BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PERAN PRIA DALAM BER-KB (Studi Kasus di Kecamatan Pakis Aji Kabupaten Jepara) - UNISNU Repository

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

  Salah satu tujuan pembangunan melalui Gerakan Keluarga Berencana Nasional adalah mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera, yaitu melalui penurunan tingkat kelahiran. Keberhasilan penurunan tingkat kelahiran tersebut sangat ditentukan oleh pemakaian alat kontrasepsi secara lestari dan adanya peran serta dan tanggung jawab masyarakat dan keluarga dalam kegiatan KB sesuai dengan jiwa UU No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

  Sekarang ini cukup banyak macam alat kontrasepsi atau cara KB yang bisa digunakan oleh pasangan suami isteri. Meskipun demikian. karena keadaan dan keperluan pasangan suami isteri berbeda maka jenis dan pemakaian alat kontrasepsi juga bisa berbeda. Oleh karena itu pasangan suami isteri bisa memilih cara KB atau alat kontrasepsi apa yang diinginkan. Dengan adanya berbagai macam jenis alat kontrasepsi, diharapkan pasangan suami isteri dapat memilih cara KB atau alat kontrasepsi yang tepat, sehingga tujuan yang diinginkan tercapai.

  Tujuan utama penggunaan alat kontrasepsi sendiri adalah untuk mencegah kehamilan sehingga jumlah penduduk bisa terkendali. Setiap alat Oleh karenanya pasangan suami isteri harus bisa menentukan alat kontrasepsi apa yang cocok atau sesuai dengan kebutuhan.

  Selain itu juga peran seorang dokter atau bidan sangat diperlukan untuk membantu pasangan suami isteri memilih alat kontrasepsi yang sesuai untuknya. Walaupun dari jenis-jenis alat kontrasepsi memiliki kelebihan- kelebihan, tetapi tidak semua pasangan suami isteri dapat menggunakannya.

  Selama ini, persepsi masyarakat beranggapan bahwa alat kontrasepsi ditujukan kepada ibu-ibu rumah tangga (sebagai isteri) sehingga jsebagai seorang bapak tidak pernah tahu apa yang ada hubungannya dengan KB tersebut. Hal ini yang menyebabkan partisipasi pria dalam program KB sangat rendah. Sehingga masalah yang dihadapi saat ini pada program KB diantaranya adalah rendahnya partisipasi atau peran pria dalam pelaksanaan program KB.

  Dalam materi seminar dari Didik Eko Indriyanto (2006) dinyatakan bahwa melalui Konferensi Internasional tentang kependudukan dan pembangunan (ICPD 1994) di Cairo telah disepakati perubahan paradigma program KB Nasional. Perubahan tersebut ialah dari konsep dan pelaksanaan program pengendalian penduduk dan penurunan fertilitas menjadi lebih kearah pendekatan kesehatan reproduksi yang lebih memperhatikan hak-hak reproduksi dan kesetaraan gender.

  Dalam sejarah perkembangan program KB perhatian besar terhadap kesertaan pria sebagai peserta KB baru pada tahun 1999. Sebelumnya penelitian dari Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia menunjukkan kesertaan pria dalam ber-KB baru sekitar 3% yang meliputi kondom 0,7%, vasektomi 0,4%, sanggama terputus 0,8% dan pantang berkala 1,1% (SDKI, 1997 dalam Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2002 : 23) Bulan April 2008 jumlah peserta KB di Jepara tercatat sebanyak 160.474 orang, peserta KB pria sebanyak 5.974 orang (3,72 %).

  Melihat prosentase di atas dapat diteliti apa yang menyebabkan peran pria dalam program KB sangat rendah, sehingga berdasarkan latar belakang di atas, menarik untuk dilakukan penelitian tentang : "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PERAN PRIA DALAM BER-KB (Studi Kasus di Kecamatan Pakis Aji Kabupaten Jepara)".

1.2. Ruang Lingkup Masalah

  Untuk penelitian ini yang diteliti sebatas mengenai :

  a. Variabel penelitian keterbatasan jenis kontrasepsi pria; kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB; anggapan KB hanya untuk kaum wanita dan rendahnya peran pria dalam ber-KB.

  b. Yang menjadi subyek penelitian ini adalah suami-suami di Kecamatan Pakis Aji.

  1.3. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan adalah: a. Apakah ada pengaruh antara keterbatasan jenis kontrasepsi pria terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB ? b. Apakah ada pengaruh antara kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB ? c. Apakah ada pengaruh antara anggapan KB hanya untuk kaum wanita terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB ? d. Apakah ada pengaruh antara keterbatasan jenis kontrasepsi pria, kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB, dan anggapan

  KB hanya untuk kaum wanita secara bersama-sama terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB ?

  1.4. Tujuan Penelitian

  a. Untuk menganalisis pengaruh keterbatasan jenis kontrasepsi pria terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

  b. Untuk menganalisis pengaruh kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

  c. Untuk menganalisis pengaruh anggapan KB hanya untuk kaum wanita terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

  d. Untuk menganalisis pengaruh keterbatasan jenis kontrasepsi pria,

  KB hanya untuk kaum wanita secara bersama-sama terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

  1.5. Kegunaan Penelitian

  a. Bagi masyarakat, hasil dari penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan maupun merencanakan program KB.

  b. Bagi peneliti, penelitian ini akan dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman mengenai persepsi masyarakat tentang kesertaan atau peran pria dalam ber-KB.

  c. Bagi pembaca, penelitian ini sebagai informasi mengenai manfaat peran pria dalam ber-KB.

  1.6. Sistimatika Penulisan

  Untuk memberi gambaran mengenai isi skripsi ini maka akan dijelaskan secara singkat masing-masing bab.

  BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, ruang lingkup masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, serta sistimatika penulisan.

  BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas tentang teori-teori yang mendasari penulisan skripsi kerangka pemikiran, serta perumusan hipotesis.

  BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini membahas tentang variabel penelitian dan definisi operasional, jenis dan sumber data, penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum obyek penelitian, panyajian data, analisis data dan pembahasan. BAB V PENUTUP Dalam bab ini hanya berisi tentang kesimpulan dari penelitian serta saran yang dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan maupun merencanakan program KB untuk pria atau suami.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Perilaku Konsumen

  Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam mengambil keputusan pembelian berbeda-beda untuk masing-masing individu. Ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu :

  2.1.1.1. Faktor Lingkungan Eksternal Faktor lingkungan eksternal merupakan variabel yang berada di luar diri seseorang yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku konsumen. Faktor lingkungan eksternal tersebut meliputi : a. Budaya

  Budaya mengacu pada nilai gagasan dan simbol-simbol lain yang bermakna membantu individu untuk berkomunikasi, melakukan penafsiran dan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan menentukan asumsi dari kegiatan penting seperti apa, kapan, dimana, dan dengan siapa kita melakukan konsumsi. b. Kelas Sosial Pada pokoknya, masyarakat kita ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan (Basu Swastha, 2002 : 82), yaitu : golongan atas, golongan menengah, golongan rendah.

  c. Pribadi Seorang konsumen, akan terpengaruh dengan tekanan yang berhubungan erat dengan mereka, mungkin akan dapat menyesuaikan dengan norma dan harapan yang diberikan. Pengaruh pribadi sering memainkan pengaruh penting dalam pengambilan keputusan konsumen.

  d. Pengaruh Keluarga Keluarga merupakan lembaga sosial yang penting.

  Maka dapat dikatakan bahwa keluarga seorang individu merupakan faktor yang mempengaruhi dan menentukan pengambilan keputusan.

  e. Pekerjaan Pekerjaan seseorang juga mempengaruhi konsumsinya.

  Manajer pemasaran berusaha untuk mengidentifikasi kelompok kerja yang memiliki perhatian diatas rata-rata terhadap suatu produk. Perusahaan dapat mengekspresikan produknya untuk kelompok kerja tertentu.

  f. Keadaan Ekonomi Perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang. Keadaan ekonomi terdiri dari penghasilan yang dapat dibelanjakan, tabungan dan aktiva hutang.

  2.1.1.2. Faktor Lingkungan Internal Faktor lingkungan internal merupakan faktor psikologis yang merupakan suatu proses yang berasal dari dalam diri seseorang dan dapat mempengaruhi perilaku konsumen. Faktor lingkungan internal meliputi :

  a. Sumber Daya Manusia Konsumen mempunyai 3 sumber daya utama yang mereka gunakan. Dalam proses pertukaran, antara lain : ekonomi, temporal dan kognitif, dan melalui proses ini, pemasar memberikan barang dan jasa. Ini berarti bahwa pemasar bersaing untuk mendapatkan uang, waktu dan perhatian konsumen. Persepsi konsumen tentang sumber daya yang tersedia mungkin mempengaruhi perilaku konsumen. b. Motivasi dan Kebutuhan Kebutuhan merupakan variabel utama dari motivasi.

  Sedangkan motif adalah kebutuhan yang cukup mendorong seseorang untuk bertindak. (Philip Kotler, 2004 : 196).

  c. Pengetahuan Pengetahuan menjelaskan perubahan dalam perilaku individu yang berasal dari pengalaman konsumen yang terdiri dari informasi yang disimpan dalam ingatan (James F. Engel, 2000 : 333). Informasi yang dipegang oleh konsumen mengenai produk akan sangat mempengaruhi pola pembelian mereka.

  d. Sikap Sikap seseorang dapat diartikan sebagai keadaan mudah terpengaruh untuk memberi tanggapan terhadap lingkungan yang dapat membimbing tingkah laku orang tersebut. Secara definisi, sikap dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang dapat dipelajari untuk bereaksi terhadap penawaran produk. (Basu Swastha & Hani Handoko, 2000 : 93)

2.1.2. Sikap

  2.1.2.1. Pengertian Sikap Pengertian sikap pertama kali digunakan oleh Herbert Soencer pada tahun 1862 untuk menunjuk suatu status mental seseorang. Sikap timbul dari adanya interaksi antara manusia dengan obyek tertentu. (www.bkn.go.id) Sikap tidaklah hanya suatu tindakan atau jawaban tertentu dari seseorang, akan tetapi keseluruhan tindakan dimana satu sama lain berhubungan. Sikap adalah faktor genetis dari proses belajar dan selalu berhubungan dengan obyek atau produk. Sikap biasanya memberikan penilaian (menerima dan menolak) terhadap obyek atau produk yang dihadapinya.

  Menurut William G. Nickels (Basu Swasta dan T. Hani Handoko, 2000 : 87) mendefinisikan sikap adalah suatu kecenderungan yang dipelajari untuk beraksi terhadap penawaran produk dalam masalah-masalah yang baik dan kurang baik secara konsekuen.

  Selama lebih dari 30 tahun, sikap telah dinyatakan dalam berbagai definisi. Definisi yang paling mengena dari ide-ide yang dikembangkan yang dikemukakan oleh L.L.Thurstone (John C. Mo wen / Michael Minor, 2002 : 319), yaitu salah mendefinisikan sikap sebagai "afeksi atau perasaan untuk atau terhadap sebuah tindakan". Penggunaan kata sikap yang mengacu pada afeksi atau reaksi evaluatif umum merupakan hal yang biasa diantara para peneliti perilaku konsumen saat ini. Berikut ini beberapa definisi terbaru :

  a. Sikap merupakan kategori objek pada rangkaian kesatuan evaluatif.

  b. Karakteristik utama yang membedakan sikap dari konsep lainnya adalah sifat evaluasi atau afektif.

  c. Sikap merupakan inti dari rasa suka dan tidak suka bagi orang, kelompok, situasi, objek, dan ide-ide tidak berwujud tertentu. Mengingat kepercayaan merupakan pengetahuan kognitif kita tentang sebuah objek, maka sikap merupakan tanggapan perasaan atau afektif yang kita miliki tentang objek.

  Sikap yang mencakup proses pemikiran dan perasaan emosi, masing-masing memiliki bobotnya sendiri. Sikap dan keyakinan saling memhubungani satu sama lain dalam merefleksikan pertimbangan nilai dan perasaan negatif atau positif terhadap suatu produk. Sikap dan keyakinan memiliki hubungan penting terhadap perilaku konsumen. erat antara sikap dan keputusan membeli konsumen. Secara umum sikap dibentuk oleh informasi yang diperoleh melalui antara lain : a. Pengalaman masa lalunya dengan produk atau gagasan.

  b. Melalui hubungan dengan kelompok acuan mereka (keluarga, kelompok sosial, kerabat kerja dan lain sebagainya).

  2.1.2.2. Karakteristik Sikap Sikap mempunyai empat karakteristik yaitu :

  a. Sikap selalu memiliki obyek, artinya selalu mempunyai sesuatu hal yang dianggap penting.

  b. Sikap memiliki arah, derajat dan intensitas, artinya sikap seseorang terhadap suatu obyek akan memmjukkan arah terhadap obyek. Arah seseorang terhadap obyek dapat mendekat atau menjauh kembali, sikap seseorang mempunyai derajat tertentu, yaitu sampai beberapa orang merasa senang atau tidak senang terhadap suatu obyek. Sedangkan intesitas sikap seseorang ditunjukkan oleh tingkat pendiriannya.

  c. Sikap mempunyai struktur, artinya sikap merupakan organisasi dari beberapa sikap yang ada seseorang didalamnya terdapat sejumlah sikap yang tergabung dan sikap mungkin selaras antara satu dengan lainnya atau mungkin bertentangan.

  d. Karakteristik spontanitas, yaitu menyangkut sejauh mana kesiapan individu untuk menyatakan sikap secara spontan.

  2.1.2.3. Ciri-ciri Sikap Sikap mempunyai beberapa ciri-ciri lain sebagai berikut:

  a. Sikap bukan merupakan bawaan manusia sejak lahir, melainkan dibentuk atau diperoleh sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan obyeknya.

  b. Sikap dapat berupah-rubah dan dapat dipelajari. Oleh karena itu sikap dapat berubah pada orang bila tercapai keadaan dan syarat tertentu yang memhubungani sikapnya pada orang itu sendiri.

  c. Sikap tidak berdiri sendiri, melainkan senantiasa mengandung hubungan pada suatu obyek. Sikap itu terbentuk atau berubah senantiasa berkenaan terhadap suatu obyek yang dapat dirumuskan dengan jelas.

  d. Sikap mempunyai motivasi dan perasaan.

  e. Obyek sikap merupakan suatu hal atau komponen dari hal-hal tersebut. Sikap hanya berkenaan dengan

  2.1.3. Pengertian Keluarga Berencana (KB)

  Program Keluarga Berencana adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi mereka, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insidens kehamilan beresiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang membutuhkan; meningkatkan mutu nasihat, komunikasi, informasi, edukasi, konseling dan pelayanan, meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab pria dalam praktek KB, dan meningkatkan pemberian ASI untuk penjarangan kehamilan (ICPD, 1994 dalam Buku Informasi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2006 : 5).

  2.1.4. Cara Kontrasepsi Pria

  Cara kontrasepsi (KB) pria yang dikenal pada saat ini adalah Kondom dan Vasektomi, serta KB alamiah yang melibatkan pria seperti sanggama terputus (coitus interuptus), pantang berkala (sistem kalender), pengamatan lendir vagina (metode billing), serta pengukuran suhu badan. Selain cara tersebut, ada berbagai cara KB yang masih dalam taraf penelitian, seperti Vas-oklusi, metode hormonal dan vaksin kontrasepsi.

  Secara rinci cara KB pria yang banyak dikenal adalah sebagai

  2.1.4.1. Kondom Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi pria yang paling mudah dipakai dan diperoleh, baik melalui apotik maupun toko obat dengan berbagai merek dagang. Kondom terbuat dari karet atau lateks, berbentuk tabung tidak tembus cairan, dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan dilengkapi kantung untuk menampung sperma. (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2006 : 6) Kondom di samping sebagai alat KB juga berfungsi untuk mencegah Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS, tetapi infertilitas pada pasangan yang mengalami gangguan anti body terhadap sperma, kontrasepsi sela, membantu suami yang mengalami gangguan ejakulasi dini dan membantu pasangan yang sudah mengalami menopause.

  a. Kelebihan kondom, antara lain : 1). Efektif sebagai alat kontrasepsi bila dipakai dengan baik dan benar.

  2). Murah dan mudah didapat tanpa resep dokter. 3). Praktis dan dapat dipakai sendiri. 4). Tidak ada efek normal. 5). Dapat mencegah kemungkinan IMS termasuk

  6). Mudah dibawa. 7). Dapat menambah frekuensi hubungan seksual dan secara psikologis menambah kenikmatan.

  b. Keterbatasan kondom, antara lain : 1). Kadang-kadang ada pasangan yang alergi terhadap bahan karet kondom.

  2). Kondom hanya dapat dipakai satu kali. 3). Secara psikologis mengganggu kenyamanan. 4). Kondom yang kedaluwarso mudah sobek dan bocor.

  c. Efektifitas kondom, antara lain : 1). Efektif sebagai kontrasepsi bila dipakai dengan baik dan benar.

  2). Secara ilmiah tingkat efektifitas penggunaan kondom 88% - 98%.

  3). Sangat efektif jika digunakan pada waktu isteri dalam periode menyusui eksklusif selama 6 bulan (metode Amenorea Laktasi). 4). Akan lebih baik jika dikombinasikan dengan KB alamiah sistem kalender.

  2.1.4.2. Vasektomi Vasektomi merupakan tindakan penutupan (pemotongan, pengikatan, penyumbatan), kedua saluran mani pria sebelah sehingga pada waktu ejakulasi, cairan mani yang keluar tidak lagi mengandung sperma sehingga tidak terjadi kehamilan.

  a. Kelebihan vasektomi, antara lain : 1). Efektivitas tinggi (99,85%) untuk mencegah kehamilan.

  2). Tidak ada kematian dan angka kesakitannya rendah. 3). Biaya lebih murah, karena membutuhkan satu kali tindakan saja.

  4). Prosedur medis dilakukan hanya sekitar 10-15 menit.

  5). Tidak mengganggu hubungan seksual setelah vasektomi.

  6). Lebih aman, karena keluhan lebih sedikit dibandingkan dengan kontrasepsi lain.

  b. Keterbatasan vasektomi, antara lain : 1). Karena dilakukan dengan tindakan medis atau pembedahan, maka masih memungkinkan teijadi komplikasi, seperti perdarahan, nyeri dan infeksi. 2). Tidak melindungi pasangan dari infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS.

  3). Bila isteri tidak menggunakan kontrasepsi,

  20-25 kali sanggama atau tiga bulan setelah divasektomi.

  4). Pada orang yang mempunyai problem psikologis dalam hubungan seksual, dapat menyebabkan keadaan semakin terganggu.

  2.1.4.3. KB Alamiah

  a. Sanggama terputus (coitus interuptus) Sanggama terputus merupakan metode pencegahan terjadinya kehamilan yang dilakukan dengan cara menarik penis dari liang sanggama sebelum ejakulasi, sehingga sperma dikeluarkan di luar liang sanggama.

  Cara sanggama terputus memerlukan kesiapan mental suami isteri.

  b. Pantang berkala (sistem kalender) Merupakan salah satu cara kontrapsepsi alamiah yang dapat dikerjakan sendiri oleh pasangan suami isteri tanpa pemeriksaan medis terlebih dahulu, dengan memperhatikan masa subur isteri melalui perhitungan masa haid. Masa berpantang dapat dilakukan pada waktu yang sama dengan masa subur, dimana saat mulainya dan berakhirnya masa subur bisa ditentukan dengan perhitungan kalender. Cara menghitung masa

  Sebelum menerapkan metode ini, seorang isteri - harus mencatat jumlah hari dalam tiap satu siklus haid selama 6 bulan (6 siklus haid). Hari pertama siklus haid selalu dihitung sebagai hari - ke-satu.

  Jumlah hari terpendek selama 6 kali siklus haid - dikurangi 18. Hitungan ini menentukan hari pertama masa subur. Jumlah hari terpanjang selama 6 kali siklus - haid dikurangi 11. Hitungan ini menentukan hari terakhir masa subur.

  c. Pengamatan lendir vagina (metode billing) Metode ini merupakan metode pantang sanggama pada masa subur. Untuk mengetahui masa subur dilakukan melalui pengamatan lendir vagina yang diambil pada pagi hari. Metode ini dikenal sebagai metode ovulasi

  Billing

  d. Pengukuran suhu badan Metode ini merupakan metode pantang sanggama pada masa subur. Pengukuran dilakukan pada pagi hari, saat bangun tidur dan belum melakukan kegiatan apapun. Cara ini dilakukan dengan menghindari sanggama pada masa subur melalui pengukuran suhu badan atau tubuh yaitu : Dilakukan pada jam yang sama setiap pagi hari - sebelum turun dari tempat tidur.

  Pada masa subur, suhu badan meningkat 0,2 - 0,5 - °C. Pasangan suami isteri tidak boleh melakukan sanggama pada masa subur ini sampai 3 (tiga) hari setelah peningkatan suhu badan tersebut atau menggunakan kondom jika ingin sanggama.

2.1.5. Partisipasi Pria dalam Program KB

  2.1.5.1. Sebagai Peserta KB Partisipasi pria dalam Program KB dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Partisipasi pria secara langsung dalam program KB adalah menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan seperti: a. Vasektomi (MOP/Kontap Pria)

  b. Kondom c. Senggama terputus.

  d. Pantang berkala.

  e. Kontrasepsi lainnya yang sedang dikembangkan. Sedangkan partisipasi pria secara tidak langsung dalam program KB yaitu menganjurkan, mendukung atau memberikan kebebasan kepada pasangannya (isteri) untuk menggunakan kontrasepsi.

  2.1.5.2. Mendukung Isteri dalam Penggunaan Kontrasepsi Dukungan ini antara lain meliputi:

  a. Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi isterinya.

  b. Membantu isterinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB, mengingatkan isteri untuk kontrol, dan sebagainya.

  c. Membantu mencan pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi.

  d. Mengantarkan ke fasilitas pelayanan untuk kontrol atau rujukan.

  e. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak memuaskan.

  f. Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan isterinya tidak memungkinkan.

  2.1.5.3. Memberi Pelayanan KB Partisipasi pria dalam program KB di samping mendukung isterinya menggunakan kontrasepsi dan sebagai peserta KB, diharapkan juga memberi pelayanan KB kepada masyarakat, baik sebagai motivator maupun sebagai mitra.

  2.1.5.4. Merencanakan Jumlah Anak Bersama Isteri Merencanakan jumlah anak dalam keluarga perlu dibicarakan antara suami isteri dengan mempertimbangkan berbagai aspek antara lain kesehatan dan kemampuan untuk memberikan pendidikan dan kehidupan yang layak.

  Perencanaan keluarga menuju keluarga berkualitas perlu memperhatikan usia reproduksi isteri, yaitu : a. Masa menunda kehamilan anak pertama bagi pasangan yang isterinya berumur di bawah 20 tahun.

  b. Masa mengatur jarak kelahiran untuk usia isteri 20-30 tahun.

  c. Masa mengakhiri kehamilan untuk usia isteri di atas 30 tahun.

  

2.1.6. Faktor-faktor yang Menyebabkan Rendahnya Peran Pria dalam

ber-KB

  Meskipun pemerintah telah mulai melaksanakan pembangunan yang beronentasi pada kesetaraan dan keadilan gender, namun masalah utama yang kita hadapi saat ini adalah rendahnya kesertaan KB Pria. Dari hasil SDKI 2002 kesertaan pria dalam KB adalah 4,4% meliputi vasektomi (0,4%), kondom (0,9%), sanggama terputus (1,5%), dan pantang berkala (1,6%).

  Menurut Buku Panduan Bagi Penasehat BP4 & KUA (2003 : 1) faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kesertaan KB Pria antara lain karena : a. Kondisi lingkungan sosial, budaya, masyarakat dan keluarga yang masih menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting dilakukan.

  b. Pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarga dalam ber-KB rendah.

  c. Keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas (keterjangkauan) pelayanan kontrasepsi pria.

  d. Adanya anggapan, kebiasaan serta pandangan dan pemikiran yang salah yang masih cenderung menyerahkan tanggung jawab KB dan Kesehatan Reproduksi sepenuhnya kepada para isteri atau perempuan.

  Dalam Buku Panduan Advokasi (2003 : 1-2) diterangkan bahwa dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa rendahnya partisipasi pria dalam KB disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : akses informasi KB pria masih sangat terbatas, akses pelayanan KB pria terbatas termasuk didalamnya terbatasnya pilihan metoda kontrasepsi pria dan ketersediaan dukungan jaringan pelayanan KB pria, serta rendahnya dukungan sosial budaya dari para TOGA dan TOMA terhadap KB pria.

  2.2. Penelitian Terdahulu

  Referensi penelitian dari hasil penelitian-penelitian terdahulu, disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Judul Skripsi Variabel Alat Analisis Kesimpulan

  1 Analisis Hubungan Variabel Analisis Dihasilkan persamaan Y = Antara Merk Dan independen : regresi 14,531 + 5,811X +

  1 Promosi Dengan merek dan berganda 4,601X . disimpulkan

  2 Keputusan Pembelian promosi. bahwa merek dan promosi

  Alat Kontrasepsi mempunyai pengaruh yang (Studi Kasus Di Variabel positif terhadap Keputusan Kecamatan Mlonggo dependen : Pembelian alat kontrasepsi Kabupaten Jepara) keputusan di Kecamatan Mlonggo (Jamaludin Malik, pembelian Kabupaten Jepara.

  2006)

  2 Analisis Pengaruh Variabel sikap Analisis Chi Nilai X² untuk alat Sikap Konsumen konsumen dan square kontrasepsi IUD = 96,783 Terhadap Pemakaian pemakaian alat > χ² tabel = 12.592, χ² Alat Kontrasepsi Iud kontrasepsi. untuk alat kontrasepsi Pil Dibanding Dengan KB = 3,522 < χ² tabel = Alat Kontrasepsi 12.592 dan χ² untuk alat Lain kontrasepsi Suntik = 0,043

  Pada Desa Tahunan < χ² tabel = 12.592. Nilai- Jepara (Erna Susanti, nilai tersebut menunjukkan 2006) bahwa yang mempunyai hubungan sikap konsumen terhadap pemakaian alat kontrasepsi adalah pada alat kontrasepsi IUD saja.

  2.3. Kerangka Pemikiran

  Dalam kerangka penulisan ini, dijelaskan secara singkat tentang masalah yang akan diteliti dan dibahas. Adapun kerangka pemikiran dari masalah yang penulis kemukakan disajikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

  Keterbatasan Jenis Kontrasepsi Pria

  (X )

  1 H1

  Kurangnya Pengetahuan dan Rendahnya Peran Pria dalam Ber-KB Pemahaman dalam Ber-KB

  H2 (Y)

  (X )

  2 H3

  Anggapan KB Hanya untuk Kaum Wanita

  (X )

  3 Sumber : Buku Panduan Bagi Penasehat BP4 & KUA, 2003 dan Buku Panduan Advokasi, 2003.

  Dari skema di atas terdapat tiga variabel independen (keterbatasan jenis kontrasepei pria; kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber- KB, anggapan KB hanya untuk kaum wanita) yang mempengaruhi variabel dependen (rendahnya Peran Pria dalam ber-KB). Secara simbolik digambarkan ada tiga hubungan secara individu dan ada satu hubungan secara bersama-sama.

2.4. Perumusan Hipotesis

  Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.

  Berdasarkan telaah teoritis dan permasalahan yang ada, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Adanya pengaruh positif antara keterbatasan jenis kontrasepsi pria terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

  b. Adanya pengaruh positif antara kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

  c. Adanya pengaruh positif antara anggapan KB hanya untuk kaum wanita terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

  d. Adanya pengaruh positif antara keterbatasan jenis kontrasepsi pria, kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB, dan anggapan KB hanya untuk kaum wanita secara bersama-sama terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

BAB III METODE PENELITIAN

  3.1. Variabel Penelitian

  Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa variabel yang diteliti yaitu antara lain :

  3.1.1. Atribut yang dimiliki keterbatasan jenis kontrasepsi pria; kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB; anggapan KB hanya untuk kaum wanita yang merupakan variabel independen.

  3.1.2. Rendahnya peran pria dalam ber-KB yang merupakan variabel dependen.

  3.2. Definisi Operational variabel

  3.2.1. Keterbatasan jenis kontrasepsi pria, yang dimaksud adalah jenis alat kontrasepsi yang diketahui oleh para suami atau pria jumlahnya sedikit. Indiktor dari variabel ini antara lain : a. Jenis alat kontrasepsi.

  b. Seringnya alat kontrasepsi yang digunakan.

  3.2.2. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB, yang dimaksud informasi yang diterima oleh para pria berkaitan dengan alat kontrasepsi dan kegunaanya masih belum maksimal. Indiktor dari variabel ini antara lain : b. Manfaat alat kontrasepsi bagi pria.

  c. Kewajiban bagai pria terhadap reproduksi.

  3.2.3. Anggapan KB hanya untuk kaum wanita, yaitu persepsi masyarakat bahwa yang melakukan KB adalah wanita karena mereka yang mengandung, sehingga para pria kurang memperhatikan dalam hal ber-KB. Indiktor dari variabel ini antara lain: a. Kewajiban ber-KB.

  b. Tanggung jawab pria dalam ber-KB.

  3.2.4. Rendahnya peran pria dalam ber-KB, yang dimaksud adalah prosentase pria yang ikut melakukan program KB sangat rendah.

  Indiktor dari variabel ini antara lain : a. Tidak adanya kesadaran untuk ikut KB.

  b. Tidak ada tujuan untuk menjarangkan keturunan.

  c. Tidak senang dengan program KB.

3.3. Jenis dan Sumber Data

  Jenis data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan jenis data antara lain yaitu :

  3.3.1. Data Kualitatif Data kualitatif yaitu data dalam bentuk non angka. Dalam penelitian ini data kualitatif yang digunakan berupa, kuesioner. wawancara, dan studi pustaka. (Purbayu Budi Santoso dan Ashari.

  3.3.2. Data Kuantitatif Data kuantitatif yaitu data yang berupa informasi angka. Dalam penelitian ini data kuantitatif didapatkan dengan memberikan skala terhadap data hasil kuesioner yang dijawab oleh responden.

  Dalam melakukan penelitian ini sumber data yang digunakan antara lain adalah sebagai berikut : a. Data primer yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari responden. Dimana data primer ini didapatkan dengan menggunakan metode wawancara dan kuesioner yang langsung diperoleh dari responden yang meliputi karakteristik responden yaitu antara lain, umur, pekerjaan, dan jumlah penghasilan.

  b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan jalan studi pustaka atau dengan berbagai sumber yang berkaitan dengan perilaku konsumen.

3.4. Populasi dan Sampel

  Menurut J. Supranto (2000 : 21-22), populasi adalah kumpulan dari keseluruhan elemen sejenis tetapi dapat dibedakan satu sama lain. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasangan usia subur (PUS) yang ada di Kecamatan Pakis Aji yaitu yang sudah ber-KB maupun yang belum sebanyak 8.504 orang.

  Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2000 : 73). Besarnya sampel dihitung berdasarkan rumus Slovin dalam bukunya Husain Umar (1997 : 57), yaitu :

  N n =

  ρ

  • 1 N Keterangan: n = Ukuran sampel. N = Ukuran populasi.

  ρ = Nilai kritis yang diinginkan (persentase kelonggaran ketidakpastian karena kesalahan pengambilan sampel populasi) sebesar 10 %.

  

Untuk mencari besarnya minimal sampel dalam penelitian ini, maka data

populasi yang tersedia disubstitusikan dalam rumus Slovin : 8 . 504 = 98,84 = 99 (pembulatan) n

  = 2

  8 . 504 ( 10 %)

Berdasarkan hasil rumus Slovin tersebut, supaya sampel nantinya lebih

mewakili dari populasi maka penulis menggunakan sebanyak 99 orang.

  • 1

  Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan cara acak atau random sampling. Cara acak adalah suatu cara

pemilihan sejumlah elemen dari populasi untuk menjadi anggota sampel, di

mana pemilihannya dilakukan sedemikian rupa sehingga setiap elemen

mendapat kesempatan yang sama ( equal chance ) untuk dipilih menjadi

anggota sampel (J. Supranto, 2000 : 23). Dalam penelitian ini sampel

Tabel 3.1 Data Pengambilan Sampel No Desa Jumlah Responden 1.

  2.

  3.

  4.

  5.

  6.

  7.

  8. Mambak Bulungan Lebak Tanjung Plajan Kawak Slagi Suwawal Timur 7 orang

  13 orang 19 orang 14 orang 13 orang 10 orang 11 orang 12 orang

  Jumlah 99 orang

3.5. Metode Pengumpulan Data

  Metode yang digunakan untuk memperoleh data primer yang bisa digunakan untuk keperluan penelitian antara lain :

  3.5.1. Kuesioner, yaitu pengumpulan data dengan cara memberikan pertanyaan secara tertulis yang diberikan pada responden. Pertanyaan yang diajukan adalah partanyaan tertutup dan terstruktur, artinya jawaban responden terbatas pada alternatif-alternatif yang disediakan.

  3.5.2. Wawancara, yaitu metode yang melakukan tanya jawab secara langsung pada para responden dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini yaitu para pria peserta aktif KB.

  3.5.3. Studi pustaka, yaitu dilakukan dengan cara pengumpulan bahan- bahan yang dibutuhkan dari buku-buku, majalah, koran, dan sebagainya yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

3.6. Metode Pengolahan Data

  Data yang diperoleh dari kuesioner penelitian yang diisi responden kemudian diolah dalam 4 (empat) tahapan, yaitu : (Mudrajad Kuncoro, 2001 : 6 - 7)

  3.6.1. Pengeditan (Editing), yaitu proses yang dilakukan setelah data terkumpul untuk melihat apakah jawaban-jawaban responden telah diisi lengkap.

  3.6.2. Pemberian kode (Coding), yaitu proses pemberian kode tertentu terhadap jawaban dari responden untuk dikelompokkan dalam ketegori yang sama.

  3.6.3. Pemberian skor (Scoring), yaitu proses pemberian nilai atau angka pada jawaban untuk memperoleh data kuantitatif yang diperlukan pada pengujian hipotesis. Pemberian skor untuk masing-masing jawaban sesuai dengan skala likert (Philip Khotler, 2004 : 126) : a. Jawaban sangat setuju (SS) mendapat skor 5.

  b. Jawaban setuju (S) mendapat skor 4.

  c. Jawaban netral (N) mendapat skor 3.

  d. Jawaban tidak setuju (TS) mendapat skor 2.

  3.6.4. Tabulasi (Tabulation), yaitu pengelompokan data atas jawaban dengan teliti dan teratur, kemudian dihitung dan dijumlahkan sampai terwujud sebuah tabel.

3.7. Metode Analisis Data

  Dalam memecahkan persoalan, penulis menggunakan teknik analisis dengan cara metode kuantitatif, antara lain meliputi :

  3.7.1. Analisis Regresi Berganda Regresi berganda adalah metode yang digunakan untuk menentukan hubungan antara paling tidak dua variabel atau lebih, satu variabel bebas (independent variable) dan satu variabel terikat (dependent variable) (Sudjana, 1992 : 312).

  Model persamaan regresi berganda adalah sebagai berikut : Y = b + b

  1 X 1 + b

  2 X

2 + b

  3 X 3 + ε

  Keterangan: Y = Rendahnya peran pria dalam ber-KB.

  X 1 = Keterbatasan jenis kontrasepsi pria.

  X 2 = Kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB.

  X 3 = Anggapan KB hanya untuk kaum wanita. b = Intercept, titik potong garis regresi sumbu Y. b

  1 , b 2 , b 3 = Koefisien regresi.

  ε = Komponen kesalahan random.

  3.7.2. Pengujian Hipotesis

  3.7.2.1. Uji t Untuk menguji antara X

  1 , X 2 , dan X 3 secara individu yang

  berpengaruh terhadap Y, maka dilakukan pengujian dengan t-test.

  Langkah-langkah uji t adalah sebagai berikut ini:

  a. Hipotesis yang akan diuji dengan taraf nyata (a) = 5% = 0,05.

  Ho : β = 0, tidak ada pengaruh antara X

  1 , X 2 , X

  3 terhadap Y.

  Ha : β > 0, ada pengaruh antara X l5

  X

  2 , X 3 terhadap Y.

  b. Gambar uji hipotesis digambarkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Uji Hipotesis t

  

Daerah Daerah

Penerimaan Ho penolakan Ho

  t t

  tabel hitung

  c. Kesimpulan Apabila t hitung > t tabel , maka Ha diterima, artinya ada pengaruh antara masing-masing variabel bebas (keterbatasan jenis kontrasepsi pria, kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB, anggapan

  KB hanya untuk kaum wanita) terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

  Apabila t hitung < t tabel maka Ha ditolak, artinya tidak ada pengaruh antara masing-masing variabel bebas (keterbatasan jenis kontrasepsi pria, kurangnya pengetahuan dan pemahaman dalam ber-KB, anggapan KB hanya untuk kaum wanita) terhadap rendahnya peran pria dalam ber-KB.

  3.7.2.2. Uji F Uji statistik F ini menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat (Kuncoro, 2001 : 98). Uji F juga dipergunakan untuk melihat apakah variabel yang dipilih sudah cukup menjelaskan variasi variabel dependen apa tidak, jika tidak maka pengaruh variabel di luar model lebih kuat daripada variabel yang dipilih (Setiaji, 2004: 21). Adapun uji F ini dilakukan dengan melakukan penghitungan nilai statistik F dengan menggunakan formula sebagai berikut : 2 R / ( k 1 )

  −

  F = 2 (

  1 R ) ( N k )

  − −

2 Di mana: R = Koefisien determinasi

  N = Jumlah observasi Jika nilai F hasil perhitungan lebih besar dari pada nilai F label maka hipotesis altematif diterima sehingga model dikatakan baik atau tepat. Hasil uji F dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Uji Hipotesis F

  Daerah Daerah Ho diterima Ho ditolak

  F

  tabel

  F

  hitung

  3.7.3. Koefisien Determinasi (R

  2 )

  Koefisien determinasi (R

  2

  ) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam, menerangkan variabel terikat. Rumus menghitung koefisien determinasi, yaitu :

  Kd = r

  2

  x 100% Di mana :

  Kd : Koefisien Determinasi r : r square (r kuadrat)

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Sistem Berladang Menetap Orang Sakai di Desa Petani, Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis,Riau

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Peranan Pasar Baru Panyabungan Terhadap Pengembangan Wilayah di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Sport Club

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSERVATISME AKUNTANSI SEBELUM DAN SESUDAH ADOPSI IFRS - Perbanas Institutional Repository

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK ORANG PRIBADI DALAM MEMBAYAR PAJAK PENGHASILAN - Perbanas Institutional Repository

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT WAJIB PAJAK DALAM PENGGUNAAN E-FILING - Perbanas Institutional Repository

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS LABA PERUSAHAAN PADA INDUSTRI BARANG KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA - Perbanas Institutional Repository

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - KEPUTUSAN HEDGING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI 2012 - 2014) - Perbanas Institutional Repository

0 0 10

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI TAHUN 2012-2014 - Perbanas Institutional Repository

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Perencanaan Pengelolaan Keuangan Desa Di Wilayah Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo - UNS Institutional Repository

0 0 12