Kemampuan GDP Potensi Daya Dukung Levera
Kemampuan GDP, Potensi Daya Dukung (Leverage)
dan Kapasitas Pengelolaan Pertahanan Suatu Negara
Pengantar.
Intisari yang ingin disampaikan dalam tulisan ini adalah bahwa
kemampuan (kapasitas) yang dimiliki sebuah negara dalam mengelola
kekuatan pertahanannya sangat dipengaruhi kemampuan negara tersebut
secara agregat untuk dapat menciptakan skala produksi nasional agregat
(GDP) yang besar. Semakin besarnya GDP (Gross Domestic Product) suatu
negara dapat bertumbuh dari tahun ke tahun, semakin besar pula potensi
leverage atau daya dukung perekonomian negara tersebut dalam membangun
dan mendongkrak kapasitas pengelolaan pertahanan negaranya karena negara
tersebut mampu membiayai anggaran pertahanan dengan proporsi yang
semakin besar.
Setiap negara pada umumnya dihadapkan pada keharusan dan adanya
suatu kebutuhan untuk memiliki sistem pertahanan negara yang baik dan
memadai. Mengapa demikian? Karena pertahanan negara akan membantu
negara tersebut dalam melindungi dan mempertahankan semua kepentingan
nasionalnya dari potensi ancaman, baik yang datang dari dalam maupun dari
luar. Secara idealnya, sebuah negara dikatakan akan mampu menjaga
kepentingan nasionalnya apabila anggaran pertahanan yang dimiliki berada
pada kisaran 1,5% dari total GDP (Gross Domestic Product) / PDB (Produk
Domestik Bruto) negara tersebut. (Edy Prasetyono, Satu Harapan.com, 20
Agustus 2014) Artinya bahwa kondisi di Indonesia sekarang ini, yang mana
anggaran pertahanannya masih berada di kisaran 0,8-0,9% dari PDB (Produk
Domestik Bruto) menjadi indikator bahwa kemampuan/kapasitas dalam
mengelola pertahanan dapat dikatakan belum memadai. Untuk daapt menjaga
kepentingan nasional, anggaran pertahanan sebuah negara harus dapat
melebihi porsi 1,5% dari total GDP. Indonesia saat ini (2014) memiliki anggaran
pertahanan sekitar 95 triliun rupiah dan total GDP Indonesia (2014) sekitar
10.000 Triliun rupiah. Dapat dihitung bahwa rasio/persentase anggaran
1
Universitas Pertahanan
pertahanan adalah sebesar 0,92%. (masih dibawah 1,5% dari standar yang
berlaku secara internasional). Adapun anggaran Kementerian Pertahanan
sebesar 95 triliun rupiah, dialokasikan antara lain untuk digunakan melanjutkan
kekuatan dasar atau Minimum Essential Forces (MEF), meningkatkan upaya
pemeliharaan dan perawatan melalui peningkatan peran industri pertahanan
dalam negeri, baik produksi alutsista (alat utama sistem persenjataan) maupun
pemeliharaannya. Standar anggaran pertahanan negara yang mampu menjaga
wilayah dan mendukung pemenuhan kepentingan nasional, baik di sektor
ekonomi, bargaining, perdagangan, diplomasi, berada di angka dua hingga tiga
persen dari PDB. (Edy Prasetyono, Satu Harapan.com, 20 Agustus 2014) Ratarata, negara yang punya kekuatan pertahanan andal memiliki anggaran
pertahanan dua hingga tiga persen. Jadi angka 1,5 persen dari PDB
merupakan angka realistis dengan upaya peningkatan secara bertahap.
Pengamanan aset strategis dan sumber daya yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia membutuhkan biaya yang sangat besar, misalnya sumber daya yang
tersebar di lautan Indonesia yang mencapai luas 5 juta kilometer persegi.
Menurut pendapat seorang ahli strategi pertahanan, Edy Praseytono,
beliau mengungkapkan bahwa dengan kondisi Indonesia sebagai sebuah
negara yang besar dengan jumlah penduduk sekitar 245 juta dan wilayah
geografis yang luas pula, ke depannya angka ideal yang diperlukan untuk
anggaran pertahanan adalah sekitar 200 triliun rupiah per tahun. Hal ini karena
melihat kondisi saat ini dimana anggaran yang ada saat ini tidak akan cukup
apabila dicurahkan untuk menjaga dan melindungi wilayah kelautan saja,
apalagi
mencakup
wilayah
seluruh
Indonesia.
(Edy prasetyono,
Satu
harapan.com, 14 Mei 2014). Dari sini dapat dilihat bahwa permasalahan yang
dihadapi terkait dengan anggaran pertahanan, tidak saja terletak pada besaran
angkanya saja, tetapi lebih pada aspek manajemen/pengelolaan anggaran
yang tepat sasaran sehingga anggaran pertahanan dapat disalurkan secara
efektif dan efisien. Terkait dengan pengelolan anggaran maka yang harus
dilakukan oleh para petinggi sektor pertahanan adalah menetapkan skala
prioritas dalam menentukan pilihan program-program mana yang seharusnya
2
Universitas Pertahanan
dikerjakan terlebih dahulu mengingat adanya kelangkaan dan keterbatasan
sumber daya / anggaran.
Pendekatan.
Uraian ini ditulis dengan menggunakan pendekatan empiris yakni
berdasarkan data-data statistik dari BPS dan informasi-informasi yang diperoleh
dari perkuliahan di kelas dan buku bacaan di perpustakaan.
Metode.
Uraian ini menggunakan metode analisa atas hubungan-hubungan yang
terjadi diantara peristiwa-peristiwa ekonomi. Hubungan ekonomi dibedakan
menjadi dua, yakni:
1. hubungan sebab-akibat (kausalitas), dimana suatu peristiwa menyebabkan
terjadinya peristiwa yang lain, namun kejadian ini tidak dapat berlaku
sebaliknya. Misalnya kenaikan anggaran pertahanan (militer) dari total belanja
APBN suatu negara akan berdampak / berpengaruh pada naiknya kemampuan
pertahanan negara tersebut.
2. Yang kedua adalah hubungan fungsional, yaitu hubungan yang saling
pengaruh-mempengaruhi. Misalnya potensi pertumbuhan ekonomi (GDP) akan
berpengaruh terhadap besarnya anggaran pertahanan yang dimiliki oleh suatu
negara, begitu pula sebaliknya dengan adanya anggaran pertahanan yang
besar maka akan berpengaruh pula terhadap potensi pertumbuhan ekonomi
negara tersebut (adanya dual use) walaupun kontribusi pengaruhnya terhadap
pembangunan ekonomi masih belum maksimal/signifikan. Misalnya dalam hal
pengembangan industri stategis pertahanan dalam negeri akan menciptakan
output yang tidak hanya dipakai oleh kalangan militer saja tetapi juga oleh
kalangan sipil (juga dipertimbangkan sebagai market baru) dan dari kegiatan
industri ini akan memiliki rangkaian multiplier effect (efek pengganda dan
beruntun) misalnya bertumbuhkembangnya industri-industri yang terkait dalam
konteks hulu-hilir (defense-related industrial base) karena adanya kebutuhan
3
Universitas Pertahanan
akan industri-industri pendukung bagi industri utama sektor pertahanan.
Kesemua rangkaian aktivitas ekonomi ini (industri utama pertahanan dan
industri-industri pendukungnya) akan berdampak pada pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Hubungan Kausalitas.
Kembali pada fokus judul dari uraian ini, bahwa kemampuan GDP
(Gross Domestic Product) suatu negara akan berpengaruh terhadap /
mempengaruhi kapasitas pengelolaan pertahanan negara tersebut. Sementara
itu, yang dimaksud dengan kemampuan GDP adalah kemampuan suatu negara
untuk dapat secara konsisten (stabil) menciptakan pertumbuhan ekonomi
nasional (GDP) disamping sekedar kemampuannya dalam mengalokasikan
anggaran untuk sektor pertahanan. Karena dalam ilmu ekonomi, dikenal
istilah/terminologi adanya kondisi/keadaan kekal yang disebut keterbatasan /
kelangkaan sumber daya (scarcity) sementara kebutuhan yang selalu
diasumsikan sangat banyak dan tidak terbatas sehingga berapapun dana ingin
yang dianggarkan untuk sektor pertahanan pasti juga akan berbenturan dengan
adanya pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di sektor yang
lain. Jadi satu-satunya cara yang harus dilakukan adalah pemerintah harus
mampu memperbesar kapasitas produksi perekonomian nasional karena
dengan itu akan meningkatkan porsi anggaran yang dapat dialokasikan untuk
pembangunan di semua sektor, karena kue pembangunan akan semakin besar
karena semakin meningkatnya pendapatan pemerintah (dari pajak maupun non
pajak) yang bersumber dari kegiatan perekonomian nasional secara agregat.
Sebagai contoh, penulis akan mengupas kasus untuk Indonesia,
berdasarkan data BPS tentang pertumbuhan ekonomi 2013, Indonesia
mengalami pertumbuhan ekonomi agregat sebesar 5,78% dengan total nilai
GDP sebesar 9.084 Triliun rupiah. Bila dilihat dari berbagai kategori, misalnya;
laju dan sumber pertumbuhan PDB, laju pertumbuhan per sektor ekonomi, laju
pertumbuhan dan struktur PDB menurut lapangan usaha, adapun tiga sektor
ekonomi yang secara rata-rata kumulatif (dalam berbagai penilaian kategorial)
4
Universitas Pertahanan
mengalami pertumbuhan terbesar yakni sektor pengangkutan dan komunikasi,
kedua, sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan sebesar 7,56% dan
ketiga, sektor konstruksi. Dari sektor-sektor tersebut, dapat dilihat bahwa sektor
pegangkutan dan komunikasi dan sektor konstruksi sangat berkaitan dengan
sektor pertahanan dalam arti adanya kemungkinan dual use, dimana
investasi/pembangunan di sektor-sektor tersebut, manfaatnya dapat digunakan
untuk kepentingan militer maupun kepentingan sipil (civilian use). Sektorsektor tersebut berkaitan dengan saarana-prasrana transportasi / fasilitas
umum-publik, infrastruktur baik dalam hal komunikasi maupun transportasi.
Strategi
implementasi
pembangunan
yang
diperlukan
adalah
adanya
penetapan skala prioritas bidang-bidang mana yang sangat dibutuhkan dan
bernilai strategis untuk dibangun terlebih dahulu, kemudian perlu adanya sinergi
dan koordinasi diantara sektor-sektor yang terlibat dalam kepentingan dual use
tersebut.
Sedangkan total anggaran sektor pertahanan adalah sebesar sekitar 95
triliun sehingga apabila dihitung akan diperoleh angka rasio/persentase
anggaran pertahanan sekitar 0,9% dari total GDP.
Apabila pemerintah menginginkan untuk memiliki anggaran sektor
pertahanan yang lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya, baik dari segi
besaran nominal anggaran maupun angka persentase anggaran dari APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), maka yang harus dilakukan
pemerintah
adalah
dengan
menggenjot
pertumbuhan
ekonomi
atau
meningkatkan kemampuan perekonomian agregat (GDP). Hal ini dikarenakan
dengan meningkatknya GDP maka pendapatan pemerintah baik dari sektor
pajak maupun non pajak akan meningkat sehingga besaran APBN juga dapat
ditingkatkan. Dengan porsi APBN yang mengalami pertumbuhan signifikan dari
tahun ke tahun akan meningkatkan pula porsi/bagian dari total anggaran yang
dapat dialokasikan untuk sektor pertahanan, tanpa harus mengorbankan porsi
anggaran dari sektor-sektor pembangunan lainnya. Namun, hali ini tidak dapat
terjadi sebaliknya bahwa kapasitas pengelolaan pertahanan suatu negara akan
berpengaruh terhadap seberapa besar kemampuan GDP yang dapat dihasilkan
oleh negara tersebut. Karena pada umumnya besarnya kemampuan GDP
5
Universitas Pertahanan
suatu negara hanya dapat ditingkatkan melalui peningkatan kapasitas produksi
perekonomian secara nasional yakni dengan cara meningkatkan produktivitas
(productivity), daya saing (competitiveness), efektivitas (effectiveness),
efisiensi (efficiency) dan nilai tambah ekonomi (economic value added)
dalam produksi nasionalnya.
Hubungan Fungsional.
Kebutuhan akan pertahanan masuk dalam kategori barang publik atau
kebutuhan publik, hal ini berarti bahwa fasilitas-fasilitas / infrastruktur atau
sarana dan prasarana yang dibangun dari anggaran pertahanan tidak hanya
diperuntukan bagi kepentingan dan penggunaan oleh militer saja, tetapi juga
dapat dimanfaatkan oleh publik / masyarakat sipil (civilian use). Hal ini dikenal
dengan istilah dual use. Begitu pula dalam upaya pembangunannya, tidak
hanya melibatkan / menjadi tanggung jawab sektor pertahanan (militer) saja
tetapi juga melibatkan peran dari masyarakat sipil yang terdiri dari dunia usaha
(firms), rumah tangga (households), maupun Pemerintah Pusat/Daerah
(governments) karena dalam sistem perekonomian nasional dalam upaya
menciptakan
GDP/output
nasional,
ketiga
sektor
tersebutlah
yang
menggerakkan pembangunan perekonomian secara agregat.
Kembali lagi pada data statistik BPS tahun 2013 yang menyatakan tiga
sektor utama yang berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, maka penulis
berpendapat bahwa dua sektor yakni sektor pengangkutan (transportasi) dan
komunikasi serta sektor konstruksi dapat digalakkan/digenjot pembangunannya
karena kedua sektor ini sangat berkaitan /saling melengkapi sebagai sarana
dan prasarana/infrastruktur pertahanan wilayah. Walaupun pembangunan
infrastruktur tersebut pada umumnya/kesehariannya digunakan oleh kalangan
sipil / masyarakat umum, tetapi pada kondisi-kondisi tertentu (pada saat
disinyalir adanya ancaman) sarana dan prasarana tersebut dapat pula
digunakan oleh kalangan militer untuk kepentingan pertahanan negara. (dual
use oleh sipil bagi militer)
6
Universitas Pertahanan
Sebaliknya apabila kita mencari contoh adanya dual use oleh militer
bagi sipil, dapat dilihat
dari dinamika perkembangan industri strategis
pertahanan, dimana produk-produk yang dihasilkan oleh sektor manufaktur
industri strategis pertahanan tidak hanya diperuntukan penggunaan pasarnya
bagi kalangan militer saja tetapi juga bagi pasar sipil/kalangan umum. Contoh
lain adalah fasilitas-fasilitas / infrastruktur yang telah dibangun dari anggaran
sektor pertahanan (misalnya lapangan udara), dalam kondisi damai/tidak
perang dapat pula digunakan untuk kalangan umum/sipil yang semuanya ini
turut berkontribusi bagi jalannya kegiatan perekonomian.
Kesimpulan.
Sebagaimana yang dikenal dan dipahami dalam konsep pembangunan
ekonomi suatu negara, maka syarat (tolok ukur) ketiga yang harus dipenuhi
adalah adanya konsistensi/stabilitas (kondisi stabil) dalam pertumbuhan dan
pemerataan (syarat/tolok ukur pertama dan kedua). Pertumbuhan disini yang
dimaksud adalah pertumbuhan output nasional / GDP. Dengan adanya
pertumbuhan kapasitas GDP suatu negara secara konsisten maka kapasitas
anggaran belanja negara tersebut juga akan semakin besar.
Pembangunan kekuatan dan kapasitas pengelolaan pertahanan suatu
negara akan sangat ditentukan oleh seberapa besar kemampuan sebuah
negara dalam “berproduksi secara agregat”. Artinya bahwa kapasitas
pertahanan negara tidak dapat hanya dilihat dari seberapa besar anggaran
APBN yang dialokasikan untuk sektor pertahanan, tetapi yang terpenting
adalah bagaimana kemampuan negara untuk bisa memperbesar APBN-nya
melalui
peningkatan
aktivitas
ekonomi
/
produksi
/
output
secara
nasional/agregat. Produksi / output nasional yang dimaksud meliputi semua
output barang dan jasa secara kumulatif. Memang secara rasional, dengan
semakin besarnya kemampuan GDP (Gross Domestic Product) suatu negara,
dalam hal ini, kasus Indonesia maka akan memberikan leverage effect / efek
daya ungkit terhadap kemampuan negara dalam membiayai, memelihara dan
membangun kapasitas pertahanan Indonesia. Jadi bukan semata-semata
7
Universitas Pertahanan
bergantung
pada
seberapa
besar/persentase
dari APBN
yang
dapat
dialokasikan untuk sektor pertahanan. Yang terpenting adalah bagaimana
kemampuan pemerintah Indonesia untuk dapat menciptakan output nasional
(produksi secara agregat) yang jauh lebih besar sehingga kapasitas APBN akan
semakin besar pula / leluasa dalam membiayai pembangunan termasuk di
dalamnya pembangunan sektor pertahanan negara.
By: Arijo Hadi SE, M.Si. (November 16th, 2014)
Defense Economics, Faculty Of Defense Management
Indonesia Defense University(IDU)
8
Universitas Pertahanan
9
Universitas Pertahanan
10
Universitas Pertahanan
dan Kapasitas Pengelolaan Pertahanan Suatu Negara
Pengantar.
Intisari yang ingin disampaikan dalam tulisan ini adalah bahwa
kemampuan (kapasitas) yang dimiliki sebuah negara dalam mengelola
kekuatan pertahanannya sangat dipengaruhi kemampuan negara tersebut
secara agregat untuk dapat menciptakan skala produksi nasional agregat
(GDP) yang besar. Semakin besarnya GDP (Gross Domestic Product) suatu
negara dapat bertumbuh dari tahun ke tahun, semakin besar pula potensi
leverage atau daya dukung perekonomian negara tersebut dalam membangun
dan mendongkrak kapasitas pengelolaan pertahanan negaranya karena negara
tersebut mampu membiayai anggaran pertahanan dengan proporsi yang
semakin besar.
Setiap negara pada umumnya dihadapkan pada keharusan dan adanya
suatu kebutuhan untuk memiliki sistem pertahanan negara yang baik dan
memadai. Mengapa demikian? Karena pertahanan negara akan membantu
negara tersebut dalam melindungi dan mempertahankan semua kepentingan
nasionalnya dari potensi ancaman, baik yang datang dari dalam maupun dari
luar. Secara idealnya, sebuah negara dikatakan akan mampu menjaga
kepentingan nasionalnya apabila anggaran pertahanan yang dimiliki berada
pada kisaran 1,5% dari total GDP (Gross Domestic Product) / PDB (Produk
Domestik Bruto) negara tersebut. (Edy Prasetyono, Satu Harapan.com, 20
Agustus 2014) Artinya bahwa kondisi di Indonesia sekarang ini, yang mana
anggaran pertahanannya masih berada di kisaran 0,8-0,9% dari PDB (Produk
Domestik Bruto) menjadi indikator bahwa kemampuan/kapasitas dalam
mengelola pertahanan dapat dikatakan belum memadai. Untuk daapt menjaga
kepentingan nasional, anggaran pertahanan sebuah negara harus dapat
melebihi porsi 1,5% dari total GDP. Indonesia saat ini (2014) memiliki anggaran
pertahanan sekitar 95 triliun rupiah dan total GDP Indonesia (2014) sekitar
10.000 Triliun rupiah. Dapat dihitung bahwa rasio/persentase anggaran
1
Universitas Pertahanan
pertahanan adalah sebesar 0,92%. (masih dibawah 1,5% dari standar yang
berlaku secara internasional). Adapun anggaran Kementerian Pertahanan
sebesar 95 triliun rupiah, dialokasikan antara lain untuk digunakan melanjutkan
kekuatan dasar atau Minimum Essential Forces (MEF), meningkatkan upaya
pemeliharaan dan perawatan melalui peningkatan peran industri pertahanan
dalam negeri, baik produksi alutsista (alat utama sistem persenjataan) maupun
pemeliharaannya. Standar anggaran pertahanan negara yang mampu menjaga
wilayah dan mendukung pemenuhan kepentingan nasional, baik di sektor
ekonomi, bargaining, perdagangan, diplomasi, berada di angka dua hingga tiga
persen dari PDB. (Edy Prasetyono, Satu Harapan.com, 20 Agustus 2014) Ratarata, negara yang punya kekuatan pertahanan andal memiliki anggaran
pertahanan dua hingga tiga persen. Jadi angka 1,5 persen dari PDB
merupakan angka realistis dengan upaya peningkatan secara bertahap.
Pengamanan aset strategis dan sumber daya yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia membutuhkan biaya yang sangat besar, misalnya sumber daya yang
tersebar di lautan Indonesia yang mencapai luas 5 juta kilometer persegi.
Menurut pendapat seorang ahli strategi pertahanan, Edy Praseytono,
beliau mengungkapkan bahwa dengan kondisi Indonesia sebagai sebuah
negara yang besar dengan jumlah penduduk sekitar 245 juta dan wilayah
geografis yang luas pula, ke depannya angka ideal yang diperlukan untuk
anggaran pertahanan adalah sekitar 200 triliun rupiah per tahun. Hal ini karena
melihat kondisi saat ini dimana anggaran yang ada saat ini tidak akan cukup
apabila dicurahkan untuk menjaga dan melindungi wilayah kelautan saja,
apalagi
mencakup
wilayah
seluruh
Indonesia.
(Edy prasetyono,
Satu
harapan.com, 14 Mei 2014). Dari sini dapat dilihat bahwa permasalahan yang
dihadapi terkait dengan anggaran pertahanan, tidak saja terletak pada besaran
angkanya saja, tetapi lebih pada aspek manajemen/pengelolaan anggaran
yang tepat sasaran sehingga anggaran pertahanan dapat disalurkan secara
efektif dan efisien. Terkait dengan pengelolan anggaran maka yang harus
dilakukan oleh para petinggi sektor pertahanan adalah menetapkan skala
prioritas dalam menentukan pilihan program-program mana yang seharusnya
2
Universitas Pertahanan
dikerjakan terlebih dahulu mengingat adanya kelangkaan dan keterbatasan
sumber daya / anggaran.
Pendekatan.
Uraian ini ditulis dengan menggunakan pendekatan empiris yakni
berdasarkan data-data statistik dari BPS dan informasi-informasi yang diperoleh
dari perkuliahan di kelas dan buku bacaan di perpustakaan.
Metode.
Uraian ini menggunakan metode analisa atas hubungan-hubungan yang
terjadi diantara peristiwa-peristiwa ekonomi. Hubungan ekonomi dibedakan
menjadi dua, yakni:
1. hubungan sebab-akibat (kausalitas), dimana suatu peristiwa menyebabkan
terjadinya peristiwa yang lain, namun kejadian ini tidak dapat berlaku
sebaliknya. Misalnya kenaikan anggaran pertahanan (militer) dari total belanja
APBN suatu negara akan berdampak / berpengaruh pada naiknya kemampuan
pertahanan negara tersebut.
2. Yang kedua adalah hubungan fungsional, yaitu hubungan yang saling
pengaruh-mempengaruhi. Misalnya potensi pertumbuhan ekonomi (GDP) akan
berpengaruh terhadap besarnya anggaran pertahanan yang dimiliki oleh suatu
negara, begitu pula sebaliknya dengan adanya anggaran pertahanan yang
besar maka akan berpengaruh pula terhadap potensi pertumbuhan ekonomi
negara tersebut (adanya dual use) walaupun kontribusi pengaruhnya terhadap
pembangunan ekonomi masih belum maksimal/signifikan. Misalnya dalam hal
pengembangan industri stategis pertahanan dalam negeri akan menciptakan
output yang tidak hanya dipakai oleh kalangan militer saja tetapi juga oleh
kalangan sipil (juga dipertimbangkan sebagai market baru) dan dari kegiatan
industri ini akan memiliki rangkaian multiplier effect (efek pengganda dan
beruntun) misalnya bertumbuhkembangnya industri-industri yang terkait dalam
konteks hulu-hilir (defense-related industrial base) karena adanya kebutuhan
3
Universitas Pertahanan
akan industri-industri pendukung bagi industri utama sektor pertahanan.
Kesemua rangkaian aktivitas ekonomi ini (industri utama pertahanan dan
industri-industri pendukungnya) akan berdampak pada pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Hubungan Kausalitas.
Kembali pada fokus judul dari uraian ini, bahwa kemampuan GDP
(Gross Domestic Product) suatu negara akan berpengaruh terhadap /
mempengaruhi kapasitas pengelolaan pertahanan negara tersebut. Sementara
itu, yang dimaksud dengan kemampuan GDP adalah kemampuan suatu negara
untuk dapat secara konsisten (stabil) menciptakan pertumbuhan ekonomi
nasional (GDP) disamping sekedar kemampuannya dalam mengalokasikan
anggaran untuk sektor pertahanan. Karena dalam ilmu ekonomi, dikenal
istilah/terminologi adanya kondisi/keadaan kekal yang disebut keterbatasan /
kelangkaan sumber daya (scarcity) sementara kebutuhan yang selalu
diasumsikan sangat banyak dan tidak terbatas sehingga berapapun dana ingin
yang dianggarkan untuk sektor pertahanan pasti juga akan berbenturan dengan
adanya pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di sektor yang
lain. Jadi satu-satunya cara yang harus dilakukan adalah pemerintah harus
mampu memperbesar kapasitas produksi perekonomian nasional karena
dengan itu akan meningkatkan porsi anggaran yang dapat dialokasikan untuk
pembangunan di semua sektor, karena kue pembangunan akan semakin besar
karena semakin meningkatnya pendapatan pemerintah (dari pajak maupun non
pajak) yang bersumber dari kegiatan perekonomian nasional secara agregat.
Sebagai contoh, penulis akan mengupas kasus untuk Indonesia,
berdasarkan data BPS tentang pertumbuhan ekonomi 2013, Indonesia
mengalami pertumbuhan ekonomi agregat sebesar 5,78% dengan total nilai
GDP sebesar 9.084 Triliun rupiah. Bila dilihat dari berbagai kategori, misalnya;
laju dan sumber pertumbuhan PDB, laju pertumbuhan per sektor ekonomi, laju
pertumbuhan dan struktur PDB menurut lapangan usaha, adapun tiga sektor
ekonomi yang secara rata-rata kumulatif (dalam berbagai penilaian kategorial)
4
Universitas Pertahanan
mengalami pertumbuhan terbesar yakni sektor pengangkutan dan komunikasi,
kedua, sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan sebesar 7,56% dan
ketiga, sektor konstruksi. Dari sektor-sektor tersebut, dapat dilihat bahwa sektor
pegangkutan dan komunikasi dan sektor konstruksi sangat berkaitan dengan
sektor pertahanan dalam arti adanya kemungkinan dual use, dimana
investasi/pembangunan di sektor-sektor tersebut, manfaatnya dapat digunakan
untuk kepentingan militer maupun kepentingan sipil (civilian use). Sektorsektor tersebut berkaitan dengan saarana-prasrana transportasi / fasilitas
umum-publik, infrastruktur baik dalam hal komunikasi maupun transportasi.
Strategi
implementasi
pembangunan
yang
diperlukan
adalah
adanya
penetapan skala prioritas bidang-bidang mana yang sangat dibutuhkan dan
bernilai strategis untuk dibangun terlebih dahulu, kemudian perlu adanya sinergi
dan koordinasi diantara sektor-sektor yang terlibat dalam kepentingan dual use
tersebut.
Sedangkan total anggaran sektor pertahanan adalah sebesar sekitar 95
triliun sehingga apabila dihitung akan diperoleh angka rasio/persentase
anggaran pertahanan sekitar 0,9% dari total GDP.
Apabila pemerintah menginginkan untuk memiliki anggaran sektor
pertahanan yang lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya, baik dari segi
besaran nominal anggaran maupun angka persentase anggaran dari APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), maka yang harus dilakukan
pemerintah
adalah
dengan
menggenjot
pertumbuhan
ekonomi
atau
meningkatkan kemampuan perekonomian agregat (GDP). Hal ini dikarenakan
dengan meningkatknya GDP maka pendapatan pemerintah baik dari sektor
pajak maupun non pajak akan meningkat sehingga besaran APBN juga dapat
ditingkatkan. Dengan porsi APBN yang mengalami pertumbuhan signifikan dari
tahun ke tahun akan meningkatkan pula porsi/bagian dari total anggaran yang
dapat dialokasikan untuk sektor pertahanan, tanpa harus mengorbankan porsi
anggaran dari sektor-sektor pembangunan lainnya. Namun, hali ini tidak dapat
terjadi sebaliknya bahwa kapasitas pengelolaan pertahanan suatu negara akan
berpengaruh terhadap seberapa besar kemampuan GDP yang dapat dihasilkan
oleh negara tersebut. Karena pada umumnya besarnya kemampuan GDP
5
Universitas Pertahanan
suatu negara hanya dapat ditingkatkan melalui peningkatan kapasitas produksi
perekonomian secara nasional yakni dengan cara meningkatkan produktivitas
(productivity), daya saing (competitiveness), efektivitas (effectiveness),
efisiensi (efficiency) dan nilai tambah ekonomi (economic value added)
dalam produksi nasionalnya.
Hubungan Fungsional.
Kebutuhan akan pertahanan masuk dalam kategori barang publik atau
kebutuhan publik, hal ini berarti bahwa fasilitas-fasilitas / infrastruktur atau
sarana dan prasarana yang dibangun dari anggaran pertahanan tidak hanya
diperuntukan bagi kepentingan dan penggunaan oleh militer saja, tetapi juga
dapat dimanfaatkan oleh publik / masyarakat sipil (civilian use). Hal ini dikenal
dengan istilah dual use. Begitu pula dalam upaya pembangunannya, tidak
hanya melibatkan / menjadi tanggung jawab sektor pertahanan (militer) saja
tetapi juga melibatkan peran dari masyarakat sipil yang terdiri dari dunia usaha
(firms), rumah tangga (households), maupun Pemerintah Pusat/Daerah
(governments) karena dalam sistem perekonomian nasional dalam upaya
menciptakan
GDP/output
nasional,
ketiga
sektor
tersebutlah
yang
menggerakkan pembangunan perekonomian secara agregat.
Kembali lagi pada data statistik BPS tahun 2013 yang menyatakan tiga
sektor utama yang berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, maka penulis
berpendapat bahwa dua sektor yakni sektor pengangkutan (transportasi) dan
komunikasi serta sektor konstruksi dapat digalakkan/digenjot pembangunannya
karena kedua sektor ini sangat berkaitan /saling melengkapi sebagai sarana
dan prasarana/infrastruktur pertahanan wilayah. Walaupun pembangunan
infrastruktur tersebut pada umumnya/kesehariannya digunakan oleh kalangan
sipil / masyarakat umum, tetapi pada kondisi-kondisi tertentu (pada saat
disinyalir adanya ancaman) sarana dan prasarana tersebut dapat pula
digunakan oleh kalangan militer untuk kepentingan pertahanan negara. (dual
use oleh sipil bagi militer)
6
Universitas Pertahanan
Sebaliknya apabila kita mencari contoh adanya dual use oleh militer
bagi sipil, dapat dilihat
dari dinamika perkembangan industri strategis
pertahanan, dimana produk-produk yang dihasilkan oleh sektor manufaktur
industri strategis pertahanan tidak hanya diperuntukan penggunaan pasarnya
bagi kalangan militer saja tetapi juga bagi pasar sipil/kalangan umum. Contoh
lain adalah fasilitas-fasilitas / infrastruktur yang telah dibangun dari anggaran
sektor pertahanan (misalnya lapangan udara), dalam kondisi damai/tidak
perang dapat pula digunakan untuk kalangan umum/sipil yang semuanya ini
turut berkontribusi bagi jalannya kegiatan perekonomian.
Kesimpulan.
Sebagaimana yang dikenal dan dipahami dalam konsep pembangunan
ekonomi suatu negara, maka syarat (tolok ukur) ketiga yang harus dipenuhi
adalah adanya konsistensi/stabilitas (kondisi stabil) dalam pertumbuhan dan
pemerataan (syarat/tolok ukur pertama dan kedua). Pertumbuhan disini yang
dimaksud adalah pertumbuhan output nasional / GDP. Dengan adanya
pertumbuhan kapasitas GDP suatu negara secara konsisten maka kapasitas
anggaran belanja negara tersebut juga akan semakin besar.
Pembangunan kekuatan dan kapasitas pengelolaan pertahanan suatu
negara akan sangat ditentukan oleh seberapa besar kemampuan sebuah
negara dalam “berproduksi secara agregat”. Artinya bahwa kapasitas
pertahanan negara tidak dapat hanya dilihat dari seberapa besar anggaran
APBN yang dialokasikan untuk sektor pertahanan, tetapi yang terpenting
adalah bagaimana kemampuan negara untuk bisa memperbesar APBN-nya
melalui
peningkatan
aktivitas
ekonomi
/
produksi
/
output
secara
nasional/agregat. Produksi / output nasional yang dimaksud meliputi semua
output barang dan jasa secara kumulatif. Memang secara rasional, dengan
semakin besarnya kemampuan GDP (Gross Domestic Product) suatu negara,
dalam hal ini, kasus Indonesia maka akan memberikan leverage effect / efek
daya ungkit terhadap kemampuan negara dalam membiayai, memelihara dan
membangun kapasitas pertahanan Indonesia. Jadi bukan semata-semata
7
Universitas Pertahanan
bergantung
pada
seberapa
besar/persentase
dari APBN
yang
dapat
dialokasikan untuk sektor pertahanan. Yang terpenting adalah bagaimana
kemampuan pemerintah Indonesia untuk dapat menciptakan output nasional
(produksi secara agregat) yang jauh lebih besar sehingga kapasitas APBN akan
semakin besar pula / leluasa dalam membiayai pembangunan termasuk di
dalamnya pembangunan sektor pertahanan negara.
By: Arijo Hadi SE, M.Si. (November 16th, 2014)
Defense Economics, Faculty Of Defense Management
Indonesia Defense University(IDU)
8
Universitas Pertahanan
9
Universitas Pertahanan
10
Universitas Pertahanan