Problematika Kejurusitaan Dalam Menangani Perkara Pada Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa (Studi terhadap Pasal 103 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama) - Repositori UIN Alauddin Makassar

  PROBLEMATIKA KEJURUSITAAN DALAM MENANGANI PERKARA PADA KANTOR PENGADILAN AGAMA SUNGGUMINASA GOWA (Studi terhadap Pasal 103 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama) Skripsi

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (SHI) Jurusan Peradilan pada

  Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

  Oleh:

  F A D L I N

  NIM. 10100106013

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR 2014

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

  Dengan penuh kesadaran, penyusun yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penyusun sendiri. Jika kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya, batal demi hukum.

  Makassar, 25 April 2014 Penyusun,

  Fadlin

  NIM. 10100106013

PERSETUJUAN PEMBIMBING

  Pembimbing penulisan Skripsi saudara Fadlin, NIM: 10100106013, mahasiswa Jurusan Peradilan Agama pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar, setelah dengan seksama meneliti dan mengoreksi Skripsi yang bersangkutan dengan judul Problematika Kejurusitaan

  

Dalam Menangani Perkara Pada Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa

Gowa (Studi terhadap Pasal 103 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989

Tentang Peradilan Agama)

  , memandang bahwa Skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat disetujui untuk diajukan ke sidang munaqasyah. Demikianlah persetujuan ini diberikan untuk proses selanjutnya.

  Makassar, 25 April 2014 Pembimbing I Pembimbing II

  Dr. H. Abd. Halim Talli, S.Ag., M. Ag

  A. Intan Cahyani, M. Ag

NIP.197110201997031002 NIP.197207192000022002

KATA PENGANTAR

  

ﻢﻴﺣﺮﻟا ﻦﲪﺮﻟا ﷲ ﻢﺴﺑ

Al-hamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. yang

  telah melimpahkan segala nikmat, rahmat, dan inayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam penulis kirimkan kepada Nabiyullah Muhammad saw., dan sahabat-sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti risalahnya.

  Skripsi ini berjudul, Problematika Kejurusitaan Dalam Menangani

  

Perkara Pada Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa (Studi terhadap

Pasal 103 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama). Dalam proses penulisan sampai tahap penyelesaiannya, penulis banyak

  mendapat bantuan, dukungan moral dan material dari segenap pihak. Sebagai tanda syukur dan balas budi penulis kepada mereka, diucapkan banyak terima kasih khususnya kepada:

  1. Pejabat UIN Alauddin Makassar. Rektor, Prof. Dr. H. A. Qadir Gassing H.T., M.S dan para Wakil Rektor yang dengan berbagai kebijakannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Program Doktor.

  2. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, Prof. Dr. H. M.

  Ali Parman, M.A., dan para Wakil Dekan, Ketua dan Sekretaris Jurusan Peradilan Agamae, yang dengan pembinaannya selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

  3. Pembimbing skripsi penulis, yang dengan keikhlasannya, telah banyak meluangkan waktunya membimbing penulis, mengarahkan dan memberikan kontribusi penting dalam penulisan sampai penyelesaian skripsi ini.

  4. Para dosen/asisten dosen yang telah mengajar penulis selama menempuh perkuliahan yang telah ikhlas mentransfer ilmunya, dan kepada segenap staf pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, yang telah memberikan pelayanan administrasi yang memuaskan, memudahkan dan menggembirakan.

  6. Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, dan Kepala Pusat UIN Alauddin Makassar, yang telah banyak membantu penulis mengatasi kekurangan literatur dan berbagai rujukan pustaka dalam penulisan skripsi ini.

  7. Ketua Pengadilan Agama Sungguminasa, Drs. H. Hasanuddin, MH, segenap hakim dan panitra, staf, lebih khusus kepada Jurusita dan Jurusita Pengganti, yang telah memberiakan data seperlunya melalui wawancara dan kepada seluruh staf administrasi Pengadilan Agama Sungguminasa yang telah memberikan data pendukung untuk kesempurnaan skripsi ini. Demikian pula kepada para informan lain penelitian ini yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam skripsi ini.

  8. Teman-teman segenerasi dan seangkatan, para mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, yang tidak henti-hentinyanya memberikan nuangsa-nuangsa keihsanan, kebaikan dan kegembiraan, suasana bersahabat dan bersahaja selama kuliah.

  9. Kedua orang tua dan mertua penulis, yang senantiasa membimbing, mengarahkan, meneguhkan, memotivasi, teriring doa mereka yang sangat mulia. Teristimewa isteri penulis tercinta, tersayang, yang telah mendampingi penulis selama ini dalam suasana mawaddah wa rahmah.

  Semoga Allah swt., senantiasa memberikan naungan rahmat dan hidayah Allah swt., Akhirnya, kepada-Nya penulis mempersembahkan puja-puji dan syukur yang tidak terhingga, dan semoga skripsi ini dapat memberi manfaat kepada penulis dan kepada segenap pembacanya.

  Makassar, 25 April 2014

  Fadlin

  NIM. 10100106013

  

DAFTAR ISI

  20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 27-37 A. Jenis dan Lokasi Penelitian .......................................................

  38 B. Proses Pelaksanaan Kejurusitaan Berdasarkan Pasal 103 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa .................................................................

  35 BAB IV REALITAS PROBLEMATIKA KEJURUSITAAN DALAM MENANGANI PERKARA PADA KANTOR PENGADILAN AGAMA SUNGGUMINASA .......................... 38-69 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..........................................

  33 F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................

  31 E. Instrumen Penelitian..................................................................

  31 D. Metode Pengumpulan Data .......................................................

  28 C. Sumber Data .............................................................................

  27 B. Pendekatan Penelitian ...............................................................

  14 C. Kedudukan Jurusita dalam Menangani Perkara Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama .........................................

  HALAMAN SAMPUL.................................................................................... i PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv DAFTAR ISI................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii PEDOMAN TRANSLITERASI DAN SINGKATAN ...................................... ix ABSTRAK.. ................................................................................................... .. xiii

  10 B. Tugas dan Fungsi Kejurusitaan ...................................................

  8 BAB II TINJAUAN TEORETIS ................................................................ 10-26 A. Pengertian dan Urgensi Jurusita ..................................................

  7 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................

  5 D. Kajian Pustaka ............................................................................

  4 C. Definisi Operasional dan Ruang Lingup Penelitian .....................

  1 B. Rumusan Masalah .......................................................................

  BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1-9 A. Latar Belakang Masalah..............................................................

  58

  C. Faktor Pendukung dan Penghambat Kejurusitaan di Pengadilan Agama Sungguminasa .............................................

  61 D. Hasil Pelaksanaan Kejurusitaan Pasal 103 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa ...................................

  66 BAB V PENUTUP.................................................................................. 70-73 A. Kesimpulan.................................................................................

  70 B. Implikasi .....................................................................................

  72 DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 74-75

  

DAFTAR TABEL

  Tabel 1 Wilayah Kerja Kejurusitaan Pengadilan Agama Sungguminasa ................................................

  56 Tabel 2 Perkara Cerai Talak yang Diselesaikan Kejurusitaan Pengadilan Agama Sungguminasa ................................................

  67 Tabel 3 Perkara Cerai Gugat yang Diselesaikan Kejurusitaan Pengadilan Agama Sungguminasa ................................................

  68

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN

A. Transliterasi Arab-Latin

  Daftar huruf bahasa Arab dan transliterasinya ke dalam huruf latin dapat dilihat pada tabel berikut:

1. Konsonan

  Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan ba B be ta T te

  ṡ a ṡ es (dengan titik di atas)

  jim J je

  ḥ a ḥ ha (dengan titik di bawah

  kha Kh ka da ha dal D de

  żal Ż ze (dengan titik di atas)

  ra R er zai Z zet sin S es syin Sy es dan ye

  ṣ ad ṣ es (dengan titik di bawah) ḍ ad ḍ de (dengan titik di bawah) ṭ a ṭ te (dengan titik di bawah) ẓ a ẓ zet (dengan titik di bawah)

  ‘ain ‘ apostrof terbalik

  gain G ge fa F ef qaf Q qi kaf K ka lam L el mim M em nun N en wau W we ha H ha hamzah ʼ Apostrof ya Y ye

  Hamzah ( ء ) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa pun. Jika terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (’).

2. Vokal

  Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

  Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut: Tanda Nama Huruf Latin Nama

  َا fat ḥ ah

  a a

  

ِا Kasrah i i

ُا ḍ ammah

  u u Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu Tanda Nama Huruf Latin Nama

  ْﻰ َـ

  fat ḥ ah dan yā’ a a

  ْﻮ َـ

  fat ḥ ah dan wau i i

  Contoh:

  َﻒـْﯿـَﻛ

  : kaifa

  َل ْﻮـَھ

  : haula

3. Maddah

  

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,

  transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: Huruf dan

  Harakat dan Huruf Nama Nama Tanda

  fat ḥ ah yā’

  dan alif atau ā a dan garis di atas ى َ ... | ا َ ...

  Kasrah yā’

  dan i i dan garis di atas

  ى ḍ ammah dan wau u u dan garis di atas

  ﻮ ـ ُـ

  Contoh:

  ā ta

  : m

  َت ﺎ َـ ﻣ ā

  : ram

  ﻰ ـ َﻣ َر َﻞـْﯿـِﻗ ī la

  : q

  ُت ْﻮُـﻤـَﯾ ū tu

  : yam

  4. Tā marbūṭ ah Transliterasi untuk ta marbūṭ ah ada dua, yaitu: ta marbūṭ ah yang hidup atau mendapat harkat fat ḥ ah, kasrah, dan ḍ ammah , transliterasinya adalah [t]. Sedangkan

  tā marbūṭ ah yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah [h].

  Kalau pada kata yang berakhir dengan tā marbūṭ ah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta

  marbūṭ ah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

  Contoh: : rau ḍ ah al-a ṭ fāl

  ِل ﺎ َﻔ ْط ﻷ ا ُ ﺔ ـ َﺿ ْو َر ُﺔَﻠــ ِﺿﺎَـﻔـْﻟَا ُ ﺔـَﻨـْﯾِﺪـَﻤـْﻟَا

  : al-mad ī nah al-f āḍ ilah : al- ḥ ikmah

  ُ ﺔ ـ ـ َﻤ ـ ْﻜ ـ ِﺤ ْـ ﻟ َا

  5. Syaddah ( Tasydīd )

  Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

  sebuah tanda tasydīd ( ) dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.

  Contoh: : rabbanā

  َﺎﻨ ـ َـ ّﺑ َر َﺎﻨــْﯿَـّﺠـَﻧ

  : najjain ā : al- ḥ aqq

  ُ ّﻖ ـ َﺤ ـ ْـ ﻟ َا

  : al- ḥ ajj

  ُ ّﺞ ـ َﺤ ـ ْـ ﻟ َا

  : nu“ima

  َﻢـ ِـ ّﻌ ُﻧ

  : ‘aduwwun

  ﱞو ُﺪ ـ َﻋ

  Jika huruf ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh huruf kasrah

  ى ( ), maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah menjadi ī. ّﻰ ـ ِـ ـ ـ ـ

  Contoh:

  : ‘Alī (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly) ﱞﻰ ـ ِﻠ ـ َﻋ

  : ‘Arabī (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby) ﱡﻰ ـ ِـ ﺑ َﺮ ـ َﻋ

  6. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf (alif

  ل ا lam ma ‘ arifah

  ). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-).

  Contohnya: : al-syamsu (bukan asy-syamsu)

  ُﺲ ـ ْﻤ َـ ّﺸ ﻟ َا

  : al-zalzalah (bukan az-zalzalah)

  ُ ﺔ ـ َـ ﻟ َﺰ ـ ْـ ﻟ ﱠﺰ ﻟ َا

  : al-falsafah

  ُ ﺔ َﻔ ـ ﺴ ْﻠ ـ َﻔ ـ ْـ ﻟ َا bilādu

  : al-

  ُدَﻼ ـ ِـ ـ ﺒ ـ ْـ ﻟ َا

  7. Hamzah Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi

  hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

  Contohnya:

  ta’murūna

  :

  َن ْو ُﺮ ـ ُﻣ ﺄ َـ ﺗ nau’

  : al-

  ُء ْﻮ َـ ّﻨ ـ ْـ ﻟ َا

  ٌء ْﻲ ـ َﺷ

  Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau

  ُھ ـ ِﷲ ِﺔ َﻤ ـ ْـ ـ ﺣ َر ْﻲ ِﻓ ْﻢ hum fī raḥ matillāh

  Adapun ta marbūṭ ah di akhir kata yang disandarkan kepada lafaż al - jalālah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:

  ِﷲ ِﺎ ِﺑ billāh

  ِﷲ ُﻦْـﯾِد dīnullāh

  Contoh:

  berkedudukan sebagai mu ḍ āf ilaih (frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.

  )

  : syai’un

  ﷲ

  9. Lafż al - Jalālah (

  Fī Ż ilāl al - Qur’ān Al-Sunnah qabl al- tadwīn

  Contoh:

  8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata Al- Qur’an (dari al- Qur’ān ), alhamdulillah, dan munaqasyah. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh.

  : umirtu

  ُت ْﺮ ـ ِﻣ ُ أ

  10. Huruf Kapital Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital (All Caps), dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-). Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks maupun dalam catatan rujukan (CK, DP, CDK, dan DR).

  Contoh:

  Wa mā Muḥ ammadun illā rasūl Inna awwala baitin wu ḍ i‘a linnāsi lallażī bi Bakkata mubārakan Syahru Rama - - ḍ ān al lażī unzila fīh al Qur’ān

  • Na ṣ īr al Dīn al Ṭ ūsī

  Abū Naṣ r al- Farībī

  Al- Gazālī

  • Al- Munqiż min al Ḍ alāl

  Jika nama resmi seseorang menggunakan kata Ibnu (anak dari) dan Abū

  (bapak dari) sebagai nama kedua terakhirnya, maka kedua nama terakhir itu harus disebutkan sebagai nama akhir dalam daftar pustaka atau daftar referensi. Contohnya: Abu> al-Wali> d Muh}ammad ibnu Rusyd, ditulis menjadi: Ibnu Rusyd, Abu> al-

  Wali> d Muh}ammad (bukan: Rusyd, Abu> al-Wali> d Muh}ammad Ibnu) Nas}r H{a> mid Abu> Zai>

  d, ditulis menjadi: Abu> Zai>

  d, Nas}r H{a> mid (bukan: Zai>

  d, Nas}r H{ami> d Abu> )

B. Daftar Singkatan

  Beberapa singkatan yang dibakukan adalah: swt. = sub ḥ ānahū wa ta‘ālā saw. = ṣ allallāhu ‘alaihi wa sallam a.s. = ‘alaihi al - salām H = Hijrah M = Masehi SM = Sebelum Masehi l. = Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja) w. = Wafat tahun

  QS. …/…: 4 = QS al- Baqarah/2: 4 atau QS Āli Imrān/3: 4

  HR = Hadis Riwayat

  ABSTRAK Skripsi ini bertujuan memberi gambaran akurat dan konprehensif tentang proses pelaksanaan kejurusitaan berdasarkan pasal 103 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa. Mendeskripsikan berbagai menjadi faktor pendukung dan penghambat kejurusitaan di Pengadilan Agama Sungguminasa, untuk kemudian dicarikan solutifnya. Merumuskan hasil pelaksanaan kejurusitaan berdasarkan pasal 103 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa.

  Skripsi ini tergolong penelitian survei sejenis kualitatif. Dasar teoritisnya bertumpu pada pendekatan syariah dan ilmu hukum. Sumber data primer dalam penelitian ini ialah informan dari tenaga kejurusitaan di Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa. Setelah proses memperoleh data, langkah selanjutnya adalah mengklasifikasi sesuai dengan permasalahan yang diteliti, kemudian data tersebut disusun dan dianalisa dengan metode deskriptif.

  Skripsi ini merumuskan kesimpulan bahwa proses pelaksanaan kejurusitaan berdasarkan pasal 103 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa selama ini, menunjukkan bahwa selain memberi informasi, yakni melakukan pemberitahuan dan pengumuman pelaksanaan kejurusitaan di Pengadilan Agama Sungguminasa adalah melakukan, pemanggilan, penyampaian putusan, melakukan peringatan dan atau teguran, dan melakukan penyitaan bila ada sengketa. Ditinjau dari faktor pendukungnya, kedudukan jurusita memiliki landasan hukum dan kode etik, serta program tahunan berupa bimbingan teknis (bimtek) khusus untuk tenaga kejurusitaan. Sedangkan faktor penghambatnya dominan di lapangan atau di luar sidang yang disebut faktor eksternal. Hasil pelaksanaan kejurusitaan pada kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa, terutama dalam kurun waktu tahun 2010-2013, lebih dominan menangani perkara cerai talak dan cerai gugat.

  Skripsi ini melahirkan implikasi bahwa persoalan kejurusitaan masih perlu penelitian lebih lanjut yang tidak hanya terbatas pada implementasi pasal 103 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, tetapi juga terhadap pasal-pasal lain dan undang-undang yang terkait dengan kejurusitaan.

  

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “ Problematika Kejurusitaan Dalam Menangani

  Perkara Pada Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa

  (Studi Terhadap Pasal 103 Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan

  

Agama)” yang disusun oleh saudara Fadlin, Nim 10100106013, Mahasiswa

  Jurusan Peradilan Agama pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan dipertahankan dalam sidang munaqasyah yang di selenggarakan pada hari Senin tanggal 25 Agustus 2014 M, bertepatan dengan tanggal 28 syawal 1435 H Dan dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I) pada Fakultas

  Syari’ah dan Hukum Jurusan Peradilan Agama, dengan beberapa perbaikan .

  Makassar, 25 Agustus 2014 M

  28 Syawal 1435 H

DEWAN PENGUJI

  

Ketua : Prof. Dr. H. Ali Parman, M.A. ( ………………… .. )

Sekertasis : Dra. Sohrah, M.Ag ( ……… . ………… . )

Munaqisy I : Drs. Hamzah Hasan, M.Hi ( ………………….. )

Munaqisy II : Drs. M. Thahir Maloko, M.Hi ( ………………….. )

Pembimbing I: Dr. H. Abd. Halim Talli, S.Ag, M.Ag ( ………………….. )

Pembimbing II: Andi Intan Cahyani, M.Ag (…………………… )

  Di susun Oleh :

  

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

UIN Aluddin Makassar

Prof. Dr. H. Ali Parman. MA.

  

PENGESAHAN DRAFT SKRIPSI

  JUDUL : Problematika Kejurusitaan dalam Menangani Perkara pada kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa (Studi terhadap pasal 103 undang-undang RI. No 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama).

  Samata, 19 Juni 2014 Penyusun Skripsi

FADLIN NIM: 10100106013

  Pembimbing I Pembimbing II

  Dr. H. Abd Halim Talli, S.Aq, M.Ag

  A. Intan Cahyani, M.Ag

NIP: 19711020 199703 1 0002 NIP: 19720719 200002 2 002

  Mengetahui, Ketua Jurusan Peradilan Agama

  

Dr. H. Abd Halim Talli, S.Aq, M.Ag

NIP: 19711020 199703 1 0002

  Disahkan Oleh

  

Dekan Fakultas Syaria’ah dan Hukum

Prof. Dr. H. Ali Parman, M.A

Nip: 19570414 198610 1 003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Produk hukum yang diberlakukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bersumber dari hukum legislatif kolonial (hukum Barat),

  hukum adat (tribal law), dan hukum Islam (Islamic law). Hukum inilah yang melanadasi segala putusan di Pengadilan, baik Pengadilan Umum, Pengadilan Tata Usaha maupun Pengadilan Agama.

  Peradilan Agama sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, atau sekarang bila merujuk pada lembaganya disebut Pengadilan Agama sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang RI Nomor 50 Tahun 2009, merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman dikukuhkan pada kedudukan dan eksistensinya dalam pasal 10 Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, pasal 63 Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dan pasal 44 Undang-Undang RI

  1 Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

  Tugas pokok atau fungsi utama Pengadilan berdasarkan undang- undang tersebut dilakukan semata-mata diarahkan untuk mencapai tujuan dilakukannya peradilan. Hal itu menjadi amanat pasal 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan 1 Lihat Mahkamah Agung RI, Sketsa Peradilan Agama (Jakarta: Sekretariat Mahkamah Agung RI, 2012), h. 12. Kehakiman,2 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999, jo Pasal 57 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan sebagamana telah diubah dan ditambah dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2006, yaitu “Demi Keadilan Berdasarkan

  

Ketuhanan Yang Maha Esa”. Jadi, kalimat “Peradila n dilakukan Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dalam pasal tersebut,

  berarti segala proses yang mengacu kepada pemeriksaan, pemutusan dan penyelesaian perkara termasuk sengketa di lingkungan keluarga (akhwalu

  

syakhsiah ) yang dilakukan oleh Pengadilan harus difokuskan untuk mencapai

  keadilan atau berujung kepada sesuatu yang adil. Demikianlah tugas pokok atau fungsi utama Pengadilan Agama. Hal itu sesuai dengan nama lembaga ini, yaitu lembaga Pengadilan Agama karena keadilan itu diciptakan, dan ke tempat mana para pencari keadilan harus mengajukan tuntutan keadilannya.

  Kedudukan Pengadilan Agama dengan adanya pembaruan undang- undang yang terakhir disebutkan di atas telah mampu menjadikan Peradilan Agama sebagai badan peradilan yang berwenang untuk melaksanakan putusannya sendiri karena telah dilengkapi dengan fungsi kejurusitaan yang mandiri. 2 Pasal ini tidak termasuk yang diamandemen oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun

  

1999. Dan dalam Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman yang terbaru (Undang-

Undang Nomor 4 2004) eksistensi pasal tersebut dikukuhkan dalam ketentuan penutup

Undang-Undang ini, yaitu pada pasal 47: “Ketentuan dalam peraturan per-Undang-Undangan

yang mengatur kekuasaan kehakiman masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau

belum dibentuk yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.” (Lihat dalam: Departemen Agama

RI, Himpunan Peraturan PerUndang-Undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama (Jakarta,

Proyek Peningkatan Pelayanan Aparatur Hukum Pusat Direktorat Pembinaan Peradilan Agama,

2004), h. 480.

  Jurusita Pengadilan Agama diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Agama. Sedangkan jurusita

  3

  pengganti diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Pengadilan Agama. Jurusita, demikian pula Jurusita Pengganti bertugas melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh ketua pengadilan, ketua sidang dan panitera. Ia menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, somasi dan memberitahukan putusan pengadilan menurut cara-cara berdasarkan ketentuan Undang-Undang. Atas perintah ketua pengadilan, jurusita/jurusita pengganti melakukan penyitaan dan dengan teliti melihat lokasi batas-batas objek sengketa yang disita beserta surat-suratnya yang sah. Membuat berita acara penyitaan, yang salinan resminya diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan antara lain Badan Pertanahan Nasional setempat bila terjadi penyitaan sebidang tanah (PP 10/1961, jo Pasal 198-1999 HIR). Melakukan penerimaan pembayaran uang titipan pihak ketiga serta membuat berita acaranya. Dalam melaksanakan

  4 tugasnya, ia dibatasi pada wilayah Pengadilan Agama yang bersangkutan.

  Dalam melaksanakan tugas kejurusitaan, seringkali ditemukan problematika termasuk yang dialami oleh jurusita di Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa. Problematika tersebut terutama saat mengadakan panggilan kepada pihak berpengadilan, sering kali yang dipanggil tidak dapat dihadirkan di pengadilan. Demikian pula dalam melakukan penyitaan jaminan atas perintah Ketua Majelis, dan sita eksekusi atas perintah ketua Pengadilan, seringkali penyitaan mendapatkan perlawanan dari pihak tertentu, sehingga tugas kejurusitaan 3 4 Vide pasal 40 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

  Olden Bidara, et. all, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2003), h. 21-22. tidak dapat terlaksana dengan baik sesuai yang disebutkan dalam pasal 103 Undang- Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sehingga hal ini menarik untuk diteliti guna mengetahui berbagai faktor kendala yang dihadapi.

  Dengan penelitian ini pula akan diketahui bagaimana proses kerja kejurusitaan, faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi serta upaya untuk pencarian solusi atas peroblematika kejurusitaan di Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa.

B. Rumusan Masalah

  Berdasar pada latar belakang yang telah dikemukakan, maka sebagai masalah pokok yang hendak diteliti adalah bagaimana problematika kejurusitaan dalam menangani perkara berdasarkan ketentuan pasal 103 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa?

  Berdasarkan masalah pokok yang telah ditetapkan, maka sebagai rincian masalah yang diteliti dirumuskan sebagai berikut:

  1. Bagaimana proses pelaksanaan kejurusitaan berdasarkan pasal 103 Undang- Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa?

  2. Apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat kejurusitaan di Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa?

  3. Bagaimana hasil pelaksanaan kejurusitaan pasal 103 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa?

C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

  1. Definisi Operasional Istilah problematika yang mengawali judul skripsi ini berasal dari bahasa

  5 Inggris yaitu problematic yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam

  bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan; yang

  6

  menimbulkan permasalahan. Jadi, problematika yang dimaksud dalam skripsi ini adalah persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses pelaksanaan kejurusitaan yang diembang oleh jurus sita.

  Jurusita dalam skripsi ini, termasuk jurusita pengganti adalah PNS pada Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa, yang yang bertugas untuk melakukan pemanggilan dan pemberitahuan kepada para pihak yang berperkara di pengadilan, apabila panggilan atau pemberitahuan baik itu untuk sidang, eksekusi atau penyitaan tidak dilakukan oleh jurusita maka perkara tersebut putusannya

  7

  batal demi hukum, karena hanya jurusita yang berhak menurut undang-undang untuk melakukan tugas tersebut, yakni menangani perkara di Pengadilan Agama.

  Perkara adalah persoalan yang disidangkan di Pengadilan Agama, yakni perkara perdata agama meliputi perkawinan misalnya pembatalan perkawinan, cerai/talak, harta bersama dan selainnya seperti persoalan kewarisan, wasiat, hibah, dan wakaf. 5 John M. Echols dan Hasan Sadili, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 612. 6 Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonsia (Jakarta: Balai Pustaka, 2012), h. 941. 7 Olden Bidara, dkk., Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2008), h. 54.

  Pengadilan Agama mengacu kepada makna lembaga peradilan dalam lingkungan Mahkamah Agung, yang bertugas untuk penegakan keadilan, melaksanakan proses persidangan, bagaimana keadilan harus ditegakkan. Pengadilan Agama, berfungsi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.8 Pengadilan Agama yang dimaksud dalam skripsi ini adalah Kantor Pengadilan Agama Sungguminasa sebagai lembaga peradilan untuk menegakkan keadilan bagi yang berperkara.

  2. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan batasan definisi operasional yang telah dikemukakan, maka ruang lingkup penelitian ini, adalah pada segi-segi persoalan yang dihadapi para jurusita yang melaksanakan tugasnya melakukan pemanggilan dan pemberitahuan kepada para pihak yang berperkara di Pengadilan Agama Sungguminasa Kabupaten Gowa.

  Untuk penelitian lebih lanjut maka skripsi ini memberikan gambaran tentang proses pelaksanaan kejurusitaan, faktor pendukung dan penghambat kejurusitaan, serta hasil yang dicapai dari pelaksanaan kejurusitaan berdasarkan

  pasal 103 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa.

8 Mahkamah Agung RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006

  

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

(Jakarta: Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, 2006), h. 21.

D. Kajian Pustaka

  Tidak mudah menemukan literatur berisi kajian pustaka yang secara sepsifik membahas tentang kejurusitaan. Ini disebabkan persoalan kejurusitaan tidak banyak mendapat perhatian dari para sarjana hukum dibandingkan dengan bidang tugas hukum lainnya di pengadilan, disamping itu bidang kejurusitaan ini kurang diajarkan secara mendalam dalam pendidikan ilmu hukum. Padahal, bidang tugas kejurusitaan merupakan hal yang sangat penting dan sangat menentukan untuk memeriksa, mengadili dan menyelesaikan suatu perkara. Suatu perkara tidak mungkin dapat diselesaikan dengan baik dan benar menurut hukum, tanpa peran dan bantuan tugas di bidang kejurusitaan. Hakim tidak mungkin dapat menyelesaikan perkara tanpa dukungan jurusita/jurusita pengganti, sebaliknya jurusita/jurusita pengganti juga tidak mungkin bertugas tanpa perintah hakim. Keduanya dalam melaksanakan tugasnya tidak mungkin lepas sendiri- sendiri, kedua-duanya saling memerlukan satu sama lain.

  Namun demikian, terdapat beberapa karya berupa skripsi maupun buku- buku lain yang terkait dengan penelitian penulis, akan tetapi memiliki perbedaan yang mendasar, sehingga apa yang penulis teliti merupakan sesuatu yang baru. Skripsi Muhammad Syukri, Panitra dan Jurusita dalam Melaksanakan Tugas

  

Peradilan di Pengadilan Agama Sungguminasa, tahun 2007, merumuskan

  kesimpulan bahwa antara panitra dan juru di Pengadilan Agama Sungguminasa saling bersinergi dalam melaksnakan tugas sehingga proses pengadilan berjalan secara efektif.9 Dengan demikian skripsi Muhammad Syukri tersebut berkaitan 9 Muhammad Syukri, Panitra dan Jurusita dalam Melaksanakan Tugas Peradilan di

  

Pengadilan Agama Sungguminasa (Skripsi, UIN Alauddin Makassar, Fakultas Syariah dan Hukum Islam, 2007), h. 76. dengan penelitian penulis karena di dalamnya dibahas tentang tentang tugas jurusita di Pengadilan Agama Sungguminasa.

  Selain skripsi, ditemukan pula penjelasan secara teoretis tentang jurusita dalam berbagai literatur pustaka, seperti buku berjudul Kedudukan, Kewenangan

  

dan Acara Peradilan Agama karya M. Yahya Harahap, yang di dalamnya

  menguraikan tentang tafsiran harta bersama dan permasalahannya, serta prosedur penyelesaiannya berdasarkan undang-undang Nomor 7 tahun 1989. Literatur lain yang terkait, seperti, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan

  

Agama, oleh Abd. Manan, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama,

  oleh A. Mukti Arto, dan Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, oleh M. Yahya Harahap, yang secara varsial di dalam buku-buku tersebut terdapat uraian tentang kejurusitaan.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

  1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

  a. Memberi gambaran akurat dan konprehensif tentang proses pelaksanaan kejurusitaan berdasarkan pasal 103 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa.

  b. Mendeskripsikan berbagai menjadi faktor pendukung dan penghambat kejurusitaan di Pengadilan Agama Sungguminasa, untuk kemudian dicarikan solutifnya. c. Merumuskan hasil pelaksanaan kejurusitaan berdasarkan pasal 103 Undang- Undang RI Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama pada kantor Pengadilan Agama Sungguminasa Gowa.

  2. Kegunaan Penelitian

  a. Kegunaan ilmiah, diharapkan penelitian ini memberi ilmu pengetahuan tentang problematika kejurusitaan yang seharusnya didicarikan solusi untuk kemudian dikembangkan, yang dengannya sehingga dapat bermanfaat sebagai wadah saling bertukar informasi dan gagasan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan persoalan kejurusitaan, untuk dijadikan bahan telaah sehingga dapat dicermati dan didiskusikan lebih lanjut demi perkembangan khasanah ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu syar’i pada khususnya.

  b. Kegunaan praktis, diharapkan penelitian ini menjadi motivasi bagi seluruh pihak, terutama para jurusita untuk senantiasa menggunakan strategi yang efektif dalam kegiatan kejurusitaan senantiasa terjadi peningkatan kinerja yang tinggi dan melaksanakan tugas sebaik mungkin dalam rangka berbakti kepada bangsa dan negara melalui kegiatan kejurusitaan.

  10 BAB II TINJAUAN TEORETIS

A. Pengertian dan Urgensi Jurusita

  Jurusita terdiri atas dua suku kata, juru adalah orang yang pandai dalam 1 suatu pekerjaan, bisa juga berarti kecakapan dan kecermatan. Sedangkan sita 2 adalah perihal mengambil dan menahan barang, jika dikaitkan dengan lembaga peradilan maka jurusita di sini berarti orang yang pandai dan cermat menahan barang yang diperkarakan.

  Secara terminologi jurusita adalah orang yang yang bertugas untuk melakukan pemanggilan dan pemberitahuan kepada para pihak yang berperkara di 3 pengadilan. Apabila panggilan atau pemberitahuan baik itu untuk sidang, eksekusi atau penyitaan tidak dilakukan oleh jurusita maka perkara tersebut putusannya batal demi hukum.

  Jurusita termasuk jurusita penggantu salah satu fungsionaris dan merupakan jabatan fungsional yang ikut berperan dalam penanganan mekanisme 4 serta organisme peradilan. Di lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama terdapat petugas yang termasuk kelompok kerja fungsional yang disebut jurusita dan jurusita pengganti. 1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2013), h. 482. 2 3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 1078.

  Olden Bidara, dkk., Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2008), h. 54. 4 Mahkamah Agung RI, Praktek Kejurusitaan Pengadilan (Jakarta: Direktorat Jenderal Kejusutaan, 2011), h. 6.

  11 Disebutkan dalam undang-undang bahwa jurusita adalah pegawai negeri

  yang melakukan tugas kejurusitaan sebagaimana ditentukan Pasal 6 (1) Undang- undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum atau Pasal 103 (1) Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang menerangkan bahwa masing-masing jurusita tersebut diangkat dan diberhentikan oleh Menteri yakni Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dan Mentri Agama atas usul Ketua Pengadilan. Adapun jurusita pengganti adalah pelaksana tugas kejurusitaan pada Pengadilan Umum dan Pengadilan Agama yang diangkat dan diberhentikan oleh Ketua Pengadilan.

  Berdasarkan ketentuan undang-undang di atas dan penjelasannya lebih lanjut, dipahami bahwa jurusita atau jurusita pengganti adalah pegawai negeri yang memang sengaja diangkat oleh pemerintah untuk melakukan tugas kejurusitaan di Pengadilan di mana ia bertugas. Untuk dapat diangkat menjadi jurusita pada Pengadilan Agama, seseorang calon harus memenuhi persyaratan: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; d. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; e. berijazah paling rendah Sekolah Menengah Umum atau yang sederajat; f. berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai jurusita 5 pengganti; dan g. sehat jasmani dan rohani. Sementara, untuk syarat jurusita pengganti adalah sama dengan jurusita untuk poin a, b, c, d, e, g, dengan pengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun sebagai pegawai negeri sipil pada 5 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama., Pasal 39 ayat (1) .

  12

6 Pengadilan Agama. Sedangkan, bunyi sumpah jurusita/jurusita pengganti adalah

  7 sama dengan sumpah panitera, sehingga dipahami bahwa jurusita atau jurusita pengganti adalah adalah bagian dari kepaniteraan pada lembaga pengadilan. Kepaniteraan merupakan unsur pembantu pimpinan dan bertanggung jawab kepada ketua, bertugas memberikan pelayanan tehnis di bidang administrasi perkara dan administrasi peradilan lain berdasar undang-undang dan berfungsi antara lain kegiatan pelayanan administrasi perkara dan persidangan serta pelaksanaan putusan perkara perdata dimana jurusita terlibat di dalamnya.

  Secara jelas dipahami di sini bahwa jurusita merupakan jabatan atau job di lingkungan peradilan terutama di Pengadilan Agama yang kedudukannya sangat urgen. Urgensi jurusita tersebut tidak terlepas dari kedudukan Pengadilan Agama sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang telah dikukuhkan pada kedudukan dan eksistensinya dalam pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, pasal 63 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan pasal 44 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Dalam pasal

  10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 dirinci adanya 4 lingkungan peradilan yaitu: a. Peradilan Umum; b. Peradilan Agama; c. Peradilan Militer; dan d.

  Peradilan Tata Usaha Negara.

  Dalam pasal 63 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ditegaskan tentang kedudukan dan fungsi serta lingkungan Peradilan Agama dalam memeriksa dan 6 7 Vide pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

  Vide pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

  13