ANALISIS TERHADAP PUTUSAN No.2447/K/PID.SUS/2011 MENGENAI PERTIMBANGAN HAKIM YANG MEMBACA ATAU MEMPERSAMAKAN KETENTUAN PASAL 111 AYAT(1) UU NARKOTIKA DENGAN KETENTUAN PASAL 127 AYAT(1) UU NARKOTIKA.

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN No. 2447/K/PID.SUS/2011 MENGENAI

PERTIMBANGAN HAKIM YANG “MEMBACA ATAU
MEMPERSAMAKAN” KETENTUAN PASAL 111 AYAT (1) UU
NARKOTIKA DENGAN KETENTUAN PASAL 127 AYAT (1) UU
NARKOTIKA
Abstrak
Aryo Wilandono
110110100040

Dalam kasus a.n. Arifin bin Sukari, terdakwa didakwa dengan
dakwaan tunggal yakni Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika. Akan tetapi,
dalam persidangan terdakwa dengan sah dan meyakinkan terbukti
bersalah atas Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika. Oleh karenanya,
Pengadilan Negeri Tangerang dan Pengadilan Tinggi Banten (Judex
Facti) dengan mempertimbangkan yurisprudensi MA tanggal 21 Maret
1989 No.657K/Pid/1989, mengadili dengan memutus diluar dakwaan
berdasarkan Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika. Namun, Mahkamah Agung
membatalkan putusan Judex Facti tersebut dan memutus untuk mengadili
sendiri, dengan pertimbangan yang “membaca atau mempersamakan”
Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika dengan Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika.

Hal tersebut dilakukan dalam rangka mengatasi penegakan hukum oleh
Jaksa yang dilakukan secara tidak adil, jujur, dan objektif, sebab tidak
mendakwakan terdakwa dengan Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika. Atas
dasar itulah, Mahkamah Agung memutus terdakwa berdasarkan dakwaan
Jaksa, yakni Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika. Terkait hal tersebut, maka
perlu dikaji mengenai penerapan kaidah hukum Yurisprudensi MA tanggal
21 Maret 1989 No.675K /Pid/1987 pada kasus a quo dan pertimbangan
Mahkamah Agung yang “membaca atau mempersamakan” Pasal 111 ayat
(1) UU Narkotika dengan Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika.
Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisa dan meneliti
tugas akhir ini adalah yuridis normatif dengan menitikberatkan pada
penelitian kepustakaan dan data sekunder yang berkaitan dengan
yurisprudensi dan peradilan pidana. Selanjunya, melalui deskriptif analisis
mendeskripsikan peraturan perundang-undangan narkotika yang berlaku
dan teori-teori hukum pidana yang terkait praktek dalam pelaksanaannya.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
yurisprudensi MA tanggal 21 Maret 1989 No.657K/Pid/1987 pada
dasarnya dapat diterapkan dalam kasus a quo, sebab yurisprudensi
memiliki kedudukan sebagai sumber hukum dan dapat diterapkan dalam
kasus pidana umum ataupun kasus pidana khusus. Kemudian, Mahkamah

Agung pada dasarnya tidak dapat “membaca atau mempersamakan”
Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika dengan Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika.
Oleh karena, dengan mempersamakan kedua pasal tersebut sama artinya
dengan melakukan penafsiran analogi yang dilarang dalam ranah hukum
pidana dan tidak menerapkan proses pengadilan yang adil (due process
of law), sebagaimana dikandung dalam prinsip fair trial yang dianut oleh
KUHAP.
iv