Kali Pepe: Han Belakang Kehidupan Kota Solo (Studi Perubahan Tindakan Masyarakat Kampung Bantaran Kali Pepe) JURNAL. JURNAL

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

KALI PEPE: HALAMAN BELAKANG KEHIDUPAN KOTA SOLO
(Studi Perubahan Tindakan Masyarakat Kampung Bantaran Kali Pepe)
Aghniyar Rohmi Kayyisa
Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret
Email: ar.kayyisa@gmail.com
Penelitan ini bertujuan memahami perubahan di kampung-kampung bantaran Kali Pepe.
Perubahan diidentifikasi dengan mengkomparasi narasi historis dengan tindakan keseharian
masyarakat saat ini. Perubahan dianalisis melalui aset fisik dan aset non-fisik yang ada. Grounded
theory sebagai metode yang menuntut peneliti membangun teori berbasis data. Pengambilan data dan
penyampelan dilakukan terus menerus, sehingga jumlah sampel bisa bertambah, dan akan berhenti
jika data yang diperoleh telah mampu menjawab seluruh rumusan masalah. Teknik pengumpulan
data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan catatan harian (memo) peneliti. Hasil penelitian
menemukan bahwa narasi historis memaparkan dahulunya sungai berkontribusi sebagai faktor
penentu pembentukan tata ruang kota. Sungai digunakan sebagai jalur transportasi air penghubung
antar wilayah. Seiring waktu, perubahan terjadi. Pemantik terjadinya perubahan adalah keberadaan
pemukiman bantaran Kali Pepe yang dibangun pasca kemerdekaan, pada saat itu dinamika
perekonomian di kota mulai stabil. Sehingga, orang-orang melakukan urbanisasi. Kini, komposisi

demografi di kampung bantaran Kali Pepe sangat plural karena terdiri dari beragam etnis dan
agama. Pada saat yang bersamaan, modernitas yang mewujud dengan teknologi juga mempengaruhi
terjadinya perubahan. Orang-orang mulai meninggalkan cara-cara lama akibat adanya kemudahan
teknologi dari berbagai aspek. Oleh karenanya, perubahan yang terjadi cenderung bersifat regress
(kemunduran). Muncul permasalahan krisis lingkungan sebagai konsekuensi dari gencarnya
kehadiran teknologi dan pertumbuhan kota.
Kata Kunci : Kota, Kampung, Sungai, Perubahan

Sungai
kehidupan

merupakan

manusia.

Secara

sumber

merupakan sungai legendaris. Hal ini


historis,

dikarenakan

sejak

masa

lampau,

peradaban manusia banyak dibangun di

keberadaan sungai ikut berkontribusi besar

pinggiran sungai. Hal ini dipantik oleh

terhadap dinamika dan perkembangan

kecenderungan manusia dalam mencari


kota. Praktis, sungai tidak hanya hadir

tempat tinggal yang relatif dekat dengan

sebagai bentuk aset fisik kota saja. Tak

sumber air. Lebih komplek dari itu, bahkan

luput pula dengan keramaian yang tidak

keberadaan sungai juga menjadikan faktor

hanya

penentu dalam pembentukan tata ruang

Bengawan Solo saja, tetapi juga di anak-

kota. Sesuai dengan yang dituliskan oleh


anak sungainya yang memang dilalui oleh

Pande Made Kutanegara bahwa sungai dan

kapal-kapal

air sebagai sumber kehidupan merupakan

sungainya adalah Kali Pepe sebagai bandar

pusat orientasi dan sangat penting dalam

Pecinan. Sehingga, pada saat itu (tepatnya

pembangunan sebuah negara (Kutanegara,

pada abad XVI), sungai menjadi jalur

berpusat


di

kecil.

sepanjang

Salah

satu

sungai

anak

2014: 3). Kota Solo memiliki sungai
transportasi air terpenting. Seperti
user
terpanjang di pulau Jawa. Adalah sungaicommit to
penelitian

yang telah dilakukan oleh tim
Bengawan Solo yang bagi masyarakatnya

ekspedisi

Kompas

bahwa

dahulunya,

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

perahu-perahu kerajaan bersandar pada

penelitian

dermaga Langen Harjo, sementara perahu


Kelurahan

para

dermaga

Sangkrah, dan Kelurahan Kedung Lumbu

Nusupan yang lokasinya dekat dengan

dengan subjek penelitian yaitu mereka

jembatan Semanggi. Pelabuhan-pelabuhan

para warga asli yang tinggal tepat di

sungai ini pada masa lalu memainkan

samping Kali Pepe. Penelitian ini diawali


peran

di

dengan kerangka berpikir yang dimulai

Surakarta. Bahkan, lewat Kali Pepe yang

dari sejarah mengenai kontribusi sungai

merupakan anak Bengawan Solo, sampan-

atas pembentukan Kota Solo, yang kini

sampan

seiring

pedagang berlabuh


penting

bagi

pengangkut

di

perniagaan

barang

dagangan

di

Kelurahan

Gandekan,


Sudiroprajan,

Kelurahan

perkembangan

era

mengalami

menelusur ke pusat kota hingga mencapai

perubahan yang cukup signifikan, di mana

Pecinan di dekat Pasar Gede (Tjahjono,

perubahan tersebut tak lepas pula dari

2009: 64).


tindakan – khususnya para masyarakat

Menjadi satu hal yang kemudian

kota dan pihak pemerintah. Meminjam dari

muncul

pemikiran Max Weber yang memaparkan

ketimpangan pada sungai yang dahulunya

bahwa tindakan manusia dipengaruhi oleh

sangat

banyak

menarik

untuk

dikaji

berkontribusi

ketika

besar

dalam

hal,

salah

satunya

adalah

pembentukan kota, kini justru mengalami

dipengaruhi oleh pemahaman atau yang

krisis. Air Kali Pepe yang menghitam dan

disebut

pekat karena telah tercemar dengan aliran

(pemahaman).

limbah industri sekitar, beragam jenis

mengkorelasikan antara kedua hal tersebut.

sampah yang menyumbat dan hampir

Oleh karena penelitian ini menggunakan

ditemui di sepanjang sungai. Artinya,

grounded

sungai yang dahulunya pernah menjadi

maka teori yang digunakan adalah teori

awal pembentukan kota dan sumber

yang dikonstruksi peneliti berlandaskan

kehidupan masyarakat, kini telah berubah

pada data.

menjadi

Pembentukan Kota

tempat

pembuangan

sampah

Weber

dengan
Penelitian

theory

sebagai

verstehen

ini

akan

pendekatan,

rumah tangga dan limbah industri yang

Narasi historis memaparkan bahwa

efektif. Tindakan semacam inilah yang

kota terbentuk atas beragam hal. Selama

menjadikan Kali Pepe kian mengalami

prosesnya, kota senantiasa tumbuh dan

degradasi, baik dari segi kualitas maupun

berubah. Kota telah ada di permukaan

kuantitas.

Maka,

berbasis

pada
bumi ini sejak awal sejarah. Kota sekaligus
user tua dan sangat muda, bersifat
kepentingan dalam menjelaskan perubahancommit to
sangat
atas Kali Pepe, peneliti membatasi lokasi

evolusioner maupun revolusioner. Kota-

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

kota yang muncul di lembah sungai Eufrat

penduduk awal bernama Ki, atau Kiai

dan Tigris yang makmur tersebut lebih dari

(yang dilafalkan dengan huruf kental,

5000

dihubung-

menjadi Kiyai Solo, atau Ki Ageng Solo.

hubungkan dengan modernisasi pada masa

Nama inilah yang kemudian dipakai

itu, dan kota-kota di zaman kita sekarang

sampai sekarang. Sesuatu yang masuk akal

dihubungkan dengan modernisasi masa

dan ada jejak makam Ki Ageng Solo

kini. Modernisasi adalah suatu gejala yang

(Atmowiloto, 2009: 33). Sedangkan istilah

terdapat dalam setiap zaman; demikian

Surakarta

pula pertumbuhan kota. Wajarlah apabila

dengan

disebut bahwa setiap perubahan besar

Kerajaan

dalam sejarah (berlainan dengan pra-

mulanya bertempat di Kotagede, berpindah

sejarah) bergerak ke arah penggunaan

di Sala kemudian menjadi kerajaan Pajang

yang lebih rasionil dari kekayaan alam, ke

di Kartasura pada tahun 1745. Tidak lama

arah

kemudian, Keraton Kartasura mengalami

tahun

yang

peningkatan

barang-barang

dan

lampau

efisiensi

produksi

jasa-jasa,

dan

sebenarnya
perpindahan
Mataram

lebih

berkaitan

kekuasaan
Islam

dari

yang pada

kehancuran karena terjadi Geger Pecinan.

peningkatan interaksi spasial yang selalu

Sehingga,

demi

mempertahankan

dihubungkan dengan urbanisasi, yaitu

kestabilan politik, maka dengan berbagai

pertumbuhan kota-kota dan dalam suatu

pertimbangan,

masyarakat tertentu.

Pemerintahan berpindah di Surakarta.

Sejarah Kota Solo

Penyebutan Surakarta pun bersumber dari

akhirnya

pusat

yang

Karta-sura yang dibalik menjadi Sura-

digunakan dalam penyebutannya, yaitu

karta. Perlu diketahui secara bersama,

Kota Solo dan Kota Surakarta. Dari

bahwa kolonial Belanda mulai masuk ke

perspektif sejarah, Solo terbentuk sebagai

Surakarta pada kurun waktu antara 1745-

kota tepian sungai, yaitu Bengawan Solo,

1821. Sehingga, perpindahan ini juga atas

di mana pada masa lampau terdapat

izin dari pihak kolonial Belanda.

banyak pemukiman di tepian sungai yang

Kampung-kampung di Kota Solo

Terdapat

dualitas

nama

dihuni oleh para pimpinan kuli. Hal ini

Dualitas kepemimpinan – Keraton

berkaitan pula dengan adanya dua istilah,

Surakarta dan kolonial Belanda yang

yaitu Solo dan Surakarta. Jika ditelusuri,

terjadi dalam kurun waktu cukup lama,

sebenarnya

turut

terdapat

beberapa

versi

memberikan

pengaruh

terhadap

perubahan wilayah di Solo. Salah satunya
mengenai penyebutan nama Kota Solo.
user munculnya distrik bentukan
adalah
Salah satunya ditulis oleh Arswendocommit to
Atmowiloto

bahwa

dahulunya

ada

Keraton

Surakarta.

Artinya,

Keraton

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Surakarta menerapkan kebijakan untuk

Kelurahan

mengelompokkan

tinggal

Tengen (Jawa: kanan) menjadi wilayah

penduduk berdasarkan jenis pekerjaannya

bagian di Kecamatan Jebres. Dipahami



secara harfiah, nama Gandekan berasal

yang

tentu

kesepakatan
Belanda.

tempat

saja

dengan

Seturut

Nurhajarani

ini

merupakan

pihak

dengan

dalam

kolonial
pemaparan

bukunya

dari

Sriwedari

kata

“gandik”

dan

yang

Gandekan

merupakan

sebutan untuk orang kepercayaan atau duta

yang

besar Keraton Surakarta. Oleh karena

menjelaskan bahwa adanya reorganisasi

keberadaan seorang Gandik di wilayah

peradilan 1903 menimbulkan perubahan

tersebut, inilah yang kemudian menjadikan

teritorial di daerah-daerah. Perubahan

kata “gandik” diadopsi sebagai nama

tersebut

untuk

sebuah distrik, yang kini lebih dikenal

pegawai

dengan Kelurahan Gandekan. Hingga kini,

Gubernemen dalam mengontrol wilayah

masih ada bukti fisik berupa artefak

jajahannya. Sehingga, mulai tahun 1919

sebagai tempat untuk sebo – walaupun,

distrik Kota Surakarta dibagi menjadi

saat ini telah beralih fungsi sebagai rumah

enam distrik pembantu, yaitu Surakarta,

tinggal atau hunian biasa dari trah gandik

Serengan, Gading, Gandekan, Laweyan,

tersebut.

Pasca

dan Jebres (Nurhajarani, 1999: 169).

Keraton

hingga

Gandekan

pemerintahan bersistem politik modern

dengan

mempermudah

alasan

pekerjaan

periode

pemerintahan

peralihan

menjadi

Secara historis, tidak jauh berbeda

seperti saat ini, Surakarta tumbuh dan

dengan kampung perkotaan lainnya di

berkembang menjadi kota modern hingga

Indonesia, bahwa kehidupan kampung

mulai dilirik oleh banyak orang-orang

berkembang karena beragam faktor, salah

sekitar untuk dijadikan sebagai tempat

satunya oleh letak geografis di mana

berdomisili.

kampung

pluralitas

tersebut

sebagai kawasan
letaknya

sengaja

dibentuk

pemukiman karena

berdekatan

dengan

pusat

pemerintahan tradisional – pada saat itu
yang berkuasa adalah Keraton Surakarta di
masa

Kerajaan

Mataram

Islam.

Pun

demikian dengan Gandekan, sebagai salah

Sehingga

pada

kini,

terjadi

kampung-kampung

di

Gandekan, baik dari sisi agama maupun
etnis.
Kalirahman
Sebenarnya,

menjadi

hal

yang

cukup sulit untuk menemukan kebenaran
mengenai

penjelasan

dari

asal

mula

penamaan kampung ini. Hal ini
satu wilayah pemberian dari Keraton yang
user
dikarenakan
tidak adanya akses yang
terbagi menjadi dua; yaitu Gandekan Kiwocommit to
(Jawa: kiri) menjadi wilayah bagian dari

akurat dan memadai untuk memaparkan

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

sejarahnya. Tetapi, secara garis besar,

penyediaan lahan sebagai tempat tinggal,

cerita sejarah dapat ditelusuri melalui

dan urbanisasi pun menjadi salah satu hal

wawancara dengan salah satu Ketua RW

yang sulit dikendalikan.

sekaligus sesepuh di kampung ini. Secara

Sudiroprajan

harfiah, nama kampung ini terdiri dari dua

Telah diketahui bersama bahwa

kata, yaitu: “kali” dan “rahman”. Dalam

secara geografis, Sudiroprajan letaknya

bahasa

kali

bermakna

sungai,

relatif dekat dengan Pasar Gede yang

rahman

bermakna

kasih;

notabene adalah pasar tradisional terbesar

kebaikan. Praktis, pemahaman tersebut

di Kota Solo. Para pedagang di Pasar Gede

memberikan

didominasi oleh etnis China, di mana

Jawa,

sedangkan

bukti

bahwa

dahulunya,

sungai atau kali memang turut serta

tempat

berperan dalam pembentukan peradaban

Sudiroprajan.

kehidupan manusia.

keberadaan etnis China di Sudiroprajan

Kebonan

bermula dari kedatangan para pedagang

Nama Kebonan diambil dari kata

tinggal

China

mereka
Ditelusuri

yang

berada

di

sejarahnya,

bertujuan

menjual

Kebon (bahasa Jawa) yang bermakna

dagangannya ke Pasar Gede. Di masa

ladang luas, yang memang kebon tersebut

lampau, untuk menuju Pasar Gede, para

ada pada saat gandik keraton tinggal di

pedagang China melewati Kali Pepe

wilayah

sebagai

Gandekan.

transportasi.

Seperti

saat

lahan

Gandekan

pernyataan pada umumnya, orang-orang

adalah seorang gandik Keraton, yang oleh

dari etnis China memiliki etos kerja yang

karena

ekonomi,

tinggi dan sangat disiplin.Hal inilah yang

gandik tersebut menjual satu per satu lahan

menjadikan perdagangan tersebut kian

kebon-nya kepada orang lain, hingga

meluas dan berkembang. Oleh karenanya,

kemudian berkembang sampai seperti saat

secara perlahan, para pedagang etnis China

ini yang telah dihuni kurang lebih sekitar

tersebut mulai tinggal dan menetap di

250 jiwa. Namun kini, meski namanya

sekitar Pasar Gede, dan Sudiroprajan

adalah Kampung Kebonan, tetapi sepetak

adalah pilihan yang digunakan sebagai

kebon atau kebun pun tidak dapat ditemui

tempat berdomisili.

di sana lantaran hampir seluruhnya telah

Sangkrah

keseluruhan

pemilik

desakan

kebutuhan

itu,

jalur

Pada

beralih menjadi pemukiman. Hal tersebut
merupakan

jawaban

Sangkrah merupakan sebutan lain

atas

fenomena
dari angkrah-angkrah (sampah), sampah
user
pertumbuhan penduduk yang meningkatcommit to
pating
bekakrah (sampah
secara signifikan tanpa diimbangi dengan

berserakan), sampah

ting

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
berserakan).

ketika beberapa anaknya telah menikah,

tersebut

dan masih tinggal dan menetap bersama

disebabkan karena letak Sangkrah yang

orang tuanya di Kampung Sangkrah.

dilintasi empat sungai, yaitu Sungai Jenes,

Sehingga, dalam satu rumah, rata-rata

Sungai Pepe, Sungai Tegal Konas, dan

biasa dihuni oleh 5 hingga 9 orang –

Sungai

slengkrah (sampah
Munculnya

istilah-istilah

Solo.

Dengan

termasuk anak, menantu, dan cucunya.

sungai

tersebut

Rumah-rumah yang kini ditinggali adalah

sehingga setiap musim penghujan tiba,

rumah milik orang tuanya – dan biasanya

Sangkrah rawan terkena banjir dan banyak

hanya dipisah oleh sekat berupa triplek

sampah

kayu dan sejenisnya.

Bengawan

dilintasinya

empat

yang

tersangkut

di

daerah

Sangkrah. Menurut cerita dari Bapak

Kedung Lumbu

Mahendra W, yang merupakan mantan

Secara

administratif,

Kedung

lurah Sangkrah, Sangkrah berasal dari

Lumbu

kata angkrah-angkrah (sampah

yang

Kecamatan Pasar Kliwon dengan meliputi

sungai)

cakupan wilayah sebanyak 7 RW. Seperti

Sangkrah

yang telah diketahui secara bersama, Pasar

merupakan tempat berhentinya sampah-

Kliwon merupakan wilayah yang terkenal

sampah yang hanyut dari keempat sungai

dengan keberadaan etnis Arab – meski

yang mengelilingi Sangkrah yaitu Sungai

dalam kenyataannya, tidak sedikit pula

Jenes, Sungai Pepe, Sungai Tegal Konas,

masyarakat berasal dari etnis China dan

dan Sungai Bengawan Solo saat musim

Jawa. Pun demikian dengan Kedung

penghujan.

Lumbu

(http://kampungnesia.org/berita-sangkrah-

demografi dari ketiga etnis tersebut di atas.

kampung-sebelah-sungai.html diunduh dan

Situasi

diakses pada Senin 7 Maret 2016 pukul

kampung-kampung lain pada pemaparan

11:39 WIB)

sebelumnya, bahwa etnis China dan etnis

hanyut

di

atau bekakrah (berserakan).

Secara

administratif,

termasuk

yang

yang

dalam

bagian

memiliki

hampir

sama

dari

komposisi

dengan

tercatat

Arab mayoritas berdomisili di tengah-

sebanyak ± 3.691 KK yang tersebar di 13

tengah kampung. Sedangkan di kampung-

RW dan 58 RT. Dengan angka tersebut,

kampung bantaran Kali Pepe lebih banyak

artinya,

memang

didominasi oleh etnis Jawa. Sehingga, kata

dikategorikan sebagai kampung dengan

“kemiskinan” sangatlah identik kampung-

Kampung

Sangkrah

penduduk yang padat. Salah satu hal yang
kampung bantaran Kali Pepe. Mayoritas
usermasyarakatnya bekerja wiraswasta
memicu kepadatan tersebut adalah polacommit to
dari
yang terjadi hampir di setiap keluarga yang

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dengan beragam jenis, dari karyawan

jalur transportasi, tetapi digunakan sebagai

hingga pemulung.

tempat atau sumber daya alam untuk

Perubahan atas Sungai dan Kampung

dieksplorasi. Oleh karena pada tahun-

Perubahan tindakan manusia dapat

tahun tersebut pemukiman di bantaran Kali

diidentifikasi dari berbagai hal. Selain

Pepe baru saja terbentuk, maka yang

dengan mengkomparasikan antara narasi

terjadi adalah penambangan pasir sungai

historis masa lampau dengan kondisi yang

untuk kemudian pasir tersebut digunakan

ada saat ini, perubahan dapat dilihat

sebagai

dengan mengeksplorasi aset fisik dan aset

hunian mereka.

material

dalam

membangun

non-fisik yang terdapat di kampung-

Narasi yang berbeda diperoleh dari

kampung bantaran Kali Pepe. Hingga

Kampung Kedung Lumbu dan Kampung

kemudian hasil dari identifikasi tersebut

Sangkrah, yang sekaligus bisa menjadi

menemukan adanya beragam perubahan.

representasi mengenai kampung-kampung

Kali Pepe, Sungai yang Ditinggali dan

lain karena memiliki narasi yang sama.

Dikotori

Bahwa awal mula keberadaan pemukiman

Sebagai pemukiman yang berada di

di bantaran Kali Pepe dikarenakan mereka

bantarannya, sungai merupakan aset fisik

adalah masyarakat asli yang sejak lahir dan

yang pertama kali perlu diidentifikasi.

hingga kini menempati kampung tersebut.

Agaknya, perpindahan Keraton Kartasura

Hal ini dikarenakan rumah yang kini

ke Keraton Kasunanan Surakarta dan

ditinggali adalah warisan dari mendiang

menjadikan desa Sala sebagai ibukota pada

kedua orang tuanya. Konon, seturut dari

kisaran abad 19 adalah pemantik dari

cerita sejarah yang diperoleh, orang tuanya

pertumbuhan Kota Solo di kemudian hari.

termasuk tokoh yang mbabat alas (turut

Sebagai

ibukota,

kegiatan

membuka lahan atas suatu wilayah) karena

menjadi

terpusat

Sala.

pada masa itu, situasi kampung belum

orang-orang

seramai dan sepadat seperti yang terjadi

Implikasinya,

beragam

daya

di

desa

tarik

sekitar untuk berdomisili di kota kian

saat

meningkat. Fenomena tersebut terus terjadi

pemukimannya belum sebanyak sekarang.

hingga pasca kemerdekaan Indonesia,

Bahkan, di beberapa kampung (seperti di

mobilitas

Kampung

masyarakat

kian

komplek.

Urbanisasi di bantaran Kali Pepe mulai

ini.

Jumlah

Sangkrah

penduduk

dan

dan

Kampung

Kebonan belum teraliri listrik dan akses

terjadi pada kisaran tahun 1950 hingga
jalan yang memadai).
1970-an. Pada tahun-tahun tersebut, perancommit to user Meski pada saat yang bersamaan,
sungai sudah tidak lagi digunakan sebagai

kini dalam kesehariannya, interaksi antara

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

masyarakat bantaran dengan Kali Pepe

mengalir dan menggenang di sepanjang

terjadi dalam bentuk kegiatan memancing.

Kali Pepe, tetapi secara garis besar,

Sepanjang aliran Kali Pepe di depan rumah

sampah-sampah tersebut adalah sampah

mereka, hanya beberapa titik tertentu yang

rumah

dapat digunakan sebagai area memancing.

pembungkus

Di antaranya yaitu di Sudiroprajan dan

kering yang menyangkut di beberapa titik

Kampung Kebonan saja. Sedangkan, di

aliran. Beberapa kampung yang aliran

titik lain seperti di Kampung Kalirahman,

sungainya

Kampung

Kampung

Kampung Kebonan, Kampung Kalirahman

Kedung Lumbu tidak dapat digunakan

dan Kampung Kedung Lumbu. Dalam hal

sebagai area memancing karena di titik

ini,

tersebut banyak timbunan sampah dan

umumnya, di masing-masing kampung

aliran

bantaran Kali Pepe sebenarnya telah

air

Sangkrah,

yang

dan

menyurut.

Kegiatan

tangga

seperti

makanan

cukup

seperti

plastik
dan

banyak

bekas

dedaunan

adalah

kampung-kampung

di

pada

memancing biasanya dilaksanakan pada

terdapat

waktu libur seperti hari Minggu pagi

kesehariannya mengambil sampah-sampah

hingga siang dan ketika sore hari yang

di depan rumah para warga pada pagi hari

banyak didominasi oleh pemuda dan

untuk kemudian diangkut menggunakan

bapak-bapak. Biasanya, jenis ikan yang

gerobak. Masalah kemudian muncul ketika

diperoleh adalah ikan lele dengan ukuran

masyarakat kampung bantaran Kali Pepe

cukup besar. Sedangkan, anak-anak kecil,

telah disiplin untuk tidak membuang

oleh karena di kampung-kampung tersebut

sampah ke sungai, tetapi justru masyarakat

minim ruang publik, sehingga mereka juga

lain yang secara langsung membuang

turut

sampah ke sungai.

memancing

di

sungai.

Tetapi,

petugas

yang

dalam

lantaran rata-rata mereka belum mampu

Tidak hanya berhenti pada kasus di

mengoperasikan alat pancing secara benar,

atas, ditelusuri lebih detil lagi, kemudian

sehingga yang digunakan adalah jala

ditemukan bahwa hampir di seluruh

berukuran kecil. Jenis ikan yang didapat

pemukiman kampung bantaran Kali Pepe

pun adalah ikan-ikan berukuran kecil.

tidak menggunakan IPAL ataupun septic

Ketika

Kali

Pepe

digunakan

tank. Dalam kesehariannya, limbah MCK,

sebagai area memancing, pada saat yang

mandi, masak, dan sebagainya secara

bersamaan, Kali Pepe juga digunakan

langsung

mengalir

ke

sungai.Seturut

dengan penjelasan beberapa informan, hal
sebagai tempat pembuangan limbah –
iniuser
telah dilakukan sejak lama lantaran
utamanya adalah limbah rumah tangga.commit to
Terdapat beragam jenis sampah yang

IPAL dan septic tank yang ada kini tidak

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

berfungsi sebagaimana mestinya. Praktis,

Perubahan tindakan semacam ini

di beberapa titik dari aliran Kali Pepe,

telah banyak terjadi hampir di setiap kota

sering

yang

dan sungai-sungai di Indonesia. Bahkan,

asalnya dari badan sungai itu sendiri. Pada

Pande Made Kutanegara dalam bukunya

mulanya masyarakat setempat merasa

berlatar Sungai Code – Yogyakarta juga

kurang nyaman dengan bau tersebut.

telah

Tetapi pada akhirnya, mereka hanya

urban melupakan arti pentingnya sungai

berpasrah dan menjadikan hal tersebut

yang tidak hanya penting bagi kebudayaan

sebagai

agraris. Sempadan dan bantaran sungai

tercium

sesuatu

bau

menyengat

yang

biasa

dalam

memaparkan

bahwa

masyarakat

telah terdesak oleh pemukiman warga

kesehariannya.
Merujuk pada Perda yang berlaku,

urban yang sebagian besar berstatus

jika dianalisis lebih jauh, sebenarnya

ekonomi miskin, yang sebenarnya juga

membuang

mengalirkan

berbasis kebudayaan agraris, tetapi telah

limbah ke sungai adalah hal yang tidak

berubah menjadi masyarakat urban yang

dibenarkan. Mengacu pada Perda Kota

tidak memiliki kepedulian adaptif terhadap

Solo Nomor 2 Tahun 2009 Pasal 57 Huruf

ekologi sungai (Kutanegara, 2014: 15).

B yang berbunyi:

Bencana dan Wisata Air Kali Pepe

sampah

dan

“Pembuangan sampah atau limbah padat

Dari sisi geografis, Solo adalah

pada sumber perairan (sungai kanal,

wilayah rawa-rawa yang terletak di antara

danau, selokan dan sistem drainase kota)

beberapa pegunungan. Juga dilewati oleh

berpotensi mempercepat pendangkalan /

aliran Bengawan Solo berikut anak-anak

sedimentasi dan menyumbat aliran air

sungainya yang melintas di tengah-tengah

menyebabkan berkurangnya daya tampung

kota, menjadikan Solo tergolong sebagai

air

banjir.

wilayah dataran rendah, atau diibaratkan

Pembuangan sampah atau limbah padat

dengan “mangkuk” karena sangat rawan

pada sumber air dan tempat-tempat yang

akan terjadinya bencana banjir. Atas dasar

tidak

tempat

itulah, sejarah mencatat bahwa Solo

pembuangan sampah dapat menimbulkan

pernah beberapa kali mengalami banjir

dampak lingkungan seperti: menjadikan

besar, di antaranya adalah banjir yang

media berkembangnya penyakit termasuk

terjadi pada tahun 1918 (pada literatur lain

serangga ataupun binatang lainnya yang

ada pula yang menyebut banjir tersebut

sehingga

mengakibatkan

diperuntukkan

sebagai

terjadi pada tahun 1915) di mana banjir
menjadi vektor penyakit, menimbulkan
user menggenangi Kota Solo hingga
bau, mengganggu kebersihan dan estetikacommit to
tersebut
lingkungan.”

setinggi lutut orang dewasa. Pada saat itu,

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

banjir terjadi dikarenakan sungai di Kota

hari-hari tersebut; 2) rusaknya beberapa

Solo belum memiliki tanggul. Sehingga,

tanggul-tanggul

aliran air masuk ke tengah kota lantaran

pendangkalan sungai akibat penerapan

tidak adanya penahan.

sistem tanam paksa (Ridha Taqabalallah,

sungai;

3)

terjadinya

Pasca banjir di tahun tersebut,

“Banjir Bengawan Solo Tahun 1966:

secara serentak Pemerintah mulai berbenah

Dampak dan Respons Masyarakat Kota

dengan membangun tanggul-tanggul di

Solo, Skripsi, FSSR UNS, 2009, hal.

beberapa sungai di Kota Solo. Proyek

xviii).

tersebut

Pada tahun 2007, Solo kembali

dibiayai atas dana dari Pemerintah Istana

mengalami banjir dahsyat, di mana salah

Surakarta, Mangkunegaran, serta bantuan

satu lokasi banjir tersebut berasal dari

dari

Belanda.

luapan air Kali Pepe. Banjir tersebut

Pembangunan tanggul tersebut memang

tergolong cukup besar dengan ketinggian

dilaksanakan karena terjadinya perubahan

hampir 2 meter. Bahkan, pada saat itu

ekologi di sungai Bengawan Solo. Pada

masyarakat setempat harus mengungsi ke

saat yang bersamaan, pemerintah kolonial

Balaikota

Belanda juga menerapkan sistem tanam

banjir, Pemerintah Kota mulai berbenah

paksa yang mengharuskan penanaman

secara serius dalam menangani sungai,

dilaksanakan

bantaran, dan banjir. Beragam upaya mulai

pembangunan

tanggul-tanggul

Pemerintah

Kebijakan

di

Kolonial

wilayah

tersebut

hinterland.

mengakibatkan

selama

dilakukan,

pola

berhari-hari.

pemukiman

Pasca

yang

terjadinya penggundulan hutan sekaligus

dahulunya berhadapan satu sama lain

tanah-tanah melongsor, serta pendangkalan

(membelakangi sungai), secara perlahan

sungai, termasuk sungai Bengawan Solo.

mulai direlokasi ke wilayah lain. Juga

Pendangkalan

Solo

yang dahulunya belum terdapat pembatas

tersebut merupakan salah satu hal yang

yang jelas antara pemukiman dengan

menyebabkan terjadinya banjir di Kota

sungai, pasca banjir mulai dibangun pagar

Solo. Maka yang kemudian terjadi, setelah

di tepian sungai. Berikut dengan perbaikan

tahun 1918, Solo kembali tertimpa banjir

jalan kampung dan pengadaan kamar

bandang. Sehingga pembeda antara kedua

mandi komunal di setiap kampung.

sungai

Bengawan

banjir tersebut adalah banjir 1918 terjadi
disebabkan Kota Solo belum memiliki

Secara

geografis,

kampung-

kampung bantaran Kali Pepe memang

tanggul-tanggul sungai, sedangkan banjir
termasuk sebagai kawasan yang rawan
user banjir. Selain karena Kota Solo
terjadi
1966 terjadi disebabkan oleh beberapa hal,commit to
di antaranya: 1) curah hujan tinggi pada

berada

pada

dataran

rendah,

juga

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dikarenakan oleh kelurahan-kelurahan di

Salah satu perubahan fisik yang dilakukan

Kota Solo yang dilewati oleh sungai-

adalah



sungai

termasuk

Kali

tanah

di

sungai.

dan

Pengerukan (escavating) adalah rekayasa

kampung-kampung di sampingnya. Secara

sungai yang dilakukan untuk memperbaiki

parsial,

sungai

alur dan tampang melintang sungai untuk

memang turut berperan atas terjadinya

pelayaran. Cara yang digunakan adalah

banjir ataukah tidak. Pentalutan, pelurusan

dengan mengadakan pengerukan sungai

alur sungai, misalnya, merupakan upaya

sehingga alur tersebut secara teknis dapat

parsial yang jika dikaji lebih jauh, ternyata

dipakai

pembangunan tersebut bukanlah hal yang

biasanya dilakukan jika di tengah sungai

solutif. Sebaliknya, dalam waktu jangka

ada pulau (islands), gundukan pasir (bars),

panjang, pembangunan sungai tersebut

dan elemen sungai lainnya, termasuk

justru menghadirkan konsekuensi negatif.

vegetasi

Agus

bukunya

pengerukan sungai ini adalah penurunan

memaparkan bahwa akibat negatif dari

resistensi alur sungai serta kerusakan

pembangunan sungai abad 16 sampai

habitat dasar sungai, di samping dampak

pertengahan abad 20 sangatlah besar, baik

positif

ditinjau dari sisi hidraulik seperti banjir,

(Maryono, 2015: 56).

sedimentasi, dan erosi, maupun dari sisi

Maka

pembangunan

Maryono

Pepe

pengerukan

fisik

dalam

untuk

pelayaran.

sungai.

Pengerukan

Indikasi

mempermudah

sangatlah

dampak

navigasi

kapal

jelas

bahwa

ekologi-lingkungan. Metode pembangunan

pengerukan

tersebut telah merubah tampang natural

Pemerintah Kota agar aliran air sungai

dan alur natural sungai menjadi tampang

yang

buatan berbentuk trapesium dengan alur

timbunan sampah tersebut pada akhirnya

relatif lurus. Sebagian besar tebing sungai

terwujud.

dan daerah bantaran atau sempadan sungai

pengerukan sungai sebenarnya kurang

hilang

sudetan,

solutif. Sungai bisa dikatakan sebagai

pentalutan

sungai yang ideal jika di tengah-tengahnya

karena

pembuatan

pelurusan,

tanggul,

dan

(Maryono, 2015: 34).

sungai

tenang

merupakan

sekaligus

Tetapi,

upaya

terbebas

tanpa

dari

disadari,

terdapat delta sungai (tanah yang di

Perubahan fisik sungai pun mulai

atasnya terdapat tanaman yang tumbuh di

terjadi di Kali Pepe, tepatnya di aliran

atas tanah tersebut). Bentuk lain dari

Sudiroprajan, di mana sebagai lokasi

sungai ideal adalah jika di tengah-tengah

kegiatan

wisata

air,

dalam

upaya
aliran air terdapat beberapa bebatuan
user
merealisasikan kegiatan tersebut, dalamcommit to
berukuran
cukup besar. Hal ini diperlukan
prosesnya dilakukan beragam persiapan.

sebagai

penahan

jika

sewaktu-waktu

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

terjadi aliran air yang lebih deras dari

teknologi dan perkembangan zaman. Kali

biasanya – seperti ketika terjadi hujan,

Pepe yang dahulunya sebagai sumber

misalnya. Sehingga, air sungai tidak

kehidupan, kini mengalami kemerosotan

sampai meluap ke daratan dan menuju

nilai. Pergeseran pola adaptasi tersebut

pemukiman warga.

ditunjukkan dengan peran sungai yang kini

Tetapi, nampaknya hal ini belum

tidak lebih hanya digunakan sebagai

disadari oleh kebanyakan orang. Karena

bagian dari sistem drainase dan sanitasi

warga sendiri pun telah terkonstruksi

yang mengendali siklus air se-kota Solo.

bahwa pengerukan sungai adalah upaya

Dalam

bukunya,

Pande

Made

yang cukup solutif. Membaca situasi yang

Kutanegara memberikan ulasan bahwa air

demikian,

dan sungai lebih dimaknai sebagai pusat

Pande

Made

Kutanegara

berpendapat bahwa gejala pergeseran ini

pembuangan

sebagai penuruna kualitas hidup manusia

sektor industri dan sektor informal kota

yang diikuti dengan penurunan peran-

ketimbang sebagai sumber kehidupan.

peran institusi-institusi sosial masyarakat

Pemenuhan kebutuhan air dalam dunia

dalam

modern secara langsung

struktur

kehidupan

sosialnya

sampah-sampah

peran

produksi

tidak lagi

(Kutanegara, 2014: 10).

memerlukan

sungai

karena

Pemukiman yang Berimpit dan Ruang

kebutuhannya telah dipenuhi dengan air

Publik Kampung

sumur, terlebih dengan piranti dunia

Oleh karena pada masa lampau

modern, yakni suplai air minum PDAM

keberadaan sungai memberikan peran

dan air minum kemasan (Kutanegara,

besar

2014: 9).

terhadap

manusia,

maka

kelangsungan
secara

hidup

historis,

jika

Kemerosotan

nilai

sungai

di

ditelusuri, pola pemukiman di bantaran

perkotaan pada akhirnya mengkonstruksi

sungai sebenarnya telah terbentuk dari

pemahaman

dulu hingga kini. Di masa lampau, secara

kehidupan di bantaran sebagai wilayah

langsung

banyak

marginal yang tergolong pada kelompok

keberlangsungan

miskin kota. Dapat dikatakan demikian

hidupnya dengan alam. Kejernihan aliran

karena hal tersebut diidentifikasi dari pola

air menjadikan sungai digunakan sebagai

pemukiman

sumber dari pemenuhan kebutuhan air –

bantaran Kali Pepe. Sebagai pemukiman

orang-orang

menggantungkan

masyarakat

yang

kini

mengenai

terbangun

di

mandi, mencuci, kakus, ruang publik, dan
yang padat penduduk dengan lahan
user kampung-kampung bantaran Kali
terbatas,
lain sebagainya. Perubahan terjadi karenacommit to
implikasi

dari

hadirnya

kemajuan

Pepe tumbuh dengan bentuk rumah yang

perpustakaan.uns.ac.id
sempit

dan

digilib.uns.ac.id

saling berhimpit.

Secara

sebagai tempat menggelar pengajian rutin

spesifik, terdapat pola pemukiman yang

warga yang dilaksanakan seminggu sekali.

sama antara satu rumah dengan yang lain,

Di sore harinya, mushola juga digunakan

di

untuk TPA (Taman Pendidikan Al-Qur’an)

mana beberapa

ciri

yang paling

mencolok adalah dapur dan kamar mandi

yang

letaknya terpisah dengan rumah – bahkan

Sedangkan, pada Hari Raya, di setiap

di beberapa rumah, ada pula yang tidak

tahunnya masyarakat melaksanakan sholat

memiliki kamar mandi. Sehingga, banyak

di Kampung Kalirahman, tepatnya di

ditemui jika perabotan dapur banyak yang

halaman rumah

disandarkan di tembok samping atau depan

satu-satunya

rumah. Bahkan, ditemui di beberapa titik

Kalirahman yang memiliki ukuran besar di

bahwa dapur di depan rumah tersebut

mana rumah tersebut sering digunakan

kemudian “disulap” sekaligus digunakan

sebagai tempat untuk menyelenggarakan

sebagai warung kecil-kecilan yang menjual

beragam kegiatan masyarakat kampung.

digelar

seminggu

tiga

kali.

Dalem Joyomartanan –

rumah

warga

Kampung

Barangkali minimnya lahan dan

makanan ringan dan lain sebagainya.
Keterbatasan lahan karena sebagian

ruang publik memang telah menjadi ciri

besar lahan yang ada telah digunakan

khas

sebagai pemukiman menjadikan ruang

perkotaan. Maka menjadi hal yang wajar

publik yang banyak dimanfaatkan adalah

jika pada akhirnya pakar perkotaan, Eko

jalan-jalan di depan rumah mereka, juga

Budiharjo menyimpulkan bahwa kampung

beberapa

yang

sebagai pemukiman marginal, sebagai

dijadikan sebagai warung kecil untuk

salah satu elemen pembentuk marginalitas

kemudian

perkotaan.

titik

(tikungan

digunakan

gang)

sebagai

tempat

dari

kehidupan

kampung

Marginalitas

tumbuh

di

dan

berbincang antar tetangga. Pun demikian

berkembang tanpa standar norma yang

dengan keberadaan mushola kampung

berlaku (normatif). Kampung tumbuh

yang sekaligus digunakan sebagai ruang

secara organik, di lingkungan masyarakat

publik oleh masyarakat setempat. Pada

mapan yang berpenghasilan rendah dan

penelitian ini, di Kampung Kebonan,

menengah,

hanya terdapat satu mushola yang letaknya

seadanya (Wijono, 2013: 6).

berada

di

tengah-tengah kampung –

tepatnya berbatasan dengan Kampung

dengan

sarana-prasarana

Pemukiman bantaran, Legalitas dan
Ancaman

Kalirahman. Adalah Mushola Al-Hikmah
Perlu diketahui secara bersama,
user setiap rumah di kampung bantaran
bahwa
yang
dalam
kesehariannya,
selaincommit to
digunakan untuk sholat, juga digunakan

Kali Pepe adalah rumah permanen dan

perpustakaan.uns.ac.id
secara

hukum,

rumah

digilib.uns.ac.id
tersebut

kanan palung sungai sepanjang alur

telah

bersertifikat hak milik. Hal inilah yang

sungai,

dalam

menjadikan menjadikan kampung bantaran

sungai lebih dari 20 m (dua puluh

Kali Pepe termasuk sebagai kawasan slum

meter).

area , yang secara definitif dikutip dari

Terlepas

dari

hal

kedalaman

ketidakmampuan

pemaparan dari Herlianto bahwa slum area

masyarakat untuk berpindah, satu-satunya

adalah daerah hunian yang legal (status

alasan

hukumnya jelas) yang kondisinya sudah

setempat tetap bertahan dan tinggal di

sangat merosot (Herlianto, 1986: 45).

bantaran Kali Pepe adalah lokasinya yang

yang

menjadikan

masyarakat

Adalah menjadi yang dilematis dan

sangat strategis di tengah-tengah kota.

komplek ketika memaparkan mengenai

Selain karena rumah-rumah yang kini

keberadaan pemukiman di bantaran Kali

dihuni adalah warisan dari para orang tua,

Pepe. Dari perspektif hukum, telah diatur

alasan mereka tinggal di kawasan tersebut

dalam Undang-Undang No. 38 Pasal 9

adalah karena secara geografis letaknya

Tahun 2011 yang menyatakan bahwa:

sangat strategis. Berada dekat dengan

Garis sempadan pada sungai tidak

pusat perekonomian seperti Pasar Gede,

bertanggul di dalam kawasan perkotaan

Pasar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat

(BTC), dan Pusat Grosir Solo (PGS); juga

(2) huruf a ditentukan:

tempat hiburan seperti Alun-Alun Lor dan

a. paling

sedikit

berjarak

10

m

Klewer,

Beteng

Keraton

kanan palung sungai sepanjang alur

Surakarta.

sungai,

Ancaman Relokasi

hal

kedalaman

sungai kurang dari atau sama

Center

Kidul; dan pusat Pemerintahan, yaitu

(sepuluh meter) dari tepi kiri dan

dalam

Trade

Surakarta

dan

Balaikota

Di kota-kota besar terutama negara
berkembang seperti Indonesia, relokasi

dengan 3 m (tiga meter);
b. paling sedikit berjarak 15 m (lima

merupakan ancaman paling mutlak dialami

belas meter) dari tepi kiri dan

oleh para masyarakat urban, terlebih jika

kanan palung sungai sepanjang alur

relokasi tersebut terkait dengan perebutan

sungai,

kedalaman

legalitas lahan. Pada dasarnya, relokasi

sungai lebih dari 3 m (tiga meter)

adalah salah satu upaya Pemerintah Kota

sampai dengan 20 m (dua puluh

dalam hal penataan ulang tata ruang kota.

dalam

hal

Tujuan utama Pemerintah Kota adalah
user
mengembalikan
lahan-lahan
untuk
c. paling sedikit berjarak 30 m (tigacommit to
meter); dan

puluh meter) dari tepi kiri dan

dipergunakan sebagaimana idealnya. Maka

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

wajar jika relokasi banyak terjadi pada

menjadi dua lantai bangunan bertingkat.

pemukiman-pemukiman

Tetapi, jika isu relokasi yang dimaksudkan

ilegal

(atau

bahkan sengketa) yang biasanya letaknya

Pemerintah

adalah

relokasi

untuk

tak jauh dengan pusat kota.

berpindah ke Rusunawa ataupun wilayah

Tak luput pula dengan pemukiman

lain, inilah hal yang memberatkan bagi

di bantaran Kali Pepe. Seperti yang

seluruh masyarakat kampung bantaran

dipaparkan pada sub-bab sebelumnya,

Kali Pepe.

bahwa awal mula keberadaan pemukiman

Sebagai pemukiman yang telah ada

tersebut telah ada sejak tahun 1960-an.

dari tahun 1960-an, tentunya kini di

Ironisnya, pemukiman yang mayoritas

kampung bantaran Kali Pepe juga ada para

telah bersertifikat hak milik tersebut

lansia. Bahwa para lansia tersebut sebagian

berdiri di atas zona merah yang semestinya

besar masih bekerja di luar rumah.

tidak digunakan – apalagi untuk tempat

Beberapa orang di antaranya bekerja

bermukim. Sedangkan, telah ditelusuri,

sebagai pedagang kecil-kecilan di Pasar

tidak ada yang tahu-menahu mengenai

Gede, sedangkan beberapa yang lain

awal mula proses kepemilikan rumah dan

bekerja sebagai tukang cuci atau pembantu

tanah tersebut seperti apa.

ke

Maka dalam konteks ini, relokasi

“rumah-rumah

kampung

bantaran

berpagar”
sungai.

di

luar

Pemilihan

merupakan ancaman yang mutlak dihadapi

pekerjaan tersebut berdasarkan jarak dan

oleh seluruh masyarakat setempat. Diakui

letak yang memang mudah diakses oleh

oleh para informan di setiap kampung

para lansia tersebut.

bantaran

Kali

Pepe,

bahwa

relokasi

Dikaji lebih lanjut, pada dasarmya

pemukiman adalah wacana yang bergulir

perubahan gaya hidup masyarakat kota

dari waktu ke waktu. Di Kampung

dari yang awal mulanya tinggal di rumah

Kebonan, misalnya, telah beberapa kali di-

secara horizontal ke bangunan vertikal

survey dan diukur (ukuran rumahnya) oleh

sebenarnya adalah hal yang cukup umum

petugas terkait, dengan tujuan untuk

ditempuh

dalam

merealisasikan

masalah

pemukiman

wacana

relokasi

pemukiman tersebut.
Diungkapkan oleh Yustina bahwa
sebenarnya jika pelebaran jalan kampung

upayanya
di

mengatasi
perkotaan.

Utamanya di negara-negara maju, tinggal
di flat atau rumah bertingkat bukanlah
menjadi

suatu

masalah.

Tetapi

akan

menjadi berbeda dengan situasi di negara
memang benar akan dilakukan, hal ini
user
bukan menjadi masalah. Nantinya, letakcommit to
berkembang.
Berpindah dan menetap di
rumah akan mundur atau ditinggikan

rumah bertingkat atau flat atau rusunawa

perpustakaan.uns.ac.id
akan

mengubah

digilib.uns.ac.id

pola

hubungan

sungainya, bantaran Kali Pepe

yang

kebertetanggaan yang sebelumnya intim,

dulunya masih berupa kebun dan rawa-

kemudian menjadi tidak intim lantaran

rawa

konstruksi bangunan bertingkat yang tidak

masyarakat sebagai ruang publik untuk

menunjang

mereka srawung dengan para tetangga

adanya

interaksi

antar

tetangga. Sedangkan, manusia Indonesia

kebersamaan

yang

erat

(gemeinschaft).

juga

digunakan

oleh

yang lain.

tidaklah demikian, karena masih memiliki
sifat

tersebut

Dalam hal ini, bentuk riil atas
perubahan fungsi Kali Pepe adalah dari
fungsinya yang semula digunakan sebagai
salah satu aspek fisik terbentuknya Kota

Kesimpulan

Solo, hingga kemudian kini mengalami

Telah diketahui secara bersama

pergeseran atau penurunan fungsi yaitu

bahwa keberadaan pemukiman di sekitar

sebagai salah satu bagian dari sistem

sungai memang sudah ada sejak Kota Solo

drainase Kota Solo. Hasil penelitian

berada pada masa tahun 1821. Alasannya

menunjukkan bahwa kondisi fisik Kali

cukup jelas, yaitu agar dekat dengan

Pepe dahulunya memang jernih, sehingga

sumber air. Pada masa itu, sungai juga

oleh

berkontribusi

difungsikan untuk beragam hal. Untuk

besar

terhadap

kegiatan

banyak

masyarakat

kemudian

sehari-hari manusia. Di antaranya adalah

keperluan

sebagai jalur transportasi air. Di Solo,

memancing ikan, atau bahkan sekedar

sungai yang digunakan sebagai jalur

untuk duduk-duduk di bantaran sungai di

transportasi adalah sungai Bengawan Solo,

sore hari. Kini, dengan kondisi air Kali

berikut anak-anak sungainya – salah

Pepe

satunya adalah Kali Pepe yang pada saat

digunakan sebagai aliran limbah dan

itu terdapat bandar-bandar kecil menuju

hanyutan sampah, menjadikan Kali Pepe

Pasar Gede dan wilayah-wilayah lainnya.

berbau

Selain

sekedar duduk-duduk pun, sebenarnya

sebagai

jalur

transportasi,

keramaian kehidupan di sungai juga

mandi

yang

dan

menghitam

menyengat.

berenang,

oleh

Sehingga

karena

untuk

masyarakat setempat merasa terganggu.

ditandai dengan digunakannya sebagai

Dahulu, kejernihan kali Pepe dapat

ruang publik oleh masyarakat luas. Di

difungsikan sebagai tempat bermain bagi

antaranya

anak-anak,

adalah

untuk

memancing,

dalam

kesehariannya

juga

karena kondisi sungai pada saat itu masih
digunakan sebagai tempat memancing
user pada saat itu ekosistem di dalam
jernih dengan debit air yang relatif deras.commit to
karena
Tidak

hanya

digunakan

di

badan

sungai masih hidup ideal. Secara fisik pun,

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
Pun

pinggiran Kali Pepe masih rindang dan asri

demikian

dengan

jenis

karena terdapat pepohonan dan rerumputan

tindakan rasional-nilai (wertrational) yang

di pinggiran sungai. sehingga, dahulunya

berorientasi pada nilai-nilai tertentu seperti

bantaran Kali Pepe dapat berfungsi sebagai

nilai keindahan; nilai politis; dan nilai

ruang publik bagi masyarakat luas.

keagamaan. Narasi historis menunjukkan

Kini, fungsi Kali Pepe mengalami

bahwa

di

masa

lampau

Kali

Pepe

perubahan, di mana Kali Pepe tidak dapat

dipercaya memiliki kekuatan magis yang

digunakan untuk mandi dan bermain oleh

bahkan mampu menjadi pertimbangan

anak-anak karena kualitas dan kuantitas air

hingga desa Sala dijadikan sebagai ibukota

sungai telah mengalami penurunan. Selain

pada saat itu. Kini, tindakan semacam itu

itu, meski rutinitas memancing masih

mulai banyak ditinggalkan masyarakat

berlaku

tetapi

bantaran

hanya

tindakan

kegiatan

bagi

sebagian

memancing

orang,
tersebut

sebagai kegiatan untuk mengisi waktu
luang saja – bukan sebagai rutinitas

Kali

Pepe

tidak

memiliki

rasional-nilai

dalam

kesehariannya.
Sehingga,

perubahan

keseharian seperti dahulu. Hal ini terkait

manusia

erat dengan kondisi air sungai yang

mendominasi atas terjadinya pembentukan

berwarna hitam pekat dan tergenang

dan pertumbuhan suatu kota. Kota akan

sampah. Secara fisik, pinggiran Kali Pepe

mengalami perubahan yang signifikan jika

pun kini telah kering dan panas karena

masyarakat

terdapat

perubahan

pembatas

berupa

pagar

adalah

di

hal

tindakan

yang

dalamnya
secara

paling

melakukan

besar-besaran.

bertembok. Bantaran sungai pun sudah

Sedangkan, telah kita ketahui bersama

tidak ada lagi dan berganti dengan

bahwa perubahan yang terjadi justru

pemukiman masyarakat kampung.

sebenarnya

Dalam hal ini, empat jenis tindakan

diinginkan

adalah
oleh

hal

yang

masyarakat.

tidak

Artinya,

manusia yang dikemukakan oleh Max

perubahan masyarakat bersifat regress

Weber tidak lagi berlaku sebagai landasan

(kemunduran).

utama. Artinya, dalam penelitian ini teori

tertentu,

tersebut telah gugur. Weber menyatakan

konsekuensi yang harus diterima oleh

bahwa salah satu jenis tindakan manusia

masyarakat. Dalam konteks ini, perubahan

adalah tindakan rasional (zweckrational) di

signifikan yang terjadi adalah adanya

mana

tindakan

berdasarkan

pada

Di

beberapa

situasi

perubahan

dianggap

sebagai

ketidakpedulian masyarakat kota terhadap
dilakukan
user dan kualitas lingkungan alam –
kondisi
perhitungan dancommit to

tersebut

pertimbangan yang tepat.

sedangkan,

keberlangsungan

hidup

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

manusia sangat bergantung dengan kondisi
alam.

Masyarakat

kota

Tjahjono, Subur. Ed. 2009. Ekspedisi

dianggap

Bengawan Solo; Laporan Jurnalistik

menafikkan keberadaan lingkungan alam.

KOMPAS Kehancuran Peradaban

Atau dalam istilah lain, kota, kampung,

Sungai Besar . Jakarta: PT. Kompas

dan sungai adalah wilayah yang ditinggali

Media Nusantara

sekaligus dikotori. Sehingga, situasi yang

Wijono, Radjimo Sastro. 2013. Modernitas

terjadi saat ini, keberadaan sungai semakin

dalam

ditinggalkan seiring dengan gencarnya

Kompleks

pembangunan kota. Sungai kini dimaknai

terhadap

sebagai

Semarang Abad ke-20. Jakarta: LIPI

sisa-sisa

simbol

kehidupan

Taqabalallah,

BUKU:
Atmowiloto, Arswendo. 2009. Kitab Solo.
Surakarta:

Pemerintah

Kota

Surakarta Dinas Kebudayaan dan

Pemukiman

Sompok
Rakyat

di

Ridha.

Bengawan

Solo

2009.

Banjir

Tahun

1966:

Dampak dan Respons Masyarakat
Kota Solo, Skripsi Fakultas Sastra

dan Seni Rupa Universitas Sebelas

Pariwisata
1986.

Urbanisasi

dan

Pembangunan Kota . Bandung: Penerbit

Maret
PERATURAN HUKUM:
Perda Kota Solo Nomor 2 Tahun 2009

Alumni
Kutanegara, Pande Made. 2014. Manusia,
Lingkungan,
Transformasi

dan

Sungai:

Sosial

Kehidupan

Masyarakat Sempadan Sungai Code.

Maryono, Agus. 2015. Restorasi Sungai.
Yogyakarta:

Gadjah

Pasal 57 Huruf B tentang Larangan
Pembuangan Sampah ke Sungai
Undang-Undang Nomor 38 Pasal 9 Tahun
2011 tentang Jarak Pemukiman dan
Badan Sungai

Yogyakarta: Penerbit Ombak

Mada

WEBSITE:
http://kampungnesia.org/berita-sangkrahkampung-sebelah-sungai.html (diunduh

University Press
Nurhajarani, Dwi Ratna. Dkk. 1999.

Surakarta .

Perumahan

JURNAL:

DAFTAR PUSTAKA

Sejarah

Pengaruh

Press

modernitas kota.

Herlianto.

Kampung;

Kerajaan

Tradisional

Jakarta:

Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan RI

dan diakses pada Senin 7 Maret 2016
pukul 11:39 WIB)
http://ngreksolepenmangkukeprabon.blogs

pot.co.id/2013/06/impian-wisata-air-kalicommit to
user
pepe-di-kota.html
(diakses dan diunduh
pada 22 April 2016 pukul 14:39 WIB)

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

http://news.okezone.com/read/2007/12/26/
1/70585/banjir-solo-capai-3-meter-ribuanwarga-ngungsi - (diakses dan diunduh
pada Jumat, 20 Mei 2016 pukul 14: 47
WIB)

http://koempoelanbarangdjadoel.blogspot.c
o.id/2011/11/kb-380-foto-solo-banjirtahoen-1966.html (diunduh dan diakses
pada Rabu, 22 Juni 2016 pukul 13.35
WIB)

commit to user