Brant Ardell www.brantar.blogspot.com Dilarang copy paste tanpa mencantumkan blog diatas Terima Kasih Telah Mendownload
Terima Kasih Telah Mendownload
1. Data Fisik Novel
a. Judul : Ibu Sinder (Part 1)
b. Pengarang : Pandir Kelana
c. Penerbit : Gramedia
d. Jumlah Halaman : 69
2. Ringkasan Novel Ibu Sinder
bu Sinder merupakan wanita dengan latar belakang pendidikan dan asuhan tradisional Ningrat-Jawa. Ia dihadapkan pada tantangan zaman yang berubah-ubah dengan cepatnya.
I Tak jauh dari Pasanggrahan Ambarukmo, di tepi jalan raya antara Yogya dengan Sala
terdapat sebuah bagunan rumah setengah batu yang tampak masih baru dan dihuni oleh wanita berusia setengah abad. Ia mempunyai sebuah warung bernama Warung Climen dengan hidangan opor bebeknya
Munculnya seorang wanita usia senja misterius di tempat itu sendiri sudah menimbulkan tanda tanya. Kabut teka-teki menyelubungi kehadirannya. Ia adala pribadi yang menarik, cekatan, langsing berisi dan atraktif. Ia selalu mengaku sebagai orang desa biasa, tapi wajah cantik, mata membelak dengan sorotnya yang berwibawa itu, sulit menyembunyikan asal-usulnya.
Berbagai cerita dan kisah bermunculan. Ada yang berkata bahwa wanita itu masih kerabat keraton, janda seorang bupati daerah pesisiran dan lain-lain. Akhirnya wanita ini mendapatkan julukan Ibu Climen karena warungnya.
Seorang laki-laki berkulit putih, berambut pirang, tubuh tinggi, kokoh, kekar, berdiri mematung melepaskan pandangannya jauh ke ufuk timur. Bintang-bintang berkedip dan berhamburan di angkasa raya. Katanya Indonesia adalah tanah airku yang kedua.
Terima Kasih Telah Mendownload Sekonyong-konyong tanpa disadarinya, gambaran peristiwa besar yang sedang berlangsung di dunia Barat begitu saja mendesak penampilan keindahan alam yang sedang dikaguminya itu, yaitu perang kilat di Eropa.
Pria berkulit putih itu melewati jalan inspeksi di tengah-tengah tanaman tebu bersama dengan anaknya menuju sebuah bangunan besar dan megah serta anggun. Rumah itu adalah kediaman resmi Administrator perkebunan dan pabrik gula Madugondo.
Memasuki halaman luas berkerikil halus, diayomi oleh sepasang pohon trembesi besar dan rindang, lima ekor anjing Dalmatia menyonsong kedatangan Jonkheer dan Freule van Hoogendorp. Anjing-anjing itu melonjak-lonjak kegirangan seperti majikan-majikannya itu baru kembali dari suatu perjalanan yang jauh saja.
Nyonya Van Hoogendorp sudah menunggu kedatangan suaminya di pendapa rumah yang berlantaikan marmer Caraca. Dia seorang belanda-Indo, berwajah cantik, atraktif, namun memberikan kesan agak tinggi hati. Logatnya masih meniru ucapan Belanda saat baru pulang dari Belanda. Mereka memiliki anak tunggal, Ivonne, yang merupakan seorang mahasiswi menjelang tingkat Semi-Arts pada Geneeskundige Hogeschool di Batavia.
Di pagi hari yang cerah, seorang wanita Jawa berusia lewat empat puluhan berjalan melewati kediaman resmi Administrator yang oleh penduduk diberi nama Statiran atau Besaran. Wanita itu baru saja pulang dari rumah istri teman sekerja suaminya, Sinder Sugondo.
Sugondo baru di Madugondo, sinder pindahan dari perkebunan Gula, Sragi, dekat Pekalongan. Orang jawa kedua yang mencapai tingkat Sinder di Madugondo. Di tengah jalan menuju rumahnya, wanita itu berpapasan dengan beberapa nyonya Belanda-Indo. Nyonya- nyonya tersebut menyapa dengan bahasa belanda, Morgen, Mevrouw jij morgen halen mijin was yaa yang artinya selamat pagi, nyonya, besa kuambil cucianku ya.
Terima Kasih Telah Mendownload Wanita Jawa itu tidak mengerti apa yang dikatakan oleh mereka, ia hanya bisa mengangguk saja membalas sapa nyonya Indo-Belanda tersebut. Ia merasa bahwa dirinya menjadi sasaran ejekan.
Setiba di rumah kembali, istri Sinder Suprapto yang di Madugono terkenal dengan panggilan ibu Sinder itu menyentakkan diri duduk diatas kursi rotan di sudut ruang tamu. Ia masih membayang-bayangkan di hadapannya wajah-wajah dengan senyum palsu, sopan santun yang dibuat-buat dan kata-kata hinaan yang tidak dipahaminya.
Ibu sinder pun mengingat masa-masa lalunya. Semula ia seolah-olah hendak memberontak terhadap perlakuan istri-istri rekan-rekan suaminya. Kini ia sadar bahwa ia bahur tetap tabah menghadapi segala duka dalam kehidupannya. Semula ada perasaan iri kepada adiknya, Winarsih, yang mengenyam pendidikan Belanda dan bisa berbahasa Belanda. Ia pun menurunkan air mata dan berdoa.
Tiba-tiba ibu Sinder dikejutkan oleh pengantar pos. Ia menerima surat dari belanda da isinya bahwa anaknya telah lulus ujian dengan predikat cum laude. Ia langsung pergi ke kebun dan menemui suaminya.
Setelah menemui suaminya, suaminya langsung kegirangan dan berteriak bahwa anaknya telah menjadi insinyur. Kemudian kepada pendayung-pendayung dresin Suprapto memerintahkan agar mengantarkan istrinya pulang. Sinder Prapto harus kembali bekerja memeriksa tanaman-tanaman yang harus bersih dari daun-daun kering yang rontok.
Keesokan harinya, ketika Sinder Suprapto memberikan petunjuk-petunjuk kepada anak buahnya, ia melihat Sinder Dirk Baemann sedang marah terhadap Durahman. Ia mendengar bahwa Sinder Dirk mengatakan Bangsat Inlander.
Durahman yang menjadi marah memegang goloknya. Melihat kemungkinan yang bisa terjadi, Sinder Suprapto berteriak untuk menghentikan mereka berdua. Mandor Durahman terkejut ada orang yang memanggilnya. Ia segera melihat Sinder Suprapto, yang tinggi, kuat dan berwibawa.
Terima Kasih Telah Mendownload Suprapto mendekat dan menanyakan kepada Dirk. Dirk yang sedang emosi tersebut memarahi Suprapto, dan akhirnya mereka pun bertengkar. Pertengkaran dimulai daat Dirk berniat untuk menendang Suprapto, tetapi Suprapto bisa menahannya.
Perkelahian itu dimenangkan oleh Suprapto dan mengajak Durahman untuk bekerja di ladangnya. Pekerlahian itu disaksikan oleh pekerja-pekerja Baumann dan Suprapto. Mereka menyaksikan Baumann lah yang menyerang lebih dulu. Kemudian mereka melihat sinder Suprapto dengan tenang meninggalkan tempat itu.
Sore hari, Suprapto dipanggil Van Hoogendorp. Rupanya Baumann mengadu kepada kepalanya dan sinder Suprapto sendiri tidak terkejut atas panggilan itu, ia tahu bahwa ia akan diadili. Suprapto menceritakan kejadian itu dan Hoogendorp mempercayainya. Ia berniat untuk memotong gaji Durahman.
Di sudut halaman belakang gedung Besaran itu berdiri agak menyendiri sebuah bangunan kecil seperti sebuah pavilyun. Bangunan itu masih baru, khusus disediakan bagi Fien van Hoogendorp. Di dalam bangunan itu Fien menekuni hobinya, melukis. Fien bertemu dengan Henk van Hoogendorp waktu ia masih mahasiswi pada Academie Voor Beeldende Kunsten (Akademi Seni Rupa) Negeri Belanda.
Malam itu Van Hoogendorp sedang tidak berada di rumah. Ia sedang menghadiri rapat dewan direksi di Batavia dan malam itu Fien mengasingkan dirinya di sanggar lukisnya. Fien tampak gelisah malam itu. Ia berjalan mondar-mandir di ruangan yang tidak terlalu luas itu.
Sunyi sudah lingkungan Besaran itu. Hanya burung hantu yang setia hinggap pada ranting pohon mahoni di halaman belakang itu saja yang kadang-kadang mengganggu keheningan suasana dengan suaranya yang kurang sedap didengar. Fien tidak menghiraukannya.
Terima Kasih Telah Mendownload Tiba-tiba pintu belakang kamar diketuk orang. Tiga kali. Fien meloncat, membuka pintu dengan hati-hati sekali. Mbok Wongso berdiri di hadapannya. Begitu melihat pamong- nya.
Ia dipersilahkan masuk. Seorang lelaki yang mengenakan pakaian kerja perkebunan menyelinap masuk. Fien langsung memeluknya sambil berkata, "Zo Inlander. Rasa-rasanya setahun sudah sejak pertemuan kita yang terakhir."
Sementara itu, sepeninggal suaminya, Ibu Sinder langsung melanjutkan membatik di beranda belakang rumahnya. Ia ingin cepat-cepat menyelesaikan kain batik gubahannya sendiri yang diberinya nama "Merak Reraton".
Tanpa disadarinya, Ibu Sinder mengenang kehidupannya yang telah lalu sebagai istri Suprapto. Benar memang bahwa suaminya itu tak pernah berniat untuk beristri lebih dari seorang, tapi itu tidak berarti bahwa ia tidak pernah mempunyai kekasih di luar dirinya.
Sekalipun ia sudah terbiasa melihat tingkah laku laki-laki seperti itu di lingkungan Kusumojaten, tapi setelah kejadian semacam mengenai dirinya sendiri, mula-mula sakit juga hatinya. Namun lambat-laun rasa sakit hati itu diusirnya dari kalbunya.
Pernah ia mempersoalkan perlakuan wanita-wanita Indo itu pada suaminya. Suprapto menjadi marah-marah karenanya. Semula ia hendak bertindak, entah bagaimana caranya, tapi Ibu Sinder mencegahnya.
Di mata para pekerja, Suhono disamakan dengan martabat Tuan Besar Statir. Sama- sama sinyurnya.
Sehabis selamatan Ibu Sinder membacakan hasil karya sastra tembangnya. Lirih-lirih Ibu Sinder berkidung. Suara emasnya sayup-sayup berkumandang di ruang depan rumah. Hadirin terharu mendengarkan kisah Sinta Obong ditembangkan dalam tembang Megatruh. Terutama saat Dewi Sinto setapak demi setapak mendekati api unggun besar yang menjilat-
Terima Kasih Telah Mendownload jilat itu. Suhono dan Herman mengagumi keahlian bertembang Ibu Sinder. Hari telah larut malam ketika tamu-tamu meninggalkan rumah Sinder Suprapto.
Sementara itu seperti asap diembus-embuskan angin, berita kedatangan Insinyur Suhono cepat tersebar di Madugondo. "Anak Sinder Suprapto menyandang gelar insinyur."
Semula istri-istri sinder lainnya mencemoohkannya. Tidak mungkin anak sinder Inlander bisa jadi insinyur, apalagi anak si babu cuci itu. Namun akhirnya kenyataan tak bisa dibantah lagi. Sikap wanita-wanita itu segera berubah, terutama mereka yang memiliki anak perempuan cukup umur untuk dikawinkan.
Setiap pagi banyak ibu-ibu yang sengaja lewat rumah Ibu Sinder, hanya ingin melihat insinyur muda yang sedang menjadi buah bibir Madugondo. Penampilan pribadi Insinyur Suhono tidak mengecewakan mereka yang melihatnya. Suasana bisik-bisik menambah populernya Suhono. Yang seorang mengatakan, "Rudolf Valentino ada di Madugondo". Yang lain berkata, "Ramon Navaro... Garry Cooper." Penampilan Suhono semakin dibesar- besarkan.
Sikap ibu-ibu sinder lain terhadap Ibu Sinder berubah sama sekali. Mereka tidak lagi menghormat-mengejek, tapi menghormat-berpamrih. Ibu Sinder merasakan perubahan itu, tapi ia tetap bersikap rendah hati seperti sediakala.
Setelah waktunya dianggap baik, Sinder Suprapto mengajukan surat kepada Administrator Van Hoogendorp lewat sekretaris perusahaan, apa sekiranya Van Hoogendorp berkenan menerima Ingenieur Suhono untuk melapor.
Membaca surat sindernya yang begitu sopan itu Van Hoogendorp sangat berkesan. Apalagi dalam surat itu ia selalu disebut "Jonkheer".
Surat balasan datang. Van Hoogendorp menetapkan waktu pagi hari pada jam kerja. Itu berarti bahwa Suhono akan diterima secara dinas.
Terima Kasih Telah Mendownload Pada hari yang ditentukan, Suhono pergi di Besaran. Sesampainya disitu, pelayan pribadi Van Hoogendorp melaporkan kedatangan mereka kepada tuannya. Langsung ayah dan anak itu diterima di ruang kerja Administrator. Van Hoogendorp mendekati Suhono, berjabatan tangan, lalu mempersilakan Suprapto dan Suhono duduk di atas kursi-kursi di depan meja kerjanya. Administrator itu menawarkan cerutu. Dengan sopan Suprapto menolak. Suhono menerima tawaran itu. Van Hoogendorp menyalakan korek api dan mempersilakan Suhono lebih dulu menikmati lisongnya.
Mereka berbincang-bincang dengan kata-kata sopan dalam bahasa belanda yang nyaris sempurna dan sangat berkesan di hati Administrator. Ternyata, Ivonne baru lulus dari ujian Semi-Arts sehingga Administrator tersebut mengajak dia untuk merayakan bersama dengan anaknya yang juga baru lulus.
Van Hoogendorp meninggalkan ruangan. Jantung ayah dan anak berdebar-debar. Jantung Suprapto berdebar-debar karena akan bertemu dengan Fien van Hoogendorp, Suhono berdebar-debar ingin melihat wajah Ivonne.
Suhono menundukkan kepalanya dan dengan gaya hormat tapi correct, menjabat tangan Fien lebih dulu, baru kemudian ia menjabat tangan Ivonne. Sejenak pandangan mata dua insan muda berlainan jenis itu bertemu, tapi temu pandang yang sekejap itu merasuk ke dalam hati masing-masing. Mata tajam Nyonya Van Hoogendorp mampu menangkap apa yang sedang dirasakan oleh dua insan dewasa itu. Ia tersenyum dalam hati.
Dengan tangan agak gemetar Suprapto menyalami Fien dan Ivonne. Suhono dan Suprapto tetap berdiri tegak. Lima insan itu lalu menuju kursi-kursi tamu yang tersedia di ruangan itu. Dengan sopannya Suhono membantu Fien dan Ivonne menempati tempat duduknya dan dia sendiri baru menempati kursinya setelah Van Hoogendorp dan ayahnya duduk. Ia menempati kursi di samping Ivonne. Dalam waktu yang sesingkat itu Suhono berhasil merebut simpati Fien dan Ivonne.
Terima Kasih Telah Mendownload Mereka berniat untuk merayakan pesta. Van Hoogendorp merasa dirinya dihormati oleh Suhono dengan panggilan "Jonkheer" terus-menerus itu. Ia ingin menunjukkan kerendahan hati dan jiwa besarnya. Van Hoogendorp berdiri diikuti oleh yang lain. Fien mengulurkan tangannya kepada Suprapto dan Suhono. Begitu juga Ivonne. Ivonne masih sempat berkata, "Sampai bertemu lagi, Tuan Suhono." Ibu dan anak meninggalkan ruang kerja Administrator Van Hoogendorp, kemudian Suprapto dan Suhono minta diri kepada Van Hoogendorp.
Tiba di rumah kembali, tak henti-hentinya Suprapto memuji-muji anaknya. Suhono mulai menampakkan dirinya pada masyarakat Madugondo. Pertama-tama ia berkunjung ke rumah mandor-mandor ayahnya, kemudian ia bersama ayah dan ibunya bertamu pada Sinder Sugondo dan Wedono-Demang Madugondo. Suhono memang sudah mengenal ketiga anak perempuan Pak Wedono Demang. Suhono beranggapan bahwa mereka masih terlalu muda baginya.
Sementara itu, jalan di muka rumah Ibu Sinder mulai ramai dilewati gadis-gadis Indo anak-anak pegawai perkebunan. Semua ingin menarik perhatian Insinyur Suhono. Gerak- gerik Suhono terus diamati oleh ibu-ibu Madugondo. Suhono sendiri kelihatan agak gelisah dan kegelisahannya itu tidak luput dari pengamatan ibunya. Yang ditunggu-tunggu oleh Suhono memang belum pernah menampakkan dirinya lewat rumah. Itulah yang membuat Suhono kesal. Suhono sendiri dengan sengaja menghindari jalan di muka Besaran.
Keesokan Sore harinya Suhono mengajak saudara sepupunya berenang. Begitu Suhono menampakkan dirinya dalam celana renang menaiki tangga papan terjun, gadis-gadis Madugondo baru dapat menyaksikan bagaimana harmonisnya tubuh Suhono yang atletis itu.
Suara bisik-bisik terdengar, "Itu Suhono, insinyur baru. Anak Sinder Suprapto." Suhono melambaikan tangannya, disambut dengan lambaian tangan Ivonne. Perlahan- lahan Ivonne turun masuk ke air dan dengan gaya katak berenang menuju tiang-tiang papan loncat. Pada saat itu Suhono yang sudah berdiri di atas papan loncat yang tertinggi mempertontonkan kemahirannya berloncat indah. Ia meluncur ke dalam air tepat di hadapan
Terima Kasih Telah Mendownload Ivonne. Ombak mengganggu jalur renang Ivonne, tapi setelah tahu bahwa yang mengganggunya itu Suhono, Ivonne tersenyum sambil berkata, "Stoute jongen—anak nakal!" Keduanya lalu berenang menepi. Suhono loncat ke tepian lalu membantu Ivonne naik. Suhono memanggil sepupunya, Herman, dan memperkenalkannya kepada Ivonne. Percakapan antara Suhono dan Ivonne semakin menjadi hangat. Mereka lupa bahwa mereka datang untuk berenang-renang, tidak untuk berjemur-jemur saja. Ivonne menarik tangan Suhono lalu berdua mereka terjun ke dalam air. Dalam kesempatan itu Ivonne mengundang Suhono untuk datang ke Besaran. Suhono menyanggupinya.
Tiba di rumah kembali Herman lapor kepada Ibu Sinder tentang pertemuan Suhono dan Ivonne. "Bu, Ivonne wanita cantik, baik lagi. Tidak sombong, sekalipun ia anak Tuan Besar. Ia juga menyapa gadis-gadis lainnya dengan ramahnya.
Sehabis santap malam Suhono minta diri kepada ayah dan ibunya untuk pergi ke Besaran. Reaksi Sinder Suprapto lain sama sekali, beda dengan reaksi Ibu Sinder. Ia bangga anaknya berteman dengan Ivonne. Namun sebenarnya yang dirisaukan oleh Ibu Sinder agak lain sifatnya. Tidak hanya soal anaknya, Suhono, berteman dengan Ivonne, tapi menyangkut suaminya yang mempunyai hubungan gelap dengan ibunya. Itulah yang membuat Ibu Sinder agak risau dan kikuk. Mudah-mudahan tidak akan ada apa-apa, pikir Ibu Sinder.
Tiba di Besaran dalam pakaian santai Suhono sudah ditunggu kedatangannya oleh Ivonne di pendapa Besaran. Lewat telepon Ivonne sudah diberitahu tentang kedatangan Suhono malam itu. Begitu Suhono dan Ivonne duduk, muncul Van Hoogendorp suami-istri.
Setelah sekitar satu jam berbincang-bincang, Suhono minta diri. Pulang. Ivonne tampak kecewa, Suhono terburu-buru meninggalkannya. Begitu tiba di rumah, pertanyaan bertubi-tubi menyambutnya.
Beberapa hari kemudian para sinder dan pegawai tinggi perkebunan dikejutkan oleh undangan Administrator Van Hoogendorp. Suami-istri beserta anak-anak remajanya diundang untuk menghadiri pesta dansa menghormati warga Madugondo yang berhasil mencapai gelar insinyur dan semi-arts. Suhono dan Ivonne van Hoogendorp.
Terima Kasih Telah Mendownload Madugondo memang sedang mengalami masa sibuk. Pabrik sedang giat-giatnya giling tebu. Masyarakat terkemuka Madugondo tambah lebih sibuk lagi, terutama wanita- wanita dan kaum remajanya. Pesta dansa di Besaran tidak terjadi setiap hari. Penjahit- penjahit di Tegal dan Cirebon sibuk melayani pesanan gaun-gaun panjang baru yang memenuhi syarat untuk hadir pada pesta Besaran itu. Bahkan ada yang memesan gaun-gaun itu pada penjahit-penjahit ternama di Semarang. Secara diam-diam Ibu Sinder juga mempersiapkan diri.
Malam yang dinanti-nantikan itu tiba. Untuk malam itu Sinder Suprapto mengenakan pakaian Jawa resmi gaya Sala, lengkap dengan keris pusakanya yang pendoknya dihiasi intan-intan kecil. Ir. Suhono malam itu menampilkan diri dalam setelan smoking.
Sementara itu di pendapa Besaran berdiri berjajar Van Hoogendorp, Fien van Hoogendorp, dan Ivonne, menerima kedatangan tamu-tamu. Setelah berjabat tangan, tamu- tamu diantar pelayan-pelayan menuju ke beranda belakang dan menempati kursi masing- masing. Untuk kaum remaja disediakan tempat khusus. Rombongan musik Hawaian dari Semarang memeriahkan suasana pesta.
Tiba di Besaran, Suprapto suami-istri dan Suhono menunggu gilirannya untuk berjabat tangan dengan keluarga Van Hoogendorp. Van Hoogendorp terpesona melihat penampilan Ibu Sinder malam itu. Ia tersenyum lega. Kini ia memperoleh kepastian sudah. Ia tidak ragu-ragu lagi.
Ivonne sendiri yang mengantar keluarga Suprapto ke dalam. Begitu memasuki beranda belakang, pribadi Ibu Sinder menarik perhatian tamu-tamu yang sudah lebih dulu berada di situ. Di sana-sini terdengar suara bisik-bisik. Ada yang memberikan tanggapannya tentang penampilan Ibu Sinder, ada pula yang membisikkan sesuatu mengenai Suhono. Jelas terdengar, "Itu insinyurnya, hij is het – itulah dia."
Keluarga Suprapto sebagai tamu kehormatan mendapat tempat di baris kursi paling depan, dekat dengan keluarga Van Hoogendorp. Di baris kursi itu sudah hadir Sekretaris Vermeulen, Masinis Kepala Ten Hoeve, Sinder Kepala Ravenbeck, dan tokoh-tokoh
Terima Kasih Telah Mendownload Madugondo lainnya, termasuk Demang Wedono suami-istri. Sinder Sugondo dan sinder- sinder lainnya duduk di baris kursi kedua. Berpuluh-puluh pasang mata masih saja diarahkan kepada Ibu Sinder, Suhono, dan Ivonne.
Ivonne kembali ke pendapa untuk mendampingi orangtuanya lagi. Malam itu tak seorang pun yang berani datang terlambat. Tepat pada waktunya, Van Hoogendorp suami- istri dan Ivonne memasuki ruang pesta. Tamu-tamu berdiri. Setelah Fien dan Ivonne duduk, Van Hoogendorp langsung naik podium pendek di tengah ruangan dan langsung mengucapkan pidato sambutannya.
Dengan sigap Suhono berdiri, melangkah menuju tempat duduk Ivonne dan menawarkan lengannya kepada anak administrator itu. Ivonne bangkit, menerima gandengan Suhono. (Tepuk tangan) Begitu mereka berada di atas podium, Van Hoogendorp melanjutkan pidatonya.
Kemudian berkumandanglah lagu mars, Mijn Sarimarijs. Van Hoogendorp turun dari podium, langsung menghampiri istrinya. Suhono dan Ivonne berpasangan berdiri di belakang Van Hoogendorp dan istri. Tamu-tamu berdiri berpasang-pasangan sambil menunggu isyarat dari Van Hoogendorp. Suprapto dan Ibu Sinder tetap duduk.
Lagu mars menghilang, muncul lagu waltz lamban. Barisan polonaise memecah, mulailah pasangan dansa berputar-putar. Van Hoogendorp suami-istri meninggalkan ruang dansa, kembali duduk menemani Suprapto dan istri. Melihat Sinder Sugondo dan istri yang juga tetap tinggal di tempatnya Van Hoogendorp dan Fien mengangguk.
Van Hoogendorp yang menempati kursi di samping Ibu Sinder berkata pada wanita itu, "Raden Ayu pandai menyembunyikan asal-usul. Tuan Residen yang memberitahukan kepadaku siapa sebenarnya Raden Ayu."
Suprapto menerjemahkannya bagi Ibu Sinder. "Asal-usul tidak penting, Yongker," jawab Ibu Sinder. "Apalagi di Madugondo ini. Tuan Besar lebih mementingkan hasil kerja
Terima Kasih Telah Mendownload nyata daripada keturunan. Yongker sendiri tak pernah menonjol-nonjolkan asal-usul Tuan.
Aku hanya mengikuti jejak teladan Yongker saja." Suprapto menjadi penerjemah lalu lintas pembicaraan. Jawaban Ibu Sinder menyentuh hati Van Hoogendorp, apalagi Ibu Sinder menyebutkan "Yongker". Administrator itu tahu bahwa yang dimaksudkan adalah Jonkheer. Suaminya dibuatnya terperanjat juga Ibu Sinder menggunakan kata-kata "Yongker".
Sekalipun Fien van Hoogendorp sepenuhnya memahami apa yang dikatakan oleh Ibu Sinder, ia tidak bereaksi sama sekali. Sebaliknya, Ibu Sinder juga pandai menyembunyikan perasaannya. Pikirnya, selama istri administrator itu tidak berbahasa Jawa, ia tak akan memancing-mancing Fien van Hoogendorp agar ia berbahasa Jawa.
Malam itu Fien bersikap wajar-wajar saja terhadap Ibu Sinder. Ada perasaan aneh yang merayapi hati sanubari Ibu Sinder. Ia sama sekali tidak marah atau cemburu terhadap Fien, bahkan sebaliknya, rasa simpati yang tumbuh. Sikap akrab Fien malam itu tampak tidak dibuat-buat. Teringatlah ia akan ibu kandungnya. Ibu Bendoro. Ibunya sama sekali tidak mencemburui bibi-bibinya, malah begitu sayangnya Ibu Bendoro itu kepada maru-maru-nya. Ibunya itu juga tidak membenci pacar-pacar ayahnya.
"Wanita Indo ini bukan maru-ku, hakikatnya sama dengan 'simpanan-simpanan' Ayah dulu. Ibu Bendoro, dalam kenyataan, memang harus membagi cinta suami dengan wanita- wanita lain juga, di luar bibi-bibi. Aku juga harus membagi cinta suami dengan Fien van Hoogendorp. Ya Tuhan, segala puji dan syukur untukMu. Allah menghapus amarah dan rasa benci dari sanubariku. Ya Allah, matur sewu nuwun," ucap Bu Sinder dalam hati.
Tiba-tiba Suhono muncul di hadapan Fien. Setelah mengangguk ke arah Van Hoogendorp, Suhono lalu mengangguk di hadapan Fien. Fien minta izin kepada Ibu Sinder dan suaminya. Ia berdiri lalu menerima gandengan Suhono. Dua sejoli itu berjalan menuju ruang tengah. Mulailah pasangan Fien-Suhono melantai mengikuti alunan irama slow-fox. Fien merasakan bahwa Suhono adalah seorang pedansa yang baik.
Terima Kasih Telah Mendownload Sambil berdansa, pikiran Fien masih saja tertumpu pada Ibu Sinder. Ia benar-benar menaruh simpati pada istri kekasihnya itu. Rasa penyesalan tumbuh dalam dirinya, namun rasa itu cepat-cepat diusirnya. Pikirnya, Ah asal ia tidak tahu saja, apa salahnya.
Irama slow-fox berubah menjadi irama Wiener Waltz. Beberapa pasangan menepi. Hanya mereka yang pandai mengikuti irama itu yang tinggal. Mulai tampak bahwa pasangan Fien-Suhono jauh melampaui kemahiran pasangan yang lain. Semakin banyak pasangan yang menepi, terpukau mereka melihat pasangan Fien-Suhono berputar-putar dengan indahnya.
Suhono sadar bahwa sekian puluh pasang mata sedang diarahkan kepadanya, lalu ia berbisik, "Nyonya, jangan cemas. Ikuti saja langkah-langkahku." Fien mengangguk. Sebenarnya Fien agak khawatir kalau ia membuat salah langkah, tapi Suhono begitu pandainya membimbing, sehingga salah langkah pun tak tampak. Variasi demi variasi yang belum dikenal di kota kecil Madugondo itu dipertontonkan oleh pasangan Suhono-Fien. Ivonne yang sudah diajak menepi oleh Ravenbeck ikut terpesona melihat pasangan Fien-Suhono. Ia lari ke beranda belakang, menarik ayahnya, sambil berkata terbata-bata, “Papi, mari, mari. Hebat pasangan Mami dan Suhono." Van Hoogendorp mengajak Suprapto dan Ibu Sinder agar ikut menyaksikan. Bersama-sama mereka menuju ruang tengah. Kini tinggal pasangan Suhono- Fien saja yang masih bergaya. Lainnya menepi, menyaksikan.
Latumahina yakin bahwa Suhono-Fien bukan tukang dansa kemarin sore. Ia membisikkan sesuatu kepada anak buahnya. Wiener waltz berubah menjadi irama tanggo, irama yang sangat ditakuti oleh pedansa. Fien menjadi agak gentar. Lagi-lagi Suhono berbisik, "Ikuti saja, Mam."
Fien agak terperanjat mendengar kata "Mam" itu. Panggilan "Mam" menenangkannya, seolah-olah ia sedang berdansa dengan anaknya sendiri saja. Ia mengendurkan kekakuannya dan mengikuti bimbingan Suhono dengan perasaannya. Tepuk tangan pun meledak.
Terima Kasih Telah Mendownload Seluruh ruangan yang luas itu dimanfaatkan Suhono untuk menampilkan gaya dan variasinya. Berpuluh-puluh pasang mata mengikuti gerak-gaya pasangan Fien-Suhono. Sepasang mata Van Hoogendorp hampir tidak percaya melihat apa yang dilihatnya. Istrinya begitu lincah mengikuti bimbingan Suhono. Hati Ivonne van Hoogendorp semakin tertambat pada pribadi Suhono. Sinder Suprapto bangga melihat anaknya, tapi Ibu Sinder mencemaskan daya tarik anak tunggalnya.
Latumahina yang melihat bahwa Fien tampak agak kecapekan, mengubah irama menjadi slow-waltz, untuk beberapa saat, kemudian berhenti sama sekali. Lagi-lagi tepuk tangan meledak-ledak.
Sementara itu, duduk-duduk di kursi rotan di bawah pohon mangga. Ibu Sinder dan Nyonya Besar. Suhonp mendekat, maksudnya bila dua wanita itu memerlukan penerjemah ia dapat membantunya, namun dengan herannya ia diusir oleh Fien van Hoogendorp.
Suhono meninggalkan Fien dan langsung mendekati Ivonne. Melihat ibunya dan Fien akrab dan asyik bercakap-cakap, Suhono menganga seperti melihat hantu di siang hari bolong.
Waktu bercakap-cakap itu Fien selalu siaga saja. Kalau ada orang di dekatnya, ia berhenti berbicara. Ibu Sinder kini tahu bahwa Fien tidak menghendaki orang lain tahu bahwa ia fasih berbahasa Jawa. Ia lalu menyesuaikan.
Ivonne begitu bergairah untuk mengetahui bahasa apa kiranya yang digunakan dua ibu itu. Tetapi begitu ia mendekat, dua wanita itu diam. Fien bangkit, pergi berkeliling menyapa tamu-tamunya Begitu Fien pergi, Suhono langsung menempati kursi yang kosong itu. Ibu Sinder tahu bahwa anaknya ingin menjebaknya. Jawabnya sambil memijat hidung anaknya, "Ah, biasa-biasa saja. Sana pergi, urusi itu pacarmu." Sambil geleng-geleng kepala Suhono pergi mencari Ivonne kembali.
Tak lama kemudian musik bergema lagi. Remaja-remaja kembali memadati ruang dansa. Suhono berdansa dengan nyonya-nyonya lain dan setelah ia merasa bahwa sudah
Terima Kasih Telah Mendownload cukup banyak nyonya-nyonya yang diajaknya berdansa, ia baru berpaling pada Ivonne.
Terbukti Ivonne pun danseur yang cukup tangguh. Tepat jam satu dinihari, Van Hoogendorp menutup pesta dansa. Ia, Fien, dan Ivonne menempatkan diri kembali di pendapa. Satu demi satu tamu-tamu meninggalkan Besaran, setelah berjabatan tangan dengan keluarga Van Hoogendorp.
Keluarga Suprapto berjalan kaki pulang. Tiba di rumah, yang paling banyak bicara Sinder Suprapto. Tak henti-hentinya ia memuji-muji anaknya.
Suhono masih belum percaya. Sepanjang yang diketahuinya, ibunya kelihatannya tidak begitu mahir berbahasa Melayu pasar, apalagi Fien. Karena ibunya kelihatannya tidak bersedia mengungkapkannya, ia lalu tidak bertanya-tanya lagi. Pikirnya, ada dua kemungkinan. Ibu yang berpura-pura tidak bisa berbahasa Belanda selama ini, atau Fien van Hoogendorp yang berpura-pura tidak paham bahasa Jawa. Tante Winarsih bukan main fasihnya berbahasa Belanda. Apa benar Ibu sama sekali tidak paham bahasa Belanda? Ah, Ibu tak bisa terus-menerus berpura-pura. Satu-dua hari dapat menyembunyikannya, tapi bertahun-tahun... tidak mungkin. Kemungkinan kedua yang lebih masuk akal, Fien yang menguasai bahasa Jawa, tapi ia malu untuk menggunakannya. Berbahasa Jawa akan merendahkan derajatnya sebagai seorang istri Belanda totok yang berkedudukan tinggi. Tapi mengapa dengan Ibu ia bersedia menggunakannya?
Sehabis membaca surat dari kemenakannya, Herman, yang mengabarkan bahwa ia sudah tiba kembali di Semarang, Ibu Sinder meneruskan pembatikannya. Diangkatnya canting batik tinggi-tinggi, meniupnya, lalu diletakkannya paruh canting itu pada kain mori yang sudah digambarinya motif-motif wayang Arjuna-Sembadra. Sambil membatik pikirannya tertumpu pada hubungan anaknya, Suhono, dengan Ivonne yang semakin menjadi akrab. Pikirnya, anaknya tidak sedang bermain-main, sebaliknya tampaknya Ivo juga tidak sedang iseng. Yang mengherankan. Tuan Besar dan Nyonya Besar tidak menghalang- halanginya. Bahkan sudah sering mengundang makan malam. Anaknya seperti acuh tak acuh saja terhadap panggilan penempatan yang tak kunjung tiba. Aneh! Risi rasanya. Ayahnya berpacaran dengan ibunya. Anaknya berpacaran dengan anaknya. Apalagi kalau Suhono dan
Terima Kasih Telah Mendownload Ivo itu bersungguh-sungguh lalu tahu tingkah laku orangtuanya. Apa jadinya nanti. Ah, seperti Arjuna dengan Banowati saja. Anak-anaknya juga berpacaran.
Malam itu, dua remaja dewasa sedang berjalan-jalan menyelusuri jalur kereta api tebu. Sejuknya sinar bulan yang hampir purnama, angin sepoi-sepoi yang membelai-belai rambut masing-masing, heningnya suasana yang hanya diganggu oleh derik cengkerik dan serangga malam, mendorong dua remaja dewasa berlainan jenis itu untuk jatuh dalam pelukan masing-masing. Terengah-engah Ivonne berbisik, "Suhono, Suhono, Suhono." Sebaliknya Suhono tidak memberikan kesempatan pada Ivonne untuk berbisik-bisik dan Ivonne membiarkannya. Melihat gubuk di tengah-tengah lahan yang sedang disiapkan untuk ditanami tebu itu, Suhono berbisik, "Ada gubuk, Ivo, mudah-mudahan tak ada orangnya."
Ivonne diam dan membiarkan dirinya digandeng Suhono menuju gubuk itu. Gelora jiwa dua insan itu memang sudah terlalu menggebu-gebu. Gubuk beratap daun-daun tebu kering dan beralas anyaman kulit bambu tidak menghalang-halangi sepasang muda-mudi itu untuk melanjutkan niatnya.
A. Tema : Derajat dan Martabat wanita di tangan Suami. Seorang wanita harus tunduk dan patuh terhadap aturan-aturan yang ditentukan kaum pria.
B. Tokoh dan Penokohan Berdasarkan frekuensi keterlibatan tokoh dalam peristiwa, dan keterlibatan dalam konflik dengan tokoh lain, Novel Ibu Sinder memiliki tokoh utama dan tokoh bawahan.
Tokoh utama dalam novel Ibu Sinder adalah Ibu Sinder, sedangkan tokoh bawahannya adalah Sinder Suprapto dan Suhono.
Karakter tokoh cerita dibedakan menjadi dua, yakni tokoh yang berkarakter sederhana dan tokoh yang berkarakter kompleks. Tokoh Sinder Suprapto berkarakter sederhana, ia seorang lelaki yang bertindak sekehendak hatinya. Hubungan seksual dengan lawan jenisnya sudah biasa dilakukan
Terima Kasih Telah Mendownload sejak remaja. Bakhan ketika sudah menikah ia pun tetap menyeleweng dengan wanita lain. Jadi, Karakter Sinder Suprapto tidak berubah
Tokoh lain yang memiliki karakter sederhana adalah Suhono. Suhono adalah seorang laki-laki yang menganut pergaulan bebas. Ia kurang dapat mengendalikan diri dalam berhubungan dengan lawan jenis. Ia tidak menerapkan adat istiadat dan tata cara yang diperoleh dari keraton dalam berhubungan dengan orang lain, terutama lawan jenisnya.
Selain itu, ada tokoh Raden Ajeng Winarti secara tidak langsung menunjukkan seorang wanita yang memiliki hubungan dekat dengan keluarga Keraton, priyayi Jawa. Ia adalah wanita priyayi yang cekatan, sopan, santun, ramah-ramah dan berwibawa. Pribadinya memang sangat menarik, setua itu ia masih tampak cekatan, langsing, berisi dan atraktif.
Ada juga suami Raden Ajeng Winarti, yaitu Suprapto yang merupakan seorang sinder. Menurut saya, ia digambarkan memiliki wajah tampan, gagah dan mempunyai daya tarik luar biasa terhadap lawan jenisnya.
Tokoh terakhir adalah Suhono. Ia adalah seorang insinyur muda yang gagah dan memiliki daya tarik yang kuat terhadap lawan jenisnya.
C. Alur Alur pada Novel Ibu Sinder adalah alur maju mundur atau alur sorot balik, karena pada
bagian I, cerita diawali dengan teka-teki asal Raden Ajeng Winarti, bagian II menceritakan masa kecil R.A.Winarti, masa remaja,pingitan, kemudian dipinang oleh Sinder Suprapto. Kemudian cerita beralur maju, yaitu menceritakan R.A.Winarti menjadi istri seorang Sinder. Bagian III menceritakan keadaan R.A.Winarti yang ditinggal suaminya karena tersambar petir. Kemudian R.A.Winarti melakukan pembinaan terhadap para wanita sesat jalan dan mendirikan warung Climen. Bagian ini merupakan jawaban atas teka-teki siapa sebenarnya R.A. Winarti.
D. Latar Latar tempat - Latar tempat utama novel disebutkan secara jelas nama kota atau daerahnya, yaitu Solo, tepatnya di Kusumojaten dan Madugondo, serta Yogyakarta.
Latar waktu -
Terima Kasih Telah Mendownload Latar waktu yang ada dalam novel Ibu Sinder terbagi menjadi tiga zaman, yakni zaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, dan zaman kemerdekaan sampai pemberontakan PKI di Madiun. Zaman Belanda ditandai dengan nama sekolah Belanda yakni ELS dan Mulo. Sedangkan latar waktu zaman Jepang ditandai dengan beberapa peristiwa. Peristiwa itu antara lain penyerahan tanpa syarat tentara Hindia Belanda kepada bala tentara Dal Nippon. Zaman kemerdekaan Indonesia ditandai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang mengejutkan kota Yogyakarta. Latar Sosial - Dilihat dari waktu peristiwa, latar tempat dan kehidupan sosial budaya yang digambarkan, Novel Ibu Sinder tidak hanya mengungkapkan kepriyayian keluarga R.A.Winarti, tetapi juga membeberkan peristiwa gelap geger Madiun pada tahun 1948. Novel Ibu Sinder mengungkapkan perjalanan hidup R.A.Winarti, seorang priyayi ningrat yang tinggal di Kustunojaten. Tempat ini ia dapatkan berbagai pendidikan keterampilan.
E. Sudut Pandang Sudut Pandang yang digunakan pada Novel Ibu Sinder adalah sudut pandang orang ketiga, karena lebih banyak menggunakan “nama”.
F. Amanat Amanat yang dapat kita petik dari Novel Ibu Sinder adalah Kita harus tetap tabah menjalani kehidupan, baik sebagai suami maupun istri agar kelak dapat diwariskan kepada anak cucu kita. Sebagai wanita, kita harus menunduk kepada perkataan-perkataan pria, sedangkan pria harus mengerti perasaan dan perbuatan wanita tersebut.
A. Nilai Sosial Pada Novel Ibu Sinder, diketahui bahwa tokoh utamanya menggambarkan wanita yang setia, rela berkorban, dan pasrah dalam melaksanakan tugas serta kewaiban sebagai istri.
Namun, hal itu tidak berarti mereka terbebas dari konflik keluarga. Tokoh utama tersebut merupakan cerminan dalam realita sosial yang berlangsung pada masa lalu. Di novel ini juga tidak hanya menceritakan tentang masalah percintaan atau konflik saja, melainkan mengenai problematika wanita Jawa dalam pandangan pria, yaitu kedudukan suami-istri dalam berumah tangga.
Terima Kasih Telah Mendownload
B. Nilai Religius Pada Novel Ibu Sinder, nilai-nilai kerohanian muncul seperti saat tokoh utama meminta pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Nilai Religius ini tertanam pada Ibu Sinder dan nilai-nilai dalam dirinya kadang dijadikan sebagai prinsip hidupnya.
C. Nilai Etika, Susila atau Norma Pada Novel Ibu Sinder, nilai-nilai Etika terpampang dengan jelas, seperti saat ia selalu mengucapkan salam kepada Nyonya-Nyonya Indo-Belanda yang selalu menyindirnya dengan kata-kata yang jorok, karena ia menggap bahwa mereka memiliki derajat yang lebih tinggi daripada dia.
D. Nilai Keindahan dan Estetika Pada Novel Ibu Sinder, pengarang menilis tanpa ada latar belakang sosial budaya sebelumnya, dan dapat dikatakan bahwa Novel Ibu Sinder karya Pandir Kelana merupakan salah satu karya sastra yang ditulis berdasarkan karya sastra yang tercipta sebelumnya. Dengan demikian, dengan memahami mana Ibu Sinder diperlukan konteks kesejarahannya, yaitu menerapkan prinsip intertekstual yang berarti memperhatikan hubungannya dengan teks lain sehingga membuat Novel ini menjadi Unik tetapi bermafaat.