ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA PASCA STROKE DENGAN HAMBATAN MOBILITAS FISIK DI PANTI WERDHA MAJAPAHIT MOJOKERTO

  ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA PASCA STROKE DENGAN HAMBATAN MOBILITAS FISIK DI PANTI WERDHA MAJAPAHIT MOJOKERTO Muhlisol Lahudin

  Subject: lansia, pasca stroke, hambatan mobilitas fisik

  

Description

  Menurut pandangan dari segi fisioterapi, penderita pasca stroke akan mengalami gangguan atau keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari

  • –hari (AKS), aktivitas perawatan diri (APD) serta kemampuan untuk ambulasi. Tujuan penelitian ini untuk melaksanakan asuhan keperawatan klien lansia pasca stroke dengan hambatan mobilitas fisik di UPT. Panti Werdha Majapahit Mojokerto.

  Penelitian ini menggunakan metode studi kasus untuk mengeksplorasi masalah Asuhan Keperawatan Lansia pasca stroke dengan hambatan mobilitas fisik di UPT. Panthi Werdha Mojokerto. Rencana asuhan keperawatan untuk hambatan mobilitas fisik yaitu dengan latihan ROM (Range Of Motion) dan evaluasi skala ADL (Activiti Daily Living). Kriteria hasil yang diharapkan adalah pasien dapat meningkat dalam aktivitas fisik dengan mandiri sesuai kemampuan. Jumlah partisipan 2 (dua) lansia pasca stroke dengan hambatan mobilitas fisik dan dirawat di UPT. Panti Werda Mojokerto. Pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Selanjutnya dilakukan analisa data, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan.

  Hasil penelitian tanda dan gejala penyakit stroke yang dialami kedua partisipan sama. Partisipan 1 mengalami hemiparesis sebelah kanan tubuh dan partisipan 2 mengalami hemiparesis sebelah kiri tubuh yaitu kedua partisipan mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan. Kedua partisipan bedresh di tempat tidur dan keduanya beraktivitas menggunakan kursi roda. Kedua partisipan mempunyai masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik. Awal perencanaan tindakan pada partisipan 1 dan 2 samadan intervensi dilanjutkan. Tindakan hari pertama pada pasien 1 dan 2 sama dan pada hari kedua masalah belum teratasi intervensi dilanjutkan. Hasil perawatan antara partisipan 1 dengan partisipan 2 sama masalah yang terjadi belum teratasi, sehingga intervensi dilanjutkan.

  Saran bagi perawat khususnya yang memberikan asuhan keperawatan pada lansia pasca stroke sebaiknya melakukan latihan rentan gerak (ROM) secara terprogram, bertahap, serta bila perlu berkonsultasi pada ahli fisioterapi. Kata Kunci: Lansia, pasca stroke, hambatan mobilitas fisik

  

Abstract

According to point view of physiotherapy, clients post-stroke will

experience interference or limitations in performing activities of daily living, self-

  

implement the nursing care of post-stroke elderly with physical mobility limitation

in UPT. Panti Werdha Majapahit Mojokerto.

  This research using case study method to explore nursing care of post-

stroke elderly with physical mobility limitation in UPT. Panthi Werdha

Mojokerto. The nursing care plan for impaired physical mobility was the ROM

criteria of result that expected was patients could increase in physical activity by

self according to ability. The number of participants were two (2) elderly people

of post-stroke client with impaired physical mobility and treated in UPT. Panti

Werda Mojokerto. Collecting data through interviews, observation, and

documentation. Furthermore, it was done data analysis, data reduction, data

presentation, and conclusion.

  The results of assessment, signs and symptoms of both participants were

similar. The first participant had hemiparesis on right side of body and the second

participants had hemiparesis on left of body. The clients can increase ADL

(activity daily living) by self according to ability. Both of participants rest in bed

and the move using wheel chair. Both participants had a nursing problem of

impaired physical mobility. Early planning of action to participants 1 and 2 was

continued intervention. On the second day the problem was not resolved,

intervention continued. Results of treatment on both participants were the same,

the nursing problem as not resolved, so intervention of nursing is to be continued.

  Suggestions for nurses in particular are on the nursing care of the elderly

of post-stroke should do range of motion (ROM) programmed, gradually, and if

necessary do consultation to physiotherapist. Keywords: Elderly, post-stroke, physical mobility limitation

  Contributor : 1. Dwihariani Puspitaningsih, M.Kep

  2. Yudha Laga H. K. M, Kes Date : 17 Desember 2016 Type material : Laporan penelitian Identifier : - Right : Open Documant Summarry :

  Latar belakang

  Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global . Penyakit tidak menular (PTM) adalah penyakit yang terjadi pada pembuluh darah, akibatnya bisa bermacam-macam, salah satunya darah tinggi

  

(hipertensi) , jika tidak tertanggulangi dan berlanjut akan sampai pada

  komplikasinya yaitu penyakitstroke. Penyakit tidak menular (PTM) ini cenderung lebih banyak menyerang pada usia lanjut karena berhubungan dengan proses penuaan dan penyakit degeneratif (Kemenkes, 2012).

  Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO(World Health Organization) pada tahun2011, kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular (penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi dan stroke) 38,5%, kanker (34%), penyakit kronis lainnya (10,3%). Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak

  Menurut Riset Kesehatan Dasar Republik Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan pada kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian maupun kecacatan, angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun), 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23.5% (umur >65 tahun) (Riskesdas RI, 2013). Penyakit tidak menular di Jawa Timur diperkirakan pada tahun 2020 sebesar 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke dan 23% terjadi pada kelompok lansia (Kesmenkes RI, 2013). Berdasarkan studi pendahuluan di UPT. Panti Werdha Majapahit Mojokerto pada tanggal 08 juni 2016 didapatkan angka kejadian lansia pasca stroke ada 5 pasien dalam satu tahun terakhir pada tahun 2015.

  Stroke pada kelompok lansia terjadi terutama karena faktor degeneratif

  yaitu penebalan dinding pembuluh darah, sehingga menjadikannya mengeras dan menyempit (arterioklerosis) yang dapat menyebabkan sumbatan (emboli). Hal ini juga memungkinkan terjadi pecahnya pembuluh darah karena penyampitan pembuluh darah menyebabkan jantung memompa darah lebih cepat. Secara umum kurangnya aliran darah dan oksigen menyababkan serangkaian reaksi biokima, yang dapat merusakan atau mematikan sel-sel saraf di otak (Nurarif & Kusuma, 2015).

  Menurut pandangan dari segi fisioterapi penderita pasca stroke akan mengalami gangguan atau keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari

  • –hari (AKS), aktivitas perawatan diri (APD) dan kemampuan untuk transfer dan ambulasi. Selain itu penderita stroke ini juga potensial mengalami permasalahan seperti kekakuan pada persendian, menurunya kapasitas paru dan terjadinya ulkus (luka terbuka) tekan. Oleh karena itu upaya untuk mengurangi dampak dari stroke maka sebagai seorang perawat harus memberikan intervensi yang tepat agar dapat menghambat terjadinya ketergantungan fisik total, Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah terapi latihan gerak aktif dan pasif (ROM), positioning,

  

breathing exercise, teknik stimulasi, dan latihan aktifitas. Latihan ini berguna

  untuk mengembalikan kemampuan gerak dan fungsional, untuk memanfaatkan semaksimal mungkin kapasitas sel-sel otak yang masih sehat diperlukan latihan- latihan yang pada hakikatnya merupakan proses (Pudjiastuti & Utomo, 2003), serta untuk mempertahankan kemandirian lansia terutama aktivitas hidup sehari- hari, sehingga lansia dapat hidup sehat dan berguna, yang perlu ditambahkan yaitu adanya terapi TAKS (Terapi Aktivitas Kelompok Sosial) sehingga rasa kebersamaan dan kekeluargaan terbina dan memodifikasi fasilitas yang ada dengan pengaman (pagar untuk pegangan) agar lansia terhindar dari bahaya terjatuh (Kusuma, 2010). Maka dengan dilaksanakannya asuhan keperawatan gerontik diatas saya tertarik untuk memberikan perawatan kesehatan kepada lansia

  

pasca stroke dengan hambatan mobilitas fisik di UPT. Panti Werdha Majapahit

  Metodologi

  Desain penelitian ini adalah studi kasus. Jumlah partisipan 2 (dua) orang, dengan kriteria yangdiambil pada partisipasi studi kasus ini adalah lansia pasca

  

stroke dengan hambatan mobilitas fisik dan dirawat di UPT. Panti Werda

Mojokerto. Pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.

  Hasil dan pembahasan 1.

Pengkajian

  Berdasarkan pengkajian pada tanggal 23 juli 2016, klien 1 mengatakan tinggal di panti mulai 4 tahun yang lalu (2012). Pada tahun 2015 klien 1 sepulang jalan-jalan dari pasar berbelanja makanan, setibanya di panti klien 1 terpleset dan jatuh di gerbang panti, klien mengeluh pusing kepalanya dan separo badan sebelah kanan klien tidak bisa digerakan. Setelah saat itu klien dipindahkan di asrama 5 sampai sekarang, sebelumnya klien tinggal di asrama 1, klien tidak memiliki keluhan seperti sekarang ini. Klien memiliki riwayat hipertensi, saat pengkajian klien mengeluh sakit pada bahu tangan kanannya serta kaku dan kaki kanannya tidak bisa digerakan. Pada klien 2 berumur 53 tahun, klien tinggal di panti mulai 7 tahun yang lalu (2009). Pada tahun 2012 waktu jalan

  • –jalan pagi di panti klien terjatuh dan pasien mengeluh pusing serta anggota badannya sebelah kiri tidak bisa digerakan. Setelah itu klien dipindahkan di asrama 6 sampai sekarang, sebelumnya klien tinggal di asrama 1, klien tidak memiliki keluhan seperti saat ini. Klien memiliki riwayat hipertensi, saat pengkajian klien mengeluh kaku pada tangan dan kaki kirinya serta tidak bisa digerakan.

  Saat dilakukan pemeriksaan fisik, klien 1 bedresh di tempat tidur, klien beraktivitas jika ada mahasiswa praktek, klien beraktivitas dengan bantuan mahasiswa pada pagi hari sewaktu berjemur dengan menggunakan kursi roda panti, tanda-tanda vital; tekanan darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36 C; respiratori rate (RR): 20x/menit, saat dilakukan pemeriksaan tonos otot pada anggota ekstremitas sebelah kiri dengan nilai 5 yaitu kekuatan penuh (tidak ada kelumpuhan/kekakuan), dan ekstremitas sebelah kanan dengan nilai 1 yaitu anggota ekstremitas sebelah kanan klien terdapat sedikit kontraksi otot dan jika ditekan masih terasa. Pemeriksaan reflek menggunakan alat hammer; bisep: terdapat respon pada kedua tangan, trisep: terdapat respon pada tangan kiri, dan tidak ada respon pada tangan kanan, patella: terdapat respon pada kedua patella, reflek babinski: ekstensi pada kaki kanan saat dilakukan pemeriksaan dengan skala ADL nilai 55 yaitu ketergantungan penuh.

  Pada klien 2 bedresh di tempat tidur, klien beraktivitas jika ada mahasiswa praktek, klien beraktivitas dengan bantuan mahasiswa pada pagi hari sewaktu berjemur dengan menggunakan kursi roda panti, tanda-tanda vital; tekanan darah: 100/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36 C; respiratori rate (RR): 18x/menit, saat di lakukan pemeriksaan tonos otot pada anggota ekstremitas sebelah kanan dengan nilai 5 yaitu kekuatan penuh (tidak ada kelumpuhan/kekakuan), dan ekstremitas sebelah kiri dengan nilai 1 yaitu anggota ekstremitas sebelah kiri klien terdapat sedikit kontraksi otot dan jika ditekan masih terasa. Pemeriksaan reflek menggunakan hammer; bisep: terdapat respon pada kedua tangan, trisep: terdapat respon pada tangan kanan pasien dan tidak ada respon pada tangan kiri, patella: terdapat respon pada patella kanan dan tidak ada respon pada pada patella kiri, reflek babinski: tidak ada respon, skala ADL 55 yaitu pasien mengalami ketergantungan penuh.

  Menurut Mansjoer, Suprohaita, Wardhani, & Setiowulan (2007), Tanda dangejala klien pasca stroke yaitu nyeri kepala, tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan, tiba-tiba hilang rasa peka, gangguan daya ingat, gangguan fungsi otak, bicara pelo, gangguan bicara dan bahasa, gangguan penglihatan, mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai, vertigo, kesadaran menurun, proses kencing terganggu. Berdasarkan tanda dan gejalaklien pasca stroke pada kedua partisipan sesuai dengan teori, yaitu keduanya mengalami pusing dan kelumpuhan/kekakuan separo badan saat kejadian.

  Diagnosa keperawatan yang ditemukan dari kedua klien pasca stroke adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal. Penulis menegakkan diagnosa keperawatan ini karena data yang diperoleh bahwa klien 1 berusia 63 dan klien 2 berusia 53 tahun, jenis kelamin perempuan, kedua lansia tersebut mengalami kekakuan dan kelemahan/kelumpuhan separo badan (hemiparase). Klien 1 mengalami kekakuan dan kelemahan/kelumpuhan separo badan di extremitas sebelah kanan, danpada klien 2 mengalami kekakuan dan kelemahan/kelumpuhan separo badan di extremitas sebelah kiri. Kedua klien bedresh di tempat tidur, klien beraktivitas jika ada mahasiswa praktek, klien beraktivitas dengan bantuan mahasiswa pada pagi hari sewaktu berjemur dengan menggunakan kursi roda panti, saat dilakukan pemeriksaan dengan skala ADL nilai 55 yaitu ketergantungan penuh

  Penyebab penyakit stroke pada lansia yaitu berhubungan dengan penyakit degenerative, dimana tubuh lansia yang mengalami proses penuaan yaitu suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tubuh tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang ada (Maryam & dkk, 2012). Seiring dengan proses menua tubuh lansia tersebut akan mengalami berbagi masalah salah satunya yaitu terjadi perubahan vascular: elastisitas pembuluh darah menurun, dimana lemak dan kolesterol yang terbawa oleh darah akan tertimbun pada dinding pembuluh darah sehingga mengeras dan menyampit yang dapat menyebabkan sumbatan atau pecahnya pembuluh darah (Nurarif & Kusuma, 2015). Tanda dan gejalanya penyakit stroke yaitu nyeri kepala, tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan, tiba-tiba hilang rasa peka, gangguan daya ingat, gangguan fungsi otak, bicara pelo, gangguan bicara dan bahasa, gangguan penglihatan, mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai, vertigo, Wardhani, & Setiowulan, 2007). Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa

  penyebab ataupun tanda dan gejala stroke yang muncul pada kedua klien lansia dengan hambatan mobilitas fisik b/d gangguan musculoskeletal sama yaitu keduanya berhubungan dengan penyakit degeneratif, dimana tubuh kedua lansia secara perlahan-lahan kemempuan jaringan untuk memperbaiki diri mengalami penurunan fungsi, dan kedua klien mengalami kelumpuhan/kekakuan separo badan.

  3. Intervensi Intervensi yang akan dilakukan pada kedua partisipan sama. Intervensi yang pertama kaji kebutuhan pasien terhadap pelayanan kesehatan terdekat terhadap peralatan pengobatan yang tahan lama. Intervensi yang kedua ajarkan dan dukung klien dalam latihan gerak (ROM) aktif dan pasif untuk menurunkan kekakuan sendi dan mempertahankan atau meningkatkan kekuatan serta ketahanan otot. Intervensi ketiga catat memonitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan. Intervensi keempat kolaborasi dengan pihak panti untuk pemberian obat anti hipertesi jika terjadi peningkatan tekanan darah dari batas normal.

  Pada tujuan intervensi klien 1 dan klien 2 sama yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x4 jam selama 3 hari hambatan mobilitas fisik menurun, dengan kriteria hasil spasme otot berkurang, pasien mengerti akan tujuan latihan gerak (ROM), tidak terjadi kekuan otot dan sendi, pasien dapat melatih anggota akstremitas yang kaku secara mandiri, kolaborasi dengan pihak panti untuk pemberian terapi obat anti hipertensi.

  Salah satu program rehabilitasi klien pasca stroke menurut Smeltzer & Bare (2008), dalam Cahyati (2011), yang dilakukan untuk memperbaiki mobilitas pasien pasca stroke adalah latihan. Terapi latihan/exercise berupa latihan range of motion (ROM) merupakan salah satu bentuk latihan yang efektif sebagai program rehabilitasi pada pasien pasca stroke. Latihan ini dapat dilakukan 4 sampai 5 kali dalam sehari.

  Sedangkan menurut Perry & Poter (2006), dalam Cahyati (2011), latihan ROM bisa dilakukan minimal 2X/hari.Terapi latihan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemandirian pasien, mengurangi tingkat ketergantungan pada keluarga, dan meningkatkan harga diri dan mekanisme koping pasien.

  4. Implementasi Hasil pengkajian bahwa klien mengalami hambatan mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal. Implementasi hari pertama pada tanggal 24 juli

  2016, Tindakan pertama mengkaji kebutuhan klien terhadap pelayanan kesehatan terdekat terhadap peralatan pengobatan yang tahan lama: kedua klien mengatakan tidak ada.

  Tindakan kedua mengajarkan dan mendukung klien dalam latihan gerak (ROM) aktif dan pasif untuk menurunkan kekakuan sendi dan mempertahankan atau meningkatkan kekuatan serta ketahanan otot, klien 1 dan 2 ikut berpartisipasi dalam latihan gerak sampai selesai. Klien 1 latihan gerak sendi pada anggota gerak atas fleksi/ekstensi; aduksi/abduksi: klien mengeluh bawah: pinggul fleksi/ekstensi; klien mengeluh sakit pada kaki kanannya yang kaku. Pemeriksaan reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada tangan kiri dan tidak ada respon pada tangan kanan; patella terdapat respon pada kedua kaki; reflek babinski ekstensi pada kaki kanan menggunakan hammer. Klien 2 latihan gerak sendi pada anggota gerak atas fleksi/ekstensi; aduksi/abduksi: klien mengeluh sakit pada tangan kirinya yang kaku, latihan gerak sendi pada anggota gerak bawah: pinggul fleksi/ekstensi; klien mengeluh sakit pada kaki kirinya yang kaku. Pemeriksaan reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada tangan kanan dan tidak ada respon pada tangan kiri; patella terdapat respon pada kanan dan tidak ada respon pada kaki kiri; reflek babinski tidak ada respon. Latihan gerak atau aktifitas ini sangat efektif bagi kedua klien pasca

  

stroke dengan gangguan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

  gangguan musculoskelatal, guna untuk mengembalikan kemampuan gerak dan fungsional, dan meningkatkan semaksimal mungkin kapasitas sel-sel otak yang masih sehat atau utuh.

  Tindakan ketiga mencatat monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon klien saat latihan, sebelum latihan klien 1 tekanan darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36  C; RR: 20x/menit; kaadaan umum klien tampak lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien

  tekanan darah: 140/80 mmHg; nadi:

  sadar penuh; GCS 4/5/6, sesudah latihan;

  80x/menit; suhu: 36 C; respiratori rate: 20x/menit, keadaan umum klien tampak

  lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6. Klien 2 sebelum latihan tekanan darah: 100/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36  C; respiratori rate: 20x/menit; keadaan umum klien tampak lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6, sesudah latihan tekanan darah: 120/80 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36  C; RR: 20x/menit; kaadaan umum klien tampak lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6; hal ini berguna untuk mencegah jika terjadi peningkatan tekanan darah dari batas normal karena sangat berefek untuk kesembuhannya penderita stroke.

  Tindakan keempat mengkolaborasikan dengan pihak panti untuk pemberian obat anti hipertesi pada kedua klien, jika terjadi peningkatan tekanan darah dari batas normal, konsultasikan pada klinik Panti Werdha Majapahit Mojokerto tentang terapi pemberian obat: jika tekanan darah lebih dari 180 mmHg maka oleh pihak Panti Werdha Majapahit Mojokerto di beri obat HCT 1x sehari, jika tekanan darah tinggi di bawah 180 mmHg bisa di beri kaptopril atau nipedipin diberikan 1x sehari.

  Melanjutkan tindakan pada hari kedua tanggal 25 juli 2016, Tindakan terhadap pelayanan kesehatan terdekat terhadap peralatan pengobatan yang tahan lama: kedua klien mengatakan tidak ada.

  Tindakan ketiga mengajarkan dan mendukung klien dalam latihan gerak (ROM) aktif dan pasif untuk menurunkan kekakuan sendi dan mempertahankan atau meningkatkan kekuatan serta ketahanan otot, klien 1 dan sendi pada anggota gerak atas fleksi/ekstensi; aduksi/abduksi: kekakuan pada tangan kanannya mulai menurun, latihan gerak sendi pada anggota gerak bawah: pinggul fleksi/ekstensi; kekakuan pada kaki kanannya mulai menurun. Pemeriksaan reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada tangan kiri dan tidak ada respon pada tangan kanan; patella terdapat respon pada kedua kaki; reflek babinski ekstensi pada kaki kanan saat di lakukan pemeriksaan menggunakan hammer. Klien 2 latihan gerak sendi pada anggota gerak atas fleksi/ekstensi; aduksi/abduksi: klien sudah tidak mengeluh sakit, kekakuan pada tangan kirinya sudah mulai menurun, latihan gerak sendi pada anggota gerak bawah: pinggul fleksi/ekstensi; klien masih mengeluh sakit pada kaki kirinya yang kaku. Pemeriksaan reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada tangan kanan dan tidak ada respon pada tangan kiri; patella terdapat respon pada patella kaki kanan dan tidak ada respon pada kaki kiri; reflek babinski tidak ada respon. Latihan gerak atau aktifitas ini sangat efektif bagi kedua klien pasca stroke dengan gangguan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskelatal, guna untuk mengembalikan kemampuan gerak dan fungsional, dan meningkatkan semaksimal mungkin kapasitas sel-sel otak yang masih sehat atau utuh.

  Tindakan keempat mencatat monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon klien saat latihan, sebelum latihan klien 1 tekanan darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36  C; RR: 20x/menit; kaadaan umum klien tampak lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6, sesudah latihan; tekanan darah: 120/70 mmHg; nadi:

  

80x/menit; suhu: 36 C; respiratori rate: 20x/menit, keadaan umum klien tampak

lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6.

  Klien 2 sebelum latihan tekanan darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu:

  36 C; respiratori rate: 20x/menit; keadaan umum klien tampak lemah klien

  

  berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6, sesudah latihan tekanan darah: 120/70 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36  C; RR: 20x/menit; kaadaan umum klien tampak lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6; hal ini berguna untuk mencegah jika terjadi peningkatan tekanan darah dari batas normal karena sangat berefek untuk kesembuhannya penderita stroke.

  Tindakan kelima mengkolaborasikan dengan pihak panti untuk pemberian obat anti hipertesi pada kedua klien, jika terjadi peningkatan tekanan darah dari batas normal, konsultasikan pada klinik Panti Werdha Majapahit Mojokerto tentang terapi pemberian obat: jika tekanan darah lebih dari 180 mmHg maka oleh pihak Panti Werdha Majapahit Mojokerto di beri obat HCT 1x sehari, jika tekanan darah tinggi di bawah 180 mmHg bisa di beri kaptopril atau nipedipin diberikan 1x sehari.

  Melanjutkan tindakan hari ketiga pada tanggal 26 juli 2016, Tindakan pertama menjemur klien (caring), tindakan kedua mengkaji kebutuhan klien terhadap pelayanan kesehatan terdekat terhadap peralatan pengobatan yang tidak bisa BAB dari pihak panti dikasih terapi pamol dan dulcoak.

  Tindakan ketiga mengajarkan dan mendukung klien dalam latihan gerak (ROM) aktif dan pasif untuk menurunkan kekakuan sendi dan mempertahankan atau meningkatkan kekuatan serta ketahanan otot, klien 1 dan 2 ikut berpartisipasi dalam latihan gerak sampai selesai. Klien 1 latihan gerak sendi pada anggota gerak atas fleksi/ekstensi; aduksi/abduksi: kekakuan pada tangan kanannya sudah menurun dan tangan mulai bisa diluruskan, latihan gerak sendi pada anggota gerak bawah: pinggul fleksi/ekstensi; kekakuan pada kaki kanannya sudah menurun dan kaki sudah mulai bisa diluruskan. Pemeriksaan reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada tangan kiri dan ada respon lemah pada tangan kanan; patella terdapat respon pada kedua kaki; reflek babinski ekstensi pada kaki kanan saat di lakukan pemeriksaan menggunakan hammer. Klien 2 latihan gerak sendi pada anggota gerak atas fleksi/ekstensi; aduksi/abduksi: klien sudah tidak mengeluh sakit, kekakuan pada tangan kirinya sudah mulai menurun, latihan gerak sendi pada anggota gerak bawah: pinggul fleksi/ekstensi; klien masih mengeluh sakit pada kaki kirinya yang kaku. Pemeriksaan reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada tangan kanan dan tidak ada respon pada tangan kiri; patella terdapat respon pada patella kaki kanan dan tidak ada respon pada kaki kiri; reflek babinski tidak ada respon. Latihan gerak atau aktifitas ini sangat efektif bagi kedua klien pasca stroke dengan gangguan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskelatal, guna untuk mengembalikan kemampuan gerak dan fungsional, dan meningkatkan semaksimal mungkin kapasitas sel-sel otak yang masih sehat atau utuh.

  Tindakan keempat mencatat monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon klien saat latihan, sebelum latihan klien 1 tekanan darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36 C; RR: 20x/menit; kaadaan

  

  umum klien tampak lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6, sesudah latihan; tekanan darah: 120/70 mmHg; nadi:

  

80x/menit; suhu: 36 C; respiratori rate: 20x/menit, keadaan umum klien tampak

lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6.

  Klien 2 sebelum latihan tekanan darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36  C; respiratori rate: 20x/menit; keadaan umum klien tampak lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6, sesudah latihan tekanan darah: 120/70 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36  C; RR: 20x/menit; kaadaan umum klien tampak lemah klien berbaring di tempat tidur; kesadaran klien sadar penuh; GCS 4/5/6; hal ini berguna untuk mencegah jika terjadi peningkatan tekanan darah dari batas normal karena sangat berefek

  Tindakan kelima mengkolaborasikan dengan pihak panti untuk pemberian obat anti hipertesi pada kedua klien, jika terjadi peningkatan tekanan darah dari batas normal, konsultasikan pada klinik Panti Werdha Majapahit Mojokerto tentang terapi pemberian obat: jika tekanan darah lebih dari 180 mmHg maka oleh pihak Panti Werdha Majapahit Mojokerto di beri obat HCT 1x sehari, jika diberikan 1x sehari.

  Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam melakukan asuhan keperawatan dengan evaluasi. Tanggal 25 juli 2016, klien 1 mengatakan tangan dan kaki kanannya masih kaku dan belum bisa di gerakan, keadaan umum klien tampak lemah, klien berbaring di tempat tidur, klien sadar penuh. GCS 4/5/6, tanda-tanda vital: tekanan darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36˚C; respiratori rate: 20x.menit; kekuatan tonus otot: ekstremitas kanan dengan nilai 1 yaitu terdapat sedikit kontraksi otot, jika ditekan masih terasa namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakan oleh otot tersebut, dan ekstremitas kiri dengan nilai 5 yaitu kekuatan penuh; latihan gerak (ROM) aktif/pasif: ektremitas atas: fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi kekakuan pada tangan kanan klien sudah menurun; ekstremitas bawah: pinggul fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi kekakuan pada kaki kanan klien sudah menurun. Pemeriksaan reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada tangan kiri dan tidak ada respon pada tangan kanan; patella terdapat respon pada keduapatella; reflek babinski ekstensi saat dilakukan pemeriksaan menggunakan hammer. Pasien beraktivitas keluar wisma menggunakan kursi roda panti sewaktu pagi hari saat berjemur, jika ada mahasiswa praktek, pasien beraktivitas dengan bantuan mahasiswa.Pasien bedrest, pasien beraktivitasmakan, minum, BAK, BAB di tempat tidur dan pasien mandi dibantu penuh oleh petugas panti ataupun mahasiswa praktek. Dengan skala ADL: 55 yaitu pasien mengalami ketergantungan penuh. Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi sebagian, intervensi 1 sampai 6 dilanjutkan pada tanggal 26 juli 2016.

  Klien 2 mengatakan tangan dan kaki kirinya masih kaku dan belum bisa digerakan, keadaan umum klien tampak lemah, klien berbaring di tempat tidur, klien sadar penuh. GCS 4/5/6, tanda-tanda vital: tekanan darah: 120/60 mmHg; nadi: 80x/m enit; suhu: 36˚C; respiratori rate: 20x/menit; kekuatan tonus otot: ekstremitas kiri dengan nilai 1 yaitu terdapat sedikit kontraksi otot, jika ditekan masih terasa namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakan oleh otot tersebut, dan ekstremitas kanan dengan nilai 5 yaitu kekuatan penuh; latihan gerak (ROM) aktif/pasif: ektremitas atas: fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi kekakuan pada tangan kiri klien sudah menurun, klien sudah tidak mengeluh sakit saat latihan; ekstremitas bawah: pinggul fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi masih terdapat kekakuan pada kaki kiri klien yang kaku, klien masih mengeluh sakit saat latihan. Pemeriksaan reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada tangan kanan dan tidak ada respon pada tangan kiri; patella terdapat respon pada patella kaki respon saat dilakukan pemeriksaan menggunakan hammer. Pasien beraktivitas keluar wisma menggunakan kursi roda panti sewaktu pagi hari saat berjemur, jika ada mahasiswa praktek, pasien beraktivitas dengan bantuan mahasiswa. Pasien bedrest, pasien beraktivitas makan, minum, BAK, BAB di tempat tidur dan pasien mandi dibantu penuh oleh petugas panti ataupun mahasiswa Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi, intervensi 1 sampai 6 di lanjutkan pada tanggal 26 juli 2016.

  Melanjutkan evaluasi tanggal 26 juli 2016, klien 1 mengatakan tangan dan kaki kanannya masih kaku dan belum bisa di gerakan, keadaan umum klien tampak lemah, klien berbaring di tempat tidur, klien sadar penuh. GCS 4/5/6, tanda-tanda vital: tekanan darah: 120/7

  0 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36˚C; respiratori rate: 20x.menit; kekuatan tonus otot: ekstremitas kanan dengan nilai 1 yaitu terdapat sedikit kontraksi otot, jika ditekan masih terasa namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakan oleh otot tersebut, dan ekstremitas kiri dengan nilai 5 yaitu kekuatan penuh; latihan gerak (ROM) aktif/pasif: ektremitas atas: fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi kekakuan pada tangan kanan klien sudah menurun dan tangan mulai bisa diluruskan; ekstremitas bawah: pinggul fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi kekakuan pada kaki kanan klien sudah menurun dan kaki mulai bisa diluruskan. Pemeriksaan reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada tangan kiri dan tidak ada respon pada tangan kanan; patella terdapat respon pada keduapatella; reflek babinski ekstensi saat dilakukan pemeriksaan menggunakan hammer.Klien dapat menirukan latihan gerak (ROM). Pasien beraktivitas keluar wisma menggunakan kursi roda panti sewaktu pagi hari saat berjemur, jika ada mahasiswa praktek, pasien beraktivitas dengan bantuan mahasiswa. Pasien bedrest, pasien beraktivitas makan, minum, BAK, BAB di tempat tidur dan pasien mandi dibantu penuh oleh petugas panti ataupun mahasiswa praktek. Dengan skala ADL: 55 yaitu pasien mengalami ketergantungan penuh. Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi intervensi 1 sampai 6 dilanjutkan dan dikonsultasikan pada pihak panti untuk melanjutkan intervensi.

  Klien 2 mengatakan tangan dan kaki kirinya masih kaku dan belum bisa digerakan, keadaan umum klien tampak lemah, klien berbaring di tempat tidur, klien sadar penuh. GCS 4/5/6, tanda-tanda vital: tekanan darah: 120/80 mmHg; nadi: 80x/menit; suhu: 36˚C; respiratori rate: 20x/menit; kekuatan tonus otot: ekstremitas kiri dengan nilai 1 yaitu terdapat sedikit kontraksi otot, jika ditekan masih terasa namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakan oleh otot tersebut, dan ekstremitas kanan dengan nilai 5 yaitu kekuatan penuh; latihan gerak (ROM) aktif/pasif: ektremitas atas: fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi kekakuan pada tangan kiri klien mulai menurun, klien sudah tidak mengeluh sakit saat latihan; ekstremitas bawah: pinggul fleksi/ekstensi, aduksi/abduksi masih terdapat kekakuan pada kaki kiriklien yang kaku, klien masih mengeluh sakit saat latihan. Pemeriksaan reflek: bisep terdapat respon di kedua tangan; trisep terdapat respon pada tangan kanan dan kakikanan dan tidak ada respon pada patella kaki kiri; reflek babinski tidak ada respon saat dilakukan pemeriksaan menggunakan hammer. Pasien beraktivitas keluar wisma menggunakan kursi roda panti sewaktu pagi hari saat berjemur, jika ada mahasiswa praktek, pasien beraktivitas dengan bantuan mahasiswa. Pasien bedrest, pasien beraktivitas makan, minum, BAK, BAB di tempat tidur praktek. Dengan skala ADL: 55 yaitu pasien mengalami ketergantungan penuh.

  Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi, intervensi 1 sampai 6 dilanjutkan dan dikonsultasikan pada pihak panti untuk melanjutkan intervensi.

  Simpulan 1.

  Pengkajian Dari data hasil pengkajian tanda dan gejala penyakit stroke yang dialami kedua partisipan sama. Partisipan 1 mengalami hemiparesis sebelah kanan tubuh dan partisipan 2 mengalami hemiparesis sebelah kiri tubuh yaitu kedua partisipan mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan.Kedua partisipan bedresh di tempat tidur dan keduanya beraktivitas menggunakan kursi roda.

  2. Diagnosis Partisipan 1 dan 2 memiliki masalah keperawatan sama yaitu hambatan mobilitas fisik. Partisipan 1 tanda dan gejala stroke cenderung pada hambatan mobilitas fisik. Partisipan 2 tanda dan gejala stroke cenderung pada hambatan mobilitas fisik

  3. Intervensi Awal perencanaan tindakan pada partisipan 1 dan 2 sama yaitu mengajarkan dan mendukung klien dalam latihan gerak (ROM) aktif dan pasif, yang berguna untuk menurunkan kekakuan sendi dan mempertahankan atau meningkatkan kekuatan serta ketahanan otot.

  4. Implementasi Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien 1 dan klien 2 sama yaitu 1x4 jam selama 3 hari sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat.

  5. Evaluasi Hasil perawatan antara partisipan 1 dengan partisipan 2 sama dan keduanya partisipan ini mengalami stroke dan masalah yang terjadi belum teratasi.

  Rekomendasi

  Pada penderita stroke dapat juga mengakibatkan hambatan mobilitas fisik.Hambatan mobilitas fisik merupakan suatu keterbatasan dalam kemandirian aktivitas sehari

  • –hari, maka disarankan bagi penderita stroke untuk latihan gerak dan mengkonsultasikan pada ahli fisioterapi sesegera mungkin guna untuk menghindari dan menurunkan kekakuan sendi dan mempertahankan atau meningkatkan kekuatan serta ketahanan otot.

  Saran bagi perawat khususnya yang memberikan asuhan keperawatan pada lansia pasca stroke sebaiknya melakukan latihan rentan gerak (ROM) secara terprogram, bertahap, serta bila perlu berkonsultasi pada ahli fisioterapi. Alamat koresponden :

  • : 085730707103 No. Hp - : Dsn. Gumeno Rt/Rw 03/01 Ds. Sambongrejo Kab. Bojonegoro Alamat -

   Email

  Daftar pustaka

  Kementrian Kesehatan RI. 2012.Gambaran penyakit tidak menular Di Rumah

  Sakit Di Indonesia 2009-2010. Buletin jendela data dan informasi

  keseha(Diakses pada tanggal 19 juli 2016 pukul 20.10 wib). World Health Organization (2011) Global status report non-communicable diseases 2010.Geneva World Health Organization. Diakses pada tanggal 19 juli 2016 pukul 20.10 wib). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan.Riset kesehatan dasar.Jakarta : Bakti Husada ; 2013. Diakses pada tanggal 19 juli 2016 pukul 21.33 wib).

  Kementrian Kesehatan RI. 2013. Situasi kesehatan jantung 2013.Info datin pusat data dan informasi kementrian dan kesehatan Indonesia. Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

  Diagnosa Medis & Nanda Nic- Noc Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction Publishing Jogjakarta.

  Pudjiastuti, S. S., & Utomo, B. (2003). Fisio Terapi Pada Lansia. Jakarta: Buku kedokteran : EGC. Kusuma, Y.L.H., 2015. Tingkat Ketergantungan Lansia Dalam Aktivitas Hidup

  Sehari-Hari Di Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW) Jombang. Hospital Majapahit, 2(1). Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius. Maryam, R. S., & dkk. (2012). Mengenal Usia Lanjut Dan Perawatannya.Jakarta: Salemba Medika. Brillianti, P. A. (2015). Hubugan Self-Management Dengan Kualitas Hidup Pasien Pasca Stroke Di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat. 12-17. diakses tanggal 03agustus 2016pukul 22.49 WIB). Cahyati, Y. (2011). Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan Progam Magister Keperawatan Peminatan Keperawatan Medikal Bedah Depok.

  Terhadap Kekuatan Otot Pasien Hemiparase Akibat Stroke Iskemik Di RSUD Kota Tasikmalaya dan RSUD Kab. Ciamis , 31-35.

   (diakses tanggal 03agustus 2016pukul 23.15 WIB). Puspitaningsih, Dwi harini. Kartiningrum, Eka diah & Puspitasari, Widya. 2015.

  Panduan studi kasus d3 Keperawatan . Politeknik Kesehatan Majapahit Mojokerto.