pengairan tersebut dilatar belakangi oleh perluasan tanaman tebu dalam rangka program culturstelsel atau tanaman wajib dan usaha penyediaan pangan berupa tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai, ubi jalar, dan ketela pohon untuk menghilangkan bencana kelaparan. Pada tahun 1849, secara bertahap pemerintah Belanda membina pembangunan irigasi di Pulau Jawa, Madura, Bali, Sumatra dan Sulawesi Selatan.

  Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki lahan yang luas dan sangat potensial untuk dikembangkan dalam usaha pertanian. Pada permulaan tahun 1969-an, pemerintah Indonesia meluncurkan suatu program pembangunan pertanian yang dikenal secara luas dengan program hijau. Dalam pelaksanaannya revolusi hijau dilakukan dalam bentuk bermacam-macam cara. Di Indonesia, misalnya revolusi hijau dilakukan melalui komando dan subsidi. Bentuk subsidi tersebut adalah 1) bantuan dan subsidi besar-besaran terhadap harga pupuk kimia, 2) subsidi terhadap kredit pertanian, 3) pembayaran padi oleh negara melelui operasi pembelian harga dasar dan pembangunan stok persediaan, 4) meningkatkan kuwantitas irigasi serta pinjaman modal melalui hutang luar negri.

  Sejak tahun 1969 pemerintah aktif melakukan rehabilitasi jaringan- jaringan irigasi yang keadaannya telah kurang berfungsi, yang disebabkan kurangnya pemeliharaan. Pengadaan dan rehabilitasi saluran-saluran irigasi saja dirasa tidak cukup, oleh karena itu dibutuhkan waduk untuk menyimpan kelebihan air di musih hujan agar bisa digunakan pada musim kemarau. Arti waduk bagi pembangunan akan lebih penting bila dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain atau multi guna. Misalnya, pembangkit tenaga listrik, perikanan, pariwisata, serta untuk mencegah bahaya banjir dan erosi.

  Pembangunan waduk multi guna di Indonesia mulai di bangun dan mengalami revolusi pada kurun waktu 1969-an.

  Waduk menurut pengertian umum adalah tempat pada permukaan tanah yang digunakan untuk menampung air saat terjadi kelebihan air atau musim penghujan sehingga air itu dapat di manfaatkan pada musim kemarau. Sumber air waduk terutama berasal dari aliran permukaan di tambah dengan air hujan langsung.

  Berdasarkan fungsinya, waduk diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu:1) Waduk eka guna (single purpose): Waduk eka guna adalah waduk yang dioperasikan untuk memenuhi satu kebutuhan saja, misalnya untuk kebutuhan air irigasi, air baku atau PLTA. Pengoperasian waduk eka guna lebih mudah dibandingkan dengan waduk multi guna dikarenakan tidak adanya konflik kepentingan di dalam. Pada waduk eka guna pengoperasian yang dilakukan hanya mempertimbangkan pemenuhan satu kebutuhan. 2) Waduk multi guna (multi purpose): Waduk multi guna adalah waduk yang berfungsi untuk memenuhi berbagai kebutuhan, misalnya waduk untuk memenuhi kebutuhan air irigasi, air baku, dan PLTA. Kombinasi dari berbagai kebutuhan ini dimaksudkan untuk dapat mengoptimalkan fungsi waduk dan meningkatkan kelayakkan pembangunan suatu waduk.

  Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari tiga waduk kaskade Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Waduk Cirata memiliki luas area sebesar 7.111 Ha dengan luas genangan 6.200 Ha dan daya tampung sebesar 2.165 juta m3 (UP Cirata 2008). Waduk Cirata terletak antara dua waduk lainnya, yaitu Waduk Saguling di bagian hulu dan Waduk Ir.H. Djuanda di bagian hilir. Secara geografis, Waduk Cirata terletak pada koordinat 107o14’15” – 107o22’03” LS dan 06o41’30” – 06o48’07” BT. Secara administratif, Waduk Cirata meliputi tiga kabupaten di wilayah Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bandung Barat, Purwakarta, dan Cianjur. Sumber masukan air berasal dari Sungai Citarum atau outlet Waduk Saguling dan 14 sungai lainnya seperti Cisokan, Cibalagung, Cikundul, Gado Bangkong, Cilagkap, Cicendo, Cilandak, Cibakom, Cinangsi, Cimareuwah, Cimeta, Cihujang, Cihea, dan Cibodas (BPCW 2011).

  Waduk Cirata dibangun pada tahun 1987 yang diawali dengan proses penggenangan selama satu tahun. Pembangunan Waduk Cirata bertujuan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa-Bali. Namun saat ini pemanfaatan waduk terus berkembang mulai dari kegiatan perikanan budidaya, perikanan tangkap, restoran apung, dan pariwisata. Perkembangan perikanan budidaya dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata mengalami peningkatan jumlah setiap tahunnya. Pada sensus tahun 2011 yang dilakukan BPWC, jumlah KJA adalah 53.031 petak, padahal batas maksimal yang diperbolehkan yakni hanya sebanyak 12.000 petak sesuai SK Gub. Jawa Barat No. 41 Tahun 2002 (BPWC 2011).

  Waduk merupakan penampungan air yang menerima berbagai masukan nutrisi, padatan, dan bahan kimia toksik yang akhirnya mengendap di dasar.

  Penampungan bahan-bahan tersebut berlangsung bertahun-tahun, sehingga menyebabkan proses pendangkalan. Waduk yang merupakan bendungan dari sungai menjadi perangkap sedimen yang besar dari seluruh masukan sungai. Perairan waduk biasanya memiliki stratifikasi akibat perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu pada kolom air.

  Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Waduk adalah salah satu sumber air yang menunjang kehidupan dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Air waduk digunakan untuk berbagai keperluan seperti sumber baku air minum, irigasi, pembangkit listrik, dan perikanan. Perubahan- perubahan tersebut meliputi perubahan debit air, keanekaragaman ikan, dan tingkat kesuburan, tingkat kesuburan sangat penting karena merupakan faktor yang mempengaruhi budidaya perikanan.

  Walaupun pada awalnya pembangunan waduk ditujukan bagi kepentingan manusia, namun dalam perkembangannya, keberadaan waduk tidak pernah lepas dari masalah, tidak hanya masalah lingkungan namun juga masalah sosial. Oleh karena itu pembangunan suatu waduk (khususnya bendungan) dan mekanisme pengelolaannya harus selalu dilakukan dengan penuh pertimbangan, yaitu dengan memperhatikan kondisi lingkungan dan kondisi masyarakat setempat.

  Tema mengenai waduk dan peranan waduk yang pernah dibuat selalu berhubungan erat dengan sejarah. Cerita sejarah suatu daerah sangat penting untuk dipahami oeh masyarakat yang berasal dari daerah tersebut, karena sejarah suatu daerah atau sejarah lokal dari suatu daerah memiliki sumbangan bagi sejarah nasional dari bangsa tersebut. Sejarah nasional adalah sejarah yang membahas atau menceritakan mengenai kejadian-kejadian yang terjadi pada masa lampau dalam cakupan suatu negara. Tidak mungkin jika suatu negara tidak memiliki suatu kisah atau cerita perjalanan dari sebelum negara tersebut berdiri sampai Negara tersebut telah berdiri. Pada prinsipnya, semua peristiwa pada SNI (Sejarah Nasional Indonesia) adalah peristiwa sejarah lokal (Priyadi,

  2011:31). Maksudnya adalah Sejarah Nasional tentu mengungkap tentang sejarah dari suatu daerah yang dikumpulkan dan dimuat dalam cakupan wilayah nasional. SNI (Sejarah Nasional Indonesia) sering mengangkat peristiwa- peristiwa lokal menjadi peristiwa-peristiwa nasional (Priyadi, 2011:31). Hal ini menunjukan mengenai pentingnya sejarah lokal atau peristiwa penting yang terjadi pada paerah demi mendukung kelengkapan dari sejarah nasional.

  Terletak di Desa Sempor Kecamatan Sempor, tepatnya 7 km sebelah utara kota Gombong. Waduk Sempor merupakan bendungan aliran air sungai cincingguling yang mengalir dari kaki pedunungan serayu selatan dan bermuara di samudra Indonesia. Awal pembentukan bendungan Sempor adalah untuk menahan air yang datang dari arah timur dan utara yang merupakan daerah perbukitan agar di daerah barat dan selatan tidak terkena banjir bila musim hujan karena merupakan daerah rendah.

  Waduk Sempor mempunyai multi fungsi selain wisata, manfaat waduk itu juga merupakan sumber untuk menyediakan air baku PDAM, karamba ikan, irigasi pesawahan, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), transportasi dan sumber penghasilan warga sekitar dengan pancing, jala, jarring hingga para pemilik prahu transportasi. Waduk ini juga menyimpan potensi yang besar sebagai obyek wisata. Selain daya tarik alamnya yang begitu besar, obyek wisata ini juga dilengkapi dengan berbagai sarana pendukung, antara lain wisma-wisma penginapan yang bisa di sewa secara perorangan maupun rombongan. Selain sebagai obyek wisata, tempat ini juga cocok dijadikan tempat untuk seminar, rapat kerja dan kegiatan lainnya, selain tempatnya tenang, juga memiliki sarana yang memadai untuk kegiatan tersebut.

  Penelitian mengenai Waduk Sempor dan kehidupan pertanian masyarakat Sempor tahun 1978-2013 menarik untuk diteliti karena selama ini perubahan-perubahan sosial banyak terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Dari sekian banyak perubahan tersebut kemungkinan ada yang mendapat tanggapan dari beberapa peneliti di Indonesia dan ada yang tidak. Setiap halnya dengan maasyarakat sekitar Waduk Sempor selama ini belum mendapatkan sorotan masalah sejarah waduk serta kehidupan pertanian masyarakat dan sejauh ini pula belum ada buku-buku yang menyebutkan tentang kehidupan masyarakat disekitar Waduk Sempor. Pemilihan angka tahun 1978-2013 adalah dengan pertimbangan kebijakan pemerintah terhadap pembangunan pertanian serta kondisi pertanian di Desa Sempor pada saat ini.

B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah yang akan diuraikan dalam penelitian ini meliputi:

  1. Bagaimana kondisi Desa Sempor?

  2. Bagaimana perkembangan Waduk Sempor?

  3. Bagaimana peranan Waduk Sempor dalam bidang sosial ekonomi terhadap masyarakat Desa Sempor? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini berusaha mengungkapkan: 1. Menjelaskan kondisi Desa Sempor.

  2. Menjelaskan pekembangan Waduk Sempor.

  3. Peranan Waduk Sempor dalam bidang sosial ekonomi terhadap masyarakat Desa Sempor.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ilmiah merupakan rangkaian pengamatan yang sambung menyambung, berakurasi dan melahirkan teori-teori yang mampu menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena. Penelitian ilmiah sering diasosiasikan dengan metode ilmiah sebagai tatacara sistematis yang digunakan untuk melakukan penelitian. Penelitian ilmiah juga menjadi salah satu cara untuk menjelaskan gejala-gejala alam. Adanya penelitian ilmiah membuat ilmu berkembang, karena hipotesis-hipotesis yang dihasilkan oleh penelitian ilmiah sering kali mengalami retroduksi. Dalam penelitian ini memiliki beberapa manfaat yang antaranya adalah:

  1. Manfaat Teoritis Dengan adanya penelitian ilmiah ini maka akan diharapkan dapat menemukan masalah-masalah baru serta cara pemecahan yang dapat berguna bagi ilmu pengetahuan yaitu: a) Sebagai wahana untuk memaparkan gagasan secara ilmiah. b) Sebagai bahan untuk mengaplikasikan teori-teori yang telah diberikan dibangku perkuliahan.

  c) Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang sejarah desa pada umumnya dan ilmu pengetahuan sosial ekonomi pada khususnya di masyarakat Desa Sempor.

  2. Manfaat Praktis Manfaat praktis berguna untuk memecahkan permasalahan, semua lembaga yang bisa dijumpai di masyarakat, seperi lembaga pemerintahan ataupun lembaga swasta, sadar akan manfaat tersebut dengen menempatkan suatu penelitian dan juga pengembangan sebagai bagian dari integral organisasi.

  a) Bagi masyarakat Desa Sempor 1) Memberikan masukan bagi masyarakat Sempor untuk bekal meningkatkan kehidupan sosial ekonomi.

  2) Memberikan masukan bagi masyarakat Sempor agar menjaga kelestarian kondisi Waduk Sempor dari bahaya pendangkalan debit air.

  b) Bagi Pemerintah 1) Memberi masukan pada pemerintah Kabupaten Kebumen agar dapat lebih memperhatikan masyarakat sekitar obyek wisata Waduk

  Sempor.

  2) Memberi masukan pada pemerintah Kabupaten Kebumen untuk melakukan pengerukan terhadap Waduk Sempor kalau terjadi pendangkalan debit air.

E. Tinjauan Pustaka

  1. Waduk Selama perubahan-perubahan sosial banyak terjadi dibeberapa tempat di Indonesia,untuk itulah penelitian ini mencoba untuk mengungkap masalah tentang waduk Sempor dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Sempor Kabupaten Kebumen. Sebagai acuhan untuk menganalisa permasalahan dalam penulisan ini penulis menggunakan beberapa buku dan penelitian sejenis.

  Andri Suprianto (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Dampak

  Obyek Wisata Waduk Mrica terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Desa Bawang Kabupaten Banjarnegara tahun 1990-2007,

  menyatakan bahwa kehadiran obyek wisata di tengah-tengah masyarakat akan membawa dampak yang bisa dirasakan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung adanya obyek wisata Waduk Mrica pada masyarakat adalah pemanfaatan lahan-lahan kosong disekitar waduk guna ditanami tanaman komersial. Selain itu, masyarakat juga dapat memanfaatkan peranan yang ada sebagai sarana budidaya ikan. Dampak positif dari obyek wisata Waduk Mrica antara lain perluasan lapangan pekerjaan dan menambah penghasilan masyarakat sekitar. Dengan adanya oyek Wisata Waduk Mrica masyarakat desa Bawang mulai terjdi pembaikan dalam bidang ekonomi dan sosial. Dalam bidang ekonomi masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup dengan mendapatkan penghasilan tambahan yang dapat memenuhi kebutuhan primer, juga kebutuhan sekunder. Dalam bidang social masyarakat mulai sadar akan pentingnya sekolah untuk anak-anak.

  Hal itu dapat dibuktikan dengan di sekolahkannya anak mereka hingga jenjang yang lebih tinggi.

  Royadi (2011), dalam penelitiannya yang berjudul “Perubahan

  Sosial Ekonomi di Sekitar Waduk Darma Kecamatan Darma Kabupaten Kuningan Tahun 1945-2010”, menyatakan bahwa pembangunan waduk

  Darma yang berada di desa Jagara, Kecamatan Darma, Kabgupaten Kuningan, membawa dampak sosial Ekonomi kepada masyarakat sekitar disekitar waduk Darma yang ditandai oleh beberapa perubahan yang salah satunya adalah terjadinya perubahan mata pencaharian masyarakat di sekitar Waduk Darma. Sebelum dibangunnya Waduk Darma mata pencaharian Waduk Darma bermata pencaharian sebagai petani (bersawah).setelah dibangunnya Waduk Darma, maka mata pencaharian masyarakat mengalami perubahan. Adapun jenis mata pencaharian baru masyarakat yaitu nelayan, pedagang, buruh tani, pegawai pariwisata dan lain-lain. Dengan melihat adanya perubahan mata pencaharian masyarakat di sekitar Waduk Darma, dapat disimpulkan bahwa perubahan Sosial-Ekonomi masyarakat yang terjadi pada tahun 1945-1980 mengalami kemunduran dan perubahan sosial- ekonomi 1981-2010 mengalami kemajuan.

  Sinta Dewi, (2009) dalam penelitiannya tentang Pembangunan

  Waduk Kedung Ombo dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Padi serta Aspek Sosial-Ekonomi Masyarakat di Kabupaten Grobogan Tahun 1981- 2003, menyatakan bahwa sistem pengairan merupakan salah satu kegiatan

  penting dalam rangka pembangunan di Indonesia. Peningkatan produksi pertanian menghendaki terjaminnya pengairan yang cukup sepanjang tahun.

  Pengadaan saluran-saluran irigasi saja dirasa tidak cukup, oleh karena itu dibutuhkan waduk untuk menyimpan kelebihan air di musim hujan agar bisa digunakan pada musim kemarau. Arti waduk bagi pembangunan akan lebih penting bila dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain dan multiguna, misalnya pembangkit tenaga listrik, perikanan, pariwisata, dan untuk mencegah bahaya banjir dan erosi pembangunan Waduk Kedung Ombo dilatarbelakangi karena tidak berfungsi pintu air Wilalung yang di bangun oleh Belanda pata tahun 1918 sebagai penangkal bahaya banjir di Sungai Serang. Pembangunannya mulai dilaksanakan dengan adanya survai, investasi, study kelayakan oleh Proyek Perancangan Pengembangan Sumber-Sumber Air (P3SA) bersama dengan Nedoca kemudian dari Belanda pada tahun 1960-1976. Pembangunan Waduk Kedung Ombo mulai dilakukan pada tahun 1985-1989. Dengan kemampuan mengairi sawah seluas 59.400 ha yang disalurkan oleh jaringan irigasi Waduk Kedung Ombo juga dibangun untuk tujuan pengendalian irigasi sawah, pengendalian banjir, sarana pembangkit tenaga listrik, sarana penyediaan air minum, sarana pariwisata, dan perikanan. Adanya pengairan yang cukup menyebabkan terjadinya perubahan pola tanam padi, yaitu 2-3 kali tanam. Hal ini berpengaruh pada peningkatan produksi padi dan tingkat pendapatan petani di Kabupaten Grobogan.

  2. Sosial-Ekonomi Sudjadno (2004: ii) dalam penelitiannya yang berjudul Kehidupan

  

Sosial Ekonomi Pengrajin Gedeg di desa Selakambang Kecamatan

Kaligondang Kabupaten Purbalingga Tahun 1999-2003. Penelitian tersebut

  menyatakan bahwa kerajinan gedeg di desa Selakambang sudah ada sejak sebelum kemerdekaan dan senantiasa mengalami perkembangan dari tahun ke tahun, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dengan berbekal memiliki kemampuan untuk membuat kerajinan gedeg, maka masyarakat desa Selakambang kehidupannya menjadi lebih maju dalam hal perekonomian dan juga meningkatkan setatus sosial. Di mana masyarakatnya selain bertani juga mempunyai kesibukan lain mengembangkan industry kerajinan.

  Liswiyanti (2000: vi) yang berjudul Pola Kehidupan Sosial Ekonomi

  

Pengrajin Kasur di Desa Banjarkerta Kecamatan Karanganyar Kabupaten

Purbalingga menyatakan bahwa usaha industri berupa pembuatan kasur itu

  dipandang dapat memberikan dampak yang luas terhadap kehidupan sosial ekonomi yang ada di dalam masyarakat. Pembuatan kasur ini sangat berarti bagi perekrutan tenaga kerja dan peningkatan taraf hidup desa Banjarkerta.

  Keadaan sosial ekonomi masyarakatnya mengalami perubahan yang cukup besar dari masyarakat yang biasa-biasa saja berubah menjadi bercukupan.

  Hal tersebut dapat dilihat kehidupannya seperti rumah, barang-barang yang dimiliki dan sebagainya.

  Penelitian ini berbeda dari penelitian terdahulu yang berjudul Peranan Waduk Sempor dalam bidang Sosial Ekonomi bagi Masyarakat Sempor Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen (1978-2013) merupakan penelitian sejarah yang tidak sepantas menggali nilai-nilai kesejarahan dari Waduk Sempor, namun menyentuh aspek kehidupan Sosial-Ekonomi masyarakat di Kecamatan Sempor yang merupakan ranah sosiologi, dan pertanian di Kecamatan Sempor.

F. Landasan Teori dan Pendekatan

  1. Teori Sosiologi Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community).

  Menurut Soekanto (1987), perbedaan antara masyarakat pedesaan dan perkotaan sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, beberapapun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual. Kita dapat membedakan antara masyrakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan berlawanan pula. Faktor yang menjadi dasar dalam menentukan karakteristik desa kota, yaitu: a. Mata pencaharian

  b. Ukuran komunitas

  c. Tingkat kepadatan penduduk

  d. Lingkungan

  e. Differensiasi sosial

  f. Stratifikasi sosial

  g. Interaksi sosial

  h. Solidaritas sosial Secara umum, dalam kehidupan masyarakat dipedesaan dapat dilihat dari beberapa karakteristik yang mereka miliki.

  Roucek dan Warren (1963) masyarakat desa memiliki karakter sebagai berikut: a. Mereka memiliki sifat yang homogeny dalam hal mata pencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan, serta dalam sikap dan tingkah laku.

  b. Kehidupan di desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi. Artinya semua anggota keluarga turut bersama-sama terlibat dalam kegiatan pertanian ataupun mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga.

  c. Faktor geografis sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada, misalnya keterikatan antara masyarakat dengan tanah atau desa kelahirannya.

  d. Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet dari pada di kota, serta jumlah anak yang ada dalam keluarga inti lebih besar. Menurut Paul H. landis ciri-ciri masyarakat desa adalah sebagai berikut: a. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.

  b. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.

  c. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti: iklim, keadaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan. Rogers (1969) mengemukakan cirri-ciri masyarakat pedesaan yang hampir serupa dengan beberapa pandangan sebelumnya: a. Mutual distrust interpersonal relations, yaitu adanya rasa tidak percaya secara timbale balik antara petani satu dengan yang lain.

  Hal ini biasanya terjadi karena anggota komunitas memperebutkan sumber-sumber ekonomi yang sangat terbatas untuk memenuhi kebutuhannya yang relatif tidak terbatas.

  b. Perceived limited good, yaitu pandangan yang sempit di kalangan petani, sehingga hal-hal yang baik dan kesempatan untuk maju selalu terbatas.

  c. Dependence on hostility towards government authority, adanya ketergantungan dan sekaligus curiga terhadap pemerintah atau pada unsure-unsur pemerintah.

  d. Familism,yaitu adanya rasa kehidupan kekeluargaan, keakraban diantara orang-orang yang memiliki pertalian kekerabatan.

  e. Lack of innovations, yaitu adanya rasa enggan untuk menerima atau menciptakan ide-ide baru. Untuk merubah keadaan ini perlu adanya orang luar (out sider) baik dari pihak pemerintah maupun swasta yang menggerakan mereka.

  f. Fatalism, yaitu gambaran tentang rendahnya wawasan masyarakat desa untuk menanggapi atau merencanakan masa depan mereka.

  Mereka cenderung memandang bahwa keberhasilan bukan ditentukan oleh kerja kerasnya, melainkan berada pada kekuatan supranatural.

  g. Limited aspiration, yaitu adanya aspirasi atau keinginan yang sangat rendah atau terbatas untuk mencapai masa depan. Aspirasi sosial sesungguhnya berupa gagasan, keinginan, ataupun cita-cita yang dimiliki oleh seseorang mengenai masa yang akan dating di dalam interaksinya dengan lingkungan sosialnya.

  h. Lack of deferred grafitication, yaitu kekurangan atau ketiadaan sifat untuk mengekang diri, misalnya kemauan mengorbankan kenikmatan sekarang demi pencapaian keuntungan yang lebih besar di masa depan. i. Limited view this world, yaitu keterbatasan cara pandang masyarakat terhadap dunia luar. Hal ini terjadi karena terbatasnya jangkauan masyarakat dalam mengakses informasi yang dating dari luar, seperti yang bersumber dari surat kabar. j. Low emphaty, yaitu rendahnya keterampilan menangkap peranan orang lain. Rendahnya empati masyarakat disebabkan oleh adanya jarak sosiopsikologis maupun karena terbatasnya pengetahuan, masyarakat di luar mereka yang lebih maju.

  Berdasarkan dari beberapa pandangan diatas, menunjukan bahwa ada pendapat yang selalu menekankan bahwa desa dianggap sebagai desa pertanian, padahal pada kenyataan ada juga desa yang non pertanian. Sebagian lagi definisi yang masih menggambarkan desa dengan ideal yang artinya desa secara eksplisit berbeda dengan kota. Dengan banyaknya faktor- faktor eksternal yang masuk dan memengaruhi kehidupan desa maka dapat dikatakan bahwa komunitas desa mulai berkembang ke arah komunitas kota, dimana adat istiadat, tradisi atau pola kebudayaan tradisional desa mengalami proses perubahan.

  Berbagai pengertian itu tidak dapat diterapkan secara universal untuk desa-desa di Indonesia karena kondisi yang sangat beragam antara yang satu dengan yang lainnya. Bagi daerah yang lebih maju khususnya di Pulau Jawa dan Pulau Bali, antara desa dan kota tidak lagi terdapat perbedaan yang jelas sehingga pengertian dan karakteristik tersebut menjadi tidak berlaku. Namun, bagi daerah yang belum berkembang khususnya desa-desa di luar Pulau Jawa dan Pulau Bali, pengertian tersebut masih cukup relevan.

  Karena itu, Howard Newby mengatakan bahwa dalam mempelajari sosiologi pedesaan hendaknya diarahkan pada studi tentang adaptasi masyarakat desa terhadap pengaruh-pengaruh kapitalisme modern yang masuk ke desa. Kendati demikian, setidaknya perbedaan karakteristik tersebut dapat dijadikan acuhan sederhana dalam melihat perbedaan masyarakat desa dan perkotaan.

  2. Pendekatan

  a. Sosial Pendekatan dalam suatu penelitian akan memberikan karakteristik yang ilmiah kepada sejarah yang digunakan sebagai konsep ilmu yang memungkinkan dapat dilihat dari berbagai dimensi sehingga pemahaman tentang suatu masalah baik keluasan maupun kedalamannya akan semakin jelas. Dalam penelitian ini, menggunakan pendekatan ilmu sosial ekonomi.

  Perubahan sosial sebagai suatu proses perubahan bentuk yang menyangkut keseluruhan aspek kehidupan masyarakat, terjadi baik secara alami maupun rekayasa sosial. Proses tersebut berlangsung sepanjang sejarah hidup manusia, pada tingkat komunitas lokal, regional, dan global.

  Konsep perubahan sosial meliputi atom terkecil dinamika sosial, perubahan keadaan sistem sosial, atau perubahan setiap aspek. Perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola prikelakuan, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya.

  Perubahan sosial sendiri merupakan bagian dari perubahan ekonomi. Hubungan antara keduanya tidak dapat dipisahkan karena diantara keduanya terdapat saling keterpengaruhan. Keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu berkenan dengan peningkatan taraf hidup suatu kelompok masyarakat.

  Perubahan sosial adalah suatu proses yang luas, lengkap yang menyangkup suatu tatanan kehidupan manusia. Perubahan sosial tidak dapat dilihat sebagai serpihan keeping dari pariwisata sekelompok manusia, tetapi fenomena itu terjadi saksi adanya suatu proses perubahan empiris dari kehidupan umat manusia (Salim, 2002:5).

  Menurut Macionis (dalam Sztompka, 2007:5) mendenifisikan perubahan sosial adalah transformasi dalam organisasi masyarakat, pola piker dan dalam prilaku pada waktu tertentu.

  Roy Bhaskar (dalam Salim, 2002:20) menjelaskan perubahan sosial biasanya terjadi secara wajar (natural), gradual, bertahap serta tidak pernah terjadi secara radikal atau revolusioner.

  Dari urai di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial adalah perubahan pada organisasi masyarakat, yang tidak dapat hanya dilihat sebagai serpihan atau keeping dari pariwisata sekelompok manusia dan terjadi secara wajar (natural), gradual, bertahap, serta tidak pernah terjadi secara radikal atau revolusioner.

  Dalam dunia sosial, perubahan ada di mana-mana (tindakan sosial, kelompok, komunikasi, instruksi, masyarakat) tak ada dua belahan waktu yang disampaikan. Kenyataannya perubahan dan waktu selalu bergandeng dan konsep stabilitas adalah satu-satunya konvensi yang berguna, bahkan ketika menggunakan konvensi ini tidak dapat melepaskan waktu barena itu berbicara dengan stabilitas, berpikir tentang kurangnya perbedaan tradisi yang bertahan dalam jangka waktu yang relative panjang.

  Masyarakat desa sekarang ini juga memperlihatkan loyalitas tinggi sebagi warga masyarakat dan tebal nasionalismenya. Dulu dalam kehidupan ekonomi terlihat sekali kecenderungan mereka untuk menerima apa adanya dan tidak ambisius. Namun, sekarang sudah mulai mengubah sikap yang tercermin pada mata pencaharian mereka cenderung kurang dinamika (pegawai negeri atau petani) sekarang disektor pekerjaan yang mereka pilih antara lain adalah sebagi perdagangan atau peternakan (wiraswasta atau menjadi wirausawan). Dalam hal ini masyarakat memilih menjadi pedagang- pedagang di daerah wisata.

  b. Ekonomi Sistem sosial ekonomi berkait langsung dengan mata pencaharian hidup yang memiliki oleh seseorang atau kelompok orang yang berbeda- beda pada suatu tempat. Aspek sosial ekonomi tersebut akan diwujudkan dalam pola kehidupan mereka sehari-hari, sesuai dengan status sosial mereka dalam ,masyarakat. Adanya sisitem pelapisan sosial dalam masyarakat ini dapat terjadi dengan sendirinya dalam proses pertumbuhan masyarakat, namun ada juga terjadi secara disengaja atau mengejar suatu tujuan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa di mana-mana ada sistem pelapisan sosial, ukuran yang digunakan bermacam-macam. Pelapisan masyarakat dapat diadakan atas dasar stabilitas ekonomi, kemampuannya berolah raga, pengetahuan mereka tentang kebudayaan dan lainnya. Ukuran yang biasanya dipakai dalam penggolongan masyarakat kedalam lapisan-lapisan tersebut adalah:

  a) Ukuran kekayaan dalam hal ini biasanya dilihat dari kebendaan yang seseorang miliki, siapa yang memeiliki kekayaan yang paling banyak, ia termasuk dalam lapisan atas.

  b) Ukuran kekuasaan siapa yang memeiliki kekuasaan mempunyai lapisan tertinggi. c) Ukuran kehormatan orang yang paling disegani dan dihormati mendapat tempat teratas. Ukuran semacam ini biasanya terdapat dalam masyarakat tradisional.

  d) Ukuran ilmu kengetahuan ukuran ini dipakai oleh masyarakat yang menghargai pengetahuan. Namun, ukuran ini terkadang menyebabkan hal yang negative karena seseorang dapat menghalalkan secara cara untuk memperoleh suatu gelar (Soekanto, 1982: 232).

  Ukuran ukuran tersebut tidak bersifat limitatif karena masih ada ukuran-ukuran lainnya yang dapat digunakan, tetapi unsure-unsur tersebut yang lebih menonjol sebagai dasar timbulnya sistem pelapisan dalam masyarakat tertentu. Unsure-unsur yang mewujudkan dalam teori sosiologi tentang sistem pelapisan sosial dalam masyarakat adalah kedudukan atau status dan peranan dalam suatu masyarakat.

  Menurut Kuntowijoyo (2003 :99) sejarah ekonomi menunjuk masalah perkembangan pelalu menjadi perhatian yang utama. Tidak haya dalam skala makro tentang sistem ekonomi atau cara produksi, akan tetapi dalam lingkup ekonomi mikro yaitu perekonomian petani dan lembaganya.

  Menurut Kuntowijoyo (2004 :99) sangat penting dalam sejarah ialah satuan waktu. Dalam sejarah ekonomi, masalah tahapan perekonomian selalu menjadi perhatian yang utama. Tidak saja dalam skala makro tetapi berbicara tentang sistem ekonomi atau cara produksi, tetapi juga dalam lingkup mikro.

  Menurut Sumaatmadja (1986 :78) bahwa kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan yaitu kebutuhan ekonomi, cara manusia memenuhi kebutuhan ekonomi dari waktu ke waktu telah mengalami perubahan dan perkembangan. Dalam memanfaatkan sumber daya alam atau lingkungan manusia telah melakukan perubahan cara dari meramu (Simple

  Adricalture) sampai pada pertanian dan peternalkan (advance agriculture and pastoralisme) dan sampai pada tingkat industry modern.

  Menurut Mardikanto (2009) pertanian sejak dulu merupakan sektor ekonomi yang utama di negara-negara berkembang. Peranan atau konstribusi sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi suatu negara sangat menduduki posisinya. Waduk merupakan tempat penampungan air untuk pengairan pertanian di sekitar waduk tersebut, jadi para petani di sekitar waduk tidak mengandalkan air hujan lagi untuk pertanian. Adanya waduk para petani sekarang lebih meningkat pada sosial-ekonomi dibandingkan sebelumnya.

  Revolusi hijau merupakan salah satu bentuk program industrialisasi pertanian yang sepenuhnya menganut logika pertumbuhan. Dalam pelaksanaannya revolusi hijau dilakukan dari bentuk bermacam cara. Di Indonesia misalnya revolusi hijau dilakukan melalui komando dan subsidi.

  Bagi usaha di bidang pertanian, terutama usaha-usaha pertanam tanaman yang sangat berguna bagi kehidupan manusia, tersedianya tanah-tanah yang subur dengan pengairannya yang mencukupi kebutuhan tanaman merupakan syarat pokok pertanian. Air pengairan dan tanah pertanian kedua-duanya merupakan faktor dasar bagi tanah yang tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian dikarenakan tidak tersedianya air pengairan. Karena itu didalam usaha pembukaan hutan bagi reklamasi tanah pertanian, perencanaan atau perancangannya selalu dititik beratkan pada tersedianya tanah yang dapat ditanami dan tersedianya air pengairan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dapat dibudidayakan.

  Untuk memahami bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Sempor Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen, dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan sosial dan pendekatan ekonomi.

  Pendekatan sosial ini digunakan untuk mengungkap perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat desa Sempor dalam upaya memperbaiki kehidupan sosial masyarskat dengan cara mengubah mata pencahariannya menjadi perikanan, pedagang, dan karyaman di Waduk Sempor. Pendekatan ekonomi digunakan untuk mengkaji kesejahteraan masyarakat Desa Sempor dari masa ke masa.

G. Metode Penelitian

  Penelitian ini termasuk dalam penelitian sejarah karena didalamnya terdapat unsur manusia, ruang, dan waktu, sehingga penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah atau historis. Adapun langkah-langkah metode historis dibagi menjadi empat kelompok yang dilakukan yaitu heuristik, kritik atau analisis, interpretasi dan historiografi (A. Daliman, 2012: 28-29).

  1. Heuristik Yaitu kegiatan menghimpun jejak-jejak masa lampau dengan cara mengumpulkan bahan atau sumber sejarah yang dibutuhkan. Jejak masa lampau itu bias berupa kegiatan, bahan tulisan atau benda-benda peninggalan. Pada tahapan yang pertama ini dapat dilakukan melalui wawancara (lisan), tulisan (dokumen-dokumen), maupun benda-benda yang bias dijadikan bukti. Selanjutnya tahapan heuristic dirinci sebagai berikut: a) Observasi

  Tehnik observasi adalah tehnik pengumpulan sumber sejarah yang dilakukan dengan cara terjun langsung pada obyek penelitian atau tempat-tempat yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti. Tehnik pengumpulan sumber sejarah melalui tehnik observasi dilakukan dengan mengunjungi secara langsung ke masyarakat yang tinggal di sekitar waduk sempor. Dengan demikian dapat dilakukan pengecekan secara langsung serta dapat memperbanyak sumber dan informasi.

  b) Wawancara Tehnik wawancara ini dipergunakan oleh peneliti sebagai alat pengumpul sumber langsung tentang beberapa jenis sumber sosial, misalnya tentang sejarah waduk sempor, serta kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar Waduk Sempor.dalam tehnik wawancara ini peneliti melakukan wawancara terbuka dan mendalam dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan agar dapat memperoleh jawaban dari informasi. Kemudian informasi menjawab pertanyaan tersebut dengan memberikan penjelasan sesuai permintaan peneliti.

  Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan perangkat desa, tokoh masyarakat setempat, penjaga dan pegawai Waduk Sempor, serta masyarakat lainnya yang tinggal di sekitar waduk sempor tersebut untuk mengorek keterangan secara jelas dan mendalam, hingga terpenuhinya sumber yang dibutuhkan secara akurat.

  2. Kritik Sumber Tahapan ini merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan sumber yang valid dimana tingkat kebenaran dan kredibilitasnya paling tinggi, setelah sumber dari responden atau informan dikumpulkan, dinilai, diseleksi, dan diuji. Kritik sumber ditempuh dengan dua cara, yaitu melalui kritik ekstern dan kritik intern (Priyadi, 2004 : 16).

  a) Kritik Ekstern

  Yaitu kritik yang bertujuan untuk meneliti keotentikan bahan sumber yang digunakan, apakah sumber tersebut asli atau palsu melalui analisis sumber.

  b) Kritik intern Kritik intern bertujuan untuk mengungkapkan kredibilitas sumber yang digunakan, yaitu apakah sumber yang digunakan itu dapat dipercaya atau tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan sumber lain. Kritik intern dilakukan terhadap informasi atau sumber dengan menganalisa kebenarannya untuk memperoleh jawaban apakah relevan dengan penelitian yang dimaksud. Cara melakukan kritik intern adalah dengan membandingkan isi atau informasi sumber satu dengan sumber lain dan dengan data yang diperoleh di lapangan serta dengan sumber tertulis atau sumber sekunder lainnya.

  3. Interpretasi Interpretasi adalah penafsiran dari fakta-fakta yang diperoleh dengan menghimpun fakta yang lain (masa lampau dengan sekarang). Dalam melakukan interpretasi digunakan cara dengan menghubungkan fakta yang satu dengan fakta yang lain menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal, sehingga dapat ditetapkan makna atau arti dari kejadian-kejadian sejarah. Dalam proses ini tidak semua fakta dapat dimasukan, tetapi harus dipilih mana yang relevan dengan gambaran cerita yang akan disusun. Pada penelitian mengenai pola kehidupan social ekonomi masyarakat sekitar

  Waduk Sempor ini, peneliti dapat menafsirkan apakah benar-benar dengan fakta-fakta yang diperoleh dan telah melaui tahap kritik, dapat mendukung serta relevan dengan penelitian yang akan dilakukan di daerah Waduk Sempor ini.

  4. Historiografi Historiografi yaitu suatu tahapan dimana peneliti mempublikasikan hasil interpretasi dari fakta-fakta sejarah lisan itu dalam bentuk tulisan atau kisah. Historiografi ini merupakan tahapan yang paling akhir dari metode penelitian sejarah. Apabila sejarawan sudah membangun ide-ide tentang hubungan satu fakta yang lain melalui kegiatan interpretasi, maka langkah akhir dari penelitian adalah penulisan atau penyusunan cerita sejarah yang memerlukan kemampuan tertentu untuk menjaga standar mutu serita sejarah yaitu dengan prinsip serealisasi (cara membuat urutan peristiwa), prinsip kronologi (urutan-urutan waktu), prinsip kausasi (hubungan sebab akibat), dan kemampuan imajinasi (kemampuan menghubung-hubungkan peristiwa yang terpisah-pisah menjadi satu rangkaian yang masuk akal dengan bantuan pengalaman).

H. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan ini disusun dalam lima bab, yaitu :

  BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori dan Pendekatan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II tentang deskripsi wilayah penelitian, yang berisi tentang sejarah Desa Sempor, kondisi geografis, demografis serta keadaan sosial-ekonomi masyarakat Desa Sempor Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen. BAB III berisi tentang sejarah Waduk Sempor dan perkembangan Waduk Sempor bagi masyarakat Desa Sempor. BAB IV berisi tentang peranan Waduk Sempor sebagai sumber air dan peranan Waduk Sempor dalam bidang sosial ekonomi bagi kehidupan masyarakat Desa Sempor. BAB V berisi simpulan dan saran.