T1 712010006 Full text

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KONTEKS KEKRISTENAN
MINORITAS
(STUDI KASUS DI SMAN 6 MADIUN)

Oleh,
Dede Spekta Ardanandi
NIM : 712010006

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi : Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian dari
persyaratan mencapai gelar Sarjana Sain Teologi.

PROGRAM STUDI TEOLOGI

FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015

1


ABSTRAK
Indonesia adalah negara yang sangat luas secara geografis. Terdiri dari daratan yang
terpisahkan oleh lautan. Secara demografi, Indonesia terdiri dari banyak sekali suku dan
banyak sekali kepercayaan. Terkhusus dalam hal penganut agama, kemajemukan masyarakat
Indonesia tidaklah dalam keadaan yang merata. Sehingga di daerah tertentu mungkin terjadi
kesenjangan dalam hal jumlah

penganut agama. Dimana

berimbas juga pada jumlah

naradidik di sekolah (dalam mata pelajaran agama khususnya sekolah negeri). Di daerah
tertentu mungkin mayoritas penduduknya beragama Islam, di daerah tertentu mayoritas
penduduknya beragama Kristen, di daerah tertentu mungkin justru Hindu yang menjadi
mayoritas.
Keaadaan masyarakat yang majemuk ini tidak menghalangi pemerintah mengesahkan
UU No.20 Tahun 2003 pasal 12. Dimana dalam aturan tersebut setiap naradidik diwajibkan
dididik oleh pengajar yang seagama dalam mata pelajaran agama. Hal ini baik adanya agar
tidak terjadi kesalahpahaman terhadap pengajaran doktrin di dalam mata pelajaran Agama.

Kurikulum yang terbaru 2013, coba memberikan materi yang lebih bersifat moralis
dan berbasis kemajemukan Indonesia. Kurikulum 2013 dalam implementasinya juga disertai
dengan rekomendasi model dan metode pelaksanaan KBM. Terkhusus PAK, metode, model
hingga bentuk penilaian sudah disertakan dalam buku pedoman bagi para pengajar. Namun,
semua rekomendasi yang ada mengasumsikan sebuah proses pengajaran yang sering berbeda
dengan keadaan riil dilapangan. Asumsi yang muncul seperti: kelas harus di isi siswa yang
cukup utk melaksanakan metode pengajaran yang variatif; guru harus seorang yang
profesional; guru harus menguasai iptek untuk mengajar; sekolah yang harus menyediakan
sarana dan prasarana secara lengkap dsb, nyatanya tidak dapat selalu dipenuhi karena keadan
persebaran siswa dan pembangunan yang tidak merata.
Oleh karena itu, penulis ingin mengidentifikasikan permasalahan yang muncul dalam
pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di sekolah, terkait keadaannya dalam konteks kaum
minoritas di suatu daerah (SMAN 6 Madiun contohnya). Diharapkan dengan penelitian ini
dapat ditemukan sebuah solusi bagi permasalahan yang mucul dan pemahaman yang jelas
betapa perlunya sebuah usaha lebih dari pengajar maupun instansi pendidikan pemerintah
jika ingin konsisten dengan uturan yang dibuat. Sehingga naradidik tidak menjadi korban dari
kegiatan belajar mengajar yang tidak sesuai dengan bagaimana penerapan yang ideal.

Kata Kunci: KBM PAK, Kekristenan Minoritas, Pelaksanaan,SMAN 6 Madiun


1.

PENDAHULUAN
Masa SMA (adolense 15/16 - 19/20) adalah masa dimana remaja mengalami banyak

perkembangan secara psikis1. Ia mulai banyak bertanya, ia mulai masa transisi, ia mulai
terbuka dan ia mulai mengambil keputusan. Dalam kondisi psikis yang semacam ini, remaja
harus diperlakukan sesuai keadaannya, bukan lagi seperti saat ia masih pada masa kanakkanak2. Dengan keadaan psikis yang semacam ini, pendidikan agama Kristen harus menjadi
kegiatan yang mendorong, menguatkan dan membekali naradidik. Sehingga mereka memiliki
bekal yang mumpuni dalam menghadapi problema hidup.3
Penulis setuju untuk mengkategorikan siswa SMA sebagai Remaja. Karena pada masa
inilah secara psikis mereka mengalami problematika riil kehidupan remaja. Oleh karena itu
penulis menyetujui pengelompokan siswa-siswi SMA dalam tahap middle adolesence (16-18
tahun)4. Tahap ini adalah tahap penting yang sangat strategis untuk menjadi tujuan misi
penginjilan. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika Pendidikan Agama Kristen (PAK)
kepada remaja dalam hal ini siswa-siswi SMA tidak berjalan secara maksimal, mengingat
banyak gereja yang masih kurang memperhatikan pelayanan terhadap remaja.
Penulis melihat hal ini penting untuk diteliti sehingga dapat dicari solusi-solusi terbaik
demi terpenuhinya tujuan dari adanya Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Menengah Atas.
Jika kita melihat penerapan undang-undang sisdiknas yang ada, sering kali kita menemukan

pelaksanaan yang keliru atau bahkan tidak bisa memenuhi asumsi pelaksanaan PAK yang ada.
Contohnya, Pasal 12 Ayat (1) UU No 20 Tahun 2003 mengatur bahwa : “Naradidik:
mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh
pendidik yang seagama”.5 Hal ini adalah aturan yang problematis. Kita semua mengetahui
Indonesia adalah negara multi-kultur,multi-etnis dan multi-religi. Apakah dengan persebaran
agama yang tidak merata di Indonesia, pelaksanaan PAK dapat berjalan dengan sebagaimana
mestinya. Oleh karena itu, melalui pertanyaan mendasar ini penulis secara sistematis
memberikan judul “PAK dalam Konteks Kekristenan sebagai Minoritas (Studi Kasus di
SMAN 06 Madiun)”.
Kurikulum yang diterbitkan Kementrian Pendidikan setidaknya memiliki tujuan yang
baik dimana ingin memberikan beberapa materi yang sama (contohnya keberagaman agama
dan kesatuan sebagai bagian dari Iman) dalam tujuan menanggulangi permasalahan Indonesia
kini. Hal ini dirasa tepat diterapkan pada siswa-siswi SMA yang mulai berfikir dalam ranah
1

Nuhamara. Daniel, PAK : Pendidikan Agama Kristen Remaja, (Bandung:Jurnal Info Media, 2010), 9-13.
Gunarsa. Singgih, Psikologi untuk Muda-Mudi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), 27.
3
Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), 12.
4

Nuhamara, Daniel, PAK Remaja, 9.
5
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Naional.Pasal 12 (1)
2

2

abstrak.6 Namun sayangnya, perbandingan jumlah naradidik antar agama yang sangat jauh
menyebabkan susahnya kurikulum untuk diterapkan. Ditambah lagi permasalahan lain yang
ikut memperparah keadaan seperti ketersediaan pengajar, profesionalitas guru dan lain
sebagainya. Hal ini terjadi di banyak lokasi di Indonesia. Asumsi bahwa pengajaran harus
menggunakan metode yang variatif, pengajaran yang komunikati dengan alat-alat teknologi
yang mutakhir dan memadahi sering tidak dindahkan oleh pengajar dan sekolah. Sehingga
dalam melaksanakan kegiatan PAK muncul banyak sekali permasalahan.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin merumuskan apa saja permasalahan yang
muncul dalam KBM PAK di SMAN 6 Madiun? Setelah ditemukan permasalahan, penulis
ingin menganalisis permasalahan tersebut terkait teori pelaksanaan PAK yang diatur dalam
buku pedoman pelaksanaan PAK. Kemudian apa saja akibat dari permasalahan yang muncul
dalam KBM PAK di SMAN 6 Madiun? Sehingga dengan analisis tersebut, penulis dapat
mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam KBM PAK di SMAN 6 Madiun,

menjelaskan penyebab-penyebab permasalahan dalam KBM PAK di SMAN 6 Madiun serta
menganalisa akibat yang muncul dari permasalahan yang ada dalam KBM sehingga diketahui
seberapa penting solusi permasalahan tersebut dibutuhkan.
Penelitian ini juga dapat menjadi prototipe bagi observasi KBM PAK di sekolah lain
dimana permasalahan semacam ini juga terjadi. Sehingga setelah diketahui penyebab
permasalahan yang ada, diperoleh referensi solusi dalam menyelesaikannya. Bisa juga
mencari solusi lain yang lebih tepat dengan memodifikasi referensi solusi yang ditawarkan.
Hal ini dilakukan demi terwujudnya KBM PAK yang tepat guna bagi perkembangan iman
para siswa Kristen.
Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode kualitatif, dimana dengan metode
ini, cara pengambilan data penulis lakukan dengan jalan wawancara pada semua orang yang
terlibat dalam kegiatan PAK (Pengajar, siswa maupun pihak sekolah) dan pengumpulan data
tambahan dengan melakukan observasi setiap tatap muka KBM PAK disekolah tersebut
selama kurang lebih 2 bulan. Wawancara yang penulis lakukan akan lebih memfokuskan
pertanyaan yang berhubungan dengan KBM.

6

Gunarsa. Singgih, Psikologi , 19.


3

2. LANDASAN TEORI
Proses Pendidikan di sekolah bukanlah hal yang dapat berdiri sendiri. Berbeda dengan
pengajaran di rumah tangga yang bersifat sosialisasi. Pendidikan di sekolah adalah suatu
proses edukasi yang terstruktur dan banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi
kesuksesan dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Minimal ada 4 faktor yang berperan besar
dalam kesuksesan suatu proses belajar mengajar (pendidikan) di sekolah.7 4 faktor tersebut
antara lain : 1. Kurikulum dan sistem pendidikan yang ada; 2. Profesionalitas pengajar; 3.
Campur tangan sekolah; 4. Keadaan dan perkembangan pribadi naradidik. Oleh karena itu,
penulis akan menggunakan beberapa teori dari para ahli dalam melakukan penelitian, sesuai
dengan 4 faktor besar yang mempengaruhi kesuksesan kegiatan pendidikan tersebut.
Sistem Pendidikan Agama di Indonesia
Pasal 12 Ayat

(1) UU No 20 Tahun 2003 mengatur bahwa : “Nardidik berhak :

mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh
pendidik yang seagama”.8 Seperti yang telah diungkapkan penulis bahwa ini adalah peratuan
yang problematis bagi kaum minoritas. Bagi kaum mayoritas atau paling tidak daerah dengan

penganut agama mayoritas (Islam di Jawa atau Kristen di Indonesia Timur), bisa
melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara normal dan sesuai. Namun di daerah
yang menyisakan beberapa aliran agama sebagai minoritas akan susah menjalankan peraturan
tersebut. Permasalahan akan muncul terkait ketersediaan pengajar dan implementasi
kurikulum karena jumlah murid yang sangat sedikit sehingga tidak mungkin dilakukan
kegiatan belajar-mengajar seperti yang biasa dilakukan di kelas besar (jumlah naradidik
banyak). Perlu penyesuaian lebih agar kegiatan belajar mengajar dapat sukses (dengan
indikator naradidik menikmati proses belajar dan mampu menyerap materi yang
disampaikan).
Peraturan ini harus diterapkan oleh seluruh lembaga pendidikan nasional di Indonesia.
Penyamarataan ini adalah bagian dari standarisasi sistem pendidikan di Indonesia. Padahal
standarisasi ini memiliki akibat yang berbahaya yaitu memunculkan manusia robot (The
Standarized Minds)9. Dimana akan berbahaya bagi tegaknya suatu masyarakat yang
demokrasi yang kreatif dan inovatif. Meski begitu, jika dikaji lebih dalam standarisasi akan
terasa bermanfaat jika digunakan dalam masa transisi atau untuk meningkatkan mutu

7

Ibrahim & Nana, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010), 63.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Naional.Pasal 12 (1)

9
Tilaar. H.A.R, Standarisasi Pendidikan Nasional : Suatu Tinjauan Kritis,(Jakarta:Rineka Cipta,2006), 13.
8

4

pendidikan secara berkala dan bukan sebagai syarat mutlak dalam kelulusan suatu tingkat
pendidikan (UN contohnya).10
UU No.20 pasal 12 mengarahkan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran agama pada
suatu eksklusifitas pelajaran. Karena pada akhirnya di setiap proses belajar mengajar akan
memisahkan murid antar agama. Hal ini dapat membangun paradigma siswa bahwa mereka
berbedaa, bahkan dibedakan oleh instansi pendidikan (lebih dalam dibedakan oleh negara).
Selain itu, UU No. 20 pasal 12, juga diikuti kurikulum untuk menjadi kerangka pengajaran di
setiap pertemuan/tatap muka KBM.
Kurikulum
Harold Alberty dan John Kerr yang mengungkapkan bahwa kurikulum adalah segala
pengalaman anak di sekolah di bawah bimbingan sekolah. 11 Dengan definisi demikian, maka
kurikulum yang merupakan cetak biru pendidikan benar-benar harus digunakan sekolah untuk
memberikan pengalaman untuk peserta didik, karena ia didesain secara baik untuk
dilaksanakan. Oleh karena itu dalam melakukan Kegiatan Belajar Mengajar wajib

menggunakan kurikulum. Baik menggunakan kurikulum anjuran Kementrian Pendidikan
Nasional, maupun kurikulum lain yang dibuat atas dasar adaptasi bagi keadaan
naradidik/lingkungan lokal lembaga pendidikan tersebut berada.
Kurikulum yang berlaku (yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan) yaitu
kurikulum 2013, sebenarnya sudah mengatur secara baik materi Pendidikan Agama, baik
Kristen, Islam, Hindu, Budha dll dalam tujuannya membawa naradidik pada penghargaan
yang lebih tinggi terhadap manusia lain dan ajaran agama lain. Materi yang banyak
membahas perbedaan dalam kesatuan, perdamaian, toleransi dan budi pekerti (moral) sangat
sesuai dengan kebutuhan Indonesia saat ini yang mulai terancam oleh arus modernisasi dan
globalisasi.12 Generasi muda indonesia kini sedang dalam ancaman pengetahuan bebas tanpa
batas perlu dididik agar memiliki karakter dan moral yang kuat. Diharapkan dengan
kurikulum yang baru, kegiatan belajar mengajar dapat berjalan lebih maksimal, terstrukur,
sistematis tanpa melupakan pentingnya pengetahuan diimbangi moral dan spiritual yang kuat.
Sebenarnya tidak hanya mata pelajaran Agama dan PKN yang perlu menitikberatkan aspek
budi pekerti, dalam kurikulum 2013, semua mata pelajaran diawajibkan untuk
mengimplementasinakan nialai-nilai spiritual dan moral keagamaan dalam proses
penyampaian materinya.

10


Tilaar, Standarisasi, 105.
Sumiyatiningsih. Dien, Mengajar Dengan Kreatif Dan Menarik : Buku Pedoman Untuk Mengajar
Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta: Andi Offset, 2006), 55.
12
Tilaar. H.A.R, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 26.
11

5

Dalam Kurikulum 2013, materi yang disediakan sudah secara sistimatis didesain oleh
para ahli sehingga secra bertahap dapat memberi pengalaman yang komperhensif dan lengkap
pada naradidik sesuai tingkatan pendidikan. Sehingga dalam taraf SMA, kelas X, XII dan XII
memiliki kurikulumnya masing-masing namun berkesinambungan.13
Dalam kegiatan belajar mengajar pendidikan agama Kristen, kurikulum 2013 diterbitkan
sebagai sebuah pedoman bagi pelaksanaan proses pembimbingan naradidik untuk mencapai
tujuan yang dicita-citakan naradidik, keluarga dan masyarakat. Di dalamnya semua
konsep,prinsip,nilai, metode,alat dan pengetahuan pengajar diuji dalam bentuk perbuatan,
demi mewujudkan kurikulum yang hidup dan nyata. Sehingga pengajar atau guru adalah
seorang yang memegang kendali dan tokoh utaka dalam mewujudkan seluruh aspek-aspek
kurikulum. Kurikulum hanyalah landasan, namun guru adalah perencana, pelaksana,
pengembang dan penilai yang sesungguhnya.
Profesionalitas Pengajar
Guru adalah pemeran utama dalam kegiatan belajar mengajar. Jika ia tidak
melaksanakan tugasnya dengan keahlian, kemahiran atau kecakapan untuk memenuhi standar
mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi14 (UU No. 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen), maka imbasnya adalah kegagalan bagi kehidupan naradidiknya.
Guru yang profesional bukan hanya sekedar alat tranmisi kebuadayaan, melainkan
mentranformasikan kebudayaan ke arah budaya yang lebih baik dan dinamis.15 Guru yang
profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan
keahlian baik dalam materi maupun metode.16
Kurikulum 2013, memperhadapkan pengajar pada suatu situasi dimana pengajar harus
menjadi seorang pengajar yang kreatif. Jika kita mempelajari pedoman pelaksanaan
Kurikulum 2013 yang disertakan, maka kita akan melihat beberapa asumsi terhadap proses
pelaksanaan PAK. Dimana guru adalah pemeran utamanya. Mulyasa mengatakan bahwa guru
adalah sumber ide, pengetahuan, nilai dan kultur muridnya. Artinya seorang guru dalam
pendidikan berkontribusi untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM), selain buku yang
berkualitas serta sarana gedung yang lengkap.17
Wajar jika dalam pelaksanaan kurikulum 2013, jam pertemuan tiap matapelajara
ditambahkan 4-6 jam per minggu. Hal ini ditujukan agar pengajar memiliki waktu untuk
13
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru: Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti,
(Jakarta:Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud), 4.
14
Kunandar, Guru Profesional,(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2009), 45.
15
Tilaar, H.A.R, Membenahi pendidikan Nasional,(Jakarta:Rineka Cipta, 2009), 88.
16
Kunandar, Guru, 47.
17
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan menyenangkan,
(Bandung:Remaja Rosdakarya, 2007), 3.

6

mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi siswa aktif belajar. Proses
pembelajaran siswa aktif memerlukan waktu yang lebih panjang dari proses pembelajaran
penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan untuk melakukan mengamati,
menanya, mengasosiasi, dan berkomunikasi. Proses pembelajaran yang dikembangkan guru
menghendaki kesabaran dalam menunggu respon peserta didik karena mereka belum terbiasa.
Selain itu bertambahnya jam belajar memungkinkan guru melakukan penilaian proses dan
hasil belajar.18
Keaktifan siswa adalah merupakan ciri khas dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran
dari Kurikulum 2013. Dalam penjelasan tentang kekhasan kurikulum nomor 2 dan 3
dikatakan 19:
a. Konsep dasar pembelajaran mengedepankan pengalaman individu melalui observasi
(meliputi

menyimak,

melihat,

membaca

dan

mendengarkan),

bertanya,

asosiasi,menyimpulkan, mengkomunikasikan,menalar dan berani bereksperimen dengan
tujuan utama meningkatkan kreatifitas naradidik. Pembelajaran ini lebih dikenal dengan
pembelajaran berbasis pengamatan (observation-based learning). Selain itu proses
pembelajaran juga diarahkan untuk membiasakan anak didik beraktivitas secara
kolaboratif dan berjejaring untuk mencapai suatu kemampuan yang harus dikuasai oleh
anak didik pada aspek pengetahuan (kognitf) yang meliputi daya kritis dan kreatif,
kemampuan analisis dan evaluasi. Sikap (afektif), yaitu religiusitas, mempertimbangkan
nilai-nilai moralitas dalam melihat sebuah masalah, mengerti dan toleran terhadap
perbedaan pendapat. Keterampilan (psikomotorik) meliputi terampil berkomunikasi, ahli
dan terampil dalam bidang kerja.
b. Pendekatan pembelajaran adalah student-centered, yakni proses pembelajaran yang
berpusat pada naradidik. Guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing naradidik
dalam proses pembelajaran. Active and Cooperative Learning : dalam proses
pembelajaran naradidik harus aktif bertanya, mendalami dan mencari pengetahuan untuk
membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman dan eksperimen pribadi
dan kelompok. Metode observasi, diskusi,presentasi, proyek sosial dan sejenisnya.
Contextual : Pembelajaran harus mengaitkan konteks dimana naradidik tinggal atau
hidup, yaitu lingkungan kelas, sekolah, keluarga dan masyarakat. Melalui pendekatan ini,
diharapkan dapat menunjang pencapaian kompetensi naradidik secara optimal.

18

Kemendiknas, Kurikulum 2013 : Kompetensi Dasar SMA/MA, (Jakarta:BaLitBang Kemendiknas,2013), 5.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru: Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti,
(Jakarta:Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud), 6-7.
19

7

Ini berarti kegiatan belajar mengajar harus menggunakan metode yang variatif dan
menarik naradidik untuk juga aktif mengambil bagian dalam pembelajaran. Dengan begitu
maka muncul permasalahan jika kelas terlalu kecil karena jumlah naradidik yang sedikit.
Metode pembelajaran dengan kecerdasan ganda sering kali membutuhkan naradidik dalam
jumlah cukup besar (kelas besar).
Tahap Persiapan Pengajaran
Rancangan Pelaksanaan Penngajaran (RPP) adalah tahap penerapan implementasi
kurikulum yang sangat penting. Dalam sebuah kegiatan belajar mengajar, sangat diperlukan
Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam RPP akan mencangkup 4
hal penting Kegiatan Belajar mengajar antara lain20 :
a. Merumuskan tujuan yang akan di capai.
b. Cara atau metode apa yang akan digunakan untuk menjadi indikator ketercapaian
materi yang diberikan sebagai evaluasi.
c. Materi apa yang akan disampaikan dan bagaimana menyampaikannya dan
bagaimana memotivasi nara didik.
d. Media atau alat apa saja yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan pengajaran.
Oleh karena itu, dalam persiapan pengajaran, RPP tidak boleh dilupakan. Dengan
adanya RPP maka akan dapat dilaksanakan kegiatan belajar mengajar secara tepat, disamping
perlunya kemahiran pengajar dalam menyampaikan materi. Namun RPP sekali lagi tidak
boleh dilupakan. Karena ia merupakan rancangan bagaimana kurikulum digunakan dan
disampaikan.
Cara Penyampaian Materi Pengajaran
Usia SMA (15-18 tahun) adalah masa transisi bagi seorang manusia. Ini adalah masa
dimana ia banyak bertanya tentang segala hal, masa dimana ia suka bercerita segala sesuatu
dan masa dimana ia mengambil keputusan. Sehingga dalam memberikan pengajaran pada usia
ini tidaklah lagi sama dengan mengajar usia SD maupun SMP. Dimana kedewasaan dan
ketertaikan naradidik SMA sudah berbeda orientasinya.21
Oleh karena itu naradidik SMA yang memiliki perkembangan psikis yang lebih
kompleks, mereka cenderung gampang bosan dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk
menanggulanginya, maka diperlukan suatu proses KBM yang menarik dan membuat
naradidik SMA ingin ikut ambil bagian dalam KBM. Metode pengajaran yang dipilih harus
sesuai dan media pembelajaran yang digunakan harus tepat dalam mendidik naradidik SMA.22

20

Ibrahim & Nana, Perencanaan , 35.
Nuhamara Daniel, PAK Remaja, (Bandung : Jurnal Info Media, 2010), 10.
22
Sumiyatiningsih. D, Mengajar, hal 79.
21

8

Mengenai metode masa kini, guru tidak boleh berpijak pada satu metode tetap dalam
mengajar naradidik usia SMA. Metode pengajaran seperti ceramah, metode tugas, metode
latihan inkuiri, metode karyawisata, metode presentasi, metode diskusi, metode interaksi
kelompok dan metode audio visual dapat digunakan secara berkala dan bervariasi dengan
menyertakan materi kecerdasan ganda.23
Cara Penilaian
Dalam perangkat penjelasan Kurikulum 2013 juga telah dijelaskan bahwa dalam
penilaian, Kurikulum 2013 memusatkan pada tiga hal yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Penilaian untuk mengukur kemampuan pengetahuan,sikap dan keterampilan hidup peserta
didik yang diarahkan untuk menunjang dan memperkuat pencapaian kompetensi yang
dibutuhkan anak didik di abad 21. Dengan demikian, penilaian harus dilakukan sebagai
bagian dari proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Maka sudah seharusnya
penilaian juga harus dapat dikreasi sedemikian rupa hingga menarik, menyenangkan, tidak
menegangkan, dapat membangun rasa percaya dirin dan keberanian peserta didik dalam
berpendapat serta membangun daya kritis dan kreativitas naradidik.24
Dalam petunjuk pelaksanaan KBM PAK yang disertakan dalam Buku Pegangan Guru
PAK minimal ada 7 metode penilaian yang dapat digunakan sepanjang proses pembelajaran,25
yaitu: penilaian untuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian
produk, penilaian portofolio dan penilaian diri sendiri. Dari ketujuh metode tersebut, semua
dapat digunakan secara variatif dalam pembelajaran, contoh menggunakan metode penilaian
sikap ketika kegiatan pembelajaran dalam kunjungan ke tempat ibadah agama lain dsb.
Peran Serta Naradidik
Pada Kurikulum 2013, naradidik adalah orientasi atau pusat pembelajaran. Meskipun
pengajar adalah tokoh utama yang mengarahkan kemana proses pembelajaran, namun proses
pembelajaran itu sendiri diciptakan untuk kepentingan naradidik. Oleh karena itu dengan
Kurikulum 2013 yang student-centered26, sangat diwajibkan dalam proses pembelajaran
naradidik terlibat secara aktif. Hal ini tidak dapat dilaksanakan jika naradidik tidak tertarik
dengan proses pembelajaran. Selain proses pembelajaran yang tidak menarik, hal yang
menyebabkan naradidik tidak aktif terutama dalam kegiatan PAK di sekolah adalah jumlah
naradidik yang sangat sedikit. Sangat sulit dibayangkan menggunakan metode pembelajaran
semacam presentasi jika murit hanya 2 orang atau bahkan 1 orang. Oleh karena itu pengajar

23

Sumiyatiningsih. D, Mengajar , hal 138.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru, 7.
25
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru, 17-23.
26
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru, 6.
24

9

yang profesional wajib melakukan langkah adaptatif untuk menyelesaikan permasalahan
tuntutan ini.
Campur Tangan Sekolah
Sekolah adalah stakeholder dalam kegiatan belajar mengajar termasuk KBM PAK.
Sudah seharusnya sekolah melakukan evaluasi terhadap pengajaran yang berlangsung di
sekolah. Pada jenis dan tingkat sekolah apapun, yang menjadi tugas utama sekolah ialah
menjamin adanya program pengajaran yang baik bagi murid-murid.27 Dengan kata lain
sekolah memiliki kewajiban untuk mengontrol bagaimana kurikulum yang dibuat? apa yang
diajarkan? Bagaimana penyampaian kurikulum? Bagaimana evaluasi terhadap KBM?
prioritas dalam kurikulum pada proses atau isi? Dan lain sebagainya.28
Tidak hanya itu, sekolah juga perlu memperhatikan prasarana dan sarana pendidikan,
dalam hal SDM seperti tenaga pengajar yang berkualitas dan profesional, dalam hal
infrastruktur seperti perabot dan bangunan seperti: alat pelajaran seperti buku dan alat peraga
serta media pendidikan baik audio-visual (alat penampil).29 Serta memberikan pada pengajar
kesempatan dan dukungan bagi kegiatan siswa diluar kurikulum yang ada.

27

Daryanto. H.M, Administrasi Pendidikan,(Jakarta : Rineka Cipta, 2010), 36.
Daryanto, Administrasi , 37.
29
Daryanto, Administrasi, 51-52.

28

10

3. PELAKSANAAN KBM PAK DI SMAN 6 MADIUN
Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar Pendidikan Agama Kristen (KBM PAK) di
SMAN 6 Madiun berdasarkan penelitian penulis, menjelaskan gambaran riil tentang berbagai
hal seperti : kurikulum yang digunakan serta perangkatnya (Silabus dan RPP), peranan
sekolah, Permasalahan yang muncul dalam Proses Pengajaran dan Respon naradidik.
Persiapan Pengajaran30
Pada tahap yang paling awal dari sebuah pengajaran tentu saja menentukan kurikulum
dan materi ajar. Sesuai aturan yang digunakan di Sekolah Negeri, maka SMAN6 Madiun
menggunakan kurikulum yang dikeluarkan kementrian pendidikan Indonesia. Seperti kita
tahu, kurikulum yang sedang dipergunakan masa kini adalah kurikulum 2013. Mata pelajaran
agama mendapat penekanan dan implementasi moral kebangsaan, sehingga menjadi Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti.
Kurikulum yang baru ini masih dalam proses. Karena baru diimplementasikan kurang
lebih 2 tahun, maka baru kelas X dan XI yang menikmati kurikulum ini, sedangkan kelas XII
masih menggunakan kurikulum lama. Hal ini terkait juga dengan buku ajar yang tersedia.
Kemendiknas baru menyediakan buku sekolah elektronik (BSE) sebagai buku penunjang dan
acuan pengajaran untuk kelas X dan XI.
Oleh karena itu pengajar telah memperoleh informasi ini juga dan mencoba akan
mengimplementasikan kurikulum yang sedang berlaku kini dalam setiap Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM).
Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Madiun juga telah menginstruksikan agar setiap
pengajar membuat Silabus dan RPP bagi setiap pengajarnya. Hal ini dilakukan agar standar
yang ingin dicapai pendidikan Indonesia dapat terealisasikan. Selain itu dengan adanya RPP,
dapat dilihat dan dimonitor mengenai fasilitas apa saja yang diperlukan dalam menunjang
KBM dalam setiap mata pelajaran. RPP juga sebagai alat sekolah melihat apakah proses
pengajaran bervariasi (tidak monoton) dan metode yang digunakan juga harus disesuaikan
bagi siswa yang memiliki pola pikir dan perkembangan psikis berbeda dengan tahapan
sekolah yang sebelumnya (SMP).
Pengajar PAK SMAN 6 Madiun telah membuat menyerahkan RPP bagi KBM PAK di
tiap tingkatan kelas (X,XI,XII). Setelah diperiksa, terdapat sedikit masalah dalam RPP dan
Silabus yang diserahkan. Masalah tersebut hanya ada pada metode pengajaran yang
cenderung monoton. Metode pengajaran yang paling sering dilakukan adalah ceramah dan
sangat jarang menggunakan media audio visual semacam LCD dan Laptop. Namun secara
30

Hasil wawancara dengan Pengajar PAK di SMAN 6 Madiun dan Wakasek Kurikulum. (14 November

2014)

11

penerapan kurikulum tidak ditemukan permasalahan dalam RPP karena sudah sesuai dengan
himbauan dari pemerintah.
Peran Sekolah dalam Proses Pembelajaran KBM PAK31
SMAN 6 Madiun adalah Sekolah Standar Nasional. Dengan predikat sekolah
unggulan, maka secara fasilitas tidak perlu diragukan. Tersedia berbagai macam fasilitas
untuk mendukung pembelajaran, bahkan sekarang SMAN 6 Madiun dalam tahap renovasi
bangunan gedung sekolah yang dilengkapi sarana yang baik dan maju. Sehingga menurut
pengamatan saya dan hasil wawancara, tidak ada koreksi yang perlu saya berikan mengenai
sarana dan fasilitas di sekolah ini.
Bertolak belakang dengan ketersediaan pengajar PAK, SMAN 6 Madiun justru tidak
memiliki pengajar tetap PAK. Meski begitu, SMAN 6 Madiun justru memiliki pengajar
Pendidikan Agama Katolik yang mengajar setiap jam pelajaran Agama Katolik. Padahal jika
kita lihat perbandingan jumlah murid Kristen dan Katholik di sekolah ini, maka jumlah murid
beragama Kristen lebih banyak dari murid yang beragama Katholik.
Oleh karena hal ini, jika dikatakan pengangkatan guru tetap dikarenakan siswa yang
sedikit, maka hal ini perlu dipertanyakan. Namun Wakasek Kesiswaan memberikan
penjelasan kepada saya, bahwa itu adalah pembagian dan rekomendasi dari Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kota Madiun, sebagai pemegang data dan kekuasaan dalam memutasikan
guru. Jika dirasa beban mengajar seorang guru PNS sudah memenuhi standar tingkatan
(golongan) tertentu maka ia hanya perlu mengajar di satu sekolah saja , namun jika belum
mencukupi harus ditambahkan dengan mengajar di lokasi yang berbeda.
Sekolah melihat jumlah naradidik yang beragama Kristen tidaklah besar, maka atas
alasan tersebut sekolah menerima rekomendasi yang diberikan dinas demi memenuhi
kebutuhan pengajar. Maka dihadirkanlah pengajar SMPN 3 Madiun untuk mengajar di
SMAN 6 Madiun. Akibatnya pola pengajaran yang biasa digunakan di SMP sering dibawa
saat mengajar naradidik usia SMA. Dengan demikian proses KBM PAK berjalan tidak
sebagaimana mestinya. Hal ini mempengaruhi sekali perkembangan naradidik Kristen usia
SMA dimana mereka memerlukan bekal yang banyak demi menghadapi ancaman pergaulan
yang lebih luas dan lebih mengkhawatirkan. Ditambah lagi pengajar kurang memiliki
kompetensi untuk mengajar naradidik usia SMA. Hal ini akan diperdalam pada bagian
profesionalitas pengar PAK selanjutnya.

31

Hasil wawancara dengan Pengajar PAK di SMAN 6 Madiun dan Wakasek Kesiswaan (14 November 2014)

12

Permasalahan yang Muncul dalam Proses KBM32
Seperti telah disinggung di atas bahwa metode yang digunakan oleh pengajar hampir
selalu metode ceramah. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengajar dalam menggunakan
teknologi. Pengajar yang seorang PDP (Pendeta Pembantu) dan istri dari Pendeta Senior
sebuah gereja kharismatik di Kota Madiun, mengaku jarang sekali berkutat dengan media
elektronik komputer, internet dan sejenisnya. Oleh karena itu, pengajar sangat jarang
menggunakan media pembelajaran elektronik.
Selain itu pengajar juga tidak menggunakan metode lain seperti bercerita, ilustrasi,
bermain peran karena kesibukan dan kurangnya partisipasi siswa dalam kelas PAK yang
dilaksanakan setiap Jumat pukul 11.00-12.30 WIB. Banyak siswa yang tidak hadir tanpa
alasan maupun ijin untuk kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakulrikuler. Sehingga dengan
kesibukan pengajar yang cukup padat, metode menyampaikan materi paling sederhana dan
mudah adalah metode ceramah.
Meskipun metode yang digunakan adalah metode paling sederhana yaitu metode
ceramah namun nyatanya tidak bisa menyampaikan kurikulum dengan baik. Hal ini dapat
dilihat ketika pengajar memulai proses KBM, sering kali materi yang disampaikan tidak
sesuai dengan kurikulum yang ada. Meskipun pengajar telah memperoleh informasi materi
dalam buku yang diberikan kemendiknas, namun pada KBM yang berlangsung, materi bisa
diganti sesuai apa yang disiapkan oleh pengajar.
Kurikulum tidak dapat diterapkan bukan hanya karena metode pengajaran yang
digunakan, namun juga karena keadaan kelas. Dengan jumlah siswa yang berjumlah 34 orang
(X:13, XI:16, XII:5). Kelas PAK digabung menjadi satu. Ketika kelas digabung, maka
jumlahnya cukup besar, namun tetap saja tidak bisa diajar dengan materi sesuai yang
diberikan Kemendiknas (mengingat Kurikulum Kemendiknas berbeda untuk tiap tingkat
kelas).33
Dalam kegiatan KBM PAK di SMA 6 Madiun, banyak siswa yang tidak hadir, baik
karena kegiatan sekolah maupun bolos. Hal ini bisa ditangkap sebagai respon negatif
naradidik terhadap KBM PAK.
Sebagai seorang pengajar, penguasaan materi, penguasaan teknologi dan perkembangan
iptek dasar serta kemampuan mengajar dengan kreatif dan menarik adalah suatu kewajiban.
Terutama dalam kelas yang tidak besar dan materi mengenai moral dan iman seperti
Pendidikan Agama Kristen.

32

Hasil Pengamatan Langsung dalam kegiatan belajar mengajar di SMAN 6 Madiun selama 2 bulan dan
Wawancara dengan Pengajar PAK (14 November 2014)
33
Hasil wawancara dengan Wakasek Kesiswaan (14 November 2014)

13

Pada KBM PAK di SMAN 6 Madiun, pengajar sering bercerita dan memberi ilustrasi
panjang lebar dan menyimpang dari materi yang diajarkan. Selain itu pengajar sering
menyisipkan hal-hal yang di luar materi pengajaran ketika telah kehabisan kata-kata maupun
ketika memberikan contoh dan soal-soal latihan.
Pengajar yang telah berusia 49 tahun, tidak memahami dasar-dasar Ilmu Teknologi,
terutama komputer untuk mengajar. Banyak penyuluhan, sosialisasi dan kursus singkat yang
dinas pendidikan laksanakan dan banyak guru-guru TIK yang bisa membantu mempelajari
dasar-dasar ilmu komputer untuk mengajar. Minimal bisa menggunakan Microsoft word dan
power point untuk memvariasi metode dan proses KBM.
Ketika tidak menguasai komputer dan teknologi kekinian, maka metode mengajar yang
monoton tidak menarik bagi siswa. Sayangnya hal itu tidak ditanggulangi dengan kreatifitas
pengajar dalam menyampaikan materi. Pengajar tetap dengan cara konvensional dalam
mengajar, di kelas dan metode ceramah. Padahal kreatifitas metode pengajaran seperti
contohnya, belajar di ruang terbuka sangat diperlukan dan disukai oleh siswa. Dan hal kreatif
semacam itu tidak pernah dilakukan oleh pengajar.
Dalam proses penilaian/pengambilan nilai, karena metode mengajar yang monoton dan
konvensional. Maka perolehan nilai juga masih dilaksanakan secara konvensional. Nilai
hanya didapat dari presensi kehadiran pada hari jumat pukul 12.00-14.00, nilai tugas dari
Lembar Kerja Siswa dan Tes Tengahan Semester dan Tes Akhir Semester. Tidak ada
penilaian yang mendasarkan pada 7 metode penilaian siswa aktif yang dicantumkan pada
buku BSE dari Kemendiknas.
Pengajar juga melakukan 6 kesalahan dari 25 keslahan fatal yang disebutkan oleh Arif
Rahman34 sebagai efek ketidakprofesionalan pengajar. Kesalahan tersebut antara lain:
a. Mengajar secara monoton (telah dijelaskan di atas);
b. Sering bolos (menurut data, dalam 8 pertemuan terakhir, pengajar telah 3 kali tidak
hadir dengan 2x alasan kesibukan di sekolah lain dan 1x alasan acara lain);
c. Tidak disiplin (pengajar tercatat 4x terlambat masuk kelas sebagian besar dengan alasan
jemputan yang terlambat. Pengajar ternyata tidak dapat membawa kendaraan sendiri);
d. Komunikasi tidak efektif (antara pengajar dan naradidik sering terjadi komunikasi satu
arah karena minat komunikasi dalam KBM tidak dikembangkan oleh pengajar. Metode
yang digunakan juga hanya ceramah. Menurut data hanya ada rata-rat 1 penanya dalam
setiap KBM)

34

Arif.Rahman M, Kesalahan-Kesalahan Fatal Paling Sering Dilakukan Guru dalam Kegiatan BelajarMengajar, (Jogjakarta:DIVA Press, 2011), hal 5-6

14

e. Tidak bisa menggunakan teknologi (karena usia dan keterbatasan ilmu, pengajar tidak
pernah mengajar mengunakan sarana audio visual seperti komputer maupun VCD)
f. Tidak mengikuti perkembangan zaman (kasus yang digunakan sebagai ilustrasi sering
merupakan pengalaman pribadi dan bukan kasus riil dalam masyarakat yang sedang
menjadi trending topic dan sering disisipkan hal-hal di luar pembahasan sehingga
terkesan kurang menguasai materi. Meskipun dapat dipastikan sebagai seorang sarjana
teologi dan pendeta pembantu, pasti ia menguasai materi)
Respon Naradidik terhadap KBM PAK35
Naradidik melihat bahwa pengajar adalah pribadi yang kurang komunikatif, kreatif dan
kurang bersahabat. Setelah berjalannya KBM yang monoton, maka naradidik makin tidak
puas dengan KBM PAK. Para siswa akhirnya memilih untuk bolos dan membuat alasan palsu
untuk menghindari kelas PAK.
Namun beberapa siswa masih memperhatikan dan merespon KBM PAK dengan
antusias. Naradidik merasa bahwa yang penting bukanlah pengajarnya namun pelajarannya.
Den meskipun materi yang disampaikan tidak menari atau tidak komunikatif, naradidik dapat
mencari sumber pembelajaran dengan tema yang sama pada keluarga, teman, buku maupun
gereja.
KBM PAK Masih direspon baik oleh sebagian besar naradidik. Namun metode
pengajaran yang tidak kreatif sesuai tuntutan jaman dan naradidik masa kini membuat materi
tidak dipahami secara maksimal. Naradidik memang mengerti apa yang diajarkan ketika
dikelas. Namun karena tidak memahami dan mencoba menghidupi apa yang diajarkan, maka
naradidik sudah lupa tentang apa yang telah diajarkan.
Dengan keadaan KBM semacam ini imbas jangka jauhnya adalah apa yang menjadi
tujuan inti kurikulum 2013 tidak bisa tercapai. Karena tahap-tahap yang sudah direncanakan
melalui kurikulum yang ada tidak tersampaikan dan tidak dipahami naradidik. Dengan
digabungnya kelas maka kurikulum yang digunakan tidak bisa spesifik untuk kelas tertentu.
Semua tingkatan akhirnya mempelajari hal yang sama dan ini tidaklah sesuai dengan
bagaimana proses KBM bagi naradidik seharusnya.

35

Hasil pertemuan dan diskusi (Open Question) dengan naradidik. (14 November 2014)

15

4. TINJAUAN TERHADAP PELAKSANAAN PAK DI SMAN 06 MADIUN DAN
IMBASNYA BAGI NARADIDIK
Seperti telah diungkapkan di atas, bahwa proses pendidikan di sekolah adalah suatu
proses yang terjadi dalam suatu keterikatan integral antara sistem pendidikan/peraturan
perundangan yang berlaku, sekolah sebagai instansi pendidikan, pengajar dan naradidik.
Keterkaitan antara empat elemen tersebut membangun pemahaman bahwa tidak mungkin
melakukan suatu penanganan terhadap permasalahan yang muncul jika hanya melakukan
koreksi pada salah satu bagian saja. Oleh karena itu dalam bagian ini, tinjauan akan dilakukan
pada ketiga bagian penting yang terkait langsung pada kegiatan belajar mengajar Pendidikan
Agama Kristen.
Pertama, yang harus kita lihat adalah peraturan perundangan yang ada dan berlaku di
Indonesia. Menurut Pasal 12 Ayat (1) UU No 20 Tahun 2003 mengatur bahwa : “Naradidik
berhak : mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan
oleh pendidik yang seagama”.36 Hal ini sebenarnya bertujuan baik yaitu membawa pendidikan
agama dalam proses KBM lebih mendalam, karena diajarkan oleh pengajar yang memahami
seluk-beluk agama tertentu.
Namun kita benar-benar menyadari, Indonesia adalah negara multi religi yang luas.
Persebaran agama di Indonesia sangatlah tidak merata. Menurut data BPS tahun 2010,
persebaran penduduk di Indonesia sangatlah tidak merata.37 Agama Islam menjadi mayoritas
di daerah Jawa, sebagian besar Sumatra, Sulawesi Selatan dan sebagian Kalimantan. Agama
Kristen menjadi mayoritas di daerah Papua, Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Utara dan Maluku. Begitu juga agama lain seperti Hindu yang hanya menjadi mayoritas di
daerah Bali. Persebaran yang tidak merata ini juga berimbas pada persebaran agama naradidik
di sekolah.
Dengan tidak meratanya persebaran jumlah penduduk, maka jumlah peserta
pendidikan agama menjadi berbeda-beda antar daerah. Berdasarkan hasil sensus penduduk
yang dilaksanakan oleh Biro Pusat Statistik Indonesia, penganut muslim di Kota Madiun
sejumlah 90,16% atau 154 134 jiwa. Sedangkan penganut agama Kristen di kota Madiun
adalah 5,88% atau 10.047 jiwa. Dengan perbedaan yang cukup jauh ini maka dapat di
maklumi jika jumlah naradidik beragama Kristen di sekolah sangatlah sedikit.

36

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Pasal 12 (1)
Badan Pusat Statistik Indonesia, Sensus Penduduk Nasional Tahun 2010,
http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel: diakses pada tanggal 29 November2014 pukul 18:34
37

16

Pada tahun ajaran 2014/2015, jumlah naradidik beragama Kristen hanya 34 siswa dari
total 549 siswa, ini hanya 6,2% dari seluruh naradidik yang ada.38 Dari total 34 siswa tersebut,
masih dibadi lagi dalam 3 tingkat kelas yaitu kelas X:13 siswa; kelas XI:16 siswa dan XII:5
siswa. Belum lagi jika harus dibagi per kelas (contoh kelas X:13 siswa dengan rincian XA:2
siswa, XB:6 siswa, XC:1 siswa, XD:1 siswa, XE:2 siswa dan XF:1 siswa). Dengan keadaan
semacam ini, maka pemisahan kelas yang ada menuntut pengajar melakukan adaptasi dalam
memberikan materi. Karena jika materi disampaikan seperti dalam kelas besar (±30 siswa)
bagaimana dengan kelas yang hanya 1 siswa, akan sangat terbatas metode pengajaran yang
bisa

diterapkan.

Dan

terbatasnya

metode

pengajaran,

maka

KBM

tidak

dapat

mengembangkan minat, kretifitas dan kecerdasan siswa.
Pengajar telah mencoba mencari alternatif agar KBM dapat tetap berjalan lancar.
Namun dikarenakan pengajar bukanlah pengajar tetap di SMAN 6 Madiun (melainkan
pengajar tetap di SMPN3 Madiun), maka pengajar tidak bisa selalu hadir di setiap jam
pelajaran agama di sekolah ini. Praktisnya, maka pengajar menggabungkan seluruh kelas
(X,XI,XII) dalam satu pertemuan KBM per minggu, yaitu pada hari Jumat pukul 12.00-14.00.
hal ini penulis rasa sangat tidak tepat karena materi apa yang akan disampaikan jika proses
KBM untuk 3 tingkat kelas dijadikan satu. Ini juga merupakan langkah alternatif yang keliru,
karena menurut penulis, pengaturan semacam ini tidak memperhatikan konsep kurikulum
yang berkesinambungan antar tingkat.
Pengajar menggunakan buku pegangan yang dikeluarkan Kemendiknas yaitu,
“Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti”, dimana buku ini telah menggunakan
kurikulum 2013. Namun dengan pertemuan yang sangat singkat harus menyampaikan 3
materi berbeda pada tiap tingkatan kelas adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Hal ini
cenderung tidak efektif dan efisien. Sebanyak 3 x pertemuan siswa dibagi per kelas untuk
mempelajari Kompetensi Dasarnya masing-masing. Harusnya tiap kompetensi dasar diajarkan
pada tiap tingkatan sesuai dengan jam pelajaran yang telah diatur dalam penjelasan kurikulum
2013 (Pendidikan Agama 2-3jam pelajaran/minggu tiap tingkatan kelasnya).
Pada akhirnya, pengajar lebih sering hanya menyampaikan 1 materi untuk seluruh
naradidik ditambah tugas yang diambil dari buku pegangan siswa. Memang dalam buku
pegangan siswa, materi akan sesuai dengan tingkatan kelas mereka, karena buku di desain
sesuai dengan materi tiap kelas naradidik. Sedangkan materi yang disampaikan tidaklah sama
dengan yang ada di buku pegangan siswa. Contoh, materi tanggal 3 Oktober 2014 yang
disampaikan pengajar adalah tentang “menghayati nilai Kristiani dalam menghadapi gaya
hidup modern” (menurut kurikulum 2013, materi ini adalah materi siswa kelas XI). Sehingga
38

Hasil wawancara dengan Wakasek Kesiswaan SMAN6 Madiun (14 November 2014)

17

ketika di rumah siswa kelas X tetap harus belajar sendiri tentang materinya saat itu
“menghayati diri sebagai pribadi yang dewasa”.39
Dalam menyampaikan materi, selama 6 kali KBM dilaksanakan, metode yang
digunakan adalah metode ceramah dan diskusi tiap kelas. Tanpa menggunakan varisasi
pengajaran seperti penggunaan teknologi masa kini. Dengan metode pengajaran semacam ini,
KBM menjadi membosankan. Penulis melihat bahwa seharusnya pada proses pembelajaran
naradidik SMA, harus dilaksanakan sebuah pembelajaran yang menarik dan variatif, bukan
hanya menggunakan 1 atau 2 metode saja. Daniel N mengatakan bahwa orientasi naradidik
SMA sudah berbeda dengan tahap sebelumnya.40
Perkembangan kognitif anak usia remaja ini menyebabkan naradidik menjadi
gampang bosan jika materi yang disampaikan tidak variatif (sudah sering mereka dengar) dan
disampaiakan secara tidak menarik atau monoton.41 Penulis sangat menyetujui jika pengajar
yang profesional harus mampu menyampaikan materi dengan metode dan alat-alat pendukung
yang mutakhir. Namun dalam hal ini pengajar PAK di SMAN6 Madiun dinilai kurang
memadahi dalam penguasaan teknologi dan metode pengajaran kreatif.
Pengajar PAK tidak hanya mengajar teori atau mengajarkan suatu ilmu pasti
(Matematika,IPA dsb). Ia mengajarkan tentang teori, iman dan karakter. Untuk iman dan
karakter tidaklah dipelajari di halaman buku sekolah, melainkan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu sebagai pengajar PAK, guru harus memiliki Kualifikasi pemimpin remaja42,
namun dari 3 kualifikasi yang diungkapkan di atas, yaitu : Harus mampu mengidentifikasikan
kebutuhan, masalah dan perasaan remaja, harus menyukai remaja, harus dapat dan bersedia
memberikan waktu yang cukup bagi remaja. Pengajar di SMAN 6 Madiun kurang dalam
menunjukan kesukaannya terhadap remaja, sehingga komunikasi antara naradidik dan
pengajara tidak berlangsung secara komunikatif dan intensif. Hal ini terlihat dari yang
diungkapkan para naradidik bahwa komunikasi hanya berlangsung saat KBM. Apalagi
kesibukan pengajar yang harus mengajar di dua sekolah, maka waktu yang diberikan pada
naradidik di SMAN 6 Madiun sangat kurang. Penulis melihat, tanpa adanya waktu dan
komunikasi yang baik, pengajar sudah bisa dipastikan tidak memahami permasalahan apa
yang dimiliki naradidik. Jika komunikasi hanya sebatas dikelas untuk mencari nilai, maka
pembelajaran PAK tidak bisa dikatakan berhasil dikomunikasikan.
Melihat kesalahan-kesalahan teknis tersebut, naradidik yang moralnya telah
berkembang, akan membentuk suatu pandangan bahwa pengajar kurang bisa dihormati
39

Kementrian Pendidikan Nasional, Kurikulum 2013,(Jakarta: Balitbang Kemendiknas ,2013), 16-19.
Nuhamara Daniel, PAK Remaja, 10.
41
Upton. Peney, Psikologi Perkembangan-Versi Terjemahan,(Jakarta:Erlangga, 2012), 160.
42
Nuhamara. Daniel, PAK Remaja, 18.
40

18

sebagai pemimpin/contoh yang memadahi baik dari segi metode dan teknis mengajar maupun
karakter. Kenyataan tersebut menunjukan pengajar telah melakukan kegiatan belajar mengajar
bukan kearah yang maju melainkan sebaliknya. Hal ini menurut Tilaar mencerminkan kondisi
pengajar yang kurang profesional,43 padahal pengajar telah menempuh pendidikan profesi dan
keterampilan khusus sebagaimana seharusnya dimiliki seorang pengajar.44
Terkait sistem penilaian, penulis setuju dengan sistem penilaian menyeluruh yang di
sertakan dalam petunjuk pelaksanaan kurikulum. Namun didaerah tertentu yang siswanya
sangat sedikit, penilaian yang variatif agakanya memang sulit dilaksanakan. Karena itu perlu
variasi juga dalam metode pengajaran dan pengaturan kelas mata pelajaran pendidikan agama
Kristen. SMAN 6 Madiun masih menggunakan metode konvensional dalam pengambilan
nilai. Hanya dari tugas-tugas mengerjakan LKS dan Tes berkala (Test Harian, Test Tengah
Semester dan Test Semester). Hal ini sudah tidak sesuai dengan anjuran dari petunjuk
pelaksanaan kurikulum 2013.
Sekolah merupakan bagian integral kegiatan belajar mengajar. Sekolah telah
menghimbau pengajar untuk membuat perangkat pengajaran seperti silabus dan RPP dengan
dasar EEK45. Meskipun sudah dilaksanakan oleh pengajar PAK dan sudah diserahkan kepada
pihak sekolah,46 namun ternyata sekolah tidak pernah mengevaluasi KBM secara langsung.
Padahal yang menjadi tugas utama sekolah ialah menjamin adanya program pengajaran yang
baik bagi murid-murid.47 Dengan tidak pernah melakukan evaluasi, sekolah telah
mengacuhkan tugas pengawasan yang dimilikinya.48
Penulis melihat bahwa sekolah adalah stakeholder, pemegang kekuasaan atau
pemangku kepentingan. Sehingga sudah menjadi kewajibanya mengevaluasi kinerja
pengajarnya dan melihat secara nyata di lapangan. Sehingga dengan evaluasi dan pengawasan
yang baik, sekolah terus dapat memantau dan menjaga kualitas pendidikan. Jika kualitas
pendidikan tidak dijaga, maka akan sangat besar resikonya bagi para naradidik terutama pada
masa yang akan datang.
Berkenaan dengan tugas sekolah dalam menyediakan sarana-prasarana pendidikan
seperti bangunan dan perabot seperti: alat pelajaran seperti buku dan alat peraga serta media
pendidikan baik audio-visual (alat penampil).49 Sekolah telah menyediakannya dan dapat

43

Tilaar. H.A.R, Paradigma, 26.
Kunandar, Guru Profesional,(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2009), 45.
45
Slameto, Implementasi Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi dalam Pembelajaran Guna Meningkatkan
Kompetensi Pedagogik Guru, (Salatiga : Tisara Grafika, 2013), 7.
46
Hasil Wawancara dengan Wakasek Kurikulum dan Pengajar PAK.
47
Daryanto. H.M, Administrasi, 36.
48
Hasil Wawancara dengan Wakasek Kurikulum (14 November 2014)
49
Daryanto, Administrasi, 51-52.
44

19

digunakan oleh pengajar sewaktu-waktu sesuai aturan yang berlaku. Tidak hanya itu sekolah
juga menyediakan dana untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas ataupun kegiatan seperti
perayaan hari raya dsb.50
Akibat dari kurang profesionalnya pengajar dan kelalaian sekolah dalam mengevaluasi
dan mengawasi proses KBM pada naradidik adalah tidak maksimalnya penerimaan naradidik
terhadap materi. Hal ini terbukti dari hasil wawancara bahwa hanya sebagian kecil yang
mengingat materi yang diajarkan pertemuan sebelumnya (1 atau 2 minggu sebelumnya).
Materi yang tidak tersampaikan secara maksimal ini berimbas pada tujuan kurikulum yang
telah disediakan oleh Kemendiknas yaitu membangun landasan bagi berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang: a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;
c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung
jawab.51 Jika materi yang disampaikan kepada naradidik tidak tepat guna sesuai tujuan maka
tidak mungkin tujan akan dapat tercapai. Sama seperti membangun puzzle, jika tidak sesuai
urutan dan letaknya maka puzzle tidak akan pernah membentuk suatu pola atau hasil.
Sebagai naradidik yang sudah berkembang secara kognitif, jika proses belajar
mengajar berjalan tidak sesuai de