Summary Results on Research of BPK Manado Research in 2008

KATA PENGANTAR

  Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 36/Menhut-II/2006, merupakan unit pelaksana teknis di bidang penelitian kehutanan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. BPK Manado mempunyai tugas melaksanakan penelitian di bidang hutan dan konservasi alam, hutan tanaman, hasil hutan, sosial budaya, ekonomi dan lingkungan kehutanan dengan core research “Konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan”. BPK Manado berkedudukan di Manado dengan wilayah kerja meliputi 3 (tiga) provinsi yaitu Sulawesi Utara, Gorontalo dan Maluku Utara.

  Buku Rangkuman Hasil-hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manado Tahun 2008 ini disusun berdasarkan Laporan Hasil-hasil Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2008. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Buku Rangkuman Hasil Penelitian ini kami ucapkan terima kasih. Saran dan masukan untuk penyempurnaan buku ini pada masa yang akan datang sangat kami harapkan. Akhirnya, kami berharap semoga Buku Rangkuman Hasil Penelitian ini bermanfaat.

  Manado, Desember 2010 Plt. Kepala Balai Ir. Mahfudz, M.P.

  NIP. 19670829 199203 1 004 ii

  iii DAFTAR ISI

  KATA PENGANTAR ....................................................................... i DAFTAR ISI ............................................................................... ii

  1. Teknik Rehabilitasi Lahan Terdegradasi di Sulawesi Utara dan Gorontalo ............................................................................ 1-12

  2. Sistem Karakterisasi Tingkat Sub DAS ........................................... 13-22

  3. Analisa Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan dan Tanaman Pengayaan di Maluku Utara dan Pertumbuhan Tegakan Hutan Alam Sekunder di Sulawesi Utara dan Gorontalo .................................... 23-30

  4. Identifikasi Jenis Flora Potensial dan Endemik pada Kawasan Konservasi di Cagar Alam G. Ambang, Cagar Alam Tangale dan Kawasan Aketajawe pada TN. Aketajawe Lolobata .................................................... 31-44

  5. Kajian Keanekaragaman Jenis Fauna dan Habitatnya pada Kawasan Konservasi di Cagar Alam Gunung Ambang dan Kawasan Aketajawe pada Taman Nasional Aketajawe Lolobata ....................... 45-57

  

Teknik Rehabilitasi Lahan Terdegradasi

di Sulawesi Utara dan Gorontalo

La Ode Asir

  

ABSTRAK

  Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Limboto dan Danau Tondano merupakan daerah dengan lahan kritis yang cukup luas. Permasalahan umum pada daerah hulu adalah tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan pada daerah tangkapannya, sehigga menyebabkan semakin tinggi pula kecenderungan untuk membuka hutan. Hal ini diindikasikan dengan berkembangnya lahan-lahan terbuka baik pada daerah di dalam maupun di luar kawasan hutan. Secara umum lahan-lahan hutan yang dibuka digunakan untuk kegiatan pertanian dengan cara tradisional tanpa menerapkan teknik Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT). Akibatnya tingkat kesuburan semakin menurun dan hasil produksi menjadi rendah.

  Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi teknik RLKT untuk pengendalian erosi di DTA Danau Limboto dan Danau Tondano. Alternatif teknik yang dipilih adalah teknologi yang mudah diterapkan dan bisa dikerjakan dengan sumberdaya lokal yang ada. Teknik ini diharapkan mampu memperbaiki kondisi lahan sekaligus mampu memberikan kontribusi pada peningkatan taraf hidup masyarakat. Tujuan ini akan dicapai dengan memanfaatkan potensi yang tersedia dari sisi fisik (iklim dan tanah) maupun dari sisi kemampuan sumberdaya modal masyarakat secara optimal. Penelitian dilakukan dengan melakukan uji coba penanaman beberapa jenis tanaman dengan penerapan beberapa teknik RLKT. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan teknik konservasi tanah berupa bedengan menghasilkan erosi tertinggi yaitu sebesar 0,1723 ton/ha, sedangkan perlakuan teknik konservasi tanah bedengan yang di kombinasi mulsa vertikal dan penanaman tanaman bunga kol, bawang daun, cempaka dan mahoni menghasilkan erosi terendah yaitu sebesar 0,083 ton/ha.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Kerusakan di daerah tangkapan air Danau Limboto merupakan salah satu kasus dimana sumberdaya lahannya secara umum mengalami perubahan yang cukup signifikan, dari lahan berhutan menjadi lahan-lahan pertanian. Perubahan ini sangat berpengaruh terhadap kualitas maupun kuantitas produksi, pada akhirnya lahan-lahan tersebut berpotensi menjadi terdegradasi. Dampaknya adalah pada badan danau terjadi penimbunan material yang merupakan penyebab proses percepatan pendangkalan di Danau Limboto.

  Demikian pula dengan di DTA Tondano, pemanfaatan sumberdaya lahan dengan pola usaha tani yang intensif, secara umum telah melaksanakan sistem konservasi tanah yang cukup baik (membuat teras-teras dilengkapi dengan sistem saluran drainase). Hal ini telah dilakukan oleh sebagian masyarakat penghasil tanaman hortikultura dataran tinggi (sayur- mayur). Namun dibeberapa tempat di daerah hulu, perubahan penutupan lahan telah terjadi seiring dengan jumlah penduduk yang meningkat, sehingga proses degradasi berlangsung dengan cepat.

  Bersamaan dengan terbentuknya lahan terdegradasi (kritis) ini menyebabkan pula erosi dan sedimentasi yang cukup besar yang berpengaruh secara signifikan terhadap penyempitan dan pendangkalan Danau Tondano.

  Untuk mengatasi kondisi ini, diperlukan teknologi RLKT tepat guna yang dapat memperbaiki kondisi lahan-lahan kritis dan mampu dengan cepat menutupi lahan-lahan pada areal terbuka dengan pemilihan jenis tanaman yang dibutuhkan oleh masyarakat, memiliki nilai ekonomis dan dapat memperbaiki sistem tata air dari aspek hidrologi.

B. Tujuan

  Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan data dan informasi pertumbuhan jenis- jenis tanaman uji coba, perubahan sifat fisika dan kimia tanah serta pengaruh erosi terhadap pertumbuhan tanaman pada beberapa kemiringan lereng.

II. METODOLOGI PENELITIAN

  A. Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi yaitu di Sub DAS Biyonga, daerah tangkapan air Limboto yang secara administratif terletak di Lingkungan Tapadaa, Kelurahan Biyonga, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Propinsi Gorontalo dan di Rurukan, Kota Tomohon (DTA Tondano), Propinsi Sulawesi Utara. Sedangkan kegiatan pengembangan akan dilaksanakan di Kec. Poigar, Kab. Bolaang Mongondow. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2008.

  B. Bahan dan Alat

  Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit tanaman tahunan (jati, cempaka dan mahoni), bibit tanaman hortikultur (bunga kol dan bawang daun), pupuk kandang dan pupuk organik, pestisida, balok, papan, bambu, paku, pasir, semen, karet talang, kawat bendrat, cat minyak dan dempul.

  Sedangkan alat yang digunakan adalah meteran roll, meteran saku, cangkul, sprayer, palu, gunting stek/pangkas, kaliper mini, kolektor erosi 9 set untuk plot ukuran 10 x 4 m, linggis, oven, timbangan analitis, timbangan konvensional, botol sampel, ring sampel dan plastik sampel.

C. Prosedur penelitian

1. DTA Danau Limboto a.

  1

  Plot I

  gamal Gambar 1. Lay out tanaman pada

  = Alley cropping tanaman

  = Teras gulud dan rumput setaria

  = Tanaman jati = Tanaman mahoni

  Keterangan : ♠

  Gambar 2. Lay out tanaman pada Plot II

  5 % Ke lere n g an > 3 %

  8

  5

  Ke lere n g an > 3 % Ke lere n g an

  • 1

  Pada Plot I, tanaman berumur ± 3 tahun (ditanam bulan Desember 2004) dengan jarak tanam 3 x 4 m pada 3 kelas kelerengan yaitu 8-15%, 15-30% dan >30%. Teknik konservasi yang diterapkan yaitu teras gulud dilengkapi rumput setaria sebagai tanaman penguat teras. Pada Plot II, tanaman berumur 2 tahun (Ditanam pada Bulan Desember 2005), tanaman ditanam dengan jarak 3 x 3 m pada satu kelas kemiringan lereng yaitu >30%. Teknik konservasi yang diterapkan adalah teras gulud dengan rumput setaria dan jalur gamal.

  = Tanaman sengon = Teras gulud dan rumput setaria Tanaman uji coba di lokasi penelitian terdiri dari dua plot.

  ♣

  = Tanaman jati = Tanaman nangka

  Keterangan : ♠

  h. i. j. k. l. m. n. o. p.

  g.

  f.

  e.

  d.

  c.

  b.

  • 3 % Ke lere n g an

2. DTA Danau Tondano

  Di lokasi DTA Danau Tondano dilakukan penelitian konservasi sayuran dataran tinggi dengan memadukan teknik konservasi sipil teknis berupa bedengan dan penanaman sejajar kontur. Untuk uji jenis tanaman kayu-kayuan yang merupakan tanaman pokok digunakan kombinasi tanaman kayu mahoni dan cempaka dengan jarak tanam 3 x 4 meter. Areal penelitian terbagi ke dalam 3 blok kemiringan yaitu 15-30 %, 30-45 %, dan >45 %. Pada setiap blok dibuat 3 plot penelitian untuk mengukur limpasan permukaan dan erosi dengan ukuran plot 4 x 10 m. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Blok Acak Lengkap (Randomized Complete Block Design) dengan kemiringan lereng sebagai blok.

  Rancangan pola tanam dapat dilihat pada gambar berikut ini Rancangan plot pada lokasi di DTA Danau Tondano :

  B1P1 : Bedengan + bunga kol + bawang daun (kontrol/sesuai petani setempat) Kemiringan

  B1P2 : Bedengan + mulsa vertikal + bunga kol+ bawang daun 15-30 %

  B1P3 : Bedengan + mahoni + cempaka + mulsa vertikal + bunga kol + bawang daun B2P1 : Bedengan + bunga kol + daun bawang (kontrol/sesuai petani setempat)

  Kemiringan B2P2 : Bedengan + mulsa vertikal + bunga kol + bawang daun

  30-40 % B2P3 : Bedengan + mahoni + cempaka + mulsa vertikal + bunga kol + bawang daun B3P1 : Bedengan + bunga kol + bawang daun (kontrol/sesuai petani setempat)

  Kemiringan B3P2 : Bedengan + mulsa vertikal + bunga kol + bawang daun

  > 45 % B3P3 : Bedengan + mahoni + cempaka + mulsa vertikal + bunga kol + bawang daun

D. Analisis Data

  1. Data hujan, limpasan dan sedimen Data curah hujan diukur dengan menggunakan alat takar hujan sederhana (ATHUS).

  Data dari athus merupakan data harian yang diukur setiap hari pada jam tujuh pagi untuk kejadian hujan satu hari sebelumnya yang dicatat sebagai hujan harian.

  Limpasan dan erosi diukur dengan metode plot uji coba menggunakan kolektor erosi berupa dua buah drum, dimana drum I sebagai penampung aliran permukaan dari plot, dan drum II merupakan penampung aliran buangan dari drum I. Pada drum I dibuat lubang pembagi sebanyak 8 lubang dan satu lubang diantaranya dihubungkan ke drum II. Bentuk desain drum kolektor erosi seperti pada gambar berikut : TAMPAK SAMPING DRUM II KRAN PEMBUANG

DRUM I

TAMPAK ATAS PIPA PEMBAGI

  Gambar 4. Kolektor Erosi Tipe Drum Data limpasan diperoleh melalui pengukuran volume air yang ada dalam kolektor. Sedimen diperoleh dari hasil analisa laboratorium sampel air yang berasal dari kolektor melalui metode penguapan. Pengambilan data dilakukan satu kali sehari pada pukul

  07.00.

  2. Tanah

  Pengambilan sampel terganggu (komposit) dilakukan pada titik yang dianggap mewakili lokasi. Selanjutnya sampel tanah tersebut dianalisis di laboratorium untuk mengetahui sifat kimia (pH, kandungan hara makro (N, P, K dan C organik).

  3. Produksi

  Pengamatan produksi dilakukan saat pemanenan dengan melakukan pemanenan seluruh luasan plot. Pertumbuhan tanaman diamati pada fase-fase tertentu berupa pertambahan tinggi tanaman dan diameter.

4. Pendapatan

  Pendapatan dihitung dari produksi semua jenis tanaman (semusim, tahunan, MPTS, tanaman bawah, dll) dikalikan dengan harga yang berlaku pada saat ini.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Daerah Tangkapan Air Limboto

  Curah hujan pada tahun 2008 di lokasi penelitian sebesar 2766 mm/tahun. Data ini menunjukkan curah hujan yang meningkat jika dibanding tahun 2007 yaitu sebesar 1532 mm/tahun. Perubahan curah hujan tidak memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman secara umum.

  Jenis tanah pada lokasi penelitian umumnya adalah ultisol. Hasil analisis sifat tanah dapat dilihat pada tabel 1. Table 1. Hasil analisis laboratorium sifat kimia tanah di Limboto

  Lokasi I Lokasi II Nilai Kriteria % Kriteria 1 pH (H O) 5,38 Masam 5,1 Masam 2

  2 N- Total (%) 0,043 Sangat Rendah 0,044 Sangat rendah

  3 P O Tersedia (ppm) 10,95 Rendah 10,59 Rendah 2 5

  4 K O Tersedia (me/100 gr) 14,31 Rendah 12,46 Rendah 2

  5 KTK (me/100 gr) 16,23 Rendah 17,98 Sedang

  6 C 1,22 Rendah 1,32 Rendah

  • –Organik (%)

  7 Tekstur Lempung Berliat Lempung Berliat Nilai pH yang berada di dua lokasi penelitian adalah masam, ini berarti penyerapan unsur hara untuk masing-masing tanaman agak rendah. Menurut Hardjowigeno, 2003 bahwa pada pH yang terlalu masam, maka unsur P sulit diserap oleh tanaman karena diikat atau difiksasi oleh Al. Pengaruh pH terhadap P O tersedia terlihat pada kriteria yang

  2

  5

  rendah dalam tanah. Selain itu unsur hara juga mudah larut dan menyebabkan terbentuknya unsur mikro yang berlebih dan dapat menjadi racun bagi tanaman.

  N masih sangat rendah, hal ini berarti kandungan unsur hara makro sangat rendah. Unsur N berguna untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman dan pembentukan protein. Kandungan C-organik yang sangat rendah menunjukan jumlah bahan organik dalam tanah yang rendah. Nilai KTK rendah hingga sedang dapat diartikan bahwa kemampuan tanah dalam menyerap dan menyediakan unsur hara bagi tanaman rendah. Nilai KTK ini dapat ditingkatkan dengan pemberian bahan organik dan tanah dengan kandungan liat tinggi karena mempunyai kemampuan menyerap unsur hara tinggi.

  Penerapan teknik konservasi tanah dengan menggunakan rumput gamal dan setaria bertujuan untuk mengendalikan erosi serta menambah kesuburan tanah. Gamal merupakan jenis legum yang memiliki bintil akar (nodula) yang dapat mengikat nitrogen dari udara, sisa tanaman ini dapat digunakan sebagai pupuk hijau sehingga dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan nitrogen dalam tanah. Gamal juga dapat melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan sehingga dapat menahan laju aliran permukaan dan meningkatkan tingkat infiltrasi tanah. Selain itu, produksi rumput gamal dan setaria dapat digunakan sebagai pakan ternak.

  Hasil pengukuran sedimentasi menunjukkan bahwa erosi yang terjadi sebesar 0,864 m3/tahun dengan curah hujan 2766 mm/tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sedimentasi dalam dua tahun terakhir sebesar 0,141 m3/tahun, pada tahun 2006 yaitu sebesar 0,723 m3/tahun. Kondisi tersebut terjadi karena adanya peningkatan curah hujan selama dua tahun terakhir.

  Plot I

  Tanaman jati memiliki persen tumbuh yang paling baik yaitu rata-rata berkisar 68- 100% dengan pertambahan riap diameter batang berkisar 5,3-11.65 cm/tahun serta rata- rata pertambahan tinggi hingga berkisar 560-1200 cm/tahun. Jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2007, prosentase tumbuh menurun namun terdapat peningkatan yang signifikan terhadap diameter maupun tinggi rata-rata. Jati memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lahan seperti pada lokasi penelitian.

  Tanaman nangka memiliki pertumbuhan yang kurang baik, Pada plot III P3 persen pertumbuhan mencapai 56 %. Pertambahan tinggi paling besar adalah pada IIIP2 sebesar 444 cm/tahun dan pertambahan diameter paling besar adalah pada IIIP2 sebesar 4,48 cm/tahun. Pada Plot lainnya tidak terdapat tanaman nangka yang hidup. Hal ini diperkirakan pada awal pertumbuhan kurang dapat menyesuaikan dengan kondisi lahan pada lokasi penelitian. Tanaman nangka dengan perakaran dalam membutuhkan drainase yang baik, akar nangka mampu menyerap air pada tanah yang dalam dan kurang toleran terhadap genangan. Pemberian air tambahan hanya dibutuhkan selama dua tahun pertama pertumbuhannya. Tanaman nangka baik untuk konservasi lahan miring (curam).

  Sengon memiliki persen hidup rata-rata sebesar 31,25 - 75% dengan riap tinggi dan diameter masing-masing 557-889 cm/tahun dan 5,3-7,40 cm/tahun. Sengon mampu hidup pada sebaran iklim yang cukup luas dan merupakan salah satu jenis tanaman yang mampu bertahan hidup pada lahan marjinal.

  Plot II

  Pada Plot II tanaman uji coba mengalami pertumbuhan yang sangat baik yaitu >96 % (termasuk pertumbuhan tanaman sulaman). Tanaman jati pada Plot II mengalami pertumbuhan lebih baik jika dibandingkan dengan Plot I. Data pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada tabel 2.

  Table 2.Pertumbuhan tanaman (umur 3 tahun) pada masing-masing perlakuan Rata-rata Pertambahan

  Plot Jenis Tanaman Persen Hidup % Tinggi (m) Diameter (cm)

  Jati 96,70 6,69 5,91

  1 Mahoni 83,61 3,40 3,44 Jati 97,25 7,03 6,05

  2 Mahoni 88,89 3,03 3,53

B. Daerah Tangkapan Air Tondano

  Curah hujan tahunan di DTA Tondano tahun 2008 sebesar 1582 mm, lebih tinggi dibandingkan curah hujan tahunan dua tahun kebelakang.

  DTA Tondano memiliki jenis tanah andosol. Karakteristik tanah tersebut adalah memiliki porositas tinggi, permeabilitas dan erodibilitas sedang, mempunyai sifat thixotropic (jika tanah dalam keadaan jenuh maka mudah mengalami erosi). Hasil analisa kimia tanah dapat dilihat pada tabel 3.

  Table 3. Hasil analisis laboratorium sifat kimia tanah di Rurukan B 1 B 3

  No SIFAT TANAH Nilai Kriteria Nilai Kriteria 1 pH (H O) 2

  6 Agak Masam

  7 Agak Masam

  2 N

  0.19 Sangat Rendah

  0.13 Sangat Rendah

  • – Total (%)

  3 P 2 O 5 Tersedia (ppm) 2.003 Sangat Rendah 3.065 Sangat Rendah

  4 KTK (me/100 gr)

  22.18 Sedang

  22.56 Sedang

  5 C

  1.84 Rendah

  1.63 Rendah

  • –Organik (%)

  6 Ca (me/100 gr)

  3.44 Rendah

  6.80 Sedang

  7 Mg (me/100 gr)

  2.75 Tinggi

  3.48 Tinggi

  8 Na (me/100 gr)

  0.32 Rendah

  0.32 Rendah

  9 K (me/100 gr)

  0.32 Sedang

  0.4 Sedang

  10 Tekstur Lempung Berliat

  • *) B1,B3 merupakan lokasi pengambilan sampel tanah pada kemiringan 15-30 % dan > 45%. Sedangkan kriteria pada B2

    (kemiringan 30-45 %) relatif sama dengan B1.

  Dari tabel di atas menunjukkan bahwa parameter penunjang tingkat kesuburan atau karakter kimia tanah masih perlu penambahan untuk meningkatkan kualitas kesuburan tanah. Salah satu cara yang telah dilaksanakan yaitu dengan pemberian mulsa ke dalam tanah untuk meningkatkan bahan organik tanah.

  Dari ketiga perlakuan yang dicobakan (P1, P2 dan P3), limpasan tertinggi terjadi pada perlakuan teknik konservasi tanah berupa bedengan yaitu 703,448 m3/ha. Sedangkan perlakuan teknik konservasi tanah bedengan yang dikombinasi mulsa vertikal dan penanaman tanaman bunga kol, bawang daun, cempaka dan mahoni menghasilkan limpasan terendah yaitu sebesar 233,559 m3/ha. Besarnya limpasan dan erosi dapat dilihat pada tabel 4.

  3 Tabel 4. Limpasan permukaan (m /ha) dan erosi pada masing-masing plot penelitian pada

  setiap kemiringan lereng B I (15-30%) B II (30-45%) B III (>45%)

  Perlakuan Limp.Perm Erosi Limp.Perm Erosi Limp.Perm Erosi

  (m3/ha) (ton/ha) (m3/ha) (ton/ha) (m3/ha) (ton/ha) P 1 273,871 0,1067 703,448 0,1224 532.42285 0,1723 P 2 251,715 0,1144 234,79 0,1483 486.19133 0,1272 P 3 255,100 0,1173 233,559 0,0837 424.87024 0,1694

  • )P: perlakuan; B: Kemiringan

  Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan II dan III menghasilkan limpasan permukaan lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan I. Hal ini berarti bahwa perlakuan yang dicobakan memberikan hasil yang baik dalam menekan limpasan permukaan (run off) dalam meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.

  Uji Kesesuian Tanaman Tahunan

  Berdasarkan hasil pengukuran di lapangan diketahui bahwa pertambahan tinggi maupun riap dari masing-masing tanaman ujicoba cukup signifikan, hal ini kemungkinan telah terjadi penyesuaian terhadap lingkungannya dan ketersediaan unsur lainnya dalam tanah sebagai pendukung sistem pertumbuhan. Tahun 2008, dua jenis tanaman yang dicobakan mengalami pertumbuhan rata-rata lebih cepat baik tinggi maupun diameternya dari tahun sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.

  Tabel 5. Rata-rata tinggi dan diameter tanaman uji coba Desember Desember Desember Desember 2005 2006 2007 2008

  N0 Jenis Tanaman D T D T D T D T

  (mm) (cm) (mm) (cm) (mm) (cm) (mm) (cm)

  1 Mahoni

  10.11

  46.11 31.67 102.11 56.67 214 60.8 795.33

  2 Cempaka

  10.17

  46.61

  28

  94.11 45.55 210.67 55.7 935.67 Namun jika dibandingkan pertumbuhan mahoni dan cempaka di luar lokasi penelitian, pertumbuhan di lokasi penelitian lebih buruk, hal ini disebabkan sistem perakarannya terganggu. Beberapa tanaman yang dijumpai, akar tunggangnya telah putus akibat pola pengolahan tanah yang dilakukan oleh masyarakat. Dengan demikian untuk jenis tanaman tahunan tidak cocok untuk dikembangkan pada lokasi kebun-kebun masyarakat yang diolah intensif.

C. Daerah Tangkapan Air Poigar Hasil analisis tanah di Poigar dapat dilihat pada tabel berikut.

  Tabel 6. Hasil analisis kimia tanah di Poigar tahun 2008 No Sifat Tanah Nilai Kriteria*) 1 pH (H O) 5,48 Masam 2

  2 N

  0.13 Sangat Rendah

  • – total (%)

  3 C

  1.18 Rendah

  • – Organik (%)

  4 P-Tersedia (ppm) 0.079 Sangat Rendah

  5 KTK (me/100 gr)

  24.74 Sedang

  6 Ca (me/100 gr) 4,42 Rendah

  7 Mg (me/100 gr) 2,11 Tinggi

  8 Na (me/100 gr)

  0.32 Rendah

  9 K (me/100 gr) 0,47 Sedang

  10 Tekstur Lempung Berliat

  • ) Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Pusat Penelitian Tanah, 1983)

  Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tekstur lempung berliat menunjukkan kemampuan mengikat air yang cukup besar. Menurut Kartasaputra (1991), tanah dengan tekstur lempung baik untuk usaha tani, sedangkan kandungan liat tinggi mempunyai kemampuan tinggi mengikat air. Nilai KTK sedang dapat diartikan bahwa kemampuan tanah untuk menyerap dan menyediakan unsur hara bagi tanaman sedang. Apabila dilihat dari sifat kimia rata-rata pada tabel 6 maka jenis tanah ini termasuk ultisol yang merupakan tanah miskin hara dengan tingkat kesuburan relatif rendah (pH rendah, KTK sedang, N dan P nya rendah). Untuk meningkatkan produktivitas jenis tanah seperti ini maka diperlukan pengapuran, penambahan bahan organik melalui pemupukan (dianjurkan dengan bahan organik), penanaman tanaman adaptif, penerapan teknik lorong atau tumpangsari, terasering, drainase dan pengolahan tanah seminimal mungkin.

  Jenis-jenis tanaman yang diduga sesuai dengan kriteria seperti tersebut di atas dan setelah dilakukan evaluasi maka jenis tanaman yang akan dijadikan tanaman ujicoba untuk perkebunan adalah cengkeh, coklat, kopi; tanaman MPTS yaitu rambutan, alpokat, petai, pisang, duwet dan matoa; tanaman pertanian (jagung, kacang tanah dan kacang ijo) tanaman palawija dan hortikultur (cabe, tomat, bawang merah dan bawang putih). Untuk jenis tanaman kehutanan antara lain cempaka, nantu, monanow, matoa dan pakoba, jati dan mahoni.

IV. KESIMPULAN DTA Danau Limboto

  a. Tanaman jati pada Plot I memiliki persen tumbuh yang cukup baik jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu rata-rata berkisar 67-100% dengan riap diameter batang berkisar antara 5,3-11,65 cm/tahun dan rata-rata pertambahan tingginya berkisar antara 560 – 1200 cm/tahun.

  b. Pertumbuhan tanaman uji coba dengan jenis yang sama pada lokasi II menunjukkan persentase pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan tingkat kesuburan pada lokasi I atau persen tumbuh > 96 %.

  c. Hasil analisis kimia tanah di dua lokasi menunjukkan bahwa kandungan protein maupun penambahan unsur hara untuk menunjang pertumbuhan tanaman ujicoba masih rendah.

  Dengan demikian masih terus diusahakan penambahan unsur-unsur yang dapat meningkatkan tingkat kesuburan tanah.

  d. Erosi yang terjebak dalam rorak mengalami peningkatan kwantitasnya jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini sangat dipengaruhi dengan meningkatnya curah hujan tahun 2008.

  DTA Tondano

  a. Berdasarkan hasil analisis sampel air diketahui bahwa limpasan permukaan tertinggi pada masing-masing perlakuan yang dicobakan (PI, PII dan PIII) adalah pada perlakuan teknik konservasi tanah berupa bedengan yaitu 703,448 m

  3

  /ha. Sedangkan perlakuan teknik konservasi tanah bedengan yang dikombinasi mulsa vertikal dan penanaman tanaman bunga kol, bawang daun, cempaka dan mahoni menghasilkan limpasan terendah sebesar 233,559 m

  3

  /ha. Erosi tertinggi terjadi pada perlakuan teknik konservasi tanah berupa bedengan yaitu 0,1723 ton/ha. Sedangkan perlakuan teknik konservasi tanah bedengan yang dikombinasi mulsa vertikal dan penanaman tanaman tanaman bunga kol, bawang daun, cempaka dan mahoni menghasilkan erosi terendah yaitu sebesar 0,083 ton/ha.

  b. Tanaman yang diuji cobakan baik cempaka maupun mahoni dalam usia 4 tahun menunjukkan pertumbuhan yang signifikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jenis mahoni mencapai tinggi rata-rata 7,95 m dengan diameter 6,08 cm. Sedangkan untuk jenis cempaka mencapai tinggi rata-rata 9,35 m dan diameternya mencapai 5,57 cm. Dengan demikian, maka rata-rata pertumbuhan tinggi jenis mahoni sebesar 0,66 m/tahun dan pertambahan diameter sebesar 0,51 cm/tahun, sedangkan rata-rata pertumbuhan tinggi jenis cempaka yaitu 0,78 m/tahun dengan pertambahan diameter 0,46 cm/tahun.

  c. Hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa parameter penunjang tingkat kesuburan atau karakter kimia tanah masih perlu penambahan (input) untuk meningkatkan kualitas kesuburan tanah, dengan demikian masih terus diusahakan penambahan unsur- unsur yang dapat meningkatkan tingkat kesuburan tanah.

  

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

  Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press.

  Yogyakarta. Beukeboom, H. 1994. Overview of Social Forestry Policies and Approaches in Asia. Seminar on

  The Development of Social Forestry and Sustainable Forest Management. Faculty of Forestry, Gadjah Mada University and Perum Perhutani. Jakarta

  Bosch, J. M., and J.D. Hewlet. 1982. Review of Catchment Experiments to Determine The

  Effects of Vegetation Changes on Water Yield and Evapo-transpiration. Journal of Hidrology (55):3 – 23.

  Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Surat Keputusan Menhutbun No. 284/Kpts- II/1999. Urutan Prioritas Daerah Aliran Sungai . Dephutbun. Direktorat Bina Hutan Kemasyarakatan. 2003. Pedoman Umum Pengembangan Social Forestry.

  Direktorat Bina Hutan Kemasyarakatan, Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan perhutanan Spsial. Departemen Kehutanan. Jakarta. Hadinugroho, H.Y.S., Asir.LD., Ekowati, E., Salim., A.G., Narendra, B.H., Iskandar., Junaedi, E., Multikaningsih, E., Mairi., K., Tayeb, A.K., Bahri, A., Sumung, U., Tabba, S., Syahidan.

  2003. Teknologi Rehabilitasi Lahan Terdegradasi Tahun 2003. Laporan Hasil Penelitian. Tidak dipublikasikan.

  Hadinugroho, H.Y.S., Salim., A.G., Junaedi, E., Multikaningsih, E., Tayeb, A.K., Bahri, A., Sumung, U., Tabba, S., Syahidan. 2004. Teknologi dan Kelembagaan Rehabilitasi Lahan Terdegradasi Tahun 2004. Laporan Hasil Penelitian. Tidak dipublikasikan.

  JICA. 2000. The Study on Critical Land and Protection Forest rehabilitation at Tondano

  Watershed in The Republic of Indonesia. Interim Report Volume – I, Main Report. Nippon Koei Co.,Ltd. Kokusai Kogyo Co.,Ltd.

  Junaidi, E., dan Bahri, A., 2006. Penggunaan Mulsa Vertikal Dalam Konservasi Tanah Dan Air Di Daerah Tangkapan Danau Tondano. Seri Teknologi Konservasi Tanah dan Air. BPPTPDAS IBT. Makassar.

  Kartasapoetra, G., Kartasapoetra, A.G., Sutedjo, M.M, 2005. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Rineka Cipta. Jakarta.

  Lingga, P. Dan Marsono, 1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta Pusat Libang Sosial Budaya dan Ekonomi Kehutanan, 2002. Social Forestry. Nota Dinas No.

  819/VIII/P3Se-1/2002. Bogor Rismunandar, 1984. Tanah dan Seluk Beluknya. Sinar Baru. Bandung Seta, A.K. 1991. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia. Jakarta Siregar, C.A. dan H.H. Siringoringo. 2000. Potensi Rehabilitasi Lahan Kritis Indonesia sebagai

  Gudang Karbon dalam Mengatasi Perubahan Iklim Global. Buletin Kehutanan dan Perkebunan Vol.I No. 1, 2000. Balitbanghutbun, Bogor

  Sosrodarsono, S. dan Takeda, K. 1987. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta Suripin,2001. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Andi. Yogyakarta Utomo,W.H dan Guritno,B. 1985. Effect of Tillage and Mulching on Soil Physical Properties and

  Yield of Cassava in Mixed Cropping. Proc.5th. ASEAN Soil Conf. Bangkok Utomo, W.H. 1994. Konservasi Tanah Di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisa. Rajawali.

  Jakarta. Utomo, W.H. 1994. Erosi dan Konservasi Tanah. IKIP Malang. Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah. Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Gava Media. Jakarta

  

Sistem Karakterisasi Tingkat Sub DAS

Iwanuddin

ABSTRAK

  Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu sistem, dimana DAS akan menerima curah hujan sebagai input dan menghasilkan output berupa debit yang akan dipengaruhi oleh karakteristik DAS termasuk didalamnya sumberdaya hutan. Karakteristik DAS ini akan dipengaruhi oleh berbagai aktifitas pengelolaan serta karakteristik fisik alami dari DAS itu sendiri. Output sistem DAS dapat dijadikan sebagai salah satu indikator fisik kualitas pengelolaan DAS tersebut. Oleh sebab itu penyediaan data DAS penting untuk menilai kualitas sebuah DAS.

  Pengelolaan DAS dilaksanakan dalam kerangka pengelolaan hutan lestari dalam satu sistem DAS dengan strategi pokok mencakup kegiatan kelola kawasan, kelola kelembagaan dan kelola usaha.

  Tujuan dari penelitian karakteristik DAS pada level sub DAS adalah untuk mengetahui karakter dan kinerja sub DAS dari aspek biofisik DAS dalam rangka menentukan tindakan manajemen yang tepat, terarah dan terpadu.

  Dari hasil pengamatan di tiga lokasi (Sub DAS Biyonga, Sub DAS Laor Oki dan Sub DAS Poigar), umumnya merupakan lokasi dengan masyarakat bermata pencaharian utama pertanian dengan pendapatan dan tingkat kesejahteraan rendah. Permasalahan mendasar selain persoalan biofisik adalah kondisi masyarakat yang serba terbatas (modal dan pengetahuan), ketergantungan yang tinggi terhadap lahan dan keraguan masyarakat akan kepastian usaha. Bila ditinjau dari aspek biofisik, topografi yang umumnya berat dan sumber mata air, hulu DAS / DAS mikro sangat peka terhadap perubahan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

  Kerusakan hutan s ampai dengan saat ini seringkali menjadi ”tertuduh utama” dari terjadinya berbagai gangguan dalam sistem DAS seperti banjir, longsor dan kekeringan. Tidak bisa dipungkiri bahwa kondisi hutan di berbagai daerah yang berada di hulu DAS dari hari ke hari semakin merosot baik dalam luas maupun kualitasnya. Berbagai masalah gangguan hutan seperti perambahan hutan dan penebangan liar nampak terlihat di berbagai kawasan hutan.

  Salah satu penyebab utama yang ditengarai sebagai pemicu terjadinya tekanan masyarakat terhadap hutan adalah kemiskinan dan minimnya tingkat kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap upaya pelestarian fungsi hutan. Dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rata-rata rendah, masyarakat terlihat sukar untuk menghindarkan diri dari ketergantungan sumber pendapatannya dari hutan dan lahan.

  Sampai dengan saat ini bagaimana mengelola daerah hulu dapat mengakomodasi kepentingan masyarakat sekaligus fungsi konservasi dapat terjaga masih menjadi bahan kajian yang menarik.

B. Tujuan

  Tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui karakteristik Sub DAS dari aspek hidrologi, lahan dan sosial, ekonomi dan kelembagaan masyarakat pada tingkat sub DAS.

II. METODOLOGI PENELITIAN

  A. Waktu dan Lokasi Penelitian

  Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Desember 2008. Lokasi penelitian terletak di tiga lokasi yaitu ;

   Sub DAS Biyonga, DAS Limboto, Gorontalo.

   Sub DAS Laor Oki, di Kel. Makalonsouw Tondano, Sulut.

   Sub DAS Bilobon, DAS Poigar,di Desa pomoman, Poigar, Sulut.

  B. Bahan dan Alat

  Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah peta-peta (rupa bumi, jenis tanah, topografi, penggunaan lahan, dll), kuesioner dan panduan PRA (Participatory Rural

  Appraisal).

  Sedangkan peralatan yang dibutuhkan adalah SPAS (Stasiun Pengamat Arus Sungai), AWRL (Automatic Water Record Level), ombrometer/athus, komputer, perangkat lunak GIS, seperangkat alat pengambilan sampel air dan pengukuran fisik lapangan (abney level, GPS, dll).

  C. Prosedur Penelitian

  Jenis data yang diperlukan dalam kajian meliputi data sekunder dan data primer yang 1. menyangkut aspek hidrologi, lahan dan soseklem. Data primer untuk aspek hidrologi terdiri dari data debit, TMA, curah hujan harian dan sedimentasi. Data primer aspek lahan adalah luas DAS ujicoba, land use, jenis tanah, erosi, persentase penutupan lahan, jenis tanaman penutup, dll. Data aspek soseklem meliputi luas DAS berdasarkan administratif, jumlah penduduk, mata pencaharain penduduk, analisis ekonomi rumah tangga penduduk, pola konsumsi, pola pemukiman, adat istiadat, perkembangan kelembagaan lokal yang ada.

  2. Data sekunder terdiri dari peta-peta (topografi, penggunaan lahan, tanah, geologi, rupa bumi, dll), laporan (data curah hujan, banjir, longsor, dll), monografi desa, Kecamatan dalam angka, dll.

  3. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey dengan cara diagnostik dan cara adhoc. Cara diagnostik yang digunakan adalah melalui RRA (Rapid Rural Appraisal) dan PRA (Participatory Rural Appraisal).

D. Analisis Data

   Aspek Hidrologi Input DAS adalah data curah hujan sedangkan outputnya adalah debit, baik debit aliran maupun debit sedimen. Analisis debit sedimen menggunakan persamaan kurva lengkung aliran (Discharge Rating Curve) yang dibuat berdasarkan kumpulan data series. Data series debit diperoleh dari hasil analisis hubungan data TMA dan debit sesaat. Persamaan yang digunakan adalah

  3 , dimana Q=debit (m /dtk),

  =TMA (m), = konstanta

  3

  /detik), V= kecepatan arus (m/detik), , dimana Q= debit sesaat (m

2 A = luas penampang aliran (m ).

  Analisis debit sedimen sesaat diperoleh berdasarkan data konsentrasi sedimen dan data debit. Persamaannya adalah sebagai berikut:

  

Q s = C x Q, dimana Q = debit suspense (kg/detik), C = konsentrasi sedimen (gr/liter), Q = debit

s aliran.

  Selanjutnya untuk mencari series data debit sedimen perlu dibuat persamaan sebagai berikut:

  3

  , dimana Qs = debit suspensi (kg/detik), Q = debit aliran (m /detik), = konstanta

  Analisis KRS dan Koefisisen Limpasan (C) dimana KRS= koefisien regim sungai; Q max = debit maksimum; Q = debit minimum

  min dimana C= koefisien limpasan, Q = tebal limpasan, P= tebal hujan.

   Aspek Lahan Konsentrasi sedimen diperoleh dengan menggunakan metode penguapan (Evaporation Method). Rumus yang digunakan untuk menghitung sedimen adalah

  Keterangan: = konsentrasi sampel erosi (mg/l) = volume sampel erosi (ml) = berat cawan berisi sampel erosi (gr)

  = berat cawan kosong Erosi aktual dihitung dengan rumus:

  Keterangan: = erosi (ton/ha)

  3

  = Volume air (m /ha) = konsentrasi erosi (mg/l) = jumlah lubang pada kolektor

  1,2 = nomor drum Analisa tanah dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan kimia tanah. Untuk produksi tanaman kayu keras, produktivitasnya diamati secara periodik dengan mengukur pertambahan tinggi dan diameter.  Aspek Sosial Ekonomi Beberapa aspek yang dinilai adalah pendapatan penduduk, tekanan penduduk terhadap lahan dan tingkat kesejahteraan penduduk.

  Standar penilaian tingkat kesejahteraan penduduk menggunakan rata-rata pendapatan penduduk perkapita pertahun.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Mikro DAS Tapabuoti, Gorontalo

  Hidrologi

  Sejak bulan September 2008, pengamatan pada DAS Mikro Tapabouti tidak dilanjutkan, karena instrumen penelitian yang terpasang mengalami kerusakan. Selain itu lokasi DAS uji coba tersebut telah direncanakan untuk dibangun waduk oleh Pemda setempat dan Departemen Pekerjaan Umum, sehingga untuk melanjutkan kegiatan ini maka dilakukan survey pada lokasi Model DAS Mikro (MDM) BPDAS Bone Bolango Khususnya MDM Parungi yang berlokasi di Desa Talumopatu, Kec. Mootilango, Kab. Gorontalo. Beberapa informasi yang dapat diperoleh sebagai berikut.

  MDM Parungi termasuk dalam Sub-Sub DAS Parungi, Sub DAS Diloniyohu, DAS Paguyaman. Luas MDM diloniyohu adalah 1020 Ha. Termasuk dalam type iklim C berdasarkan Type schmidt dan fergusson dengan jumlah rata-rata hujan tahunan 1.005

  o o

  mm/tahun. Temperatur rata-rata bulanan 22,2 C – 31,3 C dengan kelembaban udara relatif tahunan rata-rata 81 Rh. Jenis tanah didominasi oleh jenis tanah latosol dan grumusol. Topografi bervariasi dari kelas lereng II (8-15%) s/d kelas lereng V (> 40%). Penggunaaan lahan didominasi oleh tegalan, kebun kelapa, semak belukar dan pemukiman.

  Salah satu teknik konservasi air berupa pembuatan embung yaitu semacam kolam untuk menampung air hujan dan limpasan. Sekaligus berfungsi sebagai tempat persediaan air dimusim kemarau.

  Instrumen pengamatan hidrologi yang ada di MDM Sosial Ekonomi

  Sebagian besar penduduk MDM Diloniyohu bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebesar 77 %, sedangkan sisanya adalah pedagang 3 %, buruh 9 %, swasta 0,5 %, TNI/PNS 2% dan lain-lain 8,5 %. Sedangkan untuk kepemilikan lahan dapat dilihat pada tabel 1.

  Kepemilikan lahan (KK) No. Kecamatan / Desa Table 7.

Tidak < 0,25 0,25 1 - 2 > 2

  • – 1 Jumlah

  kondisi

  

berla- (ha) (Ha) (ha) (Ha)

  Pemilikan

  han

  1 Mootilango

  32

  55 73 129 94 383

  lahan

  32

  55 73 129 94 383 Penduduk

  a. Talumopatu MDM

  2 Boliyohuto 117 175 264 417 315 1.288 Diloniyohu

  57 86 115 201 172 631

  a. Parungi

  60 89 149 216 143 657

  b. Bumela

  Jumlah 149 230 337 546 409 1.671 Kelembagaan

  Kelembagaan sosial masyarakat yang ada di DAS Mikro Diloniyohu terdiri dari lembaga formal (BPD dan PKK) dan lembaga non formal (kelompok tani, kelompok arisan dan lain-lain yang sifatnya insidential). Pada tahun 2008, pengalokasian kegiatan pada MDM Diloniyohu di Desa Talumopatu meliputi kegiatan sebagai berikut:

  1. Pembuatan Hutan Rakyat: pada MDM Talumopatu dilaksanakan kegiatan hutan rakyat seluas 25 Ha. Jenis tanaman yang dikembangkan meliputi jati, mahoni, kemiri dan nangka. Dengan pertumbuhan tanaman rata-rata 70% dan rata-rata tinggi tanaman 25- 40 cm.

  2. Pembuatan Teras: pada MDM Talumopatu dilaksanakan kegiatan teras seluas 10 Ha.

  Jenis teras yang dibuat terdiri dari teras bangku 0,25 Ha dan teras gulud 9,75 Ha.

  3. Pemeliharaan Hutan Rakyat; pada MDM Talumopatu dilaksanakan kegiatan pemeliharaan tahun ke-2 dengan persentase rata-rata pertumbuhan hingga 80 % dan tinggi tanaman berkisar 2-4 meter.

  4. Pemeliharaan Embung

  5. SPAS; Bangunan SPAS ini terletak pada MDM Talumopatu

  6. Pembuatan Silvikultur Intensif; pada MDM Talumopatu dilaksanakan kegiatan silvikultur intensif seluas 25 Ha.

B. Mikro DAS Laor Oki

  Hidrologi Mikro DAS Laor Oki terletak di Kelurahan Makalonsouw, tondano, Sulawesi Utara.

  Penelitian ini telah dilaksanakan sejak tahun 2006 oleh BP2TPDASIBT, namun kegiatan fisik relatif belum ada yang dilaksanakan. Mikro DAS Laor Oki telah memiliki alat pengukur curah hujan otomatis dan manual, SPAS, chek dam juga telah dibangun oleh Pemda setempat. Berdasarkan alat tersebut diketahui rata-rata curah hujan bulanan 150,58 mm.

  Di lokasi ini terdapat instrumen hidrologi berupa SPAS yang terletak di outlet DAS Uji Coba Laor Oki, alat pengukur hujan otomatis dan manual.

  Alat Pengukur Hujan Manual dan

  Sosial Ekonomi

  Kelurahan Makalonsow memiliki penduduk sebanyak 443 jiwa terbagi dalam 132 Otomatis kepala keluarga. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga adalah 3-4 orang. Persentase penduduk dengan usia produktif cukup besar, yakni 62,3 % dari total jumlah penduduk.

  Mata pencaharian penduduk umumya adalah bertani (74 %) selebihnya adalah buruh tani, pedagang dan PNS/ABRI. Pendapatan rata-rata per tahun dari hasil pertanian sebesar Rp. 6.689.478.

  Rata-rata kepemilikan lahan masyarakat adalah 3 ha, yakni 2 ha lahan kebun/hutan dan 1 ha lahan sawah. Namun sayangnya perimbangan tenaga kerja dan luasan lahan belum maksimal, sehingga produktifitas lahan rendah. Sekitar 75 % kebutuhan air dipenuhi oleh sungai untuk mencuci, mandi dan kebutuhan pertanian, sedangkan 25 % kebutuhan air dari air sumur dan mata air untuk konsumsi.

  Kelembagaan

  Secara formal kelembagaan yang ada di lokasi ini adalah lembaga pemerintahan Kelurahan, LKMD/BPD, lembaga pendidikan berupa Sekolah Dasar, lembaga keagamaan seperti Gereja, sedangkan lembaga-lembaga informal yang ada adalah kelompok sosial kemasyarakatan berupa kelompok kerukunan, kelompok tani dan koperasi.

C. Mikro DAS Bilobon, Pomoman, Poigar

  Sub DAS Bilobon, DAS Poigar secara administrasi masuk dalam wilayah Desa Pomoman, Kec. Poigar, Kab. Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara. Luas Sub DAS Bilobon berdasarkan digitasi on screen adalah ± 1297 Ha. Bentuk DAS agak lonjong dengan Kerapatan drainase sedang dan panjang sungai utama ± 9 - 11 km.

  Hidrologi

  Desa Pomoman berada pada ketinggian ± 500 meter dpl. Termasuk dalam type iklim C berdasarkan type schmidt dan fergusson dengan jumlah rata-rata hujan tahunan 1.005 mm/tahun. Temperatur rata-rata bulanan 24,6 ºC - 27,3 ºC dengan kelembaban udara relatif tahunan rata-rata 85 – 93 % Rh. Jenis tanah didominasi oleh jenis tanah latosol. Topografi bervariasi dari kelas lereng II (8-15 %) s/d kelas lereng V (> 40 %). Luas Desa

2 Pomoman ±38,75 km atau ±12% dari total luas Kec. Poigar.

  Hasil analisa tanah dapat dilihat pada tabel berikut. Table 8. Hasil analisis laboratorium sifat kimia tanah dan fisika tanah

  No Sifat fisika dan kimia Nilai (kriteria)

  1 PH (H O) 5,2-5,6 (Masam-Agak Masam)

  2