UU Nomor 12 Tahun 2012
SALINAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2012
TENTANG
PENDIDIKAN TINGGI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: a. bahwa
Undang-Undang
Indonesia
Tahun
Pemerintah
Dasar
1945
Negara
Republik
mengamanatkan
kepada
mengusahakan
dan
untuk
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
yang meningkatkan keimanan, ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dan akhlak mulia dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa
serta
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa
untuk
kemajuan
peradaban
serta
kesejahteraan umat manusia;
b. bahwa pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem
pendidikan nasional memiliki peran strategis dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
dengan
memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora
serta
pembudayaan
dan
pemberdayaan
bangsa
Indonesia yang berkelanjutan;
c.
bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam
menghadapi globalisasi di segala bidang, diperlukan
pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
intelektual,
ilmuwan,
berbudaya
dan
berkarakter
dan/atau
kreatif,
tangguh,
serta
menghasilkan
profesional
toleran,
serta
yang
demokratis,
berani
membela
kebenaran untuk kepentingan bangsa;
d. bahwa . . .
DISTRIBUSI II
-2d. bahwa
untuk
mewujudkan
keterjangkauan
dan
pemerataan yang berkeadilan dalam memperoleh
pendidikan tinggi yang bermutu dan relevan dengan
kepentingan
masyarakat
kemandirian,
dan
bagi
kesejahteraan,
kemajuan,
diperlukan
penataan pendidikan tinggi secara terencana, terarah,
dan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek
demografis dan geografis;
e.
bahwa untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan
tinggi diperlukan pengaturan sebagai dasar dan
kepastian hukum;
f.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan
huruf
e
perlu
membentuk
Undang-Undang
tentang Pendidikan Tinggi;
Mengingat
:
Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 31 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENDIDIKAN TINGGI.
BAB I . . .
DISTRIBUSI II
-3BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran
agar
peserta
didik
secara
aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian,
kecerdasan,
akhlak
mulia,
serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.
2.
Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah
pendidikan
diploma,
menengah
program
yang
sarjana,
mencakup
program
program
magister,
program doktor, dan program profesi, serta program
spesialis,
yang
diselenggarakan
oleh
perguruan
tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.
3.
Ilmu Pengetahuan adalah rangkaian pengetahuan
yang digali, disusun, dan dikembangkan secara
sistematis
dengan
menggunakan
pendekatan
tertentu, yang dilandasi oleh metodologi ilmiah
untuk
menerangkan
gejala
alam
dan/atau
kemasyarakatan tertentu.
4.
Teknologi
adalah
berbagai
cabang
penerapan
Ilmu
dan
pemanfaatan
Pengetahuan
yang
menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan dan
kelangsungan
hidup,
serta
peningkatan
mutu
kehidupan manusia.
5.
Humaniora adalah disiplin akademik yang mengkaji
nilai intrinsik kemanusiaan.
6. Perguruan . . .
DISTRIBUSI II
-46.
Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang
menyelenggarakan Pendidikan Tinggi.
7.
Perguruan Tinggi Negeri yang selanjutnya disingkat
PTN
adalah
Perguruan
Tinggi
yang
didirikan
dan/atau diselenggarakan oleh Pemerintah.
8.
Perguruan Tinggi Swasta yang selanjutnya disingkat
PTS
adalah
Perguruan
Tinggi
yang
didirikan
dan/atau diselenggarakan oleh masyarakat.
9.
Tridharma
Perguruan
Tinggi
yang
selanjutnya
disebut Tridharma adalah kewajiban Perguruan
Tinggi
untuk
menyelenggarakan
Pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
10. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut
kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk
memperoleh informasi, data, dan keterangan yang
berkaitan dengan pemahaman dan/atau pengujian
suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknologi.
11. Pengabdian kepada Masyarakat adalah kegiatan
sivitas
akademika
Pengetahuan
dan
kesejahteraan
yang
memanfaatkan
Teknologi
masyarakat
untuk
dan
Ilmu
memajukan
mencerdaskan
kehidupan bangsa.
12. Pembelajaran adalah proses interaksi mahasiswa
dengan dosen dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.
13. Sivitas Akademika adalah masyarakat akademik
yang terdiri atas dosen dan mahasiswa.
14. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan
dengan
tugas
mengembangkan,
utama
dan
mentransformasikan,
menyebarluaskan
Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi melalui Pendidikan,
Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat.
15. Mahasiswa . . .
DISTRIBUSI II
-515. Mahasiswa
adalah
peserta
didik
pada
jenjang
warga
negara
Pendidikan Tinggi.
16. Masyarakat
adalah
Indonesia
kelompok
nonpemerintah
yang
mempunyai
perhatian dan peranan dalam bidang Pendidikan
Tinggi.
17. Program Studi adalah kesatuan kegiatan Pendidikan
dan pembelajaran yang memiliki kurikulum dan
metode pembelajaran tertentu dalam satu jenis
pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan/atau
pendidikan vokasi.
18. Standar Nasional Pendidikan Tinggi adalah satuan
standar yang meliputi standar nasional pendidikan,
ditambah dengan standar penelitian, dan standar
pengabdian kepada masyarakat.
19. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana
dimaksud
dalam
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
20. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau
walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
21. Kementerian adalah perangkat pemerintah yang
membidangi
urusan
pemerintahan
di
bidang
pendidikan.
22. Kementerian lain adalah perangkat pemerintah yang
membidangi urusan pemerintahan di luar bidang
pendidikan.
23. Lembaga
Pemerintah
selanjutnya
disingkat
pemerintah
pusat
Nonkementerian
LPNK
yang
adalah
melaksanakan
yang
lembaga
tugas
pemerintahan tertentu.
24. Menteri . . .
DISTRIBUSI II
-624. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
Pasal 2
Pendidikan
Tinggi
berdasarkan
Pancasila,
Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka
Tunggal Ika.
Pasal 3
Pendidikan Tinggi berasaskan:
a. kebenaran ilmiah;
b. penalaran;
c. kejujuran;
d. keadilan;
e. manfaat;
f.
kebajikan;
g. tanggung jawab;
h. kebhinnekaan; dan
i.
keterjangkauan.
Pasal 4
Pendidikan Tinggi berfungsi:
a. mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;
b. mengembangkan
responsif,
Sivitas
kreatif,
Akademika
terampil,
yang
berdaya
inovatif,
saing,
dan
kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; dan
c. mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
dengan
memperhatikan
dan
menerapkan
nilai
Humaniora.
Pasal 5 . . .
DISTRIBUSI II
-7Pasal 5
Pendidikan Tinggi bertujuan:
a. berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan
berbudaya untuk kepentingan bangsa;
b. dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang Ilmu
Pengetahuan dan/atau Teknologi untuk memenuhi
kepentingan nasional dan peningkatan daya saing
bangsa;
c. dihasilkannya
melalui
Ilmu
Penelitian
Pengetahuan
yang
dan
Teknologi
memperhatikan
dan
menerapkan nilai Humaniora agar bermanfaat bagi
kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan
kesejahteraan umat manusia; dan
d. terwujudnya Pengabdian kepada Masyarakat berbasis
penalaran dan karya Penelitian yang bermanfaat
dalam
memajukan
kesejahteraan
umum
dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
BAB II
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI
Bagian Kesatu
Prinsip dan Tanggung Jawab Penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi
Pasal 6
Pendidikan Tinggi diselenggarakan dengan prinsip:
a. pencarian kebenaran ilmiah oleh Sivitas Akademika;
b. demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan
kesatuan bangsa;
c. pengembangan . . .
DISTRIBUSI II
-8c. pengembangan budaya akademik dan pembudayaan
kegiatan baca tulis bagi Sivitas Akademika;
d. pembudayaan
dan
pemberdayaan
bangsa
yang
berlangsung sepanjang hayat;
e. keteladanan, kemauan, dan pengembangan kreativitas
Mahasiswa dalam pembelajaran;
f. pembelajaran yang berpusat pada Mahasiswa dengan
memperhatikan
lingkungan
secara
selaras
dan
seimbang;
g. kebebasan dalam memilih Program Studi berdasarkan
minat, bakat, dan kemampuan Mahasiswa;
h. satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka
dan multimakna;
i. keberpihakan
pada
kelompok
Masyarakat
kurang
mampu secara ekonomi; dan
j. pemberdayaan semua komponen Masyarakat melalui
peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu layanan Pendidikan Tinggi.
Pasal 7
(1) Menteri bertanggung jawab atas penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi.
(2) Tanggung
jawab
Menteri
atas
penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup pengaturan, perencanaan, pengawasan,
pemantauan, dan evaluasi serta pembinaan dan
koordinasi.
(3) Tugas dan wewenang Menteri atas penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi meliputi:
a. kebijakan
umum
dalam
pengembangan
dan
koordinasi Pendidikan Tinggi sebagai bagian dari
sistem pendidikan nasional untuk mewujudkan
tujuan Pendidikan Tinggi;
b. penetapan . . .
DISTRIBUSI II
-9b. penetapan
kebijakan
penyusunan
panjang,
umum
rencana
menengah,
nasional
pengembangan
dan
dan
jangka
tahunan
Pendidikan
mutu,
relevansi,
Tinggi yang berkelanjutan;
c. peningkatan
penjaminan
keterjangkauan, pemerataan yang berkeadilan, dan
akses Pendidikan Tinggi secara berkelanjutan;
d. pemantapan
dan
peningkatan
kapasitas
pengelolaan akademik dan pengelolaan sumber
daya Perguruan Tinggi;
e. pemberian dan pencabutan izin yang berkaitan
dengan penyelenggaraan Perguruan Tinggi kecuali
pendidikan tinggi keagamaan;
f. kebijakan
umum
dalam
penghimpunan
dan
pendayagunaan seluruh potensi masyarakat untuk
mengembangkan Pendidikan Tinggi;
g. pembentukan dewan, majelis,
komisi,
dan/atau
konsorsium yang melibatkan Masyarakat untuk
merumuskan kebijakan pengembangan Pendidikan
Tinggi; dan
h. pelaksanaan
tugas
lain
untuk
menjamin
pengembangan dan pencapaian tujuan Pendidikan
Tinggi.
(4) Dalam
hal
penyelenggaraan
pendidikan
tinggi
keagamaan, tanggung jawab, tugas, dan wewenang
dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab
Menteri
atas
penyelenggaraan
Pendidikan
Tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tugas dan
wewenang Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua . . .
DISTRIBUSI II
- 10 Bagian Kedua
Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Paragraf 1
Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan
Otonomi Keilmuan
Pasal 8
(1) Dalam
penyelenggaraan
pengembangan
Ilmu
Pendidikan
Pengetahuan
dan
dan
Teknologi
berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar
akademik, dan otonomi keilmuan.
(2) Pengembangan
Ilmu
Pengetahuan
dan
Teknologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Sivitas Akademika melalui pembelajaran dan/atau
penelitian ilmiah dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama
dan
persatuan
bangsa
untuk
kemajuan
peradaban dan kesejahteraan umat manusia.
(3) Pelaksanaan
mimbar
kebebasan
akademik,
dan
akademik,
otonomi
kebebasan
keilmuan
di
Perguruan Tinggi merupakan tanggung jawab pribadi
Sivitas
Akademika,
yang
wajib
dilindungi
dan
difasilitasi oleh pimpinan Perguruan Tinggi.
Pasal 9
(1) Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
8
ayat
Akademika
(1)
dalam
merupakan
kebebasan
Pendidikan
Tinggi
Sivitas
untuk
mendalami dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi secara bertanggung jawab melalui
pelaksanaan Tridharma.
(2) Kebebasan . . .
DISTRIBUSI II
- 11 (2) Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan wewenang profesor
dan/atau Dosen yang memiliki otoritas dan wibawa
ilmiah
untuk
menyatakan
secara
terbuka
dan
bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan
dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya.
(3) Otonomi keilmuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
8
ayat
(1)
merupakan
otonomi
Sivitas
Akademika pada suatu cabang Ilmu Pengetahuan
dan/atau
Teknologi
mengembangkan,
dalam
menemukan,
mengungkapkan,
dan/atau
mempertahankan kebenaran ilmiah menurut kaidah,
metode keilmuan, dan budaya akademik.
Paragraf 2
Rumpun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pasal 10
(1) Rumpun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan
kumpulan sejumlah pohon, cabang, dan ranting Ilmu
Pengetahuan yang disusun secara sistematis.
(2) Rumpun
Ilmu
Pengetahuan
dan
Teknologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. rumpun ilmu agama;
b. rumpun ilmu humaniora;
c. rumpun ilmu sosial;
d. rumpun ilmu alam;
e. rumpun ilmu formal; dan
f. rumpun ilmu terapan.
(3) Rumpun
Ilmu
sebagaimana
Pengetahuan
dimaksud
dan
pada
ditransformasikan,
dikembangkan,
disebarluaskan
Sivitas
oleh
Teknologi
ayat
(2)
dan/atau
Akademika
melalui
Tridharma.
Paragraf 3 . . .
DISTRIBUSI II
- 12 Paragraf 3
Sivitas Akademika
Pasal 11
(1) Sivitas
Akademika
memiliki
tradisi
merupakan
ilmiah
komunitas
dengan
yang
mengembangkan
budaya akademik.
(2) Budaya
akademik
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) merupakan seluruh sistem nilai, gagasan,
norma, tindakan, dan karya yang bersumber dari
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sesuai dengan asas
Pendidikan Tinggi.
(3) Pengembangan
budaya
akademik
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan interaksi
sosial
tanpa
membedakan
antargolongan,
jenis
suku,
kelamin,
agama,
kedudukan
ras,
sosial,
tingkat kemampuan ekonomi, dan aliran politik.
(4) Interaksi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan dalam pembelajaran, pencarian kebenaran
ilmiah, penguasaan dan/atau pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
serta pengembangan
Perguruan Tinggi sebagai lembaga ilmiah.
(5) Sivitas Akademika berkewajiban memelihara dan
mengembangkan
budaya
akademik
dengan
memperlakukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
sebagai proses dan produk serta sebagai amal dan
paradigma moral.
Pasal 12
(1) Dosen sebagai anggota Sivitas Akademika memiliki
tugas
mentransformasikan
dan/atau
Teknologi
yang
Ilmu
Pengetahuan
dikuasainya
kepada
Mahasiswa dengan mewujudkan suasana belajar dan
pembelajaran
sehingga
Mahasiswa
aktif
mengembangkan potensinya.
DISTRIBUSI II
(2) Dosen . . .
- 13 (2) Dosen
sebagai
ilmuwan
memiliki
tugas
mengembangkan suatu cabang Ilmu Pengetahuan
dan/atau Teknologi melalui penalaran dan penelitian
ilmiah serta menyebarluaskannya.
(3) Dosen secara perseorangan atau berkelompok wajib
menulis buku ajar atau buku teks, yang diterbitkan
oleh Perguruan Tinggi dan/atau publikasi ilmiah
sebagai salah satu sumber belajar dan untuk
pengembangan budaya akademik serta pembudayaan
kegiatan baca tulis bagi Sivitas Akademika.
Pasal 13
(1) Mahasiswa sebagai anggota Sivitas Akademika
diposisikan sebagai insan dewasa yang memiliki
kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri
di Perguruan Tinggi untuk menjadi intelektual,
ilmuwan, praktisi, dan/atau profesional.
(2) Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
secara aktif mengembangkan potensinya dengan
melakukan pembelajaran, pencarian kebenaran
ilmiah, dan/atau penguasaan, pengembangan, dan
pengamalan suatu cabang Ilmu Pengetahuan
dan/atau Teknologi untuk menjadi ilmuwan,
intelektual, praktisi, dan/atau profesional yang
berbudaya.
(3) Mahasiswa memiliki kebebasan akademik dengan
mengutamakan penalaran dan akhlak mulia serta
bertanggung jawab sesuai dengan budaya akademik.
(4) Mahasiswa berhak mendapatkan layanan Pendidikan
sesuai
dengan
bakat,
minat,
potensi,
dan
kemampuannya.
(5) Mahasiswa dapat menyelesaikan program Pendidikan
sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan
tidak melebihi ketentuan batas waktu yang
ditetapkan oleh Perguruan Tinggi.
DISTRIBUSI II
(6) Mahasiswa . . .
- 14 (6) Mahasiswa berkewajiban menjaga etika dan menaati
norma
Pendidikan
Tinggi
untuk
menjamin
terlaksananya Tridharma dan pengembangan budaya
akademik.
Pasal 14
(1) Mahasiswa
mengembangkan
bakat,
minat,
dan
kemampuan dirinya melalui kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler
sebagai
bagian
dari
proses
Pendidikan.
(2) Kegiatan
sebagaimana
kokurikuler
dan
dimaksud
pada
ekstrakurikuler
ayat
(1)
dapat
dilaksanakan melalui organisasi kemahasiswaan.
(3) Ketentuan lain mengenai kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam statuta Perguruan Tinggi.
Bagian Ketiga
Jenis Pendidikan Tinggi
Paragraf 1
Pendidikan Akademik
Pasal 15
(1) Pendidikan akademik merupakan Pendidikan Tinggi
program sarjana dan/atau program pascasarjana
yang diarahkan pada penguasaan dan pengembangan
cabang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
(2) Pembinaan, koordinasi, dan pengawasan pendidikan
akademik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
berada dalam tanggung jawab Kementerian.
Paragraf 2 . . .
DISTRIBUSI II
- 15 Paragraf 2
Pendidikan Vokasi
Pasal 16
(1) Pendidikan
vokasi
merupakan
Pendidikan
Tinggi
program diploma yang menyiapkan Mahasiswa untuk
pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu sampai
program sarjana terapan.
(2) Pendidikan
vokasi
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) dapat dikembangkan oleh Pemerintah sampai
program
magister
terapan
atau
program
doktor
terapan.
(3) Pembinaan, koordinasi, dan pengawasan pendidikan
vokasi berada dalam tanggung jawab Kementerian.
Paragraf 3
Pendidikan Profesi
Pasal 17
(1) Pendidikan profesi merupakan Pendidikan Tinggi
setelah program sarjana yang menyiapkan Mahasiswa
dalam
pekerjaan
yang
memerlukan
persyaratan
keahlian khusus.
(2) Pendidikan
profesi
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) dapat diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi
dan bekerja sama dengan Kementerian, Kementerian
lain,
LPNK,
dan/atau
organisasi
profesi
yang
bertanggung jawab atas mutu layanan profesi.
Bagian Keempat . . .
DISTRIBUSI II
- 16 Bagian Keempat
Program Pendidikan Tinggi
Paragraf 1
Program Sarjana, Program Magister, dan Program Doktor
Pasal 18
(1) Program sarjana merupakan pendidikan akademik
yang
diperuntukkan
menengah
atau
mengamalkan
bagi
sederajat
Ilmu
lulusan
pendidikan
sehingga
Pengetahuan
dan
mampu
Teknologi
melalui penalaran ilmiah.
(2) Program sarjana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyiapkan Mahasiswa menjadi intelektual dan/atau
ilmuwan
yang
berbudaya,
mampu
memasuki
dan/atau menciptakan lapangan kerja, serta mampu
mengembangkan diri menjadi profesional.
(3) Program
sarjana
wajib
memiliki
Dosen
yang
berkualifikasi akademik minimum lulusan program
magister atau sederajat.
(4) Lulusan program sarjana berhak menggunakan gelar
sarjana.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai program sarjana
diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 19
(1) Program magister merupakan pendidikan akademik
yang diperuntukkan bagi lulusan program sarjana
atau sederajat sehingga mampu mengamalkan dan
mengembangkan
Ilmu
Pengetahuan
dan/atau
Teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah.
(2) Program . . .
DISTRIBUSI II
- 17 (2) Program
ayat
magister
(1)
sebagaimana
mengembangkan
intelektual,
ilmuwan
dimaksud
pada
Mahasiswa
menjadi
berbudaya,
mampu
yang
memasuki dan/atau menciptakan lapangan kerja
serta mengembangkan diri menjadi profesional.
(3) Program
magister
wajib
memiliki
Dosen
yang
berkualifikasi akademik lulusan program doktor atau
yang sederajat.
(4) Lulusan program magister berhak menggunakan gelar
magister.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai program magister
diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 20
(1) Program doktor merupakan pendidikan akademik
yang diperuntukkan bagi lulusan program magister
atau
sederajat
menciptakan,
kepada
sehingga
dan/atau
mampu
menemukan,
memberikan
pengembangan,
serta
kontribusi
pengamalan
Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi melalui penalaran dan
penelitian ilmiah.
(2) Program doktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengembangkan
dan
memantapkan
Mahasiswa
untuk menjadi lebih bijaksana dengan meningkatkan
kemampuan
dan
kemandirian
sebagai
filosof
dan/atau intelektual, ilmuwan yang berbudaya dan
menghasilkan
dan/atau
mengembangkan
teori
melalui Penelitian yang komprehensif dan akurat
untuk memajukan peradaban manusia.
(3) Program
doktor
wajib
memiliki
Dosen
yang
berkualifikasi akademik lulusan program doktor atau
yang sederajat.
(4) Lulusan . . .
DISTRIBUSI II
- 18 (4) Lulusan program doktor berhak menggunakan gelar
doktor.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai program doktor
diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Program Diploma, Magister Terapan, dan Doktor Terapan
Pasal 21
(1) Program diploma merupakan pendidikan vokasi yang
diperuntukkan bagi lulusan pendidikan menengah
atau sederajat untuk mengembangkan keterampilan
dan penalaran dalam penerapan Ilmu Pengetahuan
dan/atau Teknologi.
(2) Program
diploma
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) menyiapkan Mahasiswa menjadi praktisi yang
terampil untuk memasuki dunia kerja sesuai dengan
bidang keahliannya.
(3) Program diploma sebagaimana
ayat (2) terdiri atas program:
dimaksud
pada
a. diploma satu;
b. diploma dua;
c. diploma tiga; dan
d. diploma empat atau sarjana terapan.
(4) Program
diploma
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (3) wajib memiliki Dosen yang berkualifikasi
akademik minimum lulusan program magister atau
sederajat.
(5) Pada program diploma satu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a dan program diploma dua
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat
menggunakan
akademik
instruktur
minimum
lulusan
yang
berkualifikasi
diploma
tiga
atau
sederajat yang memiliki pengalaman.
DISTRIBUSI II
(6) Lulusan . . .
- 19 (6) Lulusan program diploma berhak menggunakan gelar
ahli atau sarjana terapan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai program diploma
diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 22
(1) Program magister terapan merupakan kelanjutan
pendidikan vokasi yang diperuntukkan bagi lulusan
program
mampu
sarjana
terapan
atau
mengembangkan
sederajat
dan
untuk
mengamalkan
penerapan Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi
melalui penalaran dan penelitian ilmiah.
(2) Program magister terapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengembangkan Mahasiswa menjadi
ahli yang memiliki kapasitas tinggi dalam penerapan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada profesinya.
(3) Program magister terapan wajib memiliki Dosen yang
berkualifikasi akademik lulusan program doktor atau
yang sederajat.
(4) Lulusan
program
magister
terapan
berhak
menggunakan gelar magister terapan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai program magister
terapan diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 23
(1) Program doktor terapan merupakan kelanjutan bagi
lulusan program magister terapan atau sederajat
untuk mampu menemukan, menciptakan, dan/atau
memberikan
kontribusi
bagi
penerapan,
pengembangan, serta pengamalan Ilmu Pengetahuan
dan
Teknologi
melalui penalaran dan penelitian
ilmiah.
(2) Program . . .
DISTRIBUSI II
- 20 (2) Program doktor terapan sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1)
mengembangkan
dan
memantapkan
Mahasiswa untuk menjadi lebih bijaksana dengan
meningkatkan kemampuan dan kemandirian sebagai
ahli
dan
menghasilkan
serta
mengembangkan
penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui
penelitian yang komprehensif dan akurat dalam
memajukan peradaban dan kesejahteraan manusia.
(3) Program doktor terapan wajib memiliki Dosen yang
berkualifikasi akademik lulusan program doktor atau
yang sederajat.
(4) Lulusan
program
doktor
terapan
berhak
menggunakan gelar doktor terapan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai program doktor
terapan diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 3
Program Profesi dan Program Spesialis
Pasal 24
(1) Program
profesi
merupakan
pendidikan
keahlian
khusus yang diperuntukkan bagi lulusan program
sarjana atau sederajat untuk mengembangkan bakat
dan
kemampuan
memperoleh
kecakapan
yang
diperlukan dalam dunia kerja.
(2) Program profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi yang
bekerja sama dengan Kementerian, Kementerian lain,
LPNK, dan/atau organisasi profesi yang bertanggung
jawab atas mutu layanan profesi.
(3) Program profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyiapkan profesional.
(4) Program . . .
DISTRIBUSI II
- 21 (4) Program
profesi
wajib
memiliki
Dosen
yang
berkualifikasi akademik minimum lulusan program
profesi dan/atau lulusan program magister atau yang
sederajat dengan pengalaman kerja paling singkat
2 (dua) tahun.
(5) Lulusan program profesi berhak menggunakan gelar
profesi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai program profesi
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
(1) Program spesialis merupakan pendidikan keahlian
lanjutan yang dapat bertingkat dan diperuntukkan
bagi
lulusan
program
berpengalaman
sebagai
profesi
yang
profesional
telah
untuk
mengembangkan bakat dan kemampuannya menjadi
spesialis.
(2) Program
spesialis
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) dapat diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi
bekerja sama dengan Kementerian, Kementerian lain,
LPNK dan/atau organisasi profesi yang bertanggung
jawab atas mutu layanan profesi.
(3) Program
spesialis
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (2) meningkatkan kemampuan spesialisasi dalam
cabang ilmu tertentu.
(4) Program
spesialis
wajib
memiliki
Dosen
yang
berkualifikasi akademik minimum lulusan program
spesialis dan/atau lulusan program doktor atau yang
sederajat dengan pengalaman kerja paling singkat
2 (dua) tahun.
(5) Lulusan program spesialis berhak menggunakan gelar
spesialis.
(6) Ketentuan . . .
DISTRIBUSI II
- 22 (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai program spesialis
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 4
Gelar Akademik, Gelar Vokasi, dan Gelar Profesi
Pasal 26
(1) Gelar akademik diberikan oleh Perguruan Tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan akademik.
(2) Gelar akademik terdiri atas:
a. sarjana;
b. magister; dan
c. doktor.
(3) Gelar vokasi diberikan oleh Perguruan Tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan vokasi.
(4) Gelar vokasi terdiri atas:
a. ahli pratama;
b. ahli muda;
c. ahli madya;
d. sarjana terapan;
e. magister terapan; dan
f. doktor terapan.
(5) Gelar profesi diberikan oleh Perguruan Tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan profesi.
(6) Gelar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
ditetapkan oleh Perguruan Tinggi bersama dengan
Kementerian,
Kementerian
lain,
LPNK
dan/atau
organisasi profesi yang bertanggung jawab terhadap
mutu layanan profesi.
(7) Gelar profesi terdiri atas:
a. profesi; dan
b. spesialis.
(8) Ketentuan . . .
DISTRIBUSI II
- 23 (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai gelar akademik,
gelar
vokasi,
atau
gelar
profesi
diatur
dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
(1) Selain gelar doktor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (2) huruf c, Perguruan Tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar
doktor kehormatan kepada perseorangan yang layak
memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasajasa yang luar biasa dalam Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
dan/atau
berjasa
dalam
bidang
kemanusiaan.
(2) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
gelar
doktor
kehormatan diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 28
(1) Gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar profesi hanya
digunakan oleh lulusan dari Perguruan Tinggi yang
dinyatakan berhak memberikan gelar akademik, gelar
vokasi, atau gelar profesi.
(2) Gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar profesi hanya
dibenarkan dalam bentuk dan inisial atau singkatan
yang diterima dari Perguruan Tinggi.
(3) Gelar akademik dan gelar vokasi dinyatakan tidak sah
dan dicabut oleh Menteri apabila dikeluarkan oleh:
a. Perguruan Tinggi dan/atau Program Studi yang
tidak terakreditasi; dan/atau
b. perseorangan,
organisasi,
atau
penyelenggara
Pendidikan Tinggi yang tanpa hak mengeluarkan
gelar akademik dan gelar vokasi.
(4) Gelar profesi dinyatakan tidak sah dan dicabut oleh
Menteri apabila dikeluarkan oleh:
a. Perguruan . . .
DISTRIBUSI II
- 24 a. Perguruan Tinggi dan/atau Program Studi yang
tidak terakreditasi; dan/atau
b. perseorangan, organisasi, atau lembaga lain yang
tanpa hak mengeluarkan gelar profesi.
(5) Gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar profesi
dinyatakan tidak sah dan dicabut oleh Perguruan
Tinggi apabila karya ilmiah yang digunakan untuk
memperoleh gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar
profesi
terbukti
merupakan
hasil
jiplakan
atau
plagiat.
(6) Perseorangan,
Pendidikan
organisasi,
Tinggi
atau
yang
tanpa
penyelenggara
hak
dilarang
memberikan gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar
profesi.
(7) Perseorangan yang tanpa hak dilarang menggunakan
gelar akademik, gelar vokasi, dan/atau gelar profesi.
Bagian Kelima
Kerangka Kualifikasi Nasional
Pasal 29
(1) Kerangka
Kualifikasi
penjenjangan
menyetarakan
Nasional
capaian
luaran
merupakan
pembelajaran
bidang
pendidikan
yang
formal,
nonformal, informal, atau pengalaman kerja dalam
rangka pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan
struktur pekerjaan diberbagai sektor.
(2) Kerangka Kualifikasi Nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menjadi acuan pokok dalam penetapan
kompetensi lulusan pendidikan akademik, pendidikan
vokasi, dan pendidikan profesi.
(3) Penetapan
kompetensi
lulusan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Keenam . . .
DISTRIBUSI II
- 25 Bagian Keenam
Pendidikan Tinggi Keagamaan
Pasal 30
(1) Pemerintah
atau
Masyarakat
dapat
menyelenggarakan pendidikan tinggi keagamaan.
(2) Pendidikan tinggi keagamaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berbentuk universitas, institut, sekolah
tinggi, akademi dan dapat berbentuk ma’had aly,
pasraman, seminari, dan bentuk lain yang sejenis.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan tinggi
keagamaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 31
(1) Pendidikan jarak jauh merupakan proses belajar
mengajar yang dilakukan secara jarak jauh melalui
penggunaan berbagai media komunikasi.
(2) Pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertujuan:
a. memberikan layanan Pendidikan Tinggi kepada
kelompok Masyarakat yang tidak dapat mengikuti
Pendidikan secara tatap muka atau reguler; dan
b. memperluas akses serta mempermudah layanan
Pendidikan
Tinggi
dalam
Pendidikan
dan
pembelajaran.
(3) Pendidikan
jarak
jauh
diselenggarakan
dalam
berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung
oleh
sarana
dan
layanan
belajar
serta
sistem
penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan
Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
DISTRIBUSI II
(4) Ketentuan . . .
- 26 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pasal 32
(1) Program
Studi
dapat
dilaksanakan
melalui
pendidikan khusus bagi Mahasiswa yang memiliki
tingkat
kesulitan
dalam
mengikuti
proses
pembelajaran dan/atau Mahasiswa yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2) Selain pendidikan khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Program Studi juga dapat dilaksanakan
melalui
pendidikan
layanan
khusus
dan/atau
pembelajaran layanan khusus.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Program Studi yang
melaksanakan
pendidikan
khusus
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan pendidikan layanan
khusus
dan/atau
pembelajaran
layanan
khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Bagian Kesembilan
Proses Pendidikan dan Pembelajaran
Paragraf 1
Program Studi
Pasal 33
(1) Program pendidikan dilaksanakan melalui Program
Studi.
(2) Program . . .
DISTRIBUSI II
- 27 (2) Program
Studi
memiliki
kurikulum
dan
metode
pembelajaran sesuai dengan program Pendidikan.
(3) Program Studi diselenggarakan atas izin Menteri
setelah memenuhi persyaratan minimum akreditasi.
(4) Program Studi dikelola oleh suatu satuan unit
pengelola yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi.
(5) Program Studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mendapatkan akreditasi pada saat memperoleh izin
penyelenggaraan.
(6) Program Studi wajib diakreditasi ulang pada saat
jangka waktu akreditasinya berakhir.
(7) Program
Studi
yang
tidak
diakreditasi
ulang
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dicabut
izinnya oleh Menteri.
(8) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
metode
pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pemberian izin Program Studi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), dan pencabutan izin Program Studi
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Program Studi diselenggarakan di kampus utama
Perguruan Tinggi dan/atau dapat diselenggarakan di
luar kampus utama dalam suatu provinsi atau di
provinsi lain melalui kerja sama dengan Perguruan
Tinggi setempat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
Program Studi di kampus utama Perguruan Tinggi
dan/atau
di
luar
kampus
utama
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Paragraf 2 . . .
DISTRIBUSI II
- 28 Paragraf 2
Kurikulum
Pasal 35
(1) Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan
ajar
pedoman
serta
cara yang digunakan sebagai
penyelenggaraan
kegiatan
pembelajaran
untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.
(2) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikembangkan oleh setiap Perguruan
Tinggi
dengan
mengacu
pada
Standar
Nasional
Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang
mencakup
pengembangan
kecerdasan
intelektual,
akhlak mulia, dan keterampilan.
(3) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memuat mata kuliah:
a. agama;
b. Pancasila;
c. kewarganegaraan; dan
d. bahasa Indonesia.
(4) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
dilaksanakan
melalui
kegiatan
kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
(5) Mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan untuk program sarjana dan program
diploma.
Pasal 36
Kurikulum pendidikan profesi dirumuskan bersama
Kementerian, Kementerian lain, LPNK, dan/atau
organisasi profesi yang bertanggung jawab atas mutu
layanan profesi dengan mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan Tinggi.
Paragraf 3 . . .
DISTRIBUSI II
- 29 Paragraf 3
Bahasa Pengantar
Pasal 37
(1) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara wajib
menjadi bahasa pengantar di Perguruan Tinggi.
(2) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa
pengantar dalam program studi bahasa dan sastra
daerah.
(3) Bahasa
asing
dapat
digunakan
sebagai
bahasa
pengantar di Perguruan Tinggi.
Paragraf 4
Perpindahan dan Penyetaraan
Pasal 38
(1) Perpindahan Mahasiswa dapat dilakukan antar:
a. Program Studi pada program Pendidikan yang
sama;
b. jenis Pendidikan Tinggi; dan/atau
c. Perguruan Tinggi.
(2) Ketentuan
mengenai
perpindahan
Mahasiswa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 39
(1) Lulusan pendidikan vokasi atau lulusan pendidikan
profesi
dapat
melanjutkan
pendidikannya
pada
pendidikan akademik melalui penyetaraan.
(2) Lulusan pendidikan akademik dapat melanjutkan
pendidikannya
pada
pendidikan
vokasi
atau
pendidikan profesi melalui penyetaraan.
DISTRIBUSI II
(3) Ketentuan . . .
- 30 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyetaraan lulusan
pendidikan vokasi atau lulusan pendidikan profesi
sebagaimana
dimaksud
penyetaraan
lulusan
pada
ayat
pendidikan
(1)
dan
akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 40
(1) Lulusan
Perguruan
Tinggi
negara
lain
dapat
mengikuti Pendidikan Tinggi di Indonesia setelah
melalui penyetaraan.
(2) Ketentuan mengenai penyetaraan lulusan Perguruan
Tinggi negara lain
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 5
Sumber Belajar, Sarana, dan Prasarana
Pasal 41
(1) Sumber belajar pada lingkungan pendidikan tinggi
wajib
disediakan,
difasilitasi,
atau
dimiliki
oleh
Perguruan Tinggi sesuai dengan Program Studi yang
dikembangkan.
(2) Sumber belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat digunakan secara bersama oleh beberapa
Perguruan Tinggi.
(3) Perguruan Tinggi menyediakan sarana dan prasarana
untuk
dengan
memenuhi
bakat,
keperluan
minat,
pendidikan
potensi,
dan
sesuai
kecerdasan
Mahasiswa.
Paragraf 6 . . .
DISTRIBUSI II
- 31 Paragraf 6
Ijazah
Pasal 42
(1) Ijazah diberikan kepada lulusan pendidikan akademik
dan pendidikan vokasi sebagai pengakuan terhadap
prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu program
studi
terakreditasi
yang
diselenggarakan
oleh
Perguruan Tinggi.
(2) Ijazah
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
diterbitkan oleh Perguruan Tinggi yang memuat
Program Studi dan gelar yang berhak dipakai oleh
lulusan Pendidikan Tinggi.
(3) Lulusan Pendidikan Tinggi yang menggunakan karya
ilmiah untuk memperoleh ijazah dan gelar, yang
terbukti
merupakan
hasil
jiplakan
atau
plagiat,
ijazahnya dinyatakan tidak sah dan gelarnya dicabut
oleh Perguruan Tinggi.
(4) Perseorangan,
Pendidikan
organisasi,
Tinggi
yang
atau
tanpa
penyelenggara
hak
dilarang
memberikan ijazah.
Paragraf 7
Sertifikat Profesi dan Sertifikat Kompetensi
Pasal 43
(1) Sertifikat profesi merupakan pengakuan untuk
melakukan praktik profesi yang diperoleh lulusan
pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh
Perguruan Tinggi bekerja sama dengan Kementerian,
Kementerian lain, LPNK, dan/atau organisasi profesi
yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi,
dan/atau badan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Sertifikat . . .
DISTRIBUSI II
- 32 (2) Sertifikat profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh Perguruan Tinggi bersama dengan
Kementerian,
Kementerian
lain,
LPNK,
dan/atau
organisasi profesi yang bertanggung jawab terhadap
mutu layanan profesi, dan/atau badan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Perseorangan,
Pendidikan
organisasi,
Tinggi
yang
atau
tanpa
penyelenggara
hak
dilarang
memberikan sertifikat profesi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 44
(1) Sertifikat
kompetensi
merupakan
pengakuan
kompetensi atas prestasi lulusan yang sesuai dengan
keahlian dalam cabang ilmunya dan/atau memiliki
prestasi di luar program studinya.
(2) Serifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterbitkan oleh Perguruan Tinggi bekerja
sama dengan organisasi profesi, lembaga pelatihan,
atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi kepada
lulusan yang lulus uji kompetensi.
(3) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat digunakan sebagai syarat untuk
memperoleh pekerjaan tertentu.
(4) Perseorangan,
Pendidikan
organisasi,
Tinggi
yang
atau
tanpa
penyelenggara
hak
dilarang
memberikan sertifikat kompetensi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat kompetensi
diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Kesepuluh. . .
DISTRIBUSI II
- 33 Bagian Kesepuluh
Penelitian
Pasal 45
(1) Penelitian di Perguruan Tinggi diarahkan untuk
mengembangkan Ilmu pengetahuan dan Teknologi,
serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
daya saing bangsa.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Sivitas Akademika sesuai dengan
otonomi keilmuan dan budaya akademik.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan
berdasarkan
jalur
kompetensi
dan
kompetisi.
Pasal 46
(1) Hasil Penelitian bermanfaat untuk:
a. pengayaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta
pembelajaran;
b. peningkatan mutu Perguruan Tinggi dan kemajuan
peradaban bangsa;
c. peningkatan kemandirian, kemajuan, dan daya
saing bangsa;
d. pemenuhan
kebutuhan
strategis
pembangunan
nasional; dan
e. perubahan
Masyarakat
Indonesia
menjadi
Masyarakat berbasis pengetahuan.
(2) Hasil Penelitian wajib disebarluaskan dengan cara
diseminarkan, dipublikasikan, dan/atau dipatenkan
oleh Perguruan Tinggi, kecuali hasil Penelitian yang
bersifat
rahasia,
mengganggu,
dan/atau
membahayakan kepentingan umum.
(3) Hasil . . .
DISTRIBUSI II
- 34 (3) Hasil Penelitian Sivitas Akademika yang diterbitkan
dalam jurnal internasional, memperoleh paten yang
dimanfaatkan oleh industri, teknologi tepat guna,
dan/atau buku yang digunakan sebagai sumber
belajar dapat diberi anugerah yang bermakna oleh
Pemerintah.
Bagian Kesebelas
Pengabdian Kepada Masyarakat
Pasal 47
(1) Pengabdian kepada Masyarakat merupakan kegiatan
Sivitas
Akademika
dalam
mengamalkan
dan
membudayakan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
untuk
memajukan
kesejahteraan
umum
dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
(2) Pengabdian
kepada
Masyarakat
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam berbagai
bentuk kegiatan sesuai dengan budaya akademik,
keahlian,
dan/atau
otonomi
keilmuan
Sivitas
Akademika serta kondisi sosial budaya masyarakat.
(3) Hasil
Pengabdian
kepada
Masyarakat
digunakan
sebagai proses pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi,
untuk
pengayaan
pembelajaran
sumber
dan
belajar,
dan/atau
pematangan
Sivitas
Akademika.
(4) Pemerintah
Pengabdian
memberikan
kepada
penghargaan
Masyarakat
yang
atas
hasil
diterbitkan
dalam jurnal internasional, memperoleh paten yang
dimanfaatkan oleh dunia usaha dan dunia industri,
dan/atau teknologi tepat guna.
Bagian Keduabelas . . .
DISTRIBUSI II
- 35 Bagian Keduabelas
Kerja sama Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat
Pasal 48
(1) Perguruan Tinggi berperan aktif menggalang kerja
sama antar Perguruan Tinggi dan antara Perguruan
Tinggi dengan dunia usaha, dunia industri, dan
Masyarakat dalam bidang Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat.
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat
mendayagunakan Perguruan Tinggi sebagai pusat
Penelitian atau pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.
(3) Perguruan Tinggi dapat mendayagunakan fasilitas
Penelitian di Kementerian lain dan/atau LPNK.
(4) Pemerintah memfasilitasi kerja sama dan kemitraan
antar Perguruan Tinggi dan antara Perguruan Tinggi
dengan dunia usaha dan dunia industri dalam bidang
Penelitian.
Bagian Ketigabelas
Pelaksanaan Tridharma
Pasal 49
(1) Ruang
lingkup,
kedalaman,
dan
kombinasi
pelaksanaan Tridharma dilakukan sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan setiap jenis dan program
Pendidikan Tinggi.
(2) Ketentuan mengenai ruang lingkup, kedalaman, dan
kombinasi
pelaksanaan
Tridharma
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Bagian Keempatbelas . . .
DISTRIBUSI II
- 36 Bagian Keempatbelas
Kerja Sama Internasional Pendidikan Tinggi
Pasal 50
(1) Kerja
sama
internasional
Pendidikan
Tinggi
merupakan proses interaksi dalam pengintegrasian
dimensi internasional ke dalam kegiatan akademik
untuk berperan dalam pergaulan internasional tanpa
kehilangan nilai-nilai keindonesiaan.
(2) Kerja sama internasional harus didasarkan pada
prinsip kesetaraan dan saling menghormati dengan
mempromosikan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan
nilai
kemanusiaan
yang
memberi
manfaat
bagi
kehidupan manusia.
(3) Kerja
sama
Pendidikan,
internasional
Penelitian,
dan
mencakup
bidang
Pengabdian
kepada
Masyarakat.
(4) Kerja
sama
internasional
dalam
pengembangan
Pendidikan Tinggi dapat dilakukan, antara lain,
melalui:
a. hubungan antara lembaga Pendidikan Tinggi di
Indonesia dan lembaga Pendidikan Tinggi negara
lain dalam kegiatan penyelenggaraan Pendidikan
yang bermutu;
b. pengembangan pusat kajian Indonesia dan budaya
lokal pada Perguruan Tinggi di dalam dan di luar
negeri; dan
c. pembentukan komunitas ilmiah yang mandiri.
(5) Kebijakan
nasional
mengenai
kerja
sama
internasional Pendidikan Tinggi ditetapkan dalam
Peraturan Menteri.
BAB III . . .
DISTRIBUSI II
- 37 BAB III
PENJAMINAN MUTU
Bagian Kesatu
Sistem Penjaminan Mutu
Pasal 51
(1) Pendidikan
Tinggi
yang
bermutu
merupakan
Pendidikan Tinggi yang menghasilkan lulusan yang
mampu secara aktif mengembangkan potensinya dan
menghasilkan Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi
yang berguna bagi Masyarakat, bangsa, dan negara.
(2) Pemerintah menyelenggarakan sistem penjaminan
mutu
Pendidikan
Tinggi
untuk
mendapatkan
Pendidikan bermutu.
Pasal 52
(1) Penjaminan
kegiatan
mutu
Pendidikan
sistemik
Pendidikan
untuk
Tinggi
Tinggi
merupakan
meningkatkan
secara
berencana
mutu
dan
berkelanjutan.
(2) Penjaminan
mutu
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan,
evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar
Pendidikan Tinggi.
(3) Menteri
menetapkan
sistem
penjaminan
mutu
Pendidikan Tinggi dan Standar Nasional Pendidikan
Tinggi.
(4) Sistem
penjaminan
mutu
Pendidikan
Tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan
pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi.
Pasal 53 . . .
DISTRIBUSI II
- 38 Pasal 53
Sistem penjaminan mutu Pendidikan Tinggi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) terdiri atas:
a. sistem penjaminan mutu internal yang dikembangkan
oleh Perguruan Tinggi; dan
b. sistem penjaminan mutu eksternal yang dilakukan
melalui akreditasi.
Bagian Kedua
Standar Pendidikan Tinggi
Pasal 54
(1) Standar Pendidikan Tinggi terdiri atas:
a. Standar
Nasional
Pendidikan
Tinggi
yang
ditetapkan oleh Menteri atas usul suatu badan
yang bertugas menyusun dan mengembangkan
Standar Nasional Pendidikan Tinggi; dan
b. Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh
setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
(2) Standar Nasional Pendidikan Tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan satuan
standar yang meliputi standar nasional pendidikan,
ditambah dengan standar penelitian, dan standar
pengabdian kepada masyarakat.
(3) Standar Nasional Pendidikan Tinggi dikembangkan
dengan
memperhatikan
kebebasan
akademik,
kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan
untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.
(4) Standar Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdiri atas sejumlah standar
dalam bidang akademik dan nonakademik yang
melampaui Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
DISTRIBUSI II
(5) Dalam . . .
- 39 (5) Dalam mengembangkan Standar Pendidikan Tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
Perguruan Tinggi memiliki keleluasaan mengatur
pemenuhan Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
(6) Menteri melakukan evaluasi pelaksanaan Standar
Pendidikan Tinggi secara berkala.
(7) Menteri mengumumkan hasil evaluasi dan penilaian
Standar Pendidikan Tinggi kepada Masyarakat.
(8) Ketentuan mengenai evaluasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Akreditasi
Pasal 55
(1) Akreditasi merupakan kegiatan penilaian sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan
Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk menentukan kelayakan Program
Studi dan Perguruan Tinggi atas dasar kriteria yang
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
(3) Pemerintah membentuk Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi untuk mengembangkan sistem
akreditasi.
(4) Akreditasi Perguruan Tinggi dilakukan oleh Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.
(5) Akreditasi
Program
akuntabilitas
publik
akreditasi mandiri.
Studi
sebagai
dilakukan
oleh
bentuk
lembaga
(6) Lembaga akreditasi mandiri sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) merupakan lembaga mandiri bentukan
Pemerintah
atau
lembaga
mandiri
bentukan
Masyarakat yang diakui oleh Pemerintah atas
rekomendasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan
Tinggi.
DISTRIBUSI II
(7) Lembaga . . .
- 40 (7) Lembaga akreditasi mandiri sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) dibentuk berdasarkan rumpun ilmu
dan/atau cabang ilmu
serta
dapat berdasarkan
kewilayahan.
(8) Ketentuan
lebih
sebagaimana
lanjut
dimaksud
mengenai
pada
ayat
akreditasi
(1),
Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), dan lembaga akreditasi
mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur
dalam Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Pangkalan Data Pendidikan Tinggi
Pasal 56
(1) Pangkalan
Data
Pendidikan
Tinggi
merupakan
kumpulan data penyelenggaraan Pendidikan Tinggi
seluruh Perguruan Tinggi yang terintegrasi secara
nasional.
(2) Pangkalan
Data
Pendidikan
Tinggi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai sumber
informasi bagi:
a. lembaga akreditasi, untuk melakukan akreditasi
Program Studi dan Perguruan Tinggi;
b. Pemerintah,
perencanaan,
untuk
melakukan
pengawasan,
pengaturan,
pemantauan,
dan
evaluasi serta pembinaan dan koordinasi Program
Studi dan Perguruan Tinggi; dan
c. Masyarakat, untuk mengetahui kinerja Program
Studi dan Perguruan Tinggi.
(3) Pangkalan Data Pendidikan Tinggi dikembangkan dan
dikelola oleh Kementerian atau dikelola oleh lembaga
yang ditunjuk oleh Kementerian.
(4) Penyelenggara . . .
DISTRIBUSI II
- 41 (4) Penyelenggara Perguruan Tinggi wajib menyampaikan
data dan informasi penyelenggaraan Perguruan Tinggi
serta memastikan kebenaran dan ketepatannya.
Bagian Kelima
Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi
Pasal 57
(1) Lembaga
Layanan
Pendidikan
Tinggi
merupakan
satuan kerja Pemerintah di wilayah yang berfungsi
membantu
peningkatan
mutu
penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi.
(2) Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2012
TENTANG
PENDIDIKAN TINGGI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: a. bahwa
Undang-Undang
Indonesia
Tahun
Pemerintah
Dasar
1945
Negara
Republik
mengamanatkan
kepada
mengusahakan
dan
untuk
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
yang meningkatkan keimanan, ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dan akhlak mulia dalam
rangka
mencerdaskan
kehidupan
bangsa
serta
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa
untuk
kemajuan
peradaban
serta
kesejahteraan umat manusia;
b. bahwa pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem
pendidikan nasional memiliki peran strategis dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
dengan
memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora
serta
pembudayaan
dan
pemberdayaan
bangsa
Indonesia yang berkelanjutan;
c.
bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam
menghadapi globalisasi di segala bidang, diperlukan
pendidikan tinggi yang mampu mengembangkan ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
intelektual,
ilmuwan,
berbudaya
dan
berkarakter
dan/atau
kreatif,
tangguh,
serta
menghasilkan
profesional
toleran,
serta
yang
demokratis,
berani
membela
kebenaran untuk kepentingan bangsa;
d. bahwa . . .
DISTRIBUSI II
-2d. bahwa
untuk
mewujudkan
keterjangkauan
dan
pemerataan yang berkeadilan dalam memperoleh
pendidikan tinggi yang bermutu dan relevan dengan
kepentingan
masyarakat
kemandirian,
dan
bagi
kesejahteraan,
kemajuan,
diperlukan
penataan pendidikan tinggi secara terencana, terarah,
dan berkelanjutan dengan memperhatikan aspek
demografis dan geografis;
e.
bahwa untuk menjamin penyelenggaraan pendidikan
tinggi diperlukan pengaturan sebagai dasar dan
kepastian hukum;
f.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan
huruf
e
perlu
membentuk
Undang-Undang
tentang Pendidikan Tinggi;
Mengingat
:
Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 31 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENDIDIKAN TINGGI.
BAB I . . .
DISTRIBUSI II
-3BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran
agar
peserta
didik
secara
aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian,
kecerdasan,
akhlak
mulia,
serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.
2.
Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah
pendidikan
diploma,
menengah
program
yang
sarjana,
mencakup
program
program
magister,
program doktor, dan program profesi, serta program
spesialis,
yang
diselenggarakan
oleh
perguruan
tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia.
3.
Ilmu Pengetahuan adalah rangkaian pengetahuan
yang digali, disusun, dan dikembangkan secara
sistematis
dengan
menggunakan
pendekatan
tertentu, yang dilandasi oleh metodologi ilmiah
untuk
menerangkan
gejala
alam
dan/atau
kemasyarakatan tertentu.
4.
Teknologi
adalah
berbagai
cabang
penerapan
Ilmu
dan
pemanfaatan
Pengetahuan
yang
menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan dan
kelangsungan
hidup,
serta
peningkatan
mutu
kehidupan manusia.
5.
Humaniora adalah disiplin akademik yang mengkaji
nilai intrinsik kemanusiaan.
6. Perguruan . . .
DISTRIBUSI II
-46.
Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang
menyelenggarakan Pendidikan Tinggi.
7.
Perguruan Tinggi Negeri yang selanjutnya disingkat
PTN
adalah
Perguruan
Tinggi
yang
didirikan
dan/atau diselenggarakan oleh Pemerintah.
8.
Perguruan Tinggi Swasta yang selanjutnya disingkat
PTS
adalah
Perguruan
Tinggi
yang
didirikan
dan/atau diselenggarakan oleh masyarakat.
9.
Tridharma
Perguruan
Tinggi
yang
selanjutnya
disebut Tridharma adalah kewajiban Perguruan
Tinggi
untuk
menyelenggarakan
Pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
10. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut
kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk
memperoleh informasi, data, dan keterangan yang
berkaitan dengan pemahaman dan/atau pengujian
suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknologi.
11. Pengabdian kepada Masyarakat adalah kegiatan
sivitas
akademika
Pengetahuan
dan
kesejahteraan
yang
memanfaatkan
Teknologi
masyarakat
untuk
dan
Ilmu
memajukan
mencerdaskan
kehidupan bangsa.
12. Pembelajaran adalah proses interaksi mahasiswa
dengan dosen dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar.
13. Sivitas Akademika adalah masyarakat akademik
yang terdiri atas dosen dan mahasiswa.
14. Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan
dengan
tugas
mengembangkan,
utama
dan
mentransformasikan,
menyebarluaskan
Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi melalui Pendidikan,
Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat.
15. Mahasiswa . . .
DISTRIBUSI II
-515. Mahasiswa
adalah
peserta
didik
pada
jenjang
warga
negara
Pendidikan Tinggi.
16. Masyarakat
adalah
Indonesia
kelompok
nonpemerintah
yang
mempunyai
perhatian dan peranan dalam bidang Pendidikan
Tinggi.
17. Program Studi adalah kesatuan kegiatan Pendidikan
dan pembelajaran yang memiliki kurikulum dan
metode pembelajaran tertentu dalam satu jenis
pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan/atau
pendidikan vokasi.
18. Standar Nasional Pendidikan Tinggi adalah satuan
standar yang meliputi standar nasional pendidikan,
ditambah dengan standar penelitian, dan standar
pengabdian kepada masyarakat.
19. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah,
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana
dimaksud
dalam
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
20. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau
walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
21. Kementerian adalah perangkat pemerintah yang
membidangi
urusan
pemerintahan
di
bidang
pendidikan.
22. Kementerian lain adalah perangkat pemerintah yang
membidangi urusan pemerintahan di luar bidang
pendidikan.
23. Lembaga
Pemerintah
selanjutnya
disingkat
pemerintah
pusat
Nonkementerian
LPNK
yang
adalah
melaksanakan
yang
lembaga
tugas
pemerintahan tertentu.
24. Menteri . . .
DISTRIBUSI II
-624. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
Pasal 2
Pendidikan
Tinggi
berdasarkan
Pancasila,
Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka
Tunggal Ika.
Pasal 3
Pendidikan Tinggi berasaskan:
a. kebenaran ilmiah;
b. penalaran;
c. kejujuran;
d. keadilan;
e. manfaat;
f.
kebajikan;
g. tanggung jawab;
h. kebhinnekaan; dan
i.
keterjangkauan.
Pasal 4
Pendidikan Tinggi berfungsi:
a. mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;
b. mengembangkan
responsif,
Sivitas
kreatif,
Akademika
terampil,
yang
berdaya
inovatif,
saing,
dan
kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; dan
c. mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
dengan
memperhatikan
dan
menerapkan
nilai
Humaniora.
Pasal 5 . . .
DISTRIBUSI II
-7Pasal 5
Pendidikan Tinggi bertujuan:
a. berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan
berbudaya untuk kepentingan bangsa;
b. dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang Ilmu
Pengetahuan dan/atau Teknologi untuk memenuhi
kepentingan nasional dan peningkatan daya saing
bangsa;
c. dihasilkannya
melalui
Ilmu
Penelitian
Pengetahuan
yang
dan
Teknologi
memperhatikan
dan
menerapkan nilai Humaniora agar bermanfaat bagi
kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan
kesejahteraan umat manusia; dan
d. terwujudnya Pengabdian kepada Masyarakat berbasis
penalaran dan karya Penelitian yang bermanfaat
dalam
memajukan
kesejahteraan
umum
dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
BAB II
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI
Bagian Kesatu
Prinsip dan Tanggung Jawab Penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi
Pasal 6
Pendidikan Tinggi diselenggarakan dengan prinsip:
a. pencarian kebenaran ilmiah oleh Sivitas Akademika;
b. demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan
kesatuan bangsa;
c. pengembangan . . .
DISTRIBUSI II
-8c. pengembangan budaya akademik dan pembudayaan
kegiatan baca tulis bagi Sivitas Akademika;
d. pembudayaan
dan
pemberdayaan
bangsa
yang
berlangsung sepanjang hayat;
e. keteladanan, kemauan, dan pengembangan kreativitas
Mahasiswa dalam pembelajaran;
f. pembelajaran yang berpusat pada Mahasiswa dengan
memperhatikan
lingkungan
secara
selaras
dan
seimbang;
g. kebebasan dalam memilih Program Studi berdasarkan
minat, bakat, dan kemampuan Mahasiswa;
h. satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka
dan multimakna;
i. keberpihakan
pada
kelompok
Masyarakat
kurang
mampu secara ekonomi; dan
j. pemberdayaan semua komponen Masyarakat melalui
peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu layanan Pendidikan Tinggi.
Pasal 7
(1) Menteri bertanggung jawab atas penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi.
(2) Tanggung
jawab
Menteri
atas
penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup pengaturan, perencanaan, pengawasan,
pemantauan, dan evaluasi serta pembinaan dan
koordinasi.
(3) Tugas dan wewenang Menteri atas penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi meliputi:
a. kebijakan
umum
dalam
pengembangan
dan
koordinasi Pendidikan Tinggi sebagai bagian dari
sistem pendidikan nasional untuk mewujudkan
tujuan Pendidikan Tinggi;
b. penetapan . . .
DISTRIBUSI II
-9b. penetapan
kebijakan
penyusunan
panjang,
umum
rencana
menengah,
nasional
pengembangan
dan
dan
jangka
tahunan
Pendidikan
mutu,
relevansi,
Tinggi yang berkelanjutan;
c. peningkatan
penjaminan
keterjangkauan, pemerataan yang berkeadilan, dan
akses Pendidikan Tinggi secara berkelanjutan;
d. pemantapan
dan
peningkatan
kapasitas
pengelolaan akademik dan pengelolaan sumber
daya Perguruan Tinggi;
e. pemberian dan pencabutan izin yang berkaitan
dengan penyelenggaraan Perguruan Tinggi kecuali
pendidikan tinggi keagamaan;
f. kebijakan
umum
dalam
penghimpunan
dan
pendayagunaan seluruh potensi masyarakat untuk
mengembangkan Pendidikan Tinggi;
g. pembentukan dewan, majelis,
komisi,
dan/atau
konsorsium yang melibatkan Masyarakat untuk
merumuskan kebijakan pengembangan Pendidikan
Tinggi; dan
h. pelaksanaan
tugas
lain
untuk
menjamin
pengembangan dan pencapaian tujuan Pendidikan
Tinggi.
(4) Dalam
hal
penyelenggaraan
pendidikan
tinggi
keagamaan, tanggung jawab, tugas, dan wewenang
dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agama.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab
Menteri
atas
penyelenggaraan
Pendidikan
Tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tugas dan
wewenang Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua . . .
DISTRIBUSI II
- 10 Bagian Kedua
Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Paragraf 1
Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan
Otonomi Keilmuan
Pasal 8
(1) Dalam
penyelenggaraan
pengembangan
Ilmu
Pendidikan
Pengetahuan
dan
dan
Teknologi
berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar
akademik, dan otonomi keilmuan.
(2) Pengembangan
Ilmu
Pengetahuan
dan
Teknologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Sivitas Akademika melalui pembelajaran dan/atau
penelitian ilmiah dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama
dan
persatuan
bangsa
untuk
kemajuan
peradaban dan kesejahteraan umat manusia.
(3) Pelaksanaan
mimbar
kebebasan
akademik,
dan
akademik,
otonomi
kebebasan
keilmuan
di
Perguruan Tinggi merupakan tanggung jawab pribadi
Sivitas
Akademika,
yang
wajib
dilindungi
dan
difasilitasi oleh pimpinan Perguruan Tinggi.
Pasal 9
(1) Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
8
ayat
Akademika
(1)
dalam
merupakan
kebebasan
Pendidikan
Tinggi
Sivitas
untuk
mendalami dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi secara bertanggung jawab melalui
pelaksanaan Tridharma.
(2) Kebebasan . . .
DISTRIBUSI II
- 11 (2) Kebebasan mimbar akademik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan wewenang profesor
dan/atau Dosen yang memiliki otoritas dan wibawa
ilmiah
untuk
menyatakan
secara
terbuka
dan
bertanggung jawab mengenai sesuatu yang berkenaan
dengan rumpun ilmu dan cabang ilmunya.
(3) Otonomi keilmuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
8
ayat
(1)
merupakan
otonomi
Sivitas
Akademika pada suatu cabang Ilmu Pengetahuan
dan/atau
Teknologi
mengembangkan,
dalam
menemukan,
mengungkapkan,
dan/atau
mempertahankan kebenaran ilmiah menurut kaidah,
metode keilmuan, dan budaya akademik.
Paragraf 2
Rumpun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pasal 10
(1) Rumpun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan
kumpulan sejumlah pohon, cabang, dan ranting Ilmu
Pengetahuan yang disusun secara sistematis.
(2) Rumpun
Ilmu
Pengetahuan
dan
Teknologi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. rumpun ilmu agama;
b. rumpun ilmu humaniora;
c. rumpun ilmu sosial;
d. rumpun ilmu alam;
e. rumpun ilmu formal; dan
f. rumpun ilmu terapan.
(3) Rumpun
Ilmu
sebagaimana
Pengetahuan
dimaksud
dan
pada
ditransformasikan,
dikembangkan,
disebarluaskan
Sivitas
oleh
Teknologi
ayat
(2)
dan/atau
Akademika
melalui
Tridharma.
Paragraf 3 . . .
DISTRIBUSI II
- 12 Paragraf 3
Sivitas Akademika
Pasal 11
(1) Sivitas
Akademika
memiliki
tradisi
merupakan
ilmiah
komunitas
dengan
yang
mengembangkan
budaya akademik.
(2) Budaya
akademik
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) merupakan seluruh sistem nilai, gagasan,
norma, tindakan, dan karya yang bersumber dari
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sesuai dengan asas
Pendidikan Tinggi.
(3) Pengembangan
budaya
akademik
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan interaksi
sosial
tanpa
membedakan
antargolongan,
jenis
suku,
kelamin,
agama,
kedudukan
ras,
sosial,
tingkat kemampuan ekonomi, dan aliran politik.
(4) Interaksi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan dalam pembelajaran, pencarian kebenaran
ilmiah, penguasaan dan/atau pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi
serta pengembangan
Perguruan Tinggi sebagai lembaga ilmiah.
(5) Sivitas Akademika berkewajiban memelihara dan
mengembangkan
budaya
akademik
dengan
memperlakukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
sebagai proses dan produk serta sebagai amal dan
paradigma moral.
Pasal 12
(1) Dosen sebagai anggota Sivitas Akademika memiliki
tugas
mentransformasikan
dan/atau
Teknologi
yang
Ilmu
Pengetahuan
dikuasainya
kepada
Mahasiswa dengan mewujudkan suasana belajar dan
pembelajaran
sehingga
Mahasiswa
aktif
mengembangkan potensinya.
DISTRIBUSI II
(2) Dosen . . .
- 13 (2) Dosen
sebagai
ilmuwan
memiliki
tugas
mengembangkan suatu cabang Ilmu Pengetahuan
dan/atau Teknologi melalui penalaran dan penelitian
ilmiah serta menyebarluaskannya.
(3) Dosen secara perseorangan atau berkelompok wajib
menulis buku ajar atau buku teks, yang diterbitkan
oleh Perguruan Tinggi dan/atau publikasi ilmiah
sebagai salah satu sumber belajar dan untuk
pengembangan budaya akademik serta pembudayaan
kegiatan baca tulis bagi Sivitas Akademika.
Pasal 13
(1) Mahasiswa sebagai anggota Sivitas Akademika
diposisikan sebagai insan dewasa yang memiliki
kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri
di Perguruan Tinggi untuk menjadi intelektual,
ilmuwan, praktisi, dan/atau profesional.
(2) Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
secara aktif mengembangkan potensinya dengan
melakukan pembelajaran, pencarian kebenaran
ilmiah, dan/atau penguasaan, pengembangan, dan
pengamalan suatu cabang Ilmu Pengetahuan
dan/atau Teknologi untuk menjadi ilmuwan,
intelektual, praktisi, dan/atau profesional yang
berbudaya.
(3) Mahasiswa memiliki kebebasan akademik dengan
mengutamakan penalaran dan akhlak mulia serta
bertanggung jawab sesuai dengan budaya akademik.
(4) Mahasiswa berhak mendapatkan layanan Pendidikan
sesuai
dengan
bakat,
minat,
potensi,
dan
kemampuannya.
(5) Mahasiswa dapat menyelesaikan program Pendidikan
sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan
tidak melebihi ketentuan batas waktu yang
ditetapkan oleh Perguruan Tinggi.
DISTRIBUSI II
(6) Mahasiswa . . .
- 14 (6) Mahasiswa berkewajiban menjaga etika dan menaati
norma
Pendidikan
Tinggi
untuk
menjamin
terlaksananya Tridharma dan pengembangan budaya
akademik.
Pasal 14
(1) Mahasiswa
mengembangkan
bakat,
minat,
dan
kemampuan dirinya melalui kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler
sebagai
bagian
dari
proses
Pendidikan.
(2) Kegiatan
sebagaimana
kokurikuler
dan
dimaksud
pada
ekstrakurikuler
ayat
(1)
dapat
dilaksanakan melalui organisasi kemahasiswaan.
(3) Ketentuan lain mengenai kegiatan kokurikuler dan
ekstrakurikuler sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam statuta Perguruan Tinggi.
Bagian Ketiga
Jenis Pendidikan Tinggi
Paragraf 1
Pendidikan Akademik
Pasal 15
(1) Pendidikan akademik merupakan Pendidikan Tinggi
program sarjana dan/atau program pascasarjana
yang diarahkan pada penguasaan dan pengembangan
cabang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
(2) Pembinaan, koordinasi, dan pengawasan pendidikan
akademik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
berada dalam tanggung jawab Kementerian.
Paragraf 2 . . .
DISTRIBUSI II
- 15 Paragraf 2
Pendidikan Vokasi
Pasal 16
(1) Pendidikan
vokasi
merupakan
Pendidikan
Tinggi
program diploma yang menyiapkan Mahasiswa untuk
pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu sampai
program sarjana terapan.
(2) Pendidikan
vokasi
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) dapat dikembangkan oleh Pemerintah sampai
program
magister
terapan
atau
program
doktor
terapan.
(3) Pembinaan, koordinasi, dan pengawasan pendidikan
vokasi berada dalam tanggung jawab Kementerian.
Paragraf 3
Pendidikan Profesi
Pasal 17
(1) Pendidikan profesi merupakan Pendidikan Tinggi
setelah program sarjana yang menyiapkan Mahasiswa
dalam
pekerjaan
yang
memerlukan
persyaratan
keahlian khusus.
(2) Pendidikan
profesi
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) dapat diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi
dan bekerja sama dengan Kementerian, Kementerian
lain,
LPNK,
dan/atau
organisasi
profesi
yang
bertanggung jawab atas mutu layanan profesi.
Bagian Keempat . . .
DISTRIBUSI II
- 16 Bagian Keempat
Program Pendidikan Tinggi
Paragraf 1
Program Sarjana, Program Magister, dan Program Doktor
Pasal 18
(1) Program sarjana merupakan pendidikan akademik
yang
diperuntukkan
menengah
atau
mengamalkan
bagi
sederajat
Ilmu
lulusan
pendidikan
sehingga
Pengetahuan
dan
mampu
Teknologi
melalui penalaran ilmiah.
(2) Program sarjana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyiapkan Mahasiswa menjadi intelektual dan/atau
ilmuwan
yang
berbudaya,
mampu
memasuki
dan/atau menciptakan lapangan kerja, serta mampu
mengembangkan diri menjadi profesional.
(3) Program
sarjana
wajib
memiliki
Dosen
yang
berkualifikasi akademik minimum lulusan program
magister atau sederajat.
(4) Lulusan program sarjana berhak menggunakan gelar
sarjana.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai program sarjana
diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 19
(1) Program magister merupakan pendidikan akademik
yang diperuntukkan bagi lulusan program sarjana
atau sederajat sehingga mampu mengamalkan dan
mengembangkan
Ilmu
Pengetahuan
dan/atau
Teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah.
(2) Program . . .
DISTRIBUSI II
- 17 (2) Program
ayat
magister
(1)
sebagaimana
mengembangkan
intelektual,
ilmuwan
dimaksud
pada
Mahasiswa
menjadi
berbudaya,
mampu
yang
memasuki dan/atau menciptakan lapangan kerja
serta mengembangkan diri menjadi profesional.
(3) Program
magister
wajib
memiliki
Dosen
yang
berkualifikasi akademik lulusan program doktor atau
yang sederajat.
(4) Lulusan program magister berhak menggunakan gelar
magister.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai program magister
diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 20
(1) Program doktor merupakan pendidikan akademik
yang diperuntukkan bagi lulusan program magister
atau
sederajat
menciptakan,
kepada
sehingga
dan/atau
mampu
menemukan,
memberikan
pengembangan,
serta
kontribusi
pengamalan
Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi melalui penalaran dan
penelitian ilmiah.
(2) Program doktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengembangkan
dan
memantapkan
Mahasiswa
untuk menjadi lebih bijaksana dengan meningkatkan
kemampuan
dan
kemandirian
sebagai
filosof
dan/atau intelektual, ilmuwan yang berbudaya dan
menghasilkan
dan/atau
mengembangkan
teori
melalui Penelitian yang komprehensif dan akurat
untuk memajukan peradaban manusia.
(3) Program
doktor
wajib
memiliki
Dosen
yang
berkualifikasi akademik lulusan program doktor atau
yang sederajat.
(4) Lulusan . . .
DISTRIBUSI II
- 18 (4) Lulusan program doktor berhak menggunakan gelar
doktor.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai program doktor
diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 2
Program Diploma, Magister Terapan, dan Doktor Terapan
Pasal 21
(1) Program diploma merupakan pendidikan vokasi yang
diperuntukkan bagi lulusan pendidikan menengah
atau sederajat untuk mengembangkan keterampilan
dan penalaran dalam penerapan Ilmu Pengetahuan
dan/atau Teknologi.
(2) Program
diploma
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) menyiapkan Mahasiswa menjadi praktisi yang
terampil untuk memasuki dunia kerja sesuai dengan
bidang keahliannya.
(3) Program diploma sebagaimana
ayat (2) terdiri atas program:
dimaksud
pada
a. diploma satu;
b. diploma dua;
c. diploma tiga; dan
d. diploma empat atau sarjana terapan.
(4) Program
diploma
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (3) wajib memiliki Dosen yang berkualifikasi
akademik minimum lulusan program magister atau
sederajat.
(5) Pada program diploma satu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a dan program diploma dua
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat
menggunakan
akademik
instruktur
minimum
lulusan
yang
berkualifikasi
diploma
tiga
atau
sederajat yang memiliki pengalaman.
DISTRIBUSI II
(6) Lulusan . . .
- 19 (6) Lulusan program diploma berhak menggunakan gelar
ahli atau sarjana terapan.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai program diploma
diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 22
(1) Program magister terapan merupakan kelanjutan
pendidikan vokasi yang diperuntukkan bagi lulusan
program
mampu
sarjana
terapan
atau
mengembangkan
sederajat
dan
untuk
mengamalkan
penerapan Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi
melalui penalaran dan penelitian ilmiah.
(2) Program magister terapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengembangkan Mahasiswa menjadi
ahli yang memiliki kapasitas tinggi dalam penerapan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada profesinya.
(3) Program magister terapan wajib memiliki Dosen yang
berkualifikasi akademik lulusan program doktor atau
yang sederajat.
(4) Lulusan
program
magister
terapan
berhak
menggunakan gelar magister terapan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai program magister
terapan diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 23
(1) Program doktor terapan merupakan kelanjutan bagi
lulusan program magister terapan atau sederajat
untuk mampu menemukan, menciptakan, dan/atau
memberikan
kontribusi
bagi
penerapan,
pengembangan, serta pengamalan Ilmu Pengetahuan
dan
Teknologi
melalui penalaran dan penelitian
ilmiah.
(2) Program . . .
DISTRIBUSI II
- 20 (2) Program doktor terapan sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1)
mengembangkan
dan
memantapkan
Mahasiswa untuk menjadi lebih bijaksana dengan
meningkatkan kemampuan dan kemandirian sebagai
ahli
dan
menghasilkan
serta
mengembangkan
penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui
penelitian yang komprehensif dan akurat dalam
memajukan peradaban dan kesejahteraan manusia.
(3) Program doktor terapan wajib memiliki Dosen yang
berkualifikasi akademik lulusan program doktor atau
yang sederajat.
(4) Lulusan
program
doktor
terapan
berhak
menggunakan gelar doktor terapan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai program doktor
terapan diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 3
Program Profesi dan Program Spesialis
Pasal 24
(1) Program
profesi
merupakan
pendidikan
keahlian
khusus yang diperuntukkan bagi lulusan program
sarjana atau sederajat untuk mengembangkan bakat
dan
kemampuan
memperoleh
kecakapan
yang
diperlukan dalam dunia kerja.
(2) Program profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi yang
bekerja sama dengan Kementerian, Kementerian lain,
LPNK, dan/atau organisasi profesi yang bertanggung
jawab atas mutu layanan profesi.
(3) Program profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menyiapkan profesional.
(4) Program . . .
DISTRIBUSI II
- 21 (4) Program
profesi
wajib
memiliki
Dosen
yang
berkualifikasi akademik minimum lulusan program
profesi dan/atau lulusan program magister atau yang
sederajat dengan pengalaman kerja paling singkat
2 (dua) tahun.
(5) Lulusan program profesi berhak menggunakan gelar
profesi.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai program profesi
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
(1) Program spesialis merupakan pendidikan keahlian
lanjutan yang dapat bertingkat dan diperuntukkan
bagi
lulusan
program
berpengalaman
sebagai
profesi
yang
profesional
telah
untuk
mengembangkan bakat dan kemampuannya menjadi
spesialis.
(2) Program
spesialis
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) dapat diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi
bekerja sama dengan Kementerian, Kementerian lain,
LPNK dan/atau organisasi profesi yang bertanggung
jawab atas mutu layanan profesi.
(3) Program
spesialis
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (2) meningkatkan kemampuan spesialisasi dalam
cabang ilmu tertentu.
(4) Program
spesialis
wajib
memiliki
Dosen
yang
berkualifikasi akademik minimum lulusan program
spesialis dan/atau lulusan program doktor atau yang
sederajat dengan pengalaman kerja paling singkat
2 (dua) tahun.
(5) Lulusan program spesialis berhak menggunakan gelar
spesialis.
(6) Ketentuan . . .
DISTRIBUSI II
- 22 (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai program spesialis
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Paragraf 4
Gelar Akademik, Gelar Vokasi, dan Gelar Profesi
Pasal 26
(1) Gelar akademik diberikan oleh Perguruan Tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan akademik.
(2) Gelar akademik terdiri atas:
a. sarjana;
b. magister; dan
c. doktor.
(3) Gelar vokasi diberikan oleh Perguruan Tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan vokasi.
(4) Gelar vokasi terdiri atas:
a. ahli pratama;
b. ahli muda;
c. ahli madya;
d. sarjana terapan;
e. magister terapan; dan
f. doktor terapan.
(5) Gelar profesi diberikan oleh Perguruan Tinggi yang
menyelenggarakan pendidikan profesi.
(6) Gelar profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
ditetapkan oleh Perguruan Tinggi bersama dengan
Kementerian,
Kementerian
lain,
LPNK
dan/atau
organisasi profesi yang bertanggung jawab terhadap
mutu layanan profesi.
(7) Gelar profesi terdiri atas:
a. profesi; dan
b. spesialis.
(8) Ketentuan . . .
DISTRIBUSI II
- 23 (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai gelar akademik,
gelar
vokasi,
atau
gelar
profesi
diatur
dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 27
(1) Selain gelar doktor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (2) huruf c, Perguruan Tinggi yang
memiliki program doktor berhak memberikan gelar
doktor kehormatan kepada perseorangan yang layak
memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasajasa yang luar biasa dalam Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
dan/atau
berjasa
dalam
bidang
kemanusiaan.
(2) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
gelar
doktor
kehormatan diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 28
(1) Gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar profesi hanya
digunakan oleh lulusan dari Perguruan Tinggi yang
dinyatakan berhak memberikan gelar akademik, gelar
vokasi, atau gelar profesi.
(2) Gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar profesi hanya
dibenarkan dalam bentuk dan inisial atau singkatan
yang diterima dari Perguruan Tinggi.
(3) Gelar akademik dan gelar vokasi dinyatakan tidak sah
dan dicabut oleh Menteri apabila dikeluarkan oleh:
a. Perguruan Tinggi dan/atau Program Studi yang
tidak terakreditasi; dan/atau
b. perseorangan,
organisasi,
atau
penyelenggara
Pendidikan Tinggi yang tanpa hak mengeluarkan
gelar akademik dan gelar vokasi.
(4) Gelar profesi dinyatakan tidak sah dan dicabut oleh
Menteri apabila dikeluarkan oleh:
a. Perguruan . . .
DISTRIBUSI II
- 24 a. Perguruan Tinggi dan/atau Program Studi yang
tidak terakreditasi; dan/atau
b. perseorangan, organisasi, atau lembaga lain yang
tanpa hak mengeluarkan gelar profesi.
(5) Gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar profesi
dinyatakan tidak sah dan dicabut oleh Perguruan
Tinggi apabila karya ilmiah yang digunakan untuk
memperoleh gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar
profesi
terbukti
merupakan
hasil
jiplakan
atau
plagiat.
(6) Perseorangan,
Pendidikan
organisasi,
Tinggi
atau
yang
tanpa
penyelenggara
hak
dilarang
memberikan gelar akademik, gelar vokasi, atau gelar
profesi.
(7) Perseorangan yang tanpa hak dilarang menggunakan
gelar akademik, gelar vokasi, dan/atau gelar profesi.
Bagian Kelima
Kerangka Kualifikasi Nasional
Pasal 29
(1) Kerangka
Kualifikasi
penjenjangan
menyetarakan
Nasional
capaian
luaran
merupakan
pembelajaran
bidang
pendidikan
yang
formal,
nonformal, informal, atau pengalaman kerja dalam
rangka pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan
struktur pekerjaan diberbagai sektor.
(2) Kerangka Kualifikasi Nasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menjadi acuan pokok dalam penetapan
kompetensi lulusan pendidikan akademik, pendidikan
vokasi, dan pendidikan profesi.
(3) Penetapan
kompetensi
lulusan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Keenam . . .
DISTRIBUSI II
- 25 Bagian Keenam
Pendidikan Tinggi Keagamaan
Pasal 30
(1) Pemerintah
atau
Masyarakat
dapat
menyelenggarakan pendidikan tinggi keagamaan.
(2) Pendidikan tinggi keagamaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berbentuk universitas, institut, sekolah
tinggi, akademi dan dapat berbentuk ma’had aly,
pasraman, seminari, dan bentuk lain yang sejenis.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan tinggi
keagamaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Jarak Jauh
Pasal 31
(1) Pendidikan jarak jauh merupakan proses belajar
mengajar yang dilakukan secara jarak jauh melalui
penggunaan berbagai media komunikasi.
(2) Pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertujuan:
a. memberikan layanan Pendidikan Tinggi kepada
kelompok Masyarakat yang tidak dapat mengikuti
Pendidikan secara tatap muka atau reguler; dan
b. memperluas akses serta mempermudah layanan
Pendidikan
Tinggi
dalam
Pendidikan
dan
pembelajaran.
(3) Pendidikan
jarak
jauh
diselenggarakan
dalam
berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung
oleh
sarana
dan
layanan
belajar
serta
sistem
penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan
Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
DISTRIBUSI II
(4) Ketentuan . . .
- 26 (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
pendidikan jarak jauh sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pasal 32
(1) Program
Studi
dapat
dilaksanakan
melalui
pendidikan khusus bagi Mahasiswa yang memiliki
tingkat
kesulitan
dalam
mengikuti
proses
pembelajaran dan/atau Mahasiswa yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
(2) Selain pendidikan khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Program Studi juga dapat dilaksanakan
melalui
pendidikan
layanan
khusus
dan/atau
pembelajaran layanan khusus.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Program Studi yang
melaksanakan
pendidikan
khusus
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan pendidikan layanan
khusus
dan/atau
pembelajaran
layanan
khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Bagian Kesembilan
Proses Pendidikan dan Pembelajaran
Paragraf 1
Program Studi
Pasal 33
(1) Program pendidikan dilaksanakan melalui Program
Studi.
(2) Program . . .
DISTRIBUSI II
- 27 (2) Program
Studi
memiliki
kurikulum
dan
metode
pembelajaran sesuai dengan program Pendidikan.
(3) Program Studi diselenggarakan atas izin Menteri
setelah memenuhi persyaratan minimum akreditasi.
(4) Program Studi dikelola oleh suatu satuan unit
pengelola yang ditetapkan oleh Perguruan Tinggi.
(5) Program Studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mendapatkan akreditasi pada saat memperoleh izin
penyelenggaraan.
(6) Program Studi wajib diakreditasi ulang pada saat
jangka waktu akreditasinya berakhir.
(7) Program
Studi
yang
tidak
diakreditasi
ulang
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dicabut
izinnya oleh Menteri.
(8) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
metode
pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pemberian izin Program Studi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), dan pencabutan izin Program Studi
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Program Studi diselenggarakan di kampus utama
Perguruan Tinggi dan/atau dapat diselenggarakan di
luar kampus utama dalam suatu provinsi atau di
provinsi lain melalui kerja sama dengan Perguruan
Tinggi setempat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
Program Studi di kampus utama Perguruan Tinggi
dan/atau
di
luar
kampus
utama
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Paragraf 2 . . .
DISTRIBUSI II
- 28 Paragraf 2
Kurikulum
Pasal 35
(1) Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan
ajar
pedoman
serta
cara yang digunakan sebagai
penyelenggaraan
kegiatan
pembelajaran
untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.
(2) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikembangkan oleh setiap Perguruan
Tinggi
dengan
mengacu
pada
Standar
Nasional
Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang
mencakup
pengembangan
kecerdasan
intelektual,
akhlak mulia, dan keterampilan.
(3) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memuat mata kuliah:
a. agama;
b. Pancasila;
c. kewarganegaraan; dan
d. bahasa Indonesia.
(4) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
dilaksanakan
melalui
kegiatan
kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
(5) Mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan untuk program sarjana dan program
diploma.
Pasal 36
Kurikulum pendidikan profesi dirumuskan bersama
Kementerian, Kementerian lain, LPNK, dan/atau
organisasi profesi yang bertanggung jawab atas mutu
layanan profesi dengan mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan Tinggi.
Paragraf 3 . . .
DISTRIBUSI II
- 29 Paragraf 3
Bahasa Pengantar
Pasal 37
(1) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara wajib
menjadi bahasa pengantar di Perguruan Tinggi.
(2) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa
pengantar dalam program studi bahasa dan sastra
daerah.
(3) Bahasa
asing
dapat
digunakan
sebagai
bahasa
pengantar di Perguruan Tinggi.
Paragraf 4
Perpindahan dan Penyetaraan
Pasal 38
(1) Perpindahan Mahasiswa dapat dilakukan antar:
a. Program Studi pada program Pendidikan yang
sama;
b. jenis Pendidikan Tinggi; dan/atau
c. Perguruan Tinggi.
(2) Ketentuan
mengenai
perpindahan
Mahasiswa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 39
(1) Lulusan pendidikan vokasi atau lulusan pendidikan
profesi
dapat
melanjutkan
pendidikannya
pada
pendidikan akademik melalui penyetaraan.
(2) Lulusan pendidikan akademik dapat melanjutkan
pendidikannya
pada
pendidikan
vokasi
atau
pendidikan profesi melalui penyetaraan.
DISTRIBUSI II
(3) Ketentuan . . .
- 30 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyetaraan lulusan
pendidikan vokasi atau lulusan pendidikan profesi
sebagaimana
dimaksud
penyetaraan
lulusan
pada
ayat
pendidikan
(1)
dan
akademik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 40
(1) Lulusan
Perguruan
Tinggi
negara
lain
dapat
mengikuti Pendidikan Tinggi di Indonesia setelah
melalui penyetaraan.
(2) Ketentuan mengenai penyetaraan lulusan Perguruan
Tinggi negara lain
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Paragraf 5
Sumber Belajar, Sarana, dan Prasarana
Pasal 41
(1) Sumber belajar pada lingkungan pendidikan tinggi
wajib
disediakan,
difasilitasi,
atau
dimiliki
oleh
Perguruan Tinggi sesuai dengan Program Studi yang
dikembangkan.
(2) Sumber belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat digunakan secara bersama oleh beberapa
Perguruan Tinggi.
(3) Perguruan Tinggi menyediakan sarana dan prasarana
untuk
dengan
memenuhi
bakat,
keperluan
minat,
pendidikan
potensi,
dan
sesuai
kecerdasan
Mahasiswa.
Paragraf 6 . . .
DISTRIBUSI II
- 31 Paragraf 6
Ijazah
Pasal 42
(1) Ijazah diberikan kepada lulusan pendidikan akademik
dan pendidikan vokasi sebagai pengakuan terhadap
prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu program
studi
terakreditasi
yang
diselenggarakan
oleh
Perguruan Tinggi.
(2) Ijazah
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
diterbitkan oleh Perguruan Tinggi yang memuat
Program Studi dan gelar yang berhak dipakai oleh
lulusan Pendidikan Tinggi.
(3) Lulusan Pendidikan Tinggi yang menggunakan karya
ilmiah untuk memperoleh ijazah dan gelar, yang
terbukti
merupakan
hasil
jiplakan
atau
plagiat,
ijazahnya dinyatakan tidak sah dan gelarnya dicabut
oleh Perguruan Tinggi.
(4) Perseorangan,
Pendidikan
organisasi,
Tinggi
yang
atau
tanpa
penyelenggara
hak
dilarang
memberikan ijazah.
Paragraf 7
Sertifikat Profesi dan Sertifikat Kompetensi
Pasal 43
(1) Sertifikat profesi merupakan pengakuan untuk
melakukan praktik profesi yang diperoleh lulusan
pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh
Perguruan Tinggi bekerja sama dengan Kementerian,
Kementerian lain, LPNK, dan/atau organisasi profesi
yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi,
dan/atau badan lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Sertifikat . . .
DISTRIBUSI II
- 32 (2) Sertifikat profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh Perguruan Tinggi bersama dengan
Kementerian,
Kementerian
lain,
LPNK,
dan/atau
organisasi profesi yang bertanggung jawab terhadap
mutu layanan profesi, dan/atau badan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Perseorangan,
Pendidikan
organisasi,
Tinggi
yang
atau
tanpa
penyelenggara
hak
dilarang
memberikan sertifikat profesi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 44
(1) Sertifikat
kompetensi
merupakan
pengakuan
kompetensi atas prestasi lulusan yang sesuai dengan
keahlian dalam cabang ilmunya dan/atau memiliki
prestasi di luar program studinya.
(2) Serifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterbitkan oleh Perguruan Tinggi bekerja
sama dengan organisasi profesi, lembaga pelatihan,
atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi kepada
lulusan yang lulus uji kompetensi.
(3) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dapat digunakan sebagai syarat untuk
memperoleh pekerjaan tertentu.
(4) Perseorangan,
Pendidikan
organisasi,
Tinggi
yang
atau
tanpa
penyelenggara
hak
dilarang
memberikan sertifikat kompetensi.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat kompetensi
diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Kesepuluh. . .
DISTRIBUSI II
- 33 Bagian Kesepuluh
Penelitian
Pasal 45
(1) Penelitian di Perguruan Tinggi diarahkan untuk
mengembangkan Ilmu pengetahuan dan Teknologi,
serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
daya saing bangsa.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Sivitas Akademika sesuai dengan
otonomi keilmuan dan budaya akademik.
(3) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan
berdasarkan
jalur
kompetensi
dan
kompetisi.
Pasal 46
(1) Hasil Penelitian bermanfaat untuk:
a. pengayaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta
pembelajaran;
b. peningkatan mutu Perguruan Tinggi dan kemajuan
peradaban bangsa;
c. peningkatan kemandirian, kemajuan, dan daya
saing bangsa;
d. pemenuhan
kebutuhan
strategis
pembangunan
nasional; dan
e. perubahan
Masyarakat
Indonesia
menjadi
Masyarakat berbasis pengetahuan.
(2) Hasil Penelitian wajib disebarluaskan dengan cara
diseminarkan, dipublikasikan, dan/atau dipatenkan
oleh Perguruan Tinggi, kecuali hasil Penelitian yang
bersifat
rahasia,
mengganggu,
dan/atau
membahayakan kepentingan umum.
(3) Hasil . . .
DISTRIBUSI II
- 34 (3) Hasil Penelitian Sivitas Akademika yang diterbitkan
dalam jurnal internasional, memperoleh paten yang
dimanfaatkan oleh industri, teknologi tepat guna,
dan/atau buku yang digunakan sebagai sumber
belajar dapat diberi anugerah yang bermakna oleh
Pemerintah.
Bagian Kesebelas
Pengabdian Kepada Masyarakat
Pasal 47
(1) Pengabdian kepada Masyarakat merupakan kegiatan
Sivitas
Akademika
dalam
mengamalkan
dan
membudayakan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
untuk
memajukan
kesejahteraan
umum
dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
(2) Pengabdian
kepada
Masyarakat
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam berbagai
bentuk kegiatan sesuai dengan budaya akademik,
keahlian,
dan/atau
otonomi
keilmuan
Sivitas
Akademika serta kondisi sosial budaya masyarakat.
(3) Hasil
Pengabdian
kepada
Masyarakat
digunakan
sebagai proses pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi,
untuk
pengayaan
pembelajaran
sumber
dan
belajar,
dan/atau
pematangan
Sivitas
Akademika.
(4) Pemerintah
Pengabdian
memberikan
kepada
penghargaan
Masyarakat
yang
atas
hasil
diterbitkan
dalam jurnal internasional, memperoleh paten yang
dimanfaatkan oleh dunia usaha dan dunia industri,
dan/atau teknologi tepat guna.
Bagian Keduabelas . . .
DISTRIBUSI II
- 35 Bagian Keduabelas
Kerja sama Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat
Pasal 48
(1) Perguruan Tinggi berperan aktif menggalang kerja
sama antar Perguruan Tinggi dan antara Perguruan
Tinggi dengan dunia usaha, dunia industri, dan
Masyarakat dalam bidang Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat.
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat
mendayagunakan Perguruan Tinggi sebagai pusat
Penelitian atau pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.
(3) Perguruan Tinggi dapat mendayagunakan fasilitas
Penelitian di Kementerian lain dan/atau LPNK.
(4) Pemerintah memfasilitasi kerja sama dan kemitraan
antar Perguruan Tinggi dan antara Perguruan Tinggi
dengan dunia usaha dan dunia industri dalam bidang
Penelitian.
Bagian Ketigabelas
Pelaksanaan Tridharma
Pasal 49
(1) Ruang
lingkup,
kedalaman,
dan
kombinasi
pelaksanaan Tridharma dilakukan sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan setiap jenis dan program
Pendidikan Tinggi.
(2) Ketentuan mengenai ruang lingkup, kedalaman, dan
kombinasi
pelaksanaan
Tridharma
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Menteri.
Bagian Keempatbelas . . .
DISTRIBUSI II
- 36 Bagian Keempatbelas
Kerja Sama Internasional Pendidikan Tinggi
Pasal 50
(1) Kerja
sama
internasional
Pendidikan
Tinggi
merupakan proses interaksi dalam pengintegrasian
dimensi internasional ke dalam kegiatan akademik
untuk berperan dalam pergaulan internasional tanpa
kehilangan nilai-nilai keindonesiaan.
(2) Kerja sama internasional harus didasarkan pada
prinsip kesetaraan dan saling menghormati dengan
mempromosikan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan
nilai
kemanusiaan
yang
memberi
manfaat
bagi
kehidupan manusia.
(3) Kerja
sama
Pendidikan,
internasional
Penelitian,
dan
mencakup
bidang
Pengabdian
kepada
Masyarakat.
(4) Kerja
sama
internasional
dalam
pengembangan
Pendidikan Tinggi dapat dilakukan, antara lain,
melalui:
a. hubungan antara lembaga Pendidikan Tinggi di
Indonesia dan lembaga Pendidikan Tinggi negara
lain dalam kegiatan penyelenggaraan Pendidikan
yang bermutu;
b. pengembangan pusat kajian Indonesia dan budaya
lokal pada Perguruan Tinggi di dalam dan di luar
negeri; dan
c. pembentukan komunitas ilmiah yang mandiri.
(5) Kebijakan
nasional
mengenai
kerja
sama
internasional Pendidikan Tinggi ditetapkan dalam
Peraturan Menteri.
BAB III . . .
DISTRIBUSI II
- 37 BAB III
PENJAMINAN MUTU
Bagian Kesatu
Sistem Penjaminan Mutu
Pasal 51
(1) Pendidikan
Tinggi
yang
bermutu
merupakan
Pendidikan Tinggi yang menghasilkan lulusan yang
mampu secara aktif mengembangkan potensinya dan
menghasilkan Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi
yang berguna bagi Masyarakat, bangsa, dan negara.
(2) Pemerintah menyelenggarakan sistem penjaminan
mutu
Pendidikan
Tinggi
untuk
mendapatkan
Pendidikan bermutu.
Pasal 52
(1) Penjaminan
kegiatan
mutu
Pendidikan
sistemik
Pendidikan
untuk
Tinggi
Tinggi
merupakan
meningkatkan
secara
berencana
mutu
dan
berkelanjutan.
(2) Penjaminan
mutu
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan,
evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar
Pendidikan Tinggi.
(3) Menteri
menetapkan
sistem
penjaminan
mutu
Pendidikan Tinggi dan Standar Nasional Pendidikan
Tinggi.
(4) Sistem
penjaminan
mutu
Pendidikan
Tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan
pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi.
Pasal 53 . . .
DISTRIBUSI II
- 38 Pasal 53
Sistem penjaminan mutu Pendidikan Tinggi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) terdiri atas:
a. sistem penjaminan mutu internal yang dikembangkan
oleh Perguruan Tinggi; dan
b. sistem penjaminan mutu eksternal yang dilakukan
melalui akreditasi.
Bagian Kedua
Standar Pendidikan Tinggi
Pasal 54
(1) Standar Pendidikan Tinggi terdiri atas:
a. Standar
Nasional
Pendidikan
Tinggi
yang
ditetapkan oleh Menteri atas usul suatu badan
yang bertugas menyusun dan mengembangkan
Standar Nasional Pendidikan Tinggi; dan
b. Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh
setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
(2) Standar Nasional Pendidikan Tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan satuan
standar yang meliputi standar nasional pendidikan,
ditambah dengan standar penelitian, dan standar
pengabdian kepada masyarakat.
(3) Standar Nasional Pendidikan Tinggi dikembangkan
dengan
memperhatikan
kebebasan
akademik,
kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan
untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.
(4) Standar Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b terdiri atas sejumlah standar
dalam bidang akademik dan nonakademik yang
melampaui Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
DISTRIBUSI II
(5) Dalam . . .
- 39 (5) Dalam mengembangkan Standar Pendidikan Tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
Perguruan Tinggi memiliki keleluasaan mengatur
pemenuhan Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
(6) Menteri melakukan evaluasi pelaksanaan Standar
Pendidikan Tinggi secara berkala.
(7) Menteri mengumumkan hasil evaluasi dan penilaian
Standar Pendidikan Tinggi kepada Masyarakat.
(8) Ketentuan mengenai evaluasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Akreditasi
Pasal 55
(1) Akreditasi merupakan kegiatan penilaian sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan
Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk menentukan kelayakan Program
Studi dan Perguruan Tinggi atas dasar kriteria yang
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
(3) Pemerintah membentuk Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi untuk mengembangkan sistem
akreditasi.
(4) Akreditasi Perguruan Tinggi dilakukan oleh Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi.
(5) Akreditasi
Program
akuntabilitas
publik
akreditasi mandiri.
Studi
sebagai
dilakukan
oleh
bentuk
lembaga
(6) Lembaga akreditasi mandiri sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) merupakan lembaga mandiri bentukan
Pemerintah
atau
lembaga
mandiri
bentukan
Masyarakat yang diakui oleh Pemerintah atas
rekomendasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan
Tinggi.
DISTRIBUSI II
(7) Lembaga . . .
- 40 (7) Lembaga akreditasi mandiri sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) dibentuk berdasarkan rumpun ilmu
dan/atau cabang ilmu
serta
dapat berdasarkan
kewilayahan.
(8) Ketentuan
lebih
sebagaimana
lanjut
dimaksud
mengenai
pada
ayat
akreditasi
(1),
Badan
Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), dan lembaga akreditasi
mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur
dalam Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Pangkalan Data Pendidikan Tinggi
Pasal 56
(1) Pangkalan
Data
Pendidikan
Tinggi
merupakan
kumpulan data penyelenggaraan Pendidikan Tinggi
seluruh Perguruan Tinggi yang terintegrasi secara
nasional.
(2) Pangkalan
Data
Pendidikan
Tinggi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai sumber
informasi bagi:
a. lembaga akreditasi, untuk melakukan akreditasi
Program Studi dan Perguruan Tinggi;
b. Pemerintah,
perencanaan,
untuk
melakukan
pengawasan,
pengaturan,
pemantauan,
dan
evaluasi serta pembinaan dan koordinasi Program
Studi dan Perguruan Tinggi; dan
c. Masyarakat, untuk mengetahui kinerja Program
Studi dan Perguruan Tinggi.
(3) Pangkalan Data Pendidikan Tinggi dikembangkan dan
dikelola oleh Kementerian atau dikelola oleh lembaga
yang ditunjuk oleh Kementerian.
(4) Penyelenggara . . .
DISTRIBUSI II
- 41 (4) Penyelenggara Perguruan Tinggi wajib menyampaikan
data dan informasi penyelenggaraan Perguruan Tinggi
serta memastikan kebenaran dan ketepatannya.
Bagian Kelima
Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi
Pasal 57
(1) Lembaga
Layanan
Pendidikan
Tinggi
merupakan
satuan kerja Pemerintah di wilayah yang berfungsi
membantu
peningkatan
mutu
penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi.
(2) Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi